Makalah Kelompok c6 Blok 23
-
Upload
alvinrodolfodiaz -
Category
Documents
-
view
551 -
download
5
Transcript of Makalah Kelompok c6 Blok 23
Rinitis Vasomotor
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jalan Arjuna Utara no.6 – Jakarta Barat
www.ukrida.ac.id
PENDAHULUAN
Gangguan vasomotor hidung adalah terdapatnya gangguan fisiologik lapisan
mukosa hidung yang disebabkan oleh bertambahnya aktivitas parasimpatis.Rinitis
vasomotor adalah gangguan pada mukosa hidung yang ditandai dengan adanya edema
yang persisten dan hipersekresi kelenjar pada mukosa hidung apabila terpapar oleh iritan
spesifik. Kelainan ini merupakan keadaan yang non-infektif dan non-alergi. Rinitis
vasomotor disebut juga dengan vasomotor catarrh, vasomotor rinorrhea, nasal vasomotor
instability, non spesific allergic rhinitis, non - Ig E mediated rhinitis atau intrinsic
rhinitis.1
Rinitis vasomotor mempunyai gejala yang mirip dengan rinitis alergi sehingga
sulit untuk dibedakan. Rinitis alergika sering ditemukan pada pasien dengan usia < 20
tahun, sedangkan pada rinitis vasomotor lebih banyak dijumpai pada usia > 20 tahun dan
terbanyak diderita oleh perempuan. Berdasarkan epidemiologinya, kurang lebih 58 juta
penduduk amerika menderita rinitis alergika, 19 juta menderita rinitis non-alergika dan
26 juta menderita rinitis type campuran. Sebanyak 30 – 60 % dari kasus rinitis sepanjang
tahun merupakan kasus rinitis vasomotor dan lebih banyak dijumpai pada usia dewasa
terutama pada wanita. Walaupun demikian insidens pastinya tidak diketahui. Biasanya
timbul pada dekade ke 3 – 4. Secara umum prevalensi rinitis vasomotor bervariasi antara
7 – 21%.2
ISI
1
ANAMNESIS
Dilihat dari gejala klinis nya, pasien kemungkinan pasien menderita rhinitis.
Rhinorrhea (pilek) mengacu pada pengeluaran secret dari dalam hidung dan
keadaan ini sering berkaitan dengan kongesti nasal yang merupakan perasaan tersumbat
atau obstruksi dalam hidung. Semua gejala tersebut sering disertai bersin-bersin, mata
berair, serta rasa tidak nyaman dalam tenggorokan dalam mata, hidung, dan tenggorok. 3
Penyebab rhinorrhea meliputi infeksi virus, rhinitis alergika ( “hay fever” ), dan
rhinitis vasomotor. Keluhan gatal memperbesar kemungkinan alergi sebagai
penyebabnya. 3
Lakukan anamnesis untuk mengkaji kronologis sakitnya. Apakah keadaan sakit
tersebut sudah berlangsung seminggu, khususnya bila terdapat wabah selesma dan
sindrom yang ada kaitannya, ataukah terjadi secara musiman ketika tepung sari tanaman
banyak tersebar dalam udara lingkungan ? Jika berhubungan dengan musim atau kontak
lingkungan menunjukkan alergi 3
Apakah sakitnya berkaitan dengan kontak atau lingkungan tertentu ? Obat-obat
apa saja yang sudah digunakan oleh pasien ? Berapa lama penggunaannya ? Bagaimana
khasiatnya ? Penggunaan obat dekongestan hidung yang berlebihan dapat memperberat
gejala. Tanyakan pula riwayat obat yang mengakibatkan hidung tersumbat seperti
kontrasepsi oral, reserpin, guanetidin, dan alcohol. 3
Apakah ada gejala lain di samping pilek atau hidung yang tersumbat, seperti rasa
nyeri atau nyeri tekan pada wajah atau di daerah sinus, sakit kepala setempat, dan demam
? Semua gejala di sini menunjukkan sinusitis. 3
Apakah kongesti nasal yang diderita pasien terbatas pada salah satu sisi hidung
saja ? Jika ya pertimbangkan kemungkinan deviasi septum nasal, benda asing, atau
tumor. Memerlukan pemeriksaan lanjut. 3
Jika ada gejala lain misal mengeluarkan darah dari hidung ( epistaksis ), harus
diidentifikasi apakah darah berasal dari hidung atau darah yang dibatukkan atau
dimuntahkan keluar ? Penyebab local epistaksis meliputi trauma, inflamasi, mukosa
2
hidung yang kering serta pembentukan krusta pada mukosa hidung, tumor, dan benda
asing. 3
Pertanyaan yang perlu diajukan bila curiga pasien menderita rhinitis alergika:
Dimulai dengan menanyakan riwayat penyakit alergi dalam keluarga. Pasien juga
perlu ditanya mengenai gangguan alergi selain yang menyerang hidung seperti asma,
eczema, urtikaria, atau sensitivitas obat. Saat-saat di mana gejala sering timbul juga dapat
membantu menentukan alergi musiman. Juga perlu mengaitkan gejala dengan perubahan
lingkungan di tempat kerja atau di rumah sangat penting. Apakah ruang tempat tinggal di
daerah yang lembab dan berdebu ? Apakah gejala timbul saat beraktivitas di luar rumah ?
