Laporan Porto Depresi

58
PORTOFOLIO KASUS KEJIWAAN EPISODE DEPRESI SEDANG Disusun oleh: dr. Frita Dwi Luhuria Dokter Internship Pembimbing: dr. Chadijah Adnan Pendamping: dr. Chadija Adnan

Transcript of Laporan Porto Depresi

PORTOFOLIO KASUS KEJIWAANEPISODE DEPRESI SEDANG

Disusun oleh:dr. Frita Dwi Luhuria Dokter Internship

Pembimbing:dr. Chadijah Adnan

Pendamping:dr. Chadija Adnan

PROGRAM INTERNSHIP DOKTER INDONESIARUMAH SAKIT UMUM DAERAH ARGA MAKMURBENGKULU UTARA2014KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat, dan hidayah-Nya laporan kasus ini dapat diselesaikan. Laporan ini disusun sebagai salah satu laporan portofolio dokter internship dibagian kasus kejiwaan.Penulis menyadari bahwa selesainya penulisan laporan ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak terutama kepada yang terhormat Bapak/Ibu pembimbing/ spesialis dan Ibu pendamping kami , penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya atas bimbingannya. Tak lupa pula penulis ucapkan terimakasih pada teman- teman dan seluruh pihak yang memberikan bantuan berupa ilmu, hasil diskusi kelompok, buku-buku referensi serta hal lainnya. Oleh karena itu penulis berdoa mudah-mudahan segala bantuan yang telah diberikan selama ini akan mendapatkan pahala yang berlipat ganda dari Allah SWT. Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik membangun agar dapat memberikan yang lebih baik di kemudian hari. Akhir kata, mudah-mudahan laporan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan.

Arga Makmur, 8 Maret 2014

Penulis

BAB IPENDAHULUAN

Depresi merupakan salah satu gangguan mood (mood disorder). Depresi sendiri adalah gangguan unipolar, yaitu gangguan yang mengacu pada satu kutub (arah) atau tunggal, yang terdapat perubahan pada kondisi emosional, perubahan dalam motivasi, perubahan dalam fungsi dan perilaku motorik, dan perubahan kognitif.Depresi merupakan gangguan mental yang sering terjadi di tengah masyarakat. Berawal dari stres yang tidak diatasi, maka seseorang bisa jatuh ke fase depresi. Penyakit ini kerap diabaikan karena dianggap bisa hilang sendiri tanpa pengobatan. Padahal, depresi yang tidak diterapi dengan baik bisa berakhir dengan bunuh diri.Depresi tersebar luas, tetapi jumlah dan rata-rata dari gejala fisik dan kognitif berhubungan dengan gangguan depresi mayor atau major depressive disorder (MDD) yang berarti banyak orang tidak menunjukkan gejala emosional. Satu dari tujuh orang akan menderita gangguan psikososial dari MDD, beberapa tidak terdiagnosis kecuali dengan kunjungan ke dokter yang berulang, dan tidak hanya dokter keluarga, psikiatri, dan klinisi kesehatan mental juga harus dapat mendiagnosis depresi. Tingginya prevalensi dari MDD dengan penyakit medis lainnya menunjukkan bahwa professional kesehatan dan dokter, ataupun internis atau onkologis atau ahli bedah atau kardiologis atau neurologis atau spesialis lainnya, juga harus mengenali dan memberikan tatalaksana depresi klinis pada pasien.

BAB IILAPORAN PEMERIKSAAN PSIKIATRIK

Seorang pasien perempuan usia 15 tahun diantar ibunya ke IGD RSUD Arga Makmur tanggal 28 Februari dengan keluhan pasien telah meminum obat dalam jumlah yang banyak 1 jam Sebelum masuk rumah sakit. Pasien diperiksa oleh dr. Suriadi dan dr. Internsip yang bertugas.

Identitas Pasien Nama:Nn. INo. Rekam Medis:090732Jenis Kelamin: Perempuan Usia:15 TahunPekerjaan/ Pendidikan:Murid SMPStatus Perkawinan :Belum Menikah Agama :IslamAlamat:Purwodadi, Arga MakmurWarga Negara: Indonesia

Status InternusKeadaan umum: SedangTekanan Darah: 100/60 mmHgNadi: Teraba kuat, tidak teratur, frekuensi 118x per menitSuhu: 36,5 0CNafas: Abdominotorakal, teratur,frekuensi 26x per menitTinggi Badan : 155cmBerat badan: 52 kgSistim respiratorik: Inspeksi : simetris kiri dan kanan statis dan dinamis Palpasi : fremitus kiri sama dengan kanan Perkusi : sonor kiri dan kanan Auskultasi : vesikuler, ronkhi/ wheezing tidak ada

Sistim kardiovaskular Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat Palpasi : iktus kordis teraba 1 jari medial linea midclavicularis sinistra ruang intercostals V, kuat angkat luas 1 jariPerkusi: batas-batas jantung kiri : 1 jari linea midclavikularis sinistra, kanan: linea sternalis dextra, atas : ruang intercostal II, bawah: ruang intercostal V Auskultas : irama tidak teratur, bising tidak ada

Sistim gastrointestinalInspeksi : perut tidak tampak membuncitPalpasi : hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan tidak ada, nyeri lepas tidak adaPerkusi : timpaniAuskultasi : bising usus positif normalSistem genitourinaria: Regio lumbal: Ballotement -/-Kelainan khusus: Tidak ada

Status NeurologikusI. Urat syaraf kepala (panca indra)Penglihatan, pendengaran, penciuman, pengecapan, dan perabaan baik.Gejala rangsangan selaput otak : kaku kuduk tidak ada.Gejala peningkatan tekanan intrakranial : muntah proyektil tidak ada, sakit kepala progresif tidak ada Mata : Gerakan : gerakan mata bebas ke segala arah, nistagmus(-) Persepsi : diplopia tidak ada Pupil : isokor, bulat Reaksi cahaya: + / + Reaksi kornea: + / + Pemeriksaan oftalmoskop : tidak dilakukanII. Motorik : Tonus: eutonus Turgor: baik Kekuatan: 555 555555 555 Koordinasi: baik Refleks : Fisiologis (patella) : ++ / ++ Patologis (Babinsky) : - / -III. Sensibilitas: halus dan kasar baikIV. Susunan saraf vegetatif: fungsi makan, tidur, bangun baikV. Fungsi fungsi luhur : aktivitas membaca, menulis, menggambar, memori dan bahasa tergangguVI. Kelainan khusus: Kaku: tidak ada Tremor: tidak ada Nasal stiffness: tidak ada Occulogirik crisis: tidak ada Tortikolis: tidak ada Lain lain: tidak ada

ALLOANAMNESISNama / umur: Ny. M (38 tahun)/ Nn. S (15 tahun)Alamat: Purwodadi/ Karang IndahPekerjaan: Pedagang/ Pelajar SMPPendidikan: Tamat SMAHubungan: Ibu Kandung/ Teman dekat pasien

1. Sebab Utama pasien dibawa ke Rumah SakitPasien telah meminum obat sekaligus dalam jumlah yang banyak2. Keluhan utama sekarangDada berdebar- debar, badan terasa lemas.

