Laporan Pbl 1 Blok Tropmed Kel 5 Edit Ke Diko

48
BAB I PENDAHULUAN Dalam ilmu kesehatan dan kedokteran telah diketahui bahwa terdapat pengaruh yang cukup besar dari lingkungan terhadap kesehatan masyarakat secara umum. Pengaruh lingkungan terhadap kesehatan ini telah diketahu sejak masa Hippocrates pada 400 SM dan didukung pula oleh para peneliti lain setelahnya yang menyatakan bahwa terdapat empat faktor utama yang mempengaruhi status kesehatan masyarakat yaitu lingkungan, pelayanan kesehatan, perilaku, dan genetik. Menurut L. Bloom yang paling berpengaruh dari keempat faktor tersebut adalah lingkungan. Ada tiga macam lingkungan yang dapat mempengaruhi kesehatan masyarakat yaitu lingkungan fisik, biologis, dan sosial. Dalam blok ini yang akan disoroti adalah lingkungan biologis yang mencakup kuman, virus, parasit, dan mikroba lain yang dapat menimbulkan penyakit pada manusia. Indonesia adalah salah satu negara yang beriklim tropis di mana pada iklim-iklim seperti ini banyak mikroba yang dapat hidup dan tumbuh dengan baik sehingga meningkatkan risiko timbulnya penyakit endemik dan wabah. Oleh karena itu dalam diskusi kali ini kami akan membahas mengenai penyakit tropis yang banyak

description

s

Transcript of Laporan Pbl 1 Blok Tropmed Kel 5 Edit Ke Diko

Page 1: Laporan Pbl 1 Blok Tropmed Kel 5 Edit Ke Diko

BAB I

PENDAHULUAN

Dalam ilmu kesehatan dan kedokteran telah diketahui bahwa terdapat

pengaruh yang cukup besar dari lingkungan terhadap kesehatan masyarakat

secara umum. Pengaruh lingkungan terhadap kesehatan ini telah diketahu sejak

masa Hippocrates pada 400 SM dan didukung pula oleh para peneliti lain

setelahnya yang menyatakan bahwa terdapat empat faktor utama yang

mempengaruhi status kesehatan masyarakat yaitu lingkungan, pelayanan

kesehatan, perilaku, dan genetik. Menurut L. Bloom yang paling berpengaruh dari

keempat faktor tersebut adalah lingkungan.

Ada tiga macam lingkungan yang dapat mempengaruhi kesehatan

masyarakat yaitu lingkungan fisik, biologis, dan sosial. Dalam blok ini yang akan

disoroti adalah lingkungan biologis yang mencakup kuman, virus, parasit, dan

mikroba lain yang dapat menimbulkan penyakit pada manusia.

Indonesia adalah salah satu negara yang beriklim tropis di mana pada

iklim-iklim seperti ini banyak mikroba yang dapat hidup dan tumbuh dengan baik

sehingga meningkatkan risiko timbulnya penyakit endemik dan wabah. Oleh

karena itu dalam diskusi kali ini kami akan membahas mengenai penyakit tropis

yang banyak terjadi di Indonesia terutama yang disebabkan oleh parasit.

Page 2: Laporan Pbl 1 Blok Tropmed Kel 5 Edit Ke Diko

BAB II

ISI

Skenario Kasus

Info 1

Sdr. Bango 25 tahun datang ke puskesmas dengan keluhan pembengkakan biji

pelir sebelah kiri sejak 2 bulan terakhir. Keluhan bengkak timbul terutama

setelah pasien melakukan aktifitas yang berat dan sembuh sendiri setelah

beberapa hari. Semakin lama keluhan dirasa mengganggu dan terasa nyeri.

Batasan Masalah

Nama : Sdr. Bango

Usia : 25 tahun

KU : Pembengkakan biji pelir

Onset : 2 bulan yang lalu

Lokasi : Biji pelir sebelah kiri

Kualitas : Mengganggu

Kuantitas : Keluhan muncul setelah aktifitas berat

Progresifitas : Semakin lama semakin nyeri dan mengganggu

Faktor yang memperberat : Aktifitas berat

Faktor yang memperingan : Istirahat

Keluhan tambahan : Nyeri

Analisis Masalah

1. Anatomi Testis

Testis merupakan sepasang struktur berbentuk oval,agak gepeng dengan

panjang sekitar 4 cm dan diameter sekitar2.5 cm. Testis berada didalam

skrotum bersama epididimis yaitu kantung ekstraabdomen tepat dibawah

penis. Dinding pada rongga yang memisahkan testis dengan epididimis

disebut tunika vaginalis. Tunika vaginalis dibentuk dari peritoneum

intraabdomen yang bermigrasi ke dalam skrotum primitive selama

perkembangan genetalia interna pria, setelah migrasi ke dalam skrotum,

saluran tempat turunnya testis (prosesus vaginalis) akan menutup.

Page 3: Laporan Pbl 1 Blok Tropmed Kel 5 Edit Ke Diko

Gambar 1. Organ reproduksi Pria (Martini, 2009)

Organ reproduksi pria terdiri dari skrotum dan penis (Martini, 2009)

Gambar 2.Potongan melintang testis (Martini, 2009)

Lapisan skrotum dari luar ke dalam adalah (Martini, 2009) :

1. Cutis

2. Tunica dartos

3. Fascia spermatica externa

4. Fascia cremasterica

5. M. cremasterica

6. Fascia spermatica interna

7. Tunica vaginalis lamina parietalis

8. Cavumscrotalis

9. Tunica vaginalis lamina viseralis

10. Tunica albuginea

Page 4: Laporan Pbl 1 Blok Tropmed Kel 5 Edit Ke Diko

Gambar 3.Funiculus spermaticus (Martini, 2009)

Funiculus spermaticus adalah penggantung testis yang berjalan

sepanjang canalis inguinalis yang terbentang dari cavitas abdominopelvis

hingga ke testis. Funiculus spermaticus terdiri atas (Snell, 2006) :

1. a.v. testicularis

2. a.v. ductus deferens

3. a. cremasterica

4. n. genitofemoralis

5. vas deferens

6. pembuluh limfatik

Gambar 4.Perjalanan Sperma (Snell, 2006)

Page 5: Laporan Pbl 1 Blok Tropmed Kel 5 Edit Ke Diko

Tubulus seminiferous tubulus rectus rete testis ductus efferent

epididymis ductus deferens + ductus vesicula seminalis ductus

ejaculatorius urethra Ostium urethra externa (Snell, 2006)

2. Fisiologi testis

Testis terletak didalam skrotum yang setiap lobusnya berisi banyak

tubulus seminiferus, dimana spermatogenesis terjadi. Sel-sel

sertoli(sustentacular) ditemukan sepanjang tubulus, tempat dimana sperma

tumbuh menghasilkan hormon inhibin yang fungsinya yaitu

untuk mempertahankan tingkat konstan spermatogenesis ketika distimulasi

oleh testosteron dengan mengurangi sekresi FSH (Ganong, 1992). Antara

tubulus seminiferus terdapat sel Leydig, yang menghasilkan testosteron

ketika dirangsang oleh hormon luteinizing (LH) dari hipofisis kelenjar

anterior. Selain perannya dalam pematangan sperma,testosteron juga

bertanggung jawab dalam organ sekunder seksual pria (Purnomo, 2003).

