LAPORAN KASUS Mila Dan Odang

32
LAPORAN KASUS SKIZOAFEKTIF TIPE DEPRESIF DISUSUN OLEH : Melda Khairunisa, S.Ked Nurjamilatunnisa, S.Ked PEMBIMBING : Dr. Agung Frijanto. Sp.KJ KEPANITERAAN ILMU KEDOKTERAN JIWA RUMAH SAKIT JIWA ISLAM KLENDER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN 2015

description

lap

Transcript of LAPORAN KASUS Mila Dan Odang

Page 1: LAPORAN KASUS Mila Dan Odang

LAPORAN KASUS

SKIZOAFEKTIF TIPE DEPRESIF

DISUSUN OLEH :

Melda Khairunisa, S.Ked

Nurjamilatunnisa, S.Ked

PEMBIMBING :

Dr. Agung Frijanto. Sp.KJ

KEPANITERAAN ILMU KEDOKTERAN JIWA

RUMAH SAKIT JIWA ISLAM KLENDER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN

2015

Page 2: LAPORAN KASUS Mila Dan Odang

KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah SWT karena hanya dengan kekuasaan dan kehendak-Nya

tugas laporan kasus ini dapat terlaksana dan terselesaikan pada waktunya. Shalawat serta

salam juga penulis haturkan ke junjungan besar Nabi Muhammad SAW yang telah membawa

umat manusia dari zaman Jahilliyah menuju zaman yang penuh cahaya bagi umat yang

bertaqwa kepada-Nya.

Tugas Presentasi kasus yang berjudul “Skizoafektif tipe depresi” ini saya buat dengan

tujuan untuk memenuhi tugas kepaniteraan di stase Psikiatri di RS Jiwa Klender. Dan juga

agar dapat secara utuh tercipta hubungan yang harmonis antara antara ilmu teoritis yang saya

dapat dengan aplikasi nyata dalam praktek klinis kehidupan sehari-hari.

Rasa terima kasih yang begitu dalam ingin saya sampaikan kepada pembimbing

kami, Dr. Agung Frijanto. Sp.KJ, yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk

memberikan bimbingan selama kami bertugas di RSIJ Klender. Selain itu, karena telah

memberikan tauladan serta nasehat moral yang begitu berharga kepada kami selama ini.

Saya menyadari ketidaksempurnaan Tugas Laporan kasus ini.. Untuk itu saya sangat

mengharapkan saran, kritik, dan koreksi untuk perbaikan. Semoga Laporan kasus ini dapat

bermanfaat bagi kita semua.

Jakarta, Oktober 2015

Penulis

Page 3: LAPORAN KASUS Mila Dan Odang

BAB I

STATUS PSIKIATRI

I. IDENTITAS

Nama : Ny.UA

Usia : 40 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Alamat : Pondok Labu

Masuk RS : 15 September 2015

Dokter : dr. H.M.Muadz, Sp.KJ

Status : Janda Hidup

II. ANAMNESIS

Berdasarkan:

– Autoanamnesis: Tanggal 17 September 2015

Merasa sedih dan murung sejak 2 minggu yang lalu.

– Alloanamnesis: Tanggal 17 September 2015 ( tante pasien)

← Keluhan utama: Pasien tidak mau makan sejak 1 minggu yang lalu.

Riwayat Psikiatri

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang ke Poli Jiwa RS Jiwa Islam Bunga Rampai diantar oleh tante

pasien dengan keluhan sering berbicara sendiri sejak 2 hari yang lalu SMRS. Menurut

keterangan tantenya pasien mengalami perubahan sikap menjadi sedikit bicara, bicaranya

menjadi kacau, pasien gelisah, menangis sendiri, terlihat kebingungan dan sering

mengurung diri di kamar dan tidak mau makan. Tante pasien mengatakan pasien sering

1

Page 4: LAPORAN KASUS Mila Dan Odang

bercerita kalua ada yang membisikan sesuatu ketelinga nya dan terkadang pasien juga

melihat sesuatu yang membuat pasien tertawa sendiri.

Menurut keterangan pasien, sejak 2 minggu SMRS sering merasa sedih dan murung.

Pasien mengatakan bahwa ia merasa kehilangan kontak dengan adik kandung nya no. 3

yang berada di luar negri . Pasien sering melihat adiknya berada dirumah . pasien

terkadang juga sering mendengar adiknya berbisik sesuatu ke kupingnya, tetapi bisikan

tersebut tidak mentyuruh pasien untuk melakukan apapun. Pasien juga kadang sering

melihat kursi bergerak sendri dan seperti ada tulisan Allah di kursi tersebut. Pasien juga

merasa bahwa dirinya bisa membaca pikiran orang lain dan orang lain bisa membaca

pikiran nya. Pasien juga mengatakan sulit tidur.

