Laporan Modul 3 Blok 10

43
LAPORAN HASIL DISKUSI KELOMPOK KECIL BLOK 10 INFEKSI II KEDOKTERAN GIGI MODUL 3 INFEKSI VIRUS, JAMUR DAN BAKTERI PADA RONGGA MULUT KELOMPOK 2 Khemal Ilham Rinaldy 1310015102 Devi Sarfina 1310015105 Jumiati 1310015097 Dini Sylvana 1310015107 Shalahuddin Al Amin 1310015113 Madherisa Paulita 1310015099 Raisa Debrina Commas 1310015111 Suhastianti Shafira Utami 1310015100 Frediyuwana Dharmaswara 1310015114 TUTOR drg. Masyudi, M.Si PROGRAM STUDI KEDOKTERAN GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN

description

Infeksi Odontogenik KG

Transcript of Laporan Modul 3 Blok 10

Page 1: Laporan Modul 3 Blok 10

LAPORAN HASIL DISKUSI KELOMPOK KECIL

BLOK 10 INFEKSI II KEDOKTERAN GIGI

MODUL 3 INFEKSI VIRUS, JAMUR DAN BAKTERI PADA RONGGA MULUT

KELOMPOK 2

Khemal Ilham Rinaldy 1310015102

Devi Sarfina 1310015105

Jumiati 1310015097

Dini Sylvana 1310015107

Shalahuddin Al Amin 1310015113

Madherisa Paulita 1310015099

Raisa Debrina Commas 1310015111

Suhastianti Shafira Utami 1310015100

Frediyuwana Dharmaswara 1310015114

TUTOR drg. Masyudi, M.Si

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN GIGI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MULAWARMAN

SAMARINDA

TAHUN 2015

Page 2: Laporan Modul 3 Blok 10

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan hidayah-Nya lah laporan hasil diskusi kelompok kecil ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Laporan ini disusun dari berbagai sumber ilmiah sebagai hasil dari diskusi kelompok kecil (DKK) kami.

Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu hingga terselesaikannya laporan ini. Pertama-tama kami ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. drg. Masyudi selaku tutor kelompok 2 yang telah membimbing kami dalam melaksanakan diskusi kelompok kecil (DKK) dalam skenario modul 3 blok 10 ini.

2. Teman-teman kelompok 2 yang telah mencurahkan pikiran dan tenaganya sehingga diskusi kelompok kecil (DKK) 1 dan 2 dapat berjalan dengan baik dan dapat menyelesaikan laporan hasil diskusi kelompok kecil (DKK) kelompok 2.

3. Teman-teman mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman khususnya program studi kedokteran gigi angkatan 2013, segala fasilitas yang telah kami gunakan untuk menambah pengetahuan tentang modul kami ini, serta pihak-pihak lain yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu.

Kami sengaja menyelesaikan laporan ini untuk memenuhi salah satu tugas kuliah dengan sistem PBL. Dan tentunya kami selaku penyusun juga mengharapkan agar laporan ini dapat berguna baik bagi penyusun sendiri maupun bagi pembaca di kemudian hari.

Laporan ini sangat jauh dari sempurna. Oleh karena itu, saran serta kritik yang membangun sangat kami harapkan demi tercapainya kesempurnaan dari isi laporan hasil diskusi kelompok kecil (DKK) ini.

Samarinda, Februari 2015

Hormat kami,

Tim penyusun

Page 3: Laporan Modul 3 Blok 10

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ............................................................................................................. 2

Daftar Isi ...................................................................................................................... 3

BAB I : Pendahuluan

1.1 Latar Belakang ....................................................................................................... 4

1.2 Tujuan .................................................................................................................... 4

1.3 Manfaat .................................................................................................................. 5

BAB II : Pembahasan

2.1 Step 1 : Identifikasi Istilah Asing ...........................................................................6

2.2 Step 2 : Identifikasi Masalah ..................................................................................6

2.3 Step 3 : Curah Pendapat .........................................................................................7

2.4 Step 4 : Peta Konsep ..............................................................................................9

2.5 Step 5 : Learning Objective ...................................................................................9

2.6 Step 6 : Belajar Mandiri..........................................................................................10

2.7 Step 7 : Sintesis.......................................................................................................10

BAB III : Penutup

3.1 Kesimpulan ............................................................................................................27

3.2 Saran.......................................................................................................................27

Daftar Pustaka...............................................................................................................28

Page 4: Laporan Modul 3 Blok 10

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Rongga mulut dihuni oleh berbagai jenis mikroorganisme yang membentuk mikroflora

yang komensal. Mikroflora ini biasanya mengandung bakteri, mikoplasma, jamur, dan

protozoa, yang kesemuanya dapat menimbulkan infeksi oportunistik simtomatik tergantung

pada faktor-faktor lokal atau daya pertahanan tubuh pejamu yang rendah. Sebagai tambahan,

sejumlah virus dapat menimbulkan lesi orofasial atau hadir secara asimtomatis di dalam

saliva pada saat timbulnya infeksi virus secara sistemik atau pada pembawa yang sehat. Lesi

merupakan diskontinuitas jaringan patologis atau traumatik atau hilangnya fungsi suatu

bagian. Dalam rongga mulut terdapat bermacam-macam lesi baik itu pada bibir, lidah,

maupun pada mukosa mulut. Gambaran klinis akan dihubungkan dengan riwayat penyakit

sehingga dapat ditelusuri diagnosis penyakit. Berdasarkan terjadinya, lesi terbagi menjadi

dua yaitu, lesi primer dan lesi sekunder. Erosi, fissur, ulkus dan bekas luka menunjukkan

adanya kerusakan lokal pada jaringan kutan. Erosi didefinisikan sebagai pelepasan lapisan

epidermis saja. Erosi sembuh tanpa adanya pembentukan bekas luka. Ulkus didefinisikan

sebagai keadaan hilangnya lapisan epidermis dan adanya kerusakan pada dermis. Ulkus

yang berada pada lapisan kutan masih bisa sembuh tanpa meninggalkan bekas luka. Bekas

luka (scars) adalah kerusakan permanen pada permukaan kulit yang terlihat ( Regezi and

Sciubba, 1993). Lesi vesikubulosa dari suatu penyakit dapat bermanifestasi pada mukosa

mulut dan kulit. Lesi dapat bervariasi berdasarkan frekuensi, tingkat keparahan dan

pengaruh kondisi sistemik. Biasanya lesi vesikubulosa dapat mempunyai karakteristik yang

umum. Vesikel yang muncul pada mukosa mulut biasanya kecil dengan diameter tidak lebih

dari 0,5 cm, tampak singular dan kadang-kadang dalam bentuk klaster. Vesikel tersebut

mudah pecah dan meninggalkan permukaan yang mengalami ulkus (Sonnis, dkk.,

1995). Vesikel adalah suatu elevasi pada kulit atau membran mukous superfisial, merupakan

defek subepitelial atau intraepitelial yang mengandung serum, plasma atau darah. Vesikel

mudah pecah di rongga mulut karena trauma sehingga meninggalkan ulkus yang superfisial.

