Kelompok 6 Modul 4 Blok 10

62
MODUL IV DIABETES MELITUS OLEH : KELOMPOK VI Auliaurrahmah Sisca andriani Rahmatul yasiro Okki masitah SN Erviani maulidya Doddy setyanto S Muhammad iqbal 1

description

j

Transcript of Kelompok 6 Modul 4 Blok 10

Page 1: Kelompok 6 Modul 4 Blok 10

MODUL IV

DIABETES MELITUS

OLEH :

KELOMPOK VI

Auliaurrahmah

Sisca andriani

Rahmatul yasiro

Okki masitah SN

Erviani maulidya

Doddy setyanto S

Muhammad iqbal

Inbar surya seru

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MULAWARMAN

1

Page 2: Kelompok 6 Modul 4 Blok 10

2008/2009

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat

dan hidayah-Nyalah laporan untuk modul 4 blok 10 dengan skenario ”kaya tapi

tersiksa” ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Laporan ini disusun dari

berbagai sumber ilmiah sebagai hasil dari diskusi kelompok kecil (DKK) kami.

Laporan ini secara garis besar berisikan tentang jenis-jenis penyakit yang

berhubungan dengan sistem endokrin, namun lebih membahas pada topik diabetes

termasuk penegakan diagnosa, diagnosa banding, komplikasi, dan tatalaksana

terhadap penyakit yang berhubungan dengan skenario.

Dalam proses penyusunan laporan ini, kami mengucapkan terima kasih

kepada: dr. Madurasmi, Sp. PA selaku tutor kelompok VI yang telah membimbing

kami dalam melaksanakan diskusi kelompok kecil kami. Dosen-dosen yang telah

mengajarkan materi perkuliahan kepada kami sehingga dapat membantu dalam

penyelesaian laporan hasil diskusi kelompok kecil ini. Teman-teman kelompok V

yang telah mencurahkan pikiran dan tenaganya sehingga diskusi kelompok kecil

(dkk) 1 dan 2 dapat berjalan dengan baik dan dapat menyelesaikan laporan hasil

diskusi kelompok kecil (dkk) ini. Teman-teman Program Study Kedokteran

Umum Universitas Mulawarman angkatan 2007 dan pihak-pihak lain yang tidak

dapat kami sebutkan satu persatu.

Dan tentunya kami sebagai penyusun mengharapkan agar laporan ini dapat

berguna baik bagi penyusun maupun bagi para pembaca di kemudian hari.

Akhirnya, tak ada gading yang tak retak, tentunya laporan ini sangat jauh

dari sempurna. Oleh karena itu saran dan kritik yang bersifat membangun sangat

penyusun harapkan demi tercapainya kesempurnaan dari isi laporan hasil diskusi

kelompok kecil (dkk) ini.

Samarinda, 13 Maret 2009

2

Page 3: Kelompok 6 Modul 4 Blok 10

Kelompok VI

DAFTAR ISI

Halaman judul 1

Kata pengantar 2

Daftar isi 3

Pendahuluan

Latar Belakang 4

Manfaat 4

Pembahasan

Step1 5

Step2 6

Step3 6

Step4 9

Step5 10

Step6 10

Step7 11

Penutup 4 0

Daftar pustaka 41

3

Page 4: Kelompok 6 Modul 4 Blok 10

BAB I

PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG

Diabetes melitus merupakan penyakit metabolic kronik yang

ditandai dengan hiperglikemia akibat defek dalam sekresi dan kerja insulin

atau keduanya sehingga terjadi defisiensi insulin dimana tubuh

mengeluarkan terlalu sedikit insulin atau insulin yang dikeluarkan resisten

sehingga mengakibatkan kelainan metabolisme kronis berupa

hiperglikemia kronik disertai berbagai kelainan metabolik akibat gangguan

hormonal yang menimbulkan komplikasi kronik pada sistem tubuh.

Prevalensi terjadinya diabetes mellitus di dunia pun sangat tinggi.

Untuk Indonesia sendiri, prevalensinya mencapai 2-5 % dari jmlah

penduduk secara keseluruhan.

Komplikasi yang di timbulkan oleh diabetes melituspun sangat

berbahaya sehingga penting bagi bagi mahasiswa untuk mengetahui seluk-

beluk tentang diabetes mellitus.

2. MANFAAT

Dengan mempelajari diabetes mellitus, mahasiswa dapat mengetahui :

Definisi, etiologi, factor resiko dan patogenesa dari diabetes

mellitus

Klasifikasi dan penatalaksanaan diabetes mellitus

4

Page 5: Kelompok 6 Modul 4 Blok 10

Komplikasi yang di timbulkan oleh diabetes mellitus dan

penanganannya.

BAB II

SINTESIS

Step 1

Terminologi Asing

1. Poliuri : Sekresi urin yang berlebihan atau

peningkatan frekuensi miksi. (Dorland, 2006)

2. Polifagi : Makan secara berlebihan. (Dorland, 2006)

3. Polidipsi : Rasa haus yang berlebihan dan berlangsung

lama atau peningkatan intake air minum. (Dorland, 2006)

4. Kesemutan : Komplikasi mikrovaskular berupa terjadinya

penurunan sensasi saraf terhadap rangsangan.

5. Nyeri Sendi : Rasa nyeri yang simetris ataupun asimetris pada

sendi besar maupun kecil.

6. Penglihatan Kabur : Gangguan refraksi akibat perubahan-perubahan

pada lensa oleh hiperglikemia. (Internal Medicine FK UI, 1996)

7. Penurunan Kesadaran : Gangguan orientasi terhadap lingkungan sekitar.

8. Gula Darah Puasa : Pemeriksaan kadar gula darah seseorang setelah

orang tersebut berpuasa 10 sampai dengan 16 jam.

5

Page 6: Kelompok 6 Modul 4 Blok 10

9. Gula Darah 2JPP : Pemeriksaan kadar gula darah setelah 2 jam

makan dan mendapat beban berupa 75 gram glukosa yang dilarutkan

dalam air 250 ml. (Internal Medicine FK UI, 1996)

10. HbA1c : Produk glikosidasi non enzimatik dari terminal N

valin rantai β HbA.

Step 2

Identifikasi Masalah

1. Apa diagnosa utama dan diagnose banding dari skenario tersebut ?

2. Mengapa Pak Amir mengalami poliuri, polifagi dan polidipsi ?

3. Mengapa dalam 1 tahun terakhir, berat badan Pak Amir menurun drastis ?

4. Mengapa dalam 1 bulan terakhir, kakinya Pak Amir mengalami

kesemutan, nyeri sendi dan penglihatannya kabur ?

5. Apakah hubungan diabetes dengan obesitas ?

6. Apa maksud dari ditanyakannya riwayat keluarga ?

7. Apa gunanya ditanyakan keterangan pingsan dan penurunan kesadaran ?

8. Apa maksud dari semua hasil pemeriksaan laboratorium pada scenario

tersebut ?

9. Berapakah kadar normal untuk pemeriksaan Gula Darah Puasa, Gula

Darah 2JPP, dan HbA1c ?

Step 3

Analisa Masalah

6

Page 7: Kelompok 6 Modul 4 Blok 10

1. Diagnosa Utama : Diabetes Melitus

Diagnosa Banding : - Hipertiroid

- Malignansi / Keganasan

- Diabetes Insipidus

2. Poliuri : Gula darah.yang meningkat tekanan osmotik dari

pembuluh darah menjadi meningkat cairan tubuh masuk ke pembuluh

darah masuk ke ginjal terjadi poliuri.

Polifagi : Banyaknya glukosa dalam darah dan tidak bisa

dirubahnya glukosa tersebut menjadi energi karena

tidak adekuatnya ataupun tidak adanya hormon

insulin terjadinya polifagi.

Polidipsi : Respon homeostasis tubuh karena terjadi

pengeluaran urin yang berlebihan / polifagi yang

dapat menyebabkan terjadinya dehidrasi terjadi

polidipsi.

3. Terjadi penurunan berat badan karena kemungkinan terjadinya resistensi

insulin dan menyebabkan insulin menjadi menurun sehingga glukosa

dalam darah tidak bisa ditransformasi menjadi energi sehingga untuk

menghasilkan energi digunakan jalur glukoneogenesis sehingga cadangan

lemak tubuh menurun dan terjadi penurunan berat badan. Selain itu,

poliuri juga berpengaruh terhadap penurunan berat badan, jadi karena

adanya pengeluaran urin yang berlebihan bisa menyebabkan dehidrasi dan

terjadi penurunan berat badan.

