laporan pembahasan SKENARIO 1

download laporan pembahasan SKENARIO 1

of 29

Transcript of laporan pembahasan SKENARIO 1

LAPORAN TUTORIAL BLOK KARDIOVASKULAR

HUBUNGAN NYERI DADA DENGAN PENYAKIT JANTUNG KORONER BAWAAN

Tutor : dr. Desy Kurniawati Tandiyo, Sp.RM Disusun Oleh Achmad M Fajri Anandhita Ayu T Anandita Ratna Gayatri Cempaka Irawati Hajar Kusumastuti Niken Ayu P Syifa Nurul Asma Valentina LP Yohanes Purbanta S Yusuf Budi H G0010013 G0010017 G0010021 G0010041 G0010089 G0010137 G0010185 G0010191 G0010199 G0010203

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET 2012

BAB I PENDAHULUAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PEMBAHASANA. ANATOMI, HISTOLOGI, DAN FISIOLOGI JANTUNG Jantung terletak di rongga toraks (dada) sekitar garis tengah antara sternum di sebelah anterior dan vertebra di sebelah posterior. Jantung memiliki pangkal yang lebar (basis) di sebelah atas dan meruncing membentuk ujung yang disebut apeks di dasar. Jantung membentuk sudut terhadap sternum sehingga pangkalnya terutama berada di sebelah kanan sternum, sedangkan apeksnya di sebelah kiri sternum. Sewaktu jantung berdenyut, terutama sewaktu berkontraksi secara kuat, apeks sebenarnya membentur bagian dalam dinding dada di sebelah kiri. (Sherwood, 2001) Perikardium yang meliputi jantung terdiri dari dua lapisan, yaitu lapisan dalam (perikardium viseralis) dan lapisan luar (perikardium parietalis). Kedua lapisan perikardium ini dipisahkan oleh sedikit cairan pelumas (liquor pericardii) yang mengurangi gesekan akibat gerakan pemompaan jantung. Perikardium parietalis melekat ke depan pada sternum, ke belakang pada kolumna vertebralis, dan ke bawah pada diafragma. Perlekatan ini menyebabkan jantung terletak stabil di tempatnya. Perikardium viseralis melekat secara langsung pada permukaan jantung. Perikardium juga melindungi terhadap penyebaran infeksi atau neoplasma dari organ-organ sekitarnya ke jantung. Jantung terdiri atas tiga lapisan, yaitu lapisan terluar (epikardium), lapisan tengah yang merupakan lapisan otot (miokardium), dan lapisan terdalam yang berupa lapisan endotel (endokardium). (Price, 2006)

Jantung terdiri dari empat ruang, yaitu atrium kanan dan kiri, serta ventrikel kanan dan kiri. Kedua belahan jantung dipisahkan oleh septum, suatu partisi otot kontinu yang mencegah pencampuran darah dari kedua sisi jantung. Pemisahan ini sangat penting karena separuh kanan jantung menerima darah beroksigen rendah sementara sisi kiri jantung menerima dan memompa darah beroksigen tinggi. (Sherwood, 2001) Darah yang kembali dari sirkulasi sistemik masuk ke atrium kanan melalui vena-vena besar yang dikenal sebagai vena kava. Darah dari sirkulasi sistemik memiliki kadar CO2 lebih tinggi dibandingkan kadar O2. Darah yang mengalami deoksigenasi parsial tersebut mengalir dari atrium kanan ke dalam ventrikel kanan, yang memompanya keluar melalui arteri pulmonalis ke paru. Di dalam paru, darah tersebut kehilangan CO2 ekstranya dan menyerap O2 segar sebelum dikembalikan ke atrium kiri melalui vena pulmonalis. Darah kaya oksigen yang kembali ke atrium kiri ini kemudian mengalir ke dalam ventrikel kiri yang akan mendorong darah ke semua sistem tubuh kecuali paru. Jadi, sisi kiri jantung memompa darah ke dalam sirkulasi sistemik. Arteri besar yang membawa darah menjauhi ventrikel kiri adalah aorta. Aorta bercabang menjadi arteri besar untuk memperdarahi berbagai jaringan tubuh. Jaringan mengambil O2 dari darah dan menggunakannya untuk mengoksidasi zat-zat gizi untuk menghasilkan energi. Dalam prosesnya, selsel jaringan membentuk CO2 sebagai produk buangan yang ditambahkan ke darah.

darah secara parsial kekurangan O2 dan mengandung CO2 yang meningkat, kembali ke sisi kanan jantung. Satu sirkuit selesai. (Sherwood, 2001) Kedua sisi jantung secara simultan memompa darah dalam jumlah yang sama. Sirkulasi paru adalah sistem yang memiliki tekanan dan resistensi yang rendah, sedangkan sirkulasi sistemik adalah sistem dengan tekanan dan resistensi yang tinggi. Oleh karena itu, walaupun sisi kiri dan sisi kanan jantung memompa darah dalam jumlah yang sama, sisi kiri melakukan kerja yang lebih besar karena ia memompa volume darah yang sama ke dalam sistem dengan resistensi yang lebih tinggi. Dengan demikian, otot jantung sisi kiri lebih tebal daripada otot di sisi kanan, sehingga sisi kiri adalah pompa yang lebih kuat. (Sherwood, 2001) Darah mengalir melalui jantung dalam satu arah tetap, yaitu dari vena ke atrium, kemudian ke ventrikel dan arteri. Ada empat katup jantung satu arah yang memastikan darah mengalir ke satu arah. Katup-katup membuka dan menutup secara pasif karena perbedaan tekanan. Gradien tekanan ke arah depan mendorong katup terbuka, sementara gradien tekanan arah ke belakang mendorong katup menutup. Dua katup jantung, katup atrioventrikularis (AV) kanan dan kiri, masingmasing terletak di antara atrium dan ventrikel kanan dan kiri. Katup-katup ini memungkinkan darah mengalir dari atrium ke ventrikel, tetapi mencegah aliran balik darah dari ventrikel ke atrium ketika pengosongan ventrikel. Katup AV kanan disebut juga katup trikuspid (tiga daun katup) sedangkan katup AV kiri disebut bikuspid atau mitral (dua daun katup). (Sherwood, 2001) Daun katup dari kedua katup itu tertambat melalui berkas-berkas tipis jaringan fibrosa yang disebut chorda tendinea. Chorda tendinea akan meluas menjadi otot papillaris, yaitu tonjolan otot pada dnding ventrikel. Chorda tendinea menyokong katup pada waktu kontraksi ventrikel untuk mencegah membalinya daun katup ke dalam atrium. (Price, 2006) Dua katup jantung lainnya, katup aorta dan katup pulmonalis, terdapat di sambungan tempat arteri-arteri besar keluar dari ventrikel. Keduanya dikenal sebagai katup semilunaris. Katup-katup ini terbuka ketika tiap-tiap tekanan ventrikel kanan dan kiri melebihi tekanan di aorta dan arteri pulmonalis, yaitu

