BAB I
PENDAHULUAN
I. LATAR BELAKANG
Akne vulgaris pertama kali dipublikasikan pada tahun 1931 oleh Bloch. Pada saat
itu dinyatakan bahwa insiden terjadinya akne vulgaris lebih banyak pada anak perempuan
dibanding anak laki-laki dengan usia sekitar 13% pada anak usia 6 tahun dan 32% pada
anak usia 7 tahun. Sejak saat itu tidak ada evolusi yang signifikan mengenai usia timbulnya
jerawat. Menurut studi yang berbeda dari literatur berbagai negara, usia awal rata-rata 11
tahun pada anak perempuan dan 12 tahun pada anak laki-laki.
Akne pada pada dasarnya merupakan penyakit pada remaja, dengan 85% terjadi
pada remaja dengan beberapa derajat akne. Hal tersebut terjadi dengan frekuensi yang lebih
besar pada usia antara 15-18 tahun pada kedua jenis kelamin. Pada umumnya, involusi
penyakit terjadi sebelum usia 25 tahun. Bagaimanpun, terdapat variabilitas yang besar pada
usia saat onset dan resolusi 12% perempuan dan 3% laki-laki akan berlanjut secara klinis
sampai usia 44 tahun. Sebagian kecil akan menjadi papul dan nodul inflamasi sampai usia
dewasa akhir.
Akne vulgaris derajat ringan biasanya terjadi pada bayi yang terjadi oleh karena
stimulasi folikular oleh kelenjar androgen adrenal yang berlanjut pada periode neonatal.
Akne juga biasanya bermanifestasi awal pada pubertas, dengan komedo sebagai lesi
predominan pada pasien yang sangat muda. Jumlah kasus terbanyak terjadi pada periode
pertengahan sampai akhir remaja, setelah itu insidennya akan menurun. Namun pada
wanita dapat terus berlanjut sampai lebih dari dekade ketiga.
Umumnya insiden terjadi pasa umur 14-17 tahun pada wanita, 16-19 tahun pada
pria dan masa itu lesi yang pradominan adalah komedo dan papul dan jarang terlihat lesi
beradang. Saat ini tidak begitu banyak sumber yang memuat mengenai prevalensi akne
vulgaris di seluruh penjuru dunia. Di Amerika Serikat, 85 % dari penduduk usia 12-24
tahun menderita akne vulgaris. Dan data yang hampir serupa didapati pada sebagian besar
dunia barat. Di Afrika sendiri, menurut Husein (2009) melalui sebuah studi cross sectional,
1
didapati prevalensi akne vulgaris pada remaja sebesar 90,7%. Untuk Asia, beberapa data
yang bisa diperoleh menunjukkan prevalensi yang cukup tinggi juga. Contohnya sebuah
penelitian epidemiologi di Jepang oleh Nobukazu dkk pada tahun 2001 memperoleh
prevalensi sebesar 58,6% remaja menderita akne vulgaris. Di Cina, tepatnya distrik Zhou
Hai provinsi Guangdong, Wu TQ dkk pada tahun 2007 mendapati prevalensi sebesar
53,5% remaja. Di Indonesia sendiri belum banyak data mengenai prevalensi akne vulgaris
di tengah mayarakat Indonesia.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Akne vulgaris adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh inflamasi kronik dari unit
pilosebasea yang ditandai oleh pembentukan komedo, papul, pustul, nodul, dan pada
beberapa kasus disertai jaringan parut, dengan predileksi diwajah, leher, lengan atas, dada
dan punggung.Umumnya terjadi pada remaja dan dapat sembuh sendiri
B. ETIOLOGY
Penyebab pasti timbulnya akne belum diketahui dengan jelas. Faktor-faktor yang
mempengaruhi terjadinya akne vulgaris antara lain :
1. Bakteria
Mikroba yang terlibat pada terbentuknya akne adalah Corynebakterium acnes,
Staphylococcus epidermidis dan Pityrosporum ovale.
2. Genetik
Akne vulgaris mungkin merupakan penyakit genetik akibat adanya peningkatan
kepekaan unit pilosebasea terhadap kadar androgen yang normal.
