Laporan Modul 2 Blok 10 Kelompok 2

37
LAPORAN HASIL DISKUSI KELOMPOK KECIL BLOK 10 INFEKSI II KEDOKTERAN GIGI MODUL 2 INFEKSI PADA TULANG RAHANG KELOMPOK 2 Khemal Ilham Rinaldy 1310015102 Devi Sarfina 1310015105 Jumiati 1310015097 Dini Sylvana 1310015107 Shalahuddin Al Amin 1310015113 Madherisa Paulita 1310015099 Raisa Debrina Commas 1310015111 Suhastianti Shafira Utami 1310015100 Frediyuwana Dharmaswara 1310015114 TUTOR drg. Masyudi, M.Si PROGRAM STUDI KEDOKTERAN GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN

description

Infeksi Tulang Rahang KG

Transcript of Laporan Modul 2 Blok 10 Kelompok 2

Page 1: Laporan Modul 2 Blok 10 Kelompok 2

LAPORAN HASIL DISKUSI KELOMPOK KECIL

BLOK 10 INFEKSI II KEDOKTERAN GIGI

MODUL 2 INFEKSI PADA TULANG RAHANG

KELOMPOK 2

Khemal Ilham Rinaldy 1310015102

Devi Sarfina 1310015105

Jumiati 1310015097

Dini Sylvana 1310015107

Shalahuddin Al Amin 1310015113

Madherisa Paulita 1310015099

Raisa Debrina Commas 1310015111

Suhastianti Shafira Utami 1310015100

Frediyuwana Dharmaswara 1310015114

TUTOR drg. Masyudi, M.Si

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN GIGI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MULAWARMAN

SAMARINDA

TAHUN 2015

Page 2: Laporan Modul 2 Blok 10 Kelompok 2

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan hidayah-Nya lah laporan hasil diskusi kelompok kecil ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Laporan ini disusun dari berbagai sumber ilmiah sebagai hasil dari diskusi kelompok kecil (DKK) kami.

Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu hingga terselesaikannya laporan ini. Pertama-tama kami ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. drg. Masyudi selaku tutor kelompok 2 yang telah membimbing kami dalam melaksanakan diskusi kelompok kecil (DKK) dalam skenario modul 1 blok 10 ini.

2. Teman-teman kelompok 2 yang telah mencurahkan pikiran dan tenaganya sehingga diskusi kelompok kecil (DKK) 1 dan 2 dapat berjalan dengan baik dan dapat menyelesaikan laporan hasil diskusi kelompok kecil (DKK) kelompok 2.

3. Teman-teman mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman khususnya program studi kedokteran gigi angkatan 2013, segala fasilitas yang telah kami gunakan untuk menambah pengetahuan tentang modul kami ini, serta pihak-pihak lain yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu.

Kami sengaja menyelesaikan laporan ini untuk memenuhi salah satu tugas kuliah dengan sistem PBL. Dan tentunya kami selaku penyusun juga mengharapkan agar laporan ini dapat berguna baik bagi penyusun sendiri maupun bagi pembaca di kemudian hari.

Laporan ini sangat jauh dari sempurna. Oleh karena itu, saran serta kritik yang membangun sangat kami harapkan demi tercapainya kesempurnaan dari isi laporan hasil diskusi kelompok kecil (DKK) ini.

Samarinda, Februari 2015

Hormat kami,

Tim penyusun

Page 3: Laporan Modul 2 Blok 10 Kelompok 2

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ............................................................................................................. 2

Daftar Isi ...................................................................................................................... 3

BAB I : Pendahuluan

1.1 Latar Belakang ....................................................................................................... 4

1.2 Tujuan .................................................................................................................... 4

1.3 Manfaat .................................................................................................................. 5

BAB II : Pembahasan

2.1 Step 1 : Identifikasi Istilah Asing ...........................................................................6

2.2 Step 2 : Identifikasi Masalah ..................................................................................6

2.3 Step 3 : Curah Pendapat .........................................................................................7

2.4 Step 4 : Peta Konsep ..............................................................................................9

2.5 Step 5 : Learning Objective ...................................................................................9

2.6 Step 6 : Belajar Mandiri..........................................................................................10

2.7 Step 7 : Sintesis.......................................................................................................10

BAB III : Penutup

3.1 Kesimpulan ............................................................................................................27

3.2 Saran.......................................................................................................................27

Daftar Pustaka...............................................................................................................28

Page 4: Laporan Modul 2 Blok 10 Kelompok 2

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Manusia biasanya hidup berdampingan secara mutualistic dengan mikrobiota rongga

mulut. Gigi dan mukosa yang utuh merupakan pertahanan pertama yang hampir tidak

tertembus apabila system kekebalan host dan pertahanan seluler berfungsi dengan baik.

Apabila sifat mikroflora berubah, baik kualitas maupun kuantitasnya ; apabila mukosa mulut

dan pulpa gigi terpenetrasi ; apabila system kekebalan dan pertahanan selulerr terganggu ;

atau kombinasi dari hal – hal tersebut diatas ; maka infeksi dapat terjadi.

Infeksi bisa bersifat akut atau kronis dan bersifat subyektif. Suatu kondisi akut biasanya

disertai dengan pembengkakan dan rasa sakit yang hebat dengan manifestasi sistemik yaitu

malaise dan demam yang berkepanjangan. Bentuk kronis bisa berkembang dari

penyembuhan sebagian keadaan akut, serangan yang lemah atau pertahanan yang kuat.

Infeksi kronis sering ditandai dengan ketidaknyamanan dalam berbagai tingakatan dan

bukannya rasa sakit, serta reaksi ringan dari jaringan sekitarnya.