Pengaturan suhu testis di dalam scrotum dilakukan oleh kontraksi

musculus dartos dan cremaster yang apabila berkontraksi akan

mengangkat testis mendekat ke tubuh. Bila suhu testis akan diturunkan,

otot cremaster akan berelaksasi dan testis akan menjauhi tubuh.

Temperatur testis dalam scrotum selalu dipertahankan dibawah temperatur

suhu tubuh 2-3 oC untuk kelangsungan spermatogenesis (Purnomo, 2003).

Fungsi testis:

a. Spermatogenesis terjadi dalam tubulus seminiferus, diatur FSH

b. Sekresi testosterone oleh sel Leydig, diatur oleh LH.

3. Histologi testis dan epididimis

a. Histologi Testis

Testis dibungkus oleh tunika albuginea yang merupakan jaringan ikat

tebal, dibawahnya terdapat jaringan ikat vaskulosa yang merupakan

jaringan ikat longgar. Jaringan ikat vaskulosa yang meluas ke dalam

membentuk jaringan ikat intersisial yang akan mengelilingi, mengikat

Page 6: Laporan Pbl 1 Blok Tropmed Kel 5 Edit Ke Diko

dan menyokong tubulus seminiferus. Testis terbagi menjadi beberapa

lobuli dimana setiap lobuli mengandung empat tubulus seminiferus.

Tubulus seminiferus pada potongan melintang dapat diamati

pembentukan spermatozoa dan sel-sel penyokong lainnya seperti sel

Sertoli dan sel Leydig. Sel Sertoli berfungsi sebagai pemberi nutrisi

terhadap spermatozoa dan sel Leydig berfungsi pada pembentukan

testosteron (Eroschenko, 2010).

Tubulus seminiferus dilapisi oleh epitel germinal yang merupakan

epitel berlapis. Terdapat dua jenis sel pada membrane basalis tubulus

seminiferus yaitu sel spermatogenik dan sel sertoli. Pada sel

spermatogonik dapat dijumpai mulai dari spermatogonia, spermatosit

primer, spermatosit sekunder, spermatid early dan late, dan

spermatozoa. Sel Leydig sendiri berada di intersisial diluar tubulus

seminiferus (Eroschenko, 2010).

Spermatogonia merupakan sel spermatogenik imatur berdekatan

dengan membrana basalis, berfungsi sebagai sel induk epitel germinal

dan membelah secara mitosis untuk menghasilkan sel spermatogonia A

dan B. Sel spermatogonia B yang mitosis akan menghasilkan

spermatosit primer. Spermatosit primer merupakan sel germinal yang

paling besar di tubulus seminiferus dan intinya besar mengandung

kromatin berupa gumpalan kasar (Eroschenko, 2010).

Spermatosit primer membelah menjadi spermatosit sekunder yang

lebih kecil dengan kromatin kurang padat. Spermatosit sekunder

mengalami meiosis menghasilkan spermatid. Spermatid late sudah

dapat dijumpai adanya cakal ekor dari spermatozoa. Spermatid late

membelah dan menghasilkan spermatozoa. Spermatozoa dapat

dijumpai dibagian tengah lumen tubulus seminiferus. Sel sertoli

sebagai penyokong terletak di seluruh epitel germinal berbentuk

piramid (Eroschenko, 2010).

Page 7: Laporan Pbl 1 Blok Tropmed Kel 5 Edit Ke Diko

b. Histologi Epididimis

Epididimis merupakan saluran berkelok-kelok sebagai tempat

pematangan sperma. Saluran ini dilapisi oleh epitel kolumner

pseudokompleks dengan stereosilia. Spermatozoa dapat diamati pada

bagian lumen epididimis. Lapisan otot mengelilingi setiap tubulus

(Eroschenko, 2010).

4. Patofisiologi bengkak dan nyeri

Definisi bengkak

Bengkak adalah pembesaran atau protuberansi pada tubuh, termasuk

tumor.Bengkak merupakan salah satu dari lima ciri peradangan bersama

Page 8: Laporan Pbl 1 Blok Tropmed Kel 5 Edit Ke Diko

dengan rasa sakit, panas, warna kemerahan dan disfungsi. Menurut

penyebabnya, bengkak dapat bersifat kongenital, traumatik, radang,

neoplastik dan lain-lain.

5. Penyakit yang menyebabkan testis membengkak

a. Kongenital : hidrokel, hernia inguinoskrotalis

b. Inflamasi : varikokel, funikulitis, epididimitis, orkitis,

hidrokel, filariasis

c. Trauma : Hernia, hematokel

d. IMS : Ghonorrea, Chlamidia

e. Non IMS : E. Coli, M. tuberculosis, Brucella

Info 2

Anamnesis lanjutan didapatkan informasi bahwa 8 bulan ini pasien sering

mengeluh demam yang berulang namun sembuh sendiri setelah beristirahat.

Buang air besar dan buang air kecil tidak ada keluhan.

Pasien adalah seorang buruh perkebunan, tinggal bersama istri dan 3 orang

anak. Di sekitar rumah penderita banyak rawa-rawa. Penderita baru saja pergi

mengunjungi saudaranya yang tinggal di Flores sekitar 1 tahun yang lalu.

Pemeriksaan Fisik :

KU : sadar

Tanda vital : TD : 120/80 mmHg

RR : 16x/menit

HR : 84x/menit

Suhu : 36,8 C (axilla)

Kepala : mata : konjungtiva palpebra anemis -/-, sclera ikterik -/-

Mulut: tanda perdarahan gusi (-)

Leher : pembesaran nnll -/-

Thorax : paru dan jantung dalam batas normal

Abdomen : I : datar

Au : BU (+)N

Pe : tympani, pekak pada region hipokondriaka dextra

Page 9: Laporan Pbl 1 Blok Tropmed Kel 5 Edit Ke Diko

Pa : hepatomegali (-), splenomegali (-)

Genital : I : scrotum membesar, eritem di scrotum sinistra (+)

Pa : testis sinistra membesar (+) nyeri tekan scrotum sinistra

(+)

Au : Bising usus (-)

Transiluminasi test (-)

Ekstremitas : edema -/-

Pengeliminasian DD :

1. Varikokel

Karena pada saat inspeksi dan palpasi tidak ditemukan gambaran dan

perabaan menyerupai kumpulan cacing pada kraniak testis.