Lesi-lesi yang diakibatkan oleh infeksi virus maupun yang terjadi karena alergi adalah mirip

secara mikroskopis sehingga sulit untuk menegakkan diagnosis dengan cara biopsi.

Identifikasi proses penyakit tersebut tergantung pada penampakan klinis dan tes-tes

Page 5: Laporan Modul 3 Blok 10

laboratoris, misalnya tes-tes sensitivitas, tes fiksasi dan tes inokulasi Perubahan pertama

yang terjadi adalah suatu area hiperemia dan edema pada jaringan sub epithelial. Cairan

mulai terakumulasi di dalam epithelium atau diantara epithelium dan jaringan ikat. Poket

cairan yang kecil kemudian bergabung dan mengalami elevasi membentuk suatu vesikel.

Perawatan untuk kebanyakan lesi vesikuler adalah sama dan simptomatik. Tes laboratorik

penting sebelum penegakan diagnosis dan penentuan terapi (Baskar, 1993). Penyebab paling

sering bagi lesi vesikubulosa adalah infeksi virus Herpes Simplex, Varicella Zoster, infeksi

virus Coxsakie, Hand Foot dan Mouth Disease dan Herpangina (Gayford dan Haskell,

1991). Diagnosis penyakit vesikubulosa biasanya berdasarkan pada riwayat keluhan,

pemeriksaan klinis dan biopsi. Faktor-faktor lain diperhitungkan dalam menentukan

diagnosis antara lain adalah onset lesi (akut atau kronis), lamanya waktu kemunculan lesi,

kejadian berdasarkan siklus, daerah lain yang terkena lesi seperti kulit, mata dan organ

genital, daerah asal pasien serta riwayat pemakaian obat-obatan. Penampakan klinis dapat

memberikan kriteria untuk menegakkan diagnosis. Beberapa kasus mungkin membutuhkan

biopsi untuk mendapatkan diagnosis definitif (Sonnis dkk., 1995). Penatalaksanaan lesi oral

secara umum tergantung dari diagnosis yang ditegakkan.

1.2 Tujuan

1. Mengetahui etiology dari infeksi virus, jamur dan bakteri.

2. Mengetahui proses penyebaran infeksi.

3. Mengetahui terapi dari infeksi virus dan jamur.

1.3 Manfaat

Dapat memahami etiology, proses penyebaran, dan terapi yang diberikan dalam

infeksi virus dan jamur.

Page 6: Laporan Modul 3 Blok 10

BAB 2

ISI DAN PEMBAHASAN

2.1. SKENARIO MODUL

Mahasiswa eksplorasi kelainan mukosa

Seorang dosen klinik sedang mendiskusikan tentang gambar di bawah ini : satu gambar

adanya vesikel pada mukosa bibir, vesikel dan krusta dekat mukokutaneus bibir atas

sedangkan gambar lainnya adalah kandidiasis mukosa bukal. Dari ketiga gambar tersebut

diatas, apa yang dapat anda jelaskan serta pengetahuan apa yang anda harus ketahui jika

menghadapi penyakit tersebut di klinik. Pasien pada gambar 1 dan 2 dapat sembuh sendiri

dalam 7 – 10 hari yang sebelumnya didahului dengan gejala prodromal paraestesia atau

iritasi.

Gambar 1 gambar 2 gambar 3

2.2. TUJUH LANGKAH PBL BERDASARKAN THE SEVEN JUMPS

2.1. IDENTIFIKASI ISTILAH

- Krusta : pengeringan serta pengerasan cairan (serum, eksudat, purulent,

darah) yang terjadi di permukaan kulit.

- Mukokutaneus : permukaan mukosa kulit.

- Vesikel : membran mukosa yang berisi cairan bening, ukurannya kurang

dari 1 cm dan memiliki dasar yang beratap.

Page 7: Laporan Modul 3 Blok 10

- Candidiasis : suatu infeksi yang melibatkan mukosa/kulit yang

disebabkan oleh jamur Candida albicans.

- Prodromal : gejala/tanda awal dari satu serangan atau penyakit.

- Parastesia : sensasi kulit terbakar, gatal, dan menusuk.

- Iritasi : luka pada mukosa/kulit karena adanya iritan.

2.2. IDENTIFIKASI MASALAH

1. Apakah penyebab dari timbulnya vesikel?

2. Diagnosis apa yang tepat untuk ketiga gambar tersebut?

3. Apakah etiologi dari penyakit pada ketiga gambar tersebut?

4. Bagaimana gejala klinis dari penyakit pada ketiga gambar tersebut?

5. Bagaimana terapi dan pencegahan penyakit pada ketiga gambar tersebut?

6. Mengapa pada penyakit gambar 1 dan 2 dapat sembuh dengan sendiri

tanpa perlu diobati?

7. Apa saja jenis-jenis kandidiasis?

2.3. ANALISA MASALAH

1. Vesikel merupakan suatu elevasi pada kulit yang mengandung serum,

plasma atau darah, agen penginfeksi. Vesikel mudah pecah di rongga

mulut karena trauma sehingga meninggalkan ulkus yang superfisial.

Biasanya disebabkan oleh adanya infeksi virus. Seperti virus herpes

simpleks, virus herpes zoster dan virus varicella zoster.

2. Pada gambar 1 :

Page 8: Laporan Modul 3 Blok 10

Kemungkinan penyakit varicella (cacar air), karena mempunyai ciri bisa

sembuh dalam hitungan waktu 7-10 hari, infeksi tersebut pada oral

umumnya menyerang palatum molle, mukosa bual dan labial.

Kemungkinan kedua ialah penyakit Hand Foot & Mouth, karena

mempunyai ciri sama yaitu dapat sembuh dengan sendirinya dalam waktu

10 hari, dan umumnya menyerang lidah, palatum drum, mukosa labial.

Pada gambar 2 :

Herpes Labialis, dimana memiliki ciri terdapat vesikel pada kulit di dekat

atau di tepi bibir. Vesikel tersebut akan pecah dan membentuk kusta yang

akan hilang.