Hewan peliharaan seringkali menjadi penyebab gangguan. Sangat penting untuk
mengetahui riwayat pengobatan sebelumnya, terutama bila digunakan teknik
hiposensititasi. Obat-obat apa yang telah digunakan sebelumnya ? Obat mana yang
membantu meringankan gejala tanpa menimbulkan efek samping ? 4
Gejala alergi makanan kurang jelas dan memerlukan anamnesis yang rinci. aat
timbulnya awitan gejala adalah penting contoh, hubungannya dengan waktu-waktu
makan. Karena pasien mungkin alergi terhadap salah satu makanan favoritnya, maka
mungkin sulit baginya untuk menerima kenyataan bahwa gejala tersebut dapat berkaitan
dengan makanan yang sering dikonsumsinya. 4
Jika dicurigai menuju rhinitis vasomotor perlu ditanyakan apakah pasien terpajan
salah satu hal berikut : asap rokok, bau menyengat, parfum, minuman beralkohol,
makanan pedas, udara dingin, pendingin, dan pemanas ruangan, perubahan kelembaban,
perubahan suhu luar, kelelahan, factor stress dan emosi. Tanyakan juga apakah hidung
tersumbat pada 1 sisi atau 2 sisi, pada vasomotor gejala yang dominan adalah hidung
tersumbat bergantian kiri dan kanan, tergantung posisi pasien. Tanyakan juga apakah
lender yang keluar dalam bentuk jernih, encer, atau purulen. Pada vasomotor rinore yang
keluar adalah mukoid atau serosa. Dan juga apakah mata pasien gatal, mata gatal
dominan pada rhinitis alergika. Dan terakhir apakah gejala memberat pada pagi hari
karena perubahan suhu yang ekstrim, udara lembab, dsb. Biasanya penderita tidak
mempunyai riwayat alergi dalam keluarganya dan keluhan dimulai pada usia dewasa.
3
Beberapa pasien hanya mengeluhkan gejala sebagai respon terhadap paparan zat iritan
tertentu tetapi tidak mempunyai keluhan apabila tidak terpapar.4
PEMERIKSAAN
1. PEMERIKSAAN FISIK
a. Inspeksi
Ada 3 keadaan yang penting kita perhatikan saat melakukan inspeksi
hidung & sinus paranasalis, yaitu:4
1) Kerangka dorsum nasi (batang hidung)
2) Adanya luka, warna, udem & ulkus nasolabial
3) Bibir atas.
Ada 4 bentuk kerangka dorsum nasi (batang hidung) yang dapat kita
temukan pada inspeksi hidung & sinus paranasalis, yaitu: 1) Lorgnet pada
abses septum nasi; 2) Saddle nose pada lues; 3) Miring pada fraktur; 4) Lebar
pada polip nasi.4
Kulit pada ujung hidung yang terlihat mengkilap, menandakan adanya
udem di tempat tersebut. Adanya maserasi pada bibir atas dapat kita temukan
saat melakukan inspeksi hidung dan sinus paranalis. Maserasi disebabkan
oleh sekresi yang berasal dari sinusitis dan adenoiditis.4
b. Palpasi
Ada 4 struktur yang penting kita perhatikan saat melakukan palpasi
hidung & sinus paranasalis, yaitu: 4
1) Dorsum nasi (batang hidung)
2) Ala nasi
3) Regio frontalis sinus frontalis
4) Fossa kanina.
Krepitasi dan deformitas dorsum nasi (batang hidung) dapat kita
temukan pada palpasi hidung. Deformitas dorsum nasi merupakan tanda
terjadinya fraktur os.nasalis. Ala nasi penderita terasa sangat sakit pada saat
4
kita melakukan palpasi. Tanda ini dapat kita temukan pada furunkel
vestibulum nasi.4
Ada 2 cara kita melakukan palpasi pada regio frontalis sinus frontalis, yaitu:4
1. kita menekan lantai sinus frontalis ke arah mediosuperior dengan tenaga
optimal dan simetris (besar tekanan sama antara sinus frontalis kiri dan
kanan). Palpasi kita bernilai bila kedua sinus frontalis tersebut memiliki
reaksi yang berbeda. Sinus frontalis yang lebih sakit berarti sinus tersebut
patologis.
2. Kita menekan dinding anterior sinus frontalis ke arah medial dengan
tenaga optimal dan simetris. Hindari menekan foramen supraorbitalis.
Foramen supraorbitalis mengandung nervus supraorbitalis sehingga juga
menimbulkan reaksi sakit pada penekanan.
c. Perkusi
Perkusi pada regio frontalis sinus frontalis dan fossa kanina kita
lakukan apabila palpasi pada keduanya menimbulkan reaksi hebat.4
Pemeriksaan Lainnya
1. Rinoskopi anterior
Untuk memeriksa bagian dalam hidung digunakan speculum hidung, corong
telinga atau otoskop untuk membuka rongga hidung dan mendorong bulu hidung ke
samping. Spekulum hidung Hartmann bentuknya unik. Cara kita memakainya juga
unik meliputi cara memegang, memasukkan dan mengeluarkan. Cara kita memegang
spekulum hidung Hartmann sebaiknya menggunakan tangan kiri dalam posisi
horisontal. Tangkainya yang kita pegang berada di lateral sedangkan mulutnya di
medial. Mulut spekulum inilah yang kita masukkan ke dalam kavum nasi (lubang
hidung) pasien. Cara kita memasukkan spekulum hidung Hartmann yaitu mulutnya
yang tertutup kita masukkan ke dalam kavum nasi (lubang hidung) pasien. Setelah
itu kita membukanya pelan-pelan di dalam kavum nasi (lubang hidung) pasien. Cara
kita mengeluarkan spekulum hidung Hartmann yaitu masih dalam kavum nasi
(lubang hidung), kita menutup mulut spekulum kira-kira 90%. Jangan menutup
mulut spekulum 100% karena bulu hidung pasien dapat terjepit dan tercabut keluar.5
5
2. Rinoskopi posterior
Bagian belakang hidung dan nasofaring diperiksa dengan cara rinoskopi posterior.
