LAPORAN REFERAT

27
BAB I PENDAHULUAN I. LATAR BELAKANG Akne vulgaris pertama kali dipublikasikan pada tahun 1931 oleh Bloch. Pada saat itu dinyatakan bahwa insiden terjadinya akne vulgaris lebih banyak pada anak perempuan dibanding anak laki-laki dengan usia sekitar 13% pada anak usia 6 tahun dan 32% pada anak usia 7 tahun. Sejak saat itu tidak ada evolusi yang signifikan mengenai usia timbulnya jerawat. Menurut studi yang berbeda dari literatur berbagai negara, usia awal rata-rata 11 tahun pada anak perempuan dan 12 tahun pada anak laki-laki. Akne pada pada dasarnya merupakan penyakit pada remaja, dengan 85% terjadi pada remaja dengan beberapa derajat akne. Hal tersebut terjadi dengan frekuensi yang lebih besar pada usia antara 15-18 tahun pada kedua jenis kelamin. Pada umumnya, involusi penyakit terjadi sebelum usia 25 tahun. Bagaimanpun, terdapat variabilitas yang besar pada usia saat onset dan resolusi 12% perempuan dan 3% laki-laki akan berlanjut secara klinis sampai usia 44 tahun. Sebagian kecil akan menjadi papul dan nodul inflamasi sampai usia dewasa akhir. Akne vulgaris derajat ringan biasanya terjadi pada bayi yang terjadi oleh karena stimulasi folikular oleh kelenjar 1

description

dfoewmf

Transcript of LAPORAN REFERAT

Page 1: LAPORAN REFERAT

BAB I

PENDAHULUAN

I. LATAR BELAKANG

Akne vulgaris pertama kali dipublikasikan pada tahun 1931 oleh Bloch. Pada saat

itu dinyatakan bahwa insiden terjadinya akne vulgaris lebih banyak pada anak perempuan

dibanding anak laki-laki dengan usia sekitar 13% pada anak usia 6 tahun dan 32% pada

anak usia 7 tahun. Sejak saat itu tidak ada evolusi yang signifikan mengenai usia timbulnya

jerawat. Menurut studi yang berbeda dari literatur berbagai negara, usia awal rata-rata 11

tahun pada anak perempuan dan 12 tahun pada anak laki-laki.

Akne pada pada dasarnya merupakan penyakit pada remaja, dengan 85% terjadi

pada remaja dengan beberapa derajat akne. Hal tersebut terjadi dengan frekuensi yang lebih

besar pada usia antara 15-18 tahun pada kedua jenis kelamin. Pada umumnya, involusi

penyakit terjadi sebelum usia 25 tahun. Bagaimanpun, terdapat variabilitas yang besar pada

usia saat onset dan resolusi 12% perempuan dan 3% laki-laki akan berlanjut secara klinis

sampai usia 44 tahun. Sebagian kecil akan menjadi papul dan nodul inflamasi sampai usia

dewasa akhir.

Akne vulgaris derajat ringan biasanya terjadi pada bayi yang terjadi oleh karena

stimulasi folikular oleh kelenjar androgen adrenal yang berlanjut pada periode neonatal.

Akne juga biasanya bermanifestasi awal pada pubertas, dengan komedo sebagai lesi

predominan pada pasien yang sangat muda. Jumlah kasus terbanyak terjadi pada periode

pertengahan sampai akhir remaja, setelah itu insidennya akan menurun. Namun pada

wanita dapat terus berlanjut sampai lebih dari dekade ketiga.

Umumnya insiden terjadi pasa umur 14-17 tahun pada wanita, 16-19 tahun pada

pria dan masa itu lesi yang pradominan adalah komedo dan papul dan jarang terlihat lesi

beradang. Saat ini tidak begitu banyak sumber yang memuat mengenai prevalensi akne

vulgaris di seluruh penjuru dunia. Di Amerika Serikat, 85 % dari penduduk usia 12-24

tahun menderita akne vulgaris. Dan data yang hampir serupa didapati pada sebagian besar

dunia barat. Di Afrika sendiri, menurut Husein (2009) melalui sebuah studi cross sectional,

1

Page 2: LAPORAN REFERAT

didapati prevalensi akne vulgaris pada remaja sebesar 90,7%. Untuk Asia, beberapa data

yang bisa diperoleh menunjukkan prevalensi yang cukup tinggi juga. Contohnya sebuah

penelitian epidemiologi di Jepang oleh Nobukazu dkk pada tahun 2001 memperoleh

prevalensi sebesar 58,6% remaja menderita akne vulgaris. Di Cina, tepatnya distrik Zhou

Hai provinsi Guangdong, Wu TQ dkk pada tahun 2007 mendapati prevalensi sebesar

53,5% remaja. Di Indonesia sendiri belum banyak data mengenai prevalensi akne vulgaris

di tengah mayarakat Indonesia.