3. Ras
Kemungkinan ras berperan dalam timbulnya akne vulgaris diajukan karena adanya
ras-ras tertentu seperti oriental (Jepang, Cina, Korea) yang lebih jarang dibandingkan
dengan ras caucasian (Eropa, Amerika) dan orang kulit hitam pun lebih jarang
terkena daripada orang kulit putih.
4. Hormon
Peningkatan kadar hormon androgen, anabolik, kortikosteroid, gonadotropin serta
ACTH mungkin menjadi faktor penting pada kegiatan kelenjar sebasea. Kelenjar
sebasea sangat sensitif terhadap hormon androgen yang menyebabkan kelenjar
sebasea bertambah besar dan produksi sebum meningkat. Hormon estrogen dapat
mencegah terjadinya akne karena bekerja berlawanan dengan hormon androgen.
Hormon progesteron dalam jumlah fisiologik tidak mempunyai efektivitas terhadap
aktivitas kelenjar sebasea, akan tetapi terkadang progesteron dapat menyebabkan
3
akne sebelum menstruasi. Pada wanita, 60-70% menjadi lebih parah beberapa hari
sebelum menstruasi dan menetap sampai seminggu menstruasi.
5. Diet
Jenis makanan yang sering dihubungkan dengan timbulnya akne adalah makanan
yang tinggi lemak (kacang, daging berlemak, susu, es krim), makanan tinggi
karbohidrat (sirup manis), makanan yang beryodida tinggi(makanan asal laut) dan
pedas. Pola makanan yang tinggi lemak jenuh dan tinggi glukosa susu dapat
meningkatkan konsentrasi insulin-like growth factor (IGF-I) yang dapat merangsang
produksi hormon androgen yang meningkatkan produksi jerawat.
6. Psikis
Stres psikis dapat menyebabkan sekresi ACTH yang akan meningkatkan produksi
androgen. Naiknya hormon androgen inilah yang menyebabkan kelenjar sebasea
bertambah besar dan produksi sebum bertambah.
7. Iklim
Pada daerah yang mempunyai empat musim biasanya akne akan bertambah hebat
pada musim dingin dan sebaliknya membaik pada musim panas. Hal ini disebabkan
karena sinar ultraviolet (UV) yang mempunyai efek membunuh bakteri dapat
menembus epidermis bagian bawah dan dermis bagian atas yang berpengaruh pada
bakteri yang berada dibagian dalam kelenjar sebasea.
8. Kosmetika
Pemakaian bahan-bahan kosmetika tertentu, secara terus menerus dalam waktu yang
lama dapat menyebabkan suatu bentuk akne ringan yang terutama terdiri dari
komedo tertutup dan beberapa lesi papulopustula pada pipi dan dagu. Bahan yang
sering menyebabkan akne bisa terdapat pada berbagai krem wajah seperti bedak
dasar (foundation), pelembab (moisturiser), tabir surya (suncreen) dan krem malam.
9. Trauma kulit berulang
Menggosok dengan cairan pembersih wajah, scrub atau penggunaan pakaian ketat
misalnya tali bra, helm, kerah ketat dapat memperburuk jerawat.
4
10. Merokok
Rokok dapat mempengaruhi kondisi kulit seseorang sehingga menimbulkan acne
yang dikenal dengan “smoking acne”. Berdasarkan penelitian sekitar 42% perokok
menderita akne vulgaris. Partisipasi non-perokok yang memiliki akne vulgaris tidak
meradang sebagian besar dipengaruhi oleh faktor lingkungan, seperti sering terkena
uap atau terus menerus terpapar asap rokok.