selama ventrikel berkontraksi dan mengeluarkan isinya. Katup tertutup apabila ventrikel melemas dan tekanan ventrikel turun di bawah tekanan aorta dan arteri pulmonalis. (Sherwood, 2001) Terdapat dua jenis khusus sel otot jantung, yaitu: 1. Sel kontraktil (menyusun 99% sel otot jantung) yang melakukan kerja mekanis, yaitu memompa. Sel-sel pekerja ini dalam keadaan normal tidak menghasilkan sendiri potensial aksinya. 2. Sel otoritmik, yaitu sel yang tidak berkontraksi, tetapi mengkhususkan diri mencetuskan dan menghantarkan potensial aksi yang bertanggung jawab untuk kontraksi sel-sel pekerja. (Sherwood, 2001) Sistem Konduksi Jantung Jantung memiliki sistem konduksi khusus untuk menjamin rangsang ritmik dan sinkron serta kontraksi otot jantung. Jaringan konduksi ini memiliki sifat-sifat : otomatisasi (menghasilkan impuls secara spontan), ritmisasi (pembangkitan impuls yang teratur); konduktivitas (menghantarkan impuls); dan daya rangsang (menanggapi stimulasi). Impuls jantung biasanya dimulai dari nodus sinoatrialis (SA Node) yang disebut pemacu alami jantung. Nodus SA terletak di dinding posterior atrium kanan dekat muara vena cava superior. Impuls kemudian menyebar dari SA Node menuju sistem ppenghantar khusus atrium dan ke otot atrium. Suatu jalur antar atrium (berkas Bachmann) Mempermudah penyebaran impuls dari atrium kanan-kiri. Jalur internodal (jalur anterior, tengah dan posterior) menghubungkan nodus SA dengan nodus AV (atrioventricularis nodus). Impuls listrik kemudian mencapai nodus AV yang terletak di atas septum

interventrucularis dalam atrium kanan dekat muara sinus coronaria. Nodus AV merupakan jalur normal transmisi impuls antara antrium-ventricel, serta memiliki fungsi sebagai penahan impuls (selama 0,08-0,12 sekon) untuk memungkinkan pengisian ventricel selama kontraksi atrium. Srlain itu Nodus AV juga berperan untuk mengatur jumlah impuls atrium yang mencapai ventricel (normal tidak > 180 impuls permenit). Gelombang rangsangan listrik menyebar dari nodus AV

menuju berkas His, suatu berkas serabut yang tebal yang menjulur ke bawah di sebelah kanan septum interventricularis. Berkas ini bercabang menjadi cabang kiri dan kanan yang berjalan ke bawah kiri/kanan septum interventricularis. Cabang kiri bercabang lagi menjadi dua, satu cabang anterior tipis dan satu cabang posterior yang tebal. Cabang-cabang ini berakhir sebagai jalinan serabut yang kompleks dikenal dengan sebutan sistem Purkinje, yang menyebar ke seluruh permukaan dalam kedua ventricel jantung. Penyebaran gelombang rangsang melalui serabut Purkinje ini berjalan cepat sekali. (Price,2006) Selain sistem konduksi tersebut, susunan sel miokardium juga berperan dalam memastikan kecepatan penyebaran impuls selanjutnya. Sel-sel berdekatan dipisahkan oleh struktur yang disebut duktus interkalatus. Di sini terdapat tempattempat dimana membran intrasel saling berdekatan (nexus). Nexus mempercepat transmisi rangsangan listrik dari sel ke sel, mengaktifkan dan merangsang kontraksi sel-sel miokardial yang stimulan. Dengan demikian, urutan normal rangsangan melalui sistem konduksi adalah nodus SA, jalur-jalur atrium, nodus AV, berkas His, cabang-cabang berkasa dan serabut Purkinje. (Price,2006)

B. PENEGAKAN DIAGNOSIS 1. Anamnesis Sistematika pengambilan anamnesis mencakup keluhan utama dan tambahan, riwayat yang diderita sekarang, riwayat penyakit dahulu. Dan hal-hal yang dapat menyebabkan penyakit yang diderita berupa faktor risiko, faktor pencetus, faktor penyulit, riwayat linkungan, keluarga, dan sosial ekonomi. Halhal berikut dapat ditanyakan kepada penderita penyakit jantung. a. Sesak napas (Dispnu) Karena jantung sangat berhubungan dengan aktivitas fisik, beberaa gejala memburuk saat aktivitas fisik dan perlu dicari secara spesifik. Dispnu didefinisikan sebgai pernapasan sadar yang abnormal dan tidak nyaman, maka dispnu merupakan gejala umumyang paling menonjol pada aktivitas fisik. Gejala ini berbeda dengan sesak napas ansietas dimana pernapasan sadar meningkat

mencapai hiperventilasi. Semakin parah kelainan jantung yang mendaasari, dispnu akan muncu pada aktivitas yang lebih ringan dan akhirnya pada waktu istirahat. Berikut adalah penyebab dispnu: Penyebab jantung Akut Iskemia atau infark miokard Regurgitasi mitral akibat rupture korda Terjadinya atrial fibrillation pada penyakit katup mitral atau aorta

Kronis Disfungsi ventrikel kiri Penyakit katup mitral atau aorta Miksomia atrium

Non-jantung Akut Emboli paru Pneumotoraks Asma Sindrom hiperventilasi

Kronis Penyakit paru obstruktif atau restriktif Hiertensi pulmonal Kelainan dinding dada Anemia Kegemukan dan kurang fit