2

Page 3: LAPORAN REFERAT

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

Akne vulgaris adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh inflamasi kronik dari unit

pilosebasea yang ditandai oleh pembentukan komedo, papul, pustul, nodul, dan pada

beberapa kasus disertai jaringan parut, dengan predileksi diwajah, leher, lengan atas, dada

dan punggung.Umumnya terjadi pada remaja dan dapat sembuh sendiri

B. ETIOLOGY

Penyebab pasti timbulnya akne belum diketahui dengan jelas. Faktor-faktor yang

mempengaruhi terjadinya akne vulgaris antara lain :

1. Bakteria

Mikroba yang terlibat pada terbentuknya akne adalah Corynebakterium acnes,

Staphylococcus epidermidis dan Pityrosporum ovale.

2. Genetik

Akne vulgaris mungkin merupakan penyakit genetik akibat adanya peningkatan

kepekaan unit pilosebasea terhadap kadar androgen yang normal.

3. Ras

Kemungkinan ras berperan dalam timbulnya akne vulgaris diajukan karena adanya

ras-ras tertentu seperti oriental (Jepang, Cina, Korea) yang lebih jarang dibandingkan

dengan ras caucasian (Eropa, Amerika) dan orang kulit hitam pun lebih jarang

terkena daripada orang kulit putih.

4. Hormon

Peningkatan kadar hormon androgen, anabolik, kortikosteroid, gonadotropin serta

ACTH mungkin menjadi faktor penting pada kegiatan kelenjar sebasea. Kelenjar

sebasea sangat sensitif terhadap hormon androgen yang menyebabkan kelenjar

sebasea bertambah besar dan produksi sebum meningkat. Hormon estrogen dapat

mencegah terjadinya akne karena bekerja berlawanan dengan hormon androgen.

Hormon progesteron dalam jumlah fisiologik tidak mempunyai efektivitas terhadap

aktivitas kelenjar sebasea, akan tetapi terkadang progesteron dapat menyebabkan

3

Page 4: LAPORAN REFERAT

akne sebelum menstruasi. Pada wanita, 60-70% menjadi lebih parah beberapa hari

sebelum menstruasi dan menetap sampai seminggu menstruasi.

5. Diet

Jenis makanan yang sering dihubungkan dengan timbulnya akne adalah makanan

yang tinggi lemak (kacang, daging berlemak, susu, es krim), makanan tinggi

karbohidrat (sirup manis), makanan yang beryodida tinggi(makanan asal laut) dan

pedas. Pola makanan yang tinggi lemak jenuh dan tinggi glukosa susu dapat

meningkatkan konsentrasi insulin-like growth factor (IGF-I) yang dapat merangsang

produksi hormon androgen yang meningkatkan produksi jerawat.

6. Psikis

Stres psikis dapat menyebabkan sekresi ACTH yang akan meningkatkan produksi

androgen. Naiknya hormon androgen inilah yang menyebabkan kelenjar sebasea

bertambah besar dan produksi sebum bertambah.

7. Iklim

Pada daerah yang mempunyai empat musim biasanya akne akan bertambah hebat

pada musim dingin dan sebaliknya membaik pada musim panas. Hal ini disebabkan

karena sinar ultraviolet (UV) yang mempunyai efek membunuh bakteri dapat

menembus epidermis bagian bawah dan dermis bagian atas yang berpengaruh pada

bakteri yang berada dibagian dalam kelenjar sebasea.

8. Kosmetika

Pemakaian bahan-bahan kosmetika tertentu, secara terus menerus dalam waktu yang

lama dapat menyebabkan suatu bentuk akne ringan yang terutama terdiri dari

komedo tertutup dan beberapa lesi papulopustula pada pipi dan dagu. Bahan yang

sering menyebabkan akne bisa terdapat pada berbagai krem wajah seperti bedak

dasar (foundation), pelembab (moisturiser), tabir surya (suncreen) dan krem malam.