C. PATOFISIOLOGI
Akne terjadi ketika lubang kecil dipermukaan kulit yang disebut pori-pori
tersumbat.Secara normal, kelenjar minyak membantu melumasi kulit dan menyingkirkan
sel kulit mati. Namun, ketika kelenjar tersebut menghasilkan minyak yang berlebihan,
pori-pori menjadi tersumbat oleh penumpukan kotoran dan bakteri. Penyumbatan ini
disebut sebagai komedo. Pembentukan komedo dimulai dari bagian tengah folikel akibat
masuknya bahan keratin sehingga dinding folikel menjadi tipis dan menggelembung,
secara bertahap akan terjadi penumpukan keratin sehingga dinding folikel menjadi
bertambah tipis dan dilatasi. Pada waktu yang bersamaan kelenjar sebasea menjadi atropi
dan diganti dengan sel epitel yang tidak berdiferensiasi. Komedo yang telah terbentuk
sempurna mempunyai dinding yang tipis. Komedo terbuka (blackheads) mempunyai
keratin yang tersusun dalam bentuk lamelar yang konsentris dengan rambut pusatnya dan
jarang mengalami inflamasi kecuali bila terkena trauma. Komedo tertutup (whiteheads)
mempunyai keratin yang tidak padat, lubang folikelnya sempit dan sumber timbulnya lesi
yang inflamasi.
Pada awalnya lemak keluar melalui dinding komedo yang udem dan kemudian
timbul reaksi seluler pada dermis, ketika pecah seluruh isi komedo masuk ke dalam
dermis yang menimbulkan reaksi lebih hebat da terdapat sel raksasa sebagai akibat
keluarnya bahan keratin. Pada infiltrat ditemukan bakteri difteroid garm positif dengan
bentukan khas Proprionibacterium acnes diluar dan didalam lekosit. Lesi yang nampak
sebagai pustul, nodul, dengan nodul diatasnya, tergantung letak dan luasnya inflamasi.
Selanjutnya kontraksi jaringan fibrus yang terbentuk dapat menimbulkan jaringan parut.
5
D. GEJALA KLINIS
a. Keluhan Subjektif
Tempat predileksi akne vulgaris adalah di muka,bahu,dada bagian atas, dan punggung
bagian atas. Lokasi kulit lain misalnya leher,lengan atas,dan glutea kadang-kadang
terkena. Erupsi kulit polimorf, dengan gejala predominan salah satunya,
komedo,papul yang tidak beradang, dan pustul, nodus dan kista yang beradang. Dapat
disertai rasa gatal, namun umumnya keluhan penderita adalah keluhan estetis
b. Keluhan Objektif
Komedo adalah gejala patognomonik bagi acne berupa papul miliar yang di
tengahnya mengandung sumbatan sebum, bila berwarna hitam akibat mengandung
unsur melanin disebut komedo hitam atau komedo terbuka (black komedo, open
comedo). Sedangkan bila berwarna putih karena letaknya lebih dalam sehingga tidak
mengandung unsure melanin disebut komedo putih atau komedo tertutup.Adapula
bentuk acne yang berupa papul eriematus,pustule, kista, dan abses (Djuanda, 2007).
Gambar 1. Komedo Hitam Gambar 2. Komedo Putih
6
Klasifikasi Acne menurut FKUI dibagi sebagai berikut :
a) Ringan,bila :
beberapa lesi tak beradang pada 1 predileksi
sedikit lesi tak beradang pada beberapa tempat predileksi
sedikit lesi beradang pada 1 predileksi
b) Sedang,bila :
banyak lesi tak beradang pada 1 predileksi
beberapa lesi tak beradang pada lebih dari 1 predileksi
beberapa lesi beradang pada 1 predileksi
sedikit lesi beradang pada lebih dari 1 predileksi
c) Berat,bila:
banyak lesi tak beradang pada lebih dari 1 predileksi
banyak lesi beradang pada 1 atau lebih predileksi
Gambar 3. Gambar 4. Gambar 5.
Acne Ringan Acne Sedang Acne Berat
Catatan:
sedikit bila lesi <5, beberapa 5-10, banyak > 10 lesi
Tak beradang bila terdapat komedo putih, komedo hitam,papul
Beradang bila terdapat pustule,nodul,dan kista.
