Laporan Kasus Disentri Amoeba dengan Blastokistosis

15
http://kedipankelinci.blogspot.com/2010/02/laporan-kasus-disentri-amoeba- dengan.html Laporan Kasus Disentri Amoeba dengan Blastokistosis LabeL: Get A Project Di Pos_kan Oleh Kelinci Orange Disentri didefinisikan sebagai diare yang disertai darah dalam tinja 1 . Sedangkan diare itu sendiri didefinisikan sebagai pengeluaran tinja yang lunak atau cair tiga kali atau lebih dalam satu hari, atau lebih praktis mendefinisikan diare sebagai meningkatnya frekuensi tinja atau konsistensinya menjadi lebih lunak sehingga dianggap abnormal oleh ibunya 1,2 . Di Indonesia penyebab utama disentri adalah Shigella, Salmonella, Campylobacter jejuni, Escherchia coli danEntamoeba histolytica. 1 Disentri amoeba adalah penyakit infeksi usus besar yang disebabkan oleh parasit usus Entamoeba histolytica 3 . Sedangkan blastokistosis adalah penyakit yang disebabkan oleh Blastocystis hominis 4,5 . Entamoeba histolytica merupakan protozoa usus, sering hidup sebagai komensal (apatogen) di usus besar manusia. Apabila kondisi mengizinkan dapat berubah menjadi patogen (membentuk koloni di dinding usus menimbulkan ulserasi) dan menyebabkan disentri amoeba. 3 Blastocystis hominis juga merupakan protozoa usus yang tergolong Sporozoa, yang menyebabkan penyakit pada manusia (Zierdt, 1991). Parasit ini menyebabkan blastokistosis. 4 Insiden tertinggi disentri amoeba ditemukan pada anak-anak usia 1-5 tahun 6 . Disentri amoeba dapat ditularkan lewat feko-oral, baik secara langsung melalui tangan, maupun tidak langsung melalui air minum atau makanan yang tercemar. Sebagai sumber penularan adalah tinja yang mengandung kista amoeba. Laju infeksi yang tinggi didapat di tempat-tempat penampungan anak cacat atau pengungsian dan di negara sedang berkembang dengan sanitasi lingkungan hidup yang jelek. Di negara beriklim tropis banyak didapatkan strain petogen dibanding di negara maju yang beriklim sedang. Kemungkinan faktor diet rendah protein di samping perbedaan strain amoeba memegang peranan. Di Indonesia diperkirakan insidennya cukup tinggi. Penularan dapat terjadi lewat beberapa cara, misalnya: pencemaran air minum, pupuk kotoran manusia, vektor lalat dan kecoa, dan kontak langsung, seksual kontak oral-anal pada homoseksual. Penyakit ini cenderung endemik, jarang menimbulkan epidemi. Epidemik sering terjadi lewat air minum yang tercemar. 3

description

disentri amoeba

Transcript of Laporan Kasus Disentri Amoeba dengan Blastokistosis

Page 1: Laporan Kasus Disentri Amoeba dengan Blastokistosis

http://kedipankelinci.blogspot.com/2010/02/laporan-kasus-disentri-amoeba-dengan.html

Laporan Kasus Disentri Amoeba dengan BlastokistosisLabeL: Get A Project Di Pos_kan Oleh Kelinci Orange

Disentri didefinisikan sebagai diare yang disertai darah dalam tinja1. Sedangkan diare itu sendiri didefinisikan sebagai pengeluaran tinja yang lunak atau cair tiga kali atau lebih dalam satu hari, atau lebih praktis mendefinisikan diare sebagai meningkatnya frekuensi tinja atau konsistensinya menjadi lebih lunak sehingga dianggap abnormal oleh ibunya1,2. Di Indonesia penyebab utama disentri adalah Shigella, Salmonella, Campylobacter jejuni, Escherchia coli danEntamoeba histolytica.1

Disentri amoeba adalah penyakit infeksi usus besar yang disebabkan oleh parasit usus Entamoeba histolytica3. Sedangkan blastokistosis adalah penyakit yang disebabkan oleh Blastocystis hominis4,5.