Infeksi odontogenik adalah salah satu infeksi yang paling umum dari rongga mulut.

Dapat disebabkan oleh karies gigi. Dalam semua kasus infeksi tersebut berasal dari mikroba

mulut. Tergantung pada jenis, jumlah dan virulensi dari mikroorganisme yang dapat

menyebar ke jaringan lunak, keras dan sekitarnya. Infeksi odontogenik selalu berasal dari

berbagai macam mikroba seperti bakteri aerob dan anaerob fakultatif.

1.2 Tujuan

1. Mengetahui etiology dari infeksi odontogenik.

2. Mengetahui proses penyebaran infeksi.

3. Mengetahui terapi dari infeksi odontogenik.

1.3 Manfaat

Dapat memahami etiology, proses penyebaran, dan terapi yang diberikan dalam

infeksi odontogenik.

Page 5: Laporan Modul 2 Blok 10 Kelompok 2

BAB 2

ISI DAN PEMBAHASAN

2.1. SKENARIO MODUL

Sakit Gigi .... Nyut... Nyut

Pagi hari Andi terbangun karena pipinya terasa sakit nyut-nyut. Sudah 3 hari Andi

sakit gigi tapi tidak separah pagi ini. Betapa kagetnya dia ketika bercermin di depan

kaca pipi daerah rahang bawah bengkak besar, ketika diraba keras, tak berbatas jelas,

hangat dan sakit sekali. Cepat-cepat Andi mandi dan pergi Puskesmas. Oleh drg

Puskesmas dilakukan anamnesa dan melihat kondisi umum serta pemeriksaan klinis

ekstra oral dan intra oral. Berdasarkan anamnesa sakit pada gigi tersebut sudah sering

dirasakan tetapi sembuh dengan sendirinya setelah minum antibiotika dan analgesik.

Tetapi 3 hari yang lalu sakit gigi dirasakan lagi dengan gigi penyebab yang sama.

Kondisi umum Andi, Baik, Compos Mentis. Hasil pemeriksaan klinis Ektra Oral:

Inflamasi (+) daerah mandibula hingga depan telinga kanan, keras, berbatas tidak

jelas, hangat, dan sakit hingga ke telinga, trismus 2 jari. Hasil pemeriksaan klinis intra

oral : 46 berlubang besar, mobiliti(+) derajat 2, Tes perkusi (+) nyeri, Druk/Tes

tekan(+), calculus (+), daerah bukal sepanjang gigi 48 hingga 43 terangkat dan

berwarna kemerahan. Oleh drg Puskesmas Andi dirujuk untuk dilakukan pengambilan

foto panoramik. Apa yang terjadi dengan Andi.....

2.2. TUJUH LANGKAH PBL BERDASARKAN THE SEVEN JUMPS

a. IDENTIFIKASI ISTILAH

- Anamnesa: Suatu teknik pemeriksaan yang dilakukan melalui suatu

percakapan atau tanya-jawab antara dokter atau tenaga kesehatan lainnya

dengan pasien secara langsung atau dengan orang lain yang mengetahui

tentang kondisi pasien untuk mendapatkan data pasien beserta

permasalahan medisnya.

- Compos Mentis: Kondisi pasien yang menunjukkan kesadaran normal.

Page 6: Laporan Modul 2 Blok 10 Kelompok 2

- Analgesik: Obat yang digunakan untuk menghilangkan atau mengurangi

rasa nyeri.

- Antibiotik: Obat yang dihasilkan dari mikroorganisme dan

berkemampuan mencegah pertumbuhan atau membunuh mikroorganisme

lainnya.

- Trismus: Suatu keadaan tidak dapat membuka mulut.

- Inflamasi: Reaksi jaringan tubuh terhadap invasi mikroorganisme

patogen atau trauma .

- Foto panoramik: Teknik radiografi untuk memperoleh gambaran

lengkung rahang atas dan rahang bawah.

b. IDENTIFIKASI MASALAH

1. Penyakit apakah yang sedang dialami oleh Andi?

2. Apakah yang menyebabkan terjadinya penyakit Andi?

3. Mengapa pipi Andi sakit dan terasa nyut-nyut?

4. Mengapa sakit Andi timbul lagi padahal Andi sudah minum analgesik

dan antibiotik?

5. Apakah selama 3 hari Andi sudah mengalami pembengkakan?

6. Mengapa daerah sepanjang gigi 48-43 terangkat dan berwarna

kemerahan?

7. Apa yang menyebabkan sakit Andi sampai ke telinga?

8. Bagaimana proses penjalaran hingga menjadi bengkak?

9. Terapi apakah yang tepat untuk Andi?

Page 7: Laporan Modul 2 Blok 10 Kelompok 2

c. ANALISA MASALAH

1. Ada dua kemungkinan, osteomilitis atau abses.

Karena awalnya infeksi berasal dari gigi 46 yang karies (infeksi

odontogenik) lalu menjalar ke mandibula. Selain itu terlihat inflamasi dan

terjadi trismus. Dan juga osteomilitis bisa terjadi karena infkesi bakteri

dari karies.

Macam-macam abses spasium:

- Abses spasium canina

- Abses spasium bucal

- Abses spasium infratemporal

- Abses spasium submental

- Abses spasium submandibula

- Abses spasium sublingual

2. Bakteri dari karies atau kalkulus contohnya Streptococcus mutans dan

Staphylococcus aureus. Bisa juga karena bakteri gram positif dan negatif.