4. Nyeri sendi kemungkinan besar karena terjadi arthritis. Sedangkan

kesemutan pada pergelangan kaki terjadi karena sudah mengalami

7

Page 8: Kelompok 6 Modul 4 Blok 10

neuropati perifer. Sedangkan penglihatan kabur terjadi karena adanya

gangguan refraksi akibat perubahan pada lensa oleh karena hiperglikemia.

5. Hubungannya adalah biasanya penderita Diabetes Melitus merupakan

penderita obesitas juga. Oleh karena itu, penderita obesitas rentan untuk

menderita Diabetes Melitus karena gaya hidup yang kurang baik. Biasanya

penderita obesitas menyebabkan Glut terganggu sehingga menyebabkan

sel beta pancreas tidak bisa menghasilkan insulin sehingga bisa terjadi

Diabetes Melitus, selain itu juga obesitas menyebabkan penurunan leptin,

peningkatan asam lemak bebas, peningkatan TNF dan peningkatan

resistin.

6. Riwayat keluarga Diabetes Melitus sangat penting sekali untuk ditanyakan

karena mengingat Diabetes Melitus bisa diturunkan lewat genetik maka

riwayat tersebut ditanyakan dengan tujuan untuk kepentingan diagnosa

tipe Diabetes Melitus yang diderita oleh pasien tersebut.

7. Riwayat pingsan dan penurunan kesadaran juga ditanyakan untuk

menentukan tipe Diabetes Melitus yang diderita oleh pasien tersebut.

8. Maksud dari semua hasil pemeriksaan tersebut adalah untuk menegakkan

diagnosa bahwa pasien tersebut menderita Diabetes Melitus.

9. Kadar normal untuk Gula Darah Puasa :

Jika kadar glukosanya 100-126 mg/dl maka orang tersebut masih

normal.

Jika kadar glukosanya >126 mg/dl maka orang tersebut diindikasikan

menderita Diabetes Melitus.

Kadar normal untuk Gula Darah 2JPP :

Jika kadar glukosanya <140 mg/dl maka orang tersebut masih normal.

8

Page 9: Kelompok 6 Modul 4 Blok 10

Jika kadar glukosanya 140-200 mg/dl maka orang tersebut hampir

menderita Diabetes Melitus.

Jika kadar glukosanya >200 mg/dl maka orang tersebut dapat

dipastikan menderita Diabetes Melitus.

Kadar normal untuk HbA1c :

Jika kadarnya 3,5-6 % maka dinyatakan baik.

Jika kadarnya 7-8% maka dinyatakan sedang.

Jika kadarnya >8% maka dinyatakan buruk.

Step 4

Strukturisasi

9

ASUPAN MAKANAN YANG BERLEBIHAN

OBESITAS

GANGGUAN SEKRESI INSULIN

DEFECT RESEPTOR DAN

POSTRESEPTOR DI OTOT

GLUKOSA DARAH TINGGI

DIABETES MELITUS

DIABETES INSIPIDUS HIPERTIROID

DIAGNOSIS UTAMA

DIABETES MELITUS

TATALAKSANA

KOMPLIKASI

Page 10: Kelompok 6 Modul 4 Blok 10

Step 5

Learning Objective

1. Mengetahui dan memahami tentang Diabetes Melitus, yaitu :

Etiologi

Faktor Resiko

Klasifikasi

Patogenesis

Gejala klinis

Diagnosis

Diagnosis banding

Komplikasi

Penatalaksanaan

Pencegahan

Step 6

Belajar Mandiri

10

Page 11: Kelompok 6 Modul 4 Blok 10

Setiap anggota kelompok mencari bahan dan materi yang sesuai dengan

Learning Objective yang sudah kami rumuskan dari berbagai literatur, untuk

dapat di diskusikan dalam diskusi kelompok yang ke-2.

Step 7

DEFINISI

Diabetes melitus merupakan penyakit metabolic kronik yang ditandai dengan

hiperglikemia akibat defek dalam sekresi dan kerja insulin atau keduanya

sehingga terjadi defisiensi insulin dimana tubuh mengeluarkan terlalu sedikit

insulin atau insulin yang dikeluarkan resisten sehingga mengakibatkan kelainan

metabolisme kronis berupa hiperglikemia kronik disertai berbagai kelainan

metabolik akibat gangguan hormonal yang menimbulkan komplikasi kronik pada

sistem tubuh. (sylvia. dkk, 2006 )

ETIOLOGI

1. Kelainan sel beta pankreas, berkisar dari hilangnya sel beta sampai

kegagalan sel beta melepas insulin.

2. Faktor – faktor lingkungan yang mengubah fungsi sel beta, antara

lain agen yang dapat menimbulkan infeksi, diet dimana pemasukan

karbohidrat dan gula yang diproses secara berlebihan, obesitas dan

kehamilan.

3. Gangguan sistem imunitas. Sistem ini dapat dilakukan oleh

autoimunitas yang disertai pembentukan sel – sel antibodi

antipankreatik dan mengakibatkan kerusakan sel - sel penyekresi

insulin, kemudian peningkatan kepekaan sel beta oleh virus.

11

Page 12: Kelompok 6 Modul 4 Blok 10

4. Kelainan insulin. Pada pasien obesitas, terjadi gangguan kepekaan

jaringan terhadap insulin akibat kurangnya reseptor insulin yang

terdapat pada membran sel yang responsir terhadap insulin.

FAKTOR RESIKO

1. usia di atas 40 tahun

2. kegemukan ( obesitas )

3. hipertensi ( TD : >140/90 mmHg )

4. adanya riwayat keluarga dengan diabetes mellitus

5. riwayat keguguran yang berulang saat kehamilan

6. melahirkan banyi cacat atau melahirkan banyi di atas 4 kg

7. riwayat DM pada kehamilan

8. riwayat kadar gula abnormal

9. penderita dengan riwayan penyakit jantung koroner

KLASIFIKASI

1. Diabetes Melitus tipe 1

Penderita diabetes mellitus tipe I (diabetes yang tergantung kepada

insulin) menghasilkan sedikit insulin atau sama sekali tidak menghasilkan

insulin.

Sebagian besar diabetes mellitus tipe I terjadi sebelum usia 30 tahun.

Para ilmuwan percaya bahwa faktor lingkungan (mungkin berupa infeksi

virus atau faktor gizi pada masa kanak-kanak atau dewasa awal)

menyebabkan sistem kekebalan menghancurkan sel penghasil insulin di

pankreas. Untuk terjadinya hal ini diperlukan kecenderungan genetik. Pada

diabetes tipe I, 90% sel penghasil insulin (sel beta) mengalami kerusakan

permanen. Terjadi kekurangan insulin yang berat dan penderita harus

mendapatkan suntikan insulin secara teratur.

2. Diabetes Melitus tipe 2

12

Page 13: Kelompok 6 Modul 4 Blok 10

Diabetes Melitus tipe 2 (DMT2) merupakan suatu kelompok penyakit

metabolik yang disifati oleh hiperglikemi akibat kelainan sekresi insulin

oleh sel beta pankreas, gangguan kerja insulin/resistensi insulin, atau

keduanya(1,2).

Sesuai klasifikasi WHO, disebut normal jika kadar glukosa plasma

puasa < 110 mg/dl, glukosa plasma terganggu jika kadar glukosa puasa

antara 110-125 mg/dl, sedangkan toleransi glukosa terganggu adalah

kadar glukosa darah sesudah pembebanan glukosa 75 g. antara 140-199

mg/dl. Disebut diabetes jika kadar gula darah puasa > 126 mg/dl, atau bila

kadar glukosa darah sesudah pembebanan glukosa 75 g > 200 mg/dl(2,10).

Resistensi insulin berarti ketidaksanggupan insulin memberi efek biologik

yang normal pada kadar gula darah tertentu. Dikatakan resisten insulin bila

dibutuhkan kadar insulin yang lebih banyak untuk mencapai kadar glukosa

darah yang normal(3,10).

Kasus diabetes terbanyak adalah DMT2 yang umumnya mempunyai

latar belakang resistensi insulin. Pada awalnya, resistensi insulin belum

menyebabkan diabetes klinis. Sel beta pankreas masih dapat

mengkompensasi, sehingga terjadi hiperinsulinemi, kadar glukosa darah

masih normal atau sedikit meningkat. Kemudian jika telah terjadi

kelelahan sel beta pankreas, baru timbul diabetes melitus klinis, yang

ditandai dengan kadar glukosa darah yang meningkat(1,3).

