Laporan Pendahuluan n Askep Ge

46
LP DAN ASKEP SISTEM PENCERNAAN “GASTRO ENTERTIS” Skenario 3 Oleh Kelompok 7 : 1. JENER J. 2. KHOLID K. 3. MARTINA

Transcript of Laporan Pendahuluan n Askep Ge

Page 1: Laporan Pendahuluan n Askep Ge

LP DAN ASKEP

SISTEM PENCERNAAN

“GASTRO ENTERTIS”

Skenario 3

Oleh Kelompok 7 :

1. JENER J.

2. KHOLID K.

3. MARTINA

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

SATRIA BHAKTI NGANJUK

2011/2012

Page 2: Laporan Pendahuluan n Askep Ge

LEMBAR PENGESAHAN

Laporan pendahuluan dan asuhan keperawatan yang berjudul “Gastoenteritis” ini

telah disetujui dan disahkan oleh dosen pembimbing pada :

Hari :

Tanggal :

Mengesahkan/ menyetujui

Dosen Pembimbing

Erni Tri Indarti. S. Kep. Ns

Page 3: Laporan Pendahuluan n Askep Ge

LAPORAN PENDAHULUAN

GASROENTERITIS

I. Tinjauan umum

A. Pengertian

Gastroententeritis atau diare adalah peradangan pada lambung, usus

kecil, dan usus besar dengan berbagai kondisi patologis dari saluran

gastrointestinal dengan manifestasi diare, dengan atau tanpa disertai mual

muntah serta ketidak nyamanan abdomen. (Mutaqin, 2011).

Diare ialah keadaan frekuensi buang air besar lebih dari 4 kali pada bayi

dan lebih dari 3 kali pada anak dengan konsistensi feses encer, dapat

berwarna hijau atau dapat bercampur lendir dan darah (Ngastiyah, 1997).

Menurut WHO (1980) diare adalah buang air besar encer atau cair lebih

dari tiga kali sehari.

Bakteri penyebab.

B. Tanda dan Gejala

1. Diare yang berlangsung lama (berhari-hari atau berminggu-minggu) baik

secara menetap atau berulang

2. Penderita akan mengalami penurunan berat badan

3. Berak kadang bercampur dengan darah

4. Tinja yang berbuih

5. Konsistensi tinja tampak berlendir

6. Tinja dengan konsistensi encer bercampur dengan lemak

7. Penderita merasakan sekit perut

8. Rasa kembung

9. Kadang-kadang demam

Gambar gangguan

Page 4: Laporan Pendahuluan n Askep Ge

Gangguan pada gastro

gastroenteristis

Page 5: Laporan Pendahuluan n Askep Ge
Page 6: Laporan Pendahuluan n Askep Ge

C. WOC

Toksitas makanan, efek obat, keracunan bahan laut, makanan dan minuman

Akumulasi air di lumen intestinal

Iritasi saraf lokal

Diare

Masuknya nutrisi

Gastroenteristis

Enterotoksin agen infeksi

Nyeri abdominal

asam organik, tekanan osmotik, dan motilitas usus

Stimulasi dari c-AMP, c-GMP

Sekresi air dan elektrolit

Invasi pada mukosa, memproduksi enterotosiin, dan atau memproduksi sitotosin

Invasi virus dan bakteri ke saluran gastointestinal

Nutrisi tidak dapat diabsorsi

Proses infeksi

Proses autoimun

Hipertermi (MK)

Resiko kerusakan integritas jaringan anus(MK)

Page 7: Laporan Pendahuluan n Askep Ge

Cairan tidak seimbang

B2 B3B1 B4 B6B5B

Sekresi cairan dan elektrolit

Penurunan perfusi ke ginjal

Penurunan perfusi otak

Intoleransi aktivitas (MK)

Resiko syok hivopolemik(MK)

Gangguan gastrointestinal

Oligori anuria

Mual muntah, kembung ,anoreksia

Resiko gagal ginjal (MK)

Resiko penurunan perfusi

serebral(MK)

Cairan tidak seimbang

Resiko gangguan pola nafas (MK)

Resiko asidosis metabolik

Ketidak seimbangan asam basa

Ketidak seimbangan

nutrisi kurang dari kebutuhan(

MK)

Asupan nutrisi tidak adekuat Asupan

nutrisi tidak adekuat

Ketidakseimbangan cairan dan

elektrolit(MK)

Sekresi cairan dan elektrolit

Lemah, gelisah, penurunan aktivitas

Nutrisi ke otak/O2

Fungsi Duktus lomelusl

Suplai nutrisi Peristaltik usus

Sekresi HCL

Lemas, lemah

Page 8: Laporan Pendahuluan n Askep Ge
Page 9: Laporan Pendahuluan n Askep Ge

D. Penatalaksanaan

1. Rehidrasi

a. Pada anak yang mengalami diare tanpa dehidrasi (kekurangan

cairan).

Tindakan: - Untuk mencegah dehidrasi, beri anak minum lebih

banyak dari biasanya - ASI (Air Susu Ibu) diteruskan - Makanan

diberikan seperti biasanya - Bila keadaan anak bertambah berat,

segera bawa ke Puskesmas terdekat.

b. Pada anak yang mengalami diare dengan dehidrasi ringan/sedang

Tindakan: - Berikan oralit - ASI (Air Susu Ibu) diteruskan -

Teruskan pemberian makanan - Sebaiknya yang lunak, mudah

dicerna dan tidak merangsang - Bila tidak ada perubahan segera

bawa kembali ke Puskesmas terdekat.

c. Pada anak yang mengalami diare dengan dehidrasi berat

Tindakan: - Segera bawa ke Rumah Sakit / Puskesmas dengan

fasilitas Perawatan - Oralit dan ASI diteruskan selama masih bisa

minum

d. Takaran Pemberian Oralit.