3. Pipi Andi sakit dan nyut-nyut karena terjadi proses inflamasi. Dan juga

karena sakit Andi sudah berlangsung 3 hari yang menggambarkan bahwa

sakit Andi sudah termasuk kronis.

4. Sakit Andi timbul lagi padahal Andi sudah minum analgesik dan

antibiotik karena analgesik hanya meredakan rasa nyeri saja dan hanya

berlangsung beberapa saat saja. Dan mungkin juga saat Andi minum

antibiotik Andi merasa nyaman dan akhirnya Andi tidak meminum

antibiotiknya sampai habis hingga menyebabkan bakteri yang ada pada

tubuh Andi menjadi lebih resisten.

5. Selama 3 hari tersebut pipi Andi sudah mengalami pembengkakan.

6. Daerah sepanjang gigi 48-43 terangkat dan berwarna kemerahan karena

terjadi abses pada daerah tersebut.

Page 8: Laporan Modul 2 Blok 10 Kelompok 2

Etiologi Penyebaran Terapi

SelulitisAbses Spasium Osteomylitis

Infeksi Odontogenik

7. Yang menyebabkan sakit Andi sampai ke telinga adalah karena abses dan

juga penyebaran penyakit Andi sudah mencapai spasium.

8. Proses penjalaran hingga menjadi bengkak adalah

Karies -> Pulpitis reversible -> Pulpitis irreversible -> Nekrosis pulpa ->

Abses.

9. Terapi yang tepat untuk Andi adalah dengan memberi antibiotic yang

tepat dan dilakukan pembedahan bila diperlukan.

d. KERANGKA KONSEP

e. IDENTIFIKASI SASARAN BELAJAR

Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan:

1. Etiologi Infeksi Odontogenik

2. Penyebaran Infeksi Odontogenik

3. Terapi Infeksi Odontogenik

Page 9: Laporan Modul 2 Blok 10 Kelompok 2

2.2.6. BELAJAR MANDIRI

2.2.7. SINTESIS

A. ETIOLOGI INFEKSI ODONTOGEN

Penyebabnya adalah bakteri yang merupakan flora normal dalam mulut, yaitu

bakteri dalam plak, dalam sulkus ginggiva, dan mukosa mulut. Bakteri yang utama

ditemukan adalah bakteri kokus aerob gram positif, kokus anaerob gram positif dan batang

anaerob gram negative. Bakteri-bakteri tersebut dapat menyebabkan karies, gingivitis, dan

periodontitis. Jika mencapai jaringan yang lebih yang lebih dalam melalui nekrosis pulpa

dan pocket periodontal dalam, maka akan terjadi infeksi odontogen.

Infeksi odontogen biasanya disebabkan oleh bakteri endogen. Lebih dari setengah

kasus infeksi odontogen yang ditemukan (sekitar 60 %) disebabkan oleh bakteri anaerob.

Organisme penyebab infeksi odontogen yang sering ditemukan pada pemeriksaan kultur

adalah alpha-hemolytic Streptococcus, Peptostreptococcus, Peptococcus, Eubacterium,

Bacteroides (Prevotella) melaninogenicus, and Fusobacterium. Bakteri aerob sendiri jarang

menyebabkan infeksi odontogen (hanya sekitar 5 %). Bila infeksi odontogen disebabkan

bakteri aerob, biasanya organisme penyebabnya adalah species Streptococcus. Infeksi

odontogen banyak juga yang disebabkan oleh infeksi campuran bakteri aerob dan anaerob

yaitu sekitar 35 %. Pada infeksi campuran ini biasanya ditemukan 5-10 organisme pada

pemeriksaan kultur.

Page 10: Laporan Modul 2 Blok 10 Kelompok 2

Tabel Mikroorganisme Penyebab Infeksi Odontogenik

B. PENYEBARAN INFEKSI ODONTOGENIK

Pola Penyebaran Abses Akibat Infeksi Odontogen

Infeksi merupakan masuknya kuman patogen atau toksin ke dalam tubuh manusia serta

menimbulkan gejala sakit. Infeksi odontogen adalah infeksi yang awalnya bersumber dari

kerusakan jariangan keras gigi atau jaringan penyangga gigi yang disebabkan oleh bakteri

yang merupakan flora normal rongga mulut yang berubah menjadi patogen. Penyebaran

infeksi odontogen ke dalam jaringan lunak dapat berupa abses.

Secara harfiah, abses merupakan suatu lubang berisi kumpulan pus terlokalisir akibat

Page 11: Laporan Modul 2 Blok 10 Kelompok 2

proses supurasi pada suatu jaringan yang disebabkan oleh bakteri piogenik. Abses yang

sering terjadi pada jaringan mulut adalah abses yang berasal dari regio periapikal. Daerah

supurasi terutama tersusun dari suatu area sentral berupa polimorfonuklear leukosit yang

hancur dikelilingi oleh leukosist hidup dan kadang-kadang terdapat limfosit. Abses juga

merupakan tahap akhir dari suatu infeksi jaringan yang dimulai dari suatu proses yang

disebut inflamasi (Soemartono, 2000). 

Infeksi odontogenik dapat berasal dari tiga jalur, yaitu :

(1) jalur periapikal, sebagai hasil dari nekrosis pulpa dan invasi bakteri ke jaringan

periapikal.

(2) jalur periodontal, sebagai hasil dari inokulasi bakteri pada periodontal poket.

(3) jalur perikoronal, yang terjadi akibat terperangkapnya makanan di bawah operkulum

tetapi hal ini terjadi hanya pada gigi yang tidak/belum dapat erupsi sempuna.