3. Riwayat perjalan penyakitPada pertengahan tahun 2012 orang tua pasien bercerai karena masalah ekonomi dan ketidakcocokan. Pada tahun 2013 akhir ibu pasien menikah lagi. Sekarang pasien tinggal bersama ibu, ayah tiri, dan adiknya. Pasien mulai menjadi anak yang tertutup. Pasien juga sering tidak masuk sekolah, tidak mengerjakan pekerjaan sekolah, mengurung diri dikamar tanpa berbuat apa-apa, marah- marah dan memberontak bila ditanyai serta sering sulit tidur. Tidak jarang juga pasien ngamuk-ngamuk dan mengatakan ingin mati saja karena tidak ada guna hidup lagi. Ibu pasien juga sering mendapat surat panggilan dari wali kelas karena pasien bertengkar dengan teman sekolahnya. Kejadian ini memuncak 1 minggu SMRS, pasien sering bertengkar karena teman- teman memperolok dirinya, mengatakan hal-hal buruk mengenai orangtua pasien dan ekonominya, hingga 1 hari SMRS pasien bertengkar hebat dengan temannya dan akhirnya ia mendapat surat panggilan orangtua untuk yang kesekian kalinya. Pasien pulang dari sekolah dengan wajah cemberut dan tidak lagi mau keluar kamar. Pasien menghubungi teman dekatnya 3 jam SMRS dan meminta tolong untuk dibelikan obat sesak nafas, akhirnya teman nya pun membelikan 1 strip obat sesak nafas yang berisi 4 tablet obat berwarna kuning. Setelah mendapatkan obat tersebut, pasien masuk kekamar dan mengirimkan sms kepada ibunya, isinya mengatakan bahwa ia lebih baik mati saja. Tak lama kemudian ibu pasien segera masuk kekamar dan menemukan pasien tergeletak lemas dengan mulut berbuih dan pasien langsung dibawa ke RSUD Arga Makmur.

4. Riwayat premorbid Bayi : lahir spontan, ditolong bidan, langsung menangis, tidak ada riwayat biru, kuning dan kejang. Anak : pertumbuhan dan perkembangan sesuai dengan usianya Remaja : pertumbuhan sesuai dengan usianya, bersikap tertutup5. Riwayat pekerjaan : -

6. Riwayat pendidikan a. SD: SD model Karang Suci, Arga Makmurb. SMP: SMP 1 RA. Kartini, Arga Makmur

7. Riwayat sosial ekonomiPasien merupakan anak pertama dari 2 bersaudara. Ibu pasien berjualan sayuran di pasar. Ayah tiri pasien seorang tukang becak. Pemasukan rerata perbulan Rp. 800 .000 perbulanPemasukan : Rp. 800.000 Pengeluaran : Rp. 800.000 Biaya hidup sehari-hari : Rp. 400.000 Uang Sekolah anak: Rp. 300.000 Biaya listrik: Rp. 100.000Sisa: Rp. 0Pasien, ibu, ayah tiri dan adik kandungnya tinggal di rumah milik sendiri, semi permanen, listrik ada, sumber air dari sumur, kendaraan bermotor ada. Penghasilan bulanan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

8. Riwayat Penyakit Keluarga + +

(Cerai Hidup)(Pasien) +

Tidak ada anggota keluarga pasien yang menderita gangguan jiwa.

IKHTISAR DAN KESIMPULAN PEMERIKSAAN PSIKIATRII. Keadaan umuma. Kesadaran/sensorium: kompos mentis/baik perhatian : adab. Sikap : kooperatif insiatif :kurangc. Tingkah laku motorik : hipoaktifd. Ekspresi fasial: miskine. verbalisasi dan cara bicara: dapat berbicara, cukup lancarf. kontak psikik: dapat dilakukan, cukup wajar, cukup lama.

II. Keadaan spesifikA. Keadaan alam perasaan1. Keadaan Afektif: hipotim2.Hidup Emosi: a. Stabilitas : labilb. pengendalian: kurang c. echt-unecht : echt d. einfuhlung: inadekuat e. dalam dangkal: dangkal f. skala diferensiasi: sempit g. arus emosi: lambat

B. Keadaan dan fungsi inteleka. daya ingat: baikb. daya konsentrasi: kurangc. orientasi(waktu, tempat, personal, situasi): tidak terganggu d. luas pengetahuan umum dan sekolah: sukar dinilaie. discrinimative insight: tidak tergangguf. dugaan taraf intelegensia: rata-rata normalg. discriminative judgement : tidak terganggu h. kemunduran intelek: tidak ada

C. Kelainan sensasi dan persepsia. ilusi: tidak adab. halusinasi:- akustik : Tidak ada- visual: Tidak ada- olfaktorik: Tidak ada - taktil: Tidak ada- gustatorik: Tidak adaD. Keadaan proses berfikir1. Kecepatan proses berfikir: lambat2. Mutu proses berfikira. jelas dan tajam : kurang jelas dan kurang tajamb. sirkumtansial: tidak adac. inkoherent: tidak adad. terhalang: tidak adae. terhambat: tidak adaf. meloncat-loncat: tidak adag. verbigerasi persevarative : tidak ada3. Isi pikirana. pola sentral: tidak adab. fobia: tidak adac. obsesi: tidak adad. delusi: tidak adae. kecurigaaan: tidak adaf. konfabulasi: tidak adag. rasa permusuhan/ dendam : tidak adah. perasaan inferior: adai. banyak/sedikit: sedikitj. perasaan berdosa: tidak adak. hipokondria: tidak adal. lain-lain: tidak ada

E. Kelainan dorongan instingtual dan perbuatana. Abulia: adab. Stupor: tidak adac. Raptus: tidak adad. Kegaduhan umum : tidak adae. Deviasi seksual : tidak adaf. Ekhopraksia: tidak adag. Vagabondage: tidak adah. Piromani: tidak adai. Mannarisme: tidak adaj. Lain-lain: tidak adaF. Anxietas yang terlihat overt: adaG. Hubungan dengan realita : tidak terganggu

RESUME MULTIPLE AXISAxis I. Sindroma KlinisPasien mulai menjadi anak yang tertutup, sering tidak masuk sekolah, tidak mengerjakan pekerjaan sekolah, mengurung diri dikamar tanpa berbuat apa-apa, marah- marah dan memberontak bila ditanyai serta sering sulit tidur., ngamuk-ngamuk dan mengatakan ingin mati saja karena tidak ada guna hidup lagi.Keadaan umum : komposmentis, kooperatif, hipoaktif, perhatian ada, inisiatif kurang, ekspresi fasial miskin, dapat berbicara, cukup lancar, kontak psikik dapat dilakukan, cukup wajar, cukup lama.Keadaan spesifik :a. Keadaan alam perasaan : hipotim, labil, pengendalian kurang, echt, inadekuat, dangkal, sempit, lambat.b. Keadaan dan fungsi intelek : daya ingat baik, daya konsentrasi kurang, orientasi tidak terganggu, luas pengetahuan umum dan sekolah sukar dinilai, discriminative insight tidak terganggu dan discriminative judgement tidak terganggu, kemunduran intelek tidak ada.c. Kelainan sensasi dan persepsi : tidak ada.d. Keadaan proses berfikir : lambat, kurang jelas dan kurang tajam, isi pikiran sedikit, kelainan dalam proses berfikir lainnya tidak ada.e. Kelainan dorongan instingtual dan perbuatan : tidak ada.f. Anxietas yang terlihat overt : ada, banyakg. Hubungan dengan realita : tidak terganggu

Axis II. Gangguan kepribadian dan retardasi mental Gangguan kepribadian : Tidak ada. Tanda-tanda retardasi mental : tidak ada.

Axis III. Kondisi Medis UmumTidak ada riwayat kejang, tidak ada riwayat trauma capitis, riwayat malaria tidak ada, tipus abdominalis tidak ada, serta penyakit lain yang memerlukan perawatan di rumah sakit tidak ada.

Axis IV. Stressor psikososial dan lingkungan Permasalahan mengenai kurangnya ekonomi keluarga Permasalahan perceraian orangtua Permasalahan mempunyai ayah tiri

Axis V. Penilaian fungsi secara global1. Hubungan sosial (mengunjungi teman, menghadiri undangan pernikahan, acara RT), tidak dapat dilakukan sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit.2. Pekerjaan sehari-hari (bertani, membersihkan rumah) tidak dapat dilakukan sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit.3. Mengisi waktu luang (rekreasi, membaca, menonton TV) tidak dapat dilakukan sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit.

