Laporan Kimia Pangan ITP UNS SMT3 Karbohidrat

37
LAPORAN KIMIA PANGAN ACARA I KARBOHIDRAT Kelompok 2: Andy Imam (H0912012) Agatha Arissa (H0912003) Deanda Putri (H0912033) Dwi Astuti (H0912043) Endah Palupi (H0912045) Fransiska Putri (H0912056) Irma Puspita E. (H0912067)

description

 

Transcript of Laporan Kimia Pangan ITP UNS SMT3 Karbohidrat

Page 1: Laporan Kimia Pangan ITP UNS SMT3 Karbohidrat

LAPORAN KIMIA PANGAN

ACARA I

KARBOHIDRAT

Kelompok 2:

Andy Imam (H0912012)

Agatha Arissa (H0912003)

Deanda Putri (H0912033)

Dwi Astuti (H0912043)

Endah Palupi (H0912045)

Fransiska Putri (H0912056)

Irma Puspita E. (H0912067)

Page 2: Laporan Kimia Pangan ITP UNS SMT3 Karbohidrat

ACARA I

KARBOHIDRAT

A. TUJUAN

Tujuan dari praktikum acara I Karbohidrat adalah:

1. Untuk mengetahui pengaruh asam alkali terhadap gula sederhana

2. Untuk mengetahui proses gelatinisasi pati

B. TINJAUAN PUSTAKA

1. Tinjauan Teori

Karbohidrat terbagi menjadi tiga kelompok utama, gula,

oligosakarida (rantai pendek karbohidrat) dan polisakarida. Gula meliputi

(i) monosakarida, (ii) disakarida dan (iii) polisakarida (alkohol gula).

Oligosakarida yang baik adalah malto-oligosakarida, terutama terjadi dari

hidrolisis pati dan non glukan seperti raffinose dan stachyose

(galactosides), Frukto dan galacto-oligosakarida oligosakarida lainnya.

Polisakarida dapat dibagi menjadi Pati (1:4 dan 1:6 glucans) dan non-Pati

polisakarida (NSPs), komponen utama polisakarida adalah polisakarida

dinding sel tanaman seperti selulosa, hemiselulosa dan pektin

(Chumming and Stephen, 2007).

Karbohidrat merupakan sumber utama dari energi yang

dikonsumsi oleh tubuh manusia. Karbohidrat merupakan polihidroksi

alkohol dengan gugus karbonil aktif yang terdiri dari aldehida atau keton

grup. Monosakarida tidak dapat dihidrolisis menjadi lebih jauh sederhana.

Disakarida dapat dihidrolisis menjadi dua monosakarida. Polisakarida

terdiri dari homopolisakarida dan heteropolisakarida. Pati adalah bentuk

penyimpanan glukosa dalam tubuh. Pati terdiri dari amilosa dan

amilopektin. Pati berisi amilase (10-20%) dan amilopektin (80-90%). Pati

memberikan warna biru dengan penambahan iod (Asif, et.al, 2011).

Page 3: Laporan Kimia Pangan ITP UNS SMT3 Karbohidrat

Karbohidrat banyak terdapat dalam bahan nabati, baik berupa

gula sederhana, heksosa, pentosa maupun karbohidrat dengan berat

molekul yang tinggi seperti pati, pektin, selulosa, dan lignin. Pada

umumnya buah-buahan mengandung monosakarida seperti glukosa dan

fruktosa. Disakarida seperti gula tebu banyak terkandung dalam batang

tebu; di dalam air susu terdapat laktosa atau gula susu. Beberapa

oligosakarida seperti dekstrin terdapat dalam sirup pati, roti, dan bir.

Sedangkan berbagai polisakarida seperti pati, banyak terdapat dalam

serealia dan umbi-umbian; selulosa dan pektin banyak terdapat dalam

buah-buahan. Sumber karbohidrat utama bagi bahan makanan kita adalah

serelia dan umbi-umbian (Winarno, 2004).

Kandungan karbohidrat yang tinggi dalam bekatul dapat

dimanfaatkan untuk produksi gula reduksi. Karbohidrat dalam bekatul

berbentuk polisakarida, terutama pati, sehingga diperlukan enzim amilase

untuk menghidrolisis pati menjadi polimer pendek berupa dekstrin dan

gula reduksi. Proses pemecahan pati menjadi gula reduksi disebut sebagai

proses sakarifikasi. Gula reduksi dapat dimanfaatkan untuk berbagai hal,

misalnya produksi etanol dan asam laktat (Dewi, dkk. 2004).

Oksidasi mempunyai peranan penting dalam kimia dan analisis

karbohidrat. Gula pereduksi teroksidasi oleh zat pengoksidasi lemah

seperti larutan benedict dan fehling. Pati adalah poliglukosida berbobot

molekul tinggi sebagai tempat menyimpan karbohidrat bagi tumbuh

tumbuhan. Amilopektin, komponen pati yang larut air, berbeda dengan

amilosa dalam hal rantai cabang poliglukosida yang dihubungkan dengan

atom karbon. Pati selain dikonsumsi sebagai sumber karbohidrat,

digunakan dalam makanan sebagai zat pengental dan pen-jel. Penerapan

utama pati di luar bidang pangan ialah sebagai zat perekat untuk

memperbaiki kekuatan dan mutu penulisan permukaan kertas (Pine, 1988).

Pati dapat dikonversi dengan cara menghidrolisis suspensi pati

secara terkendali dengan menggunakan asam dan pemanasan. Beberapa

bagian dari ikatann glikosidik akan mengalami pemutusan dengan

Page 4: Laporan Kimia Pangan ITP UNS SMT3 Karbohidrat

perlakuan asam sehingga dapat dihasilkan molekul pati yang lebih pendek.