Dan yang paling sering terjadi adalah melalui jalur periapikal). Infeksi odontogen biasanya

dimulai dari permukaan gigi yaitu adanya karies gigi yang sudah mendekati ruang pulpa

(Gambar 1), kemudian akan berlanjut menjadi pulpitis dan akhirnya akan terjadi kematian

pulpa gigi (nekrosis pulpa). Infeksi odontogen dapat terjadi secara lokal atau meluas secara

cepat. Adanya gigi yang nekrosis menyebabkan bakteri bisa menembus masuk ruang pulpa

sampai apeks gigi. Foramen apikalis dentis pada pulpa tidak bisa mendrainase pulpa yang

terinfeksi. Selanjutnya proses infeksi tersebut menyebar progresif ke ruangan atau jaringan

lain yang dekat dengan struktur gigi yang nekrosis tersebut (Douglas & Douglas, 2003).

Gambar 1 Ilustrasi keadaan gigi yang mengalami infeksi dapat menyebabkan abses

odontogen. (A) Gigi normal, (B) gigi mengalami karies, (C) gigi nekrosis yang

Page 12: Laporan Modul 2 Blok 10 Kelompok 2

mengalami infeksi menyebabkan abses. Sumber : Douglas & Douglas, 2003

Infeksi odontogen dapat menyebar secara perkontinuatum, hematogen dan limfogen,

yang disebabkan antara lain oleh periodontitis apikalis yang berasal dari gigi nekrosis, dan

periodontitis marginalis. Infeksi gigi dapat terjadi melalui berbagai jalan: (1) lewat

penghantaran yang patogen yang berasal dari luar mulut; (2) melalui suatu keseimbangan

flora yang endogenus; (3) melalui masuknya bakteri ke dalam pulpa gigi yang vital dan

steril secara normal (Cilmiaty, 2009). Infeksi odontogen menyebar ke jaringan-jaringan lain

mengikuti pola patofisiologi yang beragam dan dipengaruhi oleh jumlah dan virulensi

mikroorganisme, resistensi dari host dan struktur anatomi dari daerah yang terlibat.

Rute yang paling umum penyebaran peradangan adalah melalui kontinuitas jaringan dan

spasia jaringan dan biasanya terjadi seperti yang dijelaskan di bawah ini. Pertama, pus

terbentuk di tulang cancellous dan tersebar ke berbagai arah yang memiliki resistensi

jaringan paling buruk. Penyebaran pus ke arah bukal, lingual, atau palatal tergantung pada

posisi gigi dalam lengkung gigi, ketebalan tulang, dan jarak perjalanan pus (Gambar 2),

Gambar 2 Ilustrasi penyebaran infeksi odontogen (dentoalveolar abcess) tergantung

pada posisi apeks gigi penyebab. (A) Akar bukal : arah penyebaran ke bukal. (B)

Akar palatal : arah penyebarannya ke palatal. Sumber : Fragiskos, 2007

Inflamasi purulen berhubungan dengan tulang alveolar yang dekat dengan puncak bukal

atau labial tulang alveolar biasanya akan menyebar ke arah bukal, sedangkan tulang alveolar

yang dekat puncak palatal atau lingual, maka penyebaran pus ke arah palatal atau ke lingual

(Fragiskos, 2007).

Akar palatal dari gigi posterior dan lateral gigi seri rahang atas dianggap bertanggung jawab

Page 13: Laporan Modul 2 Blok 10 Kelompok 2

atas penyebaran nanah ke arah palatal, sedangkan molar ketiga mandibula dan kadang-

kadang dua molar mandibula dianggap bertanggung jawab atas penyebaran infeksi ke arah

lingual. Inflamasi bahkan bisa menyebar ke sinus maksilaris ketika puncak apeks gigi

posterior ditemukan di dalam atau dekat dasar antrum.

Panjang akar dan hubungan antara puncak dan perlekatan proksimal dan distal berbagai otot

juga memainkan peranan penting dalam penyebaran pus. Berdasarkan hal ini (Gambar 3),

pus di mandibula yang berasal dari puncak akar di atas otot mylohyoid dan biasanya

menyebar secara intraoral, terutama ke arah dasar mulut.  Ketika puncak ditemukan di

bawah otot mylohyoid (molar kedua dan ketiga), pus menyebar ke ruang submandibular dan

terjadi pembengkakan ekstraoral (Fragiskos, 2007).

Gambar 3 Ilustrasi penyebaran infeksi odontogen (dentoalveolar abcess) tergantung

pada posisi apeks gigi penyebab. (A) Penyebaran pus kea rah sinus maksilaris (B)

Penyebaran pus pada rahang bawah tergantung pada posisi perlekatan otot

mylohyoid. Sumber : Fragiskos, 2007

Pada fase selular, tergantung pada rute dan tempat inokulasi dari pus, abses dentoalveolar

akut mungkin memiliki berbagai gambaran klinis, seperti: (1) intraalveolar, (2)

subperiosteal, (3) submukosa, (4), subkutan, dan (5) fascia migratory – cervicofacial

(Gambar 4 dan 5). Pada tahap awal fase selular ditandai dengan akumulasi pus dalam tulang

alveolar yang disebut sebgai abses intraalveolar. Pus kemudian menyebar keluar setelah

terjadi perforasi tulang menyebar ke ruang subperiosteal. Periode ini dinamakan abses

subperiosteal, dimana pus dalam jumlah terbatas terakumulasi di antara tulang dan

periosteal. Setelah terjadi perforasi periosteum, pus kemudian menyebar ke berbagai arah

melalui jaringan lunak. Biasanya menyebar pada daerah intraoral membentuk abses di

bawah mukosa, yang disebut abses submukosa. Terkadang, pus menyebar melalui jaringan

Page 14: Laporan Modul 2 Blok 10 Kelompok 2

ikat longgar dan setelah itu terakumulasi di bawah kulit, bentukan ini disebut abses

subkutan. Sedangkan di waktu lainnya, pus menyebar ke ruang fascia, membentuk abses

serous yang disebut abses spasia wajah (Fragiskos, 2007).