2. Hidrokel dan hematokel

Karena tidak terlihat cairan pada pemeriksaan transiluminasi.

3. Hernia Scrotalis

Pada inspeksi tidak ditemukan benjolan berbentuk lonjong dari daerah

inguinal yang mengarah hingga ke skrotum, pada palpasi teraba nyeri.

Seharusnya tidak ditemukan nyeri tekan pada hernia scrotalis.

4. Ghonorrea

Tidak ada keluhan gatal dan panas di bagian distal uretra di sekitar

orifisium uretra eksternum, disuria, polakisuria. Tidak ditemukan duh

tubuh dari ujung uretra. Tidak ditemukan kemerahan, edema, dan

ektropion pada orifisium uretra eksternum.

5. Chlamidia

Tidak ditemukan adanya gejala urethritis, tidak ditemukan secret yang

keluar dari uretra.

DD yang tersisa :

1. Funiculitis

2. Epididimitis

3. Orkitis

4. Filariasis

Page 10: Laporan Pbl 1 Blok Tropmed Kel 5 Edit Ke Diko

5. Infeksi E. coli

6. Infeksi Brucella

Sasaran Belajar 1

1. Anamnesis, Pemeriksaan Fisik, dan Pemeriksaan Penunjang

a. E. Coli

Escherichia coli sering dikaitkan dengan penyakit infeksi saluran kemih.

Kuman penyebab infeksi saluran kemih yang tersering adalah E. Coli yaitu

sekitar 80% – 90% kasus kasus ISK (Burke, 2008). Penegakan diagnosis

pada penyakit ini adalah (Stamm, 2001) :

1. Anamnesis

Nyeri yang sering dan rasa panas ketika berkemih

Spasame pada area kandung kemih dan suprapubis

Hematuria

Nyeri punggung dapat terjadi

Demam

Menggigil

Nyeri panggul dan pinggang

Nyeri ketika berkemih

Malaise

Pusing

Mual dan muntah

2. Pemeriksaan fisik

Mukosa memerah dan edema

Terdapat cairan eksudat yang purulent

Ada Ulserasi pada uretra

Nyeri pada bagian abdomen

Tidak ada nyeri pada testis

3. Pemeriksaan penunjang

- Analisa Urin (urinalisis)

Pemeriksaan urinalisis meliputi:

Leukosuria (ditemukannya leukosit dalam urin).

Page 11: Laporan Pbl 1 Blok Tropmed Kel 5 Edit Ke Diko

Dinyatakan positif jika terdapat 5 atau lebih leukosit (sel

darah putih) per lapangan pandang dalam sedimen urin.

Hematuria (ditemukannya eritrosit dalam urin).

Merupakan petunjuk adanya infeksi saluran kemih jika

ditemukan eritrosit (sel darah merah) 5-10 per lapangan

pandang sedimen urin. Hematuria bisa juga karena adanya

kelainan atau penyakit lain, misalnya batu ginjal dan

penyakit ginjal lainnya.

- Pemeriksaan bakteri (bakteriologis)

Pemeriksaan bakteriologis meliputi:

Mikroskopis.

Positif jika ditemukan 1 bakteri per lapangan pandang.

Biakan bakteri.

Untuk memastikan diagnosa infeksi saluran kemih.

- Pemeriksaan kimia

Tes ini dimaksudkan sebagai penyaring adanya bakteri dalam

urin. Contoh, tes reduksi griess nitrate, untuk mendeteksi

bakteri gram negatif. Batasan: ditemukan lebih 100.000 bakteri.

Tingkat kepekaannya mencapai 90 % dengan spesifisitas 99%

(Hanno, 2001).

- Tes Dip slide (tes plat-celup)

Untuk menentukan jumlah bakteri per cc urin. Kelemahan cara

ini tidak mampu mengetahui jenis bakteri.

- Pemeriksaan penunjang lain

Meliputi: radiologis (rontgen), IVP (pielografi intra vena),

USG dan Scanning. Pemeriksaan penunjang ini dimaksudkan

untuk mengetahui ada tidaknya batu atau kelainan lainnya.

b. Brucella

Brucella adalah parasit obligat hewan dan manusia yang

lokasinya di intraseluler. Brucella dapat menyerang manusia dan

menyebabkan penyakit brucellosis yang ditandai dengan fase

Page 12: Laporan Pbl 1 Blok Tropmed Kel 5 Edit Ke Diko

bakterimik akut berupa demam yang naik turun yang diikuti dengan

stadium kronik (Brooks et al., 2008). Etiologinya disebabkan oleh

Brucella melitensis dan Brucella abortus. Transmisinya melalui

daging, susu yang terkontaminasi, kontak langsung dengan hewan

yang terinfeksi, seperti sapi, kambing, domba, dan babi, urin, dan

cairan tubuh. Memiliki masa inkubasi selama 1-4 minggu. Gejala

klinisnya ditandai dengan demam dimana suhunya 39oC-40oC. gejala

penyerta lainnya myalgia, atralgia, gangguan pada saluran cerna

seperti mual, muntah, nyeri perut, konstipasi, pembesaran

padalimponodi yang terlokalisir, gangguan pada organ paru, dan

gangguan genitourinary berupa prostatitis, epididimitis, dan orkitis

(Tanidir et al., 2009).

Anamnesis akan didapatkan tanda dan gejala berupa lesu, nafsu

makan menurun, kurus, demam intermitten, nyeri otot, sakit kepala,

menggigil, dan keringat berlebih. Pemeriksaan fisik akan ditemukan

suhu tubuh >39˚C (Tanidir et al., 2009).

Pemeriksaan laboratorium darah lengkap didapatkan adanya

anemia, leukopenia, dan trombositopenia. Pemeriksaan USG

didiapatkan peningkatan aliran darah ke testis. Terjadi pembengkakan

pada testis yang bersifat unilateral/bilateral yang terlihat lebih ekoik.

