LAPORAN REFRESHING 1- Penyakit Jaringan Konektif

38
LAPORAN REFRESHING PENYAKIT JARINGAN KONEKTIF PEMBIMBING Dr. HERYANTO SYAMSUDIN, Sp. KK DISUSUN OLEH Rina Mardiana 2009730110

Transcript of LAPORAN REFRESHING 1- Penyakit Jaringan Konektif

LAPORAN REFRESHINGPENYAKIT JARINGAN KONEKTIF

PEMBIMBINGDr. HERYANTO SYAMSUDIN, Sp. KK

DISUSUN OLEHRina Mardiana2009730110

KEPANITERAAN ILMU KULIT DAN KELAMIN RUMAH SAKIT ISLAM JAKARTA SUKAPURAFAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATANMUHAMMADIYAH JAKARTASeptember 2014

KATA PENGANTAR

Pertama kami ucapkan terima kasih kepada Allah SWT. karena atas rahmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan Refreshing yang berjudul Penyakit Jaringan Konektif tepat pada waktunya. Adapun tujuan pembuatan Refreshing ini adalah sebagai salah satu syarat dalam mengikuti dan menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Ilmu Kulit dan Kelamin di Rumah Sakit Islam Jakarta Sukapurakami mengucapkan terima kasih kepada dr.Heryanto Syamsudin, Sp.KK, yang telah meluangkan waktunya untuk kami dalam menyelesaikan Refreshing ini. Kami menyadari banyak sekali kekurangan dalam refreshing ini, oleh karena itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan. Semoga refreshing ini dapat bermanfaat bukan hanya untuk kami, tetapi juga bagi siapa pun yang membacanya. Jakarta, 25 September 2014

Penulis

Penyakit Jaringan KonektifSinonim:Penyakit Kolagen, Penyakit Kolagenosis, Penyakit Mesenkim

Klasifikasi menurut Klemperer: Lupus Eritematosus Sleroderma Dermatomiositis Demam Rematik PoliartritisBerdasarkan Klasifikasi Klemperer penyakit tersebut diatas disebabkan oleh degenerative fibroit serat-serat kolagen yang luas yang terdapat didalam jaringan mesenkim.

I. Lupus EritematosusPenyakit yang menyerang sistem konektif dan vaskular. Etiologi:Penyakit Autoimune Faktor faktor yang mempengaruhi: Interaksi Faktor Genetik + Imunologik Faktor Infeksi (Virus) Faktor Hormonal Induksi Oleh Obat-obatan: Prokainamid, Hidantoin, Griseofulvin, Fenilbutazone, Penisilin, Streptomisin, Tetrasiklin, Sulfonamida biasa disebut Systemic L.E.-like syndrome

KLASIFIKASI: Lupus Eritematosus Diskoid (LED)Sifatnya Kronik, tidak BerbahayaGambaran: Bercak dikulit, eritmatosa, atrofi tanpa ulserasi Lupus Eritematosus Sistemik (LES)Sifatnya Akut , berbahaya dapat mengakibatkan fatalSifat: Multi sistemikJaringan konektif dan Vaskular

Patogenesis:Kedua bentuk lupus eritematosus dimulai dengan mutasi somatic pada sel asal limfositik (lymphocytic stem) pada orang yang memiliki predeposisi. Faktor genetic memiliki kontribusi pada penyakit ini. Gejala-gejala pada kedua bentuk memberi sugesti bahwa keduanya merupakan varian penyakit yang sama. Tanda-tanda klinis dan histologi pada beberapa fase penyakitnya adalah sama. Kelainan hematologic dan imunologik pada L.E.D lebih ringan daripada L.E.S.

Lupus Eritematosus Diskoid (L.E.D.) Definisi:Suatu penyakit kulit menahun (Kronik) yang ditandai dengan peradanga dan pembentukan jaringan parut yang terjadi pada wajah, telinga, kulit kepala dan kadang pada bagian tubuh lainnya

Gejala Klinis: Rasa gatal dan terasa perih pada lesi yang ada lokasi simetrik di muka Hidung dan Pipi, telinga atau leher Bentuk Lesi: Makula merah Batas tegas sumbatan keratin pada folikel rambut (Follicular Plugs) Atas Hidung dan Pipi berkonfluensi Bentuk Kupu-kupu (Butterfly Eritema) Hipertrofik Distorsi Pada Telinga dan Hidung (Paruh Kakaktua) Bagian badan yang tidak tertutup pakaian beresidif Mukosa Mukosa Oral , Vulva, Konjungtiva