Kaca tenggorok yang kecil dipanasi hingga sama dengan suhu tubuh untuk
mencegah timbulnya embun hawa panas. Dengan menggunakan spatel, lidah ditekan
ke bawah. Pasien mengucapkan ‘aa’ dan cermin menghadap ke atas, serta kaca
diletakkan di belakang langit – langit. Sentuhan pada selaput faring sering
menimbulkan reflex muntah. Pasien diminta bernafas melalui hidung agar langit –
langit lunak sedikit turun ke bawah, sehingga ruang untuk melihat rongga nasofaring
menjadi agak luas. Melalui pantulan kaca, hanya dapat dilihat sepintas sebagian dari
nasofaring. Dengan menggerakan kaca sedikit ke kanan dan kiri, dapat diperoleh
kesan secara keseluruhan. Perhatikan lubang koana, lubang saluran eustachius yang
dilingkari oleh penonjolan yang dikelilingi oleh fossa Rosenmuller dan atap
nasofaring dengan kemungkinan adanya adenoid. 5
3. Rinometri dan rinomanometri
Daya tembus hidung dapat diperiksa dengan menggunakan sepotong lempeng
kaca logam yang dingin dan diletakkan di bawah lubang hidung, pasien bernapas
dengan menggunakan mulut tertutup. Besarnya bercak embun pernapasan dapat
memberikan kesan daya tembus kedua lubang hidung.5
Metode yang lebih modern sekaligus mengukur volume pernapasan tiap satuan
waktu yang melalui kedua atau salah satu lubang hidung serta perbedaan tekanan
antara nares dan koane (rinomanometri). Hasil bagi antara kedua nilai memberikan
seberapa besar daya tembus hidung atau lebih lanjut seberapa besar ketahan hidung.5
Rinometri akustik mengukur setiap penampang pada seluruh panjang hidung
dengan memanfaatkan pantulan dan terobosan gelombang – gelombang suara
ultrasonic.5
2. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan rinitis
alergi. Test kulit (skin test) biasanya negatif, demikian pula test RAST, serta kadar Ig E
total dalam batas normal. Kadang-kadang ditemukan juga eosinofil pada sekret hidung,
akan tetapi dalam jumlah yang sedikit.6
6
Pemeriksaan radiologik sinus memperlihatkan mukosa yang edema dan mungkin tampak
gambaran cairan dalam sinus apabila sinus telah terlibat.5
Tabel.1 Gambaran klinis dan pemeriksaan pada rinitis vasomotor
Riwayat Penyakit - Tidak berhubungan dengan musim.
- Riwayat keluarga ( - )
- Riwayat alergi sewaktu anak-anak ( - )
- Timbul sesudah dewasa.
- Keluhan gatal dan bersin ( - )
Pemeriksaan THT - Struktur abnormal ( - )
- Tanda – tanda infeksi ( - )
- Pembengkakan pada mukosa ( + )
- Hipertrofi konka inferior sering dijumpai.
Radiologi
X-Ray/CT Scan
- Tidak dijumpai bukti kuat keterlibatan sinus.
- Umumnya dijumpai penebalan mukosa.
Bakteriologi - Rinitis bakterial ( - )
Tes Alergi (IgE total) - Normal
Tes Alergi (Prick test) - Negatif atau positif lemah
Tes Alergi (RAST) - Negatif atau positif lemah
Dikutip dari http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3462/1/tht-andrina.pdf
1. Uji RAST
Uji RAST adalah tes radioimmunoassay untuk mendeteksi antibodi IgE
spesifik terhadap alergen yang dicurigai atau dikenal. IgE adalah antibodi yang
7
dikaitkan dengan reaksi hipersensitivitas tipe I. Seseorang yang sudah menderita
alergi mungkin masih memiliki IgE positif setelah paparan dan bertahan selama
beberapa tahun. 7
Alergen diduga terikat pada bahan larut dan pemeriksaan memerlukan serum
pasien . Jika serum berisi antibodi terhadap penyebab alergi, antibodi tersebut akan
mengikat alergi. Antibodi human labeled IgE yang ditambahkan dimana terikat pada
antibodi IgE yang sudah terikat dengan materi larut. Antibodi IgE terikat human-
labeled hanyut. Jumlah radioaktivitas sebanding dengan IgE serum untuk alergi. 7
Skala :
Rating IgE level (KU/L) comment
0 < 0.35 ABSENT OR UNDETECTABLE ALLERGEN SPECIFIC
IgE
1 0.35 - 0.69 LOW LEVEL OF ALLERGEN SPECIFIC IgE
2 0.70 - 3.49 MODERATE LEVEL OF ALLERGEN SPECIFIC IgE
3 3.50 - 17.49 HIGH LEVEL OF ALLERGEN SPECIFIC IgE
4 17.50 - 49.99 VERY HIGH LEVEL OF ALLERGEN SPECIFIC IgE
5 50.0 - 100.00 VERY HIGH LEVEL OF ALLERGEN SPECIFIC IgE
6 > 100.00 EXTREMELY HIGH LEVEL OF ALLERGEN SPECIFIC
IgE
Tabel 1. Skala Test RAST 7
Pada test RAST biasa akan menunjukan rate 0 pada rhinitis vasomotor dan tinggi pada
rhinitis alergika 5
2. Skin Prick Test
8
Skin Prick Test adalah salah satu jenis tes kulit sebagai alat diagnosis yang
banyak digunakan oleh para klinisi untuk membuktikan adanya IgE spesifik yang
terikat pada sel mastosit kulit. Terikatnya IgE pada mastosit ini menyebabkan
keluarnya histamin dan mediator lainnya yang dapat menyebabkan vasodilatasi dan
peningkatan permeabilitas pembuluh darah akibatnya timbul flare/kemerahan dan
wheal/bentol pada kulit tersebut. 8
Mekanisme Reaksi pada Skin TestMekanisme Reaksi pada Skin Test
Dibawah permukaan kulit terdapat sel mast, pada sel mast didapatkan granula-
granula yang berisi histamin. Sel mast ini juga memiliki reseptor yang berikatan dengan
IgE. Ketika lengan IgE ini mengenali alergen (misalnya house dust mite) maka sel mast
terpicu untuk melepaskan granul-granulnya ke jaringan setempat, maka timbulah reaksi
alergi karena histamin berupa bentol (wheal) dan kemerahan (flare). 8
Interpretasi Tes Cukit ( Skin Prick Test ):
Untuk menilai ukuran bentol berdasarkan The Standardization Committee of
Northern (Scandinavian) Society of Allergology dengan membandingkan bentol yang
timbul akibat alergen dengan bentol positif histamin dan bentol negatif larutan kontrol.