Pada gambar 3 :

Kandidiasis Pseudomembran, dimana memiliki ciri terdapat bercak

seperti krim putih, serta cenderung timbul di mukosa bukal, palatum, atau

lidah.

3. Etiologi

Gambar 1 :

Hand Foot And Mouth : virus coxsackie grup A(A16, A5,A10) dan grup

B (B2 dan B5). Nama lain stomatitis vesikula exaterna. Menyerang anak-

anak umur 2-10 tahun dan remaja. Masa inkubasi 2-5 hari. Penularannya

bisa melalui pernafasan, lidah,vesikel serta kontak langsung melalui alat

makan, handuk dll. Vektor pembawa virus tersebut ialah kecoa dan lalat.

Varicella Zoster : virus varicella zoster. Masa inkubasi 2-3 minggu bisa

menularkan setelah 2 hari terinfeksi.

Gambar 2 :

Herpes Labialis : Herpes Simplex Virus (HSV) tipe 1

Page 9: Laporan Modul 3 Blok 10

Gambar 3 :

Candidiasis Pseudomembran : Jamur candida albicans. Faktor

predisposisi nya ada penggunaan kortikosteroid, xerostomia, penggunaan

antibiotik spektrum luas, AIDS, limpoma, diabetes, perawatan

imunosupresi, lemahnya kekebalan tubuh.

Dapat terjadi karena 2 faktor :

-patogenitas jamur : daya lekat ke Hot.

-faktor Host : faktor-faktor predisposisi yang telah disebutkan serta

penggunaan gigi tiruan lepasan dengan oral hygiene yang buruk (lokal)

dan diabetes, HIV, pemakaian obat-obatan(sistemik).

4. Gejala Klinis

Gambar 1 : terdapat vesikel berukuran 2-3 mm yang selanjutnya akan

pecah dan membentuk ulkus pada 5-10 hari, tersebar di bukal, palatal,

lidah. Mempunyai gejala sistemik seperti demam, nyeri tenggorokan,

serta sulit makan dan minum.

Gambar 2 : prodromal parasestia, eritema, vesikel pada mukokutaneus,

gatal dan kesemutan, vesikel berkelompok di bibir hingga hidung setelah

24 jam terinfeksi, bisa berubah jadi kusta dan sembuh sendiri dalam 7-10

hari tanpa meninggalkan jaringan parut.

Gambar 3 : tampak plak putih, tersebar di mukosa bukal, lidah, dan

permmukaan oral lainnya, terdapat kumpulan hifa dan debris makanan,

jika lak diangkat bisa berdarah dan nyeri. plak halus berwarna putih-

krem, menonjol, dan terasa nyeri.

Page 10: Laporan Modul 3 Blok 10

5. Terapi

Pada infeksi virus dapat diberikan antivirus seperti acyclovir. Pada

infeksi jamur dapat diberikan anti jamur seperti histatin dan mikonazole.

Serta dapat diberikan antiseptik oral dan untuk supportive treatment dapat

diberikan antipiretik dan analgesik.

Pencegahan :

Varicella : dengan vaksin varicella zoster

Hand Foot&Mouth : menjaga kebersihan tubuh dan alat sekitarnya, tidak

berdekatan dengan pasien terinfeksi, makan dan minum teratur.

6. Karena penyakit yang dialami oleh penderita pada gambar 1 dan 2

merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus, dimana sistem

imun di dalam tubuh mempunyai peran dalam melakukan perlawanan

terhadap virus penginfeksi. Pasien cukup melakukan istirahat yang cukup

serta rutin mengkonsumsi vitamin dan makan-makanan yang bergizi guna

meningkatkan sistem imun tubuhnya.

7. Jenis-jenis Kandidiasis :

i. Pseudomembran kandidiasis

ii. Kandidiasis hiperplastik

iii. Kandidiasis atrofi akut serta kronis

iv. Kandidiasis eritematus

v. Kandidiasis hiperplastik akut serta kronis

Page 11: Laporan Modul 3 Blok 10

2.4. KERANGKA KONSEP

2.5. IDENTIFIKASI SASARAN BELAJAR

Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan:

1. Infeksi pada mukosa rongga mulut karena virus :a. Jenis penyakitb. Etiologic. Patogenesisd. Gejala klinise. Diagnosis bandingf. Terapi dan pencegahan

2. Infeksi pada mukosa rongga mulut karena jamur :a. Jenis penyakitb. Etiologic. Patogenesisd. Gejala klinise. Diagnosis bandingf. Terapi dan pencegahan

INFEKSI MUKOSA RONGGA MULUT

AGEN PENGINFEKSI :

JAMURVIRUS

BAKTERI

JENIS PENYAKIT

PATOGENESIS ETIOLOGI GEJALADIAGNOSIS BANDING

TERAPI DAN PENCEGAHAN

Page 12: Laporan Modul 3 Blok 10

2.2.6. BELAJAR MANDIRI

2.2.7. SINTESIS

A. ETIOLOGI INFEKSI VIRUS DAN JAMUR

1. VARISELLA (CACAR AIR)

Varicella zoster virus (VZV) merupakan famili human (alpha) herpes

virus. Virus terdiri atas genome DNA double-stranded, tertutup inti yang

mengandung protein dan dibungkus oleh glikoprotein. Virus ini dapat

menyebabkan dua jenis penyakit yaitu varicella (chickenpox) dan herpes

zoster.

EPIDEMIOLOGI

Varicella terdapat diseluruh dunia dan tidak ada perbedaan ras

maupun jenis kelamin. Varicella terutama mengenai anak-anak yang berusia

dibawah 20 tahun terutama usia 3 - 6 tahun dan hanya sekitar 2% terjadi pada

orang dewasa.

PATOGENESIS

Masa inkubasi varicella 10 - 21 hari pada anak imunokompeten (rata -

rata 14 - 17 hari) dan pada anak yang imunokompromais biasanya lebih

singkat yaitu kurang dari 14 hari. VZV masuk ke dalam tubuh manusia

dengan cara inhalasi dari sekresi pernafasan (droplet infection) ataupun

kontak langsung dengan lesi kulit. Droplet infection dapat terjadi 2 hari

sebelum hingga 5 hari setelah timbul lesi dikulit. VZV masuk ke dalam tubuh

manusia melalui mukosa saluran pernafasan bagian atas, orofaring ataupun

conjungtiva. Siklus replikasi virus pertama terjadi pada hari ke 2 - 4 yang

berlokasi pada lymph nodes regional kemudian diikuti penyebaran virus

dalam jumlah sedikit melalui darah dan kelenjar limfe, yang mengakibatkan

terjadinya viremia primer (biasanya terjadi pada hari ke 4 - 6 setelah infeksi

pertama). Pada sebagian besar penderita yang terinfeksi, replikasi virus

tersebut dapat mengalahkan mekanisme pertahanan tubuh yang belum

Page 13: Laporan Modul 3 Blok 10

matang sehingga akan berlanjut dengan siklus replikasi virus ke dua yang

terjadi di hepar dan limpa, yang mengakibatkan terjadinya viremia sekunder.