Varian Klinis LED Lupus Eritematosus TumidusBercak-bercak eritematosa coklat yang meninggi terlihat di muka, lutut, dan tumit. Gambaran klinis dapat menyerupai erisipelas atau selulitis. Lupus Eritematosus ProfundaNodus-nodus terletak dalam, tampak pada dahi, leher, bokong, dan lengan atas. Kulit di atas nodus eritematosa, atrofik atau berulserasi Lupus Eritematosus TumidusBercak-bercak eritematosa coklat yang meninggi terlihat di muka, lutut, dan tumit. Gambaran klinis dapat menyerupai erisipelas atau selulitis. Lupus Eritematosus ProfundaNodus-nodus terletak dalam, tampak pada dahi, leher, bokong, dan lengan atas. Kulit di atas nodus eritematosa, atrofik atau berulserasi Lupus HipotrofikusPenyakit sering terlihat di bibir bawah dari mulut, terdiri atas plak yang berindurasi dengan sentrum yang atrofik. Lupus Pernio s.Chilblain Lupus (Hutchinson)Penyakit terdiri atas bercak-bercak eritematosa yang berinfiltrasi di daerah-daerah yang tidak tertutup pakaian, memburuk pada hawa dingin

Pembantu DiagnostikKelainan laboratorik dan imunologik jarang didapat. , misalnya Leukopenia, Laju Endap Darah meningkat, serum globulin meningkat, reaksi Wassermann positif atau percobaan Coombs test positif. Pada kurang lebih sepertiga penderita terdapat ANA (Antibodi Anti Nuklear), memiliki pola homogeny dan berbintik-bintik.

DiagnosisDiagnosis harus dibedakan dengan Dermatitis seboroika, Psoriasis, dan Tinea Fasialis. Lesi dikepala yang berbentuk alopesia sikatrisial harus dibedakan dengan Liken Planopilaris dan Tinea Kapitis.

PengobatanPenderita harus menghindari trauma fisik, sinar matahari, lingkungan yang sangat dingin dan stress emosional.Sistemik diberikan obat antimalarial, misalnya Klorokuin, dengan dosis inisial 1-2 tablet (@100mg) sehari selama 3-6 minggu, kemudian tapering off menjadi 0.5-1tablet selama waktu 3-6 minggu. Obat ini hanya boleh diberikan selama maksimum pemberian 3 bulan, karena dapat menimbulkan kerusakan mata, yaitu kerusakan korna berupa halo disekitar sinar atau visus kabur yang masih dapat diubah/reversible. Kerusakan retina yang ireversibel yaitu perubahan penglihatan warna, visus serta ada gangguan pada pigmen retina. Efek samping lain adalah nusea, nyeri kepala, pigmentasi pada palatum, kuku, dan kulit tungkai bawah serta rambut kepala menjadi putih. Juga dapat menyebabkan neuropati dan atrofi neuro muscular.

II. Lupus Eritematosus Sistemik (L.E.S.)Definisi:Penyakit autoimune yang mengakibatkan kerusakan organ, jaringan, dan sel yang dimediasi karena komplek imun dan autobodi yang berikatan dengan antigen jaringan

Variasi luas pada gambaran klinis dan terserangnya pelbagai alat merupakan tanda-tanda yang khas. Spectrum klinis bervariasi dari penyakit yang akut, fulminant dan sangat berat sampai penyakit kronis, ringan atau seperti api dalam sekam.

Manifestasi Klinis:

Gejala konstitusional: Lelah, Penurunan BB, Kadang demam tanpa menggigil merupakan gejala yang timbul selama berbulan-bulan sebelum ada gejala lain.

Kelainan di Mukosa Mukosa, Mulut, Mata, dan Vagina stomatitis, keratokonjungtivitis, dan kolpitis dengan petekie, erosi bahkan ulserasi

Kulit Lesi seperti kupu-kupu di area malar dan nasal dengan sedikit edema, eritema, sisik, telangiektasis, dan atrofi Erupsi makulo-papular, polimorfi, dan eritematosa bulosa di pipi Foto-sensitivitas di daerah yang tidak tertutup pakaian Lesi papular dan urtikarial kecoklat-coklatan, kadang-kadang terdapat lesi DLE dan nodus-nodus subkutan yang menetap Vaskulitis sangat menonjol Alopesia dan penipisan rambut Sikatrisasi dengan atrofi progresif dan hiperpigmentasi Ulkus tungkai

Kelainan di alat dalamYang tersering ialah lupus nefritis. Tanpa nefritis atau nefrosis pun seringkali ada proteinuri. Selain itu timbul pleuritis, perikarditis dan terdapat efusi pada peritoneum. Kolitis ulserativa serta hepatospenomegali juga ditemukan

Kelainan di sendi, tulang, otot, kelenjar getah bening dan sistem sarafArtritis, biasanya tanpa deformitas, bersifat episodik dan migratorik, nekrosis kepala femur dan atrofi muskulo-skeletal dengan mialgia

Pembantu DiagnostikPemeriksaan Laboratorium:Kelainan laboratorium aialah anemia hemolitik dan anemia normositer, leukopeni, tromositopenia, peningkatan laju endap darah, hiperglobinemia dan bila terdapat sindrom nefrotik albumin akan menurun. Krioglobulin, kelainaan faal Hepar dan penurunankomplemen serum. Proteinuria biasanya terjadi gross proteinuria yang merupakan gejala yang penting.Faktor rematoid positif pada kira-kira 33%. Tes serologic untuk sifilis positif hanya pada sekitar 10%.