Entamoeba histolytica merupakan protozoa usus, sering hidup sebagai komensal (apatogen) di usus besar manusia. Apabila kondisi mengizinkan dapat berubah menjadi patogen (membentuk koloni di dinding usus menimbulkan ulserasi) dan menyebabkan disentri amoeba.3 Blastocystis hominis juga merupakan protozoa usus yang tergolong Sporozoa, yang menyebabkan penyakit pada manusia (Zierdt, 1991). Parasit ini menyebabkan blastokistosis.4

Insiden tertinggi disentri amoeba ditemukan pada anak-anak usia 1-5 tahun6. Disentri

amoeba dapat ditularkan lewat feko-oral, baik secara langsung melalui tangan, maupun tidak

langsung melalui air minum atau makanan yang tercemar. Sebagai sumber penularan adalah tinja

yang mengandung kista amoeba. Laju infeksi yang tinggi didapat di tempat-tempat penampungan

anak cacat atau pengungsian dan di negara sedang berkembang dengan sanitasi lingkungan hidup

yang jelek. Di negara beriklim tropis banyak didapatkan strain petogen dibanding di negara maju yang

beriklim sedang. Kemungkinan faktor diet rendah protein di samping perbedaan strain amoeba

memegang peranan. Di Indonesia diperkirakan insidennya cukup tinggi. Penularandapat terjadi lewat beberapa cara, misalnya: pencemaran air minum, pupuk kotoran manusia, vektor lalat dan kecoa, dan kontak langsung, seksual kontak oral-anal pada homoseksual. Penyakit ini cenderung endemik, jarang menimbulkan epidemi. Epidemik sering terjadi lewat air minum yang tercemar.3

Blastokistosis tidak banyak diteliti, tetapi nampaknya terjadi di seluruh dunia. Originally

reported as being associated with diarrhea in the tropics and subtropics, more recent reports have

show that infections are common in residents of tropical, subtropical, and developing

countries.Awalnya dilaporkan dikaitkan dengan diare di daerah tropis dan subtropis, laporan yang

lebih baru telah menunjukkan bahwa infeksi blastokistosis umum di penduduk tropis, subtropis, dan di

negara-negara berkembang. Immigrants, refugees, and adopted children from developing countries

seem to have a higher incidence of infection than adults and children raised from birth in their new

community Kelompok sosial ekonomi yang rendah dengan standar kebersihan yang rendah

mempunyai prevalensi lebih tinggi. Remaja memiliki tingkat infeksi blastokistosis tertinggi.5

Amubiasis kolon akut atau disentri amoeba (gejala kurang dari 1 bulan) mempunyai gejala

yang jelas yaitu sindrom disentri yang merupakan kumpulan gejala terdiri atas diare dengan tinja yang

berlendir dan berdarah serta tenesmus anus. Terdapat juga rasa tidak enak di perut dan mules.4

Gejala klinis blastokistosis antara lain adalah diare, flatulens, kembung, anoreksia, berat badan menurun, muntah, nausea, dan obstipasi. Blastokistosis juga dapat disertai dengan demam.4

Page 2: Laporan Kasus Disentri Amoeba dengan Blastokistosis

Metronidazol merupakan obat pilihan untuk disentri amoeba, karena efektif terhadap bentuk histolitika dan bentuk kista. Efek sampingnya ringan, antara lain mual, muntah dan pusing. Untuk blastokistosis pengobatan yang dianjurkan juga menggunakan metronidazol.4

BAB IILAPORAN KASUS

I.       IDENTITAS PENDERITANama                        :  An. KWUmur                         :  8 tahun 10 bulanBerat Badan              : 30 kgTinggi badan              :  136 cmJenis kelamin             : Laki-lakiNama Ayah               : Tn. JWPekerjaan Ayah         : PendetaNama Ibu                  : Ny. OBPekerjaan Ibu            : Guru agamaAlamat                      : KinamangTanggal MRS            :  26 Juni 2009

II.       ANAMNESISAlloanamnesis diperoleh dari ibu pendertita tanggal 26 Juni 2009.Penderita adalah anak kedua. Anak lahir dengan berat badan lahir 3200 gr, lahir normal, ditolong oleh dokter. Anak meninggal tidak ada, riwayat keguguran tidak ada, anak lahir meninggal tidak ada. Ayah dan ibu menikah 1 kali.