Hal ini mengakibatkan sifat kemampuan gelatinisai pati menurun, dimana

akan dihasilkan pati dengan viskositas yang lebih rendah pada saat

pemasakan. Dengan demikian, konsentrasi pati yang dapat digunakan

dalam proses pengolahan dapat lebih besar. Pati akan lebih larut dengan

viskositas yang lebih rendah, tetapi dapat menghasilkan struktur gel yang

lebih kuat (Kusnandar, 2011).

Amilosa dan amilopektin di dalam granula pati dihubungkan

dengan ikatan hidrogen. Apabila granula pati dipanaskan di dalam air,

maka energi panas akan menyebabkan ikatan hidrogen terputus, dan air

masuk ke dalam granula pati. Air yang masuk selanjutnya membentuk

ikatan hidrogen dengan amilosa dan amilopektin. Meresapnya air ke dalam

granula menyebabkan terjadinya pembengkakan granula pati. Ukuran

granula akan meningkat sampai batas tertentu sebelum akhirnya granula

pati tersebut pecah. Pecahnya granula menyebabkan bagian amilosa dan

amilopektin berdifusi keluar. Proses masuknya air ke dalam pati yang

menyebabkan granula mengembang dan akhirnya pecah disebut dengan

gelatinisasi, sedangkan suhu dimana terjadinya gelatinisasi disebut dengan

suhu gelatinisasi. Proses gelatinisasi pati menyebabkan perubahan

viskositas larutan pati (Bastian, 2011).

Amilosa memiliki kemampuan untuk membentuk ikatan

hidrogen atau mengalami retrogradasi. Semakin banyak amilosa pada pati

akan membatasi pengembangan granula dan mempertahankan integritas

granula. Semakin tinggi kadar amilosa maka semakin kuat ikatan

intramolekulnya. Sifat amilosa yang penting jika dibandingkan dengan

amilopektin adalah amilosa lebih mudah keluar dari granula dan memiliki

kemampuan untuk mudah berasosiasi dengan sesamanya. Tingginya

amilosa pada substitusi tepung tapioka akan menghasilkan tekstur yang

tinggi karena dilihat dari bentuk rantai amilosa yang lurus atau terbuka

maka amilosa memiliki luas permukaan yang lebih besar sehingga

memungkinkan untuk lebih banyak menyerap atau mengikat air dan sifat

Page 5: Laporan Kimia Pangan ITP UNS SMT3 Karbohidrat

binder yang dimiliki tepung tapioka akan mengurangi kerapuhan sehingga

lebih halus (Harijono dkk., 2000) dalam (Lestari, 2008).

Bentuk granula merupakan ciri khas dari masing-masing pati.

Perbedaan bentuk maupun ukuran granula ternyata hanya untuk

mengidentifikasi macam umbi atau merupakan ciri khas dari masing-

masing pati umbi. Tidak ada hubungan yang nyata antara gelatinisasi

dengan ukuran granula pati, tetapi suhu gelatinisasi mempunyai

hubungan dengan kekompakan granula, kadar amilosa dan amilopektin.

Granula pati dapat menyerap air dan membengkak tetapi tidak dapat

kembali seperti semula. Air yang terserap dalam molekul menyebabkan

granula mengembang. Kadar amilosa yang tinggi dapat meningkatkan

absorbsi air (Richana, 2004).

Amilosa dan amilopektin merupakan komponen utama pati yang

berperan sebagai rangka struktur pati. Kedua molekul tersebut tersusun

oleh beberapa unit glukosa yang saling berikatan. Amilosa merupakan

molekul linier polisakarida dengan ikatan α-1,4 dengan derajat polimerasi

(DP) beberapa ratus unit glukosa, sedangkan amilopektin mempunyai

struktur amilosa pada rantai lurus dan juga memiliki konfigurasi bercabang

yang terdapat pada setiap 20-25 residu glukosa dengan ikatan α-1,6

(Whistler & Daniel 1984, diacu dalam Munarso 2004).

2. Tinjauan Bahan

Pereaksi benedict berupa larutan yang mengandung kuprisulfat,

natriumkarbonat dan natriumsitrat. Glukosa dapat mereduksi ion Cu++ dari

kuprisulfat menjadi ion Cu+ yang kemudian mengendap sebagai Cu2O.

Endapan yang terbentuk dapat berwarna hijau, kuning atau merah bata.

Warna endapan ini tergantung pada konsentrasi karbohidrat yang

diperiksa. Glukosa adalah suatu aldoheksosa dan sering disebut dektrosa

karena mempunyai sifat dapat memutar cahaya terpolarisasi ke arah kanan.

Amilum terbentuk dari glukosa dengan jalan penggabungan molekul

molekul glukosa yang membentuk rantai lurus maupun berabang dengan

melepaskan molekul air (Poedjiadi dan Titin, 2009).

Page 6: Laporan Kimia Pangan ITP UNS SMT3 Karbohidrat

Benedict test, digunakan untuk mendeteksi disakarida. 2 ml

larutan benedict dipindahkan ke 5 tetes larutan tes dalam tabung mendidih,

dan panas diterapkan dalam penangas air selama 2-3 menit. Warna merah

setelah pemanasan mengindikasikan adanya disakarida. Uji Iodine

dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya kandungan pati. Warna

biru-hitam mengidentifikasikan bahwa terdapat pati dalam sampel tersebut

(Aladesida, 2013).

Glukosa dan gula-gula lain yang mampu mereduksi semyawa

pengoksidasi disebut gula pereduksi. Sifat ini berguna dalam analisa gula.