Prevalensi DMT2 dari tahun ke tahun makin meningkat, yang ternyata

didahului oleh berbagai faktor risiko penyakit kardiovaskuler seperti

kegemukan, hipertensi, dislipidemia yang pada dasarnya diawali oleh

adanya resistensi insulin. Resistensi insulin banyak menarik perhatian

akhir-akhir ini karena di samping mempunyai hubungan dengan DMT2,

juga dengan angka kejadian penyakit kardiovaskuler, sehingga tindakan

mencegah resistensi insulin melalui pencegahan kegemukan, hipertensi

dan dislipidemia diharapkan dapat mencegah penyakit kardiovaskuler dan

DMT2(4,16).

13

Page 14: Kelompok 6 Modul 4 Blok 10

3. Diabetes gestasional

Faktor resiko terjadinya GDM adalah usia tua, multi paritas, etnik,

obesitas, riwayat keluarga dan riwayat diabetes gestasional terdahulu.

Karena terjadi peningkatan sekresi hormon yang mempunyai efek

metabolik terhadap toleransi glukosa, maka kehamilan adalah suatu

keadaan diabetogenik.

4. Diabetes tipe spesifik lain

a. Kelainan genetik pada fungsi sel β

b. Kelainan genetik pada kerja insulin

c. Penyakit eksokrin prankreas

d. Endokrinopathy

e. Pengaruh bahan kimia dan obat – obatan

f. Infeksi

g. Reaksi imun pada diabetes yang tidak umum

h. Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan diabetes.

PATOFISIOLOGI

A. Diabetes melitus tipe 1

Terjadi karena penyakit autoimun yang ditentukan secara genetik

dengan gejala- gejala yang pada akhirnya menuju proses bertahap

perusakan imunologik sel-sel yang memproduksi insulin. Indvidu yang

peka secara genetik tampaknya memberikan respon terhadap kejadian-

kejadian pemicu yang diduga berupa infeksi virus, dengan memproduksi

autoantibodi terhadap sel-sel beta, yang akan mengakibatkan

berkurangnya sekresi insulin, yang dirangsang oleh glukosa.

Pada diabetes melitus yang lebih berat, sel-sel beta telah dirusak

semuanya, sehingga terjadi insulinopenia dan semua kelainan metabolik

yang berkaitan dengan defisiensi insulin. Bukti untuk determinan genetik

diabetes melitus tipe 1 adalah adanya kaitan dengan tipe-tipe

histokompatibilitas spesifik. Tipe dari gen histokompatibilitas yang

14

Page 15: Kelompok 6 Modul 4 Blok 10

berkaitan dengan diabetes melitus tipe 1 (DW3 dan DW4 ) adalah yang

mengkode pada protein-protein yang berperan penting dalam interaksi

monosit-limfosit. Protein-protein ini mengatur respon sel T yang

merupakan bagian normal dari respon imun. Jika terjadi kelainan, fungsi

limfosit T yang terganggu akan berperan penting dalam patogenesis

perusakan sel-sel pulau langerhans. Juga terdapat bukti adanya

peningkatan antibodi-antibodi terhadap sel-sel pulau langerhans yang

ditujukan terhadap komponen antigenik tertentu dari sel beta. (sylvia. dkk,

2006 )

B. Diabetes melitus tipe 2

Diabetes tipe 2 ditandai dengan kelainan sekresi insulin, serta kerja

insulin. Pada awalnya tampak terdapat resistensi dari sel-sel sasaran

terhadap kerja insulin. Insulin mula-mula mengikat dirinya pada reseptor-

reseptor permukaan sel tertentu, kemudian terjadi reaksi intraselular yang

menyebabkan mobilisasi pembawa GLUT 4 glukosa dan meningkatkan

transpor glukosa menembus membran sel. Pada pasien-pasien dengan

diabetes tipe 2 terdapat kelainan dalam pengikatan insulin dengan reseptor.

Kelainan ini dapat disebabkan oleh berkurangnya jumlah tempat reseptor

pada membran sel yang selnya responsif terhadap insulin intrinsik.

Akibatnya, terjadi penggabungan abnormal antara kompleks reseptor

insulin dengan sistem transpor glukosa. Ketidaknormalan postreseptor

dapat mengganggu kerja insulin. Pada akhirnya timbul kegagalan sel beta

dengan menurunnya jumlah insulin yang beredar dan tidak lagi memadai

untuk mempertahankan euglikemia. (sylvia. dkk, 2006 )

Sekresi insulin pada orang non diabetes meliputi 2 fase yaitu fase dini

(fase 1) atau early peak yang terjadi dalam 3-10 menit pertama setelah

makan. Insulin yang disekresi pada fase ini adalah insulin yang disimpan

dalam sel beta (siap pakai); dan fase lanjut (fase 2) adalah sekresi insulin

dimulai 20 menit setelah stimulasi glukosa. Pada fase 1, pemberian

glukosa akan meningkatkan sekresi insulin untuk mencegah kenaikan

15

Page 16: Kelompok 6 Modul 4 Blok 10

kadar glukosa darah, dan kenaikan glukosa darah selanjutnya akan

merangsang fase 2 untuk meningkatkan produksi insulin. Makin tinggi

kadar glukosa darah sesudah makan makin banyak pula insulin yang

dibutuhkan, akan tetapi kemampuan ini hanya terbatas pada kadar glukosa

darah dalam batas normal.

Pada DM tipe 2, sekresi insulin di fase 1 tidak dapat menurunkan

glukosa darah sehingga merangsang fase 2 untuk menghasilkan insulin

lebih banyak, tetapi sudah tidak mampu meningkatkan sekresi insulin

sebagaimana pada orang normal. Gangguan sekresi sel beta menyebabkan

sekresi insulin pada fase 1 tertekan, kadar insulin dalam darah turun

menyebabkan produksi glukosa oleh hati meningkat, sehingga kadar

glukosa darah puasa meningkat. Secara berangsur-angsur kemampuan fase

2 untuk menghasilkan insulin akan menurun. Dengan demikian perjalanan

DM tipe 2, dimulai dengan gangguan fase 1 yang menyebabkan

hiperglikemi dan selanjutnya gangguan fase 2 di mana tidak terjadi

hiperinsulinemi akan tetapi gangguan sel beta.

Penelitian menunjukkan adanya hubungan antara kadar glukosa darah

puasa dengan kadar insulin puasa. Pada kadar glukosa darah puasa 80-140

mg% kadar insulin puasa meningkat tajam, akan tetapi jika kadar glukosa

darah puasa melebihi 140 mg % maka kadar insulin tidak mampu

meningkat lebih tinggi lagi; pada tahap ini mulai terjadi kelelahan sel beta

menyebabkan fungsinya menurun. Pada saat kadar insulin puasa dalam

darah mulai menurun maka efek penekanan insulin terhadap produksi

glukosa hati khususnya glukoneogenesis mulai berkurang sehingga

produksi glukosa hati makin meningkat dan mengakibatkan hiperglikemi

pada puasa.

Faktor-faktor yang dapat menurunkan fungsi sel beta diduga

merupakan faktor yang didapat (acquired) antara lain menurunnya massa

sel beta, malnutrisi masa kandungan dan bayi, adanya deposit amilyn

dalam sel beta dan efek toksik glukosa (glucose toxicity).

16

Page 17: Kelompok 6 Modul 4 Blok 10

MANIFESTASI KLINIK

Manifestasi klinik diabetes militus dikaitkan dengan konsekuensi insulin.

Pasien-psasien yang mengalami defisiensi insulin tidak dapat mempertahankan

kadar glukosa plasma puasa yang normal, atau toleransi glukosa sesudah makan

karbohidrat. Jika hiperglikemianya parah dan melebihi ambang ginjal, maka

timbul glukosuria. Glukosuria ini akan mengakibatkan diuresis osmotik yang

meningkatkan pengeluaan kemih ( poliuria ) dan timbul rasa haus (polidipsia).

Karena glukosa hilang bersama kemih, maka pasien mengalami keseimbangan

kalori negatif dan berat badan menurun. Rasa lapar semakin besar ( polifagia )

mungkin akan timbul sebagi akibat kehilangan kalori. Pasien mengeluh lelah dan

mengantuk.