Gambar 4 Ilustrasi rute perjalanan pus pada penyebaran infeksi odontogen (A) Abses

intraalveolar (B) Abses superiosteal. Sumber : Fragiskos, 2007

Gambar 5 Ilustrasi rute perjalanan pus pada penyebaran infeksi odontogen (A) Abses

submukosa (B) Abses subkutan. Sumber : Fragiskos, 2007

Macam-macam Abses Odontogenik

1. Abses Periapikal

Abses periapikal sering juga disebut abses dento-alveolar, terjadi di daerah

periapikal gigi yang sudah mengalami kematian dan terjadi keadaan eksaserbasi

akut. Mungkin terjadi segera setelah kerusakan jaringan pulpa atau setelah periode

laten yang tiba-tiba menjadi infeksi akut dengan gejala inflamasi, pembengkakan dan

demam. Mikroba penyebab infeksi umumnya berasal dari pulpa, tetapi juga bisa

berasal sistemik (bakteremia).

2. Abses Subperiosteal

Gejala klinis abses subperiosteal ditandai dengan selulitis jaringan lunak mulut

dan daerah maksilofasial. Pembengkakan yang menyebar ke ekstra oral, warna kulit

Page 15: Laporan Modul 2 Blok 10 Kelompok 2

sedikit merah pada daerah gigi penyebab. Penderita merasakan sakit yang hebat,

berdenyut dan dalam serta tidak terlokalisir. Pada rahang bawah bila berasal dari gigi

premolar atau molar pembengkakan dapat meluas dari pipi sampai pinggir

mandibula, tetapi masih dapat diraba. Gigi penyebab sensitif pada sentuhan atau

tekanan.

3. Abses Submukosa

Abses ini disebut juga abses spasium vestibular, merupaan kelanjutan abses

subperiosteal yang kemudian pus berkumpul dan sampai dibawah mukosa setelah

periosteum tertembus. Rasa sakit mendadak berkurang, sedangkan pembengkakan

bertambah besar. Gejala lain yaitu masih terdapat pembengkakan ekstra oral kadang-

kadang disertai demam.lipatan mukobukal terangkat, pada palpasi lunak.

Bila abses berasal darigigi insisivus atas maka sulkus nasolabial mendatar,

terangatnya sayap hidung dan kadang-kadang pembengkakan pelupuk mata bawah.

Kelenjar limfe submandibula membesar dan sakit pada palpasi.

Infeksi Odontogenik yang Meluas ke Spasium Wajah dan Leher

Spasium wajah yang langsung terlibat pertama kali dikenal sebagai spasium

wajah primer baik pada maksila maupun mandibula. Sedangkan perluasan infeksi

melebihi daerah spasium primer karena tidak segera diobati dapat meluas ke daerah

spasium sekunder.

a. Infeksi Spasium Primer Wajah

1. Abses fosa kanina

Fosa kanina sering merupakan tempat  infeksi yang bersal dari gigi rahang  atas 

pada  regio  ini  terdapat  jaringan  ikat  dan  lemak,  serta memudahkan terjadinya

akumulasi cairan jaringan.  Gejala klinis ditandai dengan  pembengkakan  pada 

muka,  kehilangan  sulkus  nasolabialis  dan edema pelupuk mata bawah sehingga

tampak tertutup. Bibir atas bengkak, seluruh muka terasa sakit disertai kulit yang

tegang berwarna merah.

2. Abses spasium bukal

Page 16: Laporan Modul 2 Blok 10 Kelompok 2

Spasium bukal  berada diantara m.  masseter ,m.  pterigoidus interna dan m. 

Businator.  Berisi  jaringan lemak yang meluas  ke atas ke dalam diantara  otot 

pengunyah,  menutupi  fosa  retrozogomatik  dan  spasium infratemporal.  Abses 

dapat  berasal  dari  gigi  molar  kedua  atau  ketiga rahang atas masuk ke dalam

spasium bukal. Gejala  klinis  abses  ini  terbentuk  di  bawah  mukosa  bukal dan

menonjol  ke  arah rongga  mulut.  Pada  perabaan tidak jelas  ada  proses supuratif, 

fluktuasi negatif dan gigi penyebab kadang-kadang tidak jelas. Masa  infeksi/pus 

dapat  turun  ke  spasium  terdekat  lainnya.  Pada pemeriksaan  estraoral  tampak 

pembengkakan  difus,  tidak  jelas  pada perabaan.

3. Abses spasium infratemporal

Abses  ini  jarang  terjadi,  tetapi  bila  terjadi  sangat  berbahaya  dan sering

menimbulkan komplikasi yang fatal. Spasium infratemporal terletak di bawah

dataran horisontal arkus-zigomatikus dan bagian lateral di batasi oleh ramus

mandibula dan bagian dalam oleh m.pterigoid interna. Bagian atas dibatasi  oleh

m.pterigoid eksternus.  Spasium ini  dilalui  a.maksilaris interna dan n.mandibula,

milohioid, lingual, buccinator dan n.chorda timpani. Berisi  pleksus  venus 

pterigoid  dan  juga  berdekatan  dengan  pleksus faringeal.

4. Abses spasium submandibula

Spasium  ini  terletak  dibagian  bawah m.mylohioid yang memisahkannya dari 

spasium sublingual.  Lokasi  ini  di  bawah  dan  medial bagian  belakang 

mandibula. 

Dibatasi  oleh m.hiooglosus  dan  m.digastrikus  dan  bagian posterior  oleh 

m.pterigoid  eksternus. 

Berisi kelenjar  ludah  submandibula  yang  meluas  ke dalam spasium sublingual. 

Juga  berisi  kelenjar limfe submaksila.  Pada bagian luar ditutup oleh fasia 

superfisial  yang  tipis  dan  ditembus  oleh arteri submaksilaris eksterna. Infeksi 

pada  spasium ini  dapat  berasal  dari abses  dentoalveolar,  abses  periodontal  dan

Page 17: Laporan Modul 2 Blok 10 Kelompok 2

perikoronitis yang berasal dari gigi premolar atau molar mandibula.

5. Abses sublingual

Spasium sublingual  dari  garis  median  oleh fasia yang tebal ,  teletek diatas

m.milohioid dan bagian  medial  dibatasi  oleh  m.genioglosus  dan lateral oleh

permukaan lingual mandibula. Gejala klinis ditandai dengan pembengkakan daasarr 

mulut  dan lidah terangkat,  bergerser  ke sisi yang normal. Kelenjar sublingual aan

tampak menonjol karena terdesak oleh akumulasi pus di bawahnya.  Penderita  akan 

mengalami  kesulitan menelen dan terasa sakit.

6. Abses spasium submental

Spasium ini terletak diantara m.milohioid dan m.plastima. di depannya melintang

m.digastrikus, berisi  elenjar  limfe submental.  Perjalanan abses kebelakang dapat 

meluas ke spasium mandibula dan sebaliknya infesi dapat berasal dari spasium

submandibula.  Gigi penyebab  biasanya  gigi anterior atau premolar. Gejala  klinis 

ditandai  dengan  selulitis  pada regio  submental. 

Tahap  akhir  akan  terjadi supuratif  dan  pada  perabaan  fluktuatif  positif.

Pada  pemeriksaan  intra  oral  tidak  tampak adanya  pembengkakan. 

Kadang-kadang  gusi disekitar gigi penyebab lebih merah dari jaringan sekitarnya. 

Pada  tahap  lanjut  infeksi  dapat menyebar   juga  kearah  spasium yang  terdekat

terutama kearah belakang.

b. Infeksi Spasium Sekunder Wajah

Infeksi pada daerah spasium fasial sekunder dapat terjadi sebagai akibat dari

infeksi pada daerah fasial primer yang tidak dirawat. Jika spasia ini terlibat, infeksi

sering akan menjadi lebih parah, disebabkan karena semakin besarnya komplikasi

dan kerusakan, dan juga perawatannya akan semakin sulit. Karena sedikitnya suplai

darah pada jaringan konektif disekitar spasia, perawatan infeksi akan semakin sulit

tanpa dilakukan pembedahan sebagai drain eksudat purulen.

Page 18: Laporan Modul 2 Blok 10 Kelompok 2

1. Abses Spasium Masseter

Spasium submasseter berjalan ke bawah dan ke depan diantara insersi otot

masseter bagian superfisialis dan bagian dalam. Spasium ini berupa suatu celah

sempit yang berjalan dari tepi depan ramus antara origo m.masseter bagian tengah

dan permukaan tulang. Keatas dan belakang antara origo m.masseter bagian tengah

dan bagian dalam. Disebelah belakang dipisahkan dari parotis oleh lapisan tipis

lembar fibromuskular. Infeksi pada spasium ini berasal dari gigi molar tiga rahang

bawah, berjalan melalui permukaan lateral ramus ke atas spasium ini.

Gejala klinis dapat berupa sakit berdenyut diregio ramus mansibula bagian

dalam, pembengkakan jaringan lunak muka disertai trismus yang berjalan cepat,

toksik dan delirium. Bagian posterior ramus mempunyai daerah tegangan besar dan

sakit pada penekanan.

2. Spasium Pterigomandibular

Spasium Pterigomandibular terletak di sebelah lateral muskulus

pterigomandibula medialis dan medial mandibula. Merupakan tempat injeksi

anestesi lokal untuk blok saraf alveolaris inferior. Penyebaran infeksi terutama

berasal dari spasium submandibula dan sublingual.

Penyebab utama abses pada spasia ini adalah infeksi dari gigi molar tiga atau

akibat dari suatu blok nervus alveolaris inverior, jika sisi penetrasi dari needle

terinfeksi (pericoronitis). Gejala klinis pada infeksi spasium ini adalah trismus yang

parah dan sedikit edema ekstraoral yang tidak biasanya tampak pada sudut

mandibula. Secara intraoral, edema dari palatum lunak tampak pada sisi yang

terinfeksi sehingga terjadi perpindahan tempat dari uvula dan dinding faringeal

lateral.

3. Spasium Temporal Superfisial

Spasium temporal superfisial terletak posterior dan superior spasium

pterigomandibula dan lateral muskulus pterigomandibula. Spasium ini membelah

muskulus temporalis menjadi dua bagian, bagian superfisialis yang meluas ke fasia

Page 19: Laporan Modul 2 Blok 10 Kelompok 2

temporal dan bagian dalam yang berhubungan dengan spasium infratemporal.

Infeksi pada spasium temporalis disebabkan oleh perluasan dari infeksi pada

spasium infratemporalis yang saling berhubungan. Gejala klinis ditandai dengan

edema yang sakit pada fascia temporalis, trismus (temporal dan muskulus pterygoid

mediana terlibat), dan sakit saat palpasi pada edema.