Dengan mengukur jumlah dari senyawa pengokisdasi yang tereduksi oleh

suatu larutan gula tertentu, dapat dilakukan pendugaan konsentrasi gula.

Aldosa merupakan gula pereduksi yang berarti bahwa fungsi aldehida

bebas dari bentuk rantai terbuka mampu untuk dioksidasi menjadi gugus

asam karboksilat. Glukosa sebagai suatu aldoheksosa yang merupakan

gula pereduksi (Lehninger, 1982).

Berbeda dengan pati dan selulosa, rendahnya gula reduksi yang

dihasilkan dari hidrolisis sukrosa dapat disebabkan oleh jenis ikatan kimia

yang berbeda antara maltosa dan sukrosa. Maltosa merupakan pereduksi

sempurna dengan ikatan α-glukosida, dan proses hidrolisisnya

menghasilkan 2 molekul glukosa, sedangkan sukrosa bukan pereduksi dan

mempunyai ikatan α-ß-glikosidik. Untuk memutus ikatan sukrosa menjadi

glukosa dan fruktosa dibutuhkan enzim yang spesifik, yang mungkin

kurang dalam cairan rumen yang dikoleksi untuk mendapatkan enzim

kasar (Syahrir, dkk. 2011).

Pati dari tapioka terdiri atas 17% amilosa dan 83% amilopektin.

Granula tapioka berbentuk semibulat dengan salah satu bagian ujungnya

mengerucut dengan ukuran 5−35 μm. Suhu gelatinisasinya berkisar antara

52−64°C, kristalinisasi 38%, kekuatan mengembang 42, dan kelarutan

31%. Kekuatan mengembang dan kelarutan tapioka lebih kecil dibanding

pati kentang, tetapi lebih besar dari pati jagung. Suhu gelatinisasi tapioka

Page 7: Laporan Kimia Pangan ITP UNS SMT3 Karbohidrat

berkisar antara 58,5−70,0°C, bergantung pada varietas ubi kayu yang

digunakan untuk memproduksi tapioka (Herawati, 2012).

C. METODOLOGI

1. Alat

a. Tabung reaksi

b. Pipet Volume

c. Pipet tetes

d. Lampu spiritus

e. Pemanas air

f. Beaker glass

g. Gelas obyek

h. Gelas penutup

i. Mikroskop

j. Kompor listrik

k. Pengaduk kaca

l. Penjepit kayu

m. Termometer

n. pH universal

o. Sendok

2. Bahan

a. Larutan sukrosa 5%

b. NaOH 0,1 N

c. HCl 0,1 N

d. Air suling

e. NaHCO3 (kristal)

f. Pereaksi Benedict

g. Larutan glukosa 0,1M

h. Tepung tapioka

i. Tepung beras

j. Larutan Iodin

Page 8: Laporan Kimia Pangan ITP UNS SMT3 Karbohidrat

3. Cara Kerjaa. Pengaruh Asam dan Alkali Terhadap Gula Sederhana

Percobaan 1

2ml sakarosa murni 5%

Disiapkan 3 tabung reaksi

Dimasukkan ke dalam masing-masing tabung

Perlakuan 1 : ditambahkan dengan 5ml NaOH

Perlakuan 2 : ditambahkan dengan 5ml HCl 0,1 N

Perlakuan 3 : ditambahkan dengan 5ml aquades

Ketiga tabung dipanaskan dengan lampu spiritus sampai mendidih selama 2-3 menit

Diamati perubahan warnanya

NaHCO3 kristal

Dimasukkan pada tabung ke 2 untuk penetralan

2ml masing-masing larutan

Dipindahkan ke dalam 3 tabung reaksi yang lain

Ditambahkan 3 ml peraksi benedict

Dipanaskan pada penangas air mendidih selama 5 menit

Page 9: Laporan Kimia Pangan ITP UNS SMT3 Karbohidrat

Percobaan 2

5ml larutan glukosa 0,1 M

Dimasukkan masing-masing ke dalam tabung

Perlakuan 1 : ditambahkan 2ml NaOH 0,1 N

Perlakuan 2 : ditambahkan 2ml HCl 0,1 N

Perlakuan 3 : ditambahkan 2ml aquades

Dipanaskan ke 3 tabung pada lampu spiritus sampai mendidh selama 5 menit

Diamati perubahan warna yang terjadi

Page 10: Laporan Kimia Pangan ITP UNS SMT3 Karbohidrat

b. Gelatinisasi Pati

2 jenis pati (tapioka dan tepung beras)

Diambil masing-masing ½ sendok teh kedalam 4 gelas beaker 100ml

Ditambahkan bertetes-tetes sampai terbentuk pasta kental

Aquades

Perlakuan 1 : ditambahkan air suhu kamar sambil diaduk

Perlakuan 2 : ditambahkan air bersuhu 500C sambil diaduk

Perlakuan 3 : ditambahkan air bersuhu 650C sambil diaduk

Perlakuan 4 : ditambahkan air bersuhu 800C ambil diaduk

Dibuat masing-masing preparat pada gelas obyek

Larutan iodine encer

Ditambahkan pada gelas obyek

Diamati dengan gelas penutup dan diamati dibawah mikroskop

Dibuat gambar granula pati pada masing-masing preparat

Dibandingkan pula dengan pengamatan pada preparat dari suspensi pati dalam air dingin + larutan iodine

Page 11: Laporan Kimia Pangan ITP UNS SMT3 Karbohidrat

D. HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 1.1 Hasil Pengamatan Pengaruh Asam dan Alkali Terhadap Sukrosa

KelPerlakuan

Pemanasan I Pemanasan IIWarna awal Warna akhir Warna Endapan

1 2ml larutan sukrosa 5% + 5ml NaOH 0,1 N

Bening Bening Biru tua Tidak ada4 Bening Bening Biru tua Tidak ada

2 2ml larutan sukrosa 5% + 5ml HCl 0,1 N

Bening Bening Biru Tidak ada

5 Bening Bening Biru Tidak ada3 2ml larutan sukrosa 5%

+ 5ml aquadesBening Bening Biru Tidak ada

6 Bening Bening Biru Tidak adaSumber : Laporan Sementara

Dari data diatas telah didapatkan hasil percobaan pengaruh asam

dan alkali terhadap sukrosa. Sukrosa merupakan karbohidrat yang termasuk

dalam jenis disakarida. Sukrosa atau yang biasa disebut gula tebu terdiri dari

glukosa dan fruktosa. Pada percobaan ini dilakukan dengan tiga perlakuan.