Pada saat dilakukan wawancara pasien terlihat tenang dan pasien mengatakan sudah

tidak lagi melihat bayangan adiknya di sekitarnya. Bisikan-bisikan sudah jarang didengar

oleh pasien . Pasien dapat menjawab pertanyaan dengan baik dan menjawab pertanyaan

sesuai dengan apa yang ditanyakan. Pada saat wawancara pasien terlihat tenang. Pada saat

wawancara pasien lebih sering bercerita tentang adiknya dan menceritakan tentang kuliah

nya yang tidak selesai dikarenakan pasien sakit.

← Riwayat Penyakit Dahulu :

← Menurut keterangan keluarga pasien, pasien pernah masuk rumah sakit jiwa,

tahun 2014. Pada saat itu pasien terlihat ada perubahan pada pasien menjadi lebih

pemurung dan tidak mau makan, pasien mulai melihat bayangan-bayangan yang

membuat pasien tidak mau makan dan mengurung diri di kamar. Keluarga pasien

mengatakan perubahan yang terjadi pada pasien di awali pada saat terjadi perselisihan

antara ibu dan ayah pasien, ayah pasien mempunyai wanita simpanan lain, dan pasien

pun merasa iba dengan ibunya dan nasib adik-adiknya. Kondisi pasien yang sebelum

nya adalah seorang yang periang berubah menjadi orang yang pemurung dan suka

menyendiri, hal ini makin diperparah dengan di keluarkan nya pasien dari fakultas

kedokteran gigi yang dikarenakan pasien sering bolos kuliah dan masalah perceraian

nya dengan suami nya, yang dikarenakan masalah kekerasan dalam rumah tangga.

← Menurut keterangan Pasien, ia pernah dirawat pada tahun 2014 dengan keluhan yang

sama dengan sekarang, pasien sering mellihat bayangan adiknya yang bekerja diluar

2

Page 5: LAPORAN KASUS Mila Dan Odang

negri berada di rumah. Pasien merasa kehilangan kontak dengan adiknya. Pasien juga

suka merasa sedih, murung dan menarik diri dari oranglain.

← sejak saat itu, pasien tidak pernah kontrol lagi ke rumah sakit jiwa .

dan pasien terlihat berbicara sendiri dan sering mengurung diri.

Riwayat Pribadi

o Masa Prenatal

Pasien merupakan anak ketiga dari lima bersaudara. Lahir cukup bulan, lahir di bidan,

tidak ada masalah saat persalinannya.

o Masa kanak-kanak dini (0-3 tahun)

Menurut pasien, saat usia ini pasien seperti anak seusianya. Tidak pernah ada riwayat

kejang ataupun sakit sampai dirawat. Makan teratur, pasien diberikan ASI sampai usia

1 tahun. Bicara lancar saat usianya mencapai 1,5 tahun, tidak cadel. Senang bermain

dengan mainan yang baru. Tidak pernah merusak mainannya.

o Masa kanak-kanak pertengahan (4-11 tahun)

Pasien mulai masuk sekolah dasar saat usianya7 tahun. Pasien mengaku menyelesaikan

sekolah nya sebisanya saja.

o Masa pubertas

o Hubungan sosial

Menurut pasien Hubungan pasien dengan kedua orangtua dan saudara nya cukup baik,

tetapi menurut tante pasien, pasien kurang terbuka dengan kedua orangtua nya.

o Riwayat pendidikan

Pasien melakukan pendidikan formal dari mulai SD, SMP, SMA, hingga masuk ke

fakultas kedokteran gigi, dan kemudian pindah ke fakultas sastra inggris yang

dikarenakan pasien tidak mengikuti kuliah dengan baik.

o Riwayat psikoseksual

Pasien tidak pernah memiliki gangguan dalam riwayat psikoseksual

o Masa Dewasa

o Riwayat Pekerjaaan

pasien hanya membantu tante nya di TK milik tante nya.

3

Page 6: LAPORAN KASUS Mila Dan Odang

o Riwayat perkawinan

Pasien menikah pada usia 20 tahun, dan cerai pada tahun 2007. Pasien memiliki 1

anak perempuan yang saat ini sedang duduk di bangku sekolah dasar.

o Agama

Pasien beragama islam dengan pendidikan agama pasien yang didapat dari pendidikan

formal dan non formal seperti sekolah mengaji Sikap pasien terhadap agama baik

dengan selalu menjalankan sholat 5 waktu.

o Aktivitas sosial

Pasien membantu di TK dan pasieb juga mengikuti kegiatan pengajian di dekat rumah.

o Riwayat pelanggaran hukum

Pasien tidak pernah melakukan tindakan-tindakan yang melanggar hukum.

A. Riwayat Keluarga

Pasien merupakan anak ke 1 dari 6 bersaudara. Pasien tinggal bersama kedua orang

tua nya, dan bersama anak laki-laki yang masih duduk di bangku SMP, tetapi

terkadang pasien tinggal bersama tante nya.

4

= Laki-laki

= perempuan

= pasien

= Keluarga yang mengidap skizofrenia

Page 7: LAPORAN KASUS Mila Dan Odang

III. PEMERIKSAAN MENTAL

Gambaran Umum

Penampilan

Pasien adalah perempuan 46 tahun dengan tinggi badan sekitar 155 cm dan berat

badan sekitar 45 kg. Pasien berambut pendek, hitam , lurus dan terlihat cukup

rapih. Kulit sawo matang. Pasien terlihat sesuai dengan usianya. Pada saat

diwawancara pasien menggunakan kaos berlengan pendek berwarna pink dengan

celana panjang berwana coklat , menggunakan sandal jepit, tidak berdandan, namun

tampak merawat diri.

Perilaku dan aktivitas psikomotor

Selama wawancara pasien duduk di kursi dan berhadapan dengan pemeriksa.

Selama wawancara pasien hanya duduk saja, pasien tidak nampak tegang pada

saat wawancara, pasien tampak tenang, tatapan kontak mata dengan pemeriksa

baik. Pasien dapat menjawab pertanyaan dengan baik, dan menjawab sesuai

dengan apa yang ditanyakan.

Mood dan Afek

← Mood : hipotomik

← Afek : luas

← Keserasian : tidak serasi

Bicara

← Volume : jelas

← Irama : Monoton

← Kelancaran : lancar

Kecepatan : baik

Gangguan Persepsi

← Halusinasi :

– Auditorik: “mendengar bisikan dari adik kandungnya yang sedang belajar di

luar negri”

– Visual: “terkadang pasien melihat adik kandung nya berada disekitar rumah.

Pasien merasa tidak bisa keluar apabila pasien dirumah, dikarenakan pasien

merasa pintu rumah selalu tertutup”

– Taktil: Tidak ada

5

Page 8: LAPORAN KASUS Mila Dan Odang

– Olfaktorik: Tidak ada

← Ilusi : ada “ melihat kursi seperti ada tulisan allah”

← Depersonalisasi: Tidak ada

← Derealisasi : Tidak ada

Pikiran

← Produktivitas: Normal

← Kontinuitas

– Flight of ideas: Tidak ada

– Blocking : Tidak ada

– Asosiasi longgar: Tidak ada

– Inkoherensi: Tidak ada

– Word salad: Tidak ada

– Neologisme: Tidak ada

– Sirkumstansial: Tidak ada

– Tangensialitas: Tidak ada

← Isi pikiran

– Ide rekuren tentang bunuh diri dan pembunuhan (-)

– Gangguan isi pikir

← Waham

– Waham sistematik : Tidak ada

– Waham Bizzare: Tidak ada

– Waham nihilistic:tidak ada

– Waham paranoid : tidak ada

– Waham Dikendalikan : tidak ada

– Waham cemburu : pernah ada

← Obsesi : tidak ada

← Kompulsi : tidak ada

← Fobia : tidak ada

Sensorium dan Kognitif

← Kesadaran : Compos mentis

← Orientasi

6

Page 9: LAPORAN KASUS Mila Dan Odang

– Waktu : baik (Dapat menyebutkan hari dan tanggal, mengetahui waktu

wawancara dilakukan siang hari)

– Tempat : Baik (Pasien mengetahui bahwa dirinya berada di RS Jiwa

Klender, dan pasien mengetahui jalan pulang ke rumahnya. Pasien juga

mengetahui kamar bangsalnya, kamar perawat dan kamar mandi)

– Orang : Baik (Pasien mengetahui bahwa pemeriksa adalah dokter muda, dan

mampu menyebut orang yang ditunjuk, seperti suster, serta pasien sekitarnya)

← Daya ingat

– Jangka pendek: Baik (Pasiendapat mengingat 3 benda dan dapat

mengulangnya kembali setelah 5 menit diajak bicara)

– Jangka panjang: Baik (Pasien mengingat nama bapak, ibu, serta saudaranya)

– Segera : Baik

← Konsentrasi : terganggu

← Visospasial : Baik ( Pasien dapat menggambar bangunan segi lima yang diberikan) 

← Pikiran abstrak: Baik (mengetahui persamaan apel dan jeruk)

Daya Nilai

← Penilaian Sosial : Cukup baik (Pasien jika pasien bertamu kerumah seseorang pasien

harus mengetuk pintu dan mengucapkan salam sebelum masuk kerumah)

← Uji Daya Nilai : Baik (Pasien ditanya apa respon yang akan dilakukan jika

menemukan dompet di pinggir jalan ? Pasien akan mengembalikannya)

← Tilikan : Tilikan 4 (Pasien menyadari dirinya sakit dan butuh bantuan

namuntidak memahami penyebabnya)

← Taraf dapat dipercaya: Kurang dapat dipercaya

IV. STATUS FISIK

1. Status Internis

Keadaan umum : Baik

Nadi : 86 x/menit

Suhu : Afebris

Tekanan darah : 120/70 mmHg

Tinggi badan : 155 cm

7

Page 10: LAPORAN KASUS Mila Dan Odang

Sistem Kardiovaskuler : tidak ada kelainan

Sistem urogenital : tidak ada kelainan

Kelainan khusus : tidak terdapat kelainan

2. Status Neurologis

- Gangguan rangsang meningeal : Negatif

- Mata

o Gerakan : Baik ke segala arah

o Persepsi : Tidak ada

o Bentuk pupil : Bulat, isokor, letak sentral

o Rangsang cahaya : Positif +/+

- Motorik

o Tonus : Baik

o Turgor : Kembali cepat

o Kekuatan : Normal

o Koordinator : Baik

V. DIAGNOSIS

Aksis I :

Berdasarkan ikhtisar penemuan bermakna tersebut maka kasus ini digolongkan ke

dalam Gangguan Jiwa karena ditemukan adanya distress yang menyebabkan adanya

disfungsi dari kehidupan pasien. Gangguan kejiwaan ini di kelompokkan sebagai

Gangguan Mental dan Perilaku. Maka menurut PPDGJ 3, Gangguan Mental dan

Perilaku ini tidak dapat digolongkan menjadi gangguan mental organik karena tidak

ditemukan adanya kelainan dari fisik seperti kejang, riwayat trauma capitis. Pada pasien

ini juga tidak terdapat adanya riwayat penyalahgunaan Napza. Kasus ini dapat di

golongkan ke dalam Skizofrenia afektif tipe depresif (F25.1) sesuai dengan kriteria

diagnosis sebagai berikut:

Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia (adanya waham dan halusinasi

yang onset nya lebih dari 1 bulan).

Sebagai tambahan (halusinasi dan/atau waham harus menonjol):

o Pasien mendengar bisikan-bisikan dari adiknya yang berada diluar negri

o Pasien melihat adiknya berada di sekitar rumah

o Pasien sering melihat kursi seperti ada tulisan allah

8

Page 11: LAPORAN KASUS Mila Dan Odang

o Pasien merasa bisa membaca pikiran orang

← Aksis II : gangguan kepribadian skizoid

← Aksis III : tidak ditemukan

← Aksis IV : Berkaitan dengan masalah keluarga yaitu ibu pasien yang terkena

kanker.

← Aksis V : GAF scale 60– 51.GAF scale 1 tahun terakhir 70 – 61.

VI. TERAPI

Psikofarmaka

Trihexsifenydil 1 x 0,5 mg tab

Risperidone 1 x 0,5 mg tab

 

Psikoterapi

Motivasi pasien untuk banyak ibadah.

Menasehati pasien untuk lebih bersabar dalam mengendalikan emosi.

Terapi kerja.

Member tahu keluarga agar dapat terus mendukung dan memotivasi pasien.

VII. PROGNOSIS

Quo ad vitam : ad bonam.

Quo ad functionam : dubia ad bonam.

Quo ad sanactionam : dubia ad bonam.

9

Page 12: LAPORAN KASUS Mila Dan Odang

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Definisi

Gangguan Skizoafektif mempunyai gambaran baik skizofrenia maupun gangguan

afektif. Gangguan skizoafektif memiliki gejala khas skizofrenia yang jelas dan pada saat

bersamaan juga memiliki gejala gangguan afektif yang menonjol. Gangguan skizoafektif

terbagi dua yaitu, tipe manik dan tipe depresif.1,3

Sejarah

Di tahun 1913 George H. Kirby dan pada tahun 1921 August Hoch keduanya

menggambarkan pasien dengan ciri campuran skizofrenia dan gangguan afektif (mood).

Karena pasiennya tidak mengalami perjalanan demensia prekoks yang memburuk, Kirby dan

Hoch mengklasifikasikan mereka di dalam kelompok psikosis manic-depresif Emil

Kraepelin. Di tahun 1933 Jacob Kasanin memperkenalkan istilah “gangguan skizoafektif”

untuk suatu gangguan dengan gejala skizofrenik dan gejala gangguan mood yang bermakna.

Pasien dengan gangguan ini juga ditandai oleh onset gejala yang tiba-tiba, seringkali pada

masa remajanya. Pasien cenderung memiliki tingkat fungsi premorbid yang baik, dan

seringkali suatu stressor yang spesifik mendahului onset gejala. Riwayat keluarga pasien

sering kali terdapat suatu gangguan mood. Kasanin percaya bahwa pasien memiliki suatu

jenis skizofrenia. Dari 1933 sampai kira-kira tahun 1970, pasien yang gejalanya mirip dengan

gejala pasien-pasien Kasanin secara bervariasi diklarifikasi menderita gangguan skizoafektif,

skizofrenia atipikal, skizofrenia dalam remisi, dan psikosis sikloid.4

Epidemiologi

Prevalensi seumur hidup dari gangguan skizoafektif adalah kurang dari 1 persen,

kemungkinan dalam rentang 0,5 sampai 0,8 persen. Namun, angka tersebut adalah angka

perkiraan, karena di dalam praktik klinis diagnosis gangguan skizoafektif sering kali

digunakan jika klinisi tidak yakin akan diagnosis. Prevalensi gangguan telah dilaporkan lebih

rendah pada laki-laki dibandingkan para wanita; khususnya wanita yang menikah; usia onset

untuk wanita adalah lebih lanjut daripada usia untuk laki-laki seperti juga pada skizofrenia.

Laki-laki dengan gangguan skizoafektif kemungkinan menunjukkan perilaku antisosial dan

memiliki pendataran atau ketidaksesuaian afek yang nyata.

10

Page 13: LAPORAN KASUS Mila Dan Odang

Etiologi

Sulit untuk menentukan penyebab penyakit yang telah berubah begitu banyak dari

waktu ke waktu. Dugaan saat ini bahwa penyebab gangguan skizoafektif mungkin mirip

dengan etiologi skizofrenia. Oleh karena itu teori etiologi mengenai gangguan skizoafektif

juga mencakup kausa genetik dan lingkungan.

Penyebab gangguan skizoafektif adalah tidak diketahui, tetapi empat model

konseptual telah diajukan.

1. Gangguan skizoafektif mungkin merupakan suatu tipe skizofrenia atau suatu tipe

gangguan mood.

2. Gangguan skizoafektif mungkin merupakan ekspresi bersama-sama dari skizofrenia

dan gangguan mood.

3. Gangguan skizoafektif mungkin merupakan suatu tipe psikosis ketiga yang berbeda,

tipe yang tidak berhubungan dengan skizofrenia maupun suatu gangguan mood.

4. Kemungkinan terbesar adalah bahwa gangguan skizoafektif adalah kelompok

gangguan yang heterogen yang meliputi semua tiga kemungkinan pertama. Sebagian

besar penelitian telah menganggap pasien dengan gangguan skizoafektif sebagai suatu

kelompok heterogen.

Tanda dan Gejala

Pada gangguan Skizoafektif gejala klinis berupa gangguan episodik gejala gangguan

mood maupun gejala skizofreniknya menonjol dalam episode penyakit yang sama, baik

secara simultan atau secara bergantian dalam beberapa hari. Bila gejala skizofrenik dan

manik menonjol pada episode penyakit yang sama, gangguan disebut gangguan skizoafektif

tipe manik. Dan pada gangguan skizoafektif tipe depresif, gejala depresif yang menonjol.2

Gejala yang khas pada pasien skizofrenik berupa waham, halusinasi, perubahan dalam

berpikir, perubahan dalam persepsi disertai dengan gejala gangguan suasana perasaan baik itu

manik maupun depresif.2,3

Gejala klinis berdasarkan pedoman penggolongan dan diagnosis gangguan jiwa

(PPDGJ-III):3 Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya dua

gejala atau lebih bila gejala gejala itu kurang tajam atau kurang jelas):

11

Page 14: LAPORAN KASUS Mila Dan Odang

a) “thought echo” = isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema dalam

kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya sama, namun

kualitasnya berbeda ; atau “thought insertion or withdrawal” = isi yang asing dan

luar masuk ke dalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil keluar oleh

sesuatu dari luar dirinya (withdrawal); dan “thought broadcasting”= isi pikirannya

tersiar keluar sehingga orang lain atau umum mengetahuinya;

b) “delusion of control” = waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu kekuatan

tertentu dari luar; atau “delusion of passivitiy” = waham tentang dirinya tidak

berdaya dan pasrah terhadap suatu kekuatan dari luar; (tentang ”dirinya” = secara

jelas merujuk kepergerakan tubuh / anggota gerak atau ke pikiran, tindakan, atau

penginderaan khusus). “delusional perception” = pengalaman indrawi yang tidak

wajar, yang bermakna sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik atau

mukjizat.

c) Halusinasi Auditorik: Suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus

terhadap perilaku pasien, atau mendiskusikan perihal pasien pasein di antara

mereka sendiri (diantara berbagai suara yang berbicara), atau jenis suara

halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian tubuh.

d) Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat dianggap

tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal keyakinan agama atau

politik tertentu, atau kekuatan dan kemampuan di atas manusia biasa (misalnya

mampu mengendalikan cuaca, atau berkomunikasi dengan mahluk asing dan

dunia lain).

e) Halusinasi yang menetap dan panca-indera apa saja, apabila disertai baik oleh

waham yang mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa kandungan

afektif yang jelas, ataupun disertai oleh ide-ide berlebihan (over-valued ideas)

yang menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama berminggu minggu atau

berbulan-bulan terus menerus.

f) Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan (interpolation),

yang berkibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak relevan, atau neologisme.

g) Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah (excitement), posisi tubuh

tertentu (posturing), atau fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme, dan stupor.

h) Gejala-gejala negatif, seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang, dan respons

emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang mengakibatkan

penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya kinerja sosial; tetapi harus

12

Page 15: LAPORAN KASUS Mila Dan Odang

jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh depresi atau medikasi

neuroleptika.

Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun waktu satu

bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik (prodromal). Harus ada suatu

perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan (overall quality) dan

beberapa aspek perilaku pribadi (personal behavior), bermanifestasi sebagai hilangnya minat,

hidup tak bertujuan, tidak berbuat sesuatu sikap larut dalam diri sendiri (self-absorbed

attitude) dan penarikan diri secara sosial.

Diagnosis

Konsep gangguan skizoafektif melibatkan konsep diagnostik baik skizofrenia maupun

gangguan mood, beberapa evolusi dalam kriteria diagnostik untuk gangguan skizoafektif

mencerminkan perubahan yang telah terjadi di dalam kriteria diagnostik untuk kedua kondisi

lain.

Kriteria diagnostik utama untuk gangguan skizoafektif (Tabel 1) adalah bahwa pasien

telah memenuhi kriteria diagnostik untuk episode depresif berat atau episode manik yang

bersama-sama dengan ditemukannya kriteria diagnostik untuk fase aktif dari skizofrenia.

Disamping itu, pasien harus memiliki waham atau halusinasi selama sekurangnya dua

minggu tanpa adanya gejala gangguan mood yang menonjol. Gejala gangguan mood juga

harus ditemukan untuk sebagian besar periode psikotik aktif dan residual. Pada intinya,

kriteria dituliskan untuk membantu klinisi menghindari mendiagnosis suatu gangguan mood

dengan ciri psikotik sebagai suatu gangguan skizoafektif.

Tabel 1. Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Skizoafektif (DSM-IV)

Kriteria Diagnostik Untuk Gangguan Skizoafektif

A. Suatu periode penyakit yang tidak terputus selama mana, pada suatu waktu.

Terdapat baik episode depresif berat, episode manik, atau suatu episode

campuran dengan

gejala yang memenuhi kriteria A untuk skizofrenia.

13

Page 16: LAPORAN KASUS Mila Dan Odang

Catatan: Episode depresif berat harus termasuk kriteria A1: mood terdepresi.

B. Selama periode penyakit yang sama, terdapat waham atau halusinasi selama

sekurangnya 2 minggu tanpa adanya gejala mood yang menonjol.

C. Gejala yang memenuhi kriteria untuk episode mood ditemukan untuk sebagian

bermakna dari lama total periode aktif dan residual dari penyakit.

D. Gangguan bukan karena efek fisiologis langsung dari suatu zat (misalnya, obat

yang disalahgunakan, suatu medikasi) atau suatu kondisi medis umum.

Sebutkan tipe:

Tipe bipolar: jika gangguan termasuk suatu episode manik atau campuran (atau

suatu manik

suatu episode campuran dan episode depresif berat)

Tipe depresif: jika gangguan hanya termasuk episode depresif berat.

Tabel dari DSM-IV, Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders. Ed. 4.

DSM-IV juga membantu klinisi untuk menentukan apakah pasien menderita

gangguan skizoafektif, tipe bipolar, atau gangguan skizoafektif, tipe depresif. Seorang pasien

diklasifikasikan menderita tipe bipolar jika episode yang ada adalah dari tipe manik atau

suatu episode campuran dan episode depresif berat. Selain itu, pasien diklasifikasikan

menderita tipe depresif.5

Pada PPDGJ-III, gangguan skizoafektif diberikan kategori yang terpisah karena cukup

sering dijumpai sehingga tidak dapat diabaikan begitu saja. Kondisi-kondisi lain dengan

gejala-gejala afektif saling bertumpang tindih dengan atau membentuk sebagian penyakit

skizofrenik yang sudah ada, atau di mana gejala-gejala itu berada bersama-sama atau secara

bergantian dengan gangguan-gangguan waham menetap jenis lain, diklasifikasikan dalam

kategori yang sesuai dalam F20-F29. Waham atau halusinasi yang tak serasi dengan suasana

perasaan (mood) pada gangguan afektif tidak dengan sendirinya menyokong diagnosis

gangguan skizoafektif.

14

Page 17: LAPORAN KASUS Mila Dan Odang

Tabel 2. Pedoman Diagnostik Gangguan Skizoafektif berdasarkan PPDGJ-III

Diagnosis gangguan skizoafektif hanya dibuat apabila gejala-gejala

definitif adanya skizofrenia dan gangguan skizofrenia dan gangguan

afektif sama-sama menonjol pada saat yang bersamaan (simultaneously),

atau dalam beberapa hari yang satu sesudah yang lain, dalam satu episode

penyakit yang sama, dan bilamana, sebagai konsekuensi dari ini, episode

penyakit tidak memenuhi kriteria baik skizofrenia maupun episode manik

atau depresif.

Tidak dapat digunakan untuk pasien yang menampilkan gejala skizofrenia

dan gangguan afektif tetapi dalam episode penyaki yang berbeda.

Bila seorang pasien skizofrenik menunjukkan gejala depresif setelah

mengalami suatu episode psikotik, diberi kode diagnosis F20.4 (Depresi

Pasca-skizofrenia). Beberapa pasien dapat mengalami episode skizoafektif

berulang, baik berjenis manik (F25.0) maupun depresif (F25.1) atau

campuran dari keduanya (F25.2). Pasien lain mengalami satu atau dua

episode manik atau depresif (F30-F33)

Diagnosis Banding

Semua kondisi yang dituliskan di dalam diagnosis banding skizofrenia dan gangguan

mood perlu dipertimbangkan di dalam diagnosis banding gangguan skizoafektif. Pasien yang

diobati dengan steroid, penyalahgunaan amfetamin dan phencyclidine (PCP), dan beberapa

pasien dengan epilepsi lobus temporalis secara khusus kemungkinan datang dengan gejala

skizofrenik dan gangguan mood yang bersama-sama. Diagnosis banding psikiatrik juga

termasuk semua kemungkinan yang biasanya dipertimbangkan untuk skizofrenia dan

gangguan mood. Di dalam praktik klinis, psikosis pada saat datang mungkin mengganggu

deteksi gejala gangguan mood pada masa tersebut atau masa lalu. Dengan demikian, klinisi

boleh menunda diagnosis psikiatrik akhir sampai gejala psikosis yang paling akut telah

terkendali.1,3

Perjalanan Penyakit dan Prognosis

15

Page 18: LAPORAN KASUS Mila Dan Odang

Sebagai suatu kelompok, pasien dengan gangguan skizoafektif mempunyai prognosis

di pertengahan antara prognosis pasien dengan skizofrenia dan prognosis pasien dengan

gangguan mood. Sebagai suatu kelompok, pasien dengan gangguan skizoafektif memiliki

prognosis yang jauh lebih buruk daripada pasien dengan gangguan depresif, memiliki

prognosis yang lebih buruk daripada pasien dengan gangguan bipolar, dan memiliki

prognosis yang lebih baik daripada pasien dengan skizofrenia. Generalitas tersebut telah

didukung oleh beberapa penelitian yang mengikuti pasien selama dua sampai lima tahun

setelah episode yang ditunjuk dan yang menilai fungsi sosial dan pekerjaan, dan juga

perjalanan gangguan itu sendiri.

Data menyatakan bahwa pasien dengan gangguan skizoafketif, tipe bipolar,

mempunyai prognosis yang mirip dengan prognosis pasien dengan gangguan bipolar I dan

bahwa pasien dengan premorbid yang buruk; onset yang perlahan-lahan; tidak ada faktor

pencetus; menonjolnya gejala pskotik, khususnya gejala defisit atau gejala negatif; onset yang

awal; perjalanan yang tidak mengalami remisi; dan riwayat keluarga adanya skizofrenia.

Lawan dari masing-masing karakeristik tersebut mengarah pada hasil akhir yang baik.

Adanya atau tidak adanya gejala urutan pertama dari Schneider tampaknya tidak meramalkan

perjalanan penyakit.

Walaupun tampaknya tidak terdapat perbedaan yang berhubungan dengan jenis

kelamin pada hasil akhir gangguan skizoafektif, beberapa data menyatakan bahwa perilaku

bunuh diri mungkin lebih sering pada wanita dengan gangguan skizoafektif daripada laki-laki

dengan gangguan tersebut. Insidensi bunuh diri di antara pasien dengan gangguan

skizoafektif diperkirakan sekurangnya 10 persen.

Penatalaksanaan

Modalitas terapi yang utama untuk gangguan skizoafektif adalah perawatan

di rumah sakit, medikasi, dan intervensi psikososial.

• Terapi kognitif (Cognitive Behavioral Therapy) dengan megembangkan

cara berpikir alternatid, fleksibel, dan positif serta melatih kembalirespon

kognitif dan pikiran yang baru.

• Psikoedukasi terhadap pasien jika kondisi sudah membaik:

- Pengenalan terhadap penyakit, manfaat pengobatan, cara pengobotan, efek

samping pengobatan.

16

Page 19: LAPORAN KASUS Mila Dan Odang

- Memotivasi pasien agar minum obat secara teratur dan rajin kontrol setelah

pulang dari perawatan.

- Menggali kemampuan pasien yang bisa dikembangkan.