DIAGNOSIS MULTIPEL AXISI. F32.1 Episode Depresif Sedang II. Tidak ada diagnosisIII. Tidak ada kelainan organikIV. Masalah berkaitan dengan primary support group dan ekonomi.V. GAF 70 -61DIAGNOSIS DIFFERENSIAL1. F32.8Episode depresif lainnya2. F32.9Episode depresif YTT3. F 41.2 Gangguan campuran anxietas dan depresi

TERAPI 02 3L/menit IVFD RL 20 ttpm Ranitidin inj 2x 1 amp Clobazam 1x 1 amp (k/p) Minum susu

ANJURAN TERAPI Amitriptilin 2 x 1 tablet @ 25 mg Psikoterapi individual dan kelompok Kontrol poliklinik

PROGNOSISKlinis : Dubia ad bonamFungsional : Dubia ad bonamSosial : Dubia ad bonam

BAB IIITINJAUAN PUSTAKA

A. Kelainan AfektifIstilah kelainan afektif mencakup penyakit-penyakit dengan gangguan afek (mood) sebagai gejala primer, sedangkan semua gejala lain bersifat sekunder. Afek bisa terus menerus depresi atau gembira (dalam mania) dan kedua episode ini bisa timbul pada orang yang sama, karena itu dinamai psikosis manik-depresif. Penyakit dengan hanya satu jenis serangan disebut unipolar, dan jika episode manik dan depresif keduanya ada disebut bipolar (Ingram dkk, 1993).Mood merupakan subjetivitas peresapan emosi yang dialami dan dapat dutarakan oleh pasien dan terpantau oleh orang lain; termasuk sebagai contoh adalah depresi, elasi dan marah. Kepustakaan lain, mengemukakan mood, merupakan perasaan, atau nada perasaan hati seseorang, khususnya yang dihayati secara batiniah (Ismail dkk, 2010).Pasien dalam keadaan mood terdepresi memperlihatkan kehilangan energi dan minat, merasa bersalah, sulit berkonsentrasi, hilangnya nafsu makan, berpikir mati atau bunuh diri. Tanda dan gejala lain termasuk perubahan dalam tingkat aktivitas, kemampuan kognitif, bicara dan fungsi vegetative (termasuk tidur, aktivitas seksual dan ritme biologik yang lain). Gangguan ini hampir selalu menghasilkan hendaya (handicap) interpersonal, sosial dan fungsi pekerjaan (Ismail dkk, 2010).Klasifikasi gangguan suasana perasaan (mood/afektif) menurut PPDGJ-III (Depkes RI,1993):F30Episode ManikF30.0HipomaniaF30.1Mania tanpa gejala psikotikF30.8Mania dengan gejala psikotikF30.9Episode Manik YTT

F31Gangguan Afektif BipolarF31.0Gangguan afektif bipolar, episode hipomanikF31.1Gangguan afektif bipolar, episode kini manik tanpa gejala psikotikF31.2Gangguan afektif bipolar, episode kini manik dengan gejala psikotikF31.3Gangguan afektif bipolar, episode kini depresif ringan atau sedang.30 Tanpa gejala somatik.31 Dengan gejala somatikF31.4Gangguan afektif bipolar, episode kini depresif berat tanpa gejala psikotikF31.5Gangguan afektif bipolar, episode kini depresif berat dengan gejala psikotikF31.6Gangguan afektif bipolar, episode kini campuranF31.7Gangguan afektif bipolar, episode kini dalam remisiF31.8Gangguan afektif bipolar lainnyaF31.9Gangguan afektif bipolar yttF32Episode DepresifF32.0Episode depresif ringan.00 Tanpa gejala somatik.01 Dengan gejala somatikF32.1Episode depresif sedang.10 Tanpa gejala somatik.11 Dengan gejala somatikF32.2Episode depresif berat tanpa gejala psikotikF32.3Episode depresif berat dengan gejala psikotikF32.8Episode depresif lainnyaF32.9Episode depresif YTTF33Gangguan Depresif BerulangF33.0Gangguan depresif berulang, episode kini ringan.00 Tanpa gejala somatik.01 Dengan gejala somatikF33.1Gangguan depresif berulang, episode kini sedang10 Tanpa gejala somatik.11 Dengan gejala somatikF33.2Gangguan depresif berulang, episode kini berat tanpa gejala psikotikF33.3Gangguan depresif berulang, episode kini berat dengan gejala psikotikF33.4Gangguan depresif berulang, kini dalam remisiF33.8Gangguan depresif berulang lainnyaF33.9Gangguan depresif berulang YTTF34Gangguan Suasana Perasaan (Mood/Afektif) MenetapF34.0SiklotimiaF34.1DistimiaF34.8Gangguan suasana perasaan (mood/afektif) menetap lainnyaF34.9Gangguan suasana perasaan (mood/afektif) menetap YTTF38Gangguan Suasana Perasaan (Mood/Afektif) LainnyaF38.0Gangguan suasana perasaan (mood/afektif) tunggal lainnya.00 Episode afektif campuranF38.1Gangguan suasana perasaan (mood/afektif) berulang lainnya.10 Gangguan depresif singkat berulangF38.8Gangguan suasana perasaan (mood/afektif) lainnya YDTF39Gangguan Suasana Perasaan (Mood/Afektif) YTT

B. DefinisiDepresi adalah gangguan psikiatri yang menonjolkan mood sebagai masalahnya, dengan berbagai gambaran klinis yakni gangguan episode depresif, gangguan distimik, gangguan depresif mayor dan gangguan depresif unipolar serta bipolar (Ingram dkk, 1993).Depresi merupakan satu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan dengan alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk perubahan pada pola tidur dan nafsu makan, psikomotor, konsentrasi, anhedonia, kelelahan, rasa putus asa dan tak berdaya, serta gagasan bunuh diri (Kaplan dkk, 1992).Jika gangguan depresif berjalan dalam waktu yang panjang (distimia) maka orang tersebut dikesankan sebagai pemurung, pemalas, menarik diri dari pergaulan, karena ia kehilangan minat hampir disemua aspek kehidupannya (Ingram dkk, 1993).

C. Angka KejadianGangguan depresi berat, paling sering terjadi, dengan prevalensi seumur hidup sekitar 15 persen. Perempuan dapat mencapai 25%. Sekitar 10% perawatan primer dan 15% dirawat di rumah sakit. Pada anak sekolah didapatkan prevalensi sekitar 2%. Pada usia remaja didapatkan prevalensi 5% dari komunitas memiliki gangguan depresif berat (Ismail dkk, 2010).

1. Jenis KelaminPerempuan 2x lipat lebih besar disbanding laki-laki. Diduga adanya perbedaan hormon, pengaruh melahirkan, perbedaan stresor psikososial antara laki-laki dan perempuan, dan model perilaku yang dipelajari tentang ketidakberdayaan (Ismail dkk, 2010).Pada pengamatan yang hampir universal, terdapat prevalensi gangguan depresif berat yang dua kali lebih besar ada wanita dibandingkan dengan laki-laki (Kaplan, 2010). Pada penelitian lain disebutkan bahwa wanita 2 hingga 3 kali lebih rentan terkena depresi dibandingkan laki-laki (Akhtar, 2007). Walaupun alasan adanya perbedaan tersebut tidak diketahui, alasan untuk perbedaan tersebut didalilkan sebagai keterlibatan dari perbedaan hormonal, efek kelahiran, perbedaan stressor psikososial dan model perilaku keputusasaan yang dipelajari (Kaplan, 2010). Pada penelitian yang dilakukan NIMH (2002) ditemukan bahwa prevalensi yang tinggi pada wanita dibandingkan pria kemungkinan dikarenakan adanya ketidakseimbangan regulasi hormon yang langsung mempengaruhi substansi otak yang mengatur emosi dan mood contohnya dapat dilihat pada situasi PMS (Pre Menstrual Syndrome). Untuk wanita yang telah menikah, depresi dapat diperparah dengan masalah keluarga dan pekerjaan, merawat anak dan orangtua lanjut usia, kekerasan dalam rumah tangga dan kemiskinan.