Umur Jumlah

<1 tahun 3jam pertama 1,5gelas selanjutnya 0,5

setiap kali mencret

Di bawah 5 thn (anak

balita)

3 jam pertama 3 gelas, selanjutnya 1 gelas

setiap kali mencret

Anak diatas 5 thn 3 jam pertama 6 gelas, selanjutnya 1,5

gelas setiap kali mencret

Anak diatas 12 thn &

dewasa

3 jam pertama 12 gelas, selanjutnya 2

gelas setiap kali mencret (1 gelas : 200

cc)

Page 10: Laporan Pendahuluan n Askep Ge

e. Ada 4 hal yang penting diperhatikan agar dapat memberikan

rehidrasi yang cepat dan akurat, yaitu:

1) Jenis cairan yang hendak digunakan.

Pada saat ini cairan Ringer Laktat merupakan cairan pilihan

karena tersedia cukup banyak di pasaran meskipun jumlah

kaliumnya rendah bila dibandingkan dengan kadar kalium tinja.

Bila RL tidak tersedia dapat diberiakn NaCl isotonik (0,9%)

yang sebaiknya ditambahkan dengan 1 ampul Nabik 7,5% 50 ml

pada setiap satu liter NaCl isotonik. Pada keadaan diare akut

awal yang ringan dapat diberikan cairan oralit untuk mencegah

dehidrasi dengan segala akibatnya.

2) Jumlah cairan yang hendak diberikan.

Pada prinsipnya jumlah cairan pengganti yang hendak diberikan

harus sesuai dengan jumlah cairan yang keluar dari badan.

Jumlah kehilangan cairan dari badan dapat dihitung dengan

cara/rumus:

Mengukur BJ Plasma

Kebutuhan cairan dihitung dengan rumus:

BJ Plasma - 1,025

———————- x BB x 4 ml

f. Tahapan dehidrasi dari ashill dan drose (1997):

1) Dehidrasi ringan: berat badan menurun 3%-5%, dengan volume

cairan yang hilang kurang dari 30ml/kg.

2) Dehidrasi sedang; berat badan menurun 6%-9%, dengan volume

cairan yang hilang 30-90 ml/kg

3) Dehidrasi berat; berat badan yang hilang lebih dari 10% dengan

volume cairan yang hilang sama dengan atau lebih dari 100 ml/kg

g. Pemberian cairan:

1) Belum terjadi dehidrasi

Page 11: Laporan Pendahuluan n Askep Ge

Cairan rumah tanga(air tajin, air the manis dan lain-lain)

sepuasnya atau deengan perkiran 10ml/kg BB setiap kali BAB.

2) Dehidrasi ringan

Beri cairan oralit 30 ml/kg BB dalam 3 jam pertama selanjutnya

10 ml/kg BB atau sepuasnya setiap kali BAB.

3) Dehidrasi sedang

Beri cairan oralit 300 ml/kg BB dalam 3 jam pertama selanjutnya

oralit 10 ml/kg BB atau sepuasnya setiap kali BAB

4) Dehidrasi berat

a) 0-2 tahunRinger laktat 70 ml/kg BB dalam 3 jam pertama, bila dehidrasi dari cairan oralit 40 ml/kg BB setelah 10 ml/kg satiap BAB.

b) Lebih dari 2 tahunRinger laktat 110 ml/kg BB dalam 3 jam pertama, bila syok guyur sampai nadi teraba. Bila masih dehidrasi beri cairan oralit 200-300 ml/kg BB tiap jam. Seterusnya cairan oralit 10 ml/kg BB. (Ngastiyah, 1997 :143-149).

2. Terapi Farmakologis

3. Kausal, pengobatan kausal diberikan pada infeksi maupun noninfeksi.

Pada diare dengan penyebab infeksi , obat diberikan berdasarkan

etiologinya.

E. Pemeriksaan Laboratorium dan penunjang lainnya

Pemeriksaan Laboratorium yang dapat dilakukan pada diare kronik

adalah sebagai berikut :

1. Lekosit Feses (Stool Leukocytes) : Merupakan pemeriksaan awal

terhadap diare kronik. Lekosit dalan feses menunjukkan adanya

inflamasi intestinal. Kultur Bacteri dan pemeriksaan parasit

diindikasikan untuk menentukan adanya infeksi. Jika pasien dalam

keadaan immunocompromisedd, penting sekali kultur organisma yang

tidak biasa seperti Kriptokokus,Isospora dan M.Avium . Intracellulare.

Pada pasien yang sudah mendapat antibiotik, toksin C difficle harus

diperiksa.

2. Volume Feses : Jika cairan diare tidak terdapat lekosit atau eritrosit,

infeksi enteric atau imfalasi sedikit kemungkinannya sebagai penyebab

diare. Feses 24 jam harus dikumpulkan untuk mengukur output harian.

Sekali diare harus dicatat (>250 ml/day), kemudian perlu juga

ditentukan apakah terjadi steatore atau diare tanpa malabsorbsi lemak.