Penderita DMTI sering memperlihatkan awitan gejala yang eksplosif

dengan polidipsia, poliuria, turunnya berat badan, polifagia, lemah, mengantuk

(somnolen) yang terjadi selama beberapa hari atau beberapa minggu. Penderita

dapat menjadi sakit berat dan timbul ketoasidosis, serta dapat meninggal kalau

tidak mendapat pengobatan dengan segera. Biasanya diperlukan terapi insulin

untuk mengontrol metabolisme dan umumnya penderita peka terhadap insulin.

Pada penderita diabetes tipe I, gejalanya timbul secara tiba-tiba dan bisa

berkembang dengan cepat ke dalam suatu keadaan yang disebut dengan

ketoasidosis diabetikum. Kadar gula di dalam darah adalah tinggi tetapi karena

sebagian besar sel tidak dapat menggunakan gula tanpa insulin, maka sel-sel ini

mengambil energi dari sumber yang lain. Sel lemak dipecah dan menghasilkan

keton, yang merupakan senyawa kimia beracun yang bisa menyebabkan darah

menjadi asam (ketoasidosis). Gejala awal dari ketoasidosis diabetikum adalah rasa

haus dan berkemih yang berlebihan, mual, muntah, lelah dan nyeri perut (terutama

pada anak-anak). Pernafasan menjadi dalam dan cepat karena tubuh berusaha

untuk memperbaiki keasaman darah. Bau nafas penderita tercium seperti bau

aseton. Tanpa pengobatan, ketoasidosis diabetikum bisa berkembang menjadi

koma, kadang dalam waktu hanya beberapa jam. Bahkan setelah mulai menjalani

17

Page 18: Kelompok 6 Modul 4 Blok 10

terapi insulin, penderita diabetes tipe I bisa mengalami ketoasidosis jika mereka

melewatkan satu kali penyuntikan insulin atau mengalami stres akibat infeksi,

kecelakann atau penyakit yang serius

Sebaliknya, pasien DMTTI mungkin sama sekali tidak memperlihatkan

gejala apapun, dan diagnosis hanyadibuat berdasrkan pemeriksaan darahdi

laboratorium dan melakukan testoleransi glukosa. Pada hipergilkemia yang lebih

berat, pasien tersebut mungkin menderita polidipsia, poliuruia, lemah, dan

somnolen. Biasanya mereka tidak mengalami ketoasidosis. Kalau hiperglikemia

berat dan pasien tidan berespons terhadap terapi diet, mungkin diperlukan terapi

insulin untuk menormalkan kadar glukosanya. Pasien ini biasanya

memperlihatkan kehilangan sensitivitas perifer terhadap insulin. Kadar insulin

sendiri mungkin berkurang, normal, atau tinggi, tetapi tetap tidak memadai untuk

mempertahankan kadar glukosa darah normal. Penderita juga resisten terhadap

insulin eksogen. Karena banyak diantara pasien-pasien ini mengalami obesitas,

diduga bahwa asupan karbohidrat yang tinggi, banyaknya sel adiposa dan

gangguan metabolisme glukosa intrasel merupakan penyebab berkurangnya

kepekaan terhadap insulin.(sylvia. dkk, 2006 )

DIAGNOSA

Langkah-langkah diagnostik DM dan TGT

18

Page 19: Kelompok 6 Modul 4 Blok 10

Pemeriksaan penyaring perlu dilakukan pada kelompok tersebut dibawah ini

(Committee Report ADA-2006):

1. Kelompok usia dewasa tua (45 tahun)

2. Obesitas BB (kg) . 110 % BB ideal atau IMT .> 25 (kg/m2)

3. Tekanan darah tinggi (>140/90 mmHg)

4. Riwayat DM dalam garis keturunan.

5. Riwayat kehamilan dengan bayi lahir BB >4000 g atau abortus yang

berulang.

6. Riwayat dalam kehamilan

19

Page 20: Kelompok 6 Modul 4 Blok 10

7. Dislipidemia (HDL < 35 mg/dl dan atau trigliserida > 250 mg/dl)

8. Pernah TGT (toleransi glukosa terganggu) atau glukosa darah puasa

terganggu (GDPT).

Pelaksanaan tes toleransi glukosa oral (TTGO) untuk diagnosis DM adalah

sebagai berikut :

a. Tiga hari sebelumnya makan karbohidratcukup

b. Kegiatan jasmani seprti yang biasa dilakukan

c. Puasa semalam, selama 10-12 jam

d. Periksa glukosa darah puasa

e. Diberikan glukosa 75 gram, dilarutkan dalam air 250 ml, dan diminum

dalam waktu 5 menit.

f. Selama pemeriksaan, pasien yang diperiksa tetap boleh diminum air putih,

namun harus istirahat dan tidak merokok.

g. Untuk tujuan penelitian atau diagnosis DMG (diabetes Mellitus

Gestasional), dilakukan pemeriksaan glukosa darah pada 0, 1, 2, & 3 jam

sebelum dan sesudah minum beban glukosa 75 gram tersebut.

Uji laboratorium

Darah

Orang normal : Glukosa darah puasa (GDP) < 100 mg / dl, 2jpp < 140 mg/dl.

GDP antara 100 126 mg/dl disebut : Glukosa Darah Puasa Tergangganggu

(GDPT) atau Impaired Fasting Glucose (IFG). Untuk penderita DM :

“disebut normal” atau regulasi baik bila glukosa darah sebelum makan : 90-

130 mg/dl dan puncak glukosa darah sesudah makan < 180 mg/dl. Macam-

macam metode pemeriksaan glukosa darah : Hagedorn-Jensen. Somogyi-

Nelson, autonalyzer, Enzimatis.

GDP : glukosa darah puasa. Lama puasa persiapan periksa laboratorium : 10-

12 jam.

20

Glukosa Darah Rerata (GDR) : GDP + 2j PP

2

Page 21: Kelompok 6 Modul 4 Blok 10

2j PP : glukosa darah 2 jam post prandial (sesudah beban glukosa 75 gram

waktu diagnosis); beban makanan pagi dikrjakan sewaktu (followup/kontrol).

GDA : glukosa darah acak atau random-bila tidak mungkin cara enzimatik,

maka dapat digunakan metode 0-Toluidine, Somogyi-Nelson, Autonalyzer,

atau dengan fericyanide dan neocuproine.

Satuan kadar glukosa darah yang digunakan secar internasional adalah mg/dl.

Urine

Pada orang normal, reduksi urine : negatif. Pemantauan reduksi urine

biasanya 3x sehari dan dilakukan kurang lebibh 30 menit sebelum makan.

Atau 4x sehari, yaitu 1x sebelum makan pagi, dan yang 3x dilakukan setiap 2

jam sesudah makan. Pemeriksaan reduksi 3x sebelum makan lebih lazim dan

lebih hemat.

Cara pemeriksaan glukosa urine

Ada beberapa cara antara lain, yaitu metode Fehling, Benedict, dan

Enzimatis.

Metode Fehling

urine reduksi

metode Fehling

Kriteria Diagnostik DM (Konsesus PERKENI 2002)

Dinyatakan DM apabila terdapat :

1. Kadar glukosa darah sewaktu (plasma vena) > 200 mg/dl, plus gejala

klasik: poliuria, polidipsia dan penurunan berat badan yang tidak jelas

sebabnya atau

2. Kadar glukosa darah puasa (plasma vena) > 126 mg/dl, atau

3. Kadar glukosa plasma > 200 mg/dl pada 2 jam sesudah makan atau

beban glukosa 75 gram pada TTGO. Cara diagnosis dengan kriteria ini

tidak dipakai rutin di klinik. Untuk penelitian epidemiologis pada

penduduk dianjurkan memakai kriteria diagnosis kadar glukosa darah

21

½ bagian urine : 0,25 ml

1 bagian fehling A : 0,5 ml

1 bagian fehling : 0,5 ml

Interpretasi hasilNormal : BiruBila terdapat glukosa dalam urineHijau (+), Kuning (++), Merah (+++), Merah bata (++++)

Page 22: Kelompok 6 Modul 4 Blok 10

puasa. Untuk DM gestasional juga dianjurkan kriteria dignosis yang

sama.

Ketiga kriteria diagnosis tersebut harus dikonfirmasi ulang pada hari lain atau

esok harinya, kecuali untuk keadaan khas hiperglikemia yang jelas tinggi

dengan dekompensasi metabolik akut, seperti ketoasidosis, berat badan yang

menurun cepat.

