laporan skenario 1

20
LAPORAN TUTORIAL BLOK V (SISTEM ENDOKRIN) SKENARIO I : MUKA BENGKAK SETELAH MINUM OBAT NAMA TUTOR : dr. Arsita Eka P, M. Kes OLEH : KELOMPOK 16 1. Ardian Pratiaksa G0011034 2. Dea Fiesta Jatikusuma G0011062 3. Deyona Annisa Putri G0011072 4. M. Fairuz Z. G0011140 5. M. Hanif Nur R. G0011144 6. Rizky Hening S. G0011182 7. Silvia Putri Kumalasari G0011198 8. Sri Retnowati G0011200 9. Vania Nur Amalina G0011204 10. Vicianita Putri Utami G0011206 11. Windhy Monica G0011210

Transcript of laporan skenario 1

Page 1: laporan skenario 1

LAPORAN TUTORIAL BLOK V (SISTEM ENDOKRIN)

SKENARIO I : MUKA BENGKAK SETELAH MINUM OBAT

NAMA TUTOR :

dr. Arsita Eka P, M. Kes

OLEH :KELOMPOK 16

1. Ardian Pratiaksa G00110342. Dea Fiesta Jatikusuma G00110623. Deyona Annisa Putri G00110724. M. Fairuz Z. G00111405. M. Hanif Nur R. G00111446. Rizky Hening S. G00111827. Silvia Putri Kumalasari G00111988. Sri Retnowati G00112009. Vania Nur Amalina G001120410. Vicianita Putri Utami G001120611. Windhy Monica G0011210

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

2011

Page 2: laporan skenario 1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Makhluk hidup terus mengembangkan struktur dan fungsinya yang kompleks, oleh

karena itu integrasi berbagai komponen dalam diri makhluk hidup menjadi penting sekali

bagi kelangsungan hidupnya. Integrasi ini dipengaruhi oleh dua sistem yaitu sistem saraf

pusat dan endokrin. Kedua sistem ini berhubungan secara embriologis, anatomis (melalui

hipotalamus), dan fungsional. Sistem endokrin terdiri dari kelenjar-kelenjar yang mensintesis

dan mensekresi zat-zat yang disebut hormon. Hormon-hormon menyebabkan perubahan

fisiologik dan biokimia yang menjadi perantara berbagai pengaturan metabolisme tubuh.

Ketika dilepaskan ke dalam aliran darah, hormon akan diangkut ke jaringan sasaran

tempatnya menimbulkan efek. Efek-efek ini seringkali berupa pengaturan reaksi enzimatik

yang berlangsung terus-menerus. Hormon-hormon tidak langsung bekerja pada sel-sel atau

jaringan, tetapi harus terlebih dahulu berikatan dengan reseptor spesifik pada membran sel

atau sitosol dari sel. Untuk terjadinya suatu peristiwa metabolik, seluruh langkah-langkah

selanjutnya setelah interaksi dan reseptor harus dalam keadaan utuh. Dengan demikian, jelas

bahwa yang penting bukan hanya konsentrasi hormon agar dapat tercapai hasil yang baik

pada aktivitas selular, tetapi juga jumlah dan afinitas reseptor terhadap hormon. Umumnya,

penyakit endokrin dapat dipahami melalui aktivitas-aktivitas metabolik dari hormon yang

terlibat, akibat kelebihan atau kekurangan produksi atau kerja hormon (Patofisiologi, 2006).

SKENARIO 1

Muka Bengkak Setelah Minum Obat

Seorang laki-laki umur 23 tahun periksa ke dokter dengan keluhan muka bengkak disertai badan terasa lemah. Sejak 5 tahun penderita sering minum obat penambah berat badan yang mengandung kortikosteroid yang dibeli di toko obat.

Pada pemeriksaan fisik didaptkan tekanan sistolik 90 mmHg dan diastolik 60 mmHg, muka terlihat moon face. Hasil laboratorium glukosa 70 mg/dL, natrium 121 meq/ml, kalium 2,9 meq/mL, kalsium 7,1 meq/mL. Hasil pemeriksaan CT scan kepala menunjukkan kelenjar hypothalamus dan pituitary normal. Dokter merencankan pemeriksaan beberapa hormon yang diperlukan untuk menentukan diagnosis penyakit tersebut. Hormon apa saja yang berhubungan dengan penyakit tersebut?