9. Trauma kulit berulang

Menggosok dengan cairan pembersih wajah, scrub atau penggunaan pakaian ketat

misalnya tali bra, helm, kerah ketat dapat memperburuk jerawat.

4

Page 5: LAPORAN REFERAT

10. Merokok

Rokok dapat mempengaruhi kondisi kulit seseorang sehingga menimbulkan acne

yang dikenal dengan “smoking acne”. Berdasarkan penelitian sekitar 42% perokok

menderita akne vulgaris. Partisipasi non-perokok yang memiliki akne vulgaris tidak

meradang sebagian besar dipengaruhi oleh faktor lingkungan, seperti sering terkena

uap atau terus menerus terpapar asap rokok.

C. PATOFISIOLOGI

Akne terjadi ketika lubang kecil dipermukaan kulit yang disebut pori-pori

tersumbat.Secara normal, kelenjar minyak membantu melumasi kulit dan menyingkirkan

sel kulit mati. Namun, ketika kelenjar tersebut menghasilkan minyak yang berlebihan,

pori-pori menjadi tersumbat oleh penumpukan kotoran dan bakteri. Penyumbatan ini

disebut sebagai komedo. Pembentukan komedo dimulai dari bagian tengah folikel akibat

masuknya bahan keratin sehingga dinding folikel menjadi tipis dan menggelembung,

secara bertahap akan terjadi penumpukan keratin sehingga dinding folikel menjadi

bertambah tipis dan dilatasi. Pada waktu yang bersamaan kelenjar sebasea menjadi atropi

dan diganti dengan sel epitel yang tidak berdiferensiasi. Komedo yang telah terbentuk

sempurna mempunyai dinding yang tipis. Komedo terbuka (blackheads) mempunyai

keratin yang tersusun dalam bentuk lamelar yang konsentris dengan rambut pusatnya dan

jarang mengalami inflamasi kecuali bila terkena trauma. Komedo tertutup (whiteheads)

mempunyai keratin yang tidak padat, lubang folikelnya sempit dan sumber timbulnya lesi

yang inflamasi.

Pada awalnya lemak keluar melalui dinding komedo yang udem dan kemudian

timbul reaksi seluler pada dermis, ketika pecah seluruh isi komedo masuk ke dalam

dermis yang menimbulkan reaksi lebih hebat da terdapat sel raksasa sebagai akibat

keluarnya bahan keratin. Pada infiltrat ditemukan bakteri difteroid garm positif dengan

bentukan khas Proprionibacterium acnes diluar dan didalam lekosit. Lesi yang nampak

sebagai pustul, nodul, dengan nodul diatasnya, tergantung letak dan luasnya inflamasi.

Selanjutnya kontraksi jaringan fibrus yang terbentuk dapat menimbulkan jaringan parut.

5

Page 6: LAPORAN REFERAT

D. GEJALA KLINIS

a. Keluhan Subjektif

Tempat predileksi akne vulgaris adalah di muka,bahu,dada bagian atas, dan punggung

bagian atas. Lokasi kulit lain misalnya leher,lengan atas,dan glutea kadang-kadang

terkena. Erupsi kulit polimorf, dengan gejala predominan salah satunya,

komedo,papul yang tidak beradang, dan pustul, nodus dan kista yang beradang. Dapat

disertai rasa gatal, namun umumnya keluhan penderita adalah keluhan estetis

b. Keluhan Objektif

Komedo adalah gejala patognomonik bagi acne berupa papul miliar yang di

tengahnya mengandung sumbatan sebum, bila berwarna hitam akibat mengandung

unsur melanin disebut komedo hitam atau komedo terbuka (black komedo, open

comedo). Sedangkan bila berwarna putih karena letaknya lebih dalam sehingga tidak

mengandung unsure melanin disebut komedo putih atau komedo tertutup.Adapula

bentuk acne yang berupa papul eriematus,pustule, kista, dan abses (Djuanda, 2007).

Gambar 1. Komedo Hitam Gambar 2. Komedo Putih

6

Page 7: LAPORAN REFERAT

Klasifikasi Acne menurut FKUI dibagi sebagai berikut :

a) Ringan,bila :

beberapa lesi tak beradang pada 1 predileksi

sedikit lesi tak beradang pada beberapa tempat predileksi

sedikit lesi beradang pada 1 predileksi

b) Sedang,bila :

banyak lesi tak beradang pada 1 predileksi

beberapa lesi tak beradang pada lebih dari 1 predileksi

beberapa lesi beradang pada 1 predileksi

sedikit lesi beradang pada lebih dari 1 predileksi

c) Berat,bila:

banyak lesi tak beradang pada lebih dari 1 predileksi

banyak lesi beradang pada 1 atau lebih predileksi

Gambar 3. Gambar 4. Gambar 5.