Fenomena Sel SE dan Tes Sel LESel LE terdiri dari granulosit neutrofilik yang mengadung bahan nuclear basofilik yang telah difagositosis segmen nuklearnya berpindah ke perifer. Fenomena ini disebabkan oleh factor nuclear (Faktor LE dan lainnya) yang menyerang badan bahan nuclear didalam sel yang rusak. Bahan nuclear yang rusak dikelilingi neutrophil (bentuk rosette) yang mefagositosis bahan tersebut. Tes sel LE kini tidak penting karena pemeriksaan antibody anti nuclear lebih penting.

Antibodi Antinuklear (ANA)Pada pemeriksaan imunofluoresen tak langsung dapat ditunjukan (ANA) pada 90% kasus. Terdapat 4 pola ANA:1. Membranosa (Anular, peripheral)2. Homogen3. Berbintik4. NuclearYang spesifik Membranosa terutama jika titernya meningkat. Pola berbintik juga umum terdapat pada LES. Pola homogeny kurang spesifik.

Lupus Band TestPada pemeriksaan imunofluoresens langsung dapat dilihat pita terdiri atas deposit granular immunoglobulin G,M, atau A dan complem C3 pada taut epidermal-dermal yang disebut Lupus Band. Caranya diambil dari kulit yang normal. Tes ini positif pada 90 - 100% kasus LES dan 90 95% kasus LED.

Anti ds-RNAAnti autobodi yang lain selain ANA adalah anti ds-DNA yang spesifik untuk SLE tetapi hanya ditemukan pada 40 50% penderita. Antibody ini mempunyai hubungan dengan glomerulonephritis. Adanya antibody tersebut dan kadar komplemen yang rendah dapat meramalkan akan terjadinya hematuria dan atau proteinuria.

Anti SmSelain tes anti ds RNA masih ada antibody yang lain yang spesifik yaitu anti Sm, tetapi hanya 20 30% penderita dan tidak ditemukan pada penyakit lain.

Diagnosis Banding: Dermatitis seboroika Psoriasis Tinea fasialis Liken planopilaris dan tinea kapitis (lesi di kepala berbentuk alopesia sikatrisia)Penatalaksanaan LES16,24Non Farmakologis1. EdukasiEdukasi penderita memegang peranan penting mengingat SLE merupakan penyakityang kronis. Penderita perlu dibekali informasi yang cukup tentang berbagai macam manifestasi klinis yang dapat terjadi, tingkat keparahan penyakit yang berbeda-beda sehingga penderita dapat memahami dan mengurangi rasa cemas yang berlebihan. Pada wanita usia reproduktif sangat penting diberikan pemahaman bahwa bila akan hamil maka sebaiknya kehamilan direncanakan saat penyakit sedang remisi, sehingga dapat mengurangi kejadian flare up dan risiko kelainan pada janin maupun penderita selama hamil.2.Dukungan sosial dan psikologis. Hal ini bisa berasal dari dokter, keluarga, teman maupun mengikut sertakan peer group atau support group sesama penderita lupus. Di Indonesia ada 2 organisasi pasien Lupus, yakni care for Lupus SD di Bandung dan Yayasan Lupus Indonesia di Jakarta. Mereka bekerjasama melaksanakan kegiatan edukasi pasien dan masyarakat mengenai lupus. Selain itu merekapun memberikan advokasi dan bantuan finansial untulk pasienyang kurang mampu dalam pengobatan.3.IstirahatPenderita SLE sering mengalamifatiguesehingga perlu istirahat yang cukup, selain perlu dipikirkan penyebab lain seperti hipotiroid, fibromialgia dan depresi.