Page 3: laporan skenario 1

1.2 TUJUAN

1. Menjelaskan fungsi dan fisiologi kelenjar adrenal.

2. Menjelaskan fungsi dan fisiologi kortikosteroid.

3. Mengetahui langkah-langkah dalam penegakkan diagnosis kerusakan kelenjar.

4. Mengetahui akibat dari kerusakan kelenjar adrenal.

5. Menjelaskan farmakokinetik dan farmakodinamik kortikosteroid.

6. Menjelaskan penatalaksanaan kasus pada skenario.

1.3 RUMUSAN MASALAH

1. Apa pengaruh kortikosteroid dalam kasus tersebut?

2. Berapa patokan kadar normal dari hasil laboratorium?

3. Apa hubungan interpretasi hasil laboratorium dengan keluhan pasien?

4. Hormon apa saja yang berpengaruh pada skenario?

5. Apa penyebab dari gejala-gejala yang timbul?

6. Apa hubungan hypothalamus dan pituitary jika dikaitkan dalam kasus?

7. Apa pengaruh pemakaian obat yang mengandung kortikosteroid jangka panjang

terhadap keluhan pasien?

1.4 HIPOTESIS

1. Kortikosteroid secara tidak langsung mempengaruhi keseimbangan air dan elektrolit

yang mengkibatkan viskositas darah meningkat dan bila didiamkan akan terjadi

hipotensi.

2. Natrium : 135-145 meq/ml

Kalium : 3,5-5 meq/ml

Kalsium : 4,5-5,5 meq/ml

Glukosa : 70-100 mg/dL

3. Terlalu banyak natrium yang keluar menyebabkan natrium dalam darah rendah

(hiponatremia) akibatnya viskositas darah meningkat sehingga mengakibatkan

hipotensi.

Page 4: laporan skenario 1

Hipokalemia dan hiperkalsemia diduga juga disebabkan oleh gangguan stabilitas

elektrolit dalam tubuh yang disebabkan penggunaan kortikosteroid yang berlebihan

4. Sekresi kortikosteroid dalam tubuh dipengaruhi oleh ACTH yang diproduksi

hipofisis dan CRH oleh hipotalamus.

5. Moon face disebabkan penggunaan obat yang mengandung kortikosteroid dalam

jangka panjang, ini dapat terjadi karena redistribusi sentral lemak di daerah wajah.

Badan terasa lemah disebabkan atrofi otot akibat peningkatan kortisol yang

merangsang glukoneogenesis meyebabkan katabolisme cadangan lemak, terutama di

jaringan ekstrahepatik.

6. Penyakit tidak disebabkan oleh kerusakan kelenjar hipotalamus maupun kelenjar

pituitari, diduga ada kerusakan pada kelenjar adrenal yang memproduksi

kortikosteroid. Dari gejala-gejala yang didapat huga ditemui tanda-tanda Cushing

Syndrome.

7. Pemakaian obat mengandung kortikosteroid dalam waktu panjang menyebabkan

moon face, yaitu wajah nampak bundar dan terkesan gemuk karena penimbunan

lemak pada bagian wajah. Selain itu kadar elektrolit dalam tubuh menjadi tidak

seimbang karena ketergantungan efek obat tersebut, sehingga menyebabkan beberapa

gejala seperti hiperkalsemia dan hiponatremia.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Endokrinologi merupakan ilmu mengenai hormon endokrin dan organ- organ

yang terlibat dalam pelepasan hormon endokrin. (Ben, 2010)

Hormon secara umum merupakan zat kimia yang disintesis oleh bagian tubuh

yang jelas batas- batasnya; umumnya kelenjar buntu khusus yang dibawa peredaran

darah ke bagian tubuh lain tempat zat- zat itu menimbulkan penyetelan sistemik dengan

aksinya terhadap jaringan dan organ. (Turner, Bagnara, 1988). Hormon endokrin

diklasifikasikan menjadi autokrin, yang bekerja pada sel pensintesis hormon itu sendiri;

parakrin, yang bekerja pada sel- sel di sekitarnya; serta endokrin sendiri yang bekerja

pada target organ dengan melalui sirkulasi tubuh. (Ben, 2010)

Page 5: laporan skenario 1

Pembahasan tentang endokrinologi dan hormon tak akan lepas dari istilah

sistem endokrin, yang merupakan sistem kelenjar dan struktur lain yang mengeluarkan

sekret internal (hormon) yang dilepaskan secara langsung ke dalam sistem sirkulasi,

mempengaruhi metabolisme dan proses tubuh lainnya (W.B. Saunders, 1998)

Sistem endokrin, melibatkan kelenjar- kelenjar sebagai organ pelepas hormon.