Pada fase ini, partikel virus akan menyebar ke seluruh tubuh dan mencapai

epidermis pada hari ke 14-16, yang

mengakibatkan timbulnya lesi dikulit yang khas.

Seorang anak yang menderita varicella akan dapat menularkan kepada

yang lain yaitu 2 hari sebelum hingga 5 hari setelah timbulnya lesi di kulit.

GAMBARAN KLINIS

Varicella pada anak yang lebih besar(pubertas) dan orang dewasa

biasanya didahului dengan gejala prodormal yaitu demam, malaise, nyeri

kepala, mual dan anoreksia,yang terjadi 1 -2 hari sebelum timbulnya lesi

dikulit sedangkan pada anak kecil (usia lebih muda) yang imunokompeten,

gejala prodormal jarang dijumpai hanya demam dan malaise ringan dan

timbul bersamaan dengan munculnya lesi dikulit.

Lesi pada varicella, diawali pada daerah wajah dan scalp, kemudian

meluas ke dada (penyebaran secara centripetal) dan kemudian dapat meluas

ke ekstremitas. Lesi juga dapat dijumpai pada mukosa mulut dan genital. Lesi

pada varicella biasanya sangat gatal dan mempunyai gambaran yang khas

yaitu terdapatnya semua stadium lesi secara bersamaan pada satu saat.

Pada awalnya timbul makula kecil yang eritematosa pada daerah

wajah dan dada, dan kemudian berubah dengan cepat dalam waktu 12 - 14

jam menjadi papul dan kemudian berkembang menjadi vesikel yang

mengandung cairan yang jernihdengan dasar eritematosa. Vesikel yang

terbentuk dengan dasar yang eritematous mempunyai gambaran klasik yaitu

letaknya superfisial dan mempunyai dinding yang tipis sehingga terlihat

seperti kumpulan tetesan air diatas kulit (tear drop), berdiameter 2-3 mm,

berbentuk elips, dengan aksis panjangnya sejajar dengan lipatan kulit atau

tampak vesikel seperti titik- titik embun diatas daun bunga mawar (dew drop

on a rose petal).

Cairan vesikel cepat menjadi keruh disebabkan masuknya sel radang

Page 14: Laporan Modul 3 Blok 10

sehingga pada hari ke 2 akan berubah menjadi pustula. Lesi kemudian akan

mengering yang diawali pada bagian tengah sehingga terbentuk umbilikasi

(delle) dan akhirnya akan menjadi krusta dalam waktu yang bervariasi antara

2-12 hari, kemudian krusta ini akan lepas dalam waktu 1 - 3 minggu. Pada

fase penyembuhan varicella jarang terbentuk parut (scar), apabila tidak

disertai dengan infeksi sekunder bakterial.

PENATALAKSANAAN

1. Imunisasi pasif

Imunisasi dengan menggunakan VZIG (Varicella zoster

immunoglobulin). Pemberiannya dalam waktu 3 hari (kurang dari 96 jam)

setelah terpajan VZV, pada anak-anak imunokompeten terbukti mencegah

varicellla sedangkan pada anak imunokompromais pemberian VZIG dapat

meringankan gejala varicella.

VZIG dapat diberikan pada yaitu :

Anak - anak yang berusia < 15 tahun yang belum pernah menderita varicella

atau herpes zoster.

Usia pubertas > 15 tahun yang belum pernah menderita varicella atau herpes

zoster dan tidak mempunyai antibodi terhadap VZV.

Bayi yang baru lahir, dimana ibunya menderita varicella dalam kurun waktu

5 hari sebelum atau 48 jam setelah melahirkan.

Bayi premature dan bayi usia ≤ 14 hari yang ibunya belum pernah menderita

varicella atau herpes zoster.

Anak - anak yang menderita leukaemia atau lymphoma yang belum pernah

menderita varicella

2. Imunisasi Aktif

Vaksinasinya menggunakan vaksin varicella virus (Oka strain) dan

Page 15: Laporan Modul 3 Blok 10

kekebalan yang didapat dapat bertahan hingga 10 tahun. Daya proteksi

melawan varicella berkisar antara 71 -100%. Vaksin efektif jika diberikan

pada umur ≥ 1 tahun dan direkomendasikan diberikan padausia 12 – 18

bulan. Anak yang berusia ≤ 13 tahun yang tidak menderita varicella

direkomendasikan diberikan dosis tunggal dan anak lebih tua diberikan dalam

2 dosis dengan jarak 4 - 8 minggu. Tidak boleh diberikan pada wanita hamil

oleh karena dapat menyebabkan terjadinya kongenital varicella.

3. Pemberian Obat Antivirus

Pemberian antivirus sebaiknya dalam jangka waktu kurang dari 48 - 72

jam setelah erupsi dikulit muncul. Golongan antivirus yang dapat diberikan

yaitu asiklovir, valasiklovir dan famasiklovir. Dosis anti virus (oral) untuk

pengobatan varicella adalah pada

Neonatus : Asiklovir 500 mg / m2 IV setiap 8 jam selama 10 hari.

Anak ( 2 -12 tahun) : Asiklovir 4 x 20 mg / kg BB / hari / oral selama 5 hari.

Pubertas dan dewasa : Asiklovir 5 x 800 mg / hari / oral selama 7 hari.

Valasiklovir 3 x 1gr / hari / oral selama 7 hari. Famasiklovir 3 x 500 mg /

hari / oral selama 7 hari. Vesikel yang sudah pecah atau sudah terbentuk

krusta, dapat diberikan salap antibiotik untuk mencegah terjadinya infeksi

sekunder. Dapat diberikan antipiretik dan analgetik, tetapi tidak boleh

golongan salisilat (aspirin) untuk menghindari terjadinya terjadi sindroma

Reye. Kuku jari tangan harus dipotong untuk mencegah terjadinya infeksi

sekunder akibat garukan.