A.      Pohon Keluarga

B.    Keluhan UtamaBAB cair berdarah, panas, muntah.

C.     Riwayat Penyakit SekarangBAB cair dialami penderita sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Pada 1 hari sebelum masuk rumah sakit, BAB dialami 4 kali per hari, konsistensi cair, tidak menyemprot, volume kurang lebih seperempat sampai setengah gelas aqua setiap kali berak. berwarna kehijauan, berbuih, terdapat lendir. BAB cair campur darah dialami penderita 1 kali, cairan lebih banyak daripada ampas, warna kuning, terdapat lendir dan darah. Panas dialami penderita 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Panas tinggi pada perabaan. Panas turun bila penderita minum obat penurun panas kemudian panas naik lagi. Menggigil tidak dialami oleh penderita.

Page 3: Laporan Kasus Disentri Amoeba dengan Blastokistosis

Kejang tidak dialami oleh penderita. Muntah dialami penderita 1 kali, 5 jam sebelum masuk rumah sakit. Muntah berisi makanan. Penderita juga mengeluh nyeri perut. BAK: biasa.

D.     Riwayat Penyakit Dahulu- Riwayat penyakit serupa (-)- Riwayat alergi obat dan makan (-)- Riwayat batuk pilek (+)

E.      Riwayat Imunisasi-         BCG          : 1 kali-         Polio          : 3 kali-         DTP           : 3 kali-         Campak     : 2 kali-         Hepatitis     : 3 kali

F.      Pertumbuhan dan Perkembangan AnakMembalik                  :  3 bulanTertawa                     :  3 bulanTengkurap                 :  4 bulanBerceloteh                 :  4 bulanDuduk                       :  5 bulanMerangkak                :  7 bulanBerdiri                       :  8 bulanBerjalan                     :  12 bulanMemanggil mama       :  8 bulanMemanggil papa        : 8 bulan

G.     Riwayat kesehatan keluargaHanya penderita yang sakit seperti ini di rumah.

H.     Riwayat Makan Minum Anak1.      ASI diberikan sejak lahir hingga 1 tahun2.      PASI diberikan sejak umur 2 bulan3.      Makanan padat :-          Bubur susu diberikan sejak umur 4 bulan hingga 7 bulan.-          Bubur saring diberikan sejak umur 7 bulan hingga 10 bulan-          Bubur biasa mulai diberikan mulai umur 10 bulan.-          Nasi lembek diberikan mulai umur 1 tahun

I.        Pemeriksaan Kehamilan dan Pre-natalAntenatal Care teratur di puskesmas. Imunisasi TT 2 kali. Selama hamil ibu sehat.

Page 4: Laporan Kasus Disentri Amoeba dengan Blastokistosis

III. PEMERIKSAAN FISIKA.     Keadaan Umum-          Keadaan umum : Tampak sakit-          Derajat kesadaran : Compos mentis-          Derajat gizi : Kesan Baik

B.     Tanda Vital-          Tekanan darah        :           110/70 mmHg-          Nadi                       :           120x/menit, regular, isi cukup.-          Respirasi                :           36x/menit-          Suhu                       :           39,5 °C

C.     Status gizi-          Umur                      :           8 tahun 10 bulan-          Berat Badan           :           30 kg-          Tinggi Badan          :           136 cm

Antropometri-          BB/U = 30/28 x 100 % = 107 % (BB normal)-          TB/U = 136/133 x 100 % = 102 % (TB normal)-          BB/TB = 30/30 x 100 % = 100 % (Gizi Baik)

D.     KulitKulit sawo matang, turgor kembali cepat.

E.      KepalaBentuk mesocephal, rambut warna hitam, sukar dicabut, ubun-ubun besar datar.

F.      WajahOedema (-), moon face (-)

G.     MataOedema periorbita (-/-), conjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-), mata cowong (-/-), air mata (+/+)

H.     HidungPernapasan cuping hidung (-), sekret (-/-)

I.        MulutMukosa basah (+), sianosis (-)

J.       TelingaDaun telinga dalam batas normal, sekret (-).

K.    TenggorokUvula di tengah, mukosa pharing hiperemis (-), tonsil T1– T1 hiperemis (-)

L.      LeherLimfonodi tidak membesar, glandula thyroid tidak membesar, kaku kuduk (-)

Page 5: Laporan Kasus Disentri Amoeba dengan Blastokistosis

M.   ThoraxBentuk    : normochest, retraksi (-)Cor         :  Inspeksi                   : ictus cordis tidak tampak                  Palpasi                     : ictus cordis kuat angkat                  Perkusi                    : batas jantung kesan tidak melebar                  Batas kiri atas          : ICS II LPSS                  Batas kiri bawah      : ICS IV LMCS                  Batas kanan atas      : ICS II LPSD                  Batas kanan bawah : ICS IV LPSD                  Auskultasi                :BJ I-II intensitas normal, regular, bising (-)Pulmo      :  Inspeksi         : Pengembangan dada kanan = kiri                  Palpasi          : Stem fremitus kanan = kiri                  Perkusi          : Sonor                  Auskultasi      :  Suara dasar vesikuler (+/+)                                          Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)