Kelenjar endokrin (kelenjar buntu), berbeda dari kelenjar eksokrin karena pada kelenjar

endokrin tidak dijumpai struktur yang berfungsi sebagai duktus eksretorius.

Kelenjar- kelenjar endokrin tersebut antara lain :

1. Kelenjar Hipothalamus

Merupakan Master of Gland. Dalam hubungannya dengan Kelenjar Hipofisis dan

kelenjar Adrenal, kelenjar Hipothalamus menghasilkan CRH (Corticotrophic

Releasing Hormone) yang merangsang kelenjar Hipofisis Anterior (Adenohipofisis)

yaitu pada sel kortikotropik untuk memproduksi ACTH (Adenocrticotrophic

Hormone), yang kemudian merangsang korteks adrenal untuk mensekresikan

kortikosteroid.

2. Kelenjar Hipofisis

Terletak di basis crania, tepatnya di Sela Tursica.

Dibagi menjadi 2 bagian. Hipofisis anterior (Adenohipofisis) yang menghasilkan

hormon GH, Prolaktin, ACTH, TSH, MSH, FSH dan LH. Bagian yang lain yaitu

Hipofisis Posterior (Neurohipofisis), menghasilkan hormon oksitosin dan ADH

(Antidiuretic Hormone)/ Vasopresin.

3. Kelenjar Tiroid

Terletak di dekat leher, tepatnya di kartilago thyroidea.

Menghasilkan hormon tiroksin (T4) dan tri-iodotironin (T3).

4. Kelenjar Paratiroid

Kelenjar ini menempel pada tiroid, dan memproduksi hormon paratiroid

(Parathormon;PTH) yang penting dalam pengontrolan kalsium dan pospat.

5. Kelenjar Adrenal

Terletak di superior ginjal (ren), sehingga lazim disebut kelenjar suprarenalis.

Tersusun atas korteks dan medulla. Korteks memproduksi hormon glukokortikoid,

mineralkortikoid, dan androgen, sedangkan medulla menghasilkan hormon

katekolamin (epinefrin dan norepinefrin).

6. Pulau Langerhans Pankreas

Page 6: laporan skenario 1

Bagian pankreas yang berfungsi sebagai organ endokrin ini terdiri dari sel alpha

yang menghasilkan glukagon, sel beta yang menghasilkan insulin, dan sel delta yang

menghasilkan somatostosin, serta sel F yang menghasilkan polipeptida. (Ben, 2010)

Kortikosteroid

Kortikosteroid, merupakan hormon steroid yang dihasilkan oleh korteks adrenal.

Termasuk di dalamnya yaitu glukokortikoid (kortisol dan kortikosteron) yang mengatur

metabolism karbohidrat dan respon stress, dan mineralkortikoid (aldosteron) yang

mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit.

Biosintesis kortikosteroid pada intinya sebagai berikut : Korteks adrenal

mengubah asetat menjadi kolesterol, yang kemudian dengan bantuan berbagai enzim

diubah lebih lanjut menjadi kortikosteroid dengan 21 atom karbon) dan androgen lemah

dengan 19 atom karbon.

Beberapa sediaan kortikosteroid dan analog sintetiknya antara lain, yaitu :

desoksikortikosteron asetat, fluodrokotison asetat, kortisol/ hidrokortison, kortisol asetat,

kortisol sipionat, kortison asetat, prednison, prednisolon, metilprenidsolon, 6-metil

prednisolon, Metilprednisolon Na Suksinat, deksametason, deksametason asetat,

deksametason Na-fosfat, Parametason asetat, flusinolon asetonid, flumetason pivalat,

betametason, betametason dipropionat, betametason valerat, triamsinolon, triamsinolon

asetonid, triamnisolon diasetat dan halsinonid.