Page 12: Laporan Pendahuluan n Askep Ge

3. Mengukur Berat dan Kuantitatif fecal fat pada feses 24 jam : Jika berat

feses >300/g24jam mengkonfirmasikan adanya diare. Berat lebih dari

1000-1500 gr mengesankan proses sektori. Jika fecal fat lebih dari

10g/24h menunjukkan proses malabsorbstif.

4. Lemak Feses : Sekresi lemak feses harian < 6g/hari. Untuk menetapkan

suatu steatore, lemak feses kualitatif dapat menolong yaitu >100 bercak

merak orange per ½ lapang pandang dari sample noda sudan adalah

positif. False negatif dapat terjadi jika pasien diet rendah lemak. Test

standard untuk mengumpulkan feses selama 72 jam biasanya dilakukan

pada tahap akhir. Eksresi yang banyak dari lemak dapat disebabkan

malabsorbsi mukosa intestinal sekunder atau insufisiensi pancreas.

5. Osmolalitas Feses : Dipeerlukan dalam evaluasi untuk menentukan

diare osmotic atau diare sekretori. Elekrolit feses Na,K dan Osmolalitas

harus diperiksa. Osmolalitas feses normal adalah –290 mosm. Osmotic

gap feses adalah 290 mosm dikurangi 2 kali konsentrasi elektrolit

faeces (Na&K) dimana nilai normalnya <50 mosm. Anion organic yang

tidak dapat diukur, metabolit karbohidrat primer (asetat,propionat dan

butirat) yang bernilai untuk anion gapterjadi dari degradasi bakteri

terhadap karbohidrat di kolon kedalam asam lemak rantai pendek.

Selanjutnya bakteri fecal mendegradasi yang terkumpul dalam suatu

tempat. Jika feses bertahan beberapa jam sebelum osmolalitas diperiksa,

osmotic gap seperti tinggi. Diare dengan normal atau osmotic gap yang

rendah biasanya menunjukkan diare sekretori. Sebalinya osmotic gap

tinggi menunjukkan suatu diare osmotic.

6. Pemeriksaan parasit atau telur pada feses : Untuk menunjukkan adanya

Giardia E Histolitika pada pemeriksaan rutin. Cristosporidium dan

cyclospora yang dideteksi dengan modifikasi noda asam.

7. Pemeriksaan darah : Pada diare inflamasi ditemukan lekositosis, LED

yang meningkat dan hipoproteinemia. Albumin dan globulin rendah

akan mengesankansuatu protein losing enteropathy akibat inflamasi

intestinal. Skrining awal CBC,protrombin time, kalsium dan karotin

akan menunjukkan abnormalitas absorbsi. Fe,VitB12, asam folat dan

vitamin yang larut dalam lemak (ADK). Pemeriksaan darah tepi

menjadi penunjuk defak absorbsi lemak pada stadium luminal, apakah

pada mukosa, atau hasil dari obstruksi limfatik postmukosa. Protombin

time,karotin dan kolesterol mungkin turun tetapi Fe,folat dan albumin

Page 13: Laporan Pendahuluan n Askep Ge

mengkin sekali rendaah jika penyakit adalah mukosa primer dan normal

jika malabsorbsi akibat penyakit mukosa atau obstruksi limfatik.

8. Tes Laboratorium lainnya : Pada pasien yang diduga sekretori maka

dapat diperiksa seperti serum VIP (VIPoma), gastrin (Zollinger-Ellison

Syndrome), calcitonin (medullary thyroid carcinoma), cortisol

(Addison’s disease), anda urinary 5-HIAA (carcinoid syndrome)

9. Diare Factitia : Phenolptalein laxatives dapat dideteksi dengan

alkalinisasi feses dengan NaOH yang kan berubah warna menjadi

merah. Skrining laksatif feses terhadap penyebab lain dapat dilakukan

pemeriksaan analisa feses lainnya. Diantaranya Mg,SO4 dan PO4 dapat

mendeteksi katartik osmotic sepertiMgSO4,mgcitrat Na2 SO4 dan Na2

PO4.

Page 14: Laporan Pendahuluan n Askep Ge

ASKEP

GASTROENTERISTIS

I. Tinjauan kasus

A. Pengkajian

Pengkajian yang sistematis meliputi pengumpulan data,analisa data dan

penentuan masalah. Pengumpulan data diperoleh dengan cara

intervensi,observasi,psikal assessment. Kaji data menurut Cyndi Smith

Greenberg,1992 adalah :

1. Identitas klien.

2. Riwayat keperawatan.

Awalan serangan : Awalnya anak cengeng,gelisah,suhu tubuh

meningkat,anoreksia kemudian timbul diare.

3. Keluhan utama : Faeces semakin cair,muntah,bila kehilangan banyak

air dan elektrolit terjadi gejala dehidrasi,berat badan menurun. Pada

bayi ubun-ubun besar cekung,tonus dan turgor kulit berkurang,selaput

lendir mulut dan bibir kering,frekwensi BAB lebih dari 4 kali dengan

konsistensi encer.

4. Riwayat kesehatan masa lalu.

Riwayat penyakit yang diderita,riwayat pemberian imunisasi.

5. Riwayat psikososial keluarga.

Dirawat akan menjadi stressor bagi anak itu sendiri maupun bagi

keluarga,kecemasan meningkat jika orang tua tidak mengetahui

prosedur dan pengobatan anak,setelah menyadari penyakit

anaknya,mereka akan bereaksi dengan marah dan merasa bersalah.