Perlakuan pertama yaitu larutan sukrosa 5% ditambahkan dengan

5ml NaOH 0,1 N dengan dua kali pemanasan. Warna awal dari larutan

tersebut adalah bening dan setelah dilakukan pemanasan dengan lampu

spiritus selama 2-3 menit tidak terjadi perubahan warna pada larutan. Setelah

pemanasan pertama, sampel diambil sebanyak 2ml dan dipindahkan ke

tabung reaksi yang lain dan ditambahkan dengan 3ml pereaksi benedict.

Setelah penambahan benedict larutan berubah warna menjadi biru tua dan

dilakukan pemanasan untuk ke dua kalinya pada penangas air mendidih

selama 5 menit, tidak terdapat endapan pada larutan.

Perlakuan kedua yaitu larutan sukrosa 5% ditambahkan dengan 5ml

HCl 0,1 N dengan dua kali pemanasan. Warna awal dari larutan tersebut

adalah bening dan setelah dilakukan pemanasan dengan lampu spiritus selama

2-3 menit tidak terjadi perubahan warna pada larutan. Setelah pemanasan

pertama larutan ditambahkan dengan kristal NaHCO3, sampel diambil

sebanyak 2ml dan dipindahkan ke tabung reaksi yang lain dan ditambahkan

dengan 3ml pereaksi benedict. Setelah penambahan benedict larutan berubah

warna menjadi biru dan dilakukan pemanasan untuk ke dua kalinya pada

Page 12: Laporan Kimia Pangan ITP UNS SMT3 Karbohidrat

penangas air mendidih selama 5 menit, tidak terdapat endapan pada larutan.

Seharusnya menghasilkan warna merah bata atau kecoklatan dengan adanya

endapan, namun pada praktikum kali ini terjadi penyimpangan yang

diakibatkan oleh suhu pemanasan yang tidak stabil dan reagen benedict tidak

dapat bekerja dengan baik pada kondisi asam. Sedangkan pada suasana yang

sedikit basa, benedict mampu bekerja secara maksimal (Wilbraham, 1992).

Perlakuan ketiga yaitu 2ml larutan sukrosa 5% ditambahkan

dengan 5ml aquades. Perlakuan selanjutnya tidak berbeda dengan perlakuan

pertama dan kedua. Warna awal pada larutan bening dan tidak terjadi

perubahan warna setelah pemanasan. Setelah penambahan pereaksi benedict,

larutan berubah warna menjadi biru dan tidak terdapat endapan setelah

pemanasan yang kedua pada penangas air mendidih.

Pengujian benedict dilakukan untuk mengetahui adanya gula

pereduksi dalam suatu sampel bahan. Gula pereduksi memberikan uji positif

dengan pereaksi benedict. Uji positif diperoleh apabila gula yang bentuk

hemiasetal dan hemiketalnya berada dalam kesetimbangan dengan bentuk

terbuka. Glukosa dan fruktosa termasuk dalam jenis gula pereduksi.

Sedangkan sukrosa termasuk dalam jenis gula non pereduksi yang tidak

memberikan uji positif karena struktur gula nonpereduksi berbentuk siklik

yang berarti bahwa hemiasetal dan hemiketalnya tidak berada dalam

kesetimbangannya

Sukrosa oleh HCl dalam keadaan panas akan terhidrolisis, lalu

menghasilkan glukosa dan fruktosa. Monosakarida dan beberapa disakarida

mempunyai sifat dapat mereduksi terutama dalam suasana basa. Sifat

reduktor ini disebabkan oleh adanya gugus aldehida dan keton bebas dalam

molekul karbohidrat. Saat sukrosa dipanaskan, sebagian sukrosa akan terurai

menjadi glukosa dan fruktosa, yang disebut gula invert. Inversi sukrosa

terjadi dalam suasan asam.

Page 13: Laporan Kimia Pangan ITP UNS SMT3 Karbohidrat

Tabel 1.2 Hasil Pengamatan Pengaruh Asam dan Alkali Terhadap Gula reduksi (Larutan Glukosa)

Kel. Perlakuan Warna awal Warna akhir1 5ml larutan glukosa 0,1 M

+ 2ml NaOH 0,1 NBening Coklat teh

4 Bening Coklat teh2 5ml larutan glukosa 0,1 M

+ 2ml HCl 0,1 NBening Bening

5 Bening Bening3 5ml larutan glukosa 0,1M

+ 2ml AquadesBening Bening

6 Bening BeningSumber : Laporan Sementara

Pada umumnya karbohidrat dapat dikelompokkan menjadi

monosakarida, ologosakarida, serta polisakarida. Monosakarida merupakan

suatu molekul yang dapat terdiri dari lima atau enam atom C, sedangkan

oligosakarida meruapakn polimer dari 2-10 monosakarida, dan pada

umumnya polisakarida merupakan polimer yang terdiri lebih dari 10

monomer monosakarida.