2. UsiaRata-rata usia sekitar 40 tahun-an. Hampir 50% onset diantara usia 20-50 tahun. Gangguan depresi berat dapat timbul pada masa anak atau lanjut usia. Data terkini menunjukkan gangguan depresi berat diusia kurang dari 20 tahun. Mungkin berhubungan dengan meningkatnya pengguna alkohol dan penyalahgunaan zat dalam kelompok usia tersebut (Ismail dkk, 2010).Pada umumnya, rata-rata usia onset untuk gangguan depresif berat adalah kira-kira 40 tahun, dimana 50% dari semua pasien mempunyai onset antara usia 20 dan 50 tahun. Gangguan depresif berat juga memiliki onset selama masa anak-anak atau pada lanjut usia. Beberapa data epidemiologis menyatakan bahwa insidensi gangguan depresif berat mungkin meningkat pada orang-orang yang berusia kurang dari 20 tahun (Kaplan, 2010). Pada penelitian lain yang dilakukan oleh Akhtar (2007) didapatkan bahwa tingkat prevalensi tertinggi terjadi pada kelompok usia 20-24 tahun (14,3%) dan yang terendah pada kelompok usia >75 tahun (4,3%), sementara data yang didapatkan dari NIMH (2002) menyebutkan bahwa tingkat depresi terbanyak ditemukan pada kelompok usia >18 tahun (10%).

3. Status PerkawinanPaling sering terjadi pada orang yang tidak mempunyai hubungan interpersonal yang erat atau pada mereka yang bercerai atau berpisah. Wanita yang tidak menikah memiliki kecenderungan lebih rendah untuk menderita depresi dibandingkan dengan wanita yang menikah namun hal ini berbanding terbalik untuk laki-laki (Ismail dkk, 2010).Pada umumnya, gangguan depresif berat terjadi paling sering pada orang yang tidak memiliki hubungan interpersonal yang erat, pasangan yang bercerai atau berpisah (Kaplan, 2010). Penelitian yang dilakukan oleh Akhtar (2007) memperlihatkan bahwa prevalensi tertinggi dari depresi didapatkan pada pasangan yang bercerai atau berpisah.

4. Faktor Sosioekonomi dan Budaya Tidak ditemukan korelasi antara status sosioekonomi dan gangguan depresi berat. Depresi lebih sering terjadi di daerah pedesaan disbanding daerah perkotaan (Ismail dkk, 2010).Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh National Academy on An Aging Society (2000) didapatkan data bahwa pada kelompok responden dengan pendapatan rendah ditemukan tingkat depresi yang cukup tinggi yaitu sebesar 51%. Pada penelitian Akhtar (2007) ditemukan tingkat depresi terendah pada kelompok pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) sebesar (9,1%) dan sebaliknya tingkat depresi yang tertinggi ditemukan pada responden dengan kelompok pendidikan yang lebih tinggi sebesar (13,4%). Walaupun hasil ini dapat menjadi indikasi adanya perbedaan tingkat depresi pada tingkat pendidikan, namun hal tersebut tidak memiliki korelasi positif dengan terjadinya gangguan depresif (Kaplan, 2010).

D. EtiologiEtiologi depresi terdiri dari:1. Faktor genetikDari penelitian keluarga didapatkan gangguan depresi mayor dan gangguan bipolar terkait erat dengan hubungan saudara; juga pada anak kembar, suatu bukti adanya kerentanan biologik, pada genetik keluarga tersebut. Data genetik dengan kuat menyatakan bahwa suatu faktor penting di dalam perkembangan gangguan mood adalah genetika. Tetapi, pola penurunan genetika adalah jelas melalui mekanisme yang kompleks. Bukan saja tidak mungkin untuk menyingkirkan efek psikososial, tetapi faktor non genetik kemungkinan memainkan peranan kausatif dalam perkembangan gangguan mood pada sekurangnya beberapa orang. Penelitian keluarga menemukan bahwa sanak saudara derajat pertama dari penderita gangguan depresif berat berkemungkinan 2 sampai 3 kali lebih besar daripada sanak saudara derajat pertama (Kaplan, 2010; Tomb, 2004).

2. Faktor BiokmiaSejumlah besar penelitian telah melaporkan berbagai kelainan di dalam metabolit amin biogenik yang mencakup neurotransmitter norepinefrin, serotonin dan dopamine (Gambar 2.1.4.1). Dalam penelitian lain juga disebutkan bahwa selain faktor neurotransmitter yang telah disebutkan di atas, ada beberapa penyebab lain yang dapat mencetuskan timbulnya depresi yaitu neurotransmitter asam amino khususnya GABA (Gamma-Aminobutyric Acid) dan peptida neuroaktif, regulasi neurendokrin dan neuroanatomis (Kaplan, 2010). Pada regulasi neuroendokrin, gangguan mood dapat disebabkan terutama oleh adanya kelainan pada sumbu adrenal, tiroid dan hormon pertumbuhan. Selain itu kelainan lain yang telah digambarkan pada pasien dengan gangguan mood adalah penurunan sekresi nocturnal melantonin, penurunan pelepasan prolaktin terhadap pemberian tryptophan, penurunan kadar dasar FSH (Follicle Stimullating Hormon) dan LH (Luteinizing Hormon), dan penurunan kadar testosteron pada laki-laki (Trisdale, 2003).

Gambar 2.1 Mekanisme terjadinya depresi dengan etiologi neurotransmitterAda dua hipotesis terjadinya depresi secara biokimia, yaitu:a. Hipotesis KatekolaminBeberapa penyakit depresi berhubungan dengan defisiensi katekolamin pada reseptor otak. Reserpin yang menekan amina otak diketahui kadang-kadang menimbulkan depresi lambat (Ingram dkk, 1993).Disamping itu, MHPG (Metabolit primer noradrenalin otak) menurun dalam urin pasien depresi sewaktu mereka mengalami episode depresi dan meningkat di saat mereka gembira (Ingram dkk, 1993).

b. Hipotesis IndolaminHipotesis indolamin membuat pernyataan serupa untuk 5-hidroxitriptamin (5 HT). metabolit utamnya asam 5-hidroksi indolasetat (5HIAA) menurun dalam LCS pasien depresi, dan 5 HIAA rendah pada otak pasien yang bunuh diri. L-Triptofan, yang mempunyai efek antidepresi meningkatkan 5HT otak (Ingram dkk, 1993).

3. Faktor HormonKelainan depresi mayor dihubungkan dengan hipersekresi kortisol dan kegagalan menekan sekresi kortisol sesudah pemberian dexametason. Pasien depresi resisten terhadap penekanan dexametason dan hasil abnormal ini didapatkan pada sekitar 50% pasien, terutama pada pasien dengan depresi bipolar, waham dan ada riwayat penyakit ini dalam keluarga (Ingram dkk, 1993).Wanita dua kali lebih sering dihubungkan dengan pruerperium atau menopause. Bunuh diri dan saat masuk rumah sakit biasanya sebelum menstruasi. Selama penyakit afektif berlangsung sering timbul amenore. Hal ini menggambarkan bahwa gangguan endokrin mungkin merupakan faktor penting dalam menentukan etiologi (Ingram dkk, 1993).

4. Faktor Kepribadian PremorbidPersonalitas siklotimik menjadi sasaran gangguan afek ringan selama hidupnya, keadaan ini tidak berhubungan dengan penyebab eksterna. Kepribadian depresi ditunjukkan dengan perilaku murung, pesimis dan kurang bersemangat. Personalitas hipomania berperilaku lebih riang, energetik dan lebih ramah dari rata-rata (Ismail dkk, 2010).Mereka dengan rasa percaya diri rendah, senantiasa melihat dirinya dan dunia luar dengan penilaian pesimistik. Jika mereka mengalami stres besar, mereka cenderung akan mengalami depresi. Para psikolog menyatakan bahwa mereka yang mengalami gangguan depresif mempunyai riwayat pembelajaran depresi dalam pertumbuhan perkembangan dirinya. Mereka belajar seperti model yang mereka tiru dalam keluarga, ketika menghadapi masalah psikologik maka respon mereka meniru perasaan, pikiran dan perilaku gangguan depresif. Orang belajar dengan proses adaptif dan maladaptif ketika menghadapi stres kehidupan dalam kehidupannya di keluarga, sekolah, sosial dan lingkungan kerjanya. Faktor lingkungan mempengaruhi perkembangan psikologik dan usaha seseorang mengatasi masalah. Faktor pembelajaran sosial juga menerangkan kepada kita mengapa masalah psikologik kejadiannya lebih sering muncul pada anggota keluarga dari generasi ke generasi. Jika anak dibesarkan dalam suasana pesimistik, dimana dorongan untuk keberhasilan jarang atau tidak biasa, maka anak itu akan tumbuh dan berkembang dengan kerentanan tinggi terhadap gangguan depresif (Ismail dkk, 2010).