5. Tabir suryaPada penderita SLE aktifitas penyakit dapat meningkat setelah terpapar sinar matahari, sehingga dianjurkan untuk menghindari paparan sinar matahari yang berlebihan dan menggunakan tabir surya dengan SPF > 30 pada 30-60 menit sebelum terpapar, diulang tiap 4-6 jam.6. Monitor ketatPenderita SLE mudah mengalami infeksi sehingga perlu diwaspadai bila terdapat demam yang tidak jelas penyebabnya.Risiko infeksi juga meningkat sejalan dengan pemberian obat immunosupresi dan kortikosteroid. Risiko kejadian penyakit kejadian kardiovaskuler, osteoporosis dan keganasan juga meningkat pada penderita SLE, sehingga perlu pengendalianfaktor risiko seperi merokok, obesitas, dislipidemia dan hipertensi.FarmakologisTerapi Imunomodulator1.SiklofosfamidMerupakan obat utama pada gangguan sistem organ yang berat, terutama nefropati lupus. Pengobatan dengan kortikosterod dan siklofosfamid (bolus iv 0,5-1 gram/m2) lebih efektif dibanding hanya kortikosteroid saja, dalam pencegahan sequele ginjal, mempertahankan fungsi ginjal dan menginduksi remisi ginjal. Manifestasi non renal yang efektif dengan siklofosfamid adalah sitopenia, kelainan sistem saraf pusat, perdarahan paru dan vaskulitis.Pemberian per oral dengan dosis 1-1,5 mg/kgBB dapat ditingkatkan sampai 2,5-3 mg/kgBB dengan kondisi neutrofil > 1000/mm3dan leukosit > 3500/mm3. Monitoring jumlah leukosit dievaluasi tiap 2 minggu dan terapi intravena dengan dosis 0,5-1 gram/m2setiap 1-3 bulan.Efek samping yang sering terjadi adalah mual, muntah, kadang dapat ditemukan rambut rontok namun hilang bila obat dihentikan.Leukopenia dose-dependentbiasanya timbul setelah 12 hari pengobatan sehingga diperlukan penyesuaian dosisdengan leukosit.Risiko terjadi infeksi bakteri, jamur dan virus terutamaHerpes zostermeningkat. Efek samping pada gonad yaitu menyebabkan kegagalan fungsi ovarium dan azospermia.Pemberian hormonGonadotropin releasing hormoneatau kontrasepsi oral belum terbukti efektif. Pada penderita SLE dengan nefropati lupus yang mengalami kehamilan obat golongan ini sebaiknya dihindarkan.2.Mycophenolate mofetil (MMF)MMF merupakan inhibitor reversibelinosine monophosphate dehydrogenase, yaitu suatu enzim yang penting untuk sintesis purin.MMF akan mencegah proliferasi sel B dan T serta mengurangi ekspresi molekul adhesi. MMF secara efektif mengurangi proteinuria dan memperbaiki kreatinin serum pada penderita SLE dan nefritis yangresisten terhadap siklofosfamid. Efek samping yang terjadi umumnya adalah leukopenia, nausea dan diare. Kombinasi MMF dan Prednison sama efektifnya dengan pemberian siklosfosfamid oral dan prednison yang dilanjutkan dengan azathioprine dan prednisone. MMF diberikan dengan dosis 500-1000 mg dua kali sehari sampai adanya respons terapi dan dosis obat disesuaikan dengan respons tersebut. Pada penderita SLE dengan nefropati lupus yang mengalami kehamilan obat golongan ini sebaiknya dihindarkan3.AzathioprineAzathioprine adalah analog purin yang menghambat sintesis asam nukleat dan mempengaruhi fungsi imun seluler dan humoral. Pada SLE obat ini digunakan sebagaialternatif siklofosfamid untuk pengobatan lupus nefritis atau sebagaisteroid sparing agentuntuk manifestasi non renal seperti miositis dan sinovitis yang refrakter. Pemberian mulai dengan dosis 1,5 mg/kgBB/hari, jika perlu dapat dinaikkan dengan interval waktu 8-12 minggu menjadi 2,5-3 mg/kgBB/hari dengan syarat jumlah leukosit > 3500/mm3dan metrofil > 1000. Jika diberikan bersamaan dengan allopurinol maka dosisnya harus dikurangi menjadi 60-75%. Efek samping yang terjadi lebih kuat dibanding siklofosfamid, yang biasanya terjadi yaitu supresi sumsum tulang dan gangguan gastrointestinal. Azathioprine juga sering dihubungkan dengan hipersensitifitas dengan manifestasi demam, ruam di kulit dan peningkatan serum transaminase. Keluhan biasanya bersifat reversibel dan menghilang setelah obat dihentikan. Oleh karena dimetabolisme di hati dan dieksresikan di ginjalmaka fungsi hati dan ginjal harus diperiksa secara periodik.Obat ini merupakan pilihan imunomodulator pada penderita nefropati lupus yang hamil, diberikan dengan dosis 1-1,5 mg/kgBB/hari karena relatif aman.4.Leflunomide (Arava)Leflunomide merupakan suatu inhibitor de novo sintesis pyrimidin yang disetujui pada pengobatanrheumatoid arthritis. Beberapa penelitian telah melaporkan keuntungan pada pasien SLE yang pada mulanya diberikan karena ketergantungan steroid.Pemberian dimulai dengan loading dosis 100 mg/hari untuk 3 hari kemudian diikuti dengan 20 mg/hari.5.MethotrexateMethotrexate diberikan dengan dosis 15-20 mg peroral satu kali seminggu, dan terbukti efektif terutama untuk keluhan kulit dan sendi. Efek samping yang biasa terjadi adalah peningkatan serum transaminase, gangguan gastrointestinal, infeksi danoral ulcer, sehingga perlu dimonitor ketat fungsi hati dan ginjal.Pada penderita SLE dengan nefropati lupus yang mengalami kehamilan obat golongan ini sebaiknya dihindarkan.6.SiklosporinPemberian siklosporin dosis 2,5-5 mg/kgBB/hari pada umumnya dapat ditoleransi dan menimbulkan perbaikan yang nyata terhadap proteinuria, sitopenia, parameter imunologi (C3, C4, anti-ds DNA) dan aktifitas penyakit. Jika kreatinin meningkat lebih dari 30% atau timbul hipertensi maka dosisnyaharus disesuaikan efek samping yang sering terjadi adalah hipertensi, hiperplasia gusi, hipertrikhosis, dan peningkatan kreatinin serum. Siklosporin terutama bermanfaatuntuk nefritis membranosa dan untuk sindroma nefrotik yang refrakter, sehingga monitoring tekanan darah dan fungsiginjal harus dilakukan secara rutin. Siklosporin A dapat diberikan pada penderita nefropati lupus yang hamil, diberikan dengan dosis 2 mg/kgBB/hari karena relatif aman.DERMATOMIOSITISDefinisiMerupakan penyakit inflamatorik dan degeneratif dengan angiopatia di kulit, subkutis dan otot. Kelainan tersebut mengakibatkan perasaan lemah dan atrofi pada otot, terutama di sekitar pinggul. Beberapa tanda klinis sama dengan gejala pada Progressive Systemic Sclerosis, SLE atau vaskulitisEtiologiBelum diketahui. Diduga merupakan penyakit autoimunInsidensi Rasio pria dan wanita ialah 1 : 2. Penyakit terdapat pada semua usia, tetapi usia paling sering ialah anak antara 5-15 tahun dan dewasa antara 40-60 tahun.Gejala Klinis:Awal: Predileksi: muka (terutama palpebra)Efloresensi: eritem dan edema, berwarna merah ungu (lila disease) kadang-kadang juga livid. Pada palpebra terdapat telengektasia, disertai paralisis otot-otot ekstra-okular. Fase ini berlangsung beberapa bulanTimbul perubahan-perubahan kutan yang menetap dan menyerupai lupus eritematosus. Kelainan di muka menjalar ke leher, toraks, lengan bawah, dan lutut. Papul-papul datar di atas sendi-sendi tangan (tanda Gotron) petognomonik pd dermatomiositis. Fase ini disertai demam intermiten, takikardi, hiperhidrosis, dan penurunan berat badan.Kelainan di luar kulit Otot: kelemahan otot yang ekstensif disertai pembengkakan akut dan nyeri, simetris lokalisasi di pinggang, juga di bahu dan tangan. Mata: terutama retina, berupa perdarahan dan bercak-bercak seperti serat wol atau katun. Penyakit asosiasi: Scleroderma lokalisata dapat timbul bersama-sama dermatomiositis sklerodermatosisPemeriksaan PenunjangUrin: Albuminuria dan hematuria Darah: anemia hipokromik, limfopenia, dan kenaikkan kreatin-fosfokinaseTerapi Istirahat total Kortikosteroid sistemik: prednison 60 mg sehari dan kemudian diturunkan sampai pada dosis pemeliharaan. Obat imunostatik: metotreksat atau azatioprin. Adjuvan: vit E dan asam para-aminobenzoat.SKLERODERMAPendahuluanScleroderma merupakan kelainan pada kulit, dimana kulit menjadi keras. Penyakit ini menyebabkan pertumbuhan jaringan ikat yang abnormal. Pada skleroderma, jaringan menjadi keras atau tebal. Hal ini dapat menyebabkan pembengkakan atau nyeri pada otot dan sendi.EtiologiPenyebab dari scleroderma masih belum diketahui secara pasti, kemungkinan disebabkan oleh faktor genetik [1],[2], autoimun, pengaruh lingkungan [2],[4] serta karena hormon [2].