Monosakarida

Monosakarida dengan enam atoom C disebut heksosa, misalnya glukosa,

fruktosa dan galaktosa. Sedangkan yang mempunyai lima atom C disebut

pentosa, misalnya xilosa, arabinosa dan ribosa.

Oligosakarida

Oligosakarida yang terdiri dari dua molekul disebut disakarida, dan bila

terdiri dari tiga molekul disebut triosa ; bila sukrosa terdiri dari molekul

glukosa dan fruktosa, laktosa terdiri dari molekul glukosa dan galaktosa

Polisakarida

Polisakarida dalam bahan makanan contohnya selulosa, hemiselulosa,

pektin, lignin. Sebagai sumber energi contohnya pati, dekstrin, glikogen,

fruktan.

Larutan basa encer pada suhu kamar akan mengubah sakarida.

Perubahan ini terjadi pada atom C anomerik dan atom C tetangganya tanpa

mempengaruhi atom-atom C lainnya. Jika D-glukosa dituangi larutan basa

encer maka sakarida itu akan berubah menjadi campuran: D-glukosa, D-

Page 14: Laporan Kimia Pangan ITP UNS SMT3 Karbohidrat

manosa, D-fruktosa. Perubahan menjadi senyawaan tersebut melalui bentuk-

bentuk enediolnya. Bilamana basa yang digunakan berkadar tinggi maka akan

terjadi fragmentasi atau polimerisasi. Sehingga monosakarida akan mudah

mengalami dekomposisi dan menghasilkan pencoklatan non-enzimatis bila

dipanaskan dalam suasana basa. Tetapi pada disakarida dalam suasana sedikit

basa akan lebih stabil terhadap reaksi hidrolisis (Soeharsono,1978).

Percobaan kali ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh asam dan

alkali terhadap gula reduksi. Percobaan ini menggunakan sampel 5ml larutan

glukosa 0,1 M. Glukosa merupaka karbohidat yang termasuk kedalam jenis

monosakarida. Tidak jauh berbeda dengan percobaan pada sukrosa,

percobaan pada glukosa juga dilakukan dengan tiga perlakuan namun

pemanasan hanya dilakukan satu kali. Perlakuan pertama yaitu larutan sampel

ditambahkan dengan 2ml NaOH 0,1 N warna awalnya bening dan setelah

dilakukan pemanasan dengan lampu spiritus selama 5 menit warnanya

berubah menjadi coklat teh. Sedangkan perlakuan kedua, sampel

ditambahkan dengan 2ml HCl 0,1N. Pada perlakuan kedua tidak terjadi

perubahan warna sebelum dan sesudah pemanasan, warna tetap bening.

Perlakuan ketiga sampel ditambahkan dengan 2ml aquades. Pada perlakuan

ini juga didapatkan hasil yang sama dengan perlakuan kedua. Dimana tidak

terjadi perubahan warna setelah pemanasan.

Page 15: Laporan Kimia Pangan ITP UNS SMT3 Karbohidrat

Tabel 1.3.1 Hasil Pengamatan Penentuan Suhu Gelatinisasi pada Tepung Tapioka

Kel PerlakuanGambar

KeteranganPengamatan Referensi

1

Pati Tapioka + aquades + suhu kamar

Bentuk : semi bulat dengan salah satu bagian ujungnya mngerucut dan bergerombolUkurannya sangat kecilPerbesaran : 10 x 100

3

Bentuk : semi bulat dengan salah satu bagian ujungnya mngerucut dan bergerombolUkurannya sangat kecilPerbesaran : 10 x 100

2

Pati Tapioka + aquades + suhu 50°C

Bentuk : tetap bulat dan mengerucut pada salah satu ujungnyaUkurannya agak besar Perbesaran : 10 x 100

4

Bentuk : tetap bulat dan mengerucut pada salah satu ujungnyaUkurannya agak besar Perbesaran : 10 x 100

3

Pati Tapioka + aquades + suhu 65°C

Bentuk: sebagian tetap bulat sebagian mulai tidak berbentukUkurannya membesarPerbesaran : 10 x 100

5

Bentuk: sebagian tetap bulat sebagian mulai tidak berbentukUkurannya membesarPerbesaran : 10 x 100

Page 16: Laporan Kimia Pangan ITP UNS SMT3 Karbohidrat

4

Pati Tapioka + aquades + suhu 80°C

Bentuk : tidak beraturan karena sudah pecah (tergelatinisasi)Ukuran : lebih besar dari pati tapioka suhu 65°CPerbesaran : 10 x 100

6

Bentuk : tidak beraturan karena sudah pecah (tergelatinisasi)Ukuran : lebih besar dari pati tapioka suhu 65°CPerbesaran : 10 x 100

Sumber: Laporan Sementara

Pada pengamatan penentuan suhu gelatinisasi pada tepung tapioka

ini bertujuan untuk mengetahui suhu gelatinisasi pada pati tapioka. Bahan

yang digunakan adalah polisakarida berupa tepung tapioka, kisaran suhu yang

dipakai dalam percobaan ini yaitu suhu kamar, 50°C, 65°C, dan 80°C. Pada

percobaan ini, masing-masing dibuat preparat mikroskopisnya pada gelas

obyek dan ditambah larutan Iodine encer, agar warna yang terlihat lebih jelas,

sehingga dapat ditentukan range suhu gelatinisasi. Semua pengamatan

menggunakan perbesaran 10 x 100 kali.