Dispnu karena penyakit jantung terjadi karena kongesti vena pulmonalis. Adanya tekanan atrium kiri akan menimbulkan tekanan vena pulmonalis, yang normalnya berkisar 5 mmHg. Jika meningkat, vena pulmonalis akan teregang dan dinding bronkus mengalami edema, menyebabkan batuk iritatif non-produktif dan

mengi. Jika tekana vena pulmonalis maik lebih lanjut dan melebihi tekakan onkotik plasma, jaringan paru menjadi lebih kaku karena edema interstisial, transudat akan terkumpul dalam alveoli yang menakibatkan edema paru. Dispnu jantung akan memburuk dalam posisi berbaring telentang (ortopnu), dan dapat membangunkan pasien dini hari (dispnu nocturnal paroksismal), dan akan berkurang jika duduk atau berdiri. Meskipun dispnu jantung dapat terjadi akut, dispnu lebih sering memiliki onset gradual dan bersifat kronis, memburuk dengan lambat selama eberapa minggu atau bulan. Dispnu yang timbul mendadak harus dipertimbangkan sebab-sebab lain. Klasifikasi New York Heart Association (NYHA) adalah menjelaskan tingkat disabilitas akibat dispnu karena penyakit jantung: Kelas 1 : pasien dengan penyakit jantung tetapi tanpa dispnu selama aktivitas normal Kelas 2 : penyakit jantung dengan dispnu ringan/sedang dalam aktivitas normal Kelas 3 : dispnu berat pada aktivitas biasa Kelas 4 : setiap aktivitas menyebabkan dispnu atau gejala pada waktu istirahat. (Gray, 2005) b. Edema (sembab) Peningkatan tekanan jantung kanan akan menambah tekanan vena sistemik di vena kava superior, dan keadaan ini paling berat pada bagian tubuh yang menggantung, paling sering di kaki atau pergelangan kaki. Dapat juga didaerah sacral bagi mereka yang berbaring di tempat tidur. Edema terjadi bila tekanan onkotik plasma (sekitar 25 mmHg) dilampaui oleh tekanan intravascular, yang diperberat oleh hipoalbuminemia. Peningkatan tekanan tekanan jantung kanan dapat sekunder akibat penyakit jantung kiri, gagal jantung kanan kanan, dll. Edema karena obstruksi vena kava superior, terbatas pada kepala, leher, dan lengan.

Adanya riwayat edema periorbital khas untuk penyakit ginjal. Edema unilateral ekstremitas menunjukkan obstruksi vascular atau limfatik lokal. Penyebab edema lain termasuk edema siklik, edema angiouretik, dll. (Gray, 2005)

c. Sianosis Sianosis perifer biasanya karena vasokrontiksi kulit baik karena dingin atau fenomena Raynaud. Sianosis paling mudah terlihat jika curah jantung berkurang akibat berbagai sebab. Biasanya sianosis baru terlihat ketika HHb mencapai kadar lebih dari 5 g%. Sianosis terlihat pada sebagian ekstremitas (tangan kiri dan kedua tungkai) dikenal sebagai differential cyanosis yang merupakan tanda PDA (persisten duktus arteriosus) dengan pirau kanan ke kiri. Sementara sianosis sentral biasanya memburuk waktu aktifitas fisik, sianosis perifer tidak berubah jika curah jantung jelek. Bila terdapat gangguan sentral sebagai penyebab sianosis, sianosis perifer harus ada juga, sedangkan sianosis karena penyebab perifer tidak akan menyebabkan sianosis pada membrane mukosa (Gray, 2005). d. Nyeri dada Nyeri dada merupakan gejala iskemia miokard. Karena sifatnya suatu nyeri alih (reffered pain) maka lokasinya dan kualitas nyeri dapat bervariasi. Keluhan termasuk nyeri khas dirasakan substernal dengan penjalaran ke bagian medial lengan bawah kiri, kadang-kadang menjalar ke lengan kanan. Leher,atau mandibula. Kualitas nyeri dapat merupakan rasa berat di dada, rasa tertindih batu, rasa ditusuk, dirobek, dll. e. Berdebar (palpitasi) Rasa berdebar merupakan manifestasi kesadaran adanya denyut jantung yang dirasakan sebagai denyut yang cepat (palpitasi), yang lambat (bradikardi), suatu denyut yang tak teratur (fibrilasi), atau hilangnya suatu denyut (ekstrasistol). Dalam evaluasi berdebar perlu ditanya (1) kualitasa berdebar (2)

saat dan sifat mulainya rasa berdebar (3) bagaimana hilangnya rasa berdebar (4) keluhan penyerta lain. f. Sinkop Sinkop dapat merupakan gejala kelainan sistem kardiovaskular. Sinkop adalah keadaan kehilangan kesadaran karena aliran darah ke otak yang berkurang baik karena menurunnya curah jantung maupun hilangnya tonus vaskular. 2. Pemeriksaan Fisik Tujuan pemeriksaan fisik adalah untuk menemukan kelainan kardiovaskular primer, menumakan kelainan sistemik dengan akibat konsekuensi karidovaskular, menemukan penderita dengan gejala/keluhan menyerupai, tapi tanpa kelainan kardiovaskular dan untuk skrining kardiovaskular. a. Keadaan umum dan pemeriksaan tanda vital Keadaan umum yang baik sewaktu pemeriksaan tidak berarti kelaina yang ada itu tidak serius (misal pada episode takikardia ventrikel), sedangkan keadaan yang buruk mungkin hanya karena sinkop vasovagal atau ekstrasistol yang tidak bermakna. b. Tekanan darah Pada penderita dengan hipertensi disamping pengukuran pada kedua lengan harus juga dilakukukna pada kedua tungkainya dengan manset yang lebar untuk menyingkirkan koarktasio aorta atau penyakit takayashu. c. Nadi Perabaan nadi dapat menggambarkan aktivitas pompa jantungmaupun keadaaan pembuluh itu sendiri. Kadang nadi lebih terasa ketika diraba pada nadi yang besar, msialnya arteri carotis. Pada perabaan nadi harus diperhatikan: jumlah frekuensi nadi, takikardi, bradikardi, keteraturan nadi, perbandingan dengan denyut jantung, bentuk nadi, perubahan volume nadi, adanya pulsus misalnya pulsus defisit pada fibriliasi atrium, pulsus bisferiens pada regurgitasi aorta, pulsus seler pada tiroktositosis, pulsus tardus pada

stenosis katup aorta, pulsus arternan pada gagal jantung, dan pulsus paradoksus pada tamponade perikardium. d. Pemeriksaan vena Pemeriksaan vena terutama vena jugularis dapat memberikan gambaran aktifitas jantung bagian dekster. Perubahan aktifitas jantung dapat memberikan gambaran pada vena dengan cara menyebabkan perubahana tekanan vena perifer, bendungam dan perubahan pulsus vena. Pada keadaaan gagal jantung maka tekanan vena jugularis akan meningkat menunjukkan terhambatnay pengisan ventrikel e. Nafas Peningkatan frekuensi nafas (takipneu) dapat merupakn tanda dari gagal jantung karena berrbagai sebab, dan asidosis karena penyakit jantung sianotik. Pada peningkatan tekanan pengisian ventrikel kiri karena jantung koroner akan terlihat penderita memerlukan bantal tinggi saat berbaring (ortopnea). Pada keadaan yang lebih berat akan didapatkan kesulitan bernafas dan adanya usaha ekspirasi memanjang disertai mengi pada asthma kardial. f. Fondus okuli Untuk menilai keadaan arteriol dan venul. Pemeriksaan perubahan vena karena hipertensi, arteriosklerois, diabetes, hiperkolestrolemia,

endokarditis, akan terlihat pada pemeriksaan fondus okuli. g. Keadaan kulit Dapat merupakan cermin dari keadaan hemodinamik karena kelainan kardiovaskular. Pada penderita asma kardial akan terliihat kulit basah dan dingin. Adanya sianosis pada kelaianan jantung bawaan. Adanya santomata pada hiperlipidemia. h. Dada (toraks) Pada pemeriksaan dada harus dilakukan dengan inspeksi, palpasi, perkusi, dan kemudian auskultasi. Inspeksi