4. Spasium Retrofaringeal

Spasium Retrofaringeal terletak di belakang faring, antara muskulus

konstriktor faringeal superior dan lapisan alar fasia servikal dan berawal dari dasar

tengkorak meluas ke inferior setinggi servikalis 7 atau torakalis. Infeksi spasium ini

merupakan jalur penyebaran ke spasium prevertebra dan ke diafragma. Infeksi pada

spasium ini mudah menyebar ke atas melaui foramen menuju otak dan berjalan ke

bawah melalui selubung karotis sampai ke mediastinum. Etiologi dari infeksi pada

spasium ini adalah infeksi yang berasal dari spasium lateral faringeal yang saling

bersebelahan. Gejala klinis sama dengan yang ditemukan pada abses faringeal lateral

secara klinik, kesulitan dalam pengunyahan yang disebabkan oleh edema pada

dinding posterior dari faring.

Selulitis

Istilah selulitis digunakan suatu penyebaran oedematus dari inflamasi akut

padapermukaan jaringan lunak dan bersifat difus. Selulitis dapat terjadi pada semua

tempatdimana terdapat jaringan lunak dan jaringan ikat longgar, terutama pada muka dan

Page 20: Laporan Modul 2 Blok 10 Kelompok 2

leher,karena biasanya pertahanan terhadap infeksi pada daerah tersebut kurang

sempurna.Selulitis adalah suatu pembengkakan jaringan yang hangat, difus, eritematus

dan terasa nyeri. Selulitis bisa mudah ditangani namun bisa juga menjadi parah dan

mengancam jiwa.

Etiologi.Berasal dari bakteri Streptococcus (streptokokus piogenes dan stapilokokus

aureus). Mikroorganisme lainnya seperti bakteri negatif anaerob yaitu Prevotella,

Porphyromona dan Fusobacterium.Infeksi odontogenik pada umumnya merupakan

infeksi campuran dari berbagai macam bakteri, baik bakteri aerob maupun anaerob,

mempunyai fungsi yang sinergis.

Gejala Klinis. Selulitis pada mulanya pembengkakan yang terjadi terbatas pada area

tertentu yaitu satu atau dua ruangan fasial yang tidak jelas batasnya.Palpasi pada region

tersebut mengungkapkan konsistensinya sangat lunak.Pasien juga menunjukkan gejala

demam malaise, rasa sakit, pembengkakan, trismus disfagia dan limfadenitis.

Penegakan Diagnosis. Untuk menegakkan diagnosis selulitis, dibutuhkan pemeriksaan

laboratorium, yakni pemeriksaan darah untuk melihat jumlah sel darah putih, eosinofil

dan peningkatan laju sedimentasi eritrosit. Pada penderita selulitis akan terjadi

leukositosis, yakni jumlah sel leukosit dalam darah meningkat akibat adanya infeksi.

Setelah pemeriksaan darah selesai dilakukan, kemudian dilanjutkan kultur bakteri dan

pewarnaan gram bakteri untuk mengetahui jenis bakteri yang menginfeksi jaringan

tersebut. Dengan mengetahui jenis bakteri pada jaringan tersebut, dapat diketahui jenis

antibiotik yang akan digunakan sebagai terapi.

C. TERAPI INFEKSI ODONTOGENIK

Perawatan infeksi dengan pembedahan

Prinsip utama dari perawatan infeksi odontogenik adalah melakukan pembedahan drainase

dan menghilangkan penyebab dari infeksi. Tujuan utamanya adalah menghilangkan pulpa

nekrotik dan poket periodontal yang dalam. Tujuan yang kedua adalah menghilangkan pus

Page 21: Laporan Modul 2 Blok 10 Kelompok 2

dan nekrotik debris.

Ketika pasien memiliki infeksi odontogenik yang biasanya terlihat abses vestibular yang

kecil. Dokter gigi memiliki 3 pilihan untuk perawatannya, diantaranya adalah perawatan

endodontik, extraksi, dan insisi drainase (I&D). Jika tidak dilakukan ekstraksi, bagian

tersebut harus dibukan dan pulpa harus dihilangkan, sehinga menghilangkan penyebab dari

infeksi dan menghasilkan drainase yang terbatas. Jika gigi tidak bisa diselamatkan, harus

dilakukan ekstraksi secepatnya.

Ekstraksi memberikan baik menghilangkan penyebab dari infeksi dan drainase dari

akumulasi pus dan debris. Pada prosedur insisi drainase, insisi dari cavitas abses

memberikan drainase untuk akumulasi pus dan bakteri dari jaringan dibawahnya. Drainase

dari pus dapat mengurangi tekanan terhadap jaringan, berarti menambah supply darah dan

meningkatkan antibodi dari host. Jika perawatan endodontik dengan membuka gigi tidak

bisa memberikan drainase yang adekuat, maka lebih baik memilih perawatan insisi drainase.

Memilih antibiotik yang tepat

Pemilihan antibiotik harus dilakukan dengan hati-hati. Untuk menentukannya, ada 3 faktor

yang perlu dipertimbangkan. Yang pertama adalah keseriusan infeksi ketika pasien datan ke

dokter gigi. Jika pasien datang dengan pembengkakan yang ringan, progress infeksi yang

cepat, atau difuse celulitis, antibiotik bisa ditambahkan dalam perawatan. Faktor yang kedua

adalah jika perawatan bedah bisa mencapai kondisi adekuat. Pada banyak situasi ekstraksi

bisa menyebabkan mempercepat penyembuhan infeksi. Pada keadaan lain, pencabutan

mungkin saja tidak bisa dilakuakan. Sehingga, terapi antibiotik sangat perlu dilakukan untuk

mengontrol infeksi sehingga gigi bisa dicabut.

