Laporan Modul 3 Blok 10
-
Upload
madherisa-paulita -
Category
Documents
-
view
67 -
download
10
description
Transcript of Laporan Modul 3 Blok 10
LAPORAN HASIL DISKUSI KELOMPOK KECIL
BLOK 10 INFEKSI II KEDOKTERAN GIGI
MODUL 3 INFEKSI VIRUS, JAMUR DAN BAKTERI PADA RONGGA MULUT
KELOMPOK 2
Khemal Ilham Rinaldy 1310015102
Devi Sarfina 1310015105
Jumiati 1310015097
Dini Sylvana 1310015107
Shalahuddin Al Amin 1310015113
Madherisa Paulita 1310015099
Raisa Debrina Commas 1310015111
Suhastianti Shafira Utami 1310015100
Frediyuwana Dharmaswara 1310015114
TUTOR drg. Masyudi, M.Si
PROGRAM STUDI KEDOKTERAN GIGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
TAHUN 2015
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan hidayah-Nya lah laporan hasil diskusi kelompok kecil ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Laporan ini disusun dari berbagai sumber ilmiah sebagai hasil dari diskusi kelompok kecil (DKK) kami.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu hingga terselesaikannya laporan ini. Pertama-tama kami ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. drg. Masyudi selaku tutor kelompok 2 yang telah membimbing kami dalam melaksanakan diskusi kelompok kecil (DKK) dalam skenario modul 3 blok 10 ini.
2. Teman-teman kelompok 2 yang telah mencurahkan pikiran dan tenaganya sehingga diskusi kelompok kecil (DKK) 1 dan 2 dapat berjalan dengan baik dan dapat menyelesaikan laporan hasil diskusi kelompok kecil (DKK) kelompok 2.
3. Teman-teman mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman khususnya program studi kedokteran gigi angkatan 2013, segala fasilitas yang telah kami gunakan untuk menambah pengetahuan tentang modul kami ini, serta pihak-pihak lain yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu.
Kami sengaja menyelesaikan laporan ini untuk memenuhi salah satu tugas kuliah dengan sistem PBL. Dan tentunya kami selaku penyusun juga mengharapkan agar laporan ini dapat berguna baik bagi penyusun sendiri maupun bagi pembaca di kemudian hari.
Laporan ini sangat jauh dari sempurna. Oleh karena itu, saran serta kritik yang membangun sangat kami harapkan demi tercapainya kesempurnaan dari isi laporan hasil diskusi kelompok kecil (DKK) ini.
Samarinda, Februari 2015
Hormat kami,
Tim penyusun
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ............................................................................................................. 2
Daftar Isi ...................................................................................................................... 3
BAB I : Pendahuluan
1.1 Latar Belakang ....................................................................................................... 4
1.2 Tujuan .................................................................................................................... 4
1.3 Manfaat .................................................................................................................. 5
BAB II : Pembahasan
2.1 Step 1 : Identifikasi Istilah Asing ...........................................................................6
2.2 Step 2 : Identifikasi Masalah ..................................................................................6
2.3 Step 3 : Curah Pendapat .........................................................................................7
2.4 Step 4 : Peta Konsep ..............................................................................................9
2.5 Step 5 : Learning Objective ...................................................................................9
2.6 Step 6 : Belajar Mandiri..........................................................................................10
2.7 Step 7 : Sintesis.......................................................................................................10
BAB III : Penutup
3.1 Kesimpulan ............................................................................................................27
3.2 Saran.......................................................................................................................27
Daftar Pustaka...............................................................................................................28
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Rongga mulut dihuni oleh berbagai jenis mikroorganisme yang membentuk mikroflora
yang komensal. Mikroflora ini biasanya mengandung bakteri, mikoplasma, jamur, dan
protozoa, yang kesemuanya dapat menimbulkan infeksi oportunistik simtomatik tergantung
pada faktor-faktor lokal atau daya pertahanan tubuh pejamu yang rendah. Sebagai tambahan,
sejumlah virus dapat menimbulkan lesi orofasial atau hadir secara asimtomatis di dalam
saliva pada saat timbulnya infeksi virus secara sistemik atau pada pembawa yang sehat. Lesi
merupakan diskontinuitas jaringan patologis atau traumatik atau hilangnya fungsi suatu
bagian. Dalam rongga mulut terdapat bermacam-macam lesi baik itu pada bibir, lidah,
maupun pada mukosa mulut. Gambaran klinis akan dihubungkan dengan riwayat penyakit
sehingga dapat ditelusuri diagnosis penyakit. Berdasarkan terjadinya, lesi terbagi menjadi
dua yaitu, lesi primer dan lesi sekunder. Erosi, fissur, ulkus dan bekas luka menunjukkan
adanya kerusakan lokal pada jaringan kutan. Erosi didefinisikan sebagai pelepasan lapisan
epidermis saja. Erosi sembuh tanpa adanya pembentukan bekas luka. Ulkus didefinisikan
sebagai keadaan hilangnya lapisan epidermis dan adanya kerusakan pada dermis. Ulkus
yang berada pada lapisan kutan masih bisa sembuh tanpa meninggalkan bekas luka. Bekas
luka (scars) adalah kerusakan permanen pada permukaan kulit yang terlihat ( Regezi and
Sciubba, 1993). Lesi vesikubulosa dari suatu penyakit dapat bermanifestasi pada mukosa
mulut dan kulit. Lesi dapat bervariasi berdasarkan frekuensi, tingkat keparahan dan
pengaruh kondisi sistemik. Biasanya lesi vesikubulosa dapat mempunyai karakteristik yang
umum. Vesikel yang muncul pada mukosa mulut biasanya kecil dengan diameter tidak lebih
dari 0,5 cm, tampak singular dan kadang-kadang dalam bentuk klaster. Vesikel tersebut
mudah pecah dan meninggalkan permukaan yang mengalami ulkus (Sonnis, dkk.,
1995). Vesikel adalah suatu elevasi pada kulit atau membran mukous superfisial, merupakan
defek subepitelial atau intraepitelial yang mengandung serum, plasma atau darah. Vesikel
mudah pecah di rongga mulut karena trauma sehingga meninggalkan ulkus yang superfisial.