Inspeksi dilakukan untuk mencari adanya asimetri bentuk dan gerakpada waktu bernafas. Kelaianan pada dada dapat berbentuk pectus carinatus (pigeon breast), pectus excavatus yaitus ketika processus xhipoideus dan sternum tertarik ke os vertebrate, barrel chest yaitu dada berebntuk tong, kifosis yaitu os vertebrate berdeviasi ke lateral, dan voussure cardiaque karena penonjolan bagian depan hemitoraks kiri dan hampir selalu ada pada kelaian jantung bawaan. Palpasi Dapat mengetahui gerakan jantung yang menyentuh dinding dada terutama ketika terjadi pembesaran ventrikel dan ketidakterartiran kontraksi ventrikel. Getaran karena adanya bising jantung (thrill) sering dapat diraba. Kadang-kadang gerakan jantung sperti gerakan kursi goyang (ventricular heaving). Perkusi Perkusi berguna untuk menetapkan batas-batas jantung terutama pada pembesaranjantung atau utnuk menetapkan adanya konsolidasi jaringanparu pada keadaan dekompensasi, emboli paru atau efusi pleura. Perkusi batas kiri redam jantung (LBCD) dilakukan dari lateral ke media dimulai dari SIC 5,4,3. LBCD akan terdapat pada kurang lebih 1-2 cm medial dari linea clavicularis kiri dan bergeser lebih ke medial 1 cm pada SIC 4 dan 3. Batas kanan redam jantung (RBCD) dilakukan dengan perkusi bagian lateral kanan dari sternum. RBCD akan berada di dalam batas dalam sternum. Auskultasi Pernafasan yang dangkal dan tenang akan menimbulkan bising vesikuler. Pada penekanan bronkus akan terdengar bising bronkial. Bising bronkovesikuler adalah bising antara bronkial dengan vesikuler yang konsolidasi parunya masih sedikit. Bunyi yang ditimbulkan aktifitas jantung dapat dibagi dalam

Bunyi jantung 1 Disebabkan oleh getaran menutupnya katup atrioventrikuler teriutama katup mitral. Pada keadaan normal terdengar tunggal. Bunyi jantung 2 Disebabkan oleh bergetarnya katup semiluner aorta maupun pulomonal. Pada keaadan normal terdengar splitting dari kedua komponen yang bervariasi. Bunyi jantung 3 Disebabkan oleh getaran cepat dari aliran darah saat pengisian cepat (rapid fillling phase) dari ventrikel. Hanya terdengar pada anak-anak atau orang dewasa muda dan keadaan hipertrofi/dilatasi komplians otot ventrikel Bunyi jantung 4 Disebabkan oleh kontraksi atrium yanng mengalirkan darah ke ventrikel yang kompliansnya menurun. Jika atrium tak berkontraksi dengan efisiens misalnya fibrilasi atrium, maka suara jantung 4 tidak terdengar. Kadang terdengar bising jantung yaitu ketika getaran yang ditimbulkan lebih lama dibandigkan bunyi jantung. Keadaan ini dapat terjadi saat: Mengisi seluruh fase siklus jantung: bising holosistolik pada MI atau VSD Mengisi sitolik maupun diastolik siklus jantung: bising sitolikdiastolik Mengisi sebagian dari salah satu fase jantung: bising sistolik pada AS, PS, VSD, MI; bising diastolik pada AI Terdengar terus menerus, baik pada sitolik maupun diastolik: continous murmur pada PDA. Terdengar hanya pada sebagaian dari suatu fase siklus jantung: bising late sistolik pada prolaps katup mitral, bising early diastolik pada AI

dan PI, bising mid diastolik pada mitral stenosis, bising late diastolik pada mitral stenosis juga. i. Abdomen Pemeriksaan abdomen terutama berkaitan dengan keadaan paya jantung, misalnya hepatomegali kadang disertai asites. Pada payah jantung, hepar akan membesar karenabendungan ventrikel kanan. Pada pemeriksaan abdomen akan sering didapatkan bruit atau bising pembuluh yang disebabkan oleh stenosis. j. Tungkai dan arteri perifer Terutama pada penderita dengan hipertensi apalagi pada penderita muda, perabaan arteri harus mencapai arteri perifer. (Rilantono, dkk;2003) C. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Radiografi thorax Suatu pemeriksaan radiografi dada dalam empat posisi standar dapat membantu menata kerangka diagnostik jantung : (1) posisi posteroanterior atau frontal; (2) posisi lateral kiri dengan sisi sebelah kiri ke depan; (3) posisi miring anterior kanan dengan tubuh berputar sekitar 60 derajat ke kiri, sehingga bahu kanan ke depan; (4) posisi miring anterior kiri dengan bahu kiri ke depan. Pada setiap posisi akan terlihat sudut pandang anatomis jantung yang berbeda. Kontur jantung sangat kontras dengan paru-paru terisi udara yang berwarna radiolusen. Hasil pemeriksaan radiografi dada dapat berupa : (1) pembesaran jantung secara umum, atau kardiomegali; (2) pembesaran lokal salah satu ruang jantung; (3) kalsifikasi katup atau arteri koronaria; (4) kongesti vena pulmonalis; (5) edema interstisial atau alveolar; (6) pembesaran arteri pulmonalis atau dilatasi aorta ascendens. Radiografi thorax biasanya normal pada pasien dengan angina. Pembesaran jantung dan/atau peningkatan tekanan vena dapat menandakan adanya infark miokard atau disfungsi ventrikel sinister sebelumnya. 2. Elektrokardiografi