7
Klasifikasi sederhana :
a) Akne ringan ( Mild akne ) : Komedo merupakan lesi utama. Papul dan pusutl
mungkin ada tetapi memiliki ukuran yang kecil serta jumlah yang sedikit
( umumnya < 10 ).
b) Akne sedang (Moderate akne) : Jumlah papul dan pustul yang cukup banyak
(10-40). Jumlah komedo yang cukup banyak (10-40) juga ada. Kadang-
kadang disertai penyakit yang ringan pada badan.
c) Akne sedang berat (Moderately severe akne ): Jumlah papul dan pustul yang
sangat banyak ( 40-100), biasanya dengan banyak komedo (40-100) dan
kadang-kadang terdapat lesi nodular dalam yang besar dan terinflamasi
( mencapai 5). Area yang luas biasanya melibatkan wajah, dada, dan
punggung.
d) Akne sangat berat (Very severe akne ) : Akne nodulokistik dan akne
konglobata dengan lesi yang parah; banyak lesi nodular/pustular yan besar dan
nyeri bersama dengan banyak komdeon, papul, pustul, dan komedo yang lebih
kecil.
E. PENEGAKAN DIAGNOSIS
Diagnosis akne vulgaris dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisis, dan tes laboratorium.
Berdasarkan anamnesis, akne vulgaris biasanya terjadi pada saat pubertas, tetapi
gejala klinis yang muncul sangatlah bervariasi. Perempuan mungkin memperhatikan
bentuk yang berfluktuasi berdasarkan siklus mensturasinya. Akne fulminan merupakan
subtipe akne yang jarang dan terjadi pada berbagai manifestasi sistemik, termasuk
demam, arthralgia, myalgia, hepatosplenomegaly, dan lesi tulang osteolitik.
Pada pemeriksaan fisis akne non-inflamasi tampak sebagai komedo terbuka dan
tertutup. Lesi inflamasi dimulai dengan adanya mikrokomedo tetapi dapat berkembang
menjadi papul, pustul, nodul, atau kista. Kedua tipe lesi ditemukan pada area dengan
8
glandula sebacea yang banyak. Tes fungsi endokrin rutin tidak diindikasikan pada
sebagian besar pasien dengan akne. Pada pasien dengan akne dan terdapat bukti
hiperandrogenisme, evaluasi hormonal untuk testeteron bebas, dehidroepiandrostenedion
sulfat (DHEA-S), lutenizing hormone (LH), FSH dapat dilakukan. Tes mikrobiologi rutin
tidak perlu pada evaluasi dan dan penanganan pasien dengan akne. Jika lesi terpusat pada
peri oral dan area nasal dan tidak responsif terhadap penanganan akne konvensional, tes
kultur dan sensitivitas bakteri untuk mengevaluasi follikulitis gram-negatif dapat
dilakukan.
F. TERAPI
Terapi akne vulgaris terdiri atas terapi sistemik, topikal, fisik, operasi dan diet.
1. Terapi Sistemik
a. Antibiotik oral
Antibiotik oral diindikasikan untuk pasien dengan akne yang mansih
meradang. Antibiotik yang diberikan adalah Tetrasiklin (tetrasiklin,
doksisiklin,minosiklin) eritromisin, kotrimoksasole, dan klindamisin. Antibiotik ini
mengurangi peradangan akne dengan menghambat pertumbuhan dari acne.
Tetrasiklin generasi pertama (tetrasiklin, oksitetrasiklin, tetrasiklin klorida)
merupakan obat yang sering digunakan unutk akne.Obat ini digunakan sebagai
terapi lini pertama karena manfaat dan harganya yang murah, walaupun angka
kejadian resistensinya cukup tinggi. Dalam 6 minggu pengobatan menurunkan
reaksi peradangan 50% dan biasa diberikan dalam dosis 1 gram/hari (500mg
diberikan dalam 2 kali), setelah beberapa bulan dapat diturunkan 500 mg/hari.
Karena absorbsinya dihambat oleh makanan, maka obat ini diberika 1 jam sebelum
makan dengan air untuk absorbs yang optimal.
Alternatif lain, tetrasiklin generasi kedua (doksisiklin) diberikan 100mg-
200mg/ hari dan 50 mg/hari sebagai maintainance dose, (minosiklin) biasanya
diberikan 100mg/hari. Golongan obat ini lebih mahal akan tetapi larut lemak dan
diabsorbsi lebih baik di saluran pencernaan.
9
Eritromisin 1g/hari dapat diberikan sebagai regimen alternative. Obat ini
sama efektifnya dengan tetrasiklin, tapi menimbulkan resistensi yang tinggi
terhadap P.aknes dan sering dikaitkan dengan kegagalan terapi.