5. Faktor LingkunganEnam bulan sebelum depresi, pasien depresi mengalami lebih banyak peristiwa dalam hidupnya. Mereka merasa kejadian ini tidak memuaskan dan mereka keluar dari lingkungan social. 80% serangan pertama depresi didahului oleh stress, tetapi angka ini akan jatuh menjadi hanya 50% pada serangan berikutnya. Pasien depresi diketahui juga lebih sering pada anak yang kehilangan orang tua di masa kanak-kanak dibandingkan dengan populasi lainnya (Ingram dkk, 1993).Menurut Freud, kehilangan obyek cinta, seperti orang yang dicintai, pekerjaan tempatnya berdedikasi, hubungan relasi, harta, sakit terminal, sakit kronis dan krisis dalam keluarga merupakan pemicu episode gangguan depresif. Seringkali kombinasi faktor biologik, psikologik dan lingkungan merupakan campuran yang membuat gangguan depresif muncul (Ismail dkk, 2010).Satu pengamatan klinis yang telah lama direplikasi adalah bahwa peristiwa kehidupan yang menyebabkan stress lebih sering mendahului episode pertama gangguan mood daripada episode selanjutnya (Kaplan, 2010; Slotten, 2004). Satu teori yang diajukan untuk menjelaskan pengamatan tersebut adalah bahwa stress yang menyertai episode pertama menyebabkan perubahan biologi otak yang bertahan lama. Perubahan yang bertahan lama tersebut dapat meyebabkan perubahan keadaan fungsional berbagai neurotransmitter dan sistem pemberi sinyal intraneuronal. Hasil akhir dari perubahan tersebut akan menyebabkan seseorang berada pada resiko yang lebih tinggi untuk menderita episode gangguan mood selanjutnya, bahkan tanpa adanya stresor external (Kaplan, 2010).

E. Klasifikasi1. Episode DepresifPada semua tiga variasi dari episode depresif khas yang tercantum di bawah ini: ringan, sedang dan berat, individu biasanya menderita suasana perasaan (mood) yang depresif, kehilangan minat dan kegembiraan, dan berkurangnya energy yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah dan berkurangnya aktivitas. Biasanya ada rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja. Gejala lazim lainnya adalah (Depkes RI, 1993):a. Konsentrasi dan perhatian berkurangb. Harga diri dan kepercayaan diri berkurangc. Gagasan tentang perasaan bersalah dan tidak berguna (bahkan pada episode tipe ringan sekalipun)d. Pandangan masa depan yang suram dan pesimistise. Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh dirif. Tidur terganggug. Nafsu makan berkurang

Suasana perasaan (mood) yang menurun itu berubah sedikit dari hari ke hari, dan sering kali tak terpengaruh oleh keadaan sekitarnya, namun dapat memperlihatkan variasi diurnal yang khas seiring berlalunya waktu. Sebagaimana pada episode manik, gambaran klinisnya juga menunjukkan variasi individual yang mencolok, dan gambaran tak khas adalah lumrah, terutama di masa remaja. Pada beberapa kasus, anxietas, kegelisahan dan agitasi motorik mungkin pada waktu-waktu tertentu lebih menonjol daripada depresinya, dan perubahan suasana perasaan (mood) mungkin juga terselubung oleh ciri tambahan seperti iritabilitas, minum alkohol berlebih, perilaku histrionik, dan eksaserbasi gejala fobik atau obsesif yang sudah ada sebelumnya, atau oleh preokupasi hipokondrik. Untuk episode depresif dari ketiga-tiganya tingkat keparahan, biasanya diperlukan masa sekurang-kurangnya 2 minggu untuk penegakkan diagnosis, akan tetapi periode lebih pendek dapat dibenarkan jika gejala luar biasa beratnya dan berlangsung cepat (Depkes RI, 1993).Beberapa di antara gejala tersebut di atas mungkin mencolok dan memperkembangkan cirri khas yang dipandang secara luas mempunyai makna klinis khusus. Contoh paling khas dari gejala somatik ialah kehilangan minat atau kesenangan pada kegiatan yang biasanya dapat dinikmati, tiadanya reaksi emosional terhadap lingkungan atau peristiwa yang biasanya menyenangkan, bangun pagi lebih awal 2 jam atau lebih daripada biasanya, depresi yang lebih parah pada pagi hari, bukti objektif dari retardasi atau agitasi psikomotor yang nyata (disebutkan atau dilaporkan oleh orang lain), kehilangan nafsu makan secara mencolok, penurunan berat badan (sering ditentukan sebagai 5% atau lebih dari berat badan bulan terakhir), kehilangan libido secara mencolok. Biasanya, sindrom somatik ini hanya dianggapp ada apabila sekitar empat dari gejala itu pasti dijumpai (Depkes RI, 1993).

F32.0Episode depresif ringanSuasana perasaan mood yang depresif, kehilangan minat dan kesenangan, dan mudah menjadi lelah biasanya dipandang sebagai gejala depresi yang paling khas; sekurang-kurangnya dua dari ini, ditambah sekurang-kurangnya dua gejala lazim di atas harus ada untuk menegakkan diagnosis pasti. Tidak boleh ada gejala yang berat di antaranya. Lamanya seluruh episode berlansung ialah sekurang-kurangnya sekitar 2 minggu (Depkes RI, 1993).Individu yang mengalami episode depresif ringan biasanya resah tentang gejalanya dan agak sukar baginya untuk meneruskan pekerjaan biasa dan kegiatan social, namun mungkin ia tidak akan berhenti berfungsi sama sekali (Depkes RI, 1993).

F32.1Episode depresif sedangSekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala yang paling khas yang ditentukan untuk episode depresif ringan, ditambah sekurang-kurangnya tiga (dan sebaiknya empat) gejala lainnya. Beberapa gejala mungkin tampil amat menyolok, namun ini tidak esensial apabila secara keseluruhan ada cukup banyak variasi gejalanya. Lamanya seluruh episode berlangsung minimal sekitar 2 minggu (Depkes RI, 1993).Individu dengan episode depresif taraf; sedang biasanya menghadapi kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan dan urusan rumah tangga (Depkes RI, 1993).

F32.2Episode depresif berat tanpa gejala psikotikPada episode depresif berat, penderita biasanya menunjukkan ketegangan atau kegelisahan yang amat nyata, kecuali apabila retardasi merupakan ciri terkemuka. Kehilangan harga diri dan perasaan dirinya tak berguna mungkin mencolok, dan bunuh diri merupakan bahaya nyata terutama pada beberapa kasus berat. Anggapan di sini ialah bahwa sindrom somatik hampir selalu ada pada episode dpresif berat.Semua tiga gejala khas yang ditentukan untuk episode depresif ringan dan sedang harus ada, ditambah sekurang-kurangnya empat gejala lainnya, dan beberapa diantaranya harus berintensitas berat. Namun, apabila gejala penting (misalnya agitasi atau retardasi) menyolok, maka pasien mungkin tidak mau atau tidak mampu utnuk melaporkan banyak gejalanya secara terinci. Dalam hal demikian, penentuan menyeluruh dalam subkategori episode berat masih dapat dibenarkan. Episode depresif biasanya seharusnya berlangsung sekurang-kurangnya 2 minggu, akan tetapi jika gejala amat berat dan beronset sangat cepat, maka mungkin dibenarkan untuk menegakkan diagnosis dalam waktu kurang dari 2 minggu.Selama episode depresif berat, sangat tidak mungkin penderita akan mampu meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan atau urusan rumah tangga, kecuali pada taraf yang sangat terbatas.Kategori ini hendaknya digunakan hanya untuk episode depresif berat tunggal tanpa gejala psikotik; untuk episode selanjutnya, harus digunakan subkategori dari gangguan depresif berulang.