Selain itu, pemeriksaan penunjang lainnya seperti kultur darah, aspirasi

epididimis, dan titer Brucella juga dapat dilakukan untuk menegakkan

brucellosis (titer 1:160) (Tanidir et al., 2009).

c. Orkhitis

Sebagian orchitis berhubungan dengan penyakit Gondongan ( Mumps,

Parotitis ). Disebutkan bahwa 30 % penderita Gondongan dapat

mengalami Orchitis pada hari ke 4 hingga hari ke 7. Ini terjadi karena

penjalaran infeksi melalui aliran getah bening. Virus-virus lain yang

berbungan dengan Orchitis diantaranya coxsackievirus, varicella, dan

echovirus. Bakteri. Orchitis oleh bakteri pada umumnya merupakan

penyebaran epididymitis, yakni infeksi epididimis ( saluran sperma

Page 13: Laporan Pbl 1 Blok Tropmed Kel 5 Edit Ke Diko

yang menempel di bagian atas testis ). Infeksi oleh bakteri dapat juga

terjadi tanpa adanya infeksi epididimis. Kuman penyebab Orchitis

diantaranya Neisseria gonorrhoeae, Chlamydia trachomatis,

Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae, Pseudomonas aeruginosa,

Staphylococcus dan Streptococcus (Enday, 2007).

Gejala

Gejala Orchitis bisa muncul tiba-tiba, gejala tersebut antara lain

(Enday, 2007) :

a. Bengkak pada salah satu atau kedua belah testis

b. Nyeri mulai dari ringan sampai parah

c. Mual

d. Demam

e. Perubahan penis

f. Darah saat ejakulasi

Pemeriksaan Fisik

Inspeksi :bengkak, merah

Palpasi :bengkak (Enday, 2007)

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada penderita orkhitis

antara lain pemeriksaan urin, pemeriksaan discharge uretra untuk

mengetahui mikroorganisme penyebab, sementara sistoskopi,

pielografi intravena, dan sistografi dapat dilakukan jika dicurigai

adanya patologi pada kandung kemih. Pemeriksaan penunjang lain

meliputi (Jawetz, 2008) :

a. Darah rutin : leukositosis

b. Urin rutin : ditemukan bakteri atau virus

c. Biakan virus : diberi antiserum atau imunofluoresensi

d. Serologi : ELISA : antibody IgM dan IgG

Komplikasi

Komplikasi orchitis bisa berupa testis yang mengecil (atropi), abses

(nanah) pada kantong testis, dan infertilitas (susah punya anak),

terutama jika terkena kedua testis (Enday, 2007).

Page 14: Laporan Pbl 1 Blok Tropmed Kel 5 Edit Ke Diko

d. Filariasis

Anamnesis (Widoyono, 2011) :

Penderita filariasis bisa tidak menunjukkan gejala klinis (asimtomatis),

yang dapat disebabkan oleh kadar mikrofilaria yang terlalu sedikit dan

tidak terdeteksi oleh pemeriksaan laboratorium atau karena memang

tidak terdapat mikrofilaria pada darah pasien.

Pada penderita filariasis yang menunjukkan gejala klinis, biasanya

gejala yang dikeluhkan pasien antara lain (Widoyono, 2011) :

1. Demam selama 3-4 hari yang dapat hilang tanpa diobati, demam

dapat berulang kembali 1-2 bulan kemudian atau lebih sering

timbul apabila pasien bekerja terlalu berat.

2. Menggigil dan berkeringat

3. Nyeri kepala

4. Mual

5. Muntah

6. Nyeri pada lipat paha atau ketiak

Pemeriksaan fisik (Widoyono, 2011) :

1. Pembengkakan kelenjar getah bening yang tampak kemerahan dan

teraba panas

2. Pembengkakan skrotum (hidrokel) dan pembengkakan pada

ekstremitas terutama kaki (elefantiasis)

3. Abses filarial akibat seringnya pembengkakan kelenjar getah

bening yang dapat pecah dan mengeluarkan darah serta nanah

Pemeriksaan penunjang (Widoyono, 2011) :

1. Pemeriksaan laboratorium, ditemukan mikrofilaria pada darah

2. Biopsi kelenjar getah bening, ditemukan cacing dewasa. Biopsi ini

dilakukan apabila tidak ditemukan mikrofilaria pada darah

3. Pemeriksaan serologis seperti IHA, bentonite flocculation dan tes

IFA FA, didapatkan peningkatan eosinofilia pada darah

e. Epididimitis

Etiologi

Page 15: Laporan Pbl 1 Blok Tropmed Kel 5 Edit Ke Diko

Bermacam penyebab timbulnya epididimitis tergantung dari usia klien,

sehingga penyebab dari timbulnya epididimitis dibedakan menjadi

(John, 2003) :

1. Infeksi bakteri non spesifik

Bakteri coliforms (misalnya E coli, Pseudomonas, Proteus,

Klebsiella) menjadi penyebab umum terjadinya epididimitis pada

anak-anak, dewasa dengan usia lebih dari 35 tahun dan

homoseksual. Ureaplasma urealyticum, Corynebacterium,

Mycoplasma, dan Mima polymorpha juga dapat ditemukan pada

golongan penderita tersebut. Infeksi yang disebabkan oleh

Haemophilus influenza dan N meningitides sangat jarang terjadi.

2. Penyakit Menular Seksual (PMS)

Chlamydia merupakan penyebab tersering pada laki-laki

berusia kurang dari 35 tahun dengan aktivitas seksual aktif. Infeksi

yang disebabkan oleh Neisseria gonorrhoeae, Treponema

pallidum, Trichomonas dan Gardnerella vaginalis juga sering

terjadi pada populasi ini.

3. Virus

Virus menjadi penyebab yang cukup dominan pada anak-

anak. Pada epididimitis yang disebabkan oleh virus tidak

didapatkan adanya pyuria. Mumps merupakan virus yang sering

menyebabkan epididimitis selain Coxsackie virus A dan Varicella.

4. TB (Tuberculosis)

Epididimitis yang disebabkan oleh basil tuberculosis sering

terjadi di daerah endemis TB dan menjadi penyebab utama

terjadinya TB urogenitalis.

5. Penyebab infeksi lain (seperti Brucellosis, Coccidioidomycosis,

Blastomycosis, Cytomegalovirus, Candidiasis, CMV pada HIV)

dapat menjadi penyebab terjadinya epididimitis namun biasanya

hanya terjadi pada individu dengan sistem imun tubuh yang rendah

atau menurun.

Page 16: Laporan Pbl 1 Blok Tropmed Kel 5 Edit Ke Diko

6. Obstruksi (seperti BPH, malformasi urogenital) memicu terjadinya

refluks.

7. Vaskulitis (seperti Henoch-Schönlein purpura pada anak-anak)

sering menyebabkan epididimitis akibat adanya proses infeksi

sistemik.

8. Penggunaan Amiodarone dosis tinggi

Amiodarone adalah obat yang digunakan pada kasus

aritmia jantung dengan dosis awal 600 mg/hari-800 mg/hari selama

1-3 minggu secara bertahap dan dosis pemeliharaan 400 mg/hari.