2. HERPES ZOOSTER

Herpes zoster disebabkan oleh infeksi virus varisela zoster (VVZ) dan

tergolong virus berinti DNA, virus ini berukuran 140-200 nm, yang termasuk

subfamili alfa herpes viridae. Berdasarkan sifat biologisnya seperti siklus

replikasi, penjamu, sifat sitotoksik dan sel tempat hidup laten diklasifikasikan

kedalam 3 subfamili yaitu alfa, beta dan gamma. VVZ dalam subfamili alfa

mempunyai sifat khas menyebabkan infeksi primer pada sel epitel yang

menimbulkan lesi vaskuler. Selanjutnya setelah infeksi primer, infeksi oleh

Page 16: Laporan Modul 3 Blok 10

virus herpes alfa biasanya menetap dalam bentuk laten didalam neuron dari

ganglion. Virus yang laten ini pada saatnya akan menimbulkan kekambuhan

secara periodik.

Secara in vitro virus herpes alfa mempunyai jajaran penjamu yang

relatif luas dengan siklus pertumbuhan yang pendek serta mempunyai enzim

yang penting untuk replikasi meliputi virus spesifik DNA polimerase dan

virus spesifik deoxypiridine (thymidine) kinase yang disintesis di dalam sel

yang terinfeksi.

EPIDEMIOLOGI

Herpes zoster terjadi pada orang yang pernah menderita varisela

sebelumnya karena varisela dan herpes zoster disebabkan oleh virus yang

sama yaitu virus varisela zoster. Setelah sembuh dari varisela, virus yang ada

di ganglion sensoris tetap hidup dalam keadaan tidak aktif dan aktif kembali

jika daya tahan tubuh menurun. Lebih dari 2/3 usia di atas 50 tahun dan

kurang dari 10% usia di bawah 20 tahun.

PATOGENESIS

Infeksi primer dari VVZ ini pertama kali terjadi di daerah nasofaring.

Disini virus mengadakan replikasi dan dilepas ke darah sehingga terjadi

viremia permulaan yang sifatnya terbatas dan asimptomatik. Keadaan ini

diikuti masuknya virus ke dalam Reticulo Endothelial System (RES) yang

kemudian mengadakan replikasi kedua yang sifat viremia nya lebih luas dan

simptomatik dengan penyebaran virus ke kulit dan mukosa. Sebagian virus

juga menjalar melalui serat-serat sensoris ke satu atau lebih ganglion sensoris

dan berdiam diri atau laten didalam neuron. Selama antibodi yang beredar

didalam darah masih tinggi, reaktivasi dari virus yang laten ini dapat

dinetralisir, tetapi pada saat tertentu dimana antibodi tersebut turun dibawah

titik kritis maka terjadilah reaktivasi dari virus sehingga terjadi herpes zoster.

Page 17: Laporan Modul 3 Blok 10

GAMBARAN KLINIS

Sebelum lesi di rongga mulut muncul, pasien akan mengeluhkan rasa nyeri

yang hebat, kadang-kadang rasa sakitnya seperti rasa sakit pulpitis sehingga

sering salah diagnosa. Lesi diawali oleh vesikel unilateral yang kemudian

dengan cepat pecah membentuk erosi atau ulserasi dengan bentuk yang tidak

teratur.

Pada mukosa rongga mulut, vesikel hanya terdapat pada satu dari

divisi nervus trigeminus. Vesikel unilateral tersebut dikelompokkan dengan

area sekitar eritema, akhiran yang kasar pada midline. Vesikel bernanah dan

bentuk pustula selama 3 sampai 4 hari.

Apabila cabang kedua dan ketiga nervus trigeminal terlibat, maka

akan muncul lesi-lesi di rongga mulut secara unilateral. Jika cabang kedua

(nervus maksilaris) terlibat maka lokasi yang dikenai adalah palatum, bibir

dan mukosa bibir atas. Jika cabang ketiga (nervus mandibula) terlibat, lokasi

yang dikenai adalah lidah, mukosa pipi, bibir dan mukosa bibir bawah.

Lesi-lesi intraoral adalah vesikuler dan ulseratif dengan tepi meradang

dan merah sekali. Perdarahan adalah biasa. Bibir, lidah, dan mukosa pipi

dapat terkena lesi ulseratif unilateral jika mengenai cabang mandibuler dari

saraf trigeminus. Keterlibatan divisi kedua dari saraf trigeminus secara khas

akan mengakibatkan ulserasi palatum unilateral yang meluas ke atas, tetapi

tidak keluar dari raphe palatum.

Gambar Infeksi herpes

zoster pada lidah.

PENATALAKSANAAN

A. Topikal

Page 18: Laporan Modul 3 Blok 10

1. Analgetik Topikal

a. Kompres

Kompres terbuka dengan solusio Burowi dan losio Calamin

(Caladryl) dapat digunakan pada lesi akut untuk mengurangi nyeri dan

pruritus. Kompres dengan solusio Burowi (aluminium asetat 5%) dilakukan

4-6 kali/hari selama 30-60 menit. Kompres dingin atau cold pack juga sering

digunakan.

b. Antiinflamasi nonsteroid (AINS)

Berbagai AINS topical seperti bubuk aspirin dalam kloroform atau

etileter, krim indometasin dan diklofenak banyak dipakai.

B. Sistemik

1. Agen antivirus

Agen antivirus terbukti menurunkan durasi lesi herpes zoster (HZ)

dan keparahan nyeri herpes akut , terlebih bila diberikan sebelum 72 jam

awitan lesi. Dari 3 antiviral oral yang disetujui oleh Food and Drug

Administration (FDA) untuk terapi HZ, famsiklovir dan valasiklovir

hidroklorida lebih efektif daripada asiklovir. Antivirus famsiklovir 3 x 500

mg atau valasiklovir 3 x 1000 mg atau asiklovir 5 x 800 mg diberikan

sebelum 72 jam awitan lesi selama 7 hari.

Antivirus lain, sorivudin, secara in vitro memperlihatkan aktivitas

1000 kali lipat dibandingkan asiklovir. Diberikan dengan dosis 40 mg/hari

selama 7-10 hari. Sorivudin lebih efektif dibandingkan asiklovir dalam

menghambat timbulnya lesi baru, tetapi tidak lebih efektif dalam

memperbaiki nyeri herpes akut.

2. Analgetik

Pasien dengan nyeri herpes akut ringan menunjukkan respons yang

baik dengan AINS (asetosal, piroksikam, ibuprofen, diklofenak) atau

analgetik non opioid (asetaminofen, tramadol, asam mefenamik).