Kortikosteroid dan analog sintetiknya pada pemberian oral diabsorbsi dengan

cukup baik. Dapat diberikan secara intravena untuk mencapai kadar tinggi dengan cepat,

secara intramuscular untuk mendapatkan efek yang lama. Glukokortikoid dapat

diabsorbsi melalui kulit, sakus konjungtiva, dan ruang sinovial. Kortisol terikat pada 2

jenis protein plasma, globulin pengikat kortikosteroid dan albumin. Pada kadar rendah

atau normal, kortikosteroid terikat globulin. Biotransformasi kortikosteroid terjadi di

dalam dan di luar hati, untuk selanjutnya dieksresi melalui urin.

Efek kortikosteroid kebanyakan bergantung dosis, semakin besar dosis terapi

makin besar efek yang didapat. Namun, ad juga keterkaitan kerja kortikosteroid dengan

hormone lain, karena kortikosteroid berperan sebagai “permissive effect” diperlukan agar

terjadi efek hormon lain. Mekanismenya diduga melalui pengaruh steroid terhadap

pembentukan protein yang mengubah respons jaringan terhadap hormon lain.

Kortikosteroid dapat menimbulkan efek samping. Ada 2 penyebab timbulnya

efek samping pada penggunaan kortikosteroid, yaitu penghentian pemberian secara tiba-

Page 7: laporan skenario 1

tiba atau pemberian terus- menerus terutama dengan dosis besar. Penghentian

kortikosteroid jangka lama secara tiba- tiba dapat menimbulkan insufisiensi adrenal akut

dengan gejala demam, mialgia, artalgia, dan malaise. Insufisiensi terjadi akibat kurang

berfungsinya kelenjar adrenal yang telah lama tidak memproduksi kortikosteroid

endogen karena rendahnya mekanisme umpan balik oleh kortikosteroid eksogen.

Sedangkan komplikasi yang mungkin timbul akibat pengobatan lama adalah gangguan

cairan dan elektrolit, hiperglikemia, dan glikosuria, mudah infeksi, osteoporosis, miopati,

habitus pasien Cushing (moon face, buffalo hump, timbunan lemak supraklavikular,

obesitas sentral, ekstremitas kurus, striae, ekimosis, akne, dan hirsutisme). (Departemen

Farmakologi dan Terapeutik FK UI, 2007)

Penyakit-penyakit yang berhubungan dengan skenario

1.) Insufiensi Adrenokortikal Kronik

Penyakit ini biasanya terjadi pada usia pertengahan dan berlangsung secara

perlahan, berbulan-bulan atau bertahun-tahun. Beberapa keluhan penderitanya

diantaranya adalah lesu, letih lemah, anorexia mual, penurunan berat badan,

hipoglikemi, hipotensi, hiponatremia dan hiperkalsemia.

Pada pemeriksaan sering ditemui pigmentasi, ini disebabkan peningkatan

melanin dengan pigmen ekstra karena MSH dan ACTH meningkat yang disebabkan

jumlah kortisol rendah.

Patologi. Penyakit ini terjadi karena kegagalan kerja kortikosteroid, yaitu

menyebabkan defisiensi glukokortikoid dan mineralokortikoid. Kegagalan kerja

aldosteron membuat darah kehilangan banyak Na dan retensi K.

Diagnosis. Bergantung pada tingkat kegagalan respons adrenokortikal terhadap

ACTH. Kadar kortisol plasma menurun dan ritem diurnal menghilang. Dapat terjadi

insufiensi adrenal padahal kadar steroid basal normal, ini karena kegagalam respons

terhadap stress. Pada pemeriksaan radiografi dapat ditemukan klasifikasi adrenal

Terapi. Terapi utama adalah pemberian kortisol. Mula-mula diberikan kortison

dosis tinggi. Pada terapi jangka panjang, dosis yang tepat adalah kira-kira 25 mg pagi

hari dan 12,5 mg sore hari per-oral untuk mencapai produksi dan ritme yang normal.

Kadang diperlukan penambahan mineralokortikoid (fludrokortison 100 µg/hari).

2.) Sindrom Cushing Iatrogenik

Page 8: laporan skenario 1

Sindrom cushing iatrogenik disebabkan oleh pemberian glukokortikoid jangka

panjang dalam dosis farmakologik untuk alasan yang bervariasi.