Adapun penilaiannya sebagai berikut : 8
- Bentol histamin dinilai sebagai +++ (+3)
- Bentol larutan kontrol dinilai negatif (-)
- Derajat bentol + (+1) dan ++(+2) digunakan bila bentol yang timbul besarnya
antara bentol histamin dan larutan kontrol.
- Untuk bentol yang ukurannya 2 kali lebih besar dari diameter bento histamin
dinilai ++++ (+4).
Test kulit ( skin test ) biasanya negative pada rhinitis vasomotor, pada rhinitis alergika
akan positif 5,9
3. Kadar IgE serum
9
Imunoglobulin adalah kelompok protein yang dianggap sebagai antibodi.
Selama reaksi alergi dan anafilaksis kadar IgE akan meningkat. Nilai rujukan pada
dewasa : <40 mg/dL
Kadar Ig E total dalam batas normal pada rhinitis vasomotor, sebaliknya pada
alergika kemungkinan akan meningkat 10,11
4. Apusan Hidung
Meskipun sebagian peneliti telah mendemonstrasikan diagnosis spesifik
melalui evaluasi sitologi dari apusan hidung, namun dokter-dokter lain
mempertanyakan nilainya dan merasa bahwa apusan sering kali hanya memberi
informasi tambahan terbatas. Apusan biasanya diambil dari bawah konka inferior dan
difiksasi dengan cermat.
Pada rhinitis vasomotor kadang- kadang ditemukan juga eosinofil pada sekret
hidung, akan tetapi dalam jumlah yang sedikit. Infeksi sering menyertai yang ditandai
dengan adanya sel neutrofil dalam secret. Pada rhinitis alergika kemungkinan besar
ditemukan adanya sel eosinofil.
Untuk membedakan dengan rhinitis infektif dapat dilakukan uji bakteriologi
dalam sekret.4,11
5. Radiologi
Radiogram sinus paranasalis tidak spesifik namun dapat terlihat penebalan
lapisan mukosa dan terkadang pengumpulan secret. Bila ostia menjadi tersumbat
akibat pembengkakan hebat maka suatu gambaran air fluid level atau bahkan
bayangan opak total dapat nyata dalam rongga sinus. radiogram yang digunakan
adalah Radiogram posisi Walters.4
Riwayat penyakit - Tidak berhubungan dengan musim
- Riwayat keluarga ( - )
- Riwayat alergi sewaktu anak-anak ( - )
- Timbul sesudah dewasa
- Keluhan gatal dan bersin ( - )
10
Pemeriksaan THT - Struktur abnormal ( - )
- Tanda – tanda infeksi ( - )
- Pembengkakan pada mukosa ( + )
- Hipertrofi konka inferior sering dijumpai
Radiologi X – Ray / CT - Tidak dijumpai bukti kuat keterlibatan sinus
- Umumnya dijumpai penebalan mukosa
Bakteriologi - Rinitis bakterial ( - )
Test alergi Ig E total - Normal
Prick Test - Negatif atau positif lemah
RAST - Negatif atau positif lemah
Tabel 2. Gambaran klinis dan pemeriksaan pada rinitis vasomotor 9
WORKING DIAGNOSIS
“Rinitis Vasomotor”. Rinitis vasomotor adalah inflamasi kronis lapisan mukosa
hidung yang disebabkan oleh terganggunya keseimbangan sistem saraf parasimpatis dan
simpatis. Parasimpatis menjadi lebih dominan sehingga terjadi pelebaran dan
pembengkakan pembuluh darah di hidung.1
Gejala Klinik
Gejala yang dijumpai pada rinitis vasomotor kadang-kadang sulit dibedakan
dengan rinitis alergi seperti hidung tersumbat dan rinore. Rinore yang hebat dan bersifat
mukus atau serous sering dijumpai. Gejala hidung tersumbat sangat bervariasi yang dapat
bergantian dari satu sisi ke sisi yang lain, terutama sewaktu perubahan posisi. Keluhan
bersin-bersin tidak begitu nyata bila dibandingkan dengan rinitis alergi dan tidak terdapat
rasa gatal di hidung dan mata.1
Gejala dapat memburuk pada pagi hari waktu bangun tidur oleh karena adanya
perubahan suhu yang ekstrim, udara lembab, dan juga oleh karena asap rokok dan
11
sebagainya. Selain itu juga dapat dijumpai keluhan adanya ingus yang jatuh ke tenggorok
( post nasal drip ). 1
Berdasarkan gejala yang menonjol, rinitis vasomotor dibedakan dalam 2
golongan, yaitu golongan obstruksi ( blockers ) dan golongan rinore
( runners / sneezers ). Prognosis pengobatan golongan obstruksi lebih baik daripada
golongan rinore. Oleh karena golongan rinore sangat mirip dengan rinitis alergi, perlu
anamnesis dan pemeriksaan yang teliti untuk memastikan diagnosisnya.1,12
PATOFISIOLOGI
Patofisiologi pasti belum diketahui namun ada beberapa hipotesis telah dikemukakan
untuk menerangkan patofisiologi rinitis vasomotor:5
a. Neurogenik (Disfungsi Sistemik Otonom)
Serabut simpatis hidung berasal dari korda spinalis segmen Th 1 – 2,
menginervasi terutama pembuluh darah mukosa dan sebagian kelenjar. Serabut
simpatis melepaskan ko – transmiter noradrenalin dan neuropeptida Y yang
menyebabkan vasokonstriksi dan penurunan sekresi hidung. Tonus simpatis ini
berfluktuasi sepanjang hari yang menyebabkan adanya peningkatan tahanan
rongga hidung yang bergantian setiap 2 – 4 jam. Keadaan ini disebut sebagai
“siklus nasi”. Dengan adanya siklus ini, seseorang akan mampu untuk dapat