EpidemologiPasien scleroderma biasanya didominasi dengan jenis kelamin perempuan, dimana perempuan lebih banyak tiga kali lipat dibandingkan laki-laki. Usia yang paling sering berkisar 20-50 tahun. [1],[5] Skleroderma terlokalisasi lebih sering terjadi pada orang keturunan Eropa daripada di Afrika Amerika. Morfea biasanya muncul antara usia 20 dan 40, dan skleroderma linier biasanya terjadi pada anak-anak atau remaja. [2] Sistemik skleroderma, apakah terbatas atau menyebar, biasanya terjadi pada orang tua dari 30 sampai 50 tahun. Ini mempengaruhi lebih banyak perempuan Amerika Afrika daripada keturunan Eropa. [2]Patogenesis Aktivitas kekebalan tubuh atau peradangan yang abnormal [2]Scleroderma diyakini menjadi penyakit autoimun. Pada skleroderma, sistem kekebalan tubuh diperkirakan merangsang sel fibroblas sehingga menghasilkan kolagen yang. Kolagen membentuk jaringan ikat tebal yang terbentuk di dalam kulit dan organ dalam dan dapat mengganggu fungsinya. Pembuluh darah dan sendi juga dapat dipengaruhi. Genetik [2]Meskipun gen tampaknya menempatkan orang-orang tertentu yang berisiko untuk skleroderma dan memainkan peran dalam perjalanannya, penyakit ini tidak ditularkan dari orangtua ke anak seperti beberapa penyakit genetik. Lingkungan pemicu [2]Penelitian menunjukkan bahwa paparan beberapa faktor lingkungan dapat memicu penyakit scleroderma seperti pada orang yang secara genetik cenderung berpotensi untuk terkena. Diduga pemicu termasuk infeksi virus, bahan adhesive tertentu dan bahan-bahan kimia atau material, serta pelarut organik seperti vinil klorida atau trichloroethylene. Tapi tidak ada agen lingkungan telah terbukti menyebabkan scleroderma. Hormon [2]Wanita mengembangkan scleroderma lebih sering daripada pria. Para ilmuwan menduga bahwa perbedaan hormonal antara perempuan dan laki-laki berperan dalam penyakit. Namun, peran estrogen atau hormon wanita lainnya belum terbukti.Diagnosis Klasifikasi

Diagram 1: Klasifikasi Scleroderma [2]

1. Scleroderma terlokalisasi [2],[4]Pada scleroderma ini, lokasi-lokasi sclerodermanya sendiri biasanya hanya terbatas pada kulit, jaringan dibawah kulit, dan pada beberapa kasus terdapat juga di pada otot dibawah kulit. Pada scleroderma ini organ-organ dalam tidak ikut terkena, dan biasanya tidak dapat berubah menjadi scleroderma sistemik. Sering beberapa kondisi-kondisi sekitar dapat memperparah atau bahkan menghilangkan dengan sendirinya, namun jika penyakit ini menjadi parah, dapat menyebabkan perubahan serta kerusakan kulit yang permanen.Jenis-jenis dari scleroderma terlokalisasi, antara lain: MorfeaTanda-tanda dari penyakit ini adalah adanya bercak kemerahan pada kulit yang mengalami penebalan dan mengeras, biasanya berbentuk oval. Pada daerah yang terdapat bercak kemerahan, pengeluaran keringatnya sangat sedikit serta memiliki sedikit rambut. Bercak ini biasanya sering muncul pada daerah dada, perut dan punggung. Terkadang bisa muncul pada daerah wajah, lengan dan kaki. Scleroderma berbarisBiasanya ditandai dengan garis tunggal atau sekelompok kulit yang menebal ataupun kulit berwarna yang tidak normal. Biasanya garis dapat ditemukan berjalan kebawah lengan atau kaki, namun pada beberapa orang dapat berjalan menuruni dahi. Garisnya dapat berupa seperti pukulan pedang.2. Scleroderma sistemik (sclerosis sistemik atau scleroderma tersebar) [2],[4]Pada penyakit ini penyebarannya tidak hanya mencakup kulit, tetapi juga melibatkan jaringan dibawahnya, pembuluh darah, dan juga organ-organ dalam. Scleroderma terdiri atas 3 stadium, antara lain: [1] Stadium 1 (Stadium menyerupai morbus Raynaud)Terjadi kelainan vasomotorik berupa akrosianosis dan akroasfiksi terutama pada jari tangan. Di wajah terdapat telangiektasia. Bercak edematosa berbatas tak jelas. Kemudian terlihat bercak-bercak berindurasi yang berwarna putih agak kekuningan. Pengerasan kulit dan keterbatasan gerakan berakibat timbulnya muka topeng mikrostomia; sklerodaktili pada jari tangan dengan ulserasi pada ujung akrosklerosis dengan hiperpigmentasi dan depigmentasi, serta atrofi. Stadium 2 (terserangnya mukosa)Pada stadium ini mukosa oral terkena. Terdapat indurasi di lidah dan gingiva serta terdapat paroksismal vasomotorik dan kelainan sensibilitas. Stadium 3 (organ-organ dalam ikut terkena)Visera terserang. Disfungsi dan penurunan motilitas esofagus mengakibatkan disfagia dan malabsorbsi. Lambung dan usus kecil mengalami kelainan yang sama. Fibrosis di paru mengakibatkan pasien dispnea, bahkan corpulmonale dengan akibat payah jantung, perikarditis dan efusi perikarditis dapat terjadi pula. Gagal ginjal dengan disertai uremia dan hipertensi. Angka kelangsungan hidup 10 tahun ialah 35-47%.

Scleroderma sistemik dibedakan kembali menjadi dua jenis: Scleroderma terbatas kulitBiasanya pada scleroderma ini tanda-tanda dan gejalanya muncul secara bertahap, dan mempengaruhi pada daerah-daerah kulit tertentu: jari-jari, tangan, wajah, lengan bawah dan kaki. Pada pasien dengan penyakit ini biasanya memiliki semua maupun beberapa gejala-gejala yang disebut CREST dibawah ini:a) CalcinosisPembentukan endapan kalsium pada jaringan ikat, yang dapat dideteksi dengan x ray. Deposito tersebut biasanya ditemukan pada jari, tangan, wajah, dan batang dan pada kulit di atas siku dan lutut. b) Fenomena RaynaudSebuah kondisi di mana pembuluh darah kecil pada tangan atau kaki berespon dalam menanggapi dingin atau kecemasan. Akibat beresponnya pembuluh darah, tangan atau kaki menjadi putih dan dingin, kemudian biru. Karena kembalinya aliran darah, mereka menjadi merah. Jaringan ujung jari mungkin menderita kerusakan, menyebabkan bisul, luka, atau gangrene.c) Disfungsi EsofagusGangguan fungsi kerongkongan yang terjadi akibat otot-otot halus di kerongkongan kehilangan fungsinya. Jika kelainan terjadi pada kerongkongan bagian atas dan bawah, mengakibatkan kesulitan menelan. Jika kelainan terjadi pada esofagus bagian bawah, hasilnya bisa sakit maag kronis atau peradangan.d) SclerodactylyKulit yang tebal dan kencang pada jari, ini diakibatkan simpanan kelebihan kolagen dalam lapisan kulit. Kondisi ini membuat lebih sulit untuk menekuk atau meluruskan jari. Kulit juga dapat juga menjadi mengkilap serta gelap, dengan rambut yang rontok.e) TelangiectasiaSebuah kondisi yang disebabkan oleh pembengkakan pembuluh darah kecil, di mana bintik-bintik merah kecil muncul di tangan dan wajah. Meski tidak menyakitkan, bintik-bintik merah dapat menimbulkan masalah kosmetika. Diffuse cutaneous sclerodermaKondisi ini biasanya datang tiba-tiba. Penebalan kulit dimulai di tangan dan menyebar dengan cepat dan lebih banyak tubuh, mempengaruhi tangan, wajah, lengan atas, kaki bagian atas, dada, dan perut secara simetris (misalnya, jika salah satu lengan atau satu sisi bagian adalah terkena, maka yang lain juga terkena). Secara internal, kondisi ini dapat merusak organ utama seperti usus, paru-paru, jantung, dan ginjal.Orang dengan penyakit ini biasanya sering lelah, kehilangan nafsu makan dan berat badan, serta memiliki sendi yang bengkak atau sakit. Perubahan kulit dapat menyebabkan kulit membengkak, tampak mengkilap, dan terasa kencang dan gatal.Penyakit ini biasanya terjadi setelah beberapa tahun terkena. Setelah 3 sampai 5 tahun, orang dengan penyakit ini sudah memasuki fase stabil. Selama fase ini, gejala mereda: nyeri sendi berkurang, kelelahan berkurang, dan nafsu makan kembali. Secara bertahap, bagaimanapun, kulit mungkin mulai melunak, yang cenderung terjadi dalam urutan terbalik dari proses penebalan: tempat terakhir yang menebal adalah yang pertama mulai melunak. Beberapa pasien kulitnya kembali ke keadaan yang normal, sedangkan pasien lain tersisa dengan kulit yang tipis, rapuh tanpa rambut atau kelenjar keringat.

Berdasarkan American College of Rheumatology (ACR) klasifikasi dari sclerosis sistemik harus memenuhi satu kriteria mayor atau dua kriteria minor, antara lain: [5]a) Kriteria mayorScleroderma proksimal yang ditandai dengan penebalan yang simetris, pengetatan dan indurasi pada kulit jari tangan dan kulit bagian proksimal dari sendi metakarpophalangeal atau metatarsophalangeal. Perubahan ini dapat mempengaruhi seluruh ekstremitas, wajah, leher dan badah (baik dada maupun perut).b) Kriteria minor Sclerodactyly. Bekas luka pitting digital atau kehilangan substansi dari bantalan jari. Fibrosis paru bibasilar termasuk pola reticular bilateral kepadatan linear atau lineonodular paling menonjol di bagian basilar dari paru-paru pada roentgenografi dada standar.