Sindrom Cushing iatrogenic dijumpai pada penderita arthritis rheumatoid, asma,

limfoma, dan gangguan kulit umum yang menerima glukokortikoid sintetik sebagai

agen anti inflamasi.

Iatrogenic Cushing’s syndrome, diinduksikan dengan pemberian glukokortikoid

atau steroid lain seperti megesterol yang mengikat reseptor glukokortikoid,

dibedakan oleh penemuan fisik dari hiperfungsi adrenokortikal endogen. Perbedaan

dapat dibuat, bagaimanapun, dengan mengukur kadar kortisol urine dalam keadaan

basal; pada sindrom iatrogenik pada kadar ini merupakan rendah secara sekunder

akibat penekanan dari aksis adrenal pituari. Keparahan dari iatrogenic Cushing’s

syndrome terkait dengan dosis steroid total, steroid paruh hidup biologis, dan lama

terapi.

Pemeriksaan Radiologi

1. CT Scan

Pemeriksaan CT Scan yaitu pemeriksaan sinar X yang lebih canggih dengan

bantuan komputer, sehingga memperoleh gambar yang lebih detail dan dapat dibuat

gambaran secara 3 dimensi. Pemeriksaan ini diterapkan pada berbagai organ tubuh

seperti kepala, toraks, perut/abdomen pada berbagai kasus seperti trauma, tumor,

infeksi, dan lain-lain.

2. MRI

Magnetic Resonance Imaging adalah suatu alat diagnostik muthakhir untuk

memeriksa dan mendeteksi tubuh dengan menggunakan medan magnet yang besar

dan gelombang frekuensi radio, tanpa operasi, penggunaan sinar X, ataupun bahan

radioaktif. MRI menciptakan gambar yang dapat menunjukkan perbedaan sangat

jelas dan lebih sensitif untuk menilai anatomi jaringan lunak dalam tubuh, terutama

otak, sumsum tulang belakang dan susunan saraf dibandingkan dengan pemeriksaan

X-ray biasa. Selain itu jaringan lunak dalam susunan muskuloskeletal seperti otot,

ligamen, tendon, tulang rawan, ruang sendi seperti cedera pada lutut dapat di

evaluasi dengan baik menggunakan MRI.

3. USG

Pemeriksaan ultrasonografi (USG) yaitu pemeriksaan dengan menggunakan

gelombang suara. Pemeriksaan ini terutama dipergunakan untuk dalam

Page 9: laporan skenario 1

memperlihatkan kelainan-kelainan dalam perut/abdomen dan otot pada berbagai

kasus, seperti trauma dan tumor.

4. Radiografi Konvensional

Pemeriksaan radiologi konvensional tanpa kontras, yaitu pemeriksaan sederhana

menggunakan sinar Roentgen (sinar X) dengan berbagai posisi pemeriksaan.

Pemeriksaan ini dilakukan pada berbagai organ tubuh, antara lain jantung dan paru

(toraks) serta tulang-tulang pada seluruh bagian tubuh. Pemeriksaan radiologi

konvensional dengan kontras, yaitu pemeriksaan sederhana menggunakan sinar

Roentgen (sinar X) disertai dengan penggunaan obat kontras yang dapat membantu

memperlihatkan kelainan yang ada, sehingga mempertajam diagnosis. Misalnya

pemeriksaan saluran cerna (barium meal & enema), saluran kemih (urografi

intravena, sistografi), organ kandungan (histerosalpingografi), saluran kelenjar liur

(sialografi), pembuluh darah (angiografi/venografi), saluran getah bening

(limfografi), sumsum tulang belakang (myelografi), dan lain sebagainya.

5. Kedokteran Nuklir

Pemeriksaan skintigrafi (kedokteran nuklir) yaitu pemeriksaan yang

menggunakan zat radioaktif yang disuntikkan kedalam tubuh melalui pembuluh

darah. Pemeriksaan ini sangat efektif dalam memperlihatkan fungsi organ-organ

tubuh yang mempunyai kelainan, seperti pada organ tiroid/gondok, tulang, ginjal,

dan sebagainya.