Dari percobaan tersebut dapat diketahui bahwa pada pasta kental

tapioka dengan perlakuan pada suhu kamar belum terlihat pemecahan

granula, bentuk granula tapioka kecil dan bergerombol. Sejumlah kecil air

mungkin akan di adsorbsi pada permukaan granula. Pada suhu 50°C air yang

teradsorbsi lebih banyak dan ukuran graula mulai membesar namun belum

terjadi gelatinisasi. Pada tepung tapioka yang ditambah air pada suhu 65°C,

sudah mulai terjadi gelatinisasi dan pada tambahan air pada suhu 80°C

gelatinisasi telah terjadi hampir keseluruhan bagian. Dari data ini dapat

disimpulkan bahwa kisaran suhu gelatinisasi pada tepung tapioka adalah

antara suhu 50°C - 65°C. Percobaan ini telah sesuai dengan teori menurut

Wurzburg (1989) dalam Herawati (2012), suhu gelatinisasi tapioka berkisar

antara 58,5−70,0°C, bergantung pada varietas ubi kayu yang digunakan untuk

memproduksi tapioka.

Page 17: Laporan Kimia Pangan ITP UNS SMT3 Karbohidrat

Granula pati tepung tapioka akan menyerap air lebih cepat jika

dipanaskan sehingga ukuran granula pati akan mengembang karena menyerap

air. Semakin tinggi suhu, maka akan semakin banyak air yang diserap oleh

granula pati, sehingga ukurannya akan semakin besar. Hal ini sesuai dengan

pendapat Bastian (2011) yang menyatakan bahwa apabila granula pati

dipanaskan di dalam air, maka energi panas akan menyebabkan ikatan

hidrogen terputus, dan air masuk ke dalam granula pati. Air yang masuk

selanjutnya membentuk ikatan hidrogen dengan amilosa dan amilopektin.

Meresapnya air ke dalam granula menyebabkan terjadinya pembengkakan

granula pati. Ukuran granula akan meningkat sampai batas tertentu sebelum

akhirnya granula pati tersebut pecah. Pecahnya granula menyebabkan bagian

amilosa dan amilopektin berdifusi keluar. Proses masuknya air ke dalam pati

yang menyebabkan granula mengembang dan akhirnya pecah disebut dengan

gelatinisasi, sedangkan suhu dimana terjadinya gelatinisasi disebut dengan

suhu gelatinisasi.

Pati dari tapioka terdiri atas 17% amilosa dan 83% amilopektin.

Granula tapioka berbentuk semibulat dengan salah satu bagian ujungnya

mengerucut dengan ukuran 5−35 μm. Suhu gelatinisasinya berkisar antara

52−64°C, kristalinisasi 38%, kekuatan mengembang 42%, dan kelarutan

31%. Kekuatan mengembang dan kelarutan tapioka lebih kecil dibanding pati

kentang, tetapi lebih besar dari pati jagung. Suhu gelatinisasi tapioka berkisar

antara 58,5−70,0°C, bergantung pada varietas ubi kayu yang digunakan untuk

memproduksi tapioka (Herawati, 2012).

Tabel 1.3.2 Hasil Pengamatan Penentuan Suhu Gelatinisasi Tepung Beras

Kel Perlakuan Gambar Keterangan

Page 18: Laporan Kimia Pangan ITP UNS SMT3 Karbohidrat

Pengamatan Referensi

1

Pati Beras + aquades

suhu kamar

Bentuknya bulat bergerombol, ukurannya kecilPerbesaran : 10 x 100

3Pati Beras + aquades suhu 50°C

Bentuknya masih tetap bulat, ukurannya agak besar Perbesaran : 10 x 100

2Pati Beras + aquades suhu 65°C

Bentuknya tetap bulat, ukuran lebih besarPerbesaran : 10 x 100

4Pati Beras + aquades suhu 80°C

Bentuknya tidak beraturan, ukurannya membengkak maksimal (granula pati pecah)Perbesaran : 10 x 100

Sumber: Laporan Sementara

Pada pengamatan penentuan suhu gelatinisasi pada tepung beras ini

bertujuan untuk mengetahui suhu gelatinisasi pati tepung beras. Bahan yang

digunakan polisakarida berupa tepung beras, kisaran suhu yang dipakai dalam

percobaan ini adalah suhu kamar, 50°C, 65°C, dan 80°C. Pada percobaan ini,

masing-masing dibuat preparat mikroskopisnya pada gelas obyek, dari setiap

sampel diambil 1 tetes dan ditambah 1 tetes larutan Iodine encer, agar warna

yang terlihat lebih jelas, sehingga dapat ditentukan range suhu gelatinisasi.

Pada tepung beras yang telah ditambah air pada suhu kamar,

granula pati belum ada yang pecah. Bentuknya bulat bergerombol dan

ukurannya kesil. Sedangkan yang ditambah air pada suhu 50°C, bentuknya

tetap bulat. Lebih banyak air yang diadsorbsi pada permukaan granula,

ukuran granula pun lebih besar. Pada suhu 65°C, lebih banyak air diadsorbsi

Page 19: Laporan Kimia Pangan ITP UNS SMT3 Karbohidrat

di permukaan granula, ikatan hidrogen antar polimer-polimer pati dalam

granula mungkin mulai melemah, warnanya mulai pudar, dan sedikit granula

mulai pecah. Beberapa amilosa mulai lepas dan berada di permukaan granula

sehingga struktur granula menjadi lebih terbuka. Pada suhu 80°C, granula pati

akan mencapai gelatinisasi optimum dan granula membengkak maksimal

menyebabkan rusaknya granula sehingga isinya keluar. Kondisi ini

disebabkan oleh ketidakmampuan struktur dan ikatan hidrogen untuk

mempertahankan polimer pati untuk tetap bersama-sama pati menunjukkan

peristiwa gelatinisasi.