Perawatan non farmakologi juga sangat penting. Pendidikan pasien

dan dukungan penting dalam penatalaksanaan Herpes zoster. Hal tersebut

Page 19: Laporan Modul 3 Blok 10

meliputi penjelasan atas jalannya penyakit, rencana pengobatan, dan perlu

memperhatikan aturan dosis antivirus. Tidak adanya pengetahuan pasien dan

ketakutan pasien tentang Herpes zoster harus diperhatikan dan pasien harus

diberitahu tentang resiko menular terhadap orang yang belum pernah cacar

air. Instruksikan pasien agar tetap menjaga ruam dalam keadaan bersih dan

kering untuk meminimalkan resiko infeksi bakteri, melaporkan setiap

perubahan suhu badan, dan menggunakan pembalut steril basah untuk

mengurangi ketidaknyamanan. Topikal antibiotik dan pembalut adesif dapat

menunda penyembuhan ruam dan harus dihindari.

3. HERPES SIMPLEK KRONIS

Herpes simpleks adalah infeksi akut yang disebabkan oleh virus

herpes simpleks (virus herpes hominis) tipe 1 atau tipe 2 yang ditandai oleh

adanya vesikel yang berkelompok di atas kulit eritematosa pada daerah dekat

mukokutan, sedangkan infeksi dapat berlangsung baik primer maupun

rekurens. Virus herpes simpleks tipe 1 sebagian besar terkait dengan penyakit

orofacial, sedangkan virus herpes simpleks tipe 2 biasanya terkait dengan

infeksi perigenital. Tetapi, keduanya dapat menginfeksi daerah oral dan

genital.

Etiologi

Infeksi ini disebabkan oleh virus herpes simpleks tipe I atau tipe II

yang ditandai oleh adanya vesikel yang berkelompok di atas kulit yang

erimatosa. Penyakit ini dapat menyerang baik pria maupun wanita. Infeksi

primer herpes simpleks tipe I biasanya menyerang pada usia anak-anak,

sedangkan VHS tipe II biasanya terjadi pada dekade 2 atau 3, dan

berhubungan dengan peningkatan aktivitas seksual.

Diagnosis

Tempat predileksi VHS tipe I di daerah pinggang ke atas terutama di

daerah mulut dan hidung. Infeksi primer oleh VHS tipe II mempunyai tempat

predileksi di daerah pinggang ke bawah, terutama di daerah genital. Daerah

predileksi ini sering kacau karena adanya aktivitas seksual seperti oro-genital.

Page 20: Laporan Modul 3 Blok 10

Infeksi ini berlangsung kira-kira 3 minggu dan sering disertai gejala

sistemik, seperti demam dan malese, serta dapat ditemukan pembengkakkan

kelenjar getah bening regional. Kelainan klinisnya dijumpai berupa vesikel

yang berkelompok di atas kulit yang erimatosa, berisi cairan jernih dan

kemudian menjadi seropurulen (bersifat serosa dan bernanah), dapat menjadi

kusta dan kadang-kadang mengalami ulserasi yang dangkal.

Gambar 3 Infeksi Herpes Simplex Knonis

Perawatan

Pengobatan bersifat simtomatik. Aspirin atau asetaminofen dapat

diminum untuk mengatasi demam dan mengatur keseimbangan cairan tubuh.

Untuk pasien yang mengalami kesulitan makan dan minum, dapat diberikan

topikal anastesi, seperti dyclonine hyrocloride 0,5%. Untuk pengobatan

sistemik dapat diberikan asiklovir 5 x 400 mg/hari selama 5-10 hari.

4. HERPES STOMATITIS

Herpetic StomatitisInfeksi virus ini sangat menularyang menghasilkan ulserasi dan

inflamasi pada gingiva, ulser dimulut ini tidak sama dengan ulser pada kanker karena, ulser pada kanker tidak disebabkan virus

EtiologiHerpetic stomatitis disebabkan oleh virus Herpes simplex virus dan

banyak terlihat pada anak-anak

PathofisiologiInfeksi dalam 6 bulan pertama jarang terjadi karena perlindungan

Page 21: Laporan Modul 3 Blok 10

pasif dari antibodi yang ditransfer dari Placeta. Setelah periode ini bayi rentan dan infeksi subklinis sangat umum. Infeksi primer terjadi antara 9 bulan dan 5 tahun dan dapat mengakibatkan gingivostomatitis akut. Infeksi primer dapat dilihat kemudian di masa kanak-kanak.

Tanda-tanda dan GejalaHerpetic Stomatitis akut diawali dengan mulut yang nyeri tiba-tiba,

ludah berlebih, bau mulut, menolak makan, dan demam kadang-kadang tinggi (40-40,6ºC). Puncak terjadinya adalah demam dan rewel yang ditunjukkan dengan lesi mulut dalam 1-2 hari. Lesi awal berupa gelembung isi cairan yang jarang terlihat karena cepat pecah (vesikel). Lesi sisa berdiameter 2-10 mm dan ditutupi dengan lapisan kuning keabuan. Pada saat lapisan terkelupas, yang tersisa adalah luka. Biasanya terjadi pembesaran kelenjar getah bening sekitar mulut. Fase akut terjadi 4-9 hari dan sembuh sendiri. Nyeri biasanya hilang dalam dua sampai empat hari sebelum luka sembuh sempurna. Jika bayi yang menderita stomatitis menghisap jempolnya, luka bisa menjalar ke tangan.

PencegahanSulit untuk mencegah anak-anak tertular virus. Orang tua harus

menghindari mencium anak-anak mereka ketika mereka sedang demam. Juga menghindari berbagi gelas, makanan dan peralatan.

PenatalaksanaanPasien bisa sembuh tanpa pengobatan dalam 10 hari. Acyclovir

mungkin bisa digunakan. Topical Lidocaine cocok untk meredakan rasa sakit.

KomplikasiInfeksi sekunder herpes dapat menyebabkan herpes

keratoconjuncitivitis. Mulut akan terasa sakit yang mungkin akan menyebabkan dehidrasi bila anak-anak menolak makan dan minum.

5. HERPES LABIALIS

Herpes LabialisInfeksi ini disebabkan oleh Herpes simplex virus(HSV).

Karakteristiknya adalah erupsi kecil dan biasanya adanya bagian melepuh yang sakit pada bagian kulit bibir, mulut, gingiva atau pada kulit bagian sekitar mulut.

EtiologiInfeksi dibagian mulut yang disebabkan oleh HSV type 1. Virus ini

sangat menular. Kontak langsung ataupun tidak langsung. Virus ini juga dapat menghasilkan kelainan bawaan pada janin.

Gejala Herpes Labialis

Page 22: Laporan Modul 3 Blok 10

Gejala yang timbul seperti rasa gatal dan iritasi pada daerah bibir dan mulut. Rasa sakit/ nyeri pada daerah bibir dan mulut.

Pencegahan Herpes LabialisHindari berciuman dan kontak kulit dengan penderita yang terluka

pada daerah mulut. Hindari kontak dengan benda-benda seperti peralatan, kain lap dan beberapa benda yang dapat menyebarkan virus pada saat mengalami luka. Tangan selalu dalam keadaan bersih. Cuci tangan yang bersih sebelum menyentuh bagian tubuh yang lain. Mata dan daerah kelamin kemungkinan adalah daerah yang mudah terinfeksi oleh virus secara khusus. Gunakan sunblock. Oleskan sunblock pada daerah bibir dan wajah sebelum kontak langsung dengan matahari untuk membantu mencegah herpes labialis. Makan secara benar. Ketenangan, stres dapat menyebabkan herpes labialis kambuh kembali.

PenatalaksanaanGejala akan hilang pada 1 sampai 2 minggu. Acyclovir dapat

digunakan dalam waktu tersebut.

KomplikasiInfeksi umumnya akan sering terjadi pada pasien kelainan sistem

imun contohnya, HIV. Pada infeksi sekunder infeksi dapat menyebar ke bagian kulit lainnya.

6. INFEKSI JAMUR PADA RONGGA MULUT

a. Kandidiasis Atrofik Akut (Antibiotic Sore Mouth)

Penggunaan antibiotic spectrum luas, terutama tetrasiklin, atau steroid

topical dapat menimbulkan kandidiasis atrofik akut. Infeksi jamur ini adalah

hasil dari ketidakseimbangan ekosistem mulut antara Lactobacillus

acidophilus dan Candida albicans. Antibiotik yang diminum pasien dapat

mengurangi populasi Lactobacillus dan memungkinkan organisme Candida

bertambah. Infeksi menimbulkan daerah deskuamasi pada mukosa yang

tampak sebagai bercak merah atrofik dan luas, menyebabkan rasa terbakar.

Lokasi bercak dapat dapat menunjukkan penyebabnya. Lesi yang ditemukan

pada mukosa bukal, bibir, dan orofaring sering menunjukkan adanya

penggunaan antibiotic sistemik, sementara kemerahan pada lidah dan palatum

lebih sering terjadi setelah pemakaian tablet isap antibiotic. Perawatannya

adalah dengan menghentikan antibiotic penyebab dan menggunakan obat anti

jamur.

Page 23: Laporan Modul 3 Blok 10

b. Kandidiasis Atrofik Kronis (Denture Stomatitis)

Kandidiasis atrofik kronis atau denture stomatitis adalah bentuk

kandidiasis yang paling sering terjadi. Lesi tampak sebagai lesi merah yang

tidak bergejala pada palatum pemakai gigi tiruan lengkap atau sebagian.

Kandidiasis atrofik kronis disebabkan oleh organisme Candida yang ada di

bawah basis gigi tiruan. Ada tiga tahap denture stomatitis. Lesi paling awal

adalah daerah merah dari hyperemia yang ukurannya seujung jarum dan

terbatas pada orifisium kelenjar saliva minor palatum. Tahap kedua

menghasilkan eritema yang besar yang kadang-kadang disertai dengan

deskuamasi epitel. Hyperplasia papilla, terdiri atas beberapa papula yang

mirip fibroma, adalah tahap ketiga. Untuk mendapatkan terapi yang efektif,

diperlukan terapi anti jamur pada mukosa dan basis gigi tiruan. Pengaruh

trauma, seperti pergerakan gigi tiruan yang longgar, harus dihilangkan untuk

mempercepat penyembuhan.

c. Kandidiasis Hiperplastik Kronis

Page 24: Laporan Modul 3 Blok 10

Kronis hiperplastik kandidiasis disebut juga kandidiasis leukoplakia,

lesinya berupa plak putih yang tidak dapat dikerok, gambaran ini mirip

dengan leukoplakia tipe homogen. (Greenberg, 2003).

Disebabkan oleh organisme kandida yang menembus permukaan

mukosa dan merangsang respon hiperplastik. Faktor predisposisi dapat

berupa iritasi kronis, kebersihan mulut yang buruk dan xerostomia. Biasanya

terjadi pada perokok dan pemakai gigi palsu. Daerah yang sering terkena

adalah dorsum lidah, palatum, mukosa bukal, dan komisura labial.

Lesi mempunyai tepi yang sedikit menonjol, permukaan yang lembek

berwarna putih atau kemerahan, dan zona merah yang disebabkan oleh

kerusakan mukosa. Kondisi ini dapat terlihat mirip dengan leukoplakia,

eritroleuplakia, atau pertumbuhan verukoid. Kandidiasis hiperplastik kronis

tidak bisa dikerok, sehingga diagnosis harus dilakukan dengan cara biopsi.

Pada gambaran mikroskopik, organisme dapat diidentifikasi melalui

pewarnaan hematoksilin dan cosin rutin atau jika ingin lebih tepat dengan

menggunakan pewarnaan PAS. Penggunaan agen antijamur topikal yang

cukup, kondisi ini akan menghilang. Pasien yang mengalami kandidiasis

hiperplastik harus dipantau dengan ketat karena bentuk ini dapat

berhubungan dengan bercak eritroplakia, yaitu suatu lesi yang bersifat

praganas.

Gambar 1 Kandidiasis Hiperplastik Kronik

Pada Mukosa Bukal

Page 25: Laporan Modul 3 Blok 10

Gambar 2 Kandidiasis Hiperplastik Kronik

Pada Palatum Molle

d. Kandidiasis Pseudomembranosa ( THRUSH )

Kandidiasis pseudomembranosa adalah infeksi opurtunistik yang

disebabkan oleh pertumbuhan jamur permukaan , C. albicans yang berlebihan

. Infeksi ini tampak berupa plak mukosa yang luas , seperti beludru berwarna

putih , dan tidak nyeri sampai dikerok sehingga meninggalkan permukaan

yang merah , kasar , atau berdarah . Organisme ini memang ada dalam rongga

mulut , saluran pencernaan , dan vagina . Bayi yang ibunya mengalami

infeksi thrush di vaginanya pada saat melahirkan dan orang dewasa yang

mengalami perubahan microflora mulut normal karena penggunaan

antibiottik , steroid , atau perubahan sistemik seperti diabetes ,

imunodefesiensi , atau kemoterapi , paling sering terkena keadaan ini . Tidak

ada prediksi ras maupun jenis kelamin . Kandidasis pseudomembranosa

biasanya ditemukan pada mukosa bukal , lidah dan palatum molle . Pada

pasien penderita asma memakai inhaler steroid , polanya tampak berupa

bercak bundar , oval berwarna putih kemerahan pada daerah berkontaknya

aerosol dengan palatum . Diagnosis ditentukan melalui pemeriksaan klinis ,

biakan jamur , atau pemeriksaan mikroskop langsung dari kerokan jaringan .