F32.3Episode depresif berat dengan gejala psikotikEpisode depresif berat yang memenuhi kriteria menurut F32.2 terssebut di atas, disertai waham, halusinasi atau stupor depresif. Wahamnya biasanya melibatkan ide tentang dosa, kemiskinan atau malapetaka yang mengancam, dan pasien dapat merasa bertanggung jawab atas hal itu. Halusinasi auditorik atau olfaktorik biasanya berupa suara yang menghina atau menuduh atau bau kotoran atau daging membusuk. Retardasi psikomotor yang berat dapat menuju pada stupor. Jika diperlukan, waham atau halusinasi dapat ditentukan sebagai serasi atau tidak serasi dengan suasana perasaan (mood). Diagnosis banding. Stupor depresif perlu dibedakan dari skizofrenia katatonik, stupor disosiatif, dan bentuk stupor organik lainnya. Kategori ini hendaknya hanya digunakan untuk episode depresif berat tunggal dengan gejala psikotik; untuk episode selanjutnya harus digunakan subkategori gangguan depresif berulang.

F32.8Episode depresif lainnyaEpisode yang termasuk di sini adalah yang tidak sesuai dengan gambaran yang diberikan untuk episode deprresif pada F32.0-F32.3, meskipun kesan diagnostik menyeluruh menunjukkan sifatnya sebagai depresi. Contohnya termasuk campuran gejala depresif (khususnya jenis somatik) yang berfluktuasi dengan gejala non diagnostik seperti ketegangan, keresahan dan penderitaan; dan campuran gejala depresif somatik dengan nyeri atau keletihan menetap yang bukan akibat penyebab organik (seperti yang kadang-kadang terlihat pada pelayanan rumah sakit umum).

F32.9Episode depresif YTT

F33 Gangguan Depresif BerulangGangguan ini tersifat dengan episode berulang dari depresi sebagaimana dijabarkan dalam episode depresif ringan, sedang, atau berat, tanpa riwayat adanya episode tersendiri dari peninggian suasana perasaan dan hiperaktivitas yang memenuhi kriteria mania dan hiperaktivitas ringan yang memenuhi kriteria hipomania segera sesudah suatu episode depresif (kadang-kadang tampaknya dicetuskan oleh tindakan pengobatan depresi). Usia dari onset, keparahan, lamanya berlangsung, dan frekuensi episode dari depresi, semuany sangat bervariasi. Umumnya episode pertama terjadi pada usia lebih tua dibanding dengangangguan bipolar, dengan usia onset rata-rata lima puluhan. Episode masing-masing juga lamanya antara 3 dan 12 bulan (rata-rata lamanya sekitar 6 bulan) akan tetapi frekuensinya lebih jarang. Pemulihan keadaaan biasanya sempurna di antara episode, namun sebagian kecil pasien mungkin mendapat depresi yang akhirnya menetap, terutama pada usia lanjut (untuk keadaan ini, kategori ini harus tetap digunakan). Episode masing-masing dalam berbagai tingkat keparahan, seringkali dicetuskan oleh peristiwa kehidupan yang penuh sters; dalam berbagai budaya, baik episode tersendiri maupun depresi menetap dua kali lebih banyak pada wanita daripada pria.Bagaimanapun seringnya seseorang pasien gangguan depresif berulang mengalami episode depresif sebagai penderitaan, tidak mustahil baginya akan mengalami episode manik. Jika ternyata terjadi episode manik, maka diagnosisnya harus diubahmenjadi gangguan afektif bipolar.F. Gambaran KlinikEpisode depresi. Mood terdepresi, kehilangan minat dan berkurangnya energy adalah gejala utama dari depresi. Pasien mungkin mengatakan perasaannya sedih, tidak mempunyai harapan, dicampakkan, atau tidak berharga. Emosi pada mood depresi kualitasnya berbeda dengan emosi duka cita atau kesedihan yang normal (Ingram dkk, 1993).Pasien dalam keadaan mood terdepresi memperlihatkan kehilangan energi dan minat, merasa bersalah, sulit berkonsentrasi, hilangnya nafsu makan, berpikir mati atau bunuh diri. Tanda dan gejala lain termasuk perubahan dalam tingkat aktivitas, kemampuan kognitif, bicara dan fungsi vegetative (termasuk tidur, aktivitas seksual dan ritme biologik yang lain). Gangguan ini hampir selalu menghasilkan hendaya interpersonal, sosial dan fungsi pekerjaan (Ismail dkk, 2010).Adapun gambaran klinik dari pasien depresi ini antara lain (Ingram dkk, 1993):1. Adanya gejala psikologis berupa penurunan vitalitas umum, yang mungkin dinyatakan pasien sebagai suatu kehilangan dan sedih. Biasanya dia menarik diri dari kehidupan sosialnya. Segala sesuatu kelihatannya tanpa harapan, selalu murung, ansietas mungkin ada atau pasien mungkin mencoba untuk menyembunyikan keluhannya (depresi senyum).2. Variasi diurnal, dimana semua gejala cenderung memburuk pada dini hari dan membaik di siang hari.3. Bunuh diri, dapat menjadi tanda awal penyakit. Kemungkinan bunuh diri sulit diduga sebelumnya, tetapi selalu harus diperhitungkan. Pikiran bunuh diri seharusnya selalu ditanyakan dan jika ada harus dianggap serius. Penderita depresi jarang membunuh keluarganya, tetapi kalau terjadi biasanya karena dia merasa harus menyelamatkan keluarganya dari kehidupan yang sengsara.4. Retardasi atau perlambatan berpikir biasa ditemukan dan dicerminkan dalam pembicaraan serta pergerakannya. Ada kemiskinan pikiran dan kesulitan berkonsentrasi. Pada kasus lain agitasi mungkin menjadi gejala dominan, disertai dengan adanya kegelisahan motorik yang nyata.5. Perasaan bersalah sering ditemukan disertai mengomeli diri sendiri dan turunnya penilaian diri. Dalam kasus berat, bisa timbul waham dimana penyakit yang dideritanya merupakan suatu hukuman untuk dosanya di masa lampau, baik itu dosa yang dikhayalkannya maupun kesalahan yang memang benar-benar pernah ia lakukan. Pasien juga bisa merasa bahwa dia dipandang rendah dan dituduh bejad oleh orang lain. Kemungkinan ada keasyikan sendiri, hipokondriasis dan waham hipokondria. Mungkin juga ada waham kemiskinan atau waham nihilistik.6. Halusinasi jarang ditemukan, tetapi dapat timbul pada kasus berat.7. Depersonalisasi dan derealisasi tidak jarang terjadi. Pasien menyatakan bahwa dia kehilangan perasaan dan mempunyai sensasi asing. Dia merasa tidak nyata dan baginya benda-benda terlihat tidak nyata. 8. Pikiran dan tindakan berisi perasaan bersalah atau menyalahkan diri sendiri mungkin ditemukan.9. Insomnia sering ditemukan. Gejala khasnya pasien mula-mula bangun dini hari, kemudian semakin lama semakin pagi dan bahkan akhirnya dapat menjadi insomnia total.10. Anoreksia, konstipasi, gangguan pencernaan, penurunan berat badan, amenore dan kehilangan libido biasa ditemukan. Mungkin terjadi kelelahan dan letargi, atau tanda autonom ansietas.Pikiran untuk melakukan bunuh diri dapat timbul pada sekitar dua pertiga pasien depresi, dan 10-15% melakukan bunuh diri. Mereka yang dirawat dirumah sakit dengan percobaan bunuh diri dan ide bunuh diri mempunyai umur hidup lebih panjang disbanding yang tidak dirawat. Beberapa pasien depresi terkadang tidak menyadari ia mengalami depresi dan tidak mengeluh tentang gangguan mood meskipun mereka menarik diri dari keluarga, teman dan aktifitas yang sebelumnya menarik bagi dirinya. Hampir semua pasien depresi (97%) mengeluh tentang penurunan energi dimana mereka mengalami kesulitan menyelesikan tugas, mengalami kendala disekolah dan pekerjaan, dan menurunnya motivasi untuk terlibat dalam kegiatan baru. Sekitar 80% pasien mengeluh masalah tidur, khusunya terjaga dini hari (terminal insomnia) dan sering terbangun dimalam hari karena memikirkan masalh yang dihadapi. Kebanyakan pasien menunjukkan peningkatan atau penurunan nafsu makan, demikian pula dengan bertambah dan menurunnya berat badan serta mengalami tidur lebih lama dari yang biasa (Depkes RI, 1993).

G. DiagnosisKonsep gangguan jiwa yang terdapat dalam PPDGJ III ini merujuk kepada DSM-IV dan konsep disability berasal dari The ICD-10 Classification of Mental and Behavioral Disorders. Menurut PPDGJ (2003), gangguan afektif berupa depresi dapat terbagi menjadi episode depresif dan episode depresif berulang, dimana episode depresif sendiri terbagi menjadi episode depresif ringan, sedang, dan berat. Sedangkan untuk episode berulang terbagi menjadi episode berulang episode kini ringan, episode kini sedang, episode kini berat tanpa gejala psikotik, episode kini berat dengan gejala psikotik dan episode kini dalam remisi.DSM-IV mendefinisikan sejumlah gangguan psikiatrik yang dapat diidentifikasi (meskipun ada kemungkinan tumpang tindih) dan berisi kriteria diagnostik yang spesifik untuk setiap diagnosis. Diagnosis dibuat berdasarkan kenyataan dari riwayat pasien yang khas dan tampilan klinis yang cocok dan memenuhi sejumlah kriteria diagnostik yang ditentukan (suatu diagnostik politetik, tidak perlu seluruh kriteria dipenuhi untuk membuat diagnosa).DSM-IV telah memperbaiki reabilitas diagnosis (kemungkinan orang yang berbeda akan membuat diagnosis yang sama pada pasien yang sama), tetapi hanya mempunyai dampak yang sederhana terhadap validitas. Hal ini boleh jadi karena DSM-IV telah memecah kondisi psikiatrik menjadi terlalu banyak bagian-bagian dan setiap bagian tidak mewakili suatu kondisi yang sah. Walaupun DSM-IV dapat dipergunakan lintas kultural, penggunaannya pada situasi tertentu memerlukan kehati-hatian dalam menginterpretasikan gejala-gejala.Di samping kriteria yang ditentukan secara operasional, DSM-IV juga menggunakan sistem klasifikasi multiaksial untuk menangkap informasi penting lainnya, yaitu:1. Aksis I: Gangguan-gangguan klinis yang digambarkan di atas.2. Aksis II: Gangguan-gangguan kepribadian atau retardasi mental3. Aksis III: Gangguan-gangguan fisik yang berhubungan dengan gangguan mental4. Aksis IV: Daftar masalah psikososial dan lingkungan, biasanya selama setahun sebelumnya, tetapi tidak selalu demikian, seperti tidak punya pekerjaan, perceraian, problem keuangan, korban penelantaran anak dan lain-lain.

DSM-IV telah menyusun gangguan mood tambahan baik di dalam badan teks dan didalam appendiks. Gangguan-gangguan tersebut adalah sindrom yang berhubungan dengan depresi, berupa gangguan depresif ringan (minor depressive diorder), gangguan depresif singkat rekuren, dan gangguan disforik pramenstruasi. Pada gangguan depresif ringan keparahan gejala tidak mencapai keparahan yang diperlukan untuk diagnosis gangguan depresif berat. Pada gangguan depresif singkat rekuren gejala episode depresif memang mencapai keparahan gejala yang diperlukan untuk diagnosis gangguan depresif berat tetapi hanya untuk waktu singkat, dengan lama waktu yang tidak memenuhi kriteria diagnostik untuk gangguan depresif berat. DSM-IV menuliskan kriteria diagnostik untuk gangguan depresif berat secara terpisah dari kriteria diagnostik untuk diagnosis berhubungan dengan depresi, dan juga menuliskan deskriptor keparahan untuk episode depresif berat. a. Depresif Berat dengan Ciri PsikotikAdanya ciri psikotik pada gangguan depresif berat mencerminkan penyakit yang parah dan merupakan indikator prognostik yang buruk.b. Depresif Berat dengan Ciri MelankolikKepentingan yang potensial untuk mengenali ciri melankolik dari gangguan depresif berat adalah untuk mengidentifikasi suatu kelompok pasien yang dinyatakan oleh beberapa data adalah lebih responsive terhadap terapi farmakologi daripada pasien nonmelankolik.c. Depresif Berat dengan Ciri AtipikalDiperkenalkannya tipe depresi dengan ciri atipikal yang didefinisikan secara resmi adaah sebagai respons terhadap penelitian dan data klinis yang menyatakan bahwa pasien atipikal memiliki karakteristik yang spesifik dan dapat diramalkan. Ciri atipikal klasik adalah makan berlebihan dan tidur berlebihan.

H. Diferensial DiagnosisAnamnesa dan pemeriksaan fisik yang tidak cermat dan teliti pada penderita depresi, dapat menyebabkan kesalahan diagnostik sehingga menyebabkan terapi yang inadekuat untuk pasien. Berdasarkan kepustakaan, ada beberapa kondisi yang harus benar-benar diperhatikan sebagai diagnosa banding dari depresi (Kaplan, 2010), diantaranya adalah:1. Remaja yang terdepresi harus diuji untuk mononucleosis,2. Pasien yang terdapat kelebihan berat badan atau kekurangan berat badan harus diuji untuk disfungsi adrenal dan tiroid,3. Homoseksual, biseksual dan pengguna zat aditif harus diuji untuk sindrom imunodefisiensi sindrom (AIDS),4. Pasien lanjut usia harus diuji untuk pneumonia virus dan kondisi medis lainnya,5. Penyakit Parkinson adalah masalah neurologis yang paling umum bermanifestasi sebagai gejala depresif, I. TerapiPengobatan pasien dengan gangguan mood harus diamanahkan pada sejumlah tujuan. Pertama, keamanan pasien harus terjamin. Kedua, pemeriksaan diagnostik yang lengkap pada pasien harus dilakukan. Ketiga, suatu rencana pengobatan harus dimulai yang menjawab bukan hanya gejala sementara tetapi juga kesehatan pasien selanjutnya (Kaplan, 2010). Dokter harus mengintegrasikan farmakoterapi dengan intervensi psikoterapeutik. Jika dokter memandang gangguan mood pada dasarnya berkembang dari masalah psikodinamika, ambivalensi mengenai kegunaan obat dapat menyebabkan respons yang buruk, ketidakpatuhan, dan kemungkinan dosis yang tidak adekuat untuk jangka waktu yang singkat. Sebaliknya, jika dokter mengabaikan kebutuhan psikososial pasien, hasil dari farmakoterapi mungkin terganggu (NIMH, 2002).