Pertimbangan yang ketiga adalah keadaan pertahanan tubuh pasien. Pasien yang muda dan

dengan kondisi sehat memiliki antibodi yang baik, sehingga penggunaan antibiotik bisa

digunakan lebih sedikit. Di sisi lain, pasien dengan penurunan pertahanan tubuh, seperti

pasien dengan penyakit metablik atau yang melakukan kemoterapi pada kanker, mungkin

memerlukan antibiotik yang cukup besar walaupun infeksinya kecil.

Page 22: Laporan Modul 2 Blok 10 Kelompok 2

Indikasi penggunaan antibiotik :

1. Pembengkakan yang berproges cepat

2. Pembengkakan meluas

3. Pertahanan tubuh yang baik

4. Keterlibatan spasia wajah

5. Pericoronitis parah

6. Osteomyelitis

Kontra indikasi penggunaan antibiotik :

1. abses kronik yang terlokalisasi

2. abses vestibular minor

3. soket kering

4. pericoronitis ringan

Pengobatan pilihan pada infeksi adalah penisilin. Penicillin ialah bakterisidal, berspektrum

sempit, meliputi streptococci dan oral anaerob, yang mana bertanggung jawab kira-kira

untuk 90% infeksi odontogenic, memiliki toksisitas yang rendah, dan tidak mahal.

Untuk pasien yang alergi penisilin, bisa digunakan clarytromycin dan clindamycin.

Cephalosporin dan cefadroxil sangat berguna untuk infeksi yang lebih luas. Cefadroxil

diberikan dua kali sehari dan cephalexin diberikan empat kali sehari. Tetracycline, terutama

doxycycline adalah pilihan yang baik untuk infeksi yang ringan. Metronidazole dapat

berguna ketika hanya terdapat bakteri anaerob.

Pada umumnya antibiotik harus terus diminum hingga 2 atau 3 hari setelah infeksi hilang,

karena secara klinis biasanya seorang pasien yang telah dirawat dengan pengobatan

antibiotik maupun pembedahan akan mengalami perbaikan yang sangat dramatis dalam

penampakan gejala di hari ke-2, dan terlihat asimptomatik di hari ke-4. Maka dari itu,

antibiotik harus tetap diminum hingga 2 hari setelahnya (total sekitar 6 atau 7 hari).

Dalam situasi tertentu dimana tidak dilakukan pembedahan (contohnya endodontik atau

Page 23: Laporan Modul 2 Blok 10 Kelompok 2

ekstraksi), maka resolusi dari infeksi akan lebih lama sehingga antibiotik harus tetap

diminum hingga 9 – 10 hari. Penambahan beberapa administrasi obat antibiotik juga dapat

dilakukan untuk infeksi yang tidak sembuh dengan cepat.

Terapi Selulitis

Untuk selulitis yang disebabkan oleh streptokokus biasanya diberikan penisilin per-oral

(melalui mulut). Pada kasus yang berat, penisilin bisa diberikan secara intravena (melalui

pembuluh darah), dan bisa ditambahkan clyndamisin. Jika penderita alergi terhadap

penisilin bisa diganti dengan eritromisin untuk kasus yang ringan atau klindamisisn untuk

kasus yang berat.

Selulitis yang disebabkan oleh stafilokokus bisa diobati dengan dikloksasilin.

Untuk kasus yang berat bisa diberikan oksasilin atau nafsilin.

Gejala-gejala selulitis biasanya menghilang beberapa hari setelah pemberian antibiotik.

Kepada penderita selulitis berulang bisa diberikan suntikan penisilin setiap bulan atau

penisilin per-oral (melalui mulut) selama 1 minggu setiap bulan.

BAB III

Page 24: Laporan Modul 2 Blok 10 Kelompok 2

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Infeksi odontogenik adalah infeksi yang berasal dari gigi. Penyebabnya adalah

bakteri yang merupakan flora normal dalam mulut, yaitu bakteri dalam plak, dalam

sulkus gingiva, dan mukosa mulut. Infeksi odontogenik dapat berasal dari 3 jalur yaitu

periapikal, perikoronal, dan periodontal. Penyebaran infeksi odontogen ke dalam

jaringan lunak dapat berupa abses. Abses yang terjadi paling sering terjadi pada jaringan

mulut adalah abses yang berasal dari regio periapikal. Abses juga merupakan tahap akhir

dari suatu infeksi jaringan yang dimulai dari suatu proses yang disebut inflamasi.

Terapi yang dapat diberikan adalah menjaga saluran nafas agar tetap bebas, operasi

drainase, medikamentosa, identifikasi bakteri penyebab dan menyeleksi antibiotic yang

tepat.

3.2 Saran

a. Sumber dari pembuatan makalah harus diperluas.

b. Penjelasan lebih runtut untuk makalah yang selanjutnya.

DAFTAR PUSAKA

Page 25: Laporan Modul 2 Blok 10 Kelompok 2

Neelima Anil Malik.(2008). Textbook Of Oral and Maxillofacial Surgery. 2nd Edition. New

Delhi, India:Jitendar P Vij.

Topazian, RG & Golberg, MH, 2002, Oral and Maxillofacial Infection. WB Saunders,

Philadelphia.

Peterson, 2002, Oral and Maxillofacial Surgery. Mosby, St. Louis