Klindamisin merupakan jenis obta yang sangat efektif, akan tetapi tidak baik
digunakan untuk jangka panjang karena dapat menimbulkan perimembranous
colitis. Kotrimoksasole (sulfometoksasol/trimetoprim, 160/800mg, dua kali sehari)
direkomendasikan untuk pasien dengan inadequate respon dengan antibiotik yang
lain dan untuk pasien dengan gram negative folikulitis.
b. Isotretionoin oral
Isotretinoin oral merupakan obat sebosupressive paling efektif dan diberikan
untuk akne yang berat. Seperti retinoid lainnya, isotretinoin mngurangi
komedogenesis, mengecilkan ukuran glandula sabaseus hingga 90% dengan
menurunkan proliferasi dari basal sebocyte, menekan produksi sebum invivo dan
menghambat diferensiasi termina sebocyte. Walaupun tidak berefek langsung
terhadap P.aknes, ini menghambat efek dari produksi sebum dan menurunkan
jumlah P.Aknes yang mengakibatkan inflamasi.
Masih terjadi perdebatan untuk dosis pemeberian (1gram/kgBB/hari atau
50mg/kgBB/hari), walaupun hasil yang ditunjukkan kedua dosis untuk pengobatan
jangka panjang adalah sama, tapi angka kejadian kambuh dan memerlukan
pengobatan ulang sering didapatkan pada dosis rendah yang diberikan untuk akn
yang berat.
Terapi awal yang diberikan 1gram/kgBB/hari untuk 3 bulan pertama, dan
diturunkan 0.5mg/kgBB/hari, jika memungkinkan dapat diberikan 0.2 untuk 3-9
bulan tambahan untuk mngoptimalkan hasil terapi.
Hasil terapi dari isotretinoin menunjukkan perbaikan yang lebih cepat untuk
lesi inflamasi dibandingkan dnegan komedo.Pustule menghilang lebih cepat
daripada papul atau nodul, dan lesi yang berlokasi di wajah, lengan atas, dan kaki
daripada di punggung dan badan.
10
c. Hormonal
Terapi hormonal diindikasikan pada wanita yang tidak mempunyai respon
terhadap terapi konvensional. Mekanisme kerja obat-obat hormonal ini secara
sistemik mengurangi kadar testosteron dan dehidroepiandrosterone, yang pada
akhirnya dapat mengurangi produksi sebum dan mengurangi terbentuknya komedo.
Ada tiga jenis terapi hormonal yang tersedia, yaitu: estrogen dengan prednisolon,
estrogen dengan cyproterone acetate(Diane, Dianette) dan spironolakton. Terapi
hormonal harus diberikan selama 6-12 bulan dan penderita harus melanjutkan terapi
topikal. Seperti halnya antibiotik, tingkat respon obat-obat hormonal juga lambat,
dalam bulan pertama terapi tidak didapatkan perubahan dan perubahan kadang-
kadang baru dapat terlihat pada bulan ke enam pemakaian. Terapi setelah itu akan
terlihat perubahan yang nyata. Perubahan yang dihasilkan pada penggunaan diane
hampir mirip dengan tetrasiklin 1 g/hari. Diane merupakan kombinasi antara 50 µg
ethinylestradiol dan 2 mg cyproterone acetate. Pada wanita usia tua (> 30 tahun)
dengan kontraindikasi relatif terhadap pil kontrasepsi yang mengandung estrogen,
salah satu terapi pilihan adalah dengan penggunaan spironolakton. Dosis efektif
yang diberikan antara 100-200 mg.
Anti androgen hormone dapat diberikan pada pasien perempuan dengan
target pilosabaseus unit dan menghambat produksi serum 12.5-65%. Jika keputusan
untuk hormonal terapi telah dibuat, ada berbagi macam pilihan disekitar androgen
reseptor blocker dan inhibitors of androgen synthesis pada ovarium dan glandula
adrenal.