BAB III

DISKUSI / PEMBAHASAN

Kelenjar adrenal terbagi menjadi 2 bagian, yaitu korteks dan medula. Bagian korteks

adrenal berfungsi untuk menghasilkan hormon mineralokortikoid dan glukokortikoid

sedangkan bagian medula berfungsi untuk mengahasilkan hormon katekolamin.

Kortikosteroid, golongan mineralokortikoid, mempunyai fungsi untuk mengatur

keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh dengan cara meretensi natrium dan air, serta

meningkatkan ekskresi kalium.

Pada kasus ini, penderita mengalami ketidakseimbangan elektrolit dalam tubuhnya.

Hal ini ditunjang dengan hasil laboratorium yang menunjukkan adanya glukosa normal

Page 10: laporan skenario 1

potensi hipoglikemia (glukosa = 70 mg/dL), hiponatremia (natrium = 121 meq/mL),

hipokalemia (kalium = 2,9 meq/mL), dan hiperkalsemia (kalsium = 7,1 meq/mL).

Penderita telah mengonsumsi obat penggemuk badan yang mengandung

kortikosteroid dalam kurun waktu 5 tahun. Pengonsumsian obat jangka panjang ini

mengindikasikan bahwa penderita memiliki badan yang kurus sehingga ingin gemuk, namun

tidak mengetahui zat-zat yang terkandung dalam obat tersebut sehingga penderita tidak

mengetahui bahwa obat tersebut dapat memberikan efek samping berupa moon face. Selain

itu, kortikosteroid secara tidak langsung juga berpengaruh pada keseimbangan air dan

elektrolit tubuh sehingga viskositas darah meningkat. Keadaan tersebut dapat menimbulkan

hipotensi ditunjukkan dengan tekanan darah penderita bernilai 90/60 mmHg.

Badan lemah dan hipotensi merupakan ciri-ciri yang dimiliki oleh penderita

Insufisiensi Adrenal. Insufisiensi Adrenal terbagi menjadi 2, yaitu Insufisiensi Adrenal akut

yang disebabkan oleh pemakaian kortikosteroid dosis besar jangka panjang yang dihentikan

secara tiba-tiba dan Insufisiensi Adrenal Kronik yang disebabkan karena operasi atau adanya

lesi pada korteks adrenal. Apabila pada penderita juga mengalami gejala moon face dapat

mengarah pada penyakit Sindrom Cushing.

Penderita pada awalnya dicurigai mengalami penyakit Sindrom Cushing namun hal

ini tidak terbukti sebab hasil pemeriksaan CT scan kepalanya menunjukkan bahwa kelenjar

hipothalamus dan hipofisisnya dalam keadaan normal (penderita Sindrom Cushing

mengalami kelainan pada 2 kelenjar tersebut).

Kelenjar hipothalamus akan menghasilkan CRH yang berfungsi untuk merangsang

kelenjar hipofisis agar dapat menghasilkan ACTH. ACTH inilah yang merangsang kelenjar

adrenal untuk menghasilkan hormon kortikosteroid. Apabila terdapat gangguan pada

mekanisme yang dapat disebabkan oleh kerusakan pada kelenjar adrenal (Insufisiensi

Adrenal) akan terjadi kegagalan produksi hormon kortikosteroid sehingga penderita

mengalami kekurangan hormon kortikosteroid.

Keadaan normal pada kelenjar hipothalamus dan hipofisis menujukkan bahwa tidak

terdapat tumor pada kedua kelenjar tersebut sehingga produksi CRH dan ACTH seharusnya

dalam porsi yang normal. Akan tetapi, pemeriksaan penunjang untuk mengetahui kadar CRH

dan ACTH yang dihasilkan dapat juga dilakukan agar diagnosa dapa ditegakkan dengan lebih

tepat.

Dari pembahasan tersebut dapat diperoleh diagnosa bahwa pasien mengalami

penyakit Insufisiensi Adrenal namun belum dapat diketahui jenis kronik ataupun akut karena

hal ini memerlukan pemeriksaan lebih lanjut.

Page 11: laporan skenario 1

Pengonsumsian obat penggemuk badan yang dilakukan oleh penderita sebaiknya

segera dihentikan namun dengan perlahan-lahan (tape-rint off) agar tidak terjadi efek yang

lebih buruk kepada penderita.