Acne Ringan Acne Sedang Acne Berat

Catatan:

sedikit bila lesi <5, beberapa 5-10, banyak > 10 lesi

Tak beradang bila terdapat komedo putih, komedo hitam,papul

Beradang bila terdapat pustule,nodul,dan kista.

7

Page 8: LAPORAN REFERAT

Klasifikasi sederhana :

a) Akne ringan ( Mild akne ) : Komedo merupakan lesi utama. Papul dan pusutl

mungkin ada tetapi memiliki ukuran yang kecil serta jumlah yang sedikit

( umumnya < 10 ).

b) Akne sedang (Moderate akne) : Jumlah papul dan pustul yang cukup banyak

(10-40). Jumlah komedo yang cukup banyak (10-40) juga ada. Kadang-

kadang disertai penyakit yang ringan pada badan.

c) Akne sedang berat (Moderately severe akne ): Jumlah papul dan pustul yang

sangat banyak ( 40-100), biasanya dengan banyak komedo (40-100) dan

kadang-kadang terdapat lesi nodular dalam yang besar dan terinflamasi

( mencapai 5). Area yang luas biasanya melibatkan wajah, dada, dan

punggung.

d) Akne sangat berat (Very severe akne ) : Akne nodulokistik dan akne

konglobata dengan lesi yang parah; banyak lesi nodular/pustular yan besar dan

nyeri bersama dengan banyak komdeon, papul, pustul, dan komedo yang lebih

kecil.

E. PENEGAKAN DIAGNOSIS

Diagnosis akne vulgaris dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis dan

pemeriksaan fisis, dan tes laboratorium.

Berdasarkan anamnesis, akne vulgaris biasanya terjadi pada saat pubertas, tetapi

gejala klinis yang muncul sangatlah bervariasi. Perempuan mungkin memperhatikan

bentuk yang berfluktuasi berdasarkan siklus mensturasinya. Akne fulminan merupakan

subtipe akne yang jarang dan terjadi pada berbagai manifestasi sistemik, termasuk

demam, arthralgia, myalgia, hepatosplenomegaly, dan lesi tulang osteolitik.

Pada pemeriksaan fisis akne non-inflamasi tampak sebagai komedo terbuka dan

tertutup. Lesi inflamasi dimulai dengan adanya mikrokomedo tetapi dapat berkembang

menjadi papul, pustul, nodul, atau kista. Kedua tipe lesi ditemukan pada area dengan

8

Page 9: LAPORAN REFERAT

glandula sebacea yang banyak. Tes fungsi endokrin rutin tidak diindikasikan pada

sebagian besar pasien dengan akne. Pada pasien dengan akne dan terdapat bukti

hiperandrogenisme, evaluasi hormonal untuk testeteron bebas, dehidroepiandrostenedion

sulfat (DHEA-S), lutenizing hormone (LH), FSH dapat dilakukan. Tes mikrobiologi rutin

tidak perlu pada evaluasi dan dan penanganan pasien dengan akne. Jika lesi terpusat pada

peri oral dan area nasal dan tidak responsif terhadap penanganan akne konvensional, tes

kultur dan sensitivitas bakteri untuk mengevaluasi follikulitis gram-negatif dapat

dilakukan.

F. TERAPI

Terapi akne vulgaris terdiri atas terapi sistemik, topikal, fisik, operasi dan diet.

1. Terapi Sistemik

a. Antibiotik oral

Antibiotik oral diindikasikan untuk pasien dengan akne yang mansih

meradang. Antibiotik yang diberikan adalah Tetrasiklin (tetrasiklin,

doksisiklin,minosiklin) eritromisin, kotrimoksasole, dan klindamisin. Antibiotik ini

mengurangi peradangan akne dengan menghambat pertumbuhan dari acne.

Tetrasiklin generasi pertama (tetrasiklin, oksitetrasiklin, tetrasiklin klorida)

merupakan obat yang sering digunakan unutk akne.Obat ini digunakan sebagai

terapi lini pertama karena manfaat dan harganya yang murah, walaupun angka

kejadian resistensinya cukup tinggi. Dalam 6 minggu pengobatan menurunkan

reaksi peradangan 50% dan biasa diberikan dalam dosis 1 gram/hari (500mg

diberikan dalam 2 kali), setelah beberapa bulan dapat diturunkan 500 mg/hari.