Lesi-lesi yang diakibatkan oleh infeksi virus maupun yang terjadi karena alergi adalah mirip
secara mikroskopis sehingga sulit untuk menegakkan diagnosis dengan cara biopsi.
Identifikasi proses penyakit tersebut tergantung pada penampakan klinis dan tes-tes
laboratoris, misalnya tes-tes sensitivitas, tes fiksasi dan tes inokulasi Perubahan pertama
yang terjadi adalah suatu area hiperemia dan edema pada jaringan sub epithelial. Cairan
mulai terakumulasi di dalam epithelium atau diantara epithelium dan jaringan ikat. Poket
cairan yang kecil kemudian bergabung dan mengalami elevasi membentuk suatu vesikel.
Perawatan untuk kebanyakan lesi vesikuler adalah sama dan simptomatik. Tes laboratorik
penting sebelum penegakan diagnosis dan penentuan terapi (Baskar, 1993). Penyebab paling
sering bagi lesi vesikubulosa adalah infeksi virus Herpes Simplex, Varicella Zoster, infeksi
virus Coxsakie, Hand Foot dan Mouth Disease dan Herpangina (Gayford dan Haskell,
1991). Diagnosis penyakit vesikubulosa biasanya berdasarkan pada riwayat keluhan,
pemeriksaan klinis dan biopsi. Faktor-faktor lain diperhitungkan dalam menentukan
diagnosis antara lain adalah onset lesi (akut atau kronis), lamanya waktu kemunculan lesi,
kejadian berdasarkan siklus, daerah lain yang terkena lesi seperti kulit, mata dan organ
genital, daerah asal pasien serta riwayat pemakaian obat-obatan. Penampakan klinis dapat
memberikan kriteria untuk menegakkan diagnosis. Beberapa kasus mungkin membutuhkan
biopsi untuk mendapatkan diagnosis definitif (Sonnis dkk., 1995). Penatalaksanaan lesi oral
secara umum tergantung dari diagnosis yang ditegakkan.
1.2 Tujuan
1. Mengetahui etiology dari infeksi virus, jamur dan bakteri.
2. Mengetahui proses penyebaran infeksi.
3. Mengetahui terapi dari infeksi virus dan jamur.
1.3 Manfaat
Dapat memahami etiology, proses penyebaran, dan terapi yang diberikan dalam
infeksi virus dan jamur.
BAB 2
ISI DAN PEMBAHASAN
2.1. SKENARIO MODUL
Mahasiswa eksplorasi kelainan mukosa
Seorang dosen klinik sedang mendiskusikan tentang gambar di bawah ini : satu gambar
adanya vesikel pada mukosa bibir, vesikel dan krusta dekat mukokutaneus bibir atas
sedangkan gambar lainnya adalah kandidiasis mukosa bukal. Dari ketiga gambar tersebut
diatas, apa yang dapat anda jelaskan serta pengetahuan apa yang anda harus ketahui jika
menghadapi penyakit tersebut di klinik. Pasien pada gambar 1 dan 2 dapat sembuh sendiri
dalam 7 – 10 hari yang sebelumnya didahului dengan gejala prodromal paraestesia atau
iritasi.
Gambar 1 gambar 2 gambar 3
2.2. TUJUH LANGKAH PBL BERDASARKAN THE SEVEN JUMPS
2.1. IDENTIFIKASI ISTILAH
- Krusta : pengeringan serta pengerasan cairan (serum, eksudat, purulent,
darah) yang terjadi di permukaan kulit.
- Mukokutaneus : permukaan mukosa kulit.
- Vesikel : membran mukosa yang berisi cairan bening, ukurannya kurang
dari 1 cm dan memiliki dasar yang beratap.
- Candidiasis : suatu infeksi yang melibatkan mukosa/kulit yang
disebabkan oleh jamur Candida albicans.
- Prodromal : gejala/tanda awal dari satu serangan atau penyakit.
- Parastesia : sensasi kulit terbakar, gatal, dan menusuk.
- Iritasi : luka pada mukosa/kulit karena adanya iritan.
2.2. IDENTIFIKASI MASALAH
1. Apakah penyebab dari timbulnya vesikel?
2. Diagnosis apa yang tepat untuk ketiga gambar tersebut?
3. Apakah etiologi dari penyakit pada ketiga gambar tersebut?
4. Bagaimana gejala klinis dari penyakit pada ketiga gambar tersebut?
5. Bagaimana terapi dan pencegahan penyakit pada ketiga gambar tersebut?
6. Mengapa pada penyakit gambar 1 dan 2 dapat sembuh dengan sendiri
tanpa perlu diobati?
7. Apa saja jenis-jenis kandidiasis?
2.3. ANALISA MASALAH
1. Vesikel merupakan suatu elevasi pada kulit yang mengandung serum,
plasma atau darah, agen penginfeksi. Vesikel mudah pecah di rongga
mulut karena trauma sehingga meninggalkan ulkus yang superfisial.
Biasanya disebabkan oleh adanya infeksi virus. Seperti virus herpes
simpleks, virus herpes zoster dan virus varicella zoster.
2. Pada gambar 1 :
Kemungkinan penyakit varicella (cacar air), karena mempunyai ciri bisa
sembuh dalam hitungan waktu 7-10 hari, infeksi tersebut pada oral
umumnya menyerang palatum molle, mukosa bual dan labial.
Kemungkinan kedua ialah penyakit Hand Foot & Mouth, karena
mempunyai ciri sama yaitu dapat sembuh dengan sendirinya dalam waktu
10 hari, dan umumnya menyerang lidah, palatum drum, mukosa labial.
Pada gambar 2 :
Herpes Labialis, dimana memiliki ciri terdapat vesikel pada kulit di dekat
atau di tepi bibir. Vesikel tersebut akan pecah dan membentuk kusta yang
akan hilang.
Pada gambar 3 :
Kandidiasis Pseudomembran, dimana memiliki ciri terdapat bercak
seperti krim putih, serta cenderung timbul di mukosa bukal, palatum, atau
lidah.
3. Etiologi
Gambar 1 :
Hand Foot And Mouth : virus coxsackie grup A(A16, A5,A10) dan grup
B (B2 dan B5). Nama lain stomatitis vesikula exaterna. Menyerang anak-
anak umur 2-10 tahun dan remaja. Masa inkubasi 2-5 hari. Penularannya
bisa melalui pernafasan, lidah,vesikel serta kontak langsung melalui alat
makan, handuk dll. Vektor pembawa virus tersebut ialah kecoa dan lalat.