Penggunaan Amiodarone dosis tinggi ini (lebih dari 200 mg/hari)

akan menimbulkan antibodi miodarone HCL yang kemudian akan

menyerang epididimis sehingga timbullah gejala epididimitis.

Bagian yang sering terkena adalah bagian cranial dari epididmis

dan kasus ini terjadi pada 3-11 % klien yang menggunakan obat

Amiodarone.

9. Prostatitis

Prostatitis merupakan reaksi inflamasi pada kelenjar prostat

yang dapat disebabkan oleh bakteri maupun non bakteri dapat

mnyebar ke skrotum menyebabkan timbulnya epididimitis dengan

rasa nyeri yang hebat, pembengkakan, kemerahan dan jika

disentuh terasa sangat nyeri. Gejala yang juga sering menyertai

adalah nyeri di selangkangan, daerah antara penis dan anus serta

punggung bagian bawah, demam dan menggigil. Pada

pemeriksaan colok dubur didapatkan prostat yang membengkak

dan terasa nyeri jika disentuh

10. Tindakan pembedahan seperti prostatektomi

Prostatektomi dapat menimbulkan epididimitis karena

terjadinya infeksi preoperasi pada traktus urinarius. Hal ini terjadi

pada 13 % kasus yang dilakukan prostatektomi suprapubik.

11. Kateterisasi dan instrumentasi

Page 17: Laporan Pbl 1 Blok Tropmed Kel 5 Edit Ke Diko

Terjadi epididimitis akibat tindakan kateterisasi maupun

pemasangan instrumentasi dipicu oleh adanya infeksi pada urethra

yang menyebar hingga ke epididimis.

12. Blood borne infection

Epididimitis terjadi melalui infeksi yang penyebarannya

melalui darah dari focus primer yang jauh, seperti kulit, gigi,

telinga, dan tenggorokan.

Pemeriksaan diagnostik/penunjang

A. Pemeriksaan laboratorium (John, 2003) :

1. Pemeriksaan darah lengkap dimana ditemukan leukosit

meningkat dengan shift to the left (10.000-30.000/ µl).

2. Sperma analisa dimana terdapat leukosit > 1 juta/ml

3. Kultur semen sebagai konfirmasi untuk mendapatkan kuman

penyebab dari epididimitis.

4. Kultur urine dan pewarnaan gram untuk kuman penyebab

infeksi.

5. Analisa urine untuk melihat apakah disertai pyuria atau tidak.

6. Tes penyaringan untuk Chlamydia dan Gonorrhoeae.

7. Kultur darah bila dicurigai telah terjadi infeksi sistemik pada

penderita.

B. Pemeriksaan radiologis (John, 2003) :

1. Colour Doppler Ultrasonography

Pemeriksaan ini memiliki rentang tentang kegunaan yang

luas dimana pemeriksaan ini lebih banyak digunakan untuk

membedakan epididimitis dengan penyebab akut skrotum

lainnya.

Keefektifan pemeriksaan ini dibatasi oleh nyeri dan ukuran

anatomi klien (seperti ukuran bayi berbeda dengan dewasa).

Pemeriksaan menggunakan ultrasonografi dilakukan untuk

melihat aliran darah pada arteri testikularis. Pada

Page 18: Laporan Pbl 1 Blok Tropmed Kel 5 Edit Ke Diko

epididimitis, aliran darah pada arteri testikularis cenderung

meningkat.

Ultrasonografi juga dapat dipakai untuk mngetahui adanya

abses skrotum sebagai komplikasi dari epididimitis.

Epididimitis kronis daapt diketahui melalui pembesaran

testis dan epididimis yang disertai penebalan tunika

vaginalis dimana hal ini akan menimbulkan gambaran echo

yang heterogen pada ultrasonografi.

2. Nuclear Scintigraphy

Pemeriksaan ini menggunakan technetium-99 tracer dan

dilakukan untuk mengkonfirmasi hasil pemeriksaan aliran

darah yang meragukan dengan memakai ultrasonografi.

Pada epididimitis akut akan terlihat gambaran peningkatan

penangkapan kontras.

Memiliki sensitivitas dan spesifitas 90-100 % dalam

menentukan daerah iskemia akibat infeksi.

Pada keadaan skrotum yang hiperemis akan timbul

diagnosis negatif palsu.

Keterbatasan dari pemeriksaan ini adalah harga yang mahal

dan sulit dalam melakukan interpretasi.

3. Vesicourethrogram (VCUG), Cystourethroscopy, dan USG

abdomen

Pemeriksaan ini digunakan untuk mengetahui suatu anomali

congenital pada klien anak-anak dengan bakteriuria dan

epididimitis.

Pemeriksaan fisik (John, 2003) :

1. Pada inspeksi ditemukan skrotum bisa menjadi merah dan

bengkak. Ini mungkin akut (tiba-tiba menyerang) namun jarang

Page 19: Laporan Pbl 1 Blok Tropmed Kel 5 Edit Ke Diko

menjadi kronis, dan terdapat pembesaran skrotum dan isinya, dan

terdapat nanah pada urine.

2. Pada palpasi ditemukan testis pada posisi normal vertikal, ukuran

kedua testis sama besar, dan tidak terdapat peninggian pada salah

satu testis. Setelah beberapa hari, epididimis dan testis tidak dapat

teraba terpisah karena bengkak yang juga meliputi testis. Akan

teraba pembesaran atau penebalan dari epididimis secara

keseluruhan, di kauda atau di kaput yang mengindikasikan kuman

penyebab infeksi. Ditemukan juga rasa nyeri yang terlokalisir di

epididimis dengan suhu yang sedikit meningkat karena aliran darah

meningkat di daerah tersebut. Kulit skrotum teraba panas, kenyal,

merah, dan bengkak karena adanya edema dan infiltrate. Funikulus

spermatikus juga turut meradang menjadi bengkak dan nyeri.

3. Hasil pemeriksaan refleks kremaster normal

4. Phren sign bernilai positif dimana nyeri dapat berkurang bila

skrotum diangkat ke atas karena pengangkatan ini akan

mengurangi regangan pada testis. Namun pemeriksaan ini kurang

spesifik.

5. Pembesaran kelenjar getah bening di regio inguinalis.

6. Pada pemeriksaan colok dubur mungkin didapatkan tanda

prostatitis kronis yaitu adanya pengeluaran secret atau nanah

setelah dilakukan masase prostat.

7. Biasanya didapatkan eritema dan selulitis pada skrotum yang

ringan.

8. Pada anak-anak, epididimitis dapat disertai dengan anomali

kongenital pada traktus urogenitalis seperti ureter ektopik, vas

deferens ektopik, dan lain-lain.

f. Funikulitis

Definisi

Funikulitis merupakan peradangan pada funikulus spermatikus,

funikulitis ini merupakan infeksi lanjutan dari filariasis yang di

sebabkan oleh Wuchereria Banchrofti . funikulitis ini merupakan salah

Page 20: Laporan Pbl 1 Blok Tropmed Kel 5 Edit Ke Diko

satu gejala pada stadium akut filariasis banchrofti, peradagan pada

sistem limfatik genitalia maskulina selain epididimitis dan orchitis.

Saluran sperma meradang, membengkak dan menyerupai tali serta

sangat nyeri pada perabaan (Purnomo, 2003).

Etiologi dan Penularannya

Wuchereria bancrofti merupakan spesies fillaria yang menyebabkan

terjadinya funikulitis pada stadium akut filariasis bancrofti, spesies

tersebut dapat ditemuka di Asia Selatan, Asia Tenggara, dan Afrika.

Siklus hidupnya dimulai saat filaria betina dewasa dalam pembuluh

limfe manusia memproduksi sekitar 50000 mikrofilaria perhari

kedalam darah, kemudian nyamuk sebagai vektor menggigit dan

menghisap darah manusia kemudian menggigit individu lainnya

sehingga larva infektif akan masuk kedalam tubuh manusia dan

menularkannya (Purnomo, 2003).

Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala yang muncul pada funikulitis pada umumnya

mengikuti tanda dan gejala umum dari filariasis karena terinfeksi

hereria bancrofti yaitu demam, mual, muntah, sakit kepala dan rasa

lemah. Namun karena adanya peradangan yang terjadi pada saluran

limfatik dan mengenai funikulus spermatikus atau saluran sperma,

maka didapatkan saluran sperma yang meradang, membengkak,

menyerupai tali serta nyeri pada saat perabaan (Purnomo, 2003)

Page 21: Laporan Pbl 1 Blok Tropmed Kel 5 Edit Ke Diko

Peny. Ginjal, hati,

<< protein, luka

bakar yg luas

Penurunan

konsentrasi protein

plasma

Penurunan tekanan

osmotik plasma

Peningkatan filtrasi

cairan keluar dari

pembuluh darah

Reaksi alergi

Peningkatan permeabilitas dinding kapiler

Peningkatan protein plasma yang keluar dari

kapiler ke intersisial

Gagal jantung, kehamilan

Peningkatan tekanan vena

Peningkatan tek. Kapiler

Banyak cairan yang keluar dari vaskuler ke

intersisial

Filariasis

Penyumbatan pembuluh limfe

Cairan yang difiltrasi keluar dari vaskuler berlebih dan tertahan

di intersisium

Akumulasi cairan pada ruang intersisial

(jaringan lunak yang renggang)

Akumulasi cairan bebas di jaringan menyebabkan jaringan

bersifat lemah

Jika mendapat tekanan pd tmpat tersebut, cairan terdorong dan berpindah ke tempat yang

tekanannya lebih rendah

Membentuk cekungan ketika tekanan dilepas dan kembali agak lambat (edema

pitting)

2. Patofisiologi

a. Edema pitting

(Adam, 2003)

Page 22: Laporan Pbl 1 Blok Tropmed Kel 5 Edit Ke Diko

b. Edema non pitting

Edema nonpitting (edema intraseluler)

Metabolisme sel menurun, pasokan oksigen peradangan di

jaringan

dan aliran darah ke jaringan turun

sitokin inflamasi

aliran darah sangat rendah

meningkatkan permeabilitas

vaskuler

pompa ion tertekan

ion Na+ dan lainnya masuk

ke dalam sel

ion Na+ terjebak di dalam sel

osmosis air ke intrasel

edema intrasel

(Guyton, 2007)

c. Bengkak neoplastik

Page 23: Laporan Pbl 1 Blok Tropmed Kel 5 Edit Ke Diko

Agen perusak :Kimia

Radiasi

Virus

Sel Normal

Menonaktifkan gen supresor kanker

Mengganti sel pengatur apoptosis

Mengaktifkan onkogen yang meningkatkan

pertumbuhan sel

Neoplasma

Sel-sel yang tumbuh dengan kecepatan tinggi dan tidak terkordinasi dan di luar pengawasan homeostasis tubuh

Kerusakan DNA

Mutasi dalam genom sel somatik

Mutasi gen onkogen

(Price, 2006)

d. Efusi kongenital

Obat-obatan teratogenik yang dikonsumsi ibuInfeksi dari ibu

Ketidaksempurnaan pembentukan tunica vaginalissehingga ada lubang yang menghubungi peritoneum dan testis

Bayi laki-laki usia kehamilan 28 minggu, testis turundari rongga perut bayi ke dalam skrotum

dimana setiap testis ada kantung yang mengikutinyasehingga mengisi cairan yang mengelilingi testis tersebut

Cairan peritoneum turun melewati tunica vaginalis

Page 24: Laporan Pbl 1 Blok Tropmed Kel 5 Edit Ke Diko

Cairan kantong terisi dengan cairan peritoneum

hidrokel(Price, 2006)

e. Bengkak trauma

(Kushartanti, 2002)

Info 3

Pemeriksaan penunjang

Laboratorium darah :

Hb : 11,6 g%

Ht : 35 %

Leukosit : 5000

Trombosit : 265.000

Eosinofil : 6 %

Pemeriksaan darah malam hari : sediaan darah tepi : mikrofilaria bancrofti (+)

Interpretasi :

Hb menurun (N = 12,5 – 18 untuk pria dan 12 – 16 untuk wanita)

Skrotum terkena trauma

Cedera vaskuler

Bengkak

Influks sel-sel radang (neutrofil, makrofag,

limfosit T)

Cairan darah yang ke lokasi cedera merembes keluar kapiler ke ruang antar sel

Page 25: Laporan Pbl 1 Blok Tropmed Kel 5 Edit Ke Diko

Ht menurun (N = 40-52)

Eosinofil meningkat (N = 0) menandakan terjadinya infeksi

Pengeliminasian DD :

1. Brucella

Brucellosis menular melalui hospes perantara yang berupa hewanternak,

dalam kasus pasien tidak ada kontak dengan jenis hewan ternak apapun.

Gejala pada brucellosis tidak spesifik seperti demam, kelelahan, atralgia,

batuk, sakit kepala, dan tidak ada keluhan nyeri dan bengkak pada

skrotum.

2. E. Coli

Pembengkakan skrotum karena E. Coli dapat dieliminasi karena infeksi E.

Coli tidak memakan waktu yang lama melainkan hanya dalam hitungan

hari. Sedangkan pada kasus penyakitnya sudah dialami selama 2 bulan.

DD lain pun dapat dieliminasi karena telah ada gold standard berupa

penemuan mikrofilaria pada apusan darah tepi pasien sehingga diagnosis kerja

dapat ditegakkan.

Diagnosis Kerja : Filariasis bancrofti

Sasaran Belajar 2

1. Definisi

Filariasis adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh infeksi cacing

nematoda dari superfamili Filarioidea, yang menyerang sistem getah

bening dan jaringan subkutan.

2. Epidemiologi

Infeksi in tersebar di daerahtropisdan subtropics sepertiAfrika, Asia,

Pasifik Selatan danAmerika Selatan.Di Asia, filarial endemic terjadi di

Indonesia, Myanmar, India dan Sri Lanka.Di seluruhdunia,

angkaoerkiraaninfeksi filarial mencapai 250 juta orang. Di daerah-daerah

Page 26: Laporan Pbl 1 Blok Tropmed Kel 5 Edit Ke Diko

endemic,80% pendudukbisamengalamiinfeksitetapihanyasekitar 10-20%

populasi yang menunjukkangejalaklinis (Widoyono, 2011)

3. Etiologi

Filariasis disebabkan oleh Wuchereria bancrofti, Brugia malayi, Brugia

timori dan Onchocerca volvulus. Wuchereria bancrofti dan Brugia malayi

banyak ditemukan di Asia Selatan, Asia Tenggara dan Afrika, sedangkan

Onchocerca banyak ditemukan di Afrika.

4. Daur hidup Wucheria bancrofti

Sumber :CDC http://www.dpd.cdc.gov/dpdx

FaseAkut

Demam 3-4 hari yang dapathilangtanpadiobati, demamberulanglagi 1-2

bulankemudian,

ataugejalalebihseringtimbuljikapasienbekerjaterlaluberat.Dapattimbulbenj

olandanterasanyeripadalipatpaha, ketiakataudaerah genitalia (Widoyono,

2011)

Page 27: Laporan Pbl 1 Blok Tropmed Kel 5 Edit Ke Diko

5. Faktor risiko dan diagnosis banding

Faktor resiko:

a. Para pendatang di daerah endemis

Diagnosis banding:

a. Brucella

b. Orkhitis

c. Epididimitis

d. Funikulitis

6. Anamnesis, Pemeriksaan fisik, Pemeriksaan penunjang

Penderita filariasis bisa tidak menunjukkan gejala klinis (asimtomatis),

yang dapat disebabkan oleh kadar mikrofilaria yang terlalu sedikit dan

tidak terdeteksi oleh pemeriksaan laboratorium atau karena memang tidak

terdapat mikrofilaria pada darah pasien.

Pada penderita filariasis yang menunjukkan gejala klinis, biasanya gejala

yang dikeluhkan pasien antara lain :

a. Demam selama 3-4 hari yang dapat hilang tanpa diobati, demam dapat

berulang kembali 1-2 bulan kemudian atau lebih sering timbul apabila

pasien bekerja terlalu berat.

b. Menggigil dan berkeringat

c. Nyeri kepala

d. Mual

e. Muntah

f. Nyeri pada lipat paha atau ketiak

Pemeriksaan fisik:

a. Pembengkakan kelenjar getah bening yang tampak kemerahan dan teraba

panas

b. Pembengkakan skrotum (hidrokel) dan pembengkak pada ekstremitas

terutama kaki (elefantiasis)

c. Abses filarial akibat seringnya pembengkakan kelenjar getah bening yang

dapat pecah dan mengeluarkan darah serta nanah

Pemeriksaan penunjang:

Page 28: Laporan Pbl 1 Blok Tropmed Kel 5 Edit Ke Diko

a. Pemeriksaan laboratorium, ditemukan mikrofilaria pada darah

b. Biopsi kelenjar getah bening, ditemukan cacing dewasa. Biopsi ini

dilakukan apabila tidak ditemukan mikrofilaria pada darah

c. Pemeriksaan serologis seperti IHA, bentonite flocculation dan tes IFA FA,

didapatkan peningkatan eosinofilia pada darah

7. Gejala klinis

Gejala klinis filariasis disebabkan oleh cacing dewasa pada sistem limfatik

dan oleh reaksi hiperresponsif berupa occult filariasis.

Dalam perjalanan penyakit filariasis bermula dengan adenolimfangitis

akuta berulang dan berakhir dengan terjadinya obstruksi menahun dari

sistem limfatik. Perjalanan penyakit tidak jelas dari satu stadium ke

stadium berikutnya.

8. Terapi medikamentosa

WHO menetapkan dietilcarbamazin (DEC) sebagai obat yang efektif untuk

pengobatan filariasis. Dosis DEC 6 mg/kgBB/hari selama 12 hari.

Pengobatan diulang 1 tahun hingga 6 bulan, bahkan bila perlu 2 hari per

bulan dengan dosis 6-8 mg/kg/BB. Selain DEC dapat pula dipergunakan

ivermektin untuk menurunkan kadar mikrofilaria. Pemberian albendazol

yang bersifat mikrofilariasidal untuk W. bancrofti selama 2-3 minggu

(Pohan, 2007).

9. Terapi bedah

Terapi bedah dipertimbangkan apabila terapi non bedah tidak berhasil.

Pada prinsipnya adalah untuk membuat saluran limfe baru, namun tingkat

keberhasilannya masih terbatas. Beberapa terapi bedah yang dapat

dilakukan antara lain adalah (Pohan, 2006) :

1. Limfangioplasti

2. Prosedurjembatanlimfe

3. Transposisi flap omentum

4. Eksisiradikaldan graft kulit

5. Anastomispembuluhlimfetepikedalam

6. Bedahmikrolimfatik

Page 29: Laporan Pbl 1 Blok Tropmed Kel 5 Edit Ke Diko

10. Terapi non-medikamentosa

Terapi non-medikamentosa pada filariasis adalah istirahat di tempat

tidur, pengikatan di daerah pembendungan untuk mengurangi edema,

peninggian tungkai, perawatan kaki, pencucian dengan sabun dan air,

ekstremitas digerakkan secarateratur untuk melancarkan aliran, menjaga

kebersihan kuku, memakai alas kaki,mengobati luka kecil dengan krim

antiseptik atau antibiotik, dekompresi bedah, dan terapi nutrisi rendah

lemak, tinggi protein dan asupan cairan tinggi. Pemberantasan filariasis

ditujukan pada pemutusan rantai penularan, dengancara pengobatan untuk

menurunkan morbiditas dan mengurangi transmisi oleh vektor (Pohan,

2004).

11. Pemberantasan filariasis

Pemberantasan filariasis ditujukan pada pemutusan rantai penularan

dengan cara pengobatan untuk menurunkan morbiditas dan mengurangi

transmissi.