6. Pemeriksaan fisik

a. Pernafasan

Klien mengeluh sesak di dada

RR: 14X/menit

b. Kardiovaskuler / sirkulasi

TD : 100/70 mmHg

Nadi cepat dan lemah : 125 x/menit

c. Persarafan / neurosensori

Terjadi kerusakan perfusi serebral

d. Perkemihan

Eliminasi urin : oliguri urinari

e. Pencernaan

elimunasi alvi : +

Page 15: Laporan Pendahuluan n Askep Ge

f. Muskuloskeletal : kelemahan otot,lemah.

B. Diagnosa

1. Resiko gangguan pola nafas b.d penurunan pH pada cairan

serebrospinal, penekanan pacu pernafasan, pernafasan kusmanul.

2. Resiko penurunan perfusi serebral b.d penurunan pH pada cairan

serebrospinal sekunder dari asidosis metaholik

3. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit b.d diare, kehilangan cairan

pada gastrointestinal, gangguan absorbsi usus besar, pengeluaran

elektrolit dari muntah.

4. Resiko tinggi syok hipovolemik b.d penurunan volume darah, efek

sekunder kehilangan cairan dari gastrointestinal.

5. Resiko tinggi ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

b.d kurangnya asupan makanan yang adekuat.

6. Resiko kerusakan integritas jaringan anus b.d pasase feses yang encer

dengan asam tinggi dan mengiritasi mukosa anus.

7. Nyeri b.d iritasi saluran gastrointestinal.

8. Hipertermi b.d respon sistemik dari inflamasi gastrointestinal.

Page 16: Laporan Pendahuluan n Askep Ge

C. Perencanaan dan Evaluasi

1. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit b.d diare, kehilangan cairan dari gatroitestinal, gangguan absorbsi usus besar, pengeluaran elektrolit dari

muntah.

Tujuan :Dalam waktu 3x24 jam cairan terpenuhi

Kriteria hasil :

a. Pasien tidak mengeluh pusing, TTV dalam batas normal, kesadaran optimal.

b. Membrane mukosa lembab, tugor kulit normal, CRT <2detik

c. Keluhan diare , mual, muntah berkurang.

d. Laboratorium : nilai elektrolit normal, analisis gas darah normal...............

Intervensi Rasional

Intervensi pemenuhan cairan :

1. Indentifikasi faktor penyebab, awitan (onset), spesifikasi usia

dan adanya riwayat penyakit lain.

2. Kolaborasi skor dehidrasi

3. Lakukan rehidrasi oral :

a. Berikan cairan secara oral

b. Jelaskan tentag hidrasi oral

c. Berikan cairan oral sedikit demi sedikit

4. Lakukan pemasangan IVFD (intravenous fluid drops)

5. Parameter dalam menentukan intervensi kedaruratan . Adanya riwayat

keracuna dan usia anak atau lanjut usia memberika tingkat keparaha

dari kondisi ketidak seimbangan cairan dan elektrolit.

6. Menentukan jumlah cairan yang akan diberikan sesuai dengan derajat

dehidrasi dari individu

a.Pemberian cairan oral dapat diberikan apabila tingkat toleransi pasien

masih baik.WHO memberikan rekomendasi tentang cairan oral yang

berisi 90 mEq/L Na+, 20 mEq/ L K+, 80 mEq/L Cl-. 20 g/L glukosa,

osmolaritaaaas 310; CHO: Na = 1,2:1; diberikan 250 mL setiap 15

Page 17: Laporan Pendahuluan n Askep Ge

5. Dokumentasi secara akurat mengenai input dan output cairan

6. Bantu pasien jika muntah

menit sampai keseimbangan cairan terpenuhi dengan tanda klinik yang

optimal atau pemberian 11/2 liter air pada setiap 1 liter feses (Diskin,

2009)

b.Penting perawat disampaikan pada pasien dan keluarga bahwa

rehidrasi oral tidak menurunkan durasi dan volume diare

c.Pemberian cairan oral sedikit demi sedikit mencegah terjadinya

respon muntah apabila diberikan secara simultan..

7. Apabila kondisi diare dan muntah berlanjut maka lakukan pemasnagan

IVDF. Pemberian cairan IV disesuaikan dengan derajat dehidrasi.

Pemberian 1-2 L cairan ringer laktat secara tetesan cepat sebagai

kompensaasi awal hidrasi cairan diberikan untuk mencegah syok

hipovolemik (lihat intervensi kedaruratan syok hipovolemik.

8. Sebagai evaluasi penting dan intervensi hidrasi dan mencegah

terjadinya overhidrasi.

9. Aspirasi muntah dapat terjadi trauma pada usia lanjut dengan

perubahan kesadaran. Perawat mendekatkan tempat muntah dan

memberikan masase ringan pada pundak untuk membantu menurunkan

resppon nyeri dari muntah.

Page 18: Laporan Pendahuluan n Askep Ge

Intervensi pada penurunan kadar elektrolit.

1. Evaluasi kadar elektrolit serum

2. Dokumentasikan perubahan klinik dan

laporan dengan tim medis

3. Anjurkan pasien unutk minum dan makan makanan yang

banyak mengandung natrium seperti susu, telur, daging, dan

sebagainya

4. Monitor khusus ketidakseimbangan elektrolit pada lansia

Intervensi pada penurunan kadar elektrolit.