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 KESIMPULAN

Dari skenario yang telah dibahas pada bab sebelumnya, dapat kita simpulkan bahwa

pasien mengalami gangguan pada kelenjar adrenalnya. Pasien mengeluh badan lemas dan

hipotensi, hal ini merujuk pada diagnosis insufisiensi adrenal akut. Dari pemeriksaan

penunjang berupa pemeriksaan kadar glukosa, kalium, kalsium dan natrium, didapati hasil

bahwa pasien mengalami hipoglikemia, hipokalemia, hiponatremia dan hiperkalsemia. Dari

hasil pemeriksaan ini belum dapat dipastikan diagnosis sebenernya penyakit pasien. Karena

pada umumnya pasien yang mengalami hipokalemia biasanya tidak mengalami hiponatremia,

kadar natriumnya cenderung normal atau bahkan berlebih. Sedangkan dari hasil pemeriksaan

CT-scan menunjukkan hipothalamus dan hipofisis pasien dalam keadaan normal. Hal ini

membantu dalam mematahkan diagnosis pasien mengalami Cushing Syndrome . Karena

seperti yang telah dibahas sebelumnya pasien juga mengalami moon face. Akibatnya

dilakukan pemeriksaan CT-scan untuk mengetahui apakah ada tumor atau kelainan pada

kelenjar hipothalamus dan kelenjar hipofisisnya. Namun di sini kita belum mengetahui pakah

jumlah hormon ACTH dan CRH dihasilkan dalam jumlah yang normal. Untuk itu, perlu

dilakukan pemeriksaan penunjang untuk mengetahui kadar hormon ACTH dan CRH karena

kedua hormon ini juga mempengaruhi kerja dari kelenjar adrenal.

Dari berbagai macam perkiraan diagnosis tersebut, yang paling mendekati adalah

diagnosis insufisiensi adrenal. Insufisiensi adrenal dibagi menjadi dua yaitu kronik dan akut.

Insufisiensi Adrenal akut yang disebabkan oleh pemakaian kortikosteroid dosis besar jangka

panjang yang dihentikan secara tiba-tiba dan Insufisiensi Adrenal Kronik yang disebabkan

karena operasi atau adanya lesi pada korteks adrenal. Untuk menegakkan diagnosis yang

lebih tepat, maka perlu dilakukan pemeriksaan penunjang lagi untuk menentukan apakah

insufisiensi adrenal tersebut termasuk yang kronik atau yang akut.

Page 12: laporan skenario 1

4. 2 SARAN

Mengurangi konsumsi obat penggemuk badan yang sebelumnya telah dikonsumsi

pasien selama lima tahun. Pengurangan harus dilakukan secara perlahan atau tape-rint

off untuk menghindari kondisi yang lebih buruk.

Dilakukan pemeriksaan kadar hormon ACTH dan CRH untuk mengetahui apakah

kedua hormon tersebut dihasilkan dalam kadar atau jumlah yang normal. Karena

kedua hormon tersebut juga mempengaruhi kinerja kelenjar adrenal.

Dilakukan pemeriksaan penunjang seperti CT Scan pada kelenjar adrenal untuk lebih

menguatkan diagnosis apakah pasien mengalami insufisiensi adrenal akut atau kronik.

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Farmakologi dan Terapeutik FK UI. 2007. Farmakologi dan Terapi Edisi 5.

Jakarta: Balai Penerbit FK UI

Greenstein, Ben, Diana Wood. 2010. At a Glance Sistem Endokrin. Jakarta : Erlangga

Katzung, B.G. (1997). Farmakologi Dasar dan Klinik. Jakarta: EGC

Saunders, W.B. 2008. Kamus Saku Kedokteran Dorland. Jakarta : EGC

Turner, C.D, Joseph T. Bagnara. 1988. Endokrinologi Umum. Surabaya : Airlangga

University Press

RSUPN Cipto Mangunkusumo. 2011. Radiologi. Available at :

http://www.rscm.co.id/index.php?bhs=in&id=OUR7000002&head=Pelayanan

%20Kami|Unit%20Gawat%20Darurat|Pelayanan%20Jantung%20Terpadu|

Pelayanan%20Penunjang|Laboratorium|Radiologi [5 Maret 2012]