bernapas dengan tetap normal melalui rongga hidung yang berubah – ubah
luasnya. 5
Serabut saraf parasimpatis berasal nukleus salivatori superior menuju
ganglion sfenopalatina dan membentuk n. Vidianus, kemudian menginervasi
pembuluh darah dan terutama kelenjar eksokrin. Pada rangsang akan terjasi
pelepasan ko – transmiter asetilkolin dan vasoaktif intestinal peptida yang
menyebabkan peningkatan sekresi hidung dan vasodilatasi. 5
Bagaimana tepatnya saraf otonom ini bekerja belumlah diketahui dengan
pasti, tetapi mungkin hipotalamus bertindak sebagai pusat penerima impuls
eferen, termasuk rangsang emosional dari pusat yang lebih tinggi. Dalam keadaan
hidung normal, persarafan simpatis lebih dominan. Rinitis vasomotor juga diduga
sebagai akibat dari ketidakseimbangan impuls saraf otonom di mukosa hidung
yang berupa bertambahnya aktivitas sistem parasimpatis. 5
12
b. Neuropeptida
Pada mekanisme ini terjadi disfungsi hidung yang diakibatkan oleh
meningkatnya rangsang terhadap saraf sensoris serabut C di hidung. Adanya
rangsang abnormal saraf sensoris ini akan diikuti dengan peningkatan pelepasan
neuropeptida seperti subtance P dan calsitonin gene – related protein yang
menyebabkan peningkatan permeabilitas vaskular dan sekresi kelenjar. Keadaan
ini menerangkan terjadinya peningkatan respon pada hiperaktivitas hidung. 5
c. Nitrik Oksida
Kadar nitrik oksida (NO) yang tinggi dan persisten di lapisan epitel hidung
dapat menyebabkan terjadinya kerusakan atau nekrosis epitel, sehingga
rangsangan non – spesifik berinteraksi langsung ke lapisan sub – epitel.
Akibatnya terjadi peningkatan reaktivitas serabut trigeminal dan recruitment
refleks vaskuler da kelenjar mukosa hidung. 5
d. Trauma
Rinitis vasomotor dapat merupakan komplikasi jangka panjang dari trauma
hidung melalui mekanisme neurogenik atau neuropeptida. 5
Selain itu berdasarkan kepustakaan lain ada beberapa teori yang
mengungkapkan tentang pathogenesis rhinitis vasomotor :10
Sistem saraf otonom mengontrol aliran darah ke mukosa hidung dan sekresi
dari kelenjar. Diameter resistensi pembuluh darah di hidung diatur oleh sistem saraf
simpatis sedangkan parasimpatis mengontrol sekresi kelenjar. Pada rinitis vasomotor
terjadi disfungsi sistem saraf otonom yang menimbulkan peningkatan kerja
parasimpatis yang disertai penurunan kerja saraf simpatis. Baik sistem simpatis yang
hipoaktif maupun sistem parasimpatis yang hiperaktif, keduanya dapat menimbulkan
dilatasi arteriola dan kapiler disertai peningkatan permeabilitas kapiler, yang akhirnya
akan menyebabkan transudasi cairan, edema dan kongesti. 1
Teori lain mengatakan bahwa terjadi peningkatan peptide vasoaktif dari selsel
seperti sel mast. Termasuk diantara peptide ini adalah histamin, leukotrin,
prostaglandin, polipeptide intestinal vasoaktif dan kinin. Elemen-elemen ini tidak
hanya mengontrol diameter pembuluh darah yang menyebabkan kongesti, tetapi juga
meningkatkan efek asetilkolin dari sistem saraf parasimpatis terhadap sekresi hidung,
13
yang menyebabkan rinore. Pelepasan peptide-peptide ini tidak diperantarai oleh Ig-E
(non-Ig E mediated) seperti pada rinitis alergi. 1
Adanya reseptor zat iritan yang berlebihan juga berperan pada rhinitis
vasomotor. Banyak kasus yang dihubungkan dengan zat-zat atau kondisi yang
spesifik. Beberapa diantaranya adalah perubahan temperatur atau tekanan udara,
perfume, asap rokok, polusi udara dan stress ( emosional atau fisikal ). 1
Dengan demikian, patofisiologi dapat memandu penatalaksanaan rhinitis
vasomotor yaitu :1
Meningkatkan perangsangan terhadap sistem saraf simpatis
Mengurangi perangsangan terhadap sistem saraf parasimpatis
Mengurangi peptide vasoaktif
Mencari dan menghindari zat-zat iritan.
FAKTOR PEMICU. Rinitis vasomotor merupakan suatu kelainan
neurovaskular pembuluh-pembuluh darah pada mukosa hidung, terutama melibatkan
sistem saraf parasimpatis. Tidak dijumpai alergen terhadap antibodi spesifik seperti
yang dijumpai pada rinitis alergi. Keadaan ini merupakan refleks hipersensitivitas
mukosa hidung yang non – spesifik. Serangan dapat muncul akibat pengaruh
beberapa factor pemicu.1
Latar belakang :1
- Adanya paparan terhadap suatu iritan → memicu ketidakseimbangan sistem saraf
otonom dalam mengontrol pembuluh darah dan kelenjar pada mukosa hidung →
vasodilatasi dan edema pembuluh darah mukosa hidung → hidung tersumbat dan
rinore.
- Disebut juga “ rinitis non-alergi ( nonallergic rhinitis ) “
- Merupakan respon non – spesifik terhadap perubahan – perubahan
lingkungannya, berbeda dengan rinitis alergi yang mana merupakan respon
terhadap protein spesifik pada zat allergen nya.