Varicella Zoster : virus varicella zoster. Masa inkubasi 2-3 minggu bisa
menularkan setelah 2 hari terinfeksi.
Gambar 2 :
Herpes Labialis : Herpes Simplex Virus (HSV) tipe 1
Gambar 3 :
Candidiasis Pseudomembran : Jamur candida albicans. Faktor
predisposisi nya ada penggunaan kortikosteroid, xerostomia, penggunaan
antibiotik spektrum luas, AIDS, limpoma, diabetes, perawatan
imunosupresi, lemahnya kekebalan tubuh.
Dapat terjadi karena 2 faktor :
-patogenitas jamur : daya lekat ke Hot.
-faktor Host : faktor-faktor predisposisi yang telah disebutkan serta
penggunaan gigi tiruan lepasan dengan oral hygiene yang buruk (lokal)
dan diabetes, HIV, pemakaian obat-obatan(sistemik).
4. Gejala Klinis
Gambar 1 : terdapat vesikel berukuran 2-3 mm yang selanjutnya akan
pecah dan membentuk ulkus pada 5-10 hari, tersebar di bukal, palatal,
lidah. Mempunyai gejala sistemik seperti demam, nyeri tenggorokan,
serta sulit makan dan minum.
Gambar 2 : prodromal parasestia, eritema, vesikel pada mukokutaneus,
gatal dan kesemutan, vesikel berkelompok di bibir hingga hidung setelah
24 jam terinfeksi, bisa berubah jadi kusta dan sembuh sendiri dalam 7-10
hari tanpa meninggalkan jaringan parut.
Gambar 3 : tampak plak putih, tersebar di mukosa bukal, lidah, dan
permmukaan oral lainnya, terdapat kumpulan hifa dan debris makanan,
jika lak diangkat bisa berdarah dan nyeri. plak halus berwarna putih-
krem, menonjol, dan terasa nyeri.
5. Terapi
Pada infeksi virus dapat diberikan antivirus seperti acyclovir. Pada
infeksi jamur dapat diberikan anti jamur seperti histatin dan mikonazole.
Serta dapat diberikan antiseptik oral dan untuk supportive treatment dapat
diberikan antipiretik dan analgesik.
Pencegahan :
Varicella : dengan vaksin varicella zoster
Hand Foot&Mouth : menjaga kebersihan tubuh dan alat sekitarnya, tidak
berdekatan dengan pasien terinfeksi, makan dan minum teratur.
6. Karena penyakit yang dialami oleh penderita pada gambar 1 dan 2
merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus, dimana sistem
imun di dalam tubuh mempunyai peran dalam melakukan perlawanan
terhadap virus penginfeksi. Pasien cukup melakukan istirahat yang cukup
serta rutin mengkonsumsi vitamin dan makan-makanan yang bergizi guna
meningkatkan sistem imun tubuhnya.
7. Jenis-jenis Kandidiasis :
i. Pseudomembran kandidiasis
ii. Kandidiasis hiperplastik
iii. Kandidiasis atrofi akut serta kronis
iv. Kandidiasis eritematus
v. Kandidiasis hiperplastik akut serta kronis
2.4. KERANGKA KONSEP
2.5. IDENTIFIKASI SASARAN BELAJAR
Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan:
1. Infeksi pada mukosa rongga mulut karena virus :a. Jenis penyakitb. Etiologic. Patogenesisd. Gejala klinise. Diagnosis bandingf. Terapi dan pencegahan
2. Infeksi pada mukosa rongga mulut karena jamur :a. Jenis penyakitb. Etiologic. Patogenesisd. Gejala klinise. Diagnosis bandingf. Terapi dan pencegahan
INFEKSI MUKOSA RONGGA MULUT
AGEN PENGINFEKSI :
JAMURVIRUS
BAKTERI
JENIS PENYAKIT
PATOGENESIS ETIOLOGI GEJALADIAGNOSIS BANDING
TERAPI DAN PENCEGAHAN
2.2.6. BELAJAR MANDIRI
2.2.7. SINTESIS
A. ETIOLOGI INFEKSI VIRUS DAN JAMUR
1. VARISELLA (CACAR AIR)
Varicella zoster virus (VZV) merupakan famili human (alpha) herpes
virus. Virus terdiri atas genome DNA double-stranded, tertutup inti yang
mengandung protein dan dibungkus oleh glikoprotein. Virus ini dapat
menyebabkan dua jenis penyakit yaitu varicella (chickenpox) dan herpes
zoster.
EPIDEMIOLOGI
Varicella terdapat diseluruh dunia dan tidak ada perbedaan ras
maupun jenis kelamin. Varicella terutama mengenai anak-anak yang berusia
dibawah 20 tahun terutama usia 3 - 6 tahun dan hanya sekitar 2% terjadi pada
orang dewasa.
PATOGENESIS
Masa inkubasi varicella 10 - 21 hari pada anak imunokompeten (rata -
rata 14 - 17 hari) dan pada anak yang imunokompromais biasanya lebih
singkat yaitu kurang dari 14 hari. VZV masuk ke dalam tubuh manusia
dengan cara inhalasi dari sekresi pernafasan (droplet infection) ataupun
kontak langsung dengan lesi kulit. Droplet infection dapat terjadi 2 hari
sebelum hingga 5 hari setelah timbul lesi dikulit. VZV masuk ke dalam tubuh
manusia melalui mukosa saluran pernafasan bagian atas, orofaring ataupun
conjungtiva. Siklus replikasi virus pertama terjadi pada hari ke 2 - 4 yang
berlokasi pada lymph nodes regional kemudian diikuti penyebaran virus
dalam jumlah sedikit melalui darah dan kelenjar limfe, yang mengakibatkan
terjadinya viremia primer (biasanya terjadi pada hari ke 4 - 6 setelah infeksi
pertama). Pada sebagian besar penderita yang terinfeksi, replikasi virus
tersebut dapat mengalahkan mekanisme pertahanan tubuh yang belum
matang sehingga akan berlanjut dengan siklus replikasi virus ke dua yang
terjadi di hepar dan limpa, yang mengakibatkan terjadinya viremia sekunder.