2. Topikal
Penggunaan obat-obatan sebagai terapi topikal merupakan satu cara yang
banyak dipilih dalam mengatasi penyakit akne vulgaris. Tujuan diberikan terapi ini
adalah untuk mengurangi jumlah akne yang telah ada, mencegah terbentuknya spot
yang baru dan mencegah terbentuknya scar (bekas jerawat). Terapi topikal diberikan
untuk beberapa bulan atau tahun, tergantung dari tingkat keparahan akne. Obat-obatan
topikal tidak hanya dioleskan pada daerah yang terkena jerawat, tetapi juga pada daerah
disekitarnya.
11
Ada berbagai macam obat-obatan yang dipakai secara topikal, yaitu:
a. Retinoid topical.
Mekanisme kerja dari retinoid topical:
- Mengeluarkan komedo yang telah matur.
- Menghambat pembentukan dan jumlah dari mikrokomedo.
- Menghambat reaksi inflamasi.
- Menekan perkembangan mikrokomedo baru yang penting untuk maintenance
terapi.
b. Tretinoin
Tretinoin merupakan retinoid pertama yang diperkenalkan oleh Stuttgen dan
Beer.Mengurangi komedo secara signifikan dan juga lesi peradangan akne.Hal ini
ditunjukkan pada percobaan untuk 12 minggu menurunkan 32-81% untuk non-
inflamnatory lesi dan 17-71% untuk inflammatory lesi. Tretinoin tersedian dalam
galanic formulation: cream 0.025%, 0.1%, gel 0.01%, 0.025%) dan dalam solution
(0.05%). Formula topical gel ini mengandung polyoprepolymer-2, tretinoin
prenetration.
c. Isotretinoin
Isotretinoin tersedia dalam sediaan gel, mempunyai efikasi yang sama
dengan tretinoin, mereduksi komedo antara 48-78% dan inflammatory lesi antar 24
dan 55% setelah 12 minggu pengobatan.
d. Adapalene
Adapalene adalah generasi ketiga dari retinoid tersedia dalam gel, cream,
atau solution dalam konsentrasi 0.1%.dalam survey yang melibatkan 1000
pasienditunjukkan bahwa adapalen 0.1% gel mempunya efikasi yang sama dengan
tretinoin 0.025%.
e. Tazarotene
Disamping untuk psoriasis, tazarotene juga digunakan sebagai terapi untuk
akne, di US 0.5 dan 0.1% gel atau cream.
12
f. Antibiotik Topikal
Keguanaan paling penting dan mendasar dari antibiotik topical adalah
rendah iritasi, tapi kerugiannya adalah menambah obat-obat yang resisten terhadap
P.aknes dan S. Aureus.Untuk mengatasi masalah ini, klindamisin dan eritromisin
ditingkatkan konsentrasinya dari 1 menjadi 4% dan formulasi baru dengan zinc atau
kombinasi produk denganBPOs atau retinoid. 2,5,13
Antibiotika topikal banyak digunakan sebagai terapi akne. Mekanisme kerja
antibiotik topikal yang utama adalah sebagai antimikroba. Hal ini telah terbukti
pada efek klindamisin 1% dalam mengurangi jumlah P.aknes baik dipermukaan
atau dalam saluran kelenjar sebasea.Lebih efektif diberikan pada pustul dan lesi
papulopustular yang kecil. Eritromisin 3% dengan kombinasi benzoil peroksida 5%
tersedia dalam bentuk gel. Thomas dkk melakukan penelitian dengan
membandingkan eritromisin 1,5% dengan klindamisin 1% mendapatkan hasil yang
sama-sama efektif, duapertiga pasien mendapatkan respon yang sangat baik dalam
waktu 12 minggu, tetapi penggunaan eritromisin secara tunggal tidak
direkomendasikan karena dapat menyebabkan resistensi. Penggunaan eritromisin
kombinasi dengan benzoil peroksida lebih direkomendasikan.