- Tidak berhubungan dengan reaksi inflamasi yang diperantarai oleh IgE ( IgE-
mediated hypersensitivity )
Pemicu (Triggers) :1
- Alkohol
14
- Perubahan temperatur / kelembapan
- Makanan yang panas dan pedas
- Bau-bauan yang menyengat ( strong odor )
- Asap rokok atau polusi udara lainnya
- Faktor-faktor psikis seperti : stress, ansietas
- Penyakit-penyakit endokrin
- Obat-obatan seperti anti hipertensi, kontrasepsi oral
DIAGNOSIS BANDING
Rinitis Alergi
Rinitis Alergi merupakan suatu kesatuan-klinik yang ditandai oleh bersih
berkali-kali, rinore cair, kadang-kadang hidung tersumbat dengan atau tanpa
konjungtivitis dan tanpa tanda infeksi.
Bila dibandingkan mekanisme kerja pada rinitis alergika dengan rinitis
vasomotor, maka reaksi alergi merupakan akibat interaksi antigen antibodi dengan
pelepasan mediator yang menyebabkan dilatasi arteriola dan kapiler disertai
peningkatan permeabilitas yang menimbulkan gejala obstruksi saluran pernafasan
hidung serta gejala bersin dan rasa gatal. Pelepasan mediator juga meningkatan
aktivitas kelenjar dan meningkatkan sekresi, sehingga mengakibatkan gejala rinorea.
Pada reaksi vasomotor yang khas, terdapat disfungsi sistem saraf autonom yang
menimbulkan peningkatan kerja parasimpatis (penurunan kerja simpatis) yang
akhirnya menimbulkan peningkatan dilatasi arteriola dan kapiler disertai peningkatan
permeabilitas, yang menyebabkan transudasi cairan dan edema. Hal ini menimbulkan
gejala obstruksi saluran pernafasan hidung serta gejala bersin dan gatal. Peningkatan
aktivitas parasimpatis meningkatkan aktivitas kelenjar dan menimbulkan peningkatan
sekresi hidung yang menyebabkan gejala rinorea. Pada pokoknya, reaksi alergi dan
disfungsi vasomotor menghasilkan gejala yang sama melalui mekanisme yang
berbeda. Pada reaksi alergi, ia disebabkan interaksi antigen – antibodi, sedangkan
pada reaksi vasomotor ia disebabkan oleh disfungsi sistem saraf autonom disebabkan
oleh disfungsi sistem saraf autonom. 13
Rinitis Simplex
15
Nama lain bagi penyakit ini adalah common cold, selesema, flu atau pilek.
Umumnya disebabkan oleh virus. Sebagian besar yang mencakup virus, meliputi
rhinovirus, Respiratory syncytial viruses (RSV), virus parainfluenza, virus influenza,
dan adenovirus.14
Permulaan penyakit ini biasanya tiba-tiba dan ditandai dengan rasa kering,
gatal, atau rasa panas di hidung atau nasofaring. Segera timbul menggigil dan
malaise, disertai dengan bersin dan ingus encer. Pada saat ini biasanya tidak disertai
demam. Sering terasa nyeri kepala ringan atau perasaan penuh di antara kedua mata.
Penyakit ini akan berkembang pesat dalam waktu 48 jam dan ditandai dengan
suara serak, mata berair, ingus encer dan berkurang atau hilangnya penciuman dan
pengecapan. Gejala yang paling mengganggu pada pasien ini ialah hidung yang
tersumbat. Rasa nyeri yang tidak terlalu berat disekitar dahi, mata dan kadang-kadang
pipi, berhubungan dengan pembengkakan mukosa hidung.
Perjalanan penyakit common cold dapat bervariasi. Penyakit ini dapat mereda
dalam 3-4 hari, tetapi sering terjadi infeksi sekunder oleh bakteri yang mengakibatkan
penyakit bertambah 6-8 hari lagi. Jika hal ini terjadi, ingus menjadi berwarna kuning,
purulen atau mukopurulen. Sering disertai dengan batuk produktif, karena ingus
masuk ke dalam laring. Mukosa sinus ikut terkena dalam reaksi peradangan pada
common cold. Ingus purulen dapat terjadi jika diikuti oleh infeksi sekunder bakteri.
Vertigo, tuli sementara dan otitis media dapat terjadi jika tuba eustachius tertutup.8
Penularannya diduga melalui kontak langsung atau melalui droplet, yang lebih
penting lagi penularan tidak langsung dapat terjadi melalui tangan dan barang-barang
yang baru saja terkontaminasi oleh kotoran hidung dan mulut dari orang yang
terinfeksi.
PENATALAKSANAAN
1. Non-Medikamentosa
Terapi yang paling ideal adalah dengan menghindari kontak dengan allergen
penyebabnya (avoidance). Jika tidak diketahui, pembersihan mukosa nasal secar
16
periodik mungkin bisa membantu. Bisa dilakukan dengan menggunakan
semprotan larutan saline atau alat irigator seperti Grossan irigator.15
2. Medika Mentosa
Penatalaksanaan pada rhinitis vasomotor bervariasi, tergantung pada faktor
penyebab dan gejala yang menonjol. Secara garis besar di bagi dalam:
Pengobatan simptomatis,
Dengan obat-obatan dekongestan oral, cuci hidung dengan larutan
garam fisiologis, kauterisasi konka hipertrofi dengan larutan AgNO3 25% atau
triklor-asetat pekat. Dapat juga diberikan kortikosteroid topical 100-200
mikrogram. Dosis dapat ditingkatkan sampai 400 mikrogram sehari. Hasilnya
akan terlihat setelah pemakaian paling sedikit selama 2 minggu. Saat ini
terdapat kortikosteroid topical baru dalam larutan aqua seperti flutikason
propionate dan mometason furoat dengan pemakaian cukup satu kali sehari
dengan dosis 200 mcg. Pada kasus dengan rinore yang berat, dapat
ditambahkan antikolinergik topical (ipatropium bromida).
Dekongestan
Dekongestan topical dan sistemik merupakan simpatomimetik yang
bekerja pada reseptor adrenergic pada mukosa hidung menyebabkan
vasokonstriksi, menciutkan mukosa yang membengkak, dan memperbaiki
ventilasi. Dekongestan bekerja dengan baik dalam kombinasi dengan
antihistamin jika terjadi kongesti hidung.
Dekongestan topical digunakan langsung pada mukosa hidung yang
membengkak melalui penetesan atau semprotan. Penggunaan lama (lebih
dari 3 sampai 5 hari) dapat mengakibatkan rhinitis medikamentosa,
merupakan vasodilatasi balikan (rebound) yang terkait dengan kongesti.
Penghentian mendadak merupakan cara penanganan yang efektif, tapi
kongesti balikan dapat berlangsung selama beberapa hari atau minggu.
Steroid nasal telah digunakan dengan hasil yang baik, tapi perlu beberapa
17
hari untuk dapat bekerja. Penghentian dekongestan pada pasien dapat
dicapai dengan pengurangan frekuensi dosis dalam beberapa minggu.
Efek samping: rasa terbakar, bersin, dan kekeringan mukosa nasal.
Pseudoefedrin : dekongestan oral yang memiliki onset kerja lebih lambat
dibandingkan obat topical tapi dapat bekerja lebih lama, mencegah terjadi
rhinitis medikamentosa, dan kurang menyebabkan iritasi local. Sedangkan
pseudoefedrin dekongestan sistemik paling aman dosis sampai 180mg
tidak menyebabkan perubahan tekanan darah dan laju jantung yang
terukur. Jika dosisnya lebih tinggi (210-240mg) dapat meningkatkan
tekanan darah dan laju jantung. Kontraindikasi pada pasien hipertensi.
Tabel Durasi Aksi Dekongestan Topikal
Pengobatan Durasi (jam)
Aksi pendek
Fenilefrin hidroklorida Hingga 4
Aksi menengah
Nafazolin hidroklorida 4-6
Tetrahidrozolin hidroklorida
Aksi panjang
Oksimetazolin hidroklorida Hingga 12
Xilometazolin hidroklorida
Deksklorfeniramin Maleat
Indikasi : mengatasi kasus alergi dimana diperlukan terapi dengan
kortikosteroid, rhinitis alergi menahun, rhinitis vasomotor.
18
Kontraindikasi : hipersensitivitas, infeksi fungsi sistemik, bayi yang baru lahir
dan premature, penderita yang mendapat terapi penghambat MAO, penderita
tukak lambung aktif, Herpes simpleks pada mata.
Efek samping : meningkatkan gangguan cairan elektrolit, gastrointestinal,
dermatologic, osteoporosis, penghambat pertumbuhan anak, penambah nafsu
makan, kantuk ringan sampai sedang, reaksi kardiovaskuler, hematologic.
Sediaan : Aelrdex, Asonfen, Bidaxtam, Bufaramine, Celestamine, dll.
Karbinoksamin Maleat
Indikasi : alergi seperti dermatosis alergik, urtikaria, pruritus, asma bronchial,
rhinitis alergi, rhinitis vasomotor, konjungtivitis alergi.
Kontraindikasi : seperti kortikosteroidum, tidak boleh diberikan pada
penderita infeksi jamur dan infeksi yang tidak dapat diobati dengan antibiotic.
Sediaan : Kenantist.
Oksimetazolin Hidroklorida
Indikasi : hidung mampet pada rhinitis.
Sediaan : Afrin, Iliadin dan Iliadin Kinder.
Beklometason Diproprionat
Indikasi: pencegahan dan pengobatan rhinitis perineal dan rhinitis vasomotor.
Sediaan : Beconase
Ipratropium Bromida
Obat semprot hidung yang merupakan zat antikolinergik yang berguna dalam
rhinitis alergik perennial.
Zat ini mempunyai sifat antisekretori ketika diberikan secara local dan
meredakan gejala rinorea yang berkaitan dengan alergi dan bentuk lain rhinitis
kronis.
19
Larutan 0,03% diberikan sebanyak dua semprotan 2-3kali sehari. Efek
samping tergolong ringan dan termasuk sakit kepala, epistaksis, dan hidung
kering.
Operasi dengan cara bedah-beku, elektrokauter, atau konkotomi parsial konka
inferior.
Neurektomi n.vidianus, yaitu dengan pemotongan pada n.vidianus, bila
dengan cara di atas tidak memberikan hasil optimal. Operasi ini tidaklah
mudah, dapat menimbulkan komplikasi seperti sinusitis, diplopia, buta,
gangguan, lakrimasi, neuralgia atau anestesis infraorbita dan palatum. Dapat
juga dilakukan tindakan blocking ganglion sfenopalatina.
Tabel Terapi Operatif Terhadap Rhinitis Vasomotor
Symptom Jenis Terapi Prosedur
Obstruksi hidung Reduksi konka Kauterisasi konka (chemical atau
electrica)
Diatermi sub mukosa
Bedah beku (cyrosurgery)
Reseksi konka Turbinektomi parsial atau total
Turbinektomi dengan laser
Rhinorhoea Vidian neurectomy Eksisi n.vidianus
Diatermi n.vidianus
KOMPLIKASI
1. Sinusitis
Sinusitis didefinisikan sebagai inflamasi mukosa hidung paranasal. Umumnya
disertai atau dipicu oleh rinitis sehingga disebut rinosinusitis. Penyebab utamanya ialah
20
salesma (common cold) yang merupakan infeksi virus, yang bselanjutnya dapat diikiti
oleh infeksi bakteri.
Bila mengenai beberapa sinus disebut multisinusitis, sedangkan bila mengenai
semua sinus paranasal disebut pansinusitis.