Terganggunya aliran koroner menyebabkan kerusakan miokard yang dapat dibagi menjadi : a. Iskemia : kelainan yang paling ringan dan masih reversible b. Injuri : kelainan yang lebih berat, tetapi masih reversibel 3. Ekokardiografi Ekokardiografi merupakan prosedur pemeriksaan menggunakan

gelombang ultrasonik sebagai media pemeriksaan. Suatu transduser yang memancarkan gelombang ultrasonik atau gelombang suara berfrekuensi tinggi di luar kemampuan pendengaran manusia, ditempatkan pada dinding dada penderita dan diarahkan ke jantung. Ketika gelombang ultrasonik berjalan melewati jantung, gelombang ultrasonik tersebut akan dipantulkan kembali menjadi transduser setiap kali gelombang itu melewati batas antara jantung yang memiliki densitas atau impedansi akustik yang berbeda. Energi mekanik dari gelombang suara yang dipantulkan kembali atau disebut echo (=gema) jantung ini, akan dikonversi menjadi impuls listrik oleh transduser dan diperlihatkan sebagai gambaran jantung pada osiloskop atau secarik kertas pencatat. 4. Exercise stress test Uji latih jantung dengan beban (ULJB) dianjurkan pada semua orang yang dicurigai angina, kecuali pada usia lanjut sekali dan pada yang cacat. Anjuran ini terutama berlaku untuk penderita dengan angina stabil. Penelitian telah membuktikan bahwa uji latih pada orang-orang yang asimtomatis yang disaring untuk penyakit jantung koroner, mempunyai sensitivitas kira-kira 50% dan spesifitas 90%. Tes ini sangat berguna untuk golongan penduduk pria setengah umur dan lebih tua dengan gejala yang sugestif untuk penyakit jantung koroner. Tiga indikasi utama untuk mempertimbangkan ULJB ini adalah : 1) sebagai bantuan diagnostik untuk diagnosis angina dengan memprovokasi sakit dada dan kelainan iskemia, 2) untuk stratifikasi risiko, bagi penderita-penderita yang mempunyai risiko tinggi untuk mengalami kejadian koroner dan kematian, 3) untuk mengetahui kapasitas fungsional.

Interpretasi dari tes ini harus dihubungkan dengan kemungkinan adanya iskemia miokard atau berat penyakit koronernya. 5. Angiografi Koroner Kateterisasi jantung dan angiografi koroner dilakukan pada penderita dengan angina stabil yang kronik dimana diagnosis masih diragukan atau sebagai persiapan operasi pintas koroner dan angioplasti. Pemeriksaan ini merupakan cara paling akurat untuk menentukan luas dan beratnya penyakit koroner. 6. Skintigrafi Radionuklida Pencitraan radionuklida tidak selalu diperlukan dalam pemeriksaan rutin pasien angina, namun dapat berguna pada kelompok tertentu. Pasien menjalani latihan dengan protokol standar dan radionuklida yang disuntikkan ke dalam vena perifer, yang kemudian diambil oleh miokard yang terperfusi. Pasien kemudian dipindai menggunakan kamera gamma dan satu seri pencitraan tomografi yang direkam ini kemudian dibandingkan dengan seri kedua saat istirahat yang direkam dari sudut yang sama. Maka area iskemia dan/atau infark yang reversibel dapat didemonstrasikan dan dilokalisasi. 7. Biomarker Biokimiawi Jantung a.Enzim Jantung Creatinine kinase (CK) adalah enzim yang dilepaskna saat cedera otot. Tiga fraksi isoenzim, yaitu : 1) CK-BB paling banyak dalam jaringan otak dan biasanya tidak di dalam serum 2) CK-MM pada otot skelet, paling banyak di dalam sirkulasi 3) CK-MB paling banyak di dalam miokardium, sedikit di otot skelet Peningkatan dan penurunan CK dan CK-MB paling spesifik untuk infark miokard. b. Troponin Troponin adalah protein regulator yang mengendalikan aktin dan miosin, diperantarai oleh kalsium. Peingkatan kadar serum bersifat spesifik

untuk pelepasan dari miokard. Peningkatan troponin serum mengindikasikan berbagai penyakit, seperti gagal jantung kongestif, hipertensi, hipertrofi ventrikel sinister, dan miokarditis. c. C-reactive protein (CRP) CRP adalah penanda biokimiawi pada cedera miokard. Perkembangan lesi aterosklerotik dari destabilisasi plak terjadi karena inflamasi. Inflamasi akut, contohnya pada angina tak stabil menunjukkan peningkatan CRP. (Amin, 2006; Price, 2006; Robins, 2007)

D. PATOFISIOLOGI 1. Penyakit Jantung Koroner Pada tahun 1772 Herbeden menemukan suatu sindroma gangguan pada dada berupa perayaan nyeri terlebih-lebih waktu berjalan, mendaki atau segera sesudah makan. Sebenarnya perasaan nyeri seperti ini tidak saja disebabkan oleh kelainan organ didalam toraks, akan tetapi dapat juga berasal dari otot, syaraf, tulang dan faktor psikis. Dalam kaitannya dengan jantung sindroma ini disebut Angina Pectoris,yang disebabkan oleh karena ketidak seimbangan antara kebutuhan oksigen miokard dengan penyediaannya. Oksigen sangat diperlukan oleh sel miokard untuk mempertahankan fungsinya, yang didapat dari sirkulasi koroner yang untuk miokard terpakai sebanyak 70-80 sehingga wajarlah apabila aliran koroner perlu ditingkatkan. Aliran darah koroner terutama terjadi sewaktu dastole padta saat otot ventrikel dalam keadaan istirahat. Banyaknya aliran koroner dipengaruhi oleh beberapa hal seperti tekanan diastolik aorta.lamanya setiap diastole dan ukuran pembuluh aretri terutama arteriole. Jadi pengurangan aliran koroner umumnya disebabkan oleh kelainan pembuluh koroner, rendahnya tekanan diastolik aorta dan meningkatnya denyut jantung. Pemakaian Oksigen

Ada beberapa hal yang dipengaruhinya yaitu : 1. Denyut jantung , Apabila denyut jantung bertambah cepat maka keperluan oksigen permenit akan meningkat. 2. Kontraktilitas, Dengan bekerja maka banyak dikeluarkan katekolamin (Adrenalin dan Nor-Adrenalin), sehingga akan menambah tenaga kontraksi jantung. 3. Tekanan sistolik ventrikel Kiri. Makin tinggi tekanan ini, makin banyak pemakaian oksigen. 4. Ukuran jantung , Jantung yang besar memerlukan oksigen yang banyak. (Djohan, 2004) 2. Nyeri Dada

a. Angina Pectoris Adanya Angina Pectoris dapat dikenal secara: Kualitas nyeri dada yang khas yaitu perasaan dada tertekan, merasa terbakar atau susah bernafas. Lokasi nyeri yaitu restrosternal yang menjalar keleher, rahang atau mastoid dan turun ke lengan kiri. Faktor pencetus seperti sedang emosi, bekerja, sesudah makan atau dalam udara dingin. Stable Angina Pectoris Kebutuhan metabolik otot jantung dan energi tak dapat dipenuhi karena terdapat stenosis menetap arteri koroner yang disebabkan oleh proses aterosklerosis. Keluhan nyeri dada timbul bila melakukan suatu pekerjaan. sesuai dengan berat ringannya pencetus dibagi atas beberapa tingkatan : 1. Selalu timbul sesudah latihan berat. 2. Timbul sesudah latihan sedang ( jalan cepat 1/2 km) 3. Timbul waktu latihan ringan (jalan 100 m) 4. Angina timbul jika gerak badan ringan (jalan biasa) Diagnosa 1. Pemeriksaan EKG

2. Uji latihan fisik (Exercise stress testing dengan atau tanpa pemeriksaan radionuclide) 3. Angiografi koroner. Terapi 1. Menghilangkan faktor pemberat 2. Mengurangi faktor resiko 3. Sewaktu serangan dapat dipakai 4. Penghambat Beta 5. Antagonis kalsium 6. Kombinasi

Unstable Angina Pectoris Disebabkan primer oleh kontraksi otot poles pembuluh koroner

sehingga mengakibatkan iskeia miokard. patogenesis spasme tersebut hingga kini belum diketahui, kemungkinan tonus alphaadrenergik yang berlebihan (Histamin, Katekolamin Prostagglandin). Selain dari spame pembuluh koroner juga disebut peranan dari agregasi trobosit. penderita ini mengalami nyeri dada terutama waktu istirahat, sehingga terbangun pada waktu menjelang subuh. Manifestasi paling sering dari spasme pembuluh koroner ialah variant (prinzmental). Elektrokardiografi tanpa serangan nyeri dada biasanya normal saja. Pada waktu serangan didapati segmen ST elevasi. Jangan dilakukan uji latihan fisik pada penderita ini oleh karena dapat mencetuskan aritmia yang berbahaya. Dengan cara pemeriksaan teknik nuklir kita dapat melihat adanya iskemia saja ataupun sudah terjadi infark. Terapi 1. Nitrogliserin subligual dosis tinggi. 2. Untuk frokfikaksis dapat dipakai pasta nitrogliserin, nitrat dosis tinggi ataupun antagonis kalsium.

3. Bila terdapat bersama aterosklerosis berat, maka diberikan kombinasi nitrat, antagonis kalsium dan penghambat Beta. 4. Percutanous Transluminal coronary angioplasty (PTCA) atau coronary by Pass Graff Surgery (CBGS) (Djohan, 2004) b. Nyeri dada psikogenik ( sindrom DaCosta) Nyeri dada fungsional atau psikogenik dapat terjadi pada pasien yang tacit terkena penyakit jantung, umpamanya karena terdapat riwayat keluarga dengan infark miokard. Muncul sebagai nyeri tumpul persisten di daerah apeks jantung selama berjam-jam bahkan berhari-hari dan sering diselingi episode nyeri tusuk yang lebih berat. Nyeri ini dapat berkaitan dengan hiperventilasi, papitasi, dan serangan panic. Nyeri dada juga sering dijelaskan pasien yang mengalami prolaps katup mitral meskipun sebab-sebabnya tidak diketahui (Gray, 2005).

E. FAKTOR RESIKO UNTUK PENYAKIT JANTUNG KORONER 1. Faktor Usia dan Jenis kelamin. Seorang Wanita dibawah usia 50 tahun memiliki resiko lebih rendah dibandingkan dengan Pria / laku laki pada kelompok usia yang sama. Tetapi Setelah mengalami menopause, resiko seorang wanita bertambah karena penurunan dari hormon estrogen yang bersifat melindungi. Jadi Salah satu penyebab Penyakit jantung adalah Faktor usia dan kelamin. 2. Faktor Keturunan Dari Keluarga Beberapa Penelitian menunjukkan bahwa jika terdapat riwayat gangguan jantung dalam keluarga baik dari keluarga wanita atau keluarga pria, keturunan mereka lebih cenderung mengembangkan problem yang serupa. 3. Rokok

Penelitian menunjukkan bahwa merokok meningkatkan resiko terjadinya penyakit kardiovaskular sebanyak 64%. sistem kardiovaskular yaitu: Nikotin mempunyai efek langsung terhadap arteri koronaria dan platelet darah. Inhalasi karbon monoksida mengurangi kapasitas eritrosit membawa oksigen. Selain itu juga meningkatkan kebutuhan oksigen Efek rokok pada

miokardium, meningkatkan platelet adhesiveness dan katekolamin plasma. 4. Diabetes Para Penderita diabetes dapat mengalami penyakit jantung akibat komplikasi. Para penderita diabetes harus memperhatikan kesehatan karena diabetes dapat meningkatkan resiko terkena penyakit jantung. 5. Tekanan Darah Tinggi Tekanan darah tinggi yang berlangsung lama salah satu penyebab sakit jantung. Tekanan darah tinggi (hipertensi) dapat melukai dinding arteri dan memungkinkan kolesterol LDL memasuki saluran arteri dan meningkatkan penimbunan plak. 6. Kegemukan atau Obesitas Kelebihan berat meningkatkan tekanan darah tinggi dan ketidak normalan jumlah lemak sehingga mampu menjadi pemicu penyakit jantung. 7. Asupan Garam yang Berlebihan Pembatasan asupan garam dapat menurunkan tekanan darah 1-10 mmHg. Asupan yang berlebih dapat menyebabkan terjadinya retensi natrium dan air, sehingga menambah beban jantung. Pasien perlu diberi pengarahan mengenai perlunya hal ini. 8. Gaya Hidup Kurang Olah Raga Orang-orang yang kurang olah raga memiliki resiko serangan jantung yang lebih tinggi. Jalan-jalan santai selama 20 hingga 30 menit

sebanyak tiga atau empat kali seminggu dapat menurunkan resiko penyakit jantung. Olahraga dengan teratur dapat meningkatkan kemampuan jantung untuk memompa dan dapat menurunkan kadar kolesterol serta menurunkan tekanan darah. 9. Stres / Emosi berlebihan Berdasarkan penelitian, stres dapat menyebabkan penyempitan arteri dan ini menurunkan aliran darah. Penyempitan yang berarti bahkan dapat terlihat pada arteri yang terkena penyakit ringan. Penelitian lain mengesankan bahwa stres berat dapat menyebabkan pecahnya dinding arteri yang memicu serangan jantung.

F. PEMBAHASAN Pasien dalam skenario datang dengan keluhan utama nyeri dada. Namun, dalam skenario tidak dijelaskan lebih lanjut mengenai lokasi, sifat, penjalaran, faktor pencetus, maupun faktor peringan keluhannya tersebut. Nyeri dada dapat berasal dari setiap organ visera torakal. Etiologi nyeri dada meliputi angina (nyeri jantung iskemik), infark miokard, refluks asam ke dalam esofagus, gangguan muskuloskeletal, radang pleura, dan perikarditis. Setiap bagian tubuh yang tidak mendapatkan cukup vaskularisasi juga dapat menimbulkan manifestasi nyeri. Setiap jenis nyeri dada mempunyai karakteristik yang berbeda. Oleh karena itu, etiologi nyeri dada sebagian besar dapat ditentukan dengan anamnesis lengkap yang sedikitnya mencakup lokasi, sifat, penjalaran, faktor pencetus, dan faktor peringan keluhan. Rasa nyeri di daerah dada dan perut dapat dibagi berdasarkan tempat dan asalnya: 1. Intra toraks a. Respiratorius: Trakeitis, pleuritis, emboli pulmoner, pneumotoraks, neoplasma b. Kardiovaskuler: Angina Pektoris, Infark Miokard, Perikarditis, Kardiomiopati, Aneurisma Aorta

c. Esofagus : Esofagitis, Akalasia, Spasme esophagus, Ruptura 2. Dinding Thorax a. Inflamasi : Herpes zoster, Tuberkulosis, Spondilitis ankilosis b. Non Inflamasi : Trauma, Osteoartritis, Osteoporosis, Osteomalasia, Paget Disease, Neoplasma 3. Ekstrathorax Psikogenik, Spondilitis servikalis, Batu empedu, Abses Hepar, Abses subfrenikus, Abses Lien (Mutikaningrum, 2006). Nyeri dibagian dada dan perut dipengaruhi oleh saraf Nervus sympathicus, N. parasympathicus. 1. Nn. Intercostales a. Sensorik Nn. intercostales seperti yang digariskan dermatoma. b. Saraf motorik yang menguasai otot-otot dada dan perut seperti tersebut di bawah ini. Th1 - 12 Musculi intercostales externa dan Musculi intercostales interna. Th6 - 12 Musculus rectus abdominalis. Th5 - 12 Musculus obliquus externus abdominis externa et interna L1 - 2 Musculus cremaster 3. Susunan saraf otonom: Rasa nyeri alat dalam, berhubungan dengan susunan saraf otonom. Rasa nyeri pada penyakit jantung biasanya dirasakan dari Th1- 4, yang dinamakan serabut sensorik atau viseral aferen. Badan sel yang berada di dalam ganglion posterior dan serabut saraf akan mengikuti nervus cardiacus (symphaticus), ujung cabang- cabang para symphaticus dan nervus Vagus membentuk plexus cardiacus. (Sugiyanto, Edi ; 1997) intercostales,

Dari anamnesis, diketahui bahwa pasien mempunyai kebiasaan merokok, Merokok dapat merangsang aterosklerosis karena efek langsung terhadap dinding arteri. Karbon monoksid yang dihasilkan dari rokok dapat menyebabkan hipoksia jaringan arteri. Nikotin dalam rokok berpengaruh terhadap pelepasan katekolamin

oleh sistem saraf otonom. Nikotin menyebabkan mobilisasi katekolamin yang dapat menambahkan reaksi trombosit dan menyebabkan kerusakan pada dinding arteri. Selain itu, katekolamin merangsang timbulnya nyeri. Sedangkan glikoprotein tembakau dapat menimbulkan reaksi hipersensitif dinding arteri. Pasien juga jarang berolahraga, dan tidak terdapat keluhan penyerta

seperti sesak nafas, lekas capek, maupun palpitasi (dada berdebar-debar). Selain itu, keluarga pasien memiliki riwayat PJK. Riwayat PJK pada keluarga yang langsung berhubungan darah yang berusia kurang dari 70 tahun merupakan faktor risiko terjadinya PJK dengan odd ratio dua hingga empat kali lebih besar dari populasi Kontrol. Dalam anamnesis, diketahui bahwa pasien tidak memiliki riwayat diabetes mellitus. Sedangkan patogenesis terjadinya kelainan vaskuler pada DM meliputi terjadinya imbalans metabolik maupun hormonal. Jaringan kardiovaskuler rentan terhadap terjadinya komplikasi kronik DM, jaringan ini mempuyai kemampuan untuk memasukkan glukosa dari lingkungan sekitar ke dalam sel tanpa harus memerlukan insulin, agar jaringan tersebut mendapat culkup pasokan glukosa sebelum glukosa tersebut dipakai untuk energi di otot maupun untuk disimpan kembali sebagai cadangan lemak. Akan tetapi pada keadaan hiperglikemia kronik, tidak terjadi cukup down regulation dari sistem transportasi glukosa yang non insulin dependen ini, sehingga sela akan kebanjiran masuknya glukosa, suatu keadaan yang disebut sebagai hiperglisolia. Hiperglisolia kronik akan mengubah homeostasis biokimiawi sel tersebut yang kemudian berpotensi untuk terjadinya perubahan dasar terbentuknya komplikasi kronis diabetes, yang meliputi beberapa jalurbiokimiawi seperti jalur reduktase aldosa, jalur stres oksidatif sitoplasmik, jalur pleitropik protein C kinase dan terbentuknya spesies glikosilasi lanjut intraseluler. Dari Faktor-faktor risiko yang dimiliki pasien, ada beberapa fakor resiko tertentu yang dapat dimodifikasi untuk memperkecil insidensi. Dalam kasus ini, faktor risiko yang dapat dimodifikasi tersebut berupa kebiasaan merokok dan jarang olahraga.

Dari hasil pemeriksaan fisik, frekuensi, keteraturan (irama), amplitudo (isian), dan kualitas denyut nadi pasien dalam batas normal. Hal ini menunjukkan bahwa pasien tidak mempunyai kelainan aritmia jantung atau pulsus abnormal. Tekanan darah arteri normal yaitu sekitar 120/80 mmHg Tekanan vena jugularis dan pulsasinya mencerminkan fungsi jantung bagian kanan. Peningkatan JVP mencerminkan baik peninggian tekanan atrium kanan ataupun obstruksi pada bagian bawah leher (vena cava superior). Frekuensi respirasi juga perlu diperiksa. Pada keadaan normal, frekuensi respirasi berkisar 16-20 kali permenit, dengan waktu inspirasi yang lebih pendek dari ekspirasi. Peningkatan frekuensi respirasi dapat merupakan pertanda gagal jantung karena berbagai sebab dan asidosis karena penyakit jantung sianotik. Pemeriksaan fisik dada anterior mencakup inspeksi dan palpasi prekordium. Periksa kesimetrisan pergerakan thorax dan pulsasi yang tampak. Titik impuls maksimal yang dihasilkan oleh dorongan apeks ventrikel kiri pada dinding dada saat sistole normalnya dapat dirasakan sebagai ketukan singkat berirama dengan diameter sekitar 1 cm pada SIC IV atau V linea medioclavicularis sinistra. Heaving dapat terasa pada palpasi sebagai gerakan bergelombang akibat hipertrofi dan/atau dilatasi ventrikel kanan, sedangkan thrill merupakan getaran prekordial yang teraba akibat adanya aliran turbulen yang berkaitan dengan bising jantung. Auskultasi dada memungkinkan pengenalan bunyi jantung normal, bunyi jantung abnormal, bising, dan bunyi-bunyi ekstrakardia. Bunyi jantung normal timbul akibat getaran volume darah dan bilik-bilik jantung pada penutupan katup. Bunyi jantung I (S1) berkaitan dengan penutupan katup atrioventrikularis pada permulaan sistole ventrikel, sedangkan bunyi jantung II (S2) berkaitan dengan penutupan katup semilunaris pada permulaan diastole ventrikel. Biasanya ejeksi ventrikel kanan sedikit lebih lama dari ejeksi ventrikel kiri sehingga katup menutup secara asinkron dan menimbulkan pemisahan (splitting) bunyi. Normalnya (splitting fisiologis), katup aorta menutup sebelum katup pulmonal. Terdapat dua bunyi jantung lain yang kadang-kadang dapat terdengar selama

diastolik ventrikel. S3 dan S4 dapat menjadi manifestasi fisiologis pada anak dan dewasa muda, tetapi biasanya berkaitan dengan penyakit jantung tertentu. Tampilan patologis S3 dan S4 disebut sebagai irama gallop. S3 terjadi selama periode pengisian ventrikel cepat (gallop ventrikular), sedangkan S4 timbul saat sistole atrium (gallop atrium). Bising jantung timbul akibat aliran turbulen dalam bilik dan pembuluh darah jantung. Aliran turbulen terjadi bila darah melalui struktur yang abnormal (stenosis katup, insufisiensi katup, atau dilatasi segmen arteri) atau akibat aliran darah yang sangat cepat melalui struktur yang normal. Hasil pemeriksaan laboratorium dan penunjang dalam batas normal Pemeriksaan laboratorium untuk pasien dalam scenario ini, sebaiknya tidak hanya pada pemeriksaan yang spesifik untuk kelainan jantung. Namun juga perlu dilakukan pemeriksaan untuk faktor-faktor resiko yang dimiliki pasien. Seperti pemeriksaan kadar gula darah untuk faktor resiko DM, pemeriksaan LDL; HDL; Kolesterol total; trigliserid untuk faktor resiko terjadinya atherosclerosis. Terapi yang dapat diberikan berupa terapi medikamentosa dan nonmedikamentosa. Terapi medikamentosa sementara untuk pasien dalam skenario adalah dengan pemberian Roborantia (vitamin) untuk meningkatkan daya tahan tubuh dan melancarkan sirkulasi. Terapi nonmedikamentosa yaitu berupa edukasi kepada pasien mengenai bahaya merokok dan kurangnya aktivitas fisik. Karena pasien telah memiliki faktor risiko independen (riwayat penyakit keluarga) terhadap penyakit kardiovaskuler, sebaiknya pasien segera mengubah kebiasaan hidupnya, yaitu dengan berolahraga secara teratur, diet rendah kolesterol, dan menghentikan kebiasaan merokoknya. Pemeriksaan biomarker mungkin dapat disarankan untuk pasien sebagai pemeriksaan penunjang selanjutnya.

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan 1. Pasien tersebut memiliki faktor resiko yang besar untuk menderita penyakit jantung koroner. 2. Timbulnya penyakit jantung koroner disebabkan oleh adanya aliran darah yang tidak memadai untuk vaskularisasi miokardium yang merupakan akibat komplikasi yang mempersempit arteri koroner. 3. Nyeri dada merupakan suatu gejala yang dapat disebabkan oleh berbagai macam sebab, baik penyebab dari intrathorax, extrathorax, maupun pada dinding dada. 4. Penegakkan diagnosis pada pasien kelainan jantung dapat melalui anamnesis (keluhan utama dan penyerta), pemeriksaan fisik (pemeriksaan vital sign, inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi) (pemeriksaan laboratorium, EKG, serta pemeriksaan penunjang treadmill test, dan

Rontgen,

echocardiografi). 5. Pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan tidak hanya pemeriksaan yang spesifik untuk masalah jantung, namun juga untuk faktor-faktor resiko yang dapat menyebabkan kelainan jantung seperti kadar gula darah, LDL, HDL, kolesterol, dll.

B. Saran 1. Sebaiknya pasien menghentikan kebiasaan merokoknya dan mulai melakukan pola hidup sehat. 2. Pasien sebaiknya melakukan pemeriksaan rutin untuk memodifikasi faktor resiko yang dimilikinya.

DAFTAR PUSTAKA

Mustikaningrum, Sari, dkk. 2006. Nyeri dada dalam Klinis Praktis edisi 2. Surakarta: Penerbit LKMI HMI FK UNS 2007-2008.

Rilantono, Lily,dkk.1996.Buku Ajar Kardiologi.Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Hal. 29.

Djohan, Bahri. 2004. Patofisiologi Dan Penatalaksanaan Penyakit Jantung Koroner. Diakses dari http://library.usu.ac.id/download/fk/gizi-bahri8.pdf pada tanggal 4 Maret 2012

Sherwood, Lauralee.1996. Fisiologi Manusia. Jakarta : EGC Price, Sylvia A. dan Lorraine M. Wilson. 2006. Patofisiologi I : Konsep Klinis Proses- Proses Penyakit Edisi 6. Jakarta : EGC.

Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Indonesia.

Wulandari, N., Hartanto, H., Darmaniah, N.(eds). 2007. Buku Ajar Patologi Robbins Volume 2 Edisi 7. Jakarta : EGC. pp:

Gray, Huon H., et.al. 2005. Kardiologi. Jakarta : Penerbit Erlangga.