Hapusan sitology yang diberi kalium hidroksida , pewarna Gram atau acid-

Schiff periodic (PAS) dapat menunjukan pertumbuhan organisme dengan

cabang – cabang pseudohifa . Obat antijamur baik topical maupun sistemik

yang diberikan selama 2 minggu biasanya dapat meredakan keadaan ini.

Page 26: Laporan Modul 3 Blok 10

e. Kelitis Angularis

Keilitis angularis adalah kondisi yang menimbulkan rasa sakit dan

terdiri atas fisura berwarna merah yang memancar pada sudut mulut . Infeksi

C.albicans , Staphylococcus aureus , atau keduanya dapat merupakan

penyebabnya . Patogen ini dibawa ke sudut mulut melalui genangan saliva

yang berulang dan kebiasaan sering menjilat sudut mulut . Pasien sering

melakukan kebiasaan yang tidak disadari ini dalam upaya meredakan kondisi

tersebut .

Pada awalnya penyakit ini menimbulkan jaringan mukokutaneus yang

lunak , berwarna merah dan mengalami ulserasi pada sudut mulut . Dengan

berjalannya waktu , fisura yang berwarna merah akan menjadi dalam dan

meluas beberapa sentimeter dari komisura ke kulit perilabial , atau

mengalami ulserasi dan melibatkan mukosa labial dan bukal . Kerak sering

berkembang pada ulser ini yang nantinya terkelupas dan mengalami ulserasi

kembala selama fungsi rongga mulut berjalan normal . Nodul granulomatosis

kecil yang berwarna coklat-kuning pada akhirnya akan muncul . Namun

perdarahan jarang terjadi.

Keilitis angularis umumnya bersifat kronis dan biasanya bilateral ,

sering berhubungan dengan denture stomatitis atau glositis . Faktor

predisposisinya mencakup anemia , kebersihan mulut yang buruk ,

pemakaian antibiotic spectrum luas yang terlalu sering , penurunan dimensi

vertical , asupan sukrosa serta kekurangan vitamin B . Perawatannya harus

mencakup tindakan preventif (seperti menghhilangkan factor penyebab

trauma , kebersihan mulut yang teliti , pengembalian dimenssi vertical yang

benar ) , dikombinasikan dengan terapi antijamur topical . Suplemen vitamin

juga terbukti bermanfaat . Menghilangkan kebiasaan menjilat bibir juga

merupakan bagian dari rencana pengobatan .

Page 27: Laporan Modul 3 Blok 10

f. Kelitis Kandida

Kelitis candida adalah peradangan pada bibir yang disebabkan oleh

C.albicans dan kebiasaan menjilat bibir . Ciri khas lesi ini adalah , organisme

candida mendapatkan akses dan menyerang lapisan permukaan bibir setelah

rusaknya mukosa , yang disebabkan oleh pembahasan dan pengeringan

jaringan labial yang berulang . Deskuamasi dan pembentukan fisura pada

epitelium permukaan akan terjadi dan sisik keputihan yang halus yang terdiri

dari mucus saliva yang kering akan terlihat . Pada anakk-anak , kulit

perilabial yang terkena tampak merah , atrofik , dan berfisura . Bibir yang

kering , gatal , terbakar , pecah-pecah dan ketidakmampuan makan makanan

yang berbumbu dan panas merupakan gejala yang sering ditemukan . Tahap

kronis dari infeksi ini ditandai dengan fisura vertical yang sakit yang

mengalami ulserasi dan lambat untuk sembuh . Salep nystatin membantu

menyembuhkan lesi ini , tetapi kesembuhan yang optimal hanya akan terjadi

jika kebiasaan menjilat bibir dihilangkan . Pada kasus yang persisten , harus

diperiksa apakah ada kondisi yang mendasari ( misalnya , penggunaan

kortikosteroid yang kronis ) atau masalah sistemik ( misalnya , diabetes

mellitus atau inveksi HIV ) . Reaksi hipersensitif terhadap bahan-bahan yang

terkandung dalam pelembab bibir atau pemulas bibir secara klinis dapat

menyerupai keadaan ini.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dari pembahasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa Infeksi dapat disebabkan

oleh berbagai macam organisme: virus, bakteri, fungi (jamur), dan parsit. Adapun tanda 

dan gejala yang diakibatkan infeksi tersebut berbeda-beda, tergantung dari penyebab

dari  infeksi yang mengakibatkannya. Virus Herpes Simpleks adalah virus DNA yang

dapat  menyebabkan infeksi akut pada kulit yang ditandai dengan adanya vesikel yang

berkelompok di atas kulit  yang sembab. Ada 2 tipe virus herpes simpleks yang sering

menginfeksi yaitu HSV- Tipe I (Herpes Simplex Virus Type I)  dan  HSV-Tipe II

Page 28: Laporan Modul 3 Blok 10

(Herpes Simplex Virus Type II). HSV-Tipe I biasanya menginfeksi daerah mulut dan

wajah (Oral Herpes). Gejala klinis yang ditimbulkan beragam,  dari  yang tidak

menimbulkan gejala sama sekali hingga  yang  berakibat  fatal.  Manifestasi  yang 

ditimbulkan  dalam rongga  mulut diantaranya  herpes  ginggivostomatitis,  herpes 

simplex kronis  dan  herpes  labialis. Penggunaan  antivirus  efektif  untuk  pengobatan 

HSV.  Pencegahan  yang  perlu dilakukan  antara  lain  meminimalisir  penularan  virus 

HSV dengan  cara  menjaga  kebersihan dan menggunakan alat  pengaman diri bagi

mereka yang beresiko tinggi  untuk tertular. 

3.2 Saran

Disarankan bagi pembaca agar dapat lebih menjaga kesehatan diri diantaranya 

dengan menjaga personal hygiene agar dapat terhindar dari penyakit yang diakibatkan 

oleh virus, bakteri, fungi dan parasit. 

DAFTAR PUSAKA

Langlais, R. P., Miller, C. S., & Nield-Gehrig, J. S. (2009). Atlas Berwarna Lesi Mulut Yang Sering Ditemukan (4 ed.). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Page 29: Laporan Modul 3 Blok 10