Gambar 1: Penebalan kulit wajah, dengan karakteristik wajah seperti terdapat paruh dan kekurangan keriput. [5]

Gambar 2: Sclerodactyly dengan ulserasi digital, kehilangan lipatan kulit, kontraktur sendi, dan rambut tipis. [5]

PenatalaksanaanSaat ini, tidak ada pengobatan yang mengontrol atau menghentikan penyebab yang mendasari kelebihan kolagen dalam segala bentuk skleroderma. Dengan demikian, fokus utama pengobatan dan manajemen adalah pada meringankan gejala dan membatasi komplikasi. [1],[2],[3],[4],[5] Penangan Medis [5]1. Penebalan kulit dapat diobati dengan berbagai obat eksperimental atau intervensi (D-penisilamin, interferon-gamma, mycophenolate mofetil, siklofosfamid, photopheresis, transplantasi sumsum tulang alogenik). Namun, US Food and Drug Administration (FDA) belum menyetujui setiap terapi untuk sclerosis sistemik. Tidak ada studi plasebo-terkontrol telah menunjukkan keunggulan, meskipun beberapa seri besar yang tak terkendali menunjukkan efek menguntungkan dari D-penicillamine. Interferon-gamma adalah efektif, tetapi penggunaannya terbatas karena akan mengaktifkan sel-sel inflamasi dan endotel. Transplantasi sumsum tulang alogenik telah terbukti efektif dalam studi terkontrol.2. Pruritus dapat diobati dengan pelembab, histamin 1 (H1) dan histamin 2 (H2) blockers, antidepresan trisiklik, dan trazodone.3. Fenomena Raynaud dapat diobati dengan calcium channel blockers (toleransi), prazosin, derivatif prostaglandin seperti prostaglandin E1, dipyridamole, aspirin, dan nitrat topikal. Dalam hal trombosis dan pembuluh darah aliran kompromi, suatu aktivator jaringan plasminogen, heparin, dan urokinase mungkin diperlukan. Dalam kasus yang sangat parah, pasien dapat mengambil manfaat dari simpatektomi serviks farmakologis atau dari simpatektomi digital bedah. Bosentan, sebuah endotelin antagonis reseptor ganda, dapat mengurangi pembentukan ulkus digital yang baru. Sildenafil juga telah terbukti efektif dan ditoleransi dengan baik pada pasien dengan fenomena Raynaud primer dan saat ini disetujui untuk mengobati hipertensi paru.4. Gejala GI dapat diobati dengan antasida, H2 blocker, refluks dan aspirasi tindakan pencegahan, inhibitor pompa proton, agen prokinetic, octreotide, makanan kecil, dan pencahar.5. Paru fibrosing alveolitis dapat diobati dengan siklofosfamid, secara lisan atau pulsa intravena. Beberapa studi nonrandomized terbaru juga menunjukkan manfaat dari mycophenolate mofetil.6. Hipertensi pulmonal mungkin memerlukan tambahan oksigen. Bosentan efektif dalam mengobati primer (idiopatik) hipertensi pulmonal, serta hipertensi pulmonal yang berhubungan dengan sklerosis sistemik, dan telah menunjukkan perbaikan klinis dan hemodinamik substansial pada pasien dengan hipertensi pulmonal sclerosis terkait sistemik.7. Satu studi melaporkan bahwa warfarin tidak memberikan manfaat yang signifikan baik sclerosis terkait atau hipertensi arteri paru idiopatik.8. Episode krisis ginjal sebaiknya dicegah dan diobati dengan penggunaan agresif ACE inhibitor pada tanda-tanda awal hipertensi.9. Myositis dapat ditangani hati-hati dengan steroid (pilihan pertama), metotreksat, dan azathioprine. Dosis prednison lebih besar dari 40 mg / d terkait dengan insiden yang lebih tinggi krisis ginjal sclerodermal.10. Arthralgia dapat diobati dengan acetaminophen dan nonsteroidal anti-inflammatory drugs (NSAID). Penanganan Bedah [5]Simpatektomi digital dapat digunakan pada pasien dengan Fenomena Raynaud berat yang mengalami serangan akut tanpa henti dan yang terancam oleh hilangnya digital. Banyak ulkus memerlukan manajemen oleh ahli perawatan luka. Debridement atau amputasi mungkin diperlukan pada lesi digital parah iskemik atau terinfeksi. Bedah tangan dapat dilakukan untuk memperbaiki kontraktur fleksi parah. Menghilankan rasa nyeri atau pengeringan simpanan calcinotic yang terinfeksi kadang-kadang diperlukan.

Konsultasi [5]Pastikan bahwa semua pasien dengan sklerosis sistemik dirawat oleh rheumatologist yang berpengalaman yang memiliki pemahaman penuh dari penyakit, komplikasi terapi, dan efek samping sering serius. Asupan makanan [5]Anjurkan pasien untuk menghindari vitamin C dosis besar (> 1000 mg / d) karena merangsang pembentukan kolagen dan dapat meningkatkan deposisi. Aktivitas [5]Pastikan bahwa pasien mempertahankan suhu tubuh inti dimana bertujuan untuk meminimalkan fenomena Raynaud. Membantu pasien dalam menghindari kontaminasi luka pada kulit yang disebabkan oleh lesi iskemik atau calcinosis. Ulkus digital harus tetap bersih dan kering. Anjurkan pasien untuk melakukan terapi fisik dan pekerjaan terus menerus untuk mempertahankan jangkauan gerak dan untuk meminimalkan atau menunda kontraktur.