Kriteria Diagnosis Kadar glukosa Darah Puasa

Kondisi Bukan DM Belum Pasti DM DM

Kadar glukosa

darah sewaktu

Plasma Vena

Darah Kapiler

< 100

<90

100-199

90-199

>200

>200

Kadar glukosa

darah Puasa

Plasma Vena

Darah Kapiler

<100

<90

100-125

90-109

>126

>110

Kriteria Diagnosis Diabetes Mellitus Terkait Malnutrisi

(DMTM=MRDM)

Diagnosis dugaan DMTM (Kriteria Surabaya-Kobe 1989)

Diagnosis dugaan ditegakkan apabila 1,2,3,4 atau lebih dari keadaan dibawah

ini :

1. DM pada usia sekitar 15-40 tahun.

2. Ada anamnesis dan atau tanda-tanda malnutrisi-undernutrisi, antara

lain :

BBR = Berat Badan Relatif < 80%, atau

IMT = Indeks Masa Tubuh <19

3. Memerlukan suntikan insulin untuk regulasi DM dan untuk

menaikkan berat badan, dan ada resistensi insulin (Kebutuhan Insulin

lebih dari 1,Memerlukan suntikan insulin untuk regulasi DM dan

22

Page 23: Kelompok 6 Modul 4 Blok 10

untuk menaikkan berat badan, dan ada resistensi insulin (Kebutuhan

Insulin lebih dari 1,5 - 2 µ/kg BB/hari)

4. Resistensi atas terjadinya ketoasidosis (tidak timbul ketoasidosis

seperti pada DMTI meskipun tidak injeksi insulin lebih dari 10 hari)

5. Nyeri perut berulang

6. Tanda-tanda malabsorbsi

7. Klasifikasi pankreas.

Keterangan :

IMT = BB BBR= BB

(TB)2 TB-100

BB: berat badan (kg), TB: tinggi badan (cm), IMT : Indeks Masa Tubuh,

BBR : Berat Badan Relatif.

Diagnosis Klinis Defenitif DMTM (Kriteria Surabaya –Kobe 1989)

1. Kriteria diagnosis pasti fibrocalculus pancreatic DM=FCPD atau z-type =

tropical pancreatic DM (TPD) = DMTM tipe kalsifikasi z-type = zuidema

type.

a. DM umur sekitar 15-40 tahun tanda-tanda malnutrisi (BBR < 80 %

dan lain-lain) memerlukan insulin, resistensi insulin, resistensi

ketoasidosis, dengan kalsifikasi pankreas, dengan disertai atau tidak

tanda-tanda malabsorbsi.

b. Tes fungsi pankreas faal eksokrin menurun :

- Tes pt-paba pada urine <60%

- Tes Isozyme amylase positif.

2. Kriteria diagnosis pasti protein deficient pancreatic DM = PDPD atau J-

type = M-type =DMTM tipe non kalsifikasi.

a. DM umur sekitar 15-40 tahun, tanda-tanda malnutrisi, memerlukan

insulin, resistensi insulin, resistensi ketoasidosis, tanpa aklsifikasi

pancreas.

b. Tes funsi pancreas menurun (test pt-paba pada urine <60% dan atau

tes isozyme amylase positif).

23

Page 24: Kelompok 6 Modul 4 Blok 10

DIAGNOSIS BANDING

1) Hipertiroid

Hipertiroid adalah suatu kondisi dimana suatu kelenjar tiroid

yang terlalu aktif menghasilkan suatu jumlah yang berlebihan dari

hormon-hormon tiroid yang beredar dalam darah. Thyrotoxicosis

adalah suatu kondisi keracunan yang disebabkan oleh suatu kelebihan

hormon-hormon tiroid dari penyebab mana saja. Thyrotoxicosis dapat

disebabkan oleh suatu pemasukan yang berlebihan dari hormon-

hormon tiroid atau oleh produksi hormon-hormon tiroid yang

berlebihan oleh kelenjar tiroid.

Gejala yang dirasakan adalah rasa gemetar pada jari tangan,

lemas, jantung berdebar cepat, berkeringat bannyak walau berda dalam

suhu yang dingin, badan semakin kurus walaupun makan masih dalam

jumlah yang banyak, pada keadaan yang lebih lanjut lagi disetai

dengan diare yang banyak sehingga menyebabkan dehidrasi.

Pada penampakan di daerah leher terkadang disertai dengan

pembesaran kelenjar gondok.

Hipertiroid ini umumnya timbul pada saat usia antara 10-15

tahun. Penyebab penyakit ini berbagai macam, dan umumnya

penyebab timbulnya hipertiroid berbeda menurut usia (misal, penyakit

Graves, toksik adenoma, gondok, infeksi, tumor,dsb).

2) Diabetes insipidus

Gejala Klinis

Keluhan dan gejala utama diabetes insipidus adalah poliuria dan

polidipsia. Jumlah cairan yang diminum maupun produksi urin per 24

jam sangat banyak, dapat mencapai 5-10 liter sehari. Berat jenis urin

biasanya sangat rendah, berkisar antara 1001-1005 atau 50-200

mOsmol/kg berat badan. Selain poliuria dan polidipsia, biasanya tidak

terdapat gejala-gejala lain kecuali jika ada penyakit lain yang

24

Page 25: Kelompok 6 Modul 4 Blok 10

menyebabkan timbulnya gangguan pada mekanisme neurohy-

pophyseal-renal reflex tersebut. Selama pusat rasa haus pasien tetap

utuh, konsentrasi zat-zat yang terlarut dalam cairan tubuh akan

mendekati nilai norma. Bahaya baru timbul jika intake air tidak dapat

mengimbangi pengeluaran urin yang ada dengan akibat pasien akan

mengalami dehidrasi dan peningkatan konsentrasi zat-zat yang terlarut.

Pemeriksaan Khusus Untuk Menegakkan Diagnosis Diabetes

Insipidus.

Setelah dapat ditegakkan bahwa poliuria yang terjadi adalah diuresis

air murni, maka langkah selanjutnya adalah untuk menentukan jenis

penyakit yang menyebabkan. Untuk itu tersedia uji-uji coba berikut:

Hickey-Hare atau Carter-Robbins test

Pemberian infuse larutan garam hipertonis secara cepat pada orang

normal akan menurunkan jumlah urin, sedangkan pada diabetes

insipidus urin akan menetap atau bertambah. Pemberian pitresin akan

menyebabkan turunnya jumlah urin pada pasien DIS dan menetapnya

jumlah urin pada pasien DIN.

Kekurangan pada pengujian ini adalah:

- Pada sebagian orang normal, pembebanan larutan garam akan

menyebabkan terjadinya diuresis solute yang akan mengaburkan efek

ADH.

- Interpretasi uji coba ini adalah all or none sehingga tidak dapat

membedakan defect partial atau komplit.

Fluid deprivation menurut Martin Goldberg

- Sebelum pengujian dimulai, pasien diminta untuk mengosongkan

kandung kemihnya kemudian ditimbang berat badannya, diperiksa

volum dan berat jenis atau osmolalitas urin pertama. Pada saat ini

diambil sample plasma untuk diukur osmolalitasnya.

25

Page 26: Kelompok 6 Modul 4 Blok 10

- Pasien diminta buang air kecil sesering mungkin paling sedikit setiap

jam.

- Pasien ditimbang setiap jam bila diuresis lebih dari 300 ml/jam atau

setiap 3 jam bila diuresis kurang dari 300 ml/jam

- Setiapn sample urin sebaiknya diperiksa osmolalitasnya dalam

keadaan segar atau kalau hal ini tidak mungkin dilakukan semua

sample harus disimpan dalam botol tertutup rapat serta disimpan dalam

lemari es.

- Pengujian dihentikan setelah 16 jam atau berat badan menurun 3-4%

tergantung mana yang terjadi lebih dahulu.

KOMPLIKASI

1) Komplikasi Akut

Reaksi Hipoglikemia

Reaksi hipoglikemia adalah gejala yang timbul akibat tubuh

kekurangan glukosa, dengan tanda-tanda: rasa lapar, gemetar, keringat

dingin, pusing. Jika keadaan ini tidak segera diobati, penderita dapat

menjadi koma. Karena koma pada penderita disebabkan oleh

kekurangan glukosa di dalam darah,maka koma disebut “Koma

Hipoglikemik”.