Sehingga, dapat disimpulkan bahwa kisaran suhu gelatinisasi pada

pati tepung beras adalah suhu 65°C-80°C. Hasil percobaan ini telah sesuai

dengan teori menurut Juliano, (1972) dalam Masniawati (2012) yang

mengungkapkan bahwa suhu gelatinisasi ketan berkisar antara 58-78.5ºC,

sedangkan suhu gelatinisasi beras berkisar antara 58-79ºC. Suhu gelatinisasi

pati tapioka dan maizena berbeda karena dipengaruhi oleh jenis, sifat, dan

komponen yang terkandung dalam masing-masing bahan tersebut.

Granula pati beras memiliki ukuran paling kecil diantara pati-pati

yang umum diproduksi. Pati ini memiliki ukuran yang bervariasi dari 3µ-5µ.

Pati beras menyerupai pati gandum tetapi sedikit lebih seragam dan berbentuk

poligonal. Granula pati tepung beras akan menyerap air lebih cepat jika

dipanaskan sehingga ukuran granula pati akan mengembang karena menyerap

air. Semakin tinggi suhu, maka akan semakin banyak air yang diserap oleh

granula pati, sehingga ukurannya akan semakin besar. Hal ini sesuai dengan

pendapat Bastian (2011) yang menyatakan bahwa apabila granula pati

dipanaskan di dalam air, maka energi panas akan menyebabkan ikatan

hidrogen terputus, dan air masuk ke dalam granula pati. Air yang masuk

selanjutnya membentuk ikatan hidrogen dengan amilosa dan amilopektin.

Meresapnya air ke dalam granula menyebabkan terjadinya pembengkakan

granula pati. Ukuran granula akan meningkat sampai batas tertentu sebelum

akhirnya granula pati tersebut pecah. Pecahnya granula menyebabkan bagian

amilosa dan amilopektin berdifusi keluar. Proses masuknya air ke dalam pati

Page 20: Laporan Kimia Pangan ITP UNS SMT3 Karbohidrat

yang menyebabkan granula mengembang dan akhirnya pecah disebut dengan

gelatinisasi, sedangkan suhu dimana terjadinya gelatinisasi disebut dengan

suhu gelatinisasi.

Pati dalam jaringan tanaman mempunyai bentuk granula (butir)

yang berbeda. Amilosa dan amilopektin di dalam granula pati dihubungkan

dengan ikatan hidrogen. Apabila granula pati dipanaskan di dalam air, maka

energi panas akan menyebabkan ikatan hidrogen terputus, dan air masuk ke

dalam granula pati. Air yang masuk selanjutnya membentuk ikatan hidrogen

dengan amilosa dan amilopektin. Meresapnya air ke dalam granula

menyebabkan terjadinya pembengkakan granula pati. Ukuran granula akan

meningkat sampai batas tertentu sebelum akhirnya granula pati tersebut

pecah. Pecahnya granula menyebabkan bagian amilosa dan amilopektin

berdifusi keluar. Proses masuknya air ke dalam pati yang menyebabkan

granula mengembang dan akhirnya pecah disebut dengan gelatinisasi,

sedangkan suhu dimana terjadinya gelatinisasi disebut dengan suhu

gelatinisasi.

Menurut teori Harper (1981) dalam Masniawati (2012) mekanisme

terjadinya gelatinisasi dapat dibagi menjadi tiga tahapan. Pertama, granula

pati mulai berinteraksi dengan molekul air dan dengan peningkatan suhu

suspensi terjadilah pemutusan sebagian besar ikatan intermolekul pada kristal

amilosa. Kemudian pada tahap kedua terjadi pengembangan granula pati.

Tahap akhir adalah mulai berdifusinya molekul-molekul amilosa keluar dari

granula sebagai akibat dari meningkatnya suhu panas dan air yang berlebihan,

hal ini menyebabkan granula mengembang lebih lanjut. Proses gelatinisasi

terus terjadi sampai seluruh molekul amilosa terdifusi keluar granula dan

hanya menyisakan amilopektin.

Amilosa dan amilopektin merupakan komponen utama pati yang

berperan sebagai rangka struktur pati. Kedua molekul tersebut tersusun oleh

beberapa unit glukosa yang saling berikatan. Amilosa merupakan molekul

linier polisakarida dengan ikatan α-1,4 dengan derajat polimerasi (DP)

beberapa ratus unit glukosa, sedangkan amilopektin mempunyai struktur

Page 21: Laporan Kimia Pangan ITP UNS SMT3 Karbohidrat

amilosa pada rantai lurus dan juga memiliki konfigurasi bercabang yang

terdapat pada setiap 20-25 residu glukosa dengan ikatan α-1,6 (Whistler &

Daniel 1984, diacu dalam Munarso 2004).

Amilosa memiliki kemampuan untuk membentuk ikatan hidrogen

atau mengalami retrogradasi. Semakin banyak amilosa pada pati akan

membatasi pengembangan granula dan mempertahankan integritas granula.

Semakin tinggi kadar amilosa maka semakin kuat ikatan intramolekulnya.

Sifat amilosa yang penting jika dibandingkan dengan amilopektin adalah

amilosa lebih mudah keluar dari granula dan memiliki kemampuan untuk

mudah berasosiasi dengan sesamanya. Tingginya amilosa pada substitusi

tepung tapioka akan menghasilkan tekstur yang tinggi karena dilihat dari

bentuk rantai amilosa yang lurus atau terbuka maka amilosa memiliki luas

permukaan yang lebih besar sehingga memungkinkan untuk lebih banyak

menyerap atau mengikat air dan sifat binder yang dimiliki tepung tapioka

akan mengurangi kerapuhan sehingga lebih halus (Harijono dkk., 2000)

dalam (Lestari, 2008).