1.Untuk mendeteksi adanya kondisi hiponatremi dan hipokalemik

sekunder dari hilangnya elektrolit dari plasma.

2.Peruahan klinik seperti penurunan urine output secara akut perlu

diberikan kepada rekan medis untuk mendapatkan intervensi

selanjutnya dan menurunkan resiko terjadinya asidosis metabolic.

3.Pemberian cairan dan makanan tinggi natium dilakukan sesuai dengan

tingkat toleransi. Kekurangan natrium menyebabkan gejala serius

yang perlu diberikan intravenous segera, selain itu pasien juga

dianjurkan untuk mencoba intake natrium peroral dan hidari

pebatasan garam.

4.Individu lansia dapat dengan cepat mengalami dehidrasi dan menderita

kadar kalium rendah (hipokalamia)sebagai akibat diare. Individu juga

di instruksikan untuk tanda-tanda hipokalemia karena kadar kalium

rendah memperberat kerja digitalis yang dapat menimbulkan

tokdiditasi digitalis.

Antimikriba diberikan sesuai dengan pemeriksan feses agar pemberian

antimikroba dapat rasional diberikan dan mencegah terjadinya resistensi

obat.

Page 19: Laporan Pendahuluan n Askep Ge

Kolaborasi dengan tim medis terapi farmakologis

o Antimikroba

o Antiemetic

Antidiare/antimotilitas

Agen ini diberikan untuk mengontrol respon muntah. Agen ini

berhubungan dengan ekstrapiramidal dan memengaruhi, serta menekan

respon muntah (King, 2003). Contoh antiemetic sperti metoklotpamide

dan procnlorperazine yang bersifat antikolagenik.

2. Aktual/resiko tinggi sok hipovolemik b.d penurunan volume darah, efek sekunder kehilangan cairan dari gastrointestinal

Tujuan : dalam waktu 1x24jam tidak terjadi syok hipovolemik

Kriteria evaluasi :

a. Tidak terdapat tanda-tanda pasien tidak mengeluh pusing, TTV dalam batas normal, kesaddaran optimal, urine >600 ml/hari

b. Membrane mukosa lembab, tugor kulit normal, CRT <2detik

c. Laboratorium: nilai elektrolit normal, nilai hematokrit normal dan protein serum meningka, BUN/kreatinin menurun.

Intervensi Rasional

Intervensi kedaruratan pemenuhan cairan:

Identifikasi adanya tanda-tanda syok dan status dehidrasi Parameter penting dalam menetukan intervensi sesuai dengan kondisi klinis

individu. Pada pasien dengan perubahan TTV dan dehidrasi berat, maka

Page 20: Laporan Pendahuluan n Askep Ge

pemulihan hidrasi menjadi parameter utama dalam melakukan tindakan.

Kolaborasi skor dehidrasi Pasien yang mengalami dehidrasi berat ditandai dengan sok dehidrasi 7-12

dan mempunyai resiko tinggi terjadinya syok hipovolemik.

Lakukan pemasangan IVFD Pemasangan IVFD secara dua jalur harus dapa dilakkukan untuk mencegah

syok yang bersifat irefesibel.

Pada saat melakukan pemasangan IVFD dengan kondisi kolaps dperlukan

keterampilan dan emahaman struktur anatomi vena karena pada kondisi klinik

sangat sulit dilakukam oleh perawat pemula.

Perawat dapat menggunakan manset tekanan daraj untuk membendung darah

agar dapat mengisi vena sehingga memudahkan dalam melakukan fungsi

vena.

Lakukan pemasangan dan pemberian infuse intraoseus Pemasangan ifus intraosues sudah dilakukan pada manusia sejak 1934 dan

popular dilakukan pada 1940. Intervensi ini hanya bersifat sementra sebagai

bagian resusitasi vaskuler apabila akses vena tidak bias dilakukan setelah

melakukan penusukan pada 3 tempat dan dalam waktu 90 menit (vreede,

2000). Kontraindikasi pemasangan ini bila pasien mengalami fraktur femur

pada sisi ipsifattoral, fraktur tipia proksimal, dan osteomielitis tiia. (woodall,

1992).

Pada kasus diare yang lebih berat dimana pemasangan pada vena tidak isa

Page 21: Laporan Pendahuluan n Askep Ge

dilakukan lagi karena syok sirklasi tidak bisa menghadirkan akses vena,

perawt harus melakuka pemasangan infuse secara intraoseus(dalam tulang).

Intervensi pemasangan infuse intraosesus lebih mudah dilakukan

dibandingkan intervensi vena seksi yang termasuk intervensi medik.

Tidak sperti pemberian cairan intravena, akses intraoseus pada pembeerian

cairan hanya dilakukan dalam kondisi gawat darurat dengan kondisi syok

yang nyata dan perawat tidak bisa lagi melakukan pemasangan infuse secara

intravena.

Cara pemasangan dan pemberian infuse secara intraoseus adalah sebagai

berikut:

1. Persiapan set infuse

Seluruh set infuse dipersiapkan seperti bias, tetapi dengan menggunakan

jarum dengan diameter besar(biasanya terdapat dalam set transfusi)

2. Letakan infuse minimal 30cm di atas are pungsi

3. Pasang manset tekanan darah pada flabot infuse dan uat tekanan

200mmHg dan tahan agar kekuatan fiksasi dari dalam flabot infuse

mempunyai tekanan yang tinggi ungtuk mengalirkan cairan

4. Lakukan pungsioseus

Tulang yang paling mudah untuk dilakukan pungsi adalah tulang tibia

Page 22: Laporan Pendahuluan n Askep Ge

dengan alas an tulang tersebut lebih di permukan dan mudah untuk

melakukan pungsi.

Desinfesksi bagian proksimal tibia dan lakukan penusukan dengan jaru

besar dengan teknik memutar. Parameter masuknya jarum kedalam

intraoseus adalah terasanya jarum dari bagian keras ke bagian yang

lebih lunak.

Setelah yakin jarum sudah masuk kedalam intraoseus maka pasang

jarum yang sudah terhuung dengn set infuse bertekanan tinggi.

Periksa kecepatan tetesan infuse, apabila tetesan masih lambat maka

periksa kepatenan selang infus, tekanan pada manset apakah kurrrrang

dari 200 mmHg atau pngsi intraoseus masih belum optimal dan jarum

pungsi harus dimasukanlebih dalam.

5. Fiksasi jarumm dngan plester dan fiksasi pasien yang gelisah afar

tidak menyebabkan injuri lainya.

6. Beri cairan ringer lakta sebanyak satu liter dengan tetesan cepat dan

evalasi kondisi vaskuler.

7. Setelah pemberian cairan 1 literterdapat perbaikan sirkulasi ditandai

dengan terdapatnya atau terlihatnya bendungan vena, maka lakukan

pungsi vena sebagai jalan masuk ciran secar intravena. Apabila dua

Page 23: Laporan Pendahuluan n Askep Ge

jalur maka pemasang intraoseus dilepas. Akan tetapi apabila setelah

pemberian cairan 1 liter tidak menunujukan peraikan sirkulasi dengan

tidak menujukan perbaikan sirkulasi maka pemberian cairan

dilanjutkan atau jika perlu kolaborasi pemberian infuse seksi dengan

tim medis.

Kolaborasi rehidrasi cairan. Indikasi untuk rehidrasi cairan, meliputi gastrointestinal dengan gejala muntah

berat, perubahan tingkat kesadaran, dehidrasi berat, dan pemberian oral yang

tidak kondusif. Pemberian 1-2 lier laruan dekstrosa 5% dalam 0 NaCl disertai

50 mEq NaHCO3 dan 10-20 mEq KCl selama 30 45 menit sangat penting

dilakukan pada dehidrasi berat (Banks, 2005).

Pad pemberian cairan secara cepat, maka KCl harus diberikan secara oral atau

intravena 20mEq KCl dalam 100 mL cairan dalam 1 jam (DuPont, 1997).

Monitor rehidrasi cairan Rehidrasi cairan harus diperhatikan dan diberikan sampai didapatkan

perbaikan status mental dan perfusi jaringan sufah membaik untuk

menghindari komplikasi terutama pada pasien usia lanjut dan penyakit gagal

jantung korigesif.

Dokumentsikan dengan akurat tentang intake dan output cairan Sebagai evaluasi penting dan intervensi hidrasi mencegah terjadinya over

hidrasi

Lakukan monitoring ketat pada seluruh system organ Pasien yang mengalami sok hipovolemik dari gastrointestinal setelah

Page 24: Laporan Pendahuluan n Askep Ge

mendapatkan resusitasi digawat darurat sebaiknya mendpat perawatan di

ruang intensif untuk memudahkan dalam memonitor seluruh kondisi organ.

3. Resiko gangguan pola nafas b.d penurunan pH pada cairan serebrospinal, penekanan pacu pernafasan, pernafasan kussmaul.

Tujuan :dalam waktu 1x24jam tidak terjadi perubahan pola nafas

Kriteria hasil :

a. Pasien tidak sesak nafas, RR dalam batas normal 16-21x/menit

b. Pemeriksaan gas arteri pH 7,4 ± 0,005, HCO3 24±2 mEq/L, dan PaCO2 40mmHg.

Intervensi Rasional

Kaji faktor penyebabasidosis metabolic Mengidentifikasi untuk mengatasi penyebab dari asidosis metabolic.

Monitor ketat TTV Perubahan TTV akan memberikan dampak fisik asidosis yang bertambah

berat dan berindikasi pada intervensi untuk secepatnya melakukan koreksi

asidosis.

Istirahatkan pasien dengan posisi fowler Posisi fowler akan meningkatkan akspansi paru optimal. Istirahat akan

mengurangi kerja jantung meningkatkan tenaga cadangan, dan

meningkatkan tekanan darah.

Page 25: Laporan Pendahuluan n Askep Ge

Ukur intake dan output Penurunan curah jantung mengakibatkan gangguan perfusi ginjal, retensi

natrium/air, dan penurunan urine output.

Manajemen lingkungan: lingkungan yang tenang dan batasi

pengunjung

Lingkungan tenang akan menurunkan stimulasi neri aksternal dan

pembatasan pengu jung akan membantu meningkatkan kondisi oksigen

ruang yang akan berkurang apabila banyak pengunjung yang berada di

ruangan.

Kolaborasi :

Berikan oksigenasi

Berikan bikarbonat

Pantau data laboratorium analisa gas darah berkelanjutan

Jjika penyebab masalah adalah masuknya klorida, mak pengobatanya

adalah ditujukan pada penghilangan sumber klorida.

Tujuan intervensi keperawatan pada asidosis metabolic adalah

meningkatkan pH sistemik sampai ke batas yang aman dan

menanggulangi sebab-sebab asidosis yang mendasarinya.

Monitoring perubahan dari analisa gas darah berguna untuk menghindari

komplikasi yang tidak diharapkan.

4. Actual/resiko tinggi perubahan perfunsi jaaringan b.d penurunan pH pada cairan serebropial, efek seekunder dari asidosis metabolic.

Tujuan :dalam waktu 2x24jam perfusi jaringan otak dapat tercapai secara optimal.

Kriteria hasil :

a. Pasien tidak gelisah, tidak ada keluhan nyeri kepala, mual, dan kejang.

Page 26: Laporan Pendahuluan n Askep Ge

b. GCS 15, pupil isokor, reflek cahaya (+), TTV normal (nadi 60-100 kali per menit, suhu 36-36,7˚C. pernafasan 16-20 kali permenit).

c. Pasien tidak mengalami deficit neurologist sperti kejang, lemass, agitasi, iritabel, hiperefleksia, dan spastisitas dapat terjadi akhir timbul koma,

kejang.

Intervensi Rasional

Monitor tanda-tanda status neurologis dengan GCS Dapat mengurangi kerusakan otak lanjut.

Monitor TTV seperti TD,nadi, suhu, respirasi, dan hati-hati pada

hipertensi sistolik.

Pada keadan normal autoreguler mempertahankan keadan tekanan darah

sistemik berubah secara fluktusi. Kegagalan autoregurel akan

menyebabkan kerusakan vaskuler serebral yang dapat dimanifestasikan

dengan peningkatan sistolik dan diikuti oleh penurunan tekanan diastolic,

sedangkan peningkatan suhu dapat menggambarkann perjalanan infeksi.

Bantu pasien untuk mebatasi muntah dan batuk. Anjurkan pasien

untuk mengeluarkan napas apabila bergerak atau berbalik di

tempat tidur.

Aktifitas ini dapat meniggalkan tekanan intracranial dan intraabdomen.

Mengeluarkan napa sewaktu bergerrrak atau mengubah posisi dapat

melindungi diri dari efek valsava.

Anjurkanpasien menghindari batuk dan mengejang berlebihan. Batuk dan mengejan dapat meningkatkan tekanan intracranial dan potensi

terjadinya perdarahan ulang.

Ciptakan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung. Rangsangan aktifitas yang meningkatkan dapat meningkat kenaikan TIK,

istirahaat total dan ketenangan mungkindiperlkan untuk pencegahan

terhadap perdarahan dalam kasus stroke homolog/ perdarahan lainya.

Monitor kalium serum Hiperkalemi terjadi dengan asidosis, hipokalemi dapat terjadi pada

Page 27: Laporan Pendahuluan n Askep Ge

kebalikan asidosis dan perpindahan kaliium kembali ke sel.

5. Resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidakadekuatan intake nutrisi , efek sekunder darei nyeri, ketidaknyamanan

labung dan intestinal.

Tujuan :dalam waktu 3x24jam pasien akan mempertahankan kebutuhan nutrisi yang adekuat criteria evaluasi.

Kriteria hasil :

a. Membuat pilihan diet untuk memenuhi kebutuhan nutrisi individu, menunjukan peningkatan BS.

Intervensi Rasional

Kaji pengetahuan tentang nutrisi Tingkat pengetahuan di pengaruhi oleh kondisi social ekonomi pasien.

Perawatmenggunakann pendekatan yang sesuai dengan kondisi individu

pasien. Dengan mengetahui tingkat pengetahuan tersebut perawat dapat

lebih terarah dalam memberikan pendidikan yang sesuai dengan terarah

dalam meberikan ddengan pengetahuan pasien secar efisisen dan efektif.

Berikan nutrisi oral secepatnya setelah rrehidrasi dilakukan. Pemberian nuttrisi sejak awal setelah intervensi rehidrasi dilakukan

dengan memberikann makanan lunak yang mengandung kompleks

karbohidrat seperti nasi lembek, roti, kentang, an sedikit daging khususnya

ayam (Levine, 2009).

Monitor perkembangan berat badan Penimbangan berat badan dilakukan sebagai evaluasi terhadap intervensi

yang diberikan.

Page 28: Laporan Pendahuluan n Askep Ge

6. Nyeri b.d iritasi gastrointestinal, adanya mules dan muntah

Tujuan : dalam waktu 1x24jam nyeri berkurang/hilang atau teradaptasi.

Criteria evaluasi :

a. Secare subjektif melaporkan nyeri berkurang atau dapat diadaptasi

b. Skala nyeri 0-4

c. Dapat mengidentifikasi aktivitas yang meningkatkan atau menurunkan nyeri

d. Pasien tidak gelisah

Intervensi Resional

Jelaskan dan bantu pasien dengan tindakan pereda nyeri

nonfarmakologi dan noninvasive

Pendekatann dengann menggunakan relaksasi non farmakologi lainya

telah menujukan kefektifann dalam mengurangi nyeri.

Lakukan manajemen nyeri :

Istirahatkan pasien saat nyeri muncul

Ajarkan teknik relaksasi pernafasn dalam pada saat nyeri

muncul

Ajarkan distraksi saat rasa nyeri muncul

Manajemen lingkungan .