Karena absorbsinya dihambat oleh makanan, maka obat ini diberika 1 jam sebelum

makan dengan air untuk absorbs yang optimal.

Alternatif lain, tetrasiklin generasi kedua (doksisiklin) diberikan 100mg-

200mg/ hari dan 50 mg/hari sebagai maintainance dose, (minosiklin) biasanya

diberikan 100mg/hari. Golongan obat ini lebih mahal akan tetapi larut lemak dan

diabsorbsi lebih baik di saluran pencernaan.

9

Page 10: LAPORAN REFERAT

Eritromisin 1g/hari dapat diberikan sebagai regimen alternative. Obat ini

sama efektifnya dengan tetrasiklin, tapi menimbulkan resistensi yang tinggi

terhadap P.aknes dan sering dikaitkan dengan kegagalan terapi.

Klindamisin merupakan jenis obta yang sangat efektif, akan tetapi tidak baik

digunakan untuk jangka panjang karena dapat menimbulkan perimembranous

colitis. Kotrimoksasole (sulfometoksasol/trimetoprim, 160/800mg, dua kali sehari)

direkomendasikan untuk pasien dengan inadequate respon dengan antibiotik yang

lain dan untuk pasien dengan gram negative folikulitis.

b. Isotretionoin oral

Isotretinoin oral merupakan obat sebosupressive paling efektif dan diberikan

untuk akne yang berat. Seperti retinoid lainnya, isotretinoin mngurangi

komedogenesis, mengecilkan ukuran glandula sabaseus hingga 90% dengan

menurunkan proliferasi dari basal sebocyte, menekan produksi sebum invivo dan

menghambat diferensiasi termina sebocyte. Walaupun tidak berefek langsung

terhadap P.aknes, ini menghambat efek dari produksi sebum dan menurunkan

jumlah P.Aknes yang mengakibatkan inflamasi.

Masih terjadi perdebatan untuk dosis pemeberian (1gram/kgBB/hari atau

50mg/kgBB/hari), walaupun hasil yang ditunjukkan kedua dosis untuk pengobatan

jangka panjang adalah sama, tapi angka kejadian kambuh dan memerlukan

pengobatan ulang sering didapatkan pada dosis rendah yang diberikan untuk akn

yang berat.

Terapi awal yang diberikan 1gram/kgBB/hari untuk 3 bulan pertama, dan

diturunkan 0.5mg/kgBB/hari, jika memungkinkan dapat diberikan 0.2 untuk 3-9

bulan tambahan untuk mngoptimalkan hasil terapi.

Hasil terapi dari isotretinoin menunjukkan perbaikan yang lebih cepat untuk

lesi inflamasi dibandingkan dnegan komedo.Pustule menghilang lebih cepat

daripada papul atau nodul, dan lesi yang berlokasi di wajah, lengan atas, dan kaki

daripada di punggung dan badan.

10

Page 11: LAPORAN REFERAT

c. Hormonal

Terapi hormonal diindikasikan pada wanita yang tidak mempunyai respon

terhadap terapi konvensional. Mekanisme kerja obat-obat hormonal ini secara

sistemik mengurangi kadar testosteron dan dehidroepiandrosterone, yang pada

akhirnya dapat mengurangi produksi sebum dan mengurangi terbentuknya komedo.

Ada tiga jenis terapi hormonal yang tersedia, yaitu: estrogen dengan prednisolon,

estrogen dengan cyproterone acetate(Diane, Dianette) dan spironolakton. Terapi

hormonal harus diberikan selama 6-12 bulan dan penderita harus melanjutkan terapi

topikal. Seperti halnya antibiotik, tingkat respon obat-obat hormonal juga lambat,

dalam bulan pertama terapi tidak didapatkan perubahan dan perubahan kadang-

kadang baru dapat terlihat pada bulan ke enam pemakaian. Terapi setelah itu akan

terlihat perubahan yang nyata. Perubahan yang dihasilkan pada penggunaan diane

hampir mirip dengan tetrasiklin 1 g/hari. Diane merupakan kombinasi antara 50 µg

ethinylestradiol dan 2 mg cyproterone acetate. Pada wanita usia tua (> 30 tahun)

dengan kontraindikasi relatif terhadap pil kontrasepsi yang mengandung estrogen,

salah satu terapi pilihan adalah dengan penggunaan spironolakton. Dosis efektif

yang diberikan antara 100-200 mg.