Koma diabetik

Koma diabetik timbul karena kadar glukosa di dalam darah

terlalu tinggi, dan biasanya lebih dari 600 mg/dL. Gejala yang sering

timbul adalah: nafsu makan menurun, haus, minum banyak, kencing

banyak, disusul rasa mual, muntah, nafas penderita menjadi cepat dan

dalam serta berbau aseton, dan sering disertai panas badan karena

biasanya terdapat infeksi (Tjokroprawiro, 1998).

2) Komplikasi Kronis

Menurut Pranadji (2000), komplikasi kronis meliputi:

Komplikasi mikrovaskuler

26

Page 27: Kelompok 6 Modul 4 Blok 10

Komplikasi mikrovaskuler adalah komplikasi pada pembuluh darah kecil,

diantaranya:

Retinopati diabetika, yaitu kerusakan mata seperti katarak dan

glukoma atau meningkatnya tekanan pada bola mata. Bentuk

kerusakan yang paling sering terjadi adalah bentuk retinopati

yang dapat menyebabkan kebutaan. Biasanya ditandai dengan

mioaneurisme, neovaskularisasi, pelebaran vena dan kapiler,

aksudat keras dan lunak, bercak luka berbentuk titik dan garis.

Nefropati diabetika, yaitu gangguan ginjal yang diakibatkan

karena penderita menderita diabetes dalam waktu yang cukup

lama. Bisa karena glomerulusklerotik atau lesi eksudatif yang

menyebabkan proteinuria progresif dan gagl ginjal kronik, bisa

juga karena aterosklerosis, hipertensi, dan infeksi.

Neuropati diabetika yaitu gangguan sistem syaraf pada

penderita DM. Indera perasa pada kaki dan tangan berkurang

disertai dengan kesemutan, perasaan baal atau tebal serta

perasaan seperti terbakar. Misebabkan oleh gangguan jalur

poliol, yakni terjadi penimbunan sorbitol dan fruktosa pada sel

saraf sehingga terjadi gangguan konduksi sinyal dan

mengakibaltan gangguan metabolik pada sel schwan dan

hilangnya akson.

Komplikasi makrovaskuler

Komplikasi makrovaskuler adalah komplikasi yang mengenai pembuluh darah

arteri yang lebih besar, sehingga menyebabkan atherosklerosis. Akibat

atherosklerosis antara lain timbul penyakit jantung koroner, hipertensi, stroke,

dan gangren pada kaki.

3) Kaki diabetik

Patofisiologi

b. Angiopati diabetes

27

Page 28: Kelompok 6 Modul 4 Blok 10

Hiperglikemia penebalan tunika intima “hiperplasia membran

basalis arteria”, oklusi (penyumbatan) arteria, dan

hiperkeragulabilitas atau abnormalitas tromborsit, pelekatan

(adhesi) dan pembekuan (agregasi)gaangguan peredaran pembuluh

darah besar dan kecil sirkulasi darah yang kurang baik,

pemberian makanan dan oksigenasi kurang dan mudah terjadi

penyumbatan aliran darah terutama daerah kaki.

Hiperglikemia lekosit DM tidak normal fungsi khemotoksis

di lokasi radang terganggu, fungsi fagositosis dan bakterisid

intrasel menurun bakteri sukar untuk dimusnahkan oleh sistem

plagositosis-bakterisid intraseluler

Tanda dan gejala :

Jarak tampak menjadi lebih pendek (klaudilasio intermil).

nyeri pada telapak / kaki depan pada saat istirahat /malam hari

tidak ada denyut popliteal atau denyut tibial superior

kulit menipis atau berkilat

atrofi jaringan lemak subkutan

tidak ada rambut pada tungkai dan kaki bawah

penebalan kuku

kemerahan pada area yang terkena ketika tungkai diam, atau

berjuntai, dan pucat ketika kaki diangkat

2. neuropati diabetic

kerusakan pada :

o sensoris : sensoris nyeri, panas dan raba berkurang sehingga

mudah terkena trauma akibat keadaan kaki yang tidak sensitif ini.

o Motorik : kelemahan otot, otot mengecil, kram otot, mudah lelah

sehingga perubahan keseimbangan di sendi kaki, perubahan cara

berjalan menyebabkan munculnya titik tekan baru pada telapak

kaki dan pembentukan kalus.

28

Page 29: Kelompok 6 Modul 4 Blok 10

o Autonom : kerusakan serabut saraf simpatis , menyebabkan :

o peningkatan aliran darah,

o produksi keringat berkurang / tidak ada kulit kering,

pecah-pecah memudahkan infeksi timbu selullitis

ulkus /gangren

o tonus vaskuler hilang distensi vena-vena kaki dan

peningkatan tekanan parsial oksigen di vena.

Klasifikasi Kaki Diabetik

Menurut Wagner kaki diabetik dibagi menjadi :

Derajat 0 : tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh disertai dengan

pembentukan kalus ”claw”

Derajat I : ulkus superfisial terbatas pada kulit

Derajat II : ulkus dalam dan menembus tendon dan tulang

Derajat III : abses dalam, dengan atau tanpa osteomielitis

Derajat IV : gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan atau

tanpa selullitis

Derajat V : gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai bawah

Berdasarkan pembagian diatas, maka tindakan pengobatan atau pembedahan

dapat ditentukan sebagai berikut :

Derajat 0 : perawatan lokal secara khusus tidak ada

Derajat I-IV : pengelolaan medik dan tindakan bedah minor

Derajat V : tindakan bedah minor, bila gagal dilanjutkandengan

tindakan  bedah mayor seperti amputasi diatas lutut atau amputasi

bawah lutut

Beberapa tindakan bedah khusus diperlukan dalam pengelolaan kaki diabetik

ini, sesuai indikasi dan derajat lesi yang dijumpai seperti :

Insisi : abses atau selullitis yang luas

Eksisi : pada kaki diabetik derajat I dan II

29

Page 30: Kelompok 6 Modul 4 Blok 10

Debridement/nekrotomi : pada kaki diabetik derajat II, III, IV dan

V

Mutilasi : pada kaki diabetik derajat IV dan V

Amputasi : pada kaki diabetik derajat V

TATALAKSANA

Tujuan penatalasanaan :

Jangka pendek : hilangnya keluhan dan tanda DM, mempertahankan

rasanyaman dan tercapainya target pengendalian glukosa darah

Jangka panjang: tercegah dan terhambatnya progresivitas penyulit

mikroangiopati, makroangiopati danneuropati. Tujuan akhir

pengelolaanadalah turunnya morbilitas dan mortilitas dini DM

4 Pilar penatalaksanaan DM

Edukasi

Diabetes umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan perilaku telah

terbentuk dengan mapan. Keberhasilan pengelolaan diabetes mandiri

membutuhkan partisipasi aktif pasien, keluarga dan masyarakat. Tim

kesehatan mendampingi pasien dalam menuju perubahan perilaku. Untuk

mencapai keberhasilan perubahan perilaku, dibutuhkan edukasi yang

komprehensif dan upayapeningkatan motivasi. Edukasi yang dierikan

kepada pasien meliputi pemahaman tentang:

o Perjalanan penyakit DM

o Makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan DM

o Penyulit DM dan resikonya

o Intervensi farmakologis dan non-farmakologis serta target

perawatan

o Interaksi antara asupan makanan, aktifitas fisik dan obat

hipoglikemik oral atau insulin serta obat-obatan lain

30

Page 31: Kelompok 6 Modul 4 Blok 10

o Cara pemantauan glukosa darah dan pemahaman hasil glukosa

darah atau urin mandiri

o Mengatasi sementara keadaan gawat darurat seperti rasa sakit atau

hipoglikemia

o Pentingnya latihan jasmani yang teratur

o Masalah khusus yang dihadapi

o Cara mengunakan fasilitas perawatan kesehatan

Terapi Gizi Medis

a. Tujuan diet

Menurut Pranadji (2000), tujuan diet DM adalah membantu diabetesi

atau penderita diabetes memperbaiki kebiasaan gizi dan olah raga

untuk mendapatkan kontrol metabolik yang lebih baik, serta beberapa

tujuan khusus yaitu:

1. Memperbaiki kesehatan umum penderita,

2. Memberikan jumlah energi yang cukup untuk memelihara

berat badan ideal atau normal.

3. Memberikan sejumlah zat gizi yang cukup untuk

memelihara tingkat kesehatan yang optimal dan aktivitas

normal.