Pada fase ini, partikel virus akan menyebar ke seluruh tubuh dan mencapai
epidermis pada hari ke 14-16, yang
mengakibatkan timbulnya lesi dikulit yang khas.
Seorang anak yang menderita varicella akan dapat menularkan kepada
yang lain yaitu 2 hari sebelum hingga 5 hari setelah timbulnya lesi di kulit.
GAMBARAN KLINIS
Varicella pada anak yang lebih besar(pubertas) dan orang dewasa
biasanya didahului dengan gejala prodormal yaitu demam, malaise, nyeri
kepala, mual dan anoreksia,yang terjadi 1 -2 hari sebelum timbulnya lesi
dikulit sedangkan pada anak kecil (usia lebih muda) yang imunokompeten,
gejala prodormal jarang dijumpai hanya demam dan malaise ringan dan
timbul bersamaan dengan munculnya lesi dikulit.
Lesi pada varicella, diawali pada daerah wajah dan scalp, kemudian
meluas ke dada (penyebaran secara centripetal) dan kemudian dapat meluas
ke ekstremitas. Lesi juga dapat dijumpai pada mukosa mulut dan genital. Lesi
pada varicella biasanya sangat gatal dan mempunyai gambaran yang khas
yaitu terdapatnya semua stadium lesi secara bersamaan pada satu saat.
Pada awalnya timbul makula kecil yang eritematosa pada daerah
wajah dan dada, dan kemudian berubah dengan cepat dalam waktu 12 - 14
jam menjadi papul dan kemudian berkembang menjadi vesikel yang
mengandung cairan yang jernihdengan dasar eritematosa. Vesikel yang
terbentuk dengan dasar yang eritematous mempunyai gambaran klasik yaitu
letaknya superfisial dan mempunyai dinding yang tipis sehingga terlihat
seperti kumpulan tetesan air diatas kulit (tear drop), berdiameter 2-3 mm,
berbentuk elips, dengan aksis panjangnya sejajar dengan lipatan kulit atau
tampak vesikel seperti titik- titik embun diatas daun bunga mawar (dew drop
on a rose petal).
Cairan vesikel cepat menjadi keruh disebabkan masuknya sel radang
sehingga pada hari ke 2 akan berubah menjadi pustula. Lesi kemudian akan
mengering yang diawali pada bagian tengah sehingga terbentuk umbilikasi
(delle) dan akhirnya akan menjadi krusta dalam waktu yang bervariasi antara
2-12 hari, kemudian krusta ini akan lepas dalam waktu 1 - 3 minggu. Pada
fase penyembuhan varicella jarang terbentuk parut (scar), apabila tidak
disertai dengan infeksi sekunder bakterial.
PENATALAKSANAAN
1. Imunisasi pasif
Imunisasi dengan menggunakan VZIG (Varicella zoster
immunoglobulin). Pemberiannya dalam waktu 3 hari (kurang dari 96 jam)
setelah terpajan VZV, pada anak-anak imunokompeten terbukti mencegah
varicellla sedangkan pada anak imunokompromais pemberian VZIG dapat
meringankan gejala varicella.
VZIG dapat diberikan pada yaitu :
Anak - anak yang berusia < 15 tahun yang belum pernah menderita varicella
atau herpes zoster.
Usia pubertas > 15 tahun yang belum pernah menderita varicella atau herpes
zoster dan tidak mempunyai antibodi terhadap VZV.
Bayi yang baru lahir, dimana ibunya menderita varicella dalam kurun waktu
5 hari sebelum atau 48 jam setelah melahirkan.
Bayi premature dan bayi usia ≤ 14 hari yang ibunya belum pernah menderita
varicella atau herpes zoster.
Anak - anak yang menderita leukaemia atau lymphoma yang belum pernah
menderita varicella
2. Imunisasi Aktif
Vaksinasinya menggunakan vaksin varicella virus (Oka strain) dan
kekebalan yang didapat dapat bertahan hingga 10 tahun. Daya proteksi
melawan varicella berkisar antara 71 -100%. Vaksin efektif jika diberikan
pada umur ≥ 1 tahun dan direkomendasikan diberikan padausia 12 – 18
bulan. Anak yang berusia ≤ 13 tahun yang tidak menderita varicella
direkomendasikan diberikan dosis tunggal dan anak lebih tua diberikan dalam
2 dosis dengan jarak 4 - 8 minggu. Tidak boleh diberikan pada wanita hamil
oleh karena dapat menyebabkan terjadinya kongenital varicella.
3. Pemberian Obat Antivirus
Pemberian antivirus sebaiknya dalam jangka waktu kurang dari 48 - 72
jam setelah erupsi dikulit muncul. Golongan antivirus yang dapat diberikan
yaitu asiklovir, valasiklovir dan famasiklovir. Dosis anti virus (oral) untuk
pengobatan varicella adalah pada
Neonatus : Asiklovir 500 mg / m2 IV setiap 8 jam selama 10 hari.
Anak ( 2 -12 tahun) : Asiklovir 4 x 20 mg / kg BB / hari / oral selama 5 hari.
Pubertas dan dewasa : Asiklovir 5 x 800 mg / hari / oral selama 7 hari.
Valasiklovir 3 x 1gr / hari / oral selama 7 hari. Famasiklovir 3 x 500 mg /
hari / oral selama 7 hari. Vesikel yang sudah pecah atau sudah terbentuk
krusta, dapat diberikan salap antibiotik untuk mencegah terjadinya infeksi
sekunder. Dapat diberikan antipiretik dan analgetik, tetapi tidak boleh
golongan salisilat (aspirin) untuk menghindari terjadinya terjadi sindroma
Reye. Kuku jari tangan harus dipotong untuk mencegah terjadinya infeksi
sekunder akibat garukan.
2. HERPES ZOOSTER
Herpes zoster disebabkan oleh infeksi virus varisela zoster (VVZ) dan
tergolong virus berinti DNA, virus ini berukuran 140-200 nm, yang termasuk
subfamili alfa herpes viridae. Berdasarkan sifat biologisnya seperti siklus
replikasi, penjamu, sifat sitotoksik dan sel tempat hidup laten diklasifikasikan
kedalam 3 subfamili yaitu alfa, beta dan gamma. VVZ dalam subfamili alfa
mempunyai sifat khas menyebabkan infeksi primer pada sel epitel yang
menimbulkan lesi vaskuler. Selanjutnya setelah infeksi primer, infeksi oleh
virus herpes alfa biasanya menetap dalam bentuk laten didalam neuron dari
ganglion. Virus yang laten ini pada saatnya akan menimbulkan kekambuhan
secara periodik.