Anti androgen hormone dapat diberikan pada pasien perempuan dengan

target pilosabaseus unit dan menghambat produksi serum 12.5-65%. Jika keputusan

untuk hormonal terapi telah dibuat, ada berbagi macam pilihan disekitar androgen

reseptor blocker dan inhibitors of androgen synthesis pada ovarium dan glandula

adrenal.

2. Topikal

Penggunaan obat-obatan sebagai terapi topikal merupakan satu cara yang

banyak dipilih dalam mengatasi penyakit akne vulgaris. Tujuan diberikan terapi ini

adalah untuk mengurangi jumlah akne yang telah ada, mencegah terbentuknya spot

yang baru dan mencegah terbentuknya scar (bekas jerawat). Terapi topikal diberikan

untuk beberapa bulan atau tahun, tergantung dari tingkat keparahan akne. Obat-obatan

topikal tidak hanya dioleskan pada daerah yang terkena jerawat, tetapi juga pada daerah

disekitarnya.

11

Page 12: LAPORAN REFERAT

Ada berbagai macam obat-obatan yang dipakai secara topikal, yaitu:

a. Retinoid topical.

Mekanisme kerja dari retinoid topical:

- Mengeluarkan komedo yang telah matur.

- Menghambat pembentukan dan jumlah dari mikrokomedo.

- Menghambat reaksi inflamasi.

- Menekan perkembangan mikrokomedo baru yang penting untuk maintenance

terapi.

b. Tretinoin

Tretinoin merupakan retinoid pertama yang diperkenalkan oleh Stuttgen dan

Beer.Mengurangi komedo secara signifikan dan juga lesi peradangan akne.Hal ini

ditunjukkan pada percobaan untuk 12 minggu menurunkan 32-81% untuk non-

inflamnatory lesi dan 17-71% untuk inflammatory lesi. Tretinoin tersedian dalam

galanic formulation: cream 0.025%, 0.1%, gel 0.01%, 0.025%) dan dalam solution

(0.05%). Formula topical gel ini mengandung polyoprepolymer-2, tretinoin

prenetration.

c. Isotretinoin

Isotretinoin tersedia dalam sediaan gel, mempunyai efikasi yang sama

dengan tretinoin, mereduksi komedo antara 48-78% dan inflammatory lesi antar 24

dan 55% setelah 12 minggu pengobatan.

d. Adapalene

Adapalene adalah generasi ketiga dari retinoid tersedia dalam gel, cream,

atau solution dalam konsentrasi 0.1%.dalam survey yang melibatkan 1000

pasienditunjukkan bahwa adapalen 0.1% gel mempunya efikasi yang sama dengan

tretinoin 0.025%.

e. Tazarotene

Disamping untuk psoriasis, tazarotene juga digunakan sebagai terapi untuk

akne, di US 0.5 dan 0.1% gel atau cream.

12

Page 13: LAPORAN REFERAT

f. Antibiotik Topikal

Keguanaan paling penting dan mendasar dari antibiotik topical adalah

rendah iritasi, tapi kerugiannya adalah menambah obat-obat yang resisten terhadap

P.aknes dan S. Aureus.Untuk mengatasi masalah ini, klindamisin dan eritromisin

ditingkatkan konsentrasinya dari 1 menjadi 4% dan formulasi baru dengan zinc atau

kombinasi produk denganBPOs atau retinoid. 2,5,13

Antibiotika topikal banyak digunakan sebagai terapi akne. Mekanisme kerja

antibiotik topikal yang utama adalah sebagai antimikroba. Hal ini telah terbukti

pada efek klindamisin 1% dalam mengurangi jumlah P.aknes baik dipermukaan

atau dalam saluran kelenjar sebasea.Lebih efektif diberikan pada pustul dan lesi

papulopustular yang kecil. Eritromisin 3% dengan kombinasi benzoil peroksida 5%

tersedia dalam bentuk gel. Thomas dkk melakukan penelitian dengan

membandingkan eritromisin 1,5% dengan klindamisin 1% mendapatkan hasil yang

sama-sama efektif, duapertiga pasien mendapatkan respon yang sangat baik dalam

waktu 12 minggu, tetapi penggunaan eritromisin secara tunggal tidak

direkomendasikan karena dapat menyebabkan resistensi. Penggunaan eritromisin

kombinasi dengan benzoil peroksida lebih direkomendasikan.

Keefektifan antibiotik topikal pada akne terbatas karena mekanisme kerja

dalam mengeliminasi bakteri membutuhkan jangka waktu yang panjang. Bakteri

dapat timbul di mana-mana dan tidak secara langsung menyebabkan akne. Pada

keadaan di mana kelenjar sebasea memproduksi sebum berlebihan, pori-pori kulit

juga akan lebih mudah terbuka sehingga banyak bakteri yang akan masuk dan

berkembang. Adanya sel kulit mati juga bisa memperburuk keadaan. Bila kelenjar

sebasea tidak memproduksi sebum berlebihan, maka bakteri tidak mudah masuk ke

dalam kulit. Dengan kata lain, jumlah produksi sebum menjadi masalah utama

dalam akne. Antibiotik topikal kerjanya terbatas, karena tidak mengatasi masalah

dalam jumlah produksi sebum.

g. Asam Salisilat

Asam salisilat efek utamanya adalah keratolitik, meningkatkan konsentrasi

dari substansi lain, selain itu juga mempunyai efek bakteriostatik dan bakteriosidal.

13

Page 14: LAPORAN REFERAT

h. Anti-androgen

Sejak diketahui bahwa akne merupakan salah satu penyakit yang

berhubungan dengan aktivitas hormon androgen, beberapa dermatologis dan

industri farmakologi mengembangkan anti androgen topikal sebagai salah satu

terapi akne yang tidak mempunyai efek sistemik. Studi yang dikembangkan adalah

tentang penggunaan topikal dari 17α-propylmesterolone, akan tetapi preparat ini

belum tersedia secara komersial.

3. Terapi Fisik

Selain terapi topikal dan terapi oral, terdapat beberapa terapi tambahan dengan

menggunakan alat ataupun agen fisik, diantaranya adalah:

a. Ekstraksi komedo

Pengangkatan komedo dengan menekan daerah sekitar lesi dengan

menggunakan alat ekstraktor dapat berguna dalam mengatasi akne. Secara teori,

pengangkatan closed comedos dapat mencegah pembentukan lesi inflamasi.

Dibutuhkan keterampilan dan kesabaran untuk mendapatkan hasil yang lebih baik.

b. Kortikosteroid Intralesi

Akne cysts dapat diterapi dengan triamsinolon intralesi atau krioterapi. Nodul-

nodul yang mengalami inflamasi menunjukkan perubahan yang baik Dalam kurun

waktu 48 jam setelah disuntikkan dengan steroid. Dosis yang biasa digunakan

adalah 2,5 mg/ml triamsinolon asetonid dan menggunakan syringe 1ml. Jumlah

total obat yang diinjeksikan pada lesi berkisar antara 0,025 sampai 0,1 ml dan

penyuntikan harus ditengah lesi. Penyuntikan yang terlalu dalam atau terlalu

superfisial akan menyebabkan atrofi.

Injeksi glukokortikoid dapat menurunkan secara drastic ukuran dari lesi

nodular.Injeksi 0.05-0.25 ml perlesi dari triamcinolone acetat dengan suspense (2.5-

10mg/ml) direkomendasikan sebagai anti inflamasi. Terapi jenis ini sangat

bermanfaat dibandingkan terapi lain untuk akne tipe nodular. Akan tetapi harus

diulang dalam 2-3 minggu.Manfaat utamanya adalah menghilangkan lesi nodular

tanpa insisi sehingga mengurangi pembentukan scar.

14

Page 15: LAPORAN REFERAT

c. Liquid Nitrogen

Cara lain untuk terapi akne cysts adalah dengan mengaplikasikan nitrogen

cair selama 20 detik, aplikasi kedua diberikan 2 menit berikutnya. Terapi ini

bekerja dengan mendinginkan dinding fibrotik dari akne cysts sehingga akan terjadi

kerusakan pada dinding tersebut.

d. Radiasi Ultraviolet

Radiasi UV mempunyai efek untuk menghambat inflamasi dengan

menghambat aksi dari sitokin. Radiasi UVA dn UVB sebaiknya diberikan secara

bersama-sama untuk meningkatkan hasil yang ingin dicapai. Fototerapi dapat

diberikan dua kali seminggu.Radiasi ultraviolet alami (UVR) yang didapat dari

paparan matahari, 60% dapat digunakan sebagai terapi tambahan pada akne, tetapi

sekarang terapi ini tidak dianjurkan lagi.