Istirahat secara sisiologi akan menurunkam kebutuhan oksigen untuk

memenuhu kebutuhan metabolism basal.

Meningkatkan asupan oksigen sehingga akan mengurangi nyeri.

Lingkungan tenang akan mengurangi rangsangan nyeri

Tingkatkan pengatahuan tentang sebab-sebab nyeri, dan

hubungkan nyeri berapa lama nyeri berlangsung.

Pengetahuan yang akan dirasakan membantu mengurangi nyerinya dan

dapat membantu mengembangkan kepatuhan pasien.

Page 29: Laporan Pendahuluan n Askep Ge

7. Hipertermi b.d respon inflamasi sistemik

Tujuan : dalam waktu 1x24jam terjadi penurunan suhu tubuh

Evaluasi hasil :

a. Pasien mampu menjelaskan kembali pendidikan kesehatan yang diberikan, pasien mampu termotifasi untuk melakukan penjelasan yang

diberikan.

Intervensi Rasional

Kaji pengetahuan pasien dan keluarga cara menurunkan suhu

tubuh

Sebagai data untuk memberikan intervensi selanjutnya

Lakukan tirah baring pada fase akut Penurunan aktifitas akan menurunkan laju metabolism yang tinggi pada

fase akut .

Atur lingkungan yang kendusif Kondisikan ruangan kamar yang tidak panas, tidak bising, dan sedikit

pengunjung memberikan efektifitas penyemnuhan pasien. Pada suhu

ruangan kamar yang tidak panas maka akan terjadi perpindahan suhu

tubuh dari tubuh pasien ke ruangan.

Berikan kompres ir dingin pada daerah aksila, lipa paha, dan

temporal bila terjadi panas

Secara konduktif dan konversi, panas tubuh akan berpindah dari tubuh ke

materi yang dingin. Pengeluaran suhu tubuh dengan cara kenduktif

berkisar antar 3%dengan objek 15%.

Berikan dan anjurkan keluarga untuk memakaikan pakaian yang

dapat menyerap keringat sperti katun

Pengeluaran suhu tubuh dengan cara evaporasi berkisar 22% dari

pengeluarn suhu tubuh. Pakaian yang mudah menyerap keringat sangat

Page 30: Laporan Pendahuluan n Askep Ge

efektif.

Lakukan dan anjurkan keluarga melakukan masase pada

kestremitas pasien

Masase berguna untuk meningkatkan aliran darah ke ara ekstremitas.

Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat Antipiretik bertujuan memblok respon tubuh untuk memanaskan tubu.

8. Risiko kerusakan kerusakan integritas jaringan anus b.d pasase feses yang encer dengan asam tinggi dan mengiritasi mukosa anus.

Tujuan : dalam waktu 3x24jam terjadi peningkatan mukosa anus.

Kriteria evaluasi :Anus lembabt, bersih, tidak ada inflamasi pada anus

Intervensi Rasional

Kaji tingkat pengetahuan pasien tentang cara dan takhnik

peningkata membrane mukosa

Tingkatkan pengetahuan dipengaruhi oleh kondisi social ekonomi pasien.

Perawat menggunakan pendekatan yang sesuaidengan kondisi pasien.

Dengan mengtahui tingkrat pengetahuan tersebut perawat perawat dpat

lebih mudah mengarahkan pasien.

Lakukan perawtan kulit Are perianal mengalami ekskoriasi akibat feses diare yang mengandung

enzim yang dapat megiritasi kulit. Pasien di didik untuk menjaga

kebersihan anus.

Monitor kusus pada lansia Kulit lansia sangat rentan karena penurunan tugor kulit. Jadi perlu di

perhatikan karena beresiko tinggi menalami kerusakan integritas kulit.

Page 31: Laporan Pendahuluan n Askep Ge

F. Evaluasi

Hasil yang diharapkan setelah dilakukan tindakan keperawatan adalah

sebagai berikut:

1. Melaporkan pola defeksi normal.

2. Mempertahankan keseimbangan cairan.

a. Mengkonsumsi cairan peroral dengan akurat.

b. Melaporkan tidak ada keletihan dan kelemahan otot.

c. Menunjukkan membrane mukosa lembab dan tugor jaringan

normal.

d. Mengalami keseimbangan intake dan output.

e. Mengalami berat jenis urine normal

3. Mengalami penurunan ansietas.

4. Mempertahankan integritas kulit.

a. Mempertahankan kulit tetap bersih seteleh defeksi

b. Menggunakan pelembap atau salep sebagai barier kulit

5. Tidak mengalami komplikasi.

a. Elektolit tetap dalam rentan normal

b. Tanda vital normal

c. Tidak ada disritmia atau perubahan tingkat kesadaran

Page 32: Laporan Pendahuluan n Askep Ge

DAFTAR PUSTAKA

Darmawan danTutik Rahayu Ningsih. (2010). Keperawatan medikal bedah. Yogyakarta: Goeyen publishing.

Mutaqien, arif dan Kumala Sari. ( 2010). Gangguan Gastrointestinal Aplikasi asuhan Keperawatan medikal bedah . Jakarta: Salemba Medika.

Sukarmin. (2010). Keperawatan pada sistem pencernaan . yogyakarta: pustaka pelajar.

Taylor, Cyntia M dan Sheila Sparks ralph. (2002). Diagnosa Keperawatan dengan Rencana keperawatan. Jakarta: EGC.

Pdf. LP GE