Amilopektin merupakan komponen pati yang membentuk

kristalinitas granula pati. Viskositas pasta amilopektin akan meningkat

apabila konsentrasinya dinaikkan (0-3%). Akan tetapi hubungan ini tidak

linier sehingga diperkirakan terjadi interaksi atau pengikatan secara acak

diantara molekul-molekul cabang (Ulyarti 1997). Amilopektin yang memiliki

rantai cabang lebih panjang memiliki kecendrungan yang kuat untuk

membentuk gel. Adanya amilopektin pada pati akan mengurangi

kecendrungan pati dalam membentuk gel.

Keuletan tepung beras yang tinggi pada saat pemanasan

mengakibatkan amilopektin akan mengembang yang menyebabkan lapisan

molekul pati lebih tipis sehingga rongga udara disekitarnya semakin besar

dan strukturnya makin renggang, akibatnya bangunan amilopektin kurang

kompak dan mudah dipatahkan (Harijono dkk., 2000). Winarno (2004) yang

menyebutkan bahwa kandungan amilopektin yang rendah akan menurunkan

kekentalan karena amilopektin yang tinggi dapat mengikat air sehingga

Page 22: Laporan Kimia Pangan ITP UNS SMT3 Karbohidrat

pembengkakan butir-butir pati terjadi lebih lambat, akibatnya suhu gelatinasi

lebih tinggi. Adanya amilopektin menyebabkan gel lebih tahan terhadap

kerusakan mekanik.

E. KESIMPULANKesimpulan yang didapatkan dari praktikum Kimia Pangan acara

Karbohidrat adalah :o Glukosa tidak stabil pada kondisi basa dan stabil pada kondisi asam dan

netral

o Sukrosa relatif stabil terhadap alkali sedangkan pada koondisi asam akan

mengalami hidrolisa.

o Uji benedict dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya gula reduksi pada

sampel

o Suhu gelatinisasi pada tepung tapioka berkisaran antara 50-650-

C

o Suhu gelatinisasi pada tepung beras berkisaran antara 65-800C

DAFTAR PUSTAKA

Page 23: Laporan Kimia Pangan ITP UNS SMT3 Karbohidrat

Aladesida, et.al. 2013. Cellulose Sources in the Eudrilid Earthworm, Eudrilus

Asif, H.M, et.al. 2011. Carbohydrates. International Research Journal of Biochemistry and Bioinformatics Vol. 1(1) pp. 001-005. Pakistan

Bastian, Februadi. 2011. Teknologi Pati dan Gula. Penerbit Universitas

Hassanuddin. Makasar.

Chummings, JH and AM Stephen. 2007. Carbohydrate Terminology and Classification. European Journal of Clinical Nutrition 61. Inggris

Dewi, Chandra, dkk. 2004. Produksi Gula Reduksi oleh Rhizopus oryzae dari substrat Bekatul. Bioteknologi 2 (1); 21-26. Surakarta

Eugeniae. Journal of Chemical, Biological and Physical Sciences Vol. 3 No. 3. Amerika Serikat

Herwati, Hany. 2012. Teknologi Proses Produksi Food Ingredient dari Tapioka Termodifikasi. Jurnal Litbang Pertanian 31 (2). Bogor

Kusnandar, Feri. 2011. Kimia Pangan : Komponen Makro. Dian Rakyat. Jakarta

Lehninger, Albert L. 1982. Dasar-Dasar Biokimia. Erlangga. Jakarta

Lestari, Desi W. 2008. Pengaruh Substitusi Tepung Tapioka Terhadap Tekstur dan Nilai Organoleptik Dodol Susu. Fakultas Peternakan, Universitas Brawijaya, Malang

Mcgilvery, R.W. dan G.W. Goldstein. 1996. Biokimia; Suatu Pendekatan Fungsional. Airlangga University Press. Surabaya

Munarso, S. Joni. 2004. Perubahan Sifat Fisikokimia dan Fungsional Tepung Beras Akibat Proses Modifikasi Ikat-Silang. J.Pascapanen 1(1) 2004: 22-28. Bogor.

Pine, Stanley. 1988. Kimia Organik 2 Terbitan Keempat. Penerbit ITB. Bandung

Poedjiadi, Anna dan F.M Titin Supriyanti. Dasar-Dasar Biokimia. UI-Press. Jakarta

Rasulu, Hamidin. 2012. Karakteristik Tepung Ubi Kayu Terfermentasi Sebagai Bahan Pembuatan Sagukasbi. Jurnal Teknologi Pertanian Vol. 13, No.1. Malang

Richana, Nur dan Titi Chandra Sunarti. 2004. Karakterisasi Sifat Fisikokimiatepung Umbi dan Tepung Pati dari Umbi Ganyong, Suweg, Ubikelapa dan Gembili. Jurnal Pasca Panen. Vol. 1. No. 1.

Soeharsono, 1978. Petunjuk Praktikum Biokimia. PAU Pangan dan Gizi, UGM Yogyakarta

Page 24: Laporan Kimia Pangan ITP UNS SMT3 Karbohidrat

Syahrir, S, dkk. 2011. POTENSI SENYAWA 1- DEOXYNOJIRIMYCIN UNTUK MELAMBATKAN HIDROLISIS BEBERAPA JENIS KARBOHIDRAT OLEH ENZIM RUMEN. JITP Vol. 1 No. 2 . Bogor.

Tranggono,dkk., 1987. Kimia Pangan. PAU Pangan dan Gizi. UGM, Yogyakarta.

Wilbraham, and Michael S. Matta. 1992. Pengantar Kimia Organik dan Hayati. ITB Press. Bandung

Winarno, F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta