Makalah Kelompok c6 Blok 23

36
Rinitis Vasomotor Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jalan Arjuna Utara no.6 – Jakarta Barat www.ukrida.ac.id PENDAHULUAN Gangguan vasomotor hidung adalah terdapatnya gangguan fisiologik lapisan mukosa hidung yang disebabkan oleh bertambahnya aktivitas parasimpatis.Rinitis vasomotor adalah gangguan pada mukosa hidung yang ditandai dengan adanya edema yang persisten dan hipersekresi kelenjar pada mukosa hidung apabila terpapar oleh iritan spesifik. Kelainan ini merupakan keadaan yang non-infektif dan non-alergi. Rinitis vasomotor disebut juga dengan vasomotor catarrh, vasomotor rinorrhea, nasal vasomotor instability, non spesific allergic rhinitis, non - Ig E mediated rhinitis atau intrinsic rhinitis. 1 Rinitis vasomotor mempunyai gejala yang mirip dengan rinitis alergi sehingga sulit untuk dibedakan. Rinitis alergika sering ditemukan pada pasien dengan usia < 20 tahun, sedangkan pada rinitis vasomotor lebih banyak dijumpai pada usia > 20 tahun dan terbanyak diderita oleh perempuan. Berdasarkan epidemiologinya, kurang lebih 58 juta 1

Transcript of Makalah Kelompok c6 Blok 23

Page 1: Makalah Kelompok c6 Blok 23

Rinitis Vasomotor

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jalan Arjuna Utara no.6 – Jakarta Barat

www.ukrida.ac.id

PENDAHULUAN

Gangguan vasomotor hidung adalah terdapatnya gangguan fisiologik lapisan

mukosa hidung yang disebabkan oleh bertambahnya aktivitas parasimpatis.Rinitis

vasomotor adalah gangguan pada mukosa hidung yang ditandai dengan adanya edema

yang persisten dan hipersekresi kelenjar pada mukosa hidung apabila terpapar oleh iritan

spesifik. Kelainan ini merupakan keadaan yang non-infektif dan non-alergi. Rinitis

vasomotor disebut juga dengan vasomotor catarrh, vasomotor rinorrhea, nasal vasomotor

instability, non spesific allergic rhinitis, non - Ig E mediated rhinitis atau intrinsic

rhinitis.1

Rinitis vasomotor mempunyai gejala yang mirip dengan rinitis alergi sehingga

sulit untuk dibedakan. Rinitis alergika sering ditemukan pada pasien dengan usia < 20

tahun, sedangkan pada rinitis vasomotor lebih banyak dijumpai pada usia > 20 tahun dan

terbanyak diderita oleh perempuan. Berdasarkan epidemiologinya, kurang lebih 58 juta

penduduk amerika menderita rinitis alergika, 19 juta menderita rinitis non-alergika dan

26 juta menderita rinitis type campuran. Sebanyak 30 – 60 % dari kasus rinitis sepanjang

tahun merupakan kasus rinitis vasomotor dan lebih banyak dijumpai pada usia dewasa

terutama pada wanita. Walaupun demikian insidens pastinya tidak diketahui. Biasanya

timbul pada dekade ke 3 – 4. Secara umum prevalensi rinitis vasomotor bervariasi antara

7 – 21%.2

ISI

1

Page 2: Makalah Kelompok c6 Blok 23

ANAMNESIS

Dilihat dari gejala klinis nya, pasien kemungkinan pasien menderita rhinitis.

Rhinorrhea (pilek) mengacu pada pengeluaran secret dari dalam hidung dan

keadaan ini sering berkaitan dengan kongesti nasal yang merupakan perasaan tersumbat

atau obstruksi dalam hidung. Semua gejala tersebut sering disertai bersin-bersin, mata

berair, serta rasa tidak nyaman dalam tenggorokan dalam mata, hidung, dan tenggorok. 3

Penyebab rhinorrhea meliputi infeksi virus, rhinitis alergika ( “hay fever” ), dan

rhinitis vasomotor. Keluhan gatal memperbesar kemungkinan alergi sebagai

penyebabnya. 3

Lakukan anamnesis untuk mengkaji kronologis sakitnya. Apakah keadaan sakit

tersebut sudah berlangsung seminggu, khususnya bila terdapat wabah selesma dan

sindrom yang ada kaitannya, ataukah terjadi secara musiman ketika tepung sari tanaman

banyak tersebar dalam udara lingkungan ? Jika berhubungan dengan musim atau kontak

lingkungan menunjukkan alergi 3

Apakah sakitnya berkaitan dengan kontak atau lingkungan tertentu ? Obat-obat

apa saja yang sudah digunakan oleh pasien ? Berapa lama penggunaannya ? Bagaimana

khasiatnya ? Penggunaan obat dekongestan hidung yang berlebihan dapat memperberat

gejala. Tanyakan pula riwayat obat yang mengakibatkan hidung tersumbat seperti

kontrasepsi oral, reserpin, guanetidin, dan alcohol. 3

Apakah ada gejala lain di samping pilek atau hidung yang tersumbat, seperti rasa

nyeri atau nyeri tekan pada wajah atau di daerah sinus, sakit kepala setempat, dan demam

? Semua gejala di sini menunjukkan sinusitis. 3

Apakah kongesti nasal yang diderita pasien terbatas pada salah satu sisi hidung

saja ? Jika ya pertimbangkan kemungkinan deviasi septum nasal, benda asing, atau

tumor. Memerlukan pemeriksaan lanjut. 3

Jika ada gejala lain misal mengeluarkan darah dari hidung ( epistaksis ), harus

diidentifikasi apakah darah berasal dari hidung atau darah yang dibatukkan atau

dimuntahkan keluar ? Penyebab local epistaksis meliputi trauma, inflamasi, mukosa

2

Page 3: Makalah Kelompok c6 Blok 23

hidung yang kering serta pembentukan krusta pada mukosa hidung, tumor, dan benda

asing. 3

Pertanyaan yang perlu diajukan bila curiga pasien menderita rhinitis alergika:

Dimulai dengan menanyakan riwayat penyakit alergi dalam keluarga. Pasien juga

perlu ditanya mengenai gangguan alergi selain yang menyerang hidung seperti asma,

eczema, urtikaria, atau sensitivitas obat. Saat-saat di mana gejala sering timbul juga dapat

membantu menentukan alergi musiman. Juga perlu mengaitkan gejala dengan perubahan

lingkungan di tempat kerja atau di rumah sangat penting. Apakah ruang tempat tinggal di

daerah yang lembab dan berdebu ? Apakah gejala timbul saat beraktivitas di luar rumah ?

Hewan peliharaan seringkali menjadi penyebab gangguan. Sangat penting untuk

mengetahui riwayat pengobatan sebelumnya, terutama bila digunakan teknik

hiposensititasi. Obat-obat apa yang telah digunakan sebelumnya ? Obat mana yang

membantu meringankan gejala tanpa menimbulkan efek samping ? 4

Gejala alergi makanan kurang jelas dan memerlukan anamnesis yang rinci. aat

timbulnya awitan gejala adalah penting contoh, hubungannya dengan waktu-waktu

makan. Karena pasien mungkin alergi terhadap salah satu makanan favoritnya, maka

mungkin sulit baginya untuk menerima kenyataan bahwa gejala tersebut dapat berkaitan

dengan makanan yang sering dikonsumsinya. 4

Jika dicurigai menuju rhinitis vasomotor perlu ditanyakan apakah pasien terpajan

salah satu hal berikut : asap rokok, bau menyengat, parfum, minuman beralkohol,

makanan pedas, udara dingin, pendingin, dan pemanas ruangan, perubahan kelembaban,

perubahan suhu luar, kelelahan, factor stress dan emosi. Tanyakan juga apakah hidung

tersumbat pada 1 sisi atau 2 sisi, pada vasomotor gejala yang dominan adalah hidung

tersumbat bergantian kiri dan kanan, tergantung posisi pasien. Tanyakan juga apakah

lender yang keluar dalam bentuk jernih, encer, atau purulen. Pada vasomotor rinore yang

keluar adalah mukoid atau serosa. Dan juga apakah mata pasien gatal, mata gatal

dominan pada rhinitis alergika. Dan terakhir apakah gejala memberat pada pagi hari

karena perubahan suhu yang ekstrim, udara lembab, dsb. Biasanya penderita tidak

mempunyai riwayat alergi dalam keluarganya dan keluhan dimulai pada usia dewasa.

3

Page 4: Makalah Kelompok c6 Blok 23

Beberapa pasien hanya mengeluhkan gejala sebagai respon terhadap paparan zat iritan

tertentu tetapi tidak mempunyai keluhan apabila tidak terpapar.4

PEMERIKSAAN

1. PEMERIKSAAN FISIK

a. Inspeksi

Ada 3 keadaan yang penting kita perhatikan saat melakukan inspeksi

hidung & sinus paranasalis, yaitu:4

1) Kerangka dorsum nasi (batang hidung)

2) Adanya luka, warna, udem & ulkus nasolabial

3) Bibir atas.

Ada 4 bentuk kerangka dorsum nasi (batang hidung) yang dapat kita

temukan pada inspeksi hidung & sinus paranasalis, yaitu: 1) Lorgnet pada

abses septum nasi; 2) Saddle nose pada lues; 3) Miring pada fraktur; 4) Lebar

pada polip nasi.4

Kulit pada ujung hidung yang terlihat mengkilap, menandakan adanya

udem di tempat tersebut. Adanya maserasi pada bibir atas dapat kita temukan

saat melakukan inspeksi hidung dan sinus paranalis. Maserasi disebabkan

oleh sekresi yang berasal dari sinusitis dan adenoiditis.4

b. Palpasi

Ada 4 struktur yang penting kita perhatikan saat melakukan palpasi

hidung & sinus paranasalis, yaitu: 4

1) Dorsum nasi (batang hidung)

2) Ala nasi

3) Regio frontalis sinus frontalis

4) Fossa kanina.

Krepitasi dan deformitas dorsum nasi (batang hidung) dapat kita

temukan pada palpasi hidung. Deformitas dorsum nasi merupakan tanda

terjadinya fraktur os.nasalis. Ala nasi penderita terasa sangat sakit pada saat

4

Page 5: Makalah Kelompok c6 Blok 23

kita melakukan palpasi. Tanda ini dapat kita temukan pada furunkel

vestibulum nasi.4

Ada 2 cara kita melakukan palpasi pada regio frontalis sinus frontalis, yaitu:4

1. kita menekan lantai sinus frontalis ke arah mediosuperior dengan tenaga

optimal dan simetris (besar tekanan sama antara sinus frontalis kiri dan

kanan). Palpasi kita bernilai bila kedua sinus frontalis tersebut memiliki

reaksi yang berbeda. Sinus frontalis yang lebih sakit berarti sinus tersebut

patologis.

2. Kita menekan dinding anterior sinus frontalis ke arah medial dengan

tenaga optimal dan simetris. Hindari menekan foramen supraorbitalis.

Foramen supraorbitalis mengandung nervus supraorbitalis sehingga juga

menimbulkan reaksi sakit pada penekanan.

c. Perkusi

Perkusi pada regio frontalis sinus frontalis dan fossa kanina kita

lakukan apabila palpasi pada keduanya menimbulkan reaksi hebat.4

Pemeriksaan Lainnya

1. Rinoskopi anterior

Untuk memeriksa bagian dalam hidung digunakan speculum hidung, corong

telinga atau otoskop untuk membuka rongga hidung dan mendorong bulu hidung ke

samping. Spekulum hidung Hartmann bentuknya unik. Cara kita memakainya juga

unik meliputi cara memegang, memasukkan dan mengeluarkan. Cara kita memegang

spekulum hidung Hartmann sebaiknya menggunakan tangan kiri dalam posisi

horisontal. Tangkainya yang kita pegang berada di lateral sedangkan mulutnya di

medial. Mulut spekulum inilah yang kita masukkan ke dalam kavum nasi (lubang

hidung) pasien. Cara kita memasukkan spekulum hidung Hartmann yaitu mulutnya

yang tertutup kita masukkan ke dalam kavum nasi (lubang hidung) pasien. Setelah

itu kita membukanya pelan-pelan di dalam kavum nasi (lubang hidung) pasien. Cara

kita mengeluarkan spekulum hidung Hartmann yaitu masih dalam kavum nasi

(lubang hidung), kita menutup mulut spekulum kira-kira 90%. Jangan menutup

mulut spekulum 100% karena bulu hidung pasien dapat terjepit dan tercabut keluar.5

5

Page 6: Makalah Kelompok c6 Blok 23

2. Rinoskopi posterior

Bagian belakang hidung dan nasofaring diperiksa dengan cara rinoskopi posterior.

Kaca tenggorok yang kecil dipanasi hingga sama dengan suhu tubuh untuk

mencegah timbulnya embun hawa panas. Dengan menggunakan spatel, lidah ditekan

ke bawah. Pasien mengucapkan ‘aa’ dan cermin menghadap ke atas, serta kaca

diletakkan di belakang langit – langit. Sentuhan pada selaput faring sering

menimbulkan reflex muntah. Pasien diminta bernafas melalui hidung agar langit –

langit lunak sedikit turun ke bawah, sehingga ruang untuk melihat rongga nasofaring

menjadi agak luas. Melalui pantulan kaca, hanya dapat dilihat sepintas sebagian dari

nasofaring. Dengan menggerakan kaca sedikit ke kanan dan kiri, dapat diperoleh

kesan secara keseluruhan. Perhatikan lubang koana, lubang saluran eustachius yang

dilingkari oleh penonjolan yang dikelilingi oleh fossa Rosenmuller dan atap

nasofaring dengan kemungkinan adanya adenoid. 5

3. Rinometri dan rinomanometri

Daya tembus hidung dapat diperiksa dengan menggunakan sepotong lempeng

kaca logam yang dingin dan diletakkan di bawah lubang hidung, pasien bernapas

dengan menggunakan mulut tertutup. Besarnya bercak embun pernapasan dapat

memberikan kesan daya tembus kedua lubang hidung.5

Metode yang lebih modern sekaligus mengukur volume pernapasan tiap satuan

waktu yang melalui kedua atau salah satu lubang hidung serta perbedaan tekanan

antara nares dan koane (rinomanometri). Hasil bagi antara kedua nilai memberikan

seberapa besar daya tembus hidung atau lebih lanjut seberapa besar ketahan hidung.5

Rinometri akustik mengukur setiap penampang pada seluruh panjang hidung

dengan memanfaatkan pantulan dan terobosan gelombang – gelombang suara

ultrasonic.5

2. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan rinitis

alergi. Test kulit (skin test) biasanya negatif, demikian pula test RAST, serta kadar Ig E

total dalam batas normal. Kadang-kadang ditemukan juga eosinofil pada sekret hidung,

akan tetapi dalam jumlah yang sedikit.6

6

Page 7: Makalah Kelompok c6 Blok 23

Pemeriksaan radiologik sinus memperlihatkan mukosa yang edema dan mungkin tampak

gambaran cairan dalam sinus apabila sinus telah terlibat.5

Tabel.1 Gambaran klinis dan pemeriksaan pada rinitis vasomotor

Riwayat Penyakit - Tidak berhubungan dengan musim.

- Riwayat keluarga ( - )

- Riwayat alergi sewaktu anak-anak ( - )

- Timbul sesudah dewasa.

- Keluhan gatal dan bersin ( - )

Pemeriksaan THT - Struktur abnormal ( - )

- Tanda – tanda infeksi ( - )

- Pembengkakan pada mukosa ( + )

- Hipertrofi konka inferior sering dijumpai.

Radiologi

X-Ray/CT Scan

- Tidak dijumpai bukti kuat keterlibatan sinus.

- Umumnya dijumpai penebalan mukosa.

Bakteriologi - Rinitis bakterial ( - )

Tes Alergi (IgE total) - Normal

Tes Alergi (Prick test) - Negatif atau positif lemah

Tes Alergi (RAST) - Negatif atau positif lemah

Dikutip dari http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3462/1/tht-andrina.pdf

1. Uji RAST

Uji RAST adalah tes radioimmunoassay untuk mendeteksi antibodi IgE

spesifik terhadap alergen yang dicurigai atau dikenal. IgE adalah antibodi yang

7

Page 8: Makalah Kelompok c6 Blok 23

dikaitkan dengan reaksi hipersensitivitas tipe I. Seseorang yang sudah menderita

alergi mungkin masih memiliki IgE positif setelah paparan dan bertahan selama

beberapa tahun. 7

Alergen diduga terikat pada bahan larut dan pemeriksaan memerlukan serum

pasien . Jika serum berisi antibodi terhadap penyebab alergi, antibodi tersebut akan

mengikat alergi. Antibodi human labeled IgE yang ditambahkan dimana terikat pada

antibodi IgE yang sudah terikat dengan materi larut. Antibodi IgE terikat human-

labeled hanyut. Jumlah radioaktivitas sebanding dengan IgE serum untuk alergi. 7

Skala :

Rating IgE level (KU/L) comment

0 < 0.35 ABSENT OR UNDETECTABLE ALLERGEN SPECIFIC

IgE

1 0.35 - 0.69 LOW LEVEL OF ALLERGEN SPECIFIC IgE

2 0.70 - 3.49 MODERATE LEVEL OF ALLERGEN SPECIFIC IgE

3 3.50 - 17.49 HIGH LEVEL OF ALLERGEN SPECIFIC IgE

4 17.50 - 49.99 VERY HIGH LEVEL OF ALLERGEN SPECIFIC IgE

5 50.0 - 100.00 VERY HIGH LEVEL OF ALLERGEN SPECIFIC IgE

6 > 100.00 EXTREMELY HIGH LEVEL OF ALLERGEN SPECIFIC

IgE

Tabel 1. Skala Test RAST 7

Pada test RAST biasa akan menunjukan rate 0 pada rhinitis vasomotor dan tinggi pada

rhinitis alergika 5

2. Skin Prick Test

8

Page 9: Makalah Kelompok c6 Blok 23

Skin Prick Test adalah salah satu jenis tes kulit sebagai alat diagnosis yang

banyak digunakan oleh para klinisi untuk membuktikan adanya IgE spesifik yang

terikat pada sel mastosit kulit. Terikatnya IgE pada mastosit ini menyebabkan

keluarnya histamin dan mediator lainnya yang dapat menyebabkan vasodilatasi dan

peningkatan permeabilitas pembuluh darah akibatnya timbul flare/kemerahan dan

wheal/bentol pada kulit tersebut. 8

Mekanisme Reaksi pada Skin TestMekanisme Reaksi pada Skin Test

Dibawah permukaan kulit terdapat sel mast, pada sel mast didapatkan granula-

granula yang berisi histamin. Sel mast ini juga memiliki reseptor yang berikatan dengan

IgE. Ketika lengan IgE ini mengenali alergen (misalnya house dust mite) maka sel mast

terpicu untuk melepaskan granul-granulnya ke jaringan setempat, maka timbulah reaksi

alergi karena histamin berupa bentol (wheal) dan kemerahan (flare). 8

Interpretasi Tes Cukit ( Skin Prick Test ):

Untuk menilai ukuran bentol berdasarkan The Standardization Committee of

Northern (Scandinavian) Society of Allergology dengan membandingkan bentol yang

timbul akibat alergen dengan bentol positif histamin dan bentol negatif larutan kontrol.

Adapun penilaiannya sebagai berikut : 8

- Bentol histamin dinilai sebagai +++ (+3)

- Bentol larutan kontrol dinilai negatif (-)

- Derajat bentol + (+1) dan ++(+2) digunakan bila bentol yang timbul besarnya

antara bentol histamin dan larutan kontrol.

- Untuk bentol yang ukurannya 2 kali lebih besar dari diameter bento histamin

dinilai ++++ (+4).

Test kulit ( skin test ) biasanya negative pada rhinitis vasomotor, pada rhinitis alergika

akan positif 5,9

3. Kadar IgE serum

9

Page 10: Makalah Kelompok c6 Blok 23

Imunoglobulin adalah kelompok protein yang dianggap sebagai antibodi.

Selama reaksi alergi dan anafilaksis kadar IgE akan meningkat. Nilai rujukan pada

dewasa : <40 mg/dL

Kadar Ig E total dalam batas normal pada rhinitis vasomotor, sebaliknya pada

alergika kemungkinan akan meningkat 10,11

4. Apusan Hidung

Meskipun sebagian peneliti telah mendemonstrasikan diagnosis spesifik

melalui evaluasi sitologi dari apusan hidung, namun dokter-dokter lain

mempertanyakan nilainya dan merasa bahwa apusan sering kali hanya memberi

informasi tambahan terbatas. Apusan biasanya diambil dari bawah konka inferior dan

difiksasi dengan cermat.

Pada rhinitis vasomotor kadang- kadang ditemukan juga eosinofil pada sekret

hidung, akan tetapi dalam jumlah yang sedikit. Infeksi sering menyertai yang ditandai

dengan adanya sel neutrofil dalam secret. Pada rhinitis alergika kemungkinan besar

ditemukan adanya sel eosinofil.

Untuk membedakan dengan rhinitis infektif dapat dilakukan uji bakteriologi

dalam sekret.4,11

5. Radiologi

Radiogram sinus paranasalis tidak spesifik namun dapat terlihat penebalan

lapisan mukosa dan terkadang pengumpulan secret. Bila ostia menjadi tersumbat

akibat pembengkakan hebat maka suatu gambaran air fluid level atau bahkan

bayangan opak total dapat nyata dalam rongga sinus. radiogram yang digunakan

adalah Radiogram posisi Walters.4

Riwayat penyakit - Tidak berhubungan dengan musim

- Riwayat keluarga ( - )

- Riwayat alergi sewaktu anak-anak ( - )

- Timbul sesudah dewasa

- Keluhan gatal dan bersin ( - )

10

Page 11: Makalah Kelompok c6 Blok 23

Pemeriksaan THT - Struktur abnormal ( - )

- Tanda – tanda infeksi ( - )

- Pembengkakan pada mukosa ( + )

- Hipertrofi konka inferior sering dijumpai

Radiologi X – Ray / CT - Tidak dijumpai bukti kuat keterlibatan sinus

- Umumnya dijumpai penebalan mukosa

Bakteriologi - Rinitis bakterial ( - )

Test alergi Ig E total - Normal

Prick Test - Negatif atau positif lemah

RAST - Negatif atau positif lemah

Tabel 2. Gambaran klinis dan pemeriksaan pada rinitis vasomotor 9

WORKING DIAGNOSIS

“Rinitis Vasomotor”. Rinitis vasomotor adalah inflamasi kronis lapisan mukosa

hidung yang disebabkan oleh terganggunya keseimbangan sistem saraf parasimpatis dan

simpatis. Parasimpatis menjadi lebih dominan sehingga terjadi pelebaran dan

pembengkakan pembuluh darah di hidung.1

Gejala Klinik

Gejala yang dijumpai pada rinitis vasomotor kadang-kadang sulit dibedakan

dengan rinitis alergi seperti hidung tersumbat dan rinore. Rinore yang hebat dan bersifat

mukus atau serous sering dijumpai. Gejala hidung tersumbat sangat bervariasi yang dapat

bergantian dari satu sisi ke sisi yang lain, terutama sewaktu perubahan posisi. Keluhan

bersin-bersin tidak begitu nyata bila dibandingkan dengan rinitis alergi dan tidak terdapat

rasa gatal di hidung dan mata.1

Gejala dapat memburuk pada pagi hari waktu bangun tidur oleh karena adanya

perubahan suhu yang ekstrim, udara lembab, dan juga oleh karena asap rokok dan

11

Page 12: Makalah Kelompok c6 Blok 23

sebagainya. Selain itu juga dapat dijumpai keluhan adanya ingus yang jatuh ke tenggorok

( post nasal drip ). 1

Berdasarkan gejala yang menonjol, rinitis vasomotor dibedakan dalam 2

golongan, yaitu golongan obstruksi ( blockers ) dan golongan rinore

( runners / sneezers ). Prognosis pengobatan golongan obstruksi lebih baik daripada

golongan rinore. Oleh karena golongan rinore sangat mirip dengan rinitis alergi, perlu

anamnesis dan pemeriksaan yang teliti untuk memastikan diagnosisnya.1,12

PATOFISIOLOGI

Patofisiologi pasti belum diketahui namun ada beberapa hipotesis telah dikemukakan

untuk menerangkan patofisiologi rinitis vasomotor:5

a. Neurogenik (Disfungsi Sistemik Otonom)

Serabut simpatis hidung berasal dari korda spinalis segmen Th 1 – 2,

menginervasi terutama pembuluh darah mukosa dan sebagian kelenjar. Serabut

simpatis melepaskan ko – transmiter noradrenalin dan neuropeptida Y yang

menyebabkan vasokonstriksi dan penurunan sekresi hidung. Tonus simpatis ini

berfluktuasi sepanjang hari yang menyebabkan adanya peningkatan tahanan

rongga hidung yang bergantian setiap 2 – 4 jam. Keadaan ini disebut sebagai

“siklus nasi”. Dengan adanya siklus ini, seseorang akan mampu untuk dapat

bernapas dengan tetap normal melalui rongga hidung yang berubah – ubah

luasnya. 5

Serabut saraf parasimpatis berasal nukleus salivatori superior menuju

ganglion sfenopalatina dan membentuk n. Vidianus, kemudian menginervasi

pembuluh darah dan terutama kelenjar eksokrin. Pada rangsang akan terjasi

pelepasan ko – transmiter asetilkolin dan vasoaktif intestinal peptida yang

menyebabkan peningkatan sekresi hidung dan vasodilatasi. 5

Bagaimana tepatnya saraf otonom ini bekerja belumlah diketahui dengan

pasti, tetapi mungkin hipotalamus bertindak sebagai pusat penerima impuls

eferen, termasuk rangsang emosional dari pusat yang lebih tinggi. Dalam keadaan

hidung normal, persarafan simpatis lebih dominan. Rinitis vasomotor juga diduga

sebagai akibat dari ketidakseimbangan impuls saraf otonom di mukosa hidung

yang berupa bertambahnya aktivitas sistem parasimpatis. 5

12

Page 13: Makalah Kelompok c6 Blok 23

b. Neuropeptida

Pada mekanisme ini terjadi disfungsi hidung yang diakibatkan oleh

meningkatnya rangsang terhadap saraf sensoris serabut C di hidung. Adanya

rangsang abnormal saraf sensoris ini akan diikuti dengan peningkatan pelepasan

neuropeptida seperti subtance P dan calsitonin gene – related protein yang

menyebabkan peningkatan permeabilitas vaskular dan sekresi kelenjar. Keadaan

ini menerangkan terjadinya peningkatan respon pada hiperaktivitas hidung. 5

c. Nitrik Oksida

Kadar nitrik oksida (NO) yang tinggi dan persisten di lapisan epitel hidung

dapat menyebabkan terjadinya kerusakan atau nekrosis epitel, sehingga

rangsangan non – spesifik berinteraksi langsung ke lapisan sub – epitel.

Akibatnya terjadi peningkatan reaktivitas serabut trigeminal dan recruitment

refleks vaskuler da kelenjar mukosa hidung. 5

d. Trauma

Rinitis vasomotor dapat merupakan komplikasi jangka panjang dari trauma

hidung melalui mekanisme neurogenik atau neuropeptida. 5

Selain itu berdasarkan kepustakaan lain ada beberapa teori yang

mengungkapkan tentang pathogenesis rhinitis vasomotor :10

Sistem saraf otonom mengontrol aliran darah ke mukosa hidung dan sekresi

dari kelenjar. Diameter resistensi pembuluh darah di hidung diatur oleh sistem saraf

simpatis sedangkan parasimpatis mengontrol sekresi kelenjar. Pada rinitis vasomotor

terjadi disfungsi sistem saraf otonom yang menimbulkan peningkatan kerja

parasimpatis yang disertai penurunan kerja saraf simpatis. Baik sistem simpatis yang

hipoaktif maupun sistem parasimpatis yang hiperaktif, keduanya dapat menimbulkan

dilatasi arteriola dan kapiler disertai peningkatan permeabilitas kapiler, yang akhirnya

akan menyebabkan transudasi cairan, edema dan kongesti. 1

Teori lain mengatakan bahwa terjadi peningkatan peptide vasoaktif dari selsel

seperti sel mast. Termasuk diantara peptide ini adalah histamin, leukotrin,

prostaglandin, polipeptide intestinal vasoaktif dan kinin. Elemen-elemen ini tidak

hanya mengontrol diameter pembuluh darah yang menyebabkan kongesti, tetapi juga

meningkatkan efek asetilkolin dari sistem saraf parasimpatis terhadap sekresi hidung,

13

Page 14: Makalah Kelompok c6 Blok 23

yang menyebabkan rinore. Pelepasan peptide-peptide ini tidak diperantarai oleh Ig-E

(non-Ig E mediated) seperti pada rinitis alergi. 1

Adanya reseptor zat iritan yang berlebihan juga berperan pada rhinitis

vasomotor. Banyak kasus yang dihubungkan dengan zat-zat atau kondisi yang

spesifik. Beberapa diantaranya adalah perubahan temperatur atau tekanan udara,

perfume, asap rokok, polusi udara dan stress ( emosional atau fisikal ). 1

Dengan demikian, patofisiologi dapat memandu penatalaksanaan rhinitis

vasomotor yaitu :1

Meningkatkan perangsangan terhadap sistem saraf simpatis

Mengurangi perangsangan terhadap sistem saraf parasimpatis

Mengurangi peptide vasoaktif

Mencari dan menghindari zat-zat iritan.

FAKTOR PEMICU. Rinitis vasomotor merupakan suatu kelainan

neurovaskular pembuluh-pembuluh darah pada mukosa hidung, terutama melibatkan

sistem saraf parasimpatis. Tidak dijumpai alergen terhadap antibodi spesifik seperti

yang dijumpai pada rinitis alergi. Keadaan ini merupakan refleks hipersensitivitas

mukosa hidung yang non – spesifik. Serangan dapat muncul akibat pengaruh

beberapa factor pemicu.1

Latar belakang :1

- Adanya paparan terhadap suatu iritan → memicu ketidakseimbangan sistem saraf

otonom dalam mengontrol pembuluh darah dan kelenjar pada mukosa hidung →

vasodilatasi dan edema pembuluh darah mukosa hidung → hidung tersumbat dan

rinore.

- Disebut juga “ rinitis non-alergi ( nonallergic rhinitis ) “

- Merupakan respon non – spesifik terhadap perubahan – perubahan

lingkungannya, berbeda dengan rinitis alergi yang mana merupakan respon

terhadap protein spesifik pada zat allergen nya.

- Tidak berhubungan dengan reaksi inflamasi yang diperantarai oleh IgE ( IgE-

mediated hypersensitivity )

Pemicu (Triggers) :1

- Alkohol

14

Page 15: Makalah Kelompok c6 Blok 23

- Perubahan temperatur / kelembapan

- Makanan yang panas dan pedas

- Bau-bauan yang menyengat ( strong odor )

- Asap rokok atau polusi udara lainnya

- Faktor-faktor psikis seperti : stress, ansietas

- Penyakit-penyakit endokrin

- Obat-obatan seperti anti hipertensi, kontrasepsi oral

DIAGNOSIS BANDING

Rinitis Alergi

Rinitis Alergi merupakan suatu kesatuan-klinik yang ditandai oleh bersih

berkali-kali, rinore cair, kadang-kadang hidung tersumbat dengan atau tanpa

konjungtivitis dan tanpa tanda infeksi.

Bila dibandingkan mekanisme kerja pada rinitis alergika dengan rinitis

vasomotor, maka reaksi alergi merupakan akibat interaksi antigen antibodi dengan

pelepasan mediator yang menyebabkan dilatasi arteriola dan kapiler disertai

peningkatan permeabilitas yang menimbulkan gejala obstruksi saluran pernafasan

hidung serta gejala bersin dan rasa gatal. Pelepasan mediator juga meningkatan

aktivitas kelenjar dan meningkatkan sekresi, sehingga mengakibatkan gejala rinorea.

Pada reaksi vasomotor yang khas, terdapat disfungsi sistem saraf autonom yang

menimbulkan peningkatan kerja parasimpatis (penurunan kerja simpatis) yang

akhirnya menimbulkan peningkatan dilatasi arteriola dan kapiler disertai peningkatan

permeabilitas, yang menyebabkan transudasi cairan dan edema. Hal ini menimbulkan

gejala obstruksi saluran pernafasan hidung serta gejala bersin dan gatal. Peningkatan

aktivitas parasimpatis meningkatkan aktivitas kelenjar dan menimbulkan peningkatan

sekresi hidung yang menyebabkan gejala rinorea. Pada pokoknya, reaksi alergi dan

disfungsi vasomotor menghasilkan gejala yang sama melalui mekanisme yang

berbeda. Pada reaksi alergi, ia disebabkan interaksi antigen – antibodi, sedangkan

pada reaksi vasomotor ia disebabkan oleh disfungsi sistem saraf autonom disebabkan

oleh disfungsi sistem saraf autonom. 13

Rinitis Simplex

15

Page 16: Makalah Kelompok c6 Blok 23

Nama lain bagi penyakit ini adalah common cold, selesema, flu atau pilek.

Umumnya disebabkan oleh virus. Sebagian besar yang mencakup virus, meliputi

rhinovirus, Respiratory syncytial viruses (RSV), virus parainfluenza, virus influenza,

dan adenovirus.14

Permulaan penyakit ini biasanya tiba-tiba dan ditandai dengan rasa kering,

gatal, atau rasa panas di hidung atau nasofaring. Segera timbul menggigil dan

malaise, disertai dengan bersin dan ingus encer. Pada saat ini biasanya tidak disertai

demam. Sering terasa nyeri kepala ringan atau perasaan penuh di antara kedua mata.

Penyakit ini akan berkembang pesat dalam waktu 48 jam dan ditandai dengan

suara serak, mata berair, ingus encer dan berkurang atau hilangnya penciuman dan

pengecapan. Gejala yang paling mengganggu pada pasien ini ialah hidung yang

tersumbat. Rasa nyeri yang tidak terlalu berat disekitar dahi, mata dan kadang-kadang

pipi, berhubungan dengan pembengkakan mukosa hidung.

Perjalanan penyakit common cold dapat bervariasi. Penyakit ini dapat mereda

dalam 3-4 hari, tetapi sering terjadi infeksi sekunder oleh bakteri yang mengakibatkan

penyakit bertambah 6-8 hari lagi. Jika hal ini terjadi, ingus menjadi berwarna kuning,

purulen atau mukopurulen. Sering disertai dengan batuk produktif, karena ingus

masuk ke dalam laring. Mukosa sinus ikut terkena dalam reaksi peradangan pada

common cold. Ingus purulen dapat terjadi jika diikuti oleh infeksi sekunder bakteri.

Vertigo, tuli sementara dan otitis media dapat terjadi jika tuba eustachius tertutup.8

Penularannya diduga melalui kontak langsung atau melalui droplet, yang lebih

penting lagi penularan tidak langsung dapat terjadi melalui tangan dan barang-barang

yang baru saja terkontaminasi oleh kotoran hidung dan mulut dari orang yang

terinfeksi.

PENATALAKSANAAN

1. Non-Medikamentosa

Terapi yang paling ideal adalah dengan menghindari kontak dengan allergen

penyebabnya (avoidance). Jika tidak diketahui, pembersihan mukosa nasal secar

16

Page 17: Makalah Kelompok c6 Blok 23

periodik mungkin bisa membantu. Bisa dilakukan dengan menggunakan

semprotan larutan saline atau alat irigator seperti Grossan irigator.15

2. Medika Mentosa

Penatalaksanaan pada rhinitis vasomotor bervariasi, tergantung pada faktor

penyebab dan gejala yang menonjol. Secara garis besar di bagi dalam:

Pengobatan simptomatis,

Dengan obat-obatan dekongestan oral, cuci hidung dengan larutan

garam fisiologis, kauterisasi konka hipertrofi dengan larutan AgNO3 25% atau

triklor-asetat pekat. Dapat juga diberikan kortikosteroid topical 100-200

mikrogram. Dosis dapat ditingkatkan sampai 400 mikrogram sehari. Hasilnya

akan terlihat setelah pemakaian paling sedikit selama 2 minggu. Saat ini

terdapat kortikosteroid topical baru dalam larutan aqua seperti flutikason

propionate dan mometason furoat dengan pemakaian cukup satu kali sehari

dengan dosis 200 mcg. Pada kasus dengan rinore yang berat, dapat

ditambahkan antikolinergik topical (ipatropium bromida).

Dekongestan

Dekongestan topical dan sistemik merupakan simpatomimetik yang

bekerja pada reseptor adrenergic pada mukosa hidung menyebabkan

vasokonstriksi, menciutkan mukosa yang membengkak, dan memperbaiki

ventilasi. Dekongestan bekerja dengan baik dalam kombinasi dengan

antihistamin jika terjadi kongesti hidung.

Dekongestan topical digunakan langsung pada mukosa hidung yang

membengkak melalui penetesan atau semprotan. Penggunaan lama (lebih

dari 3 sampai 5 hari) dapat mengakibatkan rhinitis medikamentosa,

merupakan vasodilatasi balikan (rebound) yang terkait dengan kongesti.

Penghentian mendadak merupakan cara penanganan yang efektif, tapi

kongesti balikan dapat berlangsung selama beberapa hari atau minggu.

Steroid nasal telah digunakan dengan hasil yang baik, tapi perlu beberapa

17

Page 18: Makalah Kelompok c6 Blok 23

hari untuk dapat bekerja. Penghentian dekongestan pada pasien dapat

dicapai dengan pengurangan frekuensi dosis dalam beberapa minggu.

Efek samping: rasa terbakar, bersin, dan kekeringan mukosa nasal.

Pseudoefedrin : dekongestan oral yang memiliki onset kerja lebih lambat

dibandingkan obat topical tapi dapat bekerja lebih lama, mencegah terjadi

rhinitis medikamentosa, dan kurang menyebabkan iritasi local. Sedangkan

pseudoefedrin dekongestan sistemik paling aman dosis sampai 180mg

tidak menyebabkan perubahan tekanan darah dan laju jantung yang

terukur. Jika dosisnya lebih tinggi (210-240mg) dapat meningkatkan

tekanan darah dan laju jantung. Kontraindikasi pada pasien hipertensi.

Tabel Durasi Aksi Dekongestan Topikal

Pengobatan Durasi (jam)

Aksi pendek

Fenilefrin hidroklorida Hingga 4

Aksi menengah

Nafazolin hidroklorida 4-6

Tetrahidrozolin hidroklorida

Aksi panjang

Oksimetazolin hidroklorida Hingga 12

Xilometazolin hidroklorida

Deksklorfeniramin Maleat

Indikasi : mengatasi kasus alergi dimana diperlukan terapi dengan

kortikosteroid, rhinitis alergi menahun, rhinitis vasomotor.

18

Page 19: Makalah Kelompok c6 Blok 23

Kontraindikasi : hipersensitivitas, infeksi fungsi sistemik, bayi yang baru lahir

dan premature, penderita yang mendapat terapi penghambat MAO, penderita

tukak lambung aktif, Herpes simpleks pada mata.

Efek samping : meningkatkan gangguan cairan elektrolit, gastrointestinal,

dermatologic, osteoporosis, penghambat pertumbuhan anak, penambah nafsu

makan, kantuk ringan sampai sedang, reaksi kardiovaskuler, hematologic.

Sediaan : Aelrdex, Asonfen, Bidaxtam, Bufaramine, Celestamine, dll.

Karbinoksamin Maleat

Indikasi : alergi seperti dermatosis alergik, urtikaria, pruritus, asma bronchial,

rhinitis alergi, rhinitis vasomotor, konjungtivitis alergi.

Kontraindikasi : seperti kortikosteroidum, tidak boleh diberikan pada

penderita infeksi jamur dan infeksi yang tidak dapat diobati dengan antibiotic.

Sediaan : Kenantist.

Oksimetazolin Hidroklorida

Indikasi : hidung mampet pada rhinitis.

Sediaan : Afrin, Iliadin dan Iliadin Kinder.

Beklometason Diproprionat

Indikasi: pencegahan dan pengobatan rhinitis perineal dan rhinitis vasomotor.

Sediaan : Beconase

Ipratropium Bromida

Obat semprot hidung yang merupakan zat antikolinergik yang berguna dalam

rhinitis alergik perennial.

Zat ini mempunyai sifat antisekretori ketika diberikan secara local dan

meredakan gejala rinorea yang berkaitan dengan alergi dan bentuk lain rhinitis

kronis.

19

Page 20: Makalah Kelompok c6 Blok 23

Larutan 0,03% diberikan sebanyak dua semprotan 2-3kali sehari. Efek

samping tergolong ringan dan termasuk sakit kepala, epistaksis, dan hidung

kering.

Operasi dengan cara bedah-beku, elektrokauter, atau konkotomi parsial konka

inferior.

Neurektomi n.vidianus, yaitu dengan pemotongan pada n.vidianus, bila

dengan cara di atas tidak memberikan hasil optimal. Operasi ini tidaklah

mudah, dapat menimbulkan komplikasi seperti sinusitis, diplopia, buta,

gangguan, lakrimasi, neuralgia atau anestesis infraorbita dan palatum. Dapat

juga dilakukan tindakan blocking ganglion sfenopalatina.

Tabel Terapi Operatif Terhadap Rhinitis Vasomotor

Symptom Jenis Terapi Prosedur

Obstruksi hidung Reduksi konka Kauterisasi konka (chemical atau

electrica)

Diatermi sub mukosa

Bedah beku (cyrosurgery)

Reseksi konka Turbinektomi parsial atau total

Turbinektomi dengan laser

Rhinorhoea Vidian neurectomy Eksisi n.vidianus

Diatermi n.vidianus

KOMPLIKASI

1. Sinusitis

Sinusitis didefinisikan sebagai inflamasi mukosa hidung paranasal. Umumnya

disertai atau dipicu oleh rinitis sehingga disebut rinosinusitis. Penyebab utamanya ialah

20

Page 21: Makalah Kelompok c6 Blok 23

salesma (common cold) yang merupakan infeksi virus, yang bselanjutnya dapat diikiti

oleh infeksi bakteri.

Bila mengenai beberapa sinus disebut multisinusitis, sedangkan bila mengenai

semua sinus paranasal disebut pansinusitis.

Patofisiologi:

Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium – ostium sinus dan lancarnya

klirens mukosiliar dalam KOM. Mukus juga mengandung substansi antimikrobial dan zat

– zat yang berfungsi sebagai mekanisme pertahanan tubuh terhadap kuman yang masuk

bersama udara pernapasan.

Organ – oran pembentuk KOM letaknya berdekatan dan bila terjadi edema,

mukosa yang berhadapan akan saling bertemu sehingga silia tidak dapat bergerak dan

ostium tersumbat. Akibatnya terjadi tekanan negatif di dalam rongga sinus yang

menyebabkan terjadinya transudasi, mula – mula serous. Kondisi ini bisa dianggap

sebagai rinosinusitis non bacterial dan biasanya sembuh dalam beberapa hari tanpa

pengobatan.

Bila kondisi ini menetap, sekret yang tekumpul dalam sinus merupakan media baik

untuk tumbuhnya dan multiplikasi bakteri. Sekret menjadi purulen. Keadaan ini disebut

sebagai rinosinusitis akut bakterial.

1. Eritema pada hidung sebelah luar

Epitaksis bisa terjadi pada infeksi hidung dan sinus para nasal seperti rinitis atau sinusitis

2. Pembangkakan wajah

Jika inflamasi masih terus belanjut, mukosa makin membengkak sampai akhirnya

perunahan mukosa menjadi kronik yaitu hipertrofi, polipiod atau pembentukan polip atau

kista. 9,16

PROGNOSIS

21

Page 22: Makalah Kelompok c6 Blok 23

Prognosis dari rinitis vasomotor baik. Penyakit kadang-kadang dapat

membaik dengan tiba-tiba, tetapi bisa juga resisten terhadap pengobatan yang

diberikan.9

KESIMPULAN

Rinitis vasomotor merupakan suatu gangguan fisiologik neurovaskular mukosa

hidung dengan gejala hidung tersumbat, rinore yang hebat dan kadang – kadang dijumpai

adanya bersin – bersin.

Penyebab pastinya tidak diketahui. Diduga akibat gangguan keseimbangan sistem

saraf otonom yang dipicu oleh faktor-faktor tertentu dan biasanya dijumpai setelah

dewasa ( dekade ke – 3 dan 4 ).

Rinitis vasomotor sering tidak terdiagnosis karena gejala klinisnya yang mirip

dengan rinitis alergi, oleh sebab itu sangat diperlukan pemeriksaan pemeriksaan yang

teliti untuk menyingkirkan kemungkinan rinitis lainnya terutama rinitis alergi dan

mencari faktor pencetus yang memicu terjadinya gangguan vasomotor. Penatalaksanaan

dapat dilakukan secara konservatif dan apabila gagal dapat dilakukan tindakan operatif.

Daftar Pustaka

22

Page 23: Makalah Kelompok c6 Blok 23

1. Rambe, AYM. Rinitis vasomotor. FKUSU diunduh dari

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3462/1/tht-andrina.pdf pada

tanggal 18 maret 2011

2. Jones AS. Intrinsic rhinitis. Dalam : Mackay IS, Bull TR, Ed. Rhinology. Scott-

Brown’s Otolaryngology. 6th ed. London : Butterworth-Heinemann, 1997.

3. Riwayat medis hidung dan sinus. Dalam : Lynn SB. Bates Buku Ajar

Pemeriksaan Fisik & Riwayat Kesehatan. Edisi 8. Jakarta : EGC ; 2009. h. 142-3.

4. Adams, George L. Boies, Lawrence R. Higler, Peter H. Buku ajar penyakit THT

edisi 6. Jakarta: EGC. 1997. Hal 218-220

5. Irawati N, Poerbonegoro NL, Kesakeyan E. Buku ajar Telinga Hidung

Tenggorok Kepala dan leher edisi ke enam. Jakarta: Balai penerbit FKUI. 2004.

Hal 135-6

6. Sheikh J, Najub U. Rhinitis Allergic. 2010. Tersedia di:

http://emedicine.medscape.com/article/134825-diagnosis. Diunduh pada 18 maret

2011.

7. RAST Test. Diunduh dari http://en.wikipedia.org/wiki/RAST_test. 18 Januari

2011..

8. Henny Kartikawati. Skin Prick test ( Test Cukit ). Januari 2007. Bagian IK THT-

KL FK UNDIP / SMF THT- KL

9. Yunita Andrina. Rinitis vasomotor. Diunduh dari

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3462/1/tht-andrina.pdf . 17 Maret

2011

10. Imunoglobulin ( Serum ). Dalam : Joyce LK. Pedoman Pemeriksaan

Laboratorium dan Diagnostik. Edisi 6. Jakarta : EGC ; 2008. h. 279

11. Rinitis Vasomotor. Dalam : Arif Mansjoer, dkk. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi

3. Jakarta : FK UI ; 1999. h. 100

12. Soetjipto D, Mangunkusumo E, Wardani RS. Buku ajar ilmu kesehatan Telinga

Hidung Tenggorok Kepala dan leher edisi ke enam. Jakarta: Balai penerbit

FKUI. 2004. Hal 118-122, 135-6, 140

23

Page 24: Makalah Kelompok c6 Blok 23

13. Rhinitis Vasomotor. Seputar Kedokteran dan Linux. 25 Februari 2009. Diunduh

dari http://medlinux.blogspot.com/2009/02/rhinitis-vasomotor.html. 20 Maret

2011.

14. Rinitis Akut. 3RRORISTS.net. 11 Oktober 2010. Diunduh dari

http://3rr0rists.net/medical/rinitis-akut.html. 20 Maret 2010.

15. Rinitis vasomotor diunduh dari www.scrib.com pada tanggal 19 maret 2011

16. Soetjipto Darmajanti, Mangunkusumo Endang. Sinusitis. Soepardi Arsyad

Efianti, Iskandar Nurbaiti, dkk, editor. Telinga hidung tenggorok kepala dan

leher. Edisi ke 6. Jakarta: FKUI; 2010.h. 150

24