4. Diet

Beberapa artikel menyarankan pengaturan diet untuk penderita akne vulgaris.

Implikasi dari penelitian tentang diet coklat, susu, dan makanan berlemak dan

hubungannya dengan akne masih diteliti. Hingga saat ini belum ada evidence base yang

mendukung bahwa eliminasi makanan akan berdampak pada akne, akan tetapi beberapa

pasien akan mengalami kemunculan akne setelah mengkonsumsi makanan tersebut.

G. PROGNOSIS

Umumnya prognosis penyakit baik. Akne vulgaris umumnya sembuh sebelum mencapai

usia 30-40an. Jarang terjadi akne vulgaris yang menetap sampai tua atau mencapai

gradasi sangat berat hingga perlu di rawat inap dirumah sakit.

15

Page 16: LAPORAN REFERAT

BAB III

KESIMPULAN

Agne vulgaris atau jerawat adalah merupakan kelainan folikuler umum yang mengenai

folikel pilosebasea, folikel rambut yang rentan dan sering ditemukan di daerah muka,leher,serta

badan. Penyebab pasti timbulnya akne belum diketahui dengan jelas. Faktor-faktor yang

mempengaruhi terjadinya akne vulgaris antara lain :

1. Bakteria

2. Genetik

3. Ras

4. Hormon

5. Diet

6. Psikis

7. Iklim

8. Kosmetika

9. Trauma kulit berulang

10. Merokok

16

Page 17: LAPORAN REFERAT

Terapi acne dimulai dari pembersihan wajah menggunakan sabun. Beberapa sabun sudah

mengandung antibakteri, misalnya triclosan yang menghambat kokus positif gram. Selain itu

juga banyak sabun mengandung benzoil peroksida atau asam salisilat.

Bahan topikal untuk pengobatan acne sangat beragam. Sulfur, sodium sulfasetamid, resorsinol,

dan asam salisilat, sering ditemukan sebagai obat bebas. Asam azalea dengan konsentrasi krim

20 persen atau gel 15 persen, memiliki efek antimikroba dan komedolitik, selain mengurangi

pigmentasi dengan berfungsi sebagai inhibitor kompetitif tirosinase. Benzoil peroksida

merupakan antimikroba kuat, tetapi bukan antibiotic, sehingga tidak menimbulkan resistensi.

Antibiotik topikal yang sering digunakan adalah klindamisin dan eritromisin. Keduanya dapat

digunakan dengan kombinasi bersama benzoil peroksida dan terbukti mengurangi resistensi.

Meskipun acne tidak mematikan, tetapi penyakit ini memiliki prevalensi yang tinggi pada usia

remaja. Acne disebabkan oleh multifaktor, karena itu penanganan acne sebaiknya dilakukan

secara menyeluruh dengan memperhatikan semua factor tersebut. Penanganan yang optimal akan

mencegah rekurensi dan sekuele.

17

Page 18: LAPORAN REFERAT

DAFTAR PUSTAKA

1. Anonim. Acne Vulgaris. Cited on 02 June 2011. Available from:

http://bestpractice.bmj.com/bestpractice/monograph/101/diagnosis/criteria.html

2. Anonim. Acne Vulgaris. Cited on 22 September 2015. Available from: Guidelines of care

for acne vulgaris management. https://www.aad.org/file%20library/.../ guidelines - acne -

vulgaris .pdf

3. Djuanda,Adhi. 2007. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin ed kelima. Jakarta : Balai Penerbit

FKUI, 245-249

4. James WD, Berger TG, Elston DM. Acne. In : James W, Berger T, Elston DM, eds.

Andrews’ disease of the skin Clinical Dermatology 10th ed. Canada : El Sevier; 2000.

5. Siregar, Prof. Dr. R. S.SpKK(K). 2014. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit, Edisi 3.

Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

6. Tjekyan RMS. 2009. Kejadian dan faktor resiko akne vulgaris. Jakarta: Media Medika

Indonesiana

7. Widjaja ES. 2000. Rosasea dan akne vulgaris. Dalam: Marwali Harahap. Ilmu Penyakit

Kulit. Jakarta: Hipokrates.

8. Zaenglein AL, Graber EM, Thiboutot DM, Strauss JS. Acne Vulgaris and Acneiform

Eruptions. In: Wolff K, Goldsmith L, Katz S, Gilchrest B, Paller A, Leffell D, eds.

Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine 7th ed. New York: McGraw-Hill; 2007.

18