Pemberantasan filariasis di Indonesia dilaksanakan oleh Puskesmas

dengan tujuan :

1. Menurunkan Acute Disease Rate (ADR) menjadi 0%

2. Menurunkan nf rate menjadi < 5%

3. Mempertahankan Chronic Disease Rate (CDR)

4. Kegiatan pemberantasan nyamuk terdiri atas :

a. Pemberantasan nyamuk dewasa

Anopheles : residual indoor spraying

Aedes : aerial spraying

b. Pemberantasan jentik nyamuk

Anopheles : Abate 1%

Culex : minyak tanah

Mansonia : melenyapkan tanaman air tempatperindukan,

mengeringkan rawa dan saluran air

c. Mencegah gigitan nyamuk

Menggunakan kawat nyamuk/kelambuMenggunakan

repellent Kegiatan pemberantasan nyamuk dewasa dan

Page 30: Laporan Pbl 1 Blok Tropmed Kel 5 Edit Ke Diko

jentik tidak masuk dalam program pemberantasan filariasis

diPuskesmas yang dikeluarkan oleh P2MPLP pada tahun

1992.

Penyuluhan tentang penyakit filariasis dan penanggulangannya perlu

dilaksanakan sehingga terbentuk sikap dan perilaku yang baik untuk

menunjang penanggulangan filariasis.

Sasaran penyuluhan adalah penderita filariasis beserta keluarga dan

seluruh penduduk daerah endemis dengan harapan bahwa penderita

dengan gejala klinik filariasis segera memeriksakan diri ke Puskesmas,

bersedia diperiksa darah jari dan minum obat DEC secara lengkap dan

teratur serta menghindarkan diri dari gigitan nyamuk.

Evaluasi hasil pemberantasan dilakukan setelah 5 tahun, dengan

melakukan pemeriksaan vektor dan pemeriksaan darah tepi untuk deteksi

mikrofilaria (Depkes, 2003)

12. Mengapa jika beraktivitas berat akan bertambah besar dan nyeri?

1. Saat aktivitas berat, tubuh lebih banyak memproduksi panas yang ditandai

dengan respon vasodilatasi pembuluh darah. Aliran darah menuju jaringan

lebih lancar karena sel-sel membutuhkan nutrisi lebih saat aktivitas berat.

Aliran darah yang banyak akan menyebabkan cairan plasma yang keluar

pada pembuluh kapiler lebih banyak. Sehinggacairan akan diabsorbsi

masuk ke pembuluh limfe dan menambah cairan di pembuluh limfe yang

tersumbat.

2. Saat aktivitas berat, pompa otot rangka tidak berjalan

3. Peingkatan tekanan intra abdomen

Page 31: Laporan Pbl 1 Blok Tropmed Kel 5 Edit Ke Diko

BAB III

KESIMPULAN

Filariasis adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh infeksi cacing

nematoda dari superfamili Filarioidea, yang menyerang sistem getah bening dan

jaringan subkutan. Filariasis disebabkan oleh Wuchereria bancrofti, Brugia

malayi, Brugia timori dan Onchocerca volvulus. Wuchereria bancrofti dan Brugia

malayi banyak ditemukan di Asia Selatan, Asia Tenggara dan Afrika, sedangkan

Onchocerca banyak ditemukan di Afrika.

Penderita filariasis bisa tidak menunjukkan gejala klinis (asimtomatis),

yang dapat disebabkan oleh kadar mikrofilaria yang terlalu sedikit dan tidak

terdeteksi oleh pemeriksaan laboratorium atau karena memang tidak terdapat

mikrofilaria pada darah pasien. Terapi penyakit ini terdiri dari terapi

medikamentosa, non-medikamentosa dan bedah.

Page 32: Laporan Pbl 1 Blok Tropmed Kel 5 Edit Ke Diko

DAFTAR PUSTAKA

Adam I, Indrawijaya. 2003. Patofisiologi bengkak. Bandung: Penerbit Sinar Baru.

Adyana, Kemal. 2002. Dasar - Dasar Anatomi dan Fisiologi Tubuh Manusia. Bandung. Jurusan Pendidikan Biologi UPI.

Brooks, Geo F., Janet S. Butel dan Stephen A. Morse. 2008. Mikrobiologi Kedokteran Jawetz, Melnick, dan Adelberg Edisi 23. EGC, Jakarta. Hal 289-292.

Burke JP. 2008. Infection Control- A Problem for Patient Safety. N Engl J Med; 348: 651-656.

Departemen Kesehatan RI. 1988. Petunjuk Pelaksanaan Pemberantasan Penyakit Kaki Gajah di Puskesmas

Enday S. 2007. Infeksi Saluran Kemih Pasien Dewasa. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV. Jakarta, Indonesia: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran UI, 553-557.

Eroschenko, Victor P. 2010. Atlas Histologi diFiore dengan Korelasi Fungsional Edisi 11. Jakarta : EGC. Hal 430-434.

Ganong W.F. 1992. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC.

Guyton A.C. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. 11th ed. Jakarta : EGC.

Hanno PM et al. 2001. Clinical manual of Urology 3rd edition. New york : Mcgraw-hill.

Jawetz, M.A. 2008.MikrobiologiKedokteran. edisi 23. Alih Bahasa: Huriwati Hartanto dkk. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran ECG.

John N. K. 2003. Epididimitis. Dalam: Smith’s General Urology 6th ed. h189-95

Kushartanti. 2002. Patofisiologi Cedera. FIK UNY. Yogyakarta.

Martini, Frederich H., Nath, Judi L., et al. 2009. Fundamentals of Anatomy and Physiology, 8th edition. San Fransisco : Pearson International Education

Pohan Herdiman T,. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta

Price, S.A., Wilson L.M. 2006. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6. Jakarta : EGC

Page 33: Laporan Pbl 1 Blok Tropmed Kel 5 Edit Ke Diko

Purnomo B. 2003. Dasar-dasar Urologi. Jakarta : CV. Infomedika.

Snell, Richard S. 2006. Anatomi Klinik Untuk mahasiswa Kedokteran. Jakarta : EGC

Stamm WE. 2001. An Epidemic of Urinary Tract Infections? N Engl J Med; 345: 1055-1057.

Tanidir, Yilorem, Abdulkadir Gumrah, Cem Akbal, and Tufan Tarcan. 2009. Brucella Epididymo-Orchitis as The First Presenting Sign of Brucellosis : A Case Report and Riview of The Literature. Mamara Medical Journal. 22(2) : 179-180.

Widoyono. 2011. Penyakit Tropis, Epidemiologi, Penularan, Pencegahan, dan Pemberantasannya. Edisi kedua. Jakarta : Erlangga.