N.    AbdomenInspeksi         : Dinding perut datar

Palpasi          : Lemas, turgor kembali cepat, hepar dan lien tidak terabaPerkusi          :TimpaniAuskultasi      :Peristaltik (+) meningkat

O.    PunggungNyeri ketok kostovertebral (-)

P.      EkstremitasAkral hangat, Oedem (-)Capillary refill time < 2 detikClubbing fingers (-)

Q.    Pemeriksaan NeurologiRefleks fisiologis              : +/+Refleks patologis             : -/-Kaku kuduk (-), Tanda rangsang meningeal (-)Pemeriksaan neurologis dalam batas normal.

IV.  PEMERIKSAAN PENUNJANGLaboratorium darah tanggal 26 Juni 2009Hemoglobin         :  14,5 g/dlHematokrit          :  47,5 %Leukosit              :  15.700 µLTrombosit            :  231.000 µL

Page 6: Laporan Kasus Disentri Amoeba dengan Blastokistosis

Malaria                : (-)

Laboratorium elektrolit darah tanggal 26 Juni 2009Natrium               : 134 mEq/LKalium                :  4,1 mEq/LClorida                : 101 mEq/L

Laboratorium parasit feses lengkap tanggal 26 Juni 2009Eritrosit                                 :  ++Leukosit                                :  +Benzidine                               :  +Entamoeba histolitica             :  + (23/LP)Blastocystosis homoris           :  +++ (penuh)

V.     RESUMETanggal 26 Juni 2009 jam 10:30 WITA, datang seorang pasien laki-laki umur 8 tahun 10 bulan, BB: 30 kg, TB 136 cm dengan keluhan BAB berdarah 1 kali, BAB cair 1 hari SMRS, panas 4 hari SMRS, dan muntah 1 kali.Pemeriksaan fisik didapatkan: KU tampak sakit, compos mentis, gizi baik. Tanda vital: T = 110/70; N = 120x/1’, reguler, isi cukup; RR = 36x/1’; S = 39,5 °C.      Kepala: Mata: conjungtiva anemis(-/-), sklera ikterik (-/-), mata cowong (-/-), air mata (+/+); Mulut: Mukosa basah (+).

Thorax: simetris, retraksi (-). Cor dan pulmo dalam batas normal; Abdomen : datar, lemas, timpani, turgor kembali cepat, hepar tidak teraba, lien tidak teraba, bising usus (+) meningkat.

Ekstremitas: akral hangat, CRT<2”BAK: biasa.

      Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan:Hemoglobin: 14,5 g/dl; Hematokrit: 47,5 %; Leukosit: 15.700 µL; Trombosit: 231.000 µL; Malaria: (-). Eritrosit: ++; Leukosit: +; Benzidin: +; Entamoeba histolitica: + (23/LP); Blastocystosis homoris: +++(penuh).

VI.  DIAGNOSIS KERJADisentri amoeba dengan blastokistosis

VII.     PENATALAKSANAANRawat inapObat :

-          Metronidazol 3 x 500 mg-          Cefixime 2 x 50 mg-          Sanmol tablet 3 x 3/4  tablet-          Zinkid 1 x 1 tablet-          Antasida syrup 3 x 1 cth-          Oralit ad libitum

Page 7: Laporan Kasus Disentri Amoeba dengan Blastokistosis

BAB IIIDISKUSI

Diagnosis pada pasien ini yaitu disentri amoeba dengan blastokistosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.

Penderita datang dengan keluhan BAB berdarah, muntah dan panas. Dari anamnesis diketahui BAB cair 1 hari sebanyak 4 kali, BAB berdarah sebanyak 1 kali dan terdapat lendir, panas sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit dan muntah 1 kali, yaitu pada 5 jam sebelum masuk rumah sakit.

Dalam kepustakaan, diare lebih praktis didefinisikan sebagai meningkatnya frekuensi buang air besar lebih dari 3 kali sehari  atau konsistensinya menjadi lebih lunak. Sedangkan disentri didefinