Laporan Kasus Neuro 1
-
Upload
tickablingbling-alwaysshine-likeatenglarious -
Category
Documents
-
view
21 -
download
2
description
Transcript of Laporan Kasus Neuro 1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Meningoencephalitis merupakan salah satu penyakit infeksi yang disebabkan
beberapa mikroorganisme seperti virus, bakteri, parasit, jamur, dan riketsia. Angka
kesakitan dan kematian masih cukup banyak terutama di Negara-negara berkembang.
Gangguan ini berupa terjadinya penurunan kesadaran yang didahului tanda-tanda
gangguan neurologis dan infeksi akut maupun kronis.
Penularan kuman dapat terjadi secara kontak langsung
dengan penderita dan droplet infection yaitu terkena percikan
ludah, dahak, ingus, cairan bersin dan cairan tenggorok penderita.
Saluran nafas merupakan port d’entree utama pada penularan
penyakit ini. Bakteri-bakteri ini disebarkan pada orang lain melalui
pertukaran udara dari pernafasan dan sekresi-sekresi tenggorokan
yang masuk secara hematogen (melalui aliran darah) ke dalam
cairan serebrospinal dan memperbanyak diri didalamnya sehingga
menimbulkan peradangan pada selaput otak dan otak. Infeksi-infeksi
pada sistem saraf pusat menimbulkan masalah medis yang serius dan membutuhkan
pengenalan dan penanganan segera untuk memperkecil gejala sisa neurologis yang
serius dan memastikan kelangsungan hidup pasien.
Umur dan daya tahan tubuh sangat mempengaruhi terjadinya
meningitis. Penyakit ini lebih banyak ditemukan pada laki-laki
dibandingkan perempuan dan distribusi terlihat lebih nyata pada
bayi. Meningitis purulenta lebih sering terjadi pada bayi dan anak-
anak karena sistem kekebalan tubuh belum terbentuk sempurna.
Puncak insidensi kasus meningitis karena Haemophilus influenzae di
Negara berkembang adalah pada anak usia kurang dari 6 bulan,
sedangkan di Amerika Serikat terjadi pada anak usia 6-12 bulan.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Meningoencephalitis adalah peradangan yang terjadi pada encephalon dan meningens.
Nama lain dari meningoencephalitis adalag cerebromeningitis, encephalomeningitis, dan
meningocerebritis.
2.2. Struktur anatomi
Meninges
Sistem saraf pusat dikelilingi oleh lapisan pembungkus yaitu meninges, berfungsi sebagai
pelindung otak dan corda medulla dari kerusakan mekanis serta memberi suplai nutrisi pada
sel-sel saraf. Meninges dari luar ke dalam terdapat 3 lapisan yaitu duramater, arachnoidea,
dan piamater.
a. Duramater
Duramater melekat pada dinding tengkorak, membentuk periosteum. Pada duramater
dijumpai dua lipatan besar yang terdapat pada muka interna yaitu falx cerebri dan tentorium
cerebelli. Pertemuan dua lipatan tersebut membentuk protuberantia occipitalis interna fibrossa.
b. Arachnoidea
Arachnoidea merupakan membran lunak hampir transparan, terdapat diantara
duramater dan piamater, mempunyai trabekula sampai ke piamater. Piamater merupakan
2
membran tipis yang terdiri dari jaringan ikat dan pembuluh darah, berguna untuk menyuplai
nutrisi.Arachnoid dan piamater saling melekat dan seringkali dipandang sebagai satu
membrane yang disebut pia-arachnoid.
c. Piamater
lapisan piamater berhubungan erat dengan otak dan sum-sum tulang belakang. Mengikuti tiap
sulkus dan gyrus. Merupakan lapisan dengan banyak pembuluh darah dan dan terdiri jaringan
penyambung yang halus serta dilalui pembuluh darah yang memberi nutrisi pada jaringan
saraf. Astrosit susunan saraf pust mempunyai ujung-ujung yang berakhir sebagai end feet
dalam piameter untuk membentuk selaput pia-glia. Selaput ini berfungsi untuk mrncrgah
masuknya zat tertentu yang tak perlu kedalam ssp.
Encephalon
a. Cerebrum
Cerebrum terdiri dari dua hemispherium cerebri, merupakan bagian terbesar dari
encephalon. Kedua hemispherium cerebri dipisahkan oleh celah yang dalam yang
disebut fisura longitudinale.Cerebrum terdiri dari beberapa lobus sesuai letak tulang yang
berada di atasnya, yaitu lobus frontalis, lobus parietalis, lobus temporalis, dan lobus occipitalis
(Gambar 3), serta lobus pyriformis yang terletak di ventral. Hemispherium cerebri dipisahkan
dari cerebellum dengan adanya fissura transversa. Pada permukaan dorsal terdapat banyak
lipatan konveks yang disebut gyri. Gyri merupakan tonjolan-tonjolan yang dipisahkan oleh
parit-parit yang dinamakan fisura atausulki. b.Cerebellum Terletak diatas medula oblongata,
berbentuk oval. Terdiri atas vermis (di tengah), dua hemispherium di lateralis dipisahkan oleh
fissuresagital.c.BrainstemTerdiridari:
1) Medulla Oblongata : Pars posterior dari brainstem, bentukkerucut
2) Pons : Korpus ujung anterior dari medulla oblongata.
3) Pedenculli cerebri, permukaannya:
- Corpora quadrigemina : Corpus yang bulat berjumlah empat
-Thalamus : Corpus yang berbentuk oval
- Posterior hemispherium cerebrid.
Hipothalamus Diantara thalamus dan pedenculi cerebri. Berdekatan dengan :
- Corpusmammilaris
3
- Tubercinerium : bentukan ovaldiujunganteriorbrainstem - Chiasma nervi optici : berbentuk
X yang disusun oleh n. opticus dan tractus opticus.
Ventrikel dalam Encephalon:
a.Ventrikel lateral Terdiri atas ventrikel I dan II, terdapat di hemispherium cerebri. Berisi
corpus callosum, hippocampus, plexus choroideus, dan nucleus caudatus. Ventrikel lateral
dengan ventrikel III dihubungkan oleh foramen interventri cularis atau nama
lainnya foramenMonro.
b.Ventrikel III Mengelilingi thalamus kanan dan kiri. Berhubungan dengan ventrikel IV
melalui aquaductuscerebri.c.Ventrikel IV Diantara brainstem dan cerebellum. Di dorsal
medulla oblongata membentang ke anterior dan posterior.
4
3.MedullaSpinalis
- Medulla spinalis merupakan lanjutan dari batang otak (medulla oblongata). Medulla spinalis
juga diselubungimeninges
- Mengisi canalis vertebralis dr cervicalis I sampai lumbar V-VII (pada anjing) atau sacralis
III(padakucing) - Tersusun dari substansia grisea pada bagian tengah dan substansia alba pd
bagian perifer dan terdapat canalis centralis
2.3. Epidemiologi
Insidensi terjadi pada wanita dan pria sama dan dapat menyerang berbagai
kelompok usia. Namun angka kejadian meningoencephalitis lebih tinggi pada usia
anak-anak 0-14 tahun.
2.4. Etiologi
Meningosencephalitis dapat disebabkan oleh virus, bakteri, riketsia,
jamur, cacing dan protozoa. Penyebab paling sering adalah virus dan
bakteri. Istilah meningitis aseptic merujuk pada meningitis yang
disebabkan oleh virus tetapi terdapat kasus yang menunjukkan gambaran
yang sama yaitu pada meningitis yang disebabkan organisme lain (lyme
desease, sifilis, dan tuberkulosis). Infeksi para meningeal (abses otak,
abses epidural, dan venous sinus empyema), pajanan zat kimia (obat
NSAID, immunoglobulin intravena), kelainan autoimun dan penyakit
lainnya.
Meningioencephalitis yang disebabkan oleh bakteri berakibat lebih
fatal dibandingkan meningitis penyebab lain karena mekanisme
kerusakan dan gangguan otak yang disebabkan oleh bakteri maupun
produk bakteri lebih berat. Infectious Agent meningitis purulenta
mempunyai kecenderungan pada golongan umur tertentu, yaitu golongan
neonates paling banyak disebabkan oleh E.Coli, S.beta hemolitikus dan
Listeria monositogenes. Golongan umur dibawah 5 tahun (balita)
disebabkan oleh H.influenzae, Meningococcus dan Pneumococcus.
Golongan umur 5-20 tahun disebabkan oleh Haemophilus influenzae,
Neisseria meningitidis dan Streptococcus Pneumococcus, dan pada usia
5
dewasa (>20 tahun) disebabkan oleh Meningococcus, Pneumococcus,
Stafilocccus, Streptococcus dan Listeria.
Penyebab Meningosencephalitis serosa yang paling banyak
ditemukan adalah kuman Tuberculosis dan virus. Meningitis yang
disebabkan oleh virus mempunyai prognosis yang lebih baik, cenderung
jinak dan bisa sembuh sendiri. Penyebab meningitis virus yang paling
sering ditemukan yaitu Mumpsvirus, Echovirus, dan Coxsackie virus ,
sedangkan Herpes simplex , Herpes zooster, dan enterovirus jarang
menjadi penyebab meningitis aseptik(viral).
2.5. Patofisiologi
Meningosencephalitis pada umumnya sebagai akibat dari
penyebaran penyakit di organ atau jaringan tubuh yang lain. Virus /
bakteri menyebar secara hematogen sampai ke selaput otak, misalnya
pada penyakit Faringitis, Tonsilitis, Pneumonia, Bronchopneumonia dan
Endokarditis. Penyebaran bakteri/virus dapat pula secara
perkontinuitatum dari peradangan organ atau jaringan yang ada di dekat
selaput otak, misalnya Abses otak, Otitis Media, Mastoiditis, Trombosis
sinus kavernosus dan Sinusitis. Penyebaran kuman bisa juga terjadi akibat
trauma kepala dengan fraktur terbuka atau komplikasi bedah otak.23
Invasi kuman-kuman ke dalam ruang subaraknoid menyebabkan reaksi
radang pada pia dan araknoid, CSS (Cairan Serebrospinal) dan sistem
ventrikulus.24 Mula-mula pembuluh darah meningeal yang kecil dan
sedang mengalami hiperemi; dalam waktu yang sangat singkat terjadi
penyebaran sel-sel leukosit polimorfonuklear ke dalam ruang
subarakhnoid, kemudian terbentuk eksudat. Dalam beberapa hari terjadi
pembentukan limfosit dan histiosit dan dalam minggu kedua selsel
plasma. Eksudat yang terbentuk terdiri dari dua lapisan, bagian luar
mengandung leukosit polimorfonuklear dan fibrin sedangkan di lapisaan
dalam terdapat makrofag.24 Proses radang selain pada arteri juga terjadi
pada vena-vena di korteks dan dapat menyebabkan trombosis, infark
otak, edema otak dan degenerasi neuron neuron. Trombosis serta
6
organisasi eksudat perineural yang fibrino-purulen menyebabkan kelainan
kraniales. Pada Meningitis yang disebabkan oleh virus, cairan
serebrospinal tampak jernih dibandingkan Meningitis yang disebabkan
oleh bakteri.
2.6. Gejala Klinis
Adapun gejala-gejala yang mungkin timbul pada meningoencephalitis adalah :
a. Panas badan meningkat.
b. Sakit kepala.
c. Muntah-muntah lethargi.
d. Kaku kuduk apabila infeksi mengenai meningen.
e. Gelisah kadang disertai perubahan tingkah laku.
f. Gangguan penglihatan, pendengaran, bicara dan kejang.
2.7. Penegakan Diagnosis
Diagnosis ditegakkan dari anamnesis riwayat penyakit, pemeriksaan fisik hingga
pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan fisik yang dilakukan pada penderita
meningoencephalitis diantaranya :
Pemeriksaan Rangsangan Meningeal :
Pemeriksaan Kaku Kuduk
Pasien berbaring terlentang dan dilakukan pergerakan pasif berupa fleksi
dan
rotasi kepala. Tanda kaku kuduk positif (+) bila didapatkan kekakuan dan
tahanan
pada pergerakan fleksi kepala disertai rasa nyeri dan spasme otot. Dagu
tidak dapat
disentuhkan ke dada dan juga didapatkan tahanan pada hiperekstensi
dan rotasi
7
kepala.
Pemeriksaan Tanda Kernig
Pasien berbaring terlentang, tangan diangkat dan dilakukan fleksi pada
sendi
panggul kemudian ekstensi tungkai bawah pada sendi lutut sejauh
mengkin tanpa rasa
nyeri. Tanda Kernig positif (+) bila ekstensi sendi lutut tidak mencapai
sudut 135°
(kaki tidak dapat di ekstensikan sempurna) disertai spasme otot paha
biasanya diikuti
rasa nyeri.
Pemeriksaan Tanda Brudzinski I ( Brudzinski Leher)
Pasien berbaring terlentang dan pemeriksa meletakkan tangan kirinya
dibawah kepala dan tangan kanan diatas dada pasien kemudian dilakukan
fleksi
kepala dengan cepat kearah dada sejauh mungkin. Tanda Brudzinski I
positif (+) bila
pada pemeriksaan terjadi fleksi involunter pada leher.
Pemeriksaan Tanda Brudzinski II ( Brudzinski Kontra Lateral Tungkai)
Pasien berbaring terlentang dan dilakukan fleksi pasif paha pada sendi
panggul (seperti pada pemeriksaan Kernig). Tanda Brudzinski II positif (+)
bila pada
pemeriksaan terjadi fleksi involunter pada sendi panggul dan lutut
kontralateral.
Pemeriksaan Penunjang Meningitis
Pemeriksaan Pungsi Lumbal
8
Lumbal pungsi biasanya dilakukan untuk menganalisa jumlah sel dan
protein
cairan cerebrospinal, dengan syarat tidak ditemukan adanya peningkatan
tekanan
intrakranial.
a. Pada Meningitis Serosa terdapat tekanan yang bervariasi, cairan jernih,
sel
darah putih meningkat, glukosa dan protein normal, kultur (-).
b. Pada Meningitis Purulenta terdapat tekanan meningkat, cairan keruh,
jumlah
sel darah putih dan protein meningkat, glukosa menurun, kultur (+)
beberapa
jenis bakteri.
Pemeriksaan darah
Dilakukan pemeriksaan kadar hemoglobin, jumlah leukosit, Laju Endap
Darah (LED), kadar glukosa, kadar ureum, elektrolit dan kultur.
a. Pada Meningitis Serosa didapatkan peningkatan leukosit saja.
Disamping itu,
pada Meningitis Tuberkulosa didapatkan juga peningkatan LED.
b. Pada Meningitis Purulenta didapatkan peningkatan leukosit.
Pemeriksaan Radiologis
a. Pada Meningitis Serosa dilakukan foto dada, foto kepala, bila mungkin
dilakukan CT Scan.
b. Pada Meningitis Purulenta dilakukan foto kepala (periksa mastoid, sinus
paranasal, gigi geligi) dan foto dada.
2.8. Diagnosa Banding
Menigoencephalitis dapat didiagnosa banding dengan kejang demam,
meningitis, encephalitis.
2.9. Penatalaksanaan
9
Penatalaksanaan yang dilakukan pada ensefalitis antara lain :
a. Isolasi : isolasi bertujuan mengurangi stimuli/rangsangan dari luar dan sebagai tindakan
pencegahan.
b. Terapi antimikroba, sesuai hasil kultur. Obat yang mungkin dianjurkan oleh dokter :
Ampicillin : 200 mg/kgBB/24 jam, dibagi 4 dosis.
Kemicetin : 100 mg/kgBB/24 jam, dibagi 4 dosis.
Bila encephalitis disebabkan oleh virus (HSV), agen antiviral acyclovir secara signifikan
dapat menurunkan mortalitas dan morbiditas HSV encephalitis. Acyclovir diberikan secara
intravena dengan dosis 30 mg/kgBB per hari dan dilanjutkan selama 10-14 hari untuk
mencegah kekambuhan (Victor, 2001).
Untuk kemungkinan infeksi sekunder diberikan antibiotika secara polifragmasi.
c. Mengurangi meningkatnya tekanan intrakranial : manajemen edema otak
Mempertahankan hidrasi, monitor balans cairan : jenis dan jumlah cairan yang diberikan
tergantung keadaan anak.
Glukosa 20%, 10 ml intravena beberapa kali sehari disuntikkan dalam pipa giving set untuk
menghilangkan edema otak.
Kortikosteroid intramuscular atau intravena dapat juga digunakan untuk menghilangkan
edema otak.
d. Mengontrol kejang : Obat antikonvulsif diberikan segera untuk memberantas kejang.
Obat yang diberikan ialah valium dan atau luminal.
Valium dapat diberikan dengan dosis 0,3-0,5 mg/kgBB/kali.
Bila 15 menit belum teratasi/kejang lagi bia diulang dengan dosis yang sama.
Jika sudah diberikan 2 kali dan 15 menit lagi masih kejang, berikan valium drip dengan dosis
5 mg/kgBB/24 jam.
10
e. Mempertahankan ventilasi : Bebaskan jalan nafas, berikan O2 sesuai kebutuhan
(2-3l/menit).
f. Penatalaksanaan shock septik.
g. Mengontrol perubahan suhu lingkungan.
h. Untuk mengatasi hiperpireksia, diberikan kompres pada permukaan tubuh yang
mempunyai pembuluh besar, misalnya pada kiri dan kanan leher, ketiak, selangkangan,
daerah proksimal betis dan di atas kepala. Sebagai hibernasi dapat diberikan largaktil 2
mg/kgBB/hari dan phenergan 4 mg/kgBB/hari secara intravena atau intramuscular dibagi
dalam 3 kali pemberian. Dapat juga diberikan antipiretikum seperti asetosal atau parasetamol
bila keadaan telah memungkinkan pemberian obat per oral (Hassan, 1997).
2.10. Prognosis
Prognosis meningoencephalitis sangat buruk, mengingat infeksi yang sudah mengenai
selaput otak dan bagian otak. Kematian merupakan komplikasi terbanyak.
BAB III
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama/ No MR : Tn. H / 078563
Umur : 21 tahun
Suku : Ocu
Alamat : Ait tiris
Tgl Masuk : 13/09/2015. Jam 13.00 wib
11
ANAMNESIS (Alloanamnesis)
KU : Penurunan kesadaran
RPS :
Keluarga pasien mengeluhkan pasien tidak sadarkan diri 1 hari smrs. 1 hari smrs
dikatakan pasien pernah meracau-racau tidak jelas, namun masih mengenali anggota
keluarga. 2 hari smrs menurut penjelasan keluarga pasien pernah mengalami sakit
kepala hebat yang berdenyut-denyut, demam, dan mual muntah. Riwayat trauma tidak
ada.
RPD :
Tidak pernah mengeluhkan keluhan yang sama sebelumnya, Riwayat DM (-),
hipertensi (-), asma (-), alergi (-), riwayat demam tinggi, riwayat batuk pilek, riwayat
trauma, riwayat mencret maupun muntah lama tidak di ketahui keluarga.
RPK : Tidak ada keluarga dengan keluhan yang sama dengan pasien.
Riwayat Pribadi dan sosial :
Pasien bekerja sebagai buruh bangunan dan buruh tani. Merokok (+), minum alkohol (+),
mengkonsumsi obat terlarang (-), tattoo (+) setelah tamat pendidikan SMP. Pasien sering
keluar malam dengan teman-temannya hingga larut malam.
A. PEMERIKSAAN FISIK
I. Pemeriksaan Umum
Keadaan umum : Tampak sakit berat
Kesadaran : Coma
Tanda Vital
12
- Tekanan darah : 150/80 mmHg
- Frekuensi nadi : 131 x/menit, ireguler.
- Frekuensi Pernafasan : 38 x/menit
- Suhu : 40,3 oC
Kepala
Mata : Seklera tidak kuning, konjungtiva pucat (+), refleks pupil +/+.
Hidung : Sekret tidak ada, deviasi septum tidak ada.
Mulut : Bibir kering (+).
Telinga : dbn
Leher : spasme otot-otot leher (+) otot bahu (-), nyeri (-)
Kelenjar Getah Bening
- Leher : tidak ada pembesaran
- Aksila : tidak ada pembesaran
- Inguinal : tidak ada pembesaran
Thoraks
a. Paru-paru
Inspeksi : Gerakan dinding dada simetris, retraksi sela iga tidak ada.
Palpasi : Fremitus suara +/+, simetris kanan dan kiri.
Perkusi : Sonor kedua lapang paru.
Auskultasi : Suara nafas vesikuler, Ronkhi tidak ada, wheezing tidak ada.
b. Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat.
13
Palpasi : Ictus cordis teraba. Thrill tidak ada.
Perkusi :
- Batas jantung kanan: SIC IV linea parasternalis dekstra.
- Batas jantung kiri : SIC V 1 jari medio linea midclavicula sinistra.
Auskultasi : Bunyi jantung I & II, reguler, gallop tidak ada, Murmur tidak ada.
Abdomen
Inspeksi : Bentuk datar, ascites tidak ada.
Auskultasi : Bising usus positif.
Palpasi : Tidak ada pembesaran hepar dan lien, turgor kulit kembali cepat.
Perkusi : Timpani.
Ekstremitas
Superior : Akral hangat, edema tidak ada, sianosis tidak ada, tidak ada
kelemahan.
Inferior : Akral hangat, edema tidak ada, sianosis tidak ada. Tidak ada
kelemahan tungkai.
II. Status Neurologis
A. Tanda Rangsang Selaput Otak:
Kaku Kuduk : Positif
Brudzinski I : Positif
Brudzinski II : Positif
Kernig Sign : Positif
B. Tanda Peningkatan Tekanan intrakranial:
Pupil : Isokor
14
Refleks cahaya : +/+
C. Pemeriksaan Saraf Kranial:
N.II (N. Optikus)
Penglihatan Kanan Kiri
Tajam penglihatan Tidak dinilai Tidak dinilai
Lapang pandang Tidak dinilai Tidak dinilai
Melihat warna Tidak dinilai Tidak dinilai
Funduskopi Tidak dinilai Tidak dinilai
N.III (N. Okulomotorius)
Kanan Kiri
Bola mata Normal Normal
Ptosis Tidak dinilai Tidak dinilai
Gerakan bulbus Doll eyes (+) Doll eyes (+)
Strabismus Tidak dinilai Tidak dinilai
Nistagmus Tidak dinilai Tidak dinilai
Ekso/Endophtalmus Tidak dinilai Tidak dinilai
Pupil :
Bentuk
Refleks cahaya
Normal Normal
15
Rrefleks akomodasi
Refleks konvergensi
Positif
Normal
Normal
Positif
Normal
Normal
N. IV (N. Trochlearis)
Kanan Kiri
Gerakan mata ke bawah Negatif Negatif
Sikap bulbus Tidak dinilai Tidak dinilai
Diplopia Tidak dinilai Tidak dinilai
N. V (N. Trigeminus)
Kanan Kiri
Motorik :
Membuka mulut
Menggerakkan rahang
Menggigit
Mengunyah
Negatif Negatif
Sensorik :
Divisi Optalmika
Refleks kornea
Sensibilitas
Divisi Maksila
Refleks masseter
Sensibilitas
Divisi Mandibula
Ada (lemah)
Ada (lemah)
Ada (lemah)
Ada (lemah)
16
Sensibilitas
tidak dinilai Tidak dinilai
N. VI (N. Abduscen)
Kanan Kiri
Gerakan mata lateral Doll eyes (+) Doll eyes (+)
Sikap bulbus Tidak dinilai Tidak dinilai
Diplopia Tidak dinilai Tidak dinilai
N. VII (N. Facialis)
Kanan Kiri
Raut wajah Negatif Negatif
Sekresi air mata Negatif Negatif
Fisura palpebra Tidak dinilai Tidak dinilai
Menggerakkan dahi Tidak dinilai Tidak dinilai
Menutup mata Tidak dinilai Tidak dinilai
Mencibir/bersiul Tidak dinilai Tidak dinilai
Memperlihatkan gigi Tidak dinilai Tidak dinilai
Sensasi lidah 2/3 depan Tidak dinilai Tidak dinilai
Hiperakusis Tidak dinilai Tidak dinilai
17
N. VIII (N. Vestibulocochlearis)
Kanan Kiri
Suara berbisik Tidak dinilai Tidak dinilai
Detik arloji Tidak dinilai Tidak dinilai
Renne test Tidak dinilai Tidak dinilai
Scwabach test Tidak dinilai Tidak dinilai
Webber test :
Memanjang
Memendek
Tidak dinilai
Tidak dinilai
Tidak dinilai
Tidak dinilai
Tidak dinilai
Tidak dinilai
Nistagmus :
Pendular
Vertikal
Siklikal
Tidak dinilai Tidak dinilai
Pengaruh posisi kepala Tidak dinilai Tidak dinilai
N. IX (N. Glossopharingeus)
Kanan Kiri
Sensasi lidah 1/3 belakang Tidak dinilai Tidak dinilai
Refleks muntah/Gag reflek Tidak dinilai Tidak dinilai
N. X (N. Vagus)
Kanan Kiri
Arkus faring Tidak dinilai Tidak dinilai
18
Uvula Tidak dinilai Tidak dinilai
Menelan Tidak dinilai Tidak dinilai
Artikulasi Tidak dinilai Tidak dinilai
Suara Tidak dinilai Tidak dinilai
Nadi Tidak dinilai Tidak dinilai
N. XI (N. Assesorius)
Kanan Kiri
Menoleh ke kanan Tidak dinilai Tidak dinilai
Menoleh ke kiri Tidak dinilai Tidak dinilai
Mengangkat bahu ke kanan Tidak dinilai Tidak dinilai
Mengangkat bahu ke kiri Tidak dinilai Tidak dinilai
N. XII (N. Hipoglossus)
Kanan Kiri
Kedudukan lidah di
dalam
Tidak dinilai Tidak dinilai
Kedudukan lidah
dijulurkan
Tidak dinilai Tidak dinilai
Tremor Tidak dinilai Tidak dinilai
Fasikulasi Tidak dinilai Tidak dinilai
19
Atrofi Tidak dinilai Tidak dinilai
D. Pemeriksaan Koordinasi
Cara berjalan Tidak dinilai Tidak dinilai
Romberg test Tidak dinilai Tidak dinilai
Ataksia Tidak dinilai Tidak dinilai
Rebound phenomen Tidak dinilai Tidak dinilai
Tes tumit-lutut Tidak dinilai Tidak dinilai
E. Pemeriksaan Fungsi Motorik
A. Berdiri dan Berjalan Kanan Kiri
Gerakan spontan Tidak dinilai Tidak dinilai
Tremor Tidak dinilai Tidak dinilai
Atetosis Tidak dinilai Tidak dinilai
Mioklonik Tidak dinilai Tidak dinilai
Khorea Tidak dinilai Tidak dinilai
Ekstremitas Superior Inferior
Kanan Kiri Kanan Kiri
Gerakan Negatif Negatif Negatif Negatif
Kekuatan 1111 1111 1111 1111
20
Trofi Tidak dinilai Tidak dinilai Tidak dinilai Tidak dinilai
Tonus Tidak dinilai Tidak dinilai Tidak dinilai Tidak dinilai
F. Pemeriksaan Sensibilitas
Sensibilitas taktil Tidak dinilai
Sensibilitas nyeri Tidak dinilai
Sensibilitas termis Tidak dinilai
Sensibilitas kortikal Tidak dinilai
Stereognosis Tidak dinilai
Pengenalan 2 titik Tidak dilakukan
Pengenalan rabaan Tidak dilakukan
G. Sistem Refleks
Refleks Fisiologis Kanan Kiri
Kornea Ada (lemah) Ada (lemah)
Berbangkis Tidak dinilai Tidak dinilai
Laring Tidak dinilai Tidak dinilai
Masseter Negatif Negatif
Dinding perut
Atas Normal Normal
Bawah Normal Normal
Tengah Normal Normal
Biseps Normal Normal
21
Triseps Normal Normal
APR Normal Normal
KPR Normal Normal
Bulbokavernosus - -
Kremaster -
Sfingter Normal
Refleks Patologis Kanan Kiri
Lengan
Hoffman-Tromner Negatif Negatif
Tungkai
Babinski Negatif Negatif
Chaddoks Negatif Negatif
Oppenheim N Negatif Negatif
Gordon Negatif Negatif
Schaeffer Negatif Negatif
Klonus kaki Negatif Negatif
3. Fungsi Otonom
Miksi : Normal
Defekasi : Normal
Sekresi keringat : Normal
4. Fungsi Luhur
22
Kesadaran Tanda Demensia
Reaksi bicara Tidak dinilai Reflek glabella Tidak ada
Fungsi intelek Tidak dinilai Reflek snout Tidak ada
Reaksi emosi Tidak dinilai Reflek menghisap Tidak ada
Reflek memegang Tidak ada
Refleks palmomental Tidak ada
B. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pemeriksaan darah lengkap
Hb : 12.4 gr (13-18)
Leukosit : 22.4 mm3 (5-11)
Hematocrit : 33% (37-47)
Trombosit : 164 mm3 (150-450)
Fungsi hati
SGOT : 15 UL (normal : <40)
SGPT : 11 UL (normal : <42)
HbsAg : Negatif
Fungsi ginjal
Creatin : 0,7 mg/dl (0,5-1.4)
Ureum : 30 mg/dl (10-50)
Diabetes
Glukosa darah sewaktu : 169 mg/dl
Urin rutin
23
Warna : kuning pekat (n : jernih – kuning)
Berat jenis : 1.020 (n : 1,020-1,030)
Ph : 5 (n : 6.8-8.0)
Leukosit : 1+ (n : negatif)
Nitrit : positif (n : negatif)
Protein : 2+ (n : negatif)
Glukosa : 1+ (n: negatif)
Keton : 2+ (n: negatif)
Urobilonogen : 3+ (n : negatif)
Bilirubin : positif (n: negatif)
Darah : 4+ (n : negatif)
Sedimen Urin
Eritrosit : 10-15 LPB (0-5)
Leukosit : 1-3 LPB (0-5)
Epithel : 1-3 LPB (0-5)
Kristal : negatif (n : negatif)
Candida : negatif (n : negatif)
Bakteri Urin : Positif
C. MASALAH
Diagnosis
Diagnosis Klinis : Meningoensefalitis
Diagnosis Topik : terjadinya inflamasi karena proses infeksi pada
meningens dan encephalon yang mengakibatkan penurunan fungsi sistem
neurologi.
24
Diagnosis Etiologi : Proses inflamasi
Diagnosis Sekunder : -
RENCANA PEMERIKSAAN PENUNJANG
- Foto thorax
- Lumbal fungsi
TERAPI
Terapi awal :
IVFD RL loading 500 cc 20 tpm
Drip fenitoin 1 ampul/500 mg dalam Nacl 0,6% 100cc 10 tpm
Injeksi Diazepam 10 mg
Injeksi Ceftriaxone 1 gr / 12 jam
Injeksi asam traneksamat 500 mg
Injeksi citicoline 500 mg / 12 jam
Injeksi omeprazole 40 mg / 12 jam
Injeksi mavikel 100 mg / 6 jam
Pemasangan nasogastrictube
Pemasangan catheter
Medikamentosa :
Injeksi Ceftriaxone 1 gr / 12 jam
Injeksi asam traneksamat 500 mg
Injeksi citicoline 500 mg / 12 jam
Injeksi omeprazole 40 mg / 12 jam
Injeksi mavikel 100 mg / 6 jam
Paracetamol infus 500 mg / 8 jam
PROGNOSIS
Quo ad vitam : Dubia ad malam
Quo ad functionam : Dubia ad malam
Quo Ad Sanationam : Dubia
25
BAB IV
PEMBAHASAN
Telah dilaporkan seorang pasien, perempuan usia 21 tahun dengan keluhan utama
penurunan kesadaran sejak 1 hari SMRS.
Diagnosis meningoencephalitis
Meningoencephalitis adalah peradangan yang terjadi pada encephalon dan meningens.
Nama lain dari meningoencephalitis adalag cerebromeningitis, encephalomeningitis, dan
meningocerebritis.
26
Meskipun penyebabnya berbeda-beda, gejala klinis ensefalitis lebih kurang sama dan khas,
sehingga dapat digunakan sebagai kriteria diagnosis. Secara umum,gejala berupa trias
ensepalitis yang terdiri dari demam, kejang dan kesadaran menurun, sakit kepala, kadang
disertai kaku kuduk apabila infeksi mengenai meningen,dapat terjadi gangguan pendengaran
dan penglihatan. (Mansjoer,2000).
Adapun tanda dan gejala ensefalitis sebagai berikut :
1. Suhu yang mendadak naik,seringkali ditemukan hiperpireksia
2. Kesadaran dengan cepat menurun
3. Muntah
4. Kejang- kejang yang dapat bersifat umum, fokal atau twiching saja (kejang-kejang di
muka)
5. Gejala-gejala serebrum lain, yang dapat timbul sendiri-sendiri atau bersama-sama, misal
paresis atau paralisis, afasia, dan sebagainya (hassan,1997).
Inti dari sindrom ensefalitis adalah adanya demam akut, demam kombinasi tanda dan
gejala : kejang, delirium, bingung, stupor atau koma, aphasia hemiparesis dengan asimetri
refleks tendon dan tanda babinski, gerakan infolunter, ataxia, nystagmus, kelemahan otot-otot
wajah.
Pemeriksaan penunjang :
Secara klinik dapat di diagnosis dengan menemukan gejala klinik tersebut diatas:
1. Biakan : dari darah : viremia berlangsung hanya sebentar saja sehingga sukar untuk
mendapatkan hasil yang positif. Dari likuor atau jaringan otak. Akan dapat gambaran jenis
kuman dan sensitivitas terhadap antibiotika.
2. Pemeriksaan serologis : uji fiksasi komplemen, uji inhibisi henaglutinasi dan uji
teutralisasi. Pada pemeriksaan serologis dapat diketahui reaksi antibodi tubuh, IgM dapat
dijumpai pada awal gejala penyakit timbul.
27
3. Pemeriksaan darah : terjadi peningkatan leukosit.
4. Fungsi lumbal likuor serebospinalis sering dalam batas normal. Kadang- kadang
ditemukan sedikit peningkatan jumlah sel, kadar protein atau glukosa.
5. EEG / Electroencephalography EEG sering menunjukan aktivitas listrik yang merendah
sesuai dengan kesadaran yang menurun, adanya kejang,koma,tumor,infeksi sistem saraf,
bekuan darah, abses, jaringan parut otak, dapat menyebabkan aktivitas listrik berbeda dari
pola normal irama dan kecepatan. (Smeltzer,2002).
6. CT Scan, pemeriksaan CT Scan otak sering kali di dapat hasil normal, tetapi bisa juga
didapat hasil edema diffuse.
DAFTAR PUSTAKA
1. Ropper AH, Samuels MA (2009). Bell's palsy section of Diseases of the cranial
nerves. In Adams and Victor's Principles of Neurology, 9th ed., pp. 1330-1331. New
York: McGraw-Hill.
2. Mardjono, M. Sidharta, P. Nervus Fasialis dan Patologinya. Neurologi Klinis Dasar,
5th ed. Jakarta : PT Dian Rakyat, 2005. 159-163.
3. Razonables R.R. 2005. Meningitis. Division of Infectious Diseases Department o
Medicine.Mayo Clinic College of Medicine. www.emedicine.com/med/topic2613.htm
4. Mardjono. Mahar. Neurologi klinis dasar. Dian rakyat. 2010.
5. Lumbantobing. S,M. neurologi klinik pemeriksaan fisik dan mental. 2001
28
29