A. Pengobatan Psikososial

Pasien dapat terbantu dengan kombinasi terapi keluarga, latihan

keterampilan sosial, dan rehabilitasi kognitif. Oleh karena bidang psikiatri sulit

memutuskan diagnosis dan prognosis gangguan skizoafektif yang sebenarnya,

ketidakpastian tersebut harus dijelaskan kepada pasien. Kisaran gejala mungkin

sangat luas, karena pasien mengalamaikeadaan psikosis dan variasi kondisi

mood yang terus berlangsung. Anggota keluarga dapat mengalami kesulitan

untuk menghadapi perubahan sifat dan kebutuhan pasien tersebut. 1

B. Pengobatan Farmakoterapi

Prinsip dasar yang mendasari farmakoterapi untuk gangguan skizoafektif

adalah dengan pemberian antipsikotik disertai dengan pemberian antimanik atau

antidepresan. Pemberian obat antipsikotik diberikan jika perlu dan untuk

pengendalian jangka pendek.

Pasien dengan gangguan skizoafektif tipe manik dapat diberikan

farmakoterapi berupa lithium carbonate, carbamazepine (tegretol), valproate

(Depakene), ataupun kombinasi dari obat anti mania jika satu obat saja tidak

efektif. Sedangkan pasien dengan gannguan skizoafektif tipe depresif dapat

diberikan antidepresan. Pemilihan obat antidepresan memperhatikan kegagalan

atau keberhasilan antidepresan sebelumnya. Inhibitor reuptake serotonin selektif

(SSRI) sering digunakan sebagai agen lini pertama, namun pasien teragitasi atau

insomnia dapat disembuhkan dengan antidepresan trisiklik. Apabila pengobatan

dengan antidepresan tidak efektif dapat dicoba dengan terapi elektrokonvulsif.

Pemantauan laboratorium terhadap konsentrasi obat dalam plasma dan tes

fungsi ginjal, tiroid, dan fungsi hematologik harus dilakukan secara berkala.

17

Page 20: LAPORAN KASUS Mila Dan Odang

BAB III

KESIMPULAN

Gangguan skizoafektif merupakan suatu gangguan jiwa yang gejala skizofrenia dan

gejala afektif terjadi bersamaan dan sama-sama menonjol. Prevalensi gangguan telah

dilaporkan lebih rendah pada laki-laki dibandingkan para wanita; khususnya wanita yang

menikah; usia onset untuk wanita adalah lebih lanjut daripada usia untuk laki-laki seperti juga

pada skizofrenia. Teori etiologi mengenai gangguan skizoafektif mencakup kausa genetik dan

lingkungan. Tanda dan gejala klinis gangguan skizoafektif adalah termasuk semua tanda dan

gejala skizofrenia, episode manik, dan gangguan depresif. Diagnosis gangguan skizoafektif

hanya dibuat apabila gejala2 definitif adanya skizofrenia dan gangguan afektif bersama-sama

menonjol pada saat yang bersamaan, atau dalam beberapa hari sesudah yang lain, dalam

episode yang sama. Sebagian diantara pasien gangguan skizoafektif mengalami episode

skizoafektif berulang, baik yang tipe manik, depresif atau campuran keduanya. Terapi

dilakukan dengan melibatkan keluarga, pengembangan skill sosial dan berfokus pada

rehabilitasi kognitif. Pada farmakoterapi, digunakan kombinasi anti psikotik dengan anti

depresan bila memenuhi kriteria diagnostik gangguan skizoafektif tipe depresif. Sedangkan

apabila gangguan skizoafektif tipe manik terapi kombinasi yang diberikan adalah antara anti

psokotik dengan mood stabilizer. Prognosis bisa diperkirakan dengan melihat seberapa jauh

menonjolnya gejala skizofrenianya, atau gejala gangguan afektifnya. Semakin menonjol dan

persisten gejala skizofrenianya maka pronosisnya buruk, dan sebaliknya semakin persisten

gejala-gejala gangguan afektifnya, prognosis diperkirakan akan lebih baik.

18

Page 21: LAPORAN KASUS Mila Dan Odang

DAFTAR PUSTAKA

1. Maramis, W.S. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Airlangga University Presss : Surabaya.

1994.

2. Kaplan, I. H. and Sadock, J. B. Sinopsis Psikiatri Ilmu Perilaku Psikiatri Klinis, Edisi

Ketujuh. Binarupa Aksara Publisher: Jakarta.

3. Stuart, G. W. dan Sundeen, S. J. Buku Saku Keperawatan Jiwa, Edisi 3. Penerbit Buku

Kedokteran EGC. 1998.

4. Olfson, Mark. Treatment Patterns for Schizoaffective Disorder and Schizophrenia

Among Medicaid Patients. Diakses melalui: www.psychiatryonline.org/data/Journals/

5. American Psychiatric Association. Diagnosis dan Statistical Manual of Mental disorders

(DSM IV TM). American Psychological Association (APA): Washington DC. 1996.

19