Secara in vitro virus herpes alfa mempunyai jajaran penjamu yang
relatif luas dengan siklus pertumbuhan yang pendek serta mempunyai enzim
yang penting untuk replikasi meliputi virus spesifik DNA polimerase dan
virus spesifik deoxypiridine (thymidine) kinase yang disintesis di dalam sel
yang terinfeksi.
EPIDEMIOLOGI
Herpes zoster terjadi pada orang yang pernah menderita varisela
sebelumnya karena varisela dan herpes zoster disebabkan oleh virus yang
sama yaitu virus varisela zoster. Setelah sembuh dari varisela, virus yang ada
di ganglion sensoris tetap hidup dalam keadaan tidak aktif dan aktif kembali
jika daya tahan tubuh menurun. Lebih dari 2/3 usia di atas 50 tahun dan
kurang dari 10% usia di bawah 20 tahun.
PATOGENESIS
Infeksi primer dari VVZ ini pertama kali terjadi di daerah nasofaring.
Disini virus mengadakan replikasi dan dilepas ke darah sehingga terjadi
viremia permulaan yang sifatnya terbatas dan asimptomatik. Keadaan ini
diikuti masuknya virus ke dalam Reticulo Endothelial System (RES) yang
kemudian mengadakan replikasi kedua yang sifat viremia nya lebih luas dan
simptomatik dengan penyebaran virus ke kulit dan mukosa. Sebagian virus
juga menjalar melalui serat-serat sensoris ke satu atau lebih ganglion sensoris
dan berdiam diri atau laten didalam neuron. Selama antibodi yang beredar
didalam darah masih tinggi, reaktivasi dari virus yang laten ini dapat
dinetralisir, tetapi pada saat tertentu dimana antibodi tersebut turun dibawah
titik kritis maka terjadilah reaktivasi dari virus sehingga terjadi herpes zoster.
GAMBARAN KLINIS
Sebelum lesi di rongga mulut muncul, pasien akan mengeluhkan rasa nyeri
yang hebat, kadang-kadang rasa sakitnya seperti rasa sakit pulpitis sehingga
sering salah diagnosa. Lesi diawali oleh vesikel unilateral yang kemudian
dengan cepat pecah membentuk erosi atau ulserasi dengan bentuk yang tidak
teratur.
Pada mukosa rongga mulut, vesikel hanya terdapat pada satu dari
divisi nervus trigeminus. Vesikel unilateral tersebut dikelompokkan dengan
area sekitar eritema, akhiran yang kasar pada midline. Vesikel bernanah dan
bentuk pustula selama 3 sampai 4 hari.
Apabila cabang kedua dan ketiga nervus trigeminal terlibat, maka
akan muncul lesi-lesi di rongga mulut secara unilateral. Jika cabang kedua
(nervus maksilaris) terlibat maka lokasi yang dikenai adalah palatum, bibir
dan mukosa bibir atas. Jika cabang ketiga (nervus mandibula) terlibat, lokasi
yang dikenai adalah lidah, mukosa pipi, bibir dan mukosa bibir bawah.
Lesi-lesi intraoral adalah vesikuler dan ulseratif dengan tepi meradang
dan merah sekali. Perdarahan adalah biasa. Bibir, lidah, dan mukosa pipi
dapat terkena lesi ulseratif unilateral jika mengenai cabang mandibuler dari
saraf trigeminus. Keterlibatan divisi kedua dari saraf trigeminus secara khas
akan mengakibatkan ulserasi palatum unilateral yang meluas ke atas, tetapi
tidak keluar dari raphe palatum.
Gambar Infeksi herpes
zoster pada lidah.
PENATALAKSANAAN
A. Topikal
1. Analgetik Topikal
a. Kompres
Kompres terbuka dengan solusio Burowi dan losio Calamin
(Caladryl) dapat digunakan pada lesi akut untuk mengurangi nyeri dan
pruritus. Kompres dengan solusio Burowi (aluminium asetat 5%) dilakukan
4-6 kali/hari selama 30-60 menit. Kompres dingin atau cold pack juga sering
digunakan.
b. Antiinflamasi nonsteroid (AINS)
Berbagai AINS topical seperti bubuk aspirin dalam kloroform atau
etileter, krim indometasin dan diklofenak banyak dipakai.
B. Sistemik
1. Agen antivirus
Agen antivirus terbukti menurunkan durasi lesi herpes zoster (HZ)
dan keparahan nyeri herpes akut , terlebih bila diberikan sebelum 72 jam
awitan lesi. Dari 3 antiviral oral yang disetujui oleh Food and Drug
Administration (FDA) untuk terapi HZ, famsiklovir dan valasiklovir
hidroklorida lebih efektif daripada asiklovir. Antivirus famsiklovir 3 x 500
mg atau valasiklovir 3 x 1000 mg atau asiklovir 5 x 800 mg diberikan
sebelum 72 jam awitan lesi selama 7 hari.
Antivirus lain, sorivudin, secara in vitro memperlihatkan aktivitas
1000 kali lipat dibandingkan asiklovir. Diberikan dengan dosis 40 mg/hari
selama 7-10 hari. Sorivudin lebih efektif dibandingkan asiklovir dalam
menghambat timbulnya lesi baru, tetapi tidak lebih efektif dalam
memperbaiki nyeri herpes akut.
2. Analgetik
Pasien dengan nyeri herpes akut ringan menunjukkan respons yang
baik dengan AINS (asetosal, piroksikam, ibuprofen, diklofenak) atau
analgetik non opioid (asetaminofen, tramadol, asam mefenamik).
Perawatan non farmakologi juga sangat penting. Pendidikan pasien
dan dukungan penting dalam penatalaksanaan Herpes zoster. Hal tersebut
meliputi penjelasan atas jalannya penyakit, rencana pengobatan, dan perlu
memperhatikan aturan dosis antivirus. Tidak adanya pengetahuan pasien dan
ketakutan pasien tentang Herpes zoster harus diperhatikan dan pasien harus
diberitahu tentang resiko menular terhadap orang yang belum pernah cacar
air. Instruksikan pasien agar tetap menjaga ruam dalam keadaan bersih dan
kering untuk meminimalkan resiko infeksi bakteri, melaporkan setiap
perubahan suhu badan, dan menggunakan pembalut steril basah untuk
mengurangi ketidaknyamanan. Topikal antibiotik dan pembalut adesif dapat
menunda penyembuhan ruam dan harus dihindari.
3. HERPES SIMPLEK KRONIS
Herpes simpleks adalah infeksi akut yang disebabkan oleh virus
herpes simpleks (virus herpes hominis) tipe 1 atau tipe 2 yang ditandai oleh
adanya vesikel yang berkelompok di atas kulit eritematosa pada daerah dekat
mukokutan, sedangkan infeksi dapat berlangsung baik primer maupun
rekurens. Virus herpes simpleks tipe 1 sebagian besar terkait dengan penyakit
orofacial, sedangkan virus herpes simpleks tipe 2 biasanya terkait dengan
infeksi perigenital. Tetapi, keduanya dapat menginfeksi daerah oral dan
genital.
Etiologi
Infeksi ini disebabkan oleh virus herpes simpleks tipe I atau tipe II
yang ditandai oleh adanya vesikel yang berkelompok di atas kulit yang
erimatosa. Penyakit ini dapat menyerang baik pria maupun wanita. Infeksi
primer herpes simpleks tipe I biasanya menyerang pada usia anak-anak,
sedangkan VHS tipe II biasanya terjadi pada dekade 2 atau 3, dan
berhubungan dengan peningkatan aktivitas seksual.
Diagnosis
Tempat predileksi VHS tipe I di daerah pinggang ke atas terutama di
daerah mulut dan hidung. Infeksi primer oleh VHS tipe II mempunyai tempat
predileksi di daerah pinggang ke bawah, terutama di daerah genital. Daerah
predileksi ini sering kacau karena adanya aktivitas seksual seperti oro-genital.
Infeksi ini berlangsung kira-kira 3 minggu dan sering disertai gejala
sistemik, seperti demam dan malese, serta dapat ditemukan pembengkakkan
kelenjar getah bening regional. Kelainan klinisnya dijumpai berupa vesikel
yang berkelompok di atas kulit yang erimatosa, berisi cairan jernih dan
kemudian menjadi seropurulen (bersifat serosa dan bernanah), dapat menjadi
kusta dan kadang-kadang mengalami ulserasi yang dangkal.
Gambar 3 Infeksi Herpes Simplex Knonis
Perawatan
Pengobatan bersifat simtomatik. Aspirin atau asetaminofen dapat
diminum untuk mengatasi demam dan mengatur keseimbangan cairan tubuh.
Untuk pasien yang mengalami kesulitan makan dan minum, dapat diberikan
topikal anastesi, seperti dyclonine hyrocloride 0,5%. Untuk pengobatan
sistemik dapat diberikan asiklovir 5 x 400 mg/hari selama 5-10 hari.
4. HERPES STOMATITIS
Herpetic StomatitisInfeksi virus ini sangat menularyang menghasilkan ulserasi dan
inflamasi pada gingiva, ulser dimulut ini tidak sama dengan ulser pada kanker karena, ulser pada kanker tidak disebabkan virus
EtiologiHerpetic stomatitis disebabkan oleh virus Herpes simplex virus dan
banyak terlihat pada anak-anak
PathofisiologiInfeksi dalam 6 bulan pertama jarang terjadi karena perlindungan
pasif dari antibodi yang ditransfer dari Placeta. Setelah periode ini bayi rentan dan infeksi subklinis sangat umum. Infeksi primer terjadi antara 9 bulan dan 5 tahun dan dapat mengakibatkan gingivostomatitis akut. Infeksi primer dapat dilihat kemudian di masa kanak-kanak.
Tanda-tanda dan GejalaHerpetic Stomatitis akut diawali dengan mulut yang nyeri tiba-tiba,
ludah berlebih, bau mulut, menolak makan, dan demam kadang-kadang tinggi (40-40,6ºC). Puncak terjadinya adalah demam dan rewel yang ditunjukkan dengan lesi mulut dalam 1-2 hari. Lesi awal berupa gelembung isi cairan yang jarang terlihat karena cepat pecah (vesikel). Lesi sisa berdiameter 2-10 mm dan ditutupi dengan lapisan kuning keabuan. Pada saat lapisan terkelupas, yang tersisa adalah luka. Biasanya terjadi pembesaran kelenjar getah bening sekitar mulut. Fase akut terjadi 4-9 hari dan sembuh sendiri. Nyeri biasanya hilang dalam dua sampai empat hari sebelum luka sembuh sempurna. Jika bayi yang menderita stomatitis menghisap jempolnya, luka bisa menjalar ke tangan.
PencegahanSulit untuk mencegah anak-anak tertular virus. Orang tua harus
menghindari mencium anak-anak mereka ketika mereka sedang demam. Juga menghindari berbagi gelas, makanan dan peralatan.
PenatalaksanaanPasien bisa sembuh tanpa pengobatan dalam 10 hari. Acyclovir
mungkin bisa digunakan. Topical Lidocaine cocok untk meredakan rasa sakit.
KomplikasiInfeksi sekunder herpes dapat menyebabkan herpes
keratoconjuncitivitis. Mulut akan terasa sakit yang mungkin akan menyebabkan dehidrasi bila anak-anak menolak makan dan minum.
5. HERPES LABIALIS
Herpes LabialisInfeksi ini disebabkan oleh Herpes simplex virus(HSV).
Karakteristiknya adalah erupsi kecil dan biasanya adanya bagian melepuh yang sakit pada bagian kulit bibir, mulut, gingiva atau pada kulit bagian sekitar mulut.
EtiologiInfeksi dibagian mulut yang disebabkan oleh HSV type 1. Virus ini
sangat menular. Kontak langsung ataupun tidak langsung. Virus ini juga dapat menghasilkan kelainan bawaan pada janin.
Gejala Herpes Labialis
Gejala yang timbul seperti rasa gatal dan iritasi pada daerah bibir dan mulut. Rasa sakit/ nyeri pada daerah bibir dan mulut.
Pencegahan Herpes LabialisHindari berciuman dan kontak kulit dengan penderita yang terluka
pada daerah mulut. Hindari kontak dengan benda-benda seperti peralatan, kain lap dan beberapa benda yang dapat menyebarkan virus pada saat mengalami luka. Tangan selalu dalam keadaan bersih. Cuci tangan yang bersih sebelum menyentuh bagian tubuh yang lain. Mata dan daerah kelamin kemungkinan adalah daerah yang mudah terinfeksi oleh virus secara khusus. Gunakan sunblock. Oleskan sunblock pada daerah bibir dan wajah sebelum kontak langsung dengan matahari untuk membantu mencegah herpes labialis. Makan secara benar. Ketenangan, stres dapat menyebabkan herpes labialis kambuh kembali.
PenatalaksanaanGejala akan hilang pada 1 sampai 2 minggu. Acyclovir dapat
digunakan dalam waktu tersebut.
KomplikasiInfeksi umumnya akan sering terjadi pada pasien kelainan sistem
imun contohnya, HIV. Pada infeksi sekunder infeksi dapat menyebar ke bagian kulit lainnya.
6. INFEKSI JAMUR PADA RONGGA MULUT
a. Kandidiasis Atrofik Akut (Antibiotic Sore Mouth)
Penggunaan antibiotic spectrum luas, terutama tetrasiklin, atau steroid
topical dapat menimbulkan kandidiasis atrofik akut. Infeksi jamur ini adalah
hasil dari ketidakseimbangan ekosistem mulut antara Lactobacillus
acidophilus dan Candida albicans. Antibiotik yang diminum pasien dapat
mengurangi populasi Lactobacillus dan memungkinkan organisme Candida
bertambah. Infeksi menimbulkan daerah deskuamasi pada mukosa yang
tampak sebagai bercak merah atrofik dan luas, menyebabkan rasa terbakar.
Lokasi bercak dapat dapat menunjukkan penyebabnya. Lesi yang ditemukan
pada mukosa bukal, bibir, dan orofaring sering menunjukkan adanya
penggunaan antibiotic sistemik, sementara kemerahan pada lidah dan palatum
lebih sering terjadi setelah pemakaian tablet isap antibiotic. Perawatannya
adalah dengan menghentikan antibiotic penyebab dan menggunakan obat anti
jamur.
b. Kandidiasis Atrofik Kronis (Denture Stomatitis)
Kandidiasis atrofik kronis atau denture stomatitis adalah bentuk
kandidiasis yang paling sering terjadi. Lesi tampak sebagai lesi merah yang
tidak bergejala pada palatum pemakai gigi tiruan lengkap atau sebagian.
Kandidiasis atrofik kronis disebabkan oleh organisme Candida yang ada di
bawah basis gigi tiruan. Ada tiga tahap denture stomatitis. Lesi paling awal
adalah daerah merah dari hyperemia yang ukurannya seujung jarum dan
terbatas pada orifisium kelenjar saliva minor palatum. Tahap kedua
menghasilkan eritema yang besar yang kadang-kadang disertai dengan
deskuamasi epitel. Hyperplasia papilla, terdiri atas beberapa papula yang
mirip fibroma, adalah tahap ketiga. Untuk mendapatkan terapi yang efektif,
diperlukan terapi anti jamur pada mukosa dan basis gigi tiruan. Pengaruh
trauma, seperti pergerakan gigi tiruan yang longgar, harus dihilangkan untuk
mempercepat penyembuhan.
c. Kandidiasis Hiperplastik Kronis
Kronis hiperplastik kandidiasis disebut juga kandidiasis leukoplakia,
lesinya berupa plak putih yang tidak dapat dikerok, gambaran ini mirip
dengan leukoplakia tipe homogen. (Greenberg, 2003).
Disebabkan oleh organisme kandida yang menembus permukaan
mukosa dan merangsang respon hiperplastik. Faktor predisposisi dapat
berupa iritasi kronis, kebersihan mulut yang buruk dan xerostomia. Biasanya
terjadi pada perokok dan pemakai gigi palsu. Daerah yang sering terkena
adalah dorsum lidah, palatum, mukosa bukal, dan komisura labial.
Lesi mempunyai tepi yang sedikit menonjol, permukaan yang lembek
berwarna putih atau kemerahan, dan zona merah yang disebabkan oleh
kerusakan mukosa. Kondisi ini dapat terlihat mirip dengan leukoplakia,
eritroleuplakia, atau pertumbuhan verukoid. Kandidiasis hiperplastik kronis
tidak bisa dikerok, sehingga diagnosis harus dilakukan dengan cara biopsi.
Pada gambaran mikroskopik, organisme dapat diidentifikasi melalui
pewarnaan hematoksilin dan cosin rutin atau jika ingin lebih tepat dengan
menggunakan pewarnaan PAS. Penggunaan agen antijamur topikal yang
cukup, kondisi ini akan menghilang. Pasien yang mengalami kandidiasis
hiperplastik harus dipantau dengan ketat karena bentuk ini dapat
berhubungan dengan bercak eritroplakia, yaitu suatu lesi yang bersifat
praganas.
Gambar 1 Kandidiasis Hiperplastik Kronik
Pada Mukosa Bukal
Gambar 2 Kandidiasis Hiperplastik Kronik
Pada Palatum Molle
d. Kandidiasis Pseudomembranosa ( THRUSH )
Kandidiasis pseudomembranosa adalah infeksi opurtunistik yang
disebabkan oleh pertumbuhan jamur permukaan , C. albicans yang berlebihan
. Infeksi ini tampak berupa plak mukosa yang luas , seperti beludru berwarna
putih , dan tidak nyeri sampai dikerok sehingga meninggalkan permukaan
yang merah , kasar , atau berdarah . Organisme ini memang ada dalam rongga
mulut , saluran pencernaan , dan vagina . Bayi yang ibunya mengalami
infeksi thrush di vaginanya pada saat melahirkan dan orang dewasa yang
mengalami perubahan microflora mulut normal karena penggunaan
antibiottik , steroid , atau perubahan sistemik seperti diabetes ,
imunodefesiensi , atau kemoterapi , paling sering terkena keadaan ini . Tidak
ada prediksi ras maupun jenis kelamin . Kandidasis pseudomembranosa
biasanya ditemukan pada mukosa bukal , lidah dan palatum molle . Pada
pasien penderita asma memakai inhaler steroid , polanya tampak berupa
bercak bundar , oval berwarna putih kemerahan pada daerah berkontaknya
aerosol dengan palatum . Diagnosis ditentukan melalui pemeriksaan klinis ,
biakan jamur , atau pemeriksaan mikroskop langsung dari kerokan jaringan .
Hapusan sitology yang diberi kalium hidroksida , pewarna Gram atau acid-
Schiff periodic (PAS) dapat menunjukan pertumbuhan organisme dengan
cabang – cabang pseudohifa . Obat antijamur baik topical maupun sistemik
yang diberikan selama 2 minggu biasanya dapat meredakan keadaan ini.
e. Kelitis Angularis
Keilitis angularis adalah kondisi yang menimbulkan rasa sakit dan
terdiri atas fisura berwarna merah yang memancar pada sudut mulut . Infeksi
C.albicans , Staphylococcus aureus , atau keduanya dapat merupakan
penyebabnya . Patogen ini dibawa ke sudut mulut melalui genangan saliva
yang berulang dan kebiasaan sering menjilat sudut mulut . Pasien sering
melakukan kebiasaan yang tidak disadari ini dalam upaya meredakan kondisi
tersebut .
Pada awalnya penyakit ini menimbulkan jaringan mukokutaneus yang
lunak , berwarna merah dan mengalami ulserasi pada sudut mulut . Dengan
berjalannya waktu , fisura yang berwarna merah akan menjadi dalam dan
meluas beberapa sentimeter dari komisura ke kulit perilabial , atau
mengalami ulserasi dan melibatkan mukosa labial dan bukal . Kerak sering
berkembang pada ulser ini yang nantinya terkelupas dan mengalami ulserasi
kembala selama fungsi rongga mulut berjalan normal . Nodul granulomatosis
kecil yang berwarna coklat-kuning pada akhirnya akan muncul . Namun
perdarahan jarang terjadi.
Keilitis angularis umumnya bersifat kronis dan biasanya bilateral ,
sering berhubungan dengan denture stomatitis atau glositis . Faktor
predisposisinya mencakup anemia , kebersihan mulut yang buruk ,
pemakaian antibiotic spectrum luas yang terlalu sering , penurunan dimensi
vertical , asupan sukrosa serta kekurangan vitamin B . Perawatannya harus
mencakup tindakan preventif (seperti menghhilangkan factor penyebab
trauma , kebersihan mulut yang teliti , pengembalian dimenssi vertical yang
benar ) , dikombinasikan dengan terapi antijamur topical . Suplemen vitamin
juga terbukti bermanfaat . Menghilangkan kebiasaan menjilat bibir juga
merupakan bagian dari rencana pengobatan .
f. Kelitis Kandida
Kelitis candida adalah peradangan pada bibir yang disebabkan oleh
C.albicans dan kebiasaan menjilat bibir . Ciri khas lesi ini adalah , organisme
candida mendapatkan akses dan menyerang lapisan permukaan bibir setelah
rusaknya mukosa , yang disebabkan oleh pembahasan dan pengeringan
jaringan labial yang berulang . Deskuamasi dan pembentukan fisura pada
epitelium permukaan akan terjadi dan sisik keputihan yang halus yang terdiri
dari mucus saliva yang kering akan terlihat . Pada anakk-anak , kulit
perilabial yang terkena tampak merah , atrofik , dan berfisura . Bibir yang
kering , gatal , terbakar , pecah-pecah dan ketidakmampuan makan makanan
yang berbumbu dan panas merupakan gejala yang sering ditemukan . Tahap
kronis dari infeksi ini ditandai dengan fisura vertical yang sakit yang
mengalami ulserasi dan lambat untuk sembuh . Salep nystatin membantu
menyembuhkan lesi ini , tetapi kesembuhan yang optimal hanya akan terjadi
jika kebiasaan menjilat bibir dihilangkan . Pada kasus yang persisten , harus
diperiksa apakah ada kondisi yang mendasari ( misalnya , penggunaan
kortikosteroid yang kronis ) atau masalah sistemik ( misalnya , diabetes
mellitus atau inveksi HIV ) . Reaksi hipersensitif terhadap bahan-bahan yang
terkandung dalam pelembab bibir atau pemulas bibir secara klinis dapat
menyerupai keadaan ini.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari pembahasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa Infeksi dapat disebabkan
oleh berbagai macam organisme: virus, bakteri, fungi (jamur), dan parsit. Adapun tanda
dan gejala yang diakibatkan infeksi tersebut berbeda-beda, tergantung dari penyebab
dari infeksi yang mengakibatkannya. Virus Herpes Simpleks adalah virus DNA yang
dapat menyebabkan infeksi akut pada kulit yang ditandai dengan adanya vesikel yang
berkelompok di atas kulit yang sembab. Ada 2 tipe virus herpes simpleks yang sering
menginfeksi yaitu HSV- Tipe I (Herpes Simplex Virus Type I) dan HSV-Tipe II
(Herpes Simplex Virus Type II). HSV-Tipe I biasanya menginfeksi daerah mulut dan
wajah (Oral Herpes). Gejala klinis yang ditimbulkan beragam, dari yang tidak
menimbulkan gejala sama sekali hingga yang berakibat fatal. Manifestasi yang
ditimbulkan dalam rongga mulut diantaranya herpes ginggivostomatitis, herpes
simplex kronis dan herpes labialis. Penggunaan antivirus efektif untuk pengobatan
HSV. Pencegahan yang perlu dilakukan antara lain meminimalisir penularan virus
HSV dengan cara menjaga kebersihan dan menggunakan alat pengaman diri bagi
mereka yang beresiko tinggi untuk tertular.
3.2 Saran
Disarankan bagi pembaca agar dapat lebih menjaga kesehatan diri diantaranya
dengan menjaga personal hygiene agar dapat terhindar dari penyakit yang diakibatkan
oleh virus, bakteri, fungi dan parasit.
DAFTAR PUSAKA
Langlais, R. P., Miller, C. S., & Nield-Gehrig, J. S. (2009). Atlas Berwarna Lesi Mulut Yang Sering Ditemukan (4 ed.). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.