Keefektifan antibiotik topikal pada akne terbatas karena mekanisme kerja
dalam mengeliminasi bakteri membutuhkan jangka waktu yang panjang. Bakteri
dapat timbul di mana-mana dan tidak secara langsung menyebabkan akne. Pada
keadaan di mana kelenjar sebasea memproduksi sebum berlebihan, pori-pori kulit
juga akan lebih mudah terbuka sehingga banyak bakteri yang akan masuk dan
berkembang. Adanya sel kulit mati juga bisa memperburuk keadaan. Bila kelenjar
sebasea tidak memproduksi sebum berlebihan, maka bakteri tidak mudah masuk ke
dalam kulit. Dengan kata lain, jumlah produksi sebum menjadi masalah utama
dalam akne. Antibiotik topikal kerjanya terbatas, karena tidak mengatasi masalah
dalam jumlah produksi sebum.
g. Asam Salisilat
Asam salisilat efek utamanya adalah keratolitik, meningkatkan konsentrasi
dari substansi lain, selain itu juga mempunyai efek bakteriostatik dan bakteriosidal.
13
h. Anti-androgen
Sejak diketahui bahwa akne merupakan salah satu penyakit yang
berhubungan dengan aktivitas hormon androgen, beberapa dermatologis dan
industri farmakologi mengembangkan anti androgen topikal sebagai salah satu
terapi akne yang tidak mempunyai efek sistemik. Studi yang dikembangkan adalah
tentang penggunaan topikal dari 17α-propylmesterolone, akan tetapi preparat ini
belum tersedia secara komersial.
3. Terapi Fisik
Selain terapi topikal dan terapi oral, terdapat beberapa terapi tambahan dengan
menggunakan alat ataupun agen fisik, diantaranya adalah:
a. Ekstraksi komedo
Pengangkatan komedo dengan menekan daerah sekitar lesi dengan
menggunakan alat ekstraktor dapat berguna dalam mengatasi akne. Secara teori,
pengangkatan closed comedos dapat mencegah pembentukan lesi inflamasi.
Dibutuhkan keterampilan dan kesabaran untuk mendapatkan hasil yang lebih baik.
b. Kortikosteroid Intralesi
Akne cysts dapat diterapi dengan triamsinolon intralesi atau krioterapi. Nodul-
nodul yang mengalami inflamasi menunjukkan perubahan yang baik Dalam kurun
waktu 48 jam setelah disuntikkan dengan steroid. Dosis yang biasa digunakan
adalah 2,5 mg/ml triamsinolon asetonid dan menggunakan syringe 1ml. Jumlah
total obat yang diinjeksikan pada lesi berkisar antara 0,025 sampai 0,1 ml dan
penyuntikan harus ditengah lesi. Penyuntikan yang terlalu dalam atau terlalu
superfisial akan menyebabkan atrofi.
Injeksi glukokortikoid dapat menurunkan secara drastic ukuran dari lesi
nodular.Injeksi 0.05-0.25 ml perlesi dari triamcinolone acetat dengan suspense (2.5-
10mg/ml) direkomendasikan sebagai anti inflamasi. Terapi jenis ini sangat
bermanfaat dibandingkan terapi lain untuk akne tipe nodular. Akan tetapi harus
diulang dalam 2-3 minggu.Manfaat utamanya adalah menghilangkan lesi nodular
tanpa insisi sehingga mengurangi pembentukan scar.
14
c. Liquid Nitrogen
Cara lain untuk terapi akne cysts adalah dengan mengaplikasikan nitrogen
cair selama 20 detik, aplikasi kedua diberikan 2 menit berikutnya. Terapi ini
bekerja dengan mendinginkan dinding fibrotik dari akne cysts sehingga akan terjadi
kerusakan pada dinding tersebut.
d. Radiasi Ultraviolet
Radiasi UV mempunyai efek untuk menghambat inflamasi dengan
menghambat aksi dari sitokin. Radiasi UVA dn UVB sebaiknya diberikan secara
bersama-sama untuk meningkatkan hasil yang ingin dicapai. Fototerapi dapat
diberikan dua kali seminggu.Radiasi ultraviolet alami (UVR) yang didapat dari
paparan matahari, 60% dapat digunakan sebagai terapi tambahan pada akne, tetapi
sekarang terapi ini tidak dianjurkan lagi.
4. Diet
Beberapa artikel menyarankan pengaturan diet untuk penderita akne vulgaris.