4. Menormalkan pertumbuhan anak yang menderita DM.

5. Mempertahankan kadar gula darah sekitar normal.

6. Menekan atau menunda timbulnya penyakit angiopati

diabetik

7. Memberikan modifikasi diet sesuai dengan keadaan

penderita, misalnya sedang hamil, mempunyai penyakit

hati, atau tuber kolosis paru.

8. Menarik dan mudah diterima penderita.

b. Prinsip Diet

31

Page 32: Kelompok 6 Modul 4 Blok 10

Prinsip pemberian makanan bagi penderita DM adalah mengurangi dan

mengatur konsumsi karbohidrat sehingga tidak menjadi beban bagi

mekanisme pengaturan gula darah. (Pranadji, 2000).

c. Syarat Diet

Menurut Pranadji (2000), syarat diet DM antara lain:

i. Jumlah energi ditentukan menurut umur, jenis kelamin,

berat badan dan tinggi badan, aktivitas, suhu tubuh dan

kelainan metabolik.

ii. Hidrat arang diberikan 60-70% dari total energi,

disesuaikan dengan kesanggupan tubuh untuk

menggunakannya.

iii. Makanan cukup protein dianjurkan 12% dari total energi.

iv. Cukup vitamin dan mineral.

v. Pemberian makanan disesuaikan dengan macam obat yang

diberikan (Persagi, 1999).

vi. Lemak dianjurkan 20–25% dari total energi.

vii. Asupan kolesterol hendaknya dibatasi, tidak lebih dari

300/mg perhari.

viii. Mengkonsumsi makanan yang berserat,anjuranya adalah

kira-kira 25g/hari dengan mengutamakan serat larut.

d. Makanan yang diperbolehkan dan tidak diperbolehkan

Semua bahan makanan boleh diberikan dalam jumlah yang telah

ditentukan kecuali gula murni seperti terdapat pada: gula pasir, gula

jawa, gula batu, sirop, jam, jelly, buah-buahan yang diawet dengan

gula, susu kental manis, minuman botol ringan, es krim, kue-kue

manis, dodol, cake, tarcis, abon, dendeng, sarden dan semua produk

makanan yang diolah dengan gula murni.

e. Macam diet

Menurut Persagi (1999), pedoman diet bagi penderita DM dapat dilihat

seperti dalam Tabel 1.

32

Page 33: Kelompok 6 Modul 4 Blok 10

Tabel 1.

MACAM DIET UNTUK PENDERITA DM

Macam Diet            I          II        III       IV       V        VI         VII      VIII

Energi (kal)        1100   1300   1500   1700   1900   2100   2300   2500

Protein (gr)          50       55       60       65      70       8 0        85      90

Lemak (gr)           30       35       40       45      50       55        65      65

Hidrataran (gr)    160     195     225     260    300      325     350     390

Sumber : Persagi, 1999

Diet I s/d III : diberikan kepada penderita yang terlalu gemuk

Diet IV s/d V : diberikan kepada penderita yang mempunyai berat

badan normal

Diet VI s/d VIII : diberikan kepada penderita yang kurus, diabetes

remaja atau juvenille diabetes serta diabetes dengan komplikasi.

f. Standar diet

Untuk perencanaan pola makan sehari, pasien diberi petunjuk berupa

kebutuhan bahan makanan setiap kali makan dalam sehari dalam

bentuk penukar. Makanan sehari-hari pasien dapat disusun berdasarkan

pola makan pasien dan daftar bahan makanan penukar (Sukardji,

2002).

g. Daftar Bahan Makanan Penukar

DBMP adalah suatu daftar yang memuat nama bahan makanan dengan

ukuran tertentu dan dikelompokan berdasarkan kandungan energi,

protein, lemak dan hidrat arang. Setiap kelompok bahan makanan

dianggap mempunyai nilai gizi yang kurang lebih sama (Sukardji,

2002).

h. Pedoman diet

Dalam melaksanakan diet diabetes sehari-hari, hendaknya pasien

mengikuti pedoman “3J” yaitu tepat jumlah, jadwal dan jenis, artinya

J1: energi yang diberikan harus habis, J2: Jadwal diet harus diikuti

33

Page 34: Kelompok 6 Modul 4 Blok 10

sesuai dengan interval yaitu 3jam, J3: Jenis makanan yang manis harus

dihindari, termasuk pantang buah golongan A(Tjokroprawiro, 1998).

Latihan Jasmani

Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur (3-4

kali seminggu selama kurang lebih 30 menit) yang sifatnya CRIPE

(Continuous, rhytmical, interval, progresife, endurance training) (Perkeni,

1998). Menurut Haznam (1991) olahraga dianjurkan karena bertambahnya

kegiatan fisik menambah reseptor insulin dalam sel target. Dengan

demikian insulin dalam tubuh bekerja lebih efektif, sehingga lebih sedikit

obat anti diabetik (OAD) diperlukan, baik yang berupa insulin maupun

OHO (Obat Hipoglikemik Oral), merupakan salah satu pilar dalam

pengelolaan DM. Kegiatan sehari-hari seperti barjalan kaki ke pasar,

menggunakan tangga, berkebun harus tetap dilakukan. Latihan jasmani

juga dapat menurunkan BB dan memperbaiki sensitifitas insulin, sehingga

akan memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan jasmani yang

dianjurkan bersifat aerobik seperti: jalan kaki, bersepeda santai, jogging

dan berenang

Farmakologis

Mengunakan Obat Hipoglikemik Oral (OHO), berdasarkan cara kerjanya,

OHO dibagi menjadi 4 golongan:

o Pemicu sekresi insulin: sulfonilurea dan glinid

o Penambah sensitivitas terhadap insulin: metformin, tiazolidindion

o Penghambat glukoneogenesis (metformin)

o Penhambat absorpsi glukosa: penghambat glukosidase alfa

Insulin diperlukan pada keadaan:

o Penurunan BB yang cepat

o Hiperglikemia yang berat disertai ketosis

34

Page 35: Kelompok 6 Modul 4 Blok 10

o Ketoasidosis diabetik

o Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik

o Hiperglikemia dengan asidosis laktat

o Gagal dengan kombinasi OHO dosis hampir max

o Sress berat

o Kehamilan dengan DM/DMG yang tidak terkendali dengan TGM

o Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat

o Kontraindikasi dan atau ealergi terhadap OHO

Efek samping terapi insulin

o Terjadi hipoglikemi

o Respon imun terhadap insulin yang dapat menimbulkan alergi

insulin atau resistensi insulin

Pemeriksaan HbA1c

Pengukuran protein terglikasi digunakan secara luas untuk pemantauan

rutin status glikemik jangka panjang pada penderita DM. Protein terglikasi

digunakan baik untuk mengukur indeks rata-rata glikemik, serta digunakan pula

untuk mengukur resiko perkembangan komplikasi diabetes. HbA1c merupakan

indikator yang lebih baik untuk pengendalian DM dan merupakan gold standard

pada penilaian terapi penderita DM. Pemeriksaan HbA1c merupakan pemeriksaan

tunggal yang sangat akurat untuk menilai status glikemik jangka panjang dan

berguna bagi penderita DM tipe 1 dan tipe 2.

Secara garis besar, manfaat pemeriksaan HbA1c antara lain adalah sebagai

berikut.

Mengukur kadar glukosa darah rata-rata selama 120 hari yang lalu (sesuai

dengan usia eritrosit).

Menilai efek perubahan terapi 8-12 minggu sebelumnya, sehingga

pemeriksaan HbA1c sebaiknya tidak digunakan untuk menilai hasil pengobatan

diabetes jangka pendek.

35

Page 36: Kelompok 6 Modul 4 Blok 10

Menilai pengendalian penyakit DM dengan tujuan mencegah terjadinya

komplikasi diabetes.

Suatu glikohemoglobin (GHb) yang mendekati angka normal (5-8%) akan

mencerminkan kontrol yang baik selama 2-3 bulan sebelumnya, sementara nilai

GHb di antara 12-15% mencerminkan kontrol yang buruk selama periode

tersebut. HbA1c akan meningkat secara signifikan bila glukosa darah meningkat.