Patofisiologi:
Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium – ostium sinus dan lancarnya
klirens mukosiliar dalam KOM. Mukus juga mengandung substansi antimikrobial dan zat
– zat yang berfungsi sebagai mekanisme pertahanan tubuh terhadap kuman yang masuk
bersama udara pernapasan.
Organ – oran pembentuk KOM letaknya berdekatan dan bila terjadi edema,
mukosa yang berhadapan akan saling bertemu sehingga silia tidak dapat bergerak dan
ostium tersumbat. Akibatnya terjadi tekanan negatif di dalam rongga sinus yang
menyebabkan terjadinya transudasi, mula – mula serous. Kondisi ini bisa dianggap
sebagai rinosinusitis non bacterial dan biasanya sembuh dalam beberapa hari tanpa
pengobatan.
Bila kondisi ini menetap, sekret yang tekumpul dalam sinus merupakan media baik
untuk tumbuhnya dan multiplikasi bakteri. Sekret menjadi purulen. Keadaan ini disebut
sebagai rinosinusitis akut bakterial.
1. Eritema pada hidung sebelah luar
Epitaksis bisa terjadi pada infeksi hidung dan sinus para nasal seperti rinitis atau sinusitis
2. Pembangkakan wajah
Jika inflamasi masih terus belanjut, mukosa makin membengkak sampai akhirnya
perunahan mukosa menjadi kronik yaitu hipertrofi, polipiod atau pembentukan polip atau
kista. 9,16
PROGNOSIS
21
Prognosis dari rinitis vasomotor baik. Penyakit kadang-kadang dapat
membaik dengan tiba-tiba, tetapi bisa juga resisten terhadap pengobatan yang
diberikan.9
KESIMPULAN
Rinitis vasomotor merupakan suatu gangguan fisiologik neurovaskular mukosa
hidung dengan gejala hidung tersumbat, rinore yang hebat dan kadang – kadang dijumpai
adanya bersin – bersin.
Penyebab pastinya tidak diketahui. Diduga akibat gangguan keseimbangan sistem
saraf otonom yang dipicu oleh faktor-faktor tertentu dan biasanya dijumpai setelah
dewasa ( dekade ke – 3 dan 4 ).
Rinitis vasomotor sering tidak terdiagnosis karena gejala klinisnya yang mirip
dengan rinitis alergi, oleh sebab itu sangat diperlukan pemeriksaan pemeriksaan yang
teliti untuk menyingkirkan kemungkinan rinitis lainnya terutama rinitis alergi dan
mencari faktor pencetus yang memicu terjadinya gangguan vasomotor. Penatalaksanaan
dapat dilakukan secara konservatif dan apabila gagal dapat dilakukan tindakan operatif.
Daftar Pustaka
22
1. Rambe, AYM. Rinitis vasomotor. FKUSU diunduh dari
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3462/1/tht-andrina.pdf pada
tanggal 18 maret 2011
2. Jones AS. Intrinsic rhinitis. Dalam : Mackay IS, Bull TR, Ed. Rhinology. Scott-
Brown’s Otolaryngology. 6th ed. London : Butterworth-Heinemann, 1997.
3. Riwayat medis hidung dan sinus. Dalam : Lynn SB. Bates Buku Ajar
Pemeriksaan Fisik & Riwayat Kesehatan. Edisi 8. Jakarta : EGC ; 2009. h. 142-3.
4. Adams, George L. Boies, Lawrence R. Higler, Peter H. Buku ajar penyakit THT
edisi 6. Jakarta: EGC. 1997. Hal 218-220
5. Irawati N, Poerbonegoro NL, Kesakeyan E. Buku ajar Telinga Hidung
Tenggorok Kepala dan leher edisi ke enam. Jakarta: Balai penerbit FKUI. 2004.
Hal 135-6
6. Sheikh J, Najub U. Rhinitis Allergic. 2010. Tersedia di:
http://emedicine.medscape.com/article/134825-diagnosis. Diunduh pada 18 maret
2011.
7. RAST Test. Diunduh dari http://en.wikipedia.org/wiki/RAST_test. 18 Januari
2011..
8. Henny Kartikawati. Skin Prick test ( Test Cukit ). Januari 2007. Bagian IK THT-
KL FK UNDIP / SMF THT- KL
9. Yunita Andrina. Rinitis vasomotor. Diunduh dari
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3462/1/tht-andrina.pdf . 17 Maret
2011
10. Imunoglobulin ( Serum ). Dalam : Joyce LK. Pedoman Pemeriksaan
Laboratorium dan Diagnostik. Edisi 6. Jakarta : EGC ; 2008. h. 279
11. Rinitis Vasomotor. Dalam : Arif Mansjoer, dkk. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi
3. Jakarta : FK UI ; 1999. h. 100
12. Soetjipto D, Mangunkusumo E, Wardani RS. Buku ajar ilmu kesehatan Telinga
Hidung Tenggorok Kepala dan leher edisi ke enam. Jakarta: Balai penerbit
FKUI. 2004. Hal 118-122, 135-6, 140
23
13. Rhinitis Vasomotor. Seputar Kedokteran dan Linux. 25 Februari 2009. Diunduh
dari http://medlinux.blogspot.com/2009/02/rhinitis-vasomotor.html. 20 Maret
2011.
14. Rinitis Akut. 3RRORISTS.net. 11 Oktober 2010. Diunduh dari
http://3rr0rists.net/medical/rinitis-akut.html. 20 Maret 2010.
15. Rinitis vasomotor diunduh dari www.scrib.com pada tanggal 19 maret 2011
16. Soetjipto Darmajanti, Mangunkusumo Endang. Sinusitis. Soepardi Arsyad
Efianti, Iskandar Nurbaiti, dkk, editor. Telinga hidung tenggorok kepala dan
leher. Edisi ke 6. Jakarta: FKUI; 2010.h. 150
24