Implikasi dari penelitian tentang diet coklat, susu, dan makanan berlemak dan
hubungannya dengan akne masih diteliti. Hingga saat ini belum ada evidence base yang
mendukung bahwa eliminasi makanan akan berdampak pada akne, akan tetapi beberapa
pasien akan mengalami kemunculan akne setelah mengkonsumsi makanan tersebut.
G. PROGNOSIS
Umumnya prognosis penyakit baik. Akne vulgaris umumnya sembuh sebelum mencapai
usia 30-40an. Jarang terjadi akne vulgaris yang menetap sampai tua atau mencapai
gradasi sangat berat hingga perlu di rawat inap dirumah sakit.
15
BAB III
KESIMPULAN
Agne vulgaris atau jerawat adalah merupakan kelainan folikuler umum yang mengenai
folikel pilosebasea, folikel rambut yang rentan dan sering ditemukan di daerah muka,leher,serta
badan. Penyebab pasti timbulnya akne belum diketahui dengan jelas. Faktor-faktor yang
mempengaruhi terjadinya akne vulgaris antara lain :
1. Bakteria
2. Genetik
3. Ras
4. Hormon
5. Diet
6. Psikis
7. Iklim
8. Kosmetika
9. Trauma kulit berulang
10. Merokok
16
Terapi acne dimulai dari pembersihan wajah menggunakan sabun. Beberapa sabun sudah
mengandung antibakteri, misalnya triclosan yang menghambat kokus positif gram. Selain itu
juga banyak sabun mengandung benzoil peroksida atau asam salisilat.
Bahan topikal untuk pengobatan acne sangat beragam. Sulfur, sodium sulfasetamid, resorsinol,
dan asam salisilat, sering ditemukan sebagai obat bebas. Asam azalea dengan konsentrasi krim
20 persen atau gel 15 persen, memiliki efek antimikroba dan komedolitik, selain mengurangi
pigmentasi dengan berfungsi sebagai inhibitor kompetitif tirosinase. Benzoil peroksida
merupakan antimikroba kuat, tetapi bukan antibiotic, sehingga tidak menimbulkan resistensi.
Antibiotik topikal yang sering digunakan adalah klindamisin dan eritromisin. Keduanya dapat
digunakan dengan kombinasi bersama benzoil peroksida dan terbukti mengurangi resistensi.
Meskipun acne tidak mematikan, tetapi penyakit ini memiliki prevalensi yang tinggi pada usia
remaja. Acne disebabkan oleh multifaktor, karena itu penanganan acne sebaiknya dilakukan
secara menyeluruh dengan memperhatikan semua factor tersebut. Penanganan yang optimal akan
mencegah rekurensi dan sekuele.
17
DAFTAR PUSTAKA
1. Anonim. Acne Vulgaris. Cited on 02 June 2011. Available from:
http://bestpractice.bmj.com/bestpractice/monograph/101/diagnosis/criteria.html
2. Anonim. Acne Vulgaris. Cited on 22 September 2015. Available from: Guidelines of care
for acne vulgaris management. https://www.aad.org/file%20library/.../ guidelines - acne -
vulgaris .pdf
3. Djuanda,Adhi. 2007. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin ed kelima. Jakarta : Balai Penerbit
FKUI, 245-249
4. James WD, Berger TG, Elston DM. Acne. In : James W, Berger T, Elston DM, eds.
Andrews’ disease of the skin Clinical Dermatology 10th ed. Canada : El Sevier; 2000.
5. Siregar, Prof. Dr. R. S.SpKK(K). 2014. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit, Edisi 3.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
6. Tjekyan RMS. 2009. Kejadian dan faktor resiko akne vulgaris. Jakarta: Media Medika
Indonesiana
7. Widjaja ES. 2000. Rosasea dan akne vulgaris. Dalam: Marwali Harahap. Ilmu Penyakit
Kulit. Jakarta: Hipokrates.
8. Zaenglein AL, Graber EM, Thiboutot DM, Strauss JS. Acne Vulgaris and Acneiform
Eruptions. In: Wolff K, Goldsmith L, Katz S, Gilchrest B, Paller A, Leffell D, eds.
Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine 7th ed. New York: McGraw-Hill; 2007.
18