Nilai HbA1c pada target 6,5% (nilai normal 4-6%), adalah suatu nilai yang

ideal, karena apabila nilai HbA1c sebesar 7% ke atas akan menyebabkan

komplikasi baik mikrovaskular ataupun makrovaskular, sedangkan penurunan

nilai HbA1c akan menunjukkan penurunan kemungkinan terjadinya komplikasi

mikrovaskular. Nilai HbA1c di atas 8% adalah nilai HbA1c yang tidak bisa

mencapai pengobatan yang baik. Pemeriksaan ini penting untuk melihat apakah

penatalaksanaan sudah adekuat atau belum. Sebaiknya, penentuan HbA1c ini

dilakukan secara rutin tiap 3 bulan sekali. Kenormalan HbA1c dapat diupayakan

dengan mempertahankan kadar glukosa darah tetap normal sepanjang waktu, tidak

hanya pada saat diperiksa kadar gulanya saja. Selain itu, melakukan olahraga

teratur, diet dan taat obat adalah kuncinya.

Untuk setiap kenaikan 1% dari HbA1c, maka diperkirakan dapat

menyebabkan:

18% kenaikan resiko untuk menderita penyakit jantung

Resiko untuk menderita penyakit pembuluh darah ringan (misal, penyempitan

pembuluh darah kaki, dll.) meningkat 28%.

Kematian yang berhubungan dengan diabetes meningkat 21%.

Ada beberapa keadaan yang dapat mengganggu hasil pemeriksaan HbA1c.

Keadaan tersebut antara lain adalah.

Keadaan yang mengakibatkan peningkatan turnover eritrosit, seperti

perdarahan, kehamilan, splenectomy atau hemolisis sehingga akan

36

Page 37: Kelompok 6 Modul 4 Blok 10

menghasilkan penurunan palsu kadar A1c. Hal ini akan terjadi pada semua

metode pemeriksaan HbA1c.

Hemoglobinopati, seperti sickle cell trait, hemoglobin C atau D akan

menghasilkan penurunan palsu kadar HbA1c. Hal ini dapat terjadi bila

menggunakan metode pemeriksaan nonspesifik yang berdasarkan muatan,

kelarutan dan ukuran.

Kondisi lain seperti gangguan carbamylated hemoglobin dapat menjadi

uremia, peningkatan konsentrasi fetal hemoglobin (HbF), peningkatan dosis

aspirin (umumnya lebih dari 10 g/hari) atau peningkatan konsentrasi ethanol

akan menghasilkan penurunan palsu kadar HbA1c.

PENCEGAHAN

Pencegahan Primer

Adalah upaya yang ditujukan pada kelompok yang memiliki faktor resiko,

yakni mereka yang belum terkena, tetapi berpotensi untuk menjadi DM

dan kelompok prediabetes.

Faktor resiko diabetes sama dengan faktor untuk prediabetes:

o Faktor resiko yang tidak bisa dimodifikasi:

Riwayat keluarga dengan diabetes

Umur

Riwayat pernah menderita DMG

Riwayat dengan BBL rendah, < 2,5 kg

o Faktor resiko yang mudah dimodifikasi:

BB lebih

Kurang aktivitas fisik

Hipertensi

Dislipidemia

Diet tak sehat

o Faktor lain yang terkait dengan resiko diabetes:

37

Page 38: Kelompok 6 Modul 4 Blok 10

Penderita polycystic ovary syndrome (PCOS)

Penderita sindroma metabolik

o Prediabetes

Merupakan suatu keadaan yang mendahului

timbulnyadiabetes. Angka kejadian prediabetes dilaporkan

terus mengalami peningkatan

Prediabetes mempunyai resiko timbulnya gangguan

kardiovaskuler sebesar 1 setengah kali libih tinggi

dibandingkan dengan orang normal

Diagnosis prediabetes ditegakkan dengan pemeriksaan

TTGO setelah puasa 8 jam. Diagnosis prediabetes

ditegakan apabila hasil tes glukosa darah menunjukan salah

satu dari angka dibawah ini:

Glukosa darah puasa antara 100-125 mg/dL

Glukosa darah 2 jam setelah muatan glukosa antara

140-199 mg/dL

o Materi pencegahan primer:

Penyuluhan:

Program penurunan BB

Diet sehat

Latihan jasmani

Menghentikn merokok

Pengololaan:

Pengolongan pradiabetes

o Sebagian besar penderita prediabetes dapat

diperbaiki dengan perubahan gaya hidup,

menurunkan BB, mengkonsumsi diet sehat

serta melakukan latihan jasmani yang cukup

dan teratur

38

Page 39: Kelompok 6 Modul 4 Blok 10

Pengolongan berbagai faktor resiko:

o Obesitas

o Hipertensi

o Dislipidemia

Pencegahan Sekunder

Adalah upaya mencegah atau menghambat timbulnya penyulit pada

diabetes yang telah menderita DM

o Dislipidemia pada diabetes

Dislipidemia pada diabetes lebih meningkatkan resiko

timbulnya penyakit kardiovaskular

Gambaran dislipidemia yang sering didapatkan pada

diabetisi adalah peningkatan trigliserida, dan penurunan

kadar kolestrol HDL, sedangkan kadar kolesterol LDL

normal atau sedikit meningkat

Dipertimbangkan untuk memberikan terapi farmakologis

sedini mungkin bagi diabetes yang disertai dislipidemia

o Hipertensi pada diabetes

Indikasi pengobatan:

o Bila TD sistolik ≥ 130 mmHg dan/atau TD

diastolik ≥ 80 mmHg

Sasaran (target penurunan) TD:

o TD < 130/80 mmHg

o Bila disertai proteinuria ≥ 1 gr/24 jam: <

125/75 mmHg

o Obesitas pada diabetes

Obesitas, terutama obesitas sentral secara bermakna

berhubungan dengan sindrom dismetabolik(dislipidemia,

39

Page 40: Kelompok 6 Modul 4 Blok 10

hiperglikemia, hipertensi), yang didasari oleh resistensi

insulin.

Obesitas dan diabetes meningkatkan resiko kematian akibat

PJK

Pencegahan tersier

o Ditujukan pada kelompok diabetisi yang telah memiliki komplikasi

dalam upaya mencegah terjadinya kecacatan lebih lanjut.

o Upaya rehabilitasi pada diabetisi dilakukan sedini mungkin,

sebelum kecacatan menetap.

Pada upaya pencegahan tersier tetap dilakukan penyuluhan pada diabetisi

dan keluarga. Materi penyuluhan termasuk upaya rehabilitasi yang dapat

dilakukan untuk mencapai kualitas hidup yang optimal.

BAB IIIPENUTUP

A. KesimpulanDiabetes melitus merupakan penyakit metabolic kronik yang ditandai

dengan hiperglikemia akibat defek dalam sekresi dan kerja insulin atau

keduanya sehingga terjadi defisiensi insulin dimana tubuh mengeluarkan

terlalu sedikit insulin atau insulin yang dikeluarkan resisten sehingga

mengakibatkan kelainan metabolisme kronis berupa hiperglikemia kronik

disertai berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal yang

menimbulkan komplikasi kronik pada sistem tubuh.

Diabetes melitus terbagi menjadi beerapa, seperti diabetes melitus

tipe1, diabetes melitus tipe 2, diabetes gestasional, dan diabetes spesifik lain

yang memiliki etiologi tersendiri.

Komplikasi yang di timbulkan terbagi menjadi dua, yakni akut dan

kronik. Komplikasi akut terbagi menjadi hiperglikemia dan hipoglikemia,

sedangkan kronik terbagi menjadi makro dan mikroangiopati.

40

Page 41: Kelompok 6 Modul 4 Blok 10

Penatalaksanaan diabetes melitus berdasarkan 4 pilar, yakni edukasi

atau penyuluhan, aktifitas jasmani, perencanaan diet,dan medikamentosa.

B. SaranMahasiswa lebih banyak mencari lagi seluk-beluk dari diabetes melitus pada

berbagai literatur sehingga pengetahuan yang diperoleh lebih bayak lagi dan

dapat diaplikasikan dengan baik dan benar saat telah menjadi dokter.

DAFTAR PUSTAKA

Sudoyo AW, setiyohadi B. 2006 . buku ajar ilmu penyakit dalam . jakarta :

Depertemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.

Soegoendo S, Rudianto A, Manaf A, dkk. 2006. konsensus pengelolaan dan

pecegahan diabetes melitus tipe 2di indonesia tahun 2006I. Jakarta :

Perkumpulan Endokrinologi Indonesia

Tjokroprawiro A, Hendromartono. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.

Surabaya : FK Unair dan RS. Pendidikan DR. Soetomo

Price, sylvia A dan M. Wilson. 2006. Patofisiologi konsep klinis proses-proses

penyakit. Jakarta : EGC

41