1. Terapi FarmakologisAntidepresan yang tersedia sekarang cukup bervariasi di dalam efek farmakologisnya. Variasi tersebut merupakan dasar untuk pengamatan bahwa pasien individual mungkin berespons terhadap antidepresan lainnya. Variasi tersebut juga merupakan dasar untuk membedakan efek samping yang terlihat pada antidepresan (Kaplan, 2010). Pembedaan yang paling dasar diantara antidepresan adalah pada proses farmakologis yang terjadi, dimana ada antidepresan yang memiliki efek farmakodinamika jangka pendek utamanya pada tempat ambilan kembali (reuptake sites) atau pada tingkat inhibisi enzim monoamine oksidasi. bekerja untuk menormalkan neurotransmitter yang abnormal di otak khususnya epinefrin dan norepinefrin. Antidepresan lain bekerja pada dopamin. Hal ini sesuai dengan etiologi dari depresi yang kemungkinan diakibatkan dari abnormalitas dari sistem neurotransmitter di otak (NIMH, 2002). Obat antidepresan yang akan dibahas adalah antidepresi generasi pertama (Trisiklik dan MAOIs), antidepresi golongan kedua (SSRIs) dan antidepresi golongan ketiga (SRNIs) (Arozal, 2007). a. TrisiklikTrisiklik merupakan antidepresan yang paling umum digunakan sebagai pengobatan lini pertama untuk gangguan depresif berat (Kaplan, 2010). Golongan trisiklik ini dapat dibagi menjadi beberapa golongan, yaitu trisiklik primer, tetrasiklik amin sekunder (nortriptyline, desipramine) dan tetrasiklik tersier (imipramine, amitriptlyne). Dari ketiga golongan obat tersebut, yang paling sering digunakan adalahs tetrasiklik amin sekunder karena mempunyai efek samping yang lebih minimal. Obat golongan tetrasiklik sering dipilih karena tingkat kepuasan klinisi dikarenakan harganya yang murah karena sebagian besar golongan dari obat ini tersedia dalam formulasi generik (Kaplan, 2010). Golongan obat trisiklik bekerja dengan menghambat reuptake neurotransmitter di otak. Secara biokimia, obat amin sekunder diduga bekerja sebagai penghambat reuptake norepinefrin, sedangkan amin tersier menghambat reuptake serotonin pada sinaps neuron.hal ini mempunyai implikasi bahwa depresi akibat kekurangan norepinefrin lebih responsive terhadap amin sekunder, sedangkan depresi akibat kekurangan serotonin akan lebih responsive terhadap amin tersier (Arozal, 2007).

b. MAOIs (Monoamine Oxidase Inhibitors)MAOIs telah digunakan sebagai antidepresan sejak 15 tahun yang lalu. Golongan ini bekerja dalam proses penghambatan deaminasi oksidatif katekolamin di mitokondria, akibatnya kadar einefrin, noreprinefrin dan 5-HT dalam otak naik (Arozal, 2007). Obat ini sekarang jarang digunakan sebagai lini pertama dalam pengobatan depresi karena bersifat sangat toksik bagi tubuh. Selain karena dapat menyebabkan krisis hipertensif akibat interaksi dengan tiramin yang berasal dari makanan-makanan tertentu seperti keju, anggur dan acar, MAOIs juga dapat menghambat enzim-enzim di hati terutama sitokrom P450 yang akhirnya akan mengganggu metabolisme obat di hati. (Kaplan, 2010).

c. SSRIs (Selective Serotonin Reuptake Inhibitors)SSRIs adalah jenis pengobatan yang juga menjadi pilihan lini pertama pada gangguan depresif berat seain golongan trisiklik (Kaplan, 2010). Obat golongan ini mencakup fluoxetine, citalopram dan setraline. SSRIs sering dipilih oleh klinisi yang pengalamannya mendukung data penelitian bahwa SSRIs sama manjurnya dengan trisiklik dan jauh lebih baik ditoleransi oleh tubuh karena mempunyai efek samping yang cukup minimal karena kurang memperlihatkan pengaruh terhadap sistem kolinergik, adrenergik dan histaminergik. Interaksi farmakodinamik yang berbahaya akan terjadi bila SSRIs dikombinasikan dengan MAOIs, karena akan terjadi peningkatan efek serotonin secara berlebihan yang disebut sindrom serotonin dengan gejala hipertermia, kejang, kolaps kardiovaskular dan gangguan tanda vital (Arozal, 2007).

d. SNRIs (Serotonin and Norepinephrine Inhibitors )Golongan antidepresan SNRIs bekerja dengan mekanisme yang hampir sama dengan golongan SSRIs, hanya saja pada SNRIs juga menghambat dari reuptake norepinefrin (NIMH, 2002).Selain dari golongan obat yang telah dibahas sebelumnya, masih ada beberapa alternatif yang digunakan untuk terapi medikamentosa pada pasien depresi dengan keadaan tertentu. Hal tersebut dapat terlihat lebih jelas pada gambar di bawah ini (Mann, 2005).

Gambar 2.2 Pilihan obat-obatan antidepresan pada lini pertama 2. Terapi Non FarmakologisTiga jenis psikoterapi jangka pendek yang digunakan dalam pengobatan depresif berat adalah terapi kognitif, terapi interpersonal dan terapi perilaku (Kaplan, 2010). NIMH (2002) telah menemukan predictor respons terhadap berbagai pengobatan sebagai berikut ini : (1) disfungsi sosial yang rendah menyatakan respons yang baik terhadap terapi interpersonal, (2) disfungsi kognitif yang rendah menyatakan respons yang baik terhadap terapi kognitif-perilaku dan farmakoterapi, (3) disfungsi kerja yang tinggi mengarahkan respons yang baik terhadap farmakoterapi, (4) keparahan depresi yang tinggi menyatakan respons yang baik terhadap terapi interpersonal dan farmakoterapi.Pada awalnya, terapi ini dikembangkan oleh Aaron Beck yang memusatkan pada distorsi kognitif yang didalilkan ada pada gangguan depresi berat. Tujuan terapi ini untuk menghilangkan episode depresif dan mencegah rekurennya dengan membantu pasien mengidentifikasi dan uji kognitif negatif (Kaplan, 2010).Terapi interpersonal dikembangkan oleh Gerald Klerman, memusatkan pada satu atau dua masalah interpersonal pasien yang sedang dialami sekarang, dengan menggunakan dua anggapan: pertama, masalah interpersonal sekarang kemungkinan memiliki akar pada hubungan awal yang disfungsional. Kedua, masalah interpersonal sekarang kemungkinan terlibat di dalam mencetuskan atau memperberat gejala depresif sekarang (Kaplan, 2010).

J. PrognosisGangguan mood cenderung memiliki perjalanan penyakit yang panjang dan pasien cenderung mengalami kekambuhan. Episode depresif yang tidak diobati berlangsung 6 sampai 13 bulan, sementara sebagian besar episode yang diobati berlangsung kira-kira 3 bulan. Menghentikan antidepresan sebelum 3 bulan hampir selalu menyebabkan kembalinya gejala (Kaplan, 2010).Pasien yang dirawat di rumah sakit untuk episode pertama gangguan depresif berat memiliki kemungkinan 50% untuk pulih dalam tahun pertama. Banyak penelitian telah berusaha untuk mengidentifikasi indikator prognostik yang baik dan buruk di dalam perjalanan gangguan depresif berat. Episode ringan, tidak adanya gejala psikotik, fungsi keluarga yangstabil, tidak adanya gangguan kepribadian, tinggal dalam waktu singkat di rumah sakit dalam waktu yang singkat, dan tidak lebih dari satu kali perawatan di rumah sakit adalah indikator prognostik yang baik. Prognosis buruk dapat meningkat oleh adanya penyerta gangguan distimik, penyalahgunaan alkohol dan zat lain, gejala gangguan kecemasan, dan riwayat lebih dari satu episode sebelumnya. (Kaplan, 2010).

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan. Direktorat Jenderal Pelayanan Medik. Pedoman penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III. Jakarta : Departemen Kesehatan, Direktorat Jendral Pelayanan Medik; 1993Maslim, Rusdi. Diagnosis Gangguan Jiwa, rujukan ringkas PPDGJ-III, Jakarta: PT. Nuh Jaya; 2001Kaplan, Harold dkk. Sinopsis Psikiatri : Kaplan Sadock. Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis. Jilid 1. Jakarta: Binarupa Aksara; 2008Sadock, Benjamin J dkk. Buku Ajar Psikiatri Klinis: Kaplan and Sadock. Ed 2. Jakarta: EGC; 2010American Psychiatric Association. Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders. fourth edition (DSM IV). Am. Psy. Ass.hal 675- 687. 1994FKUI. Buku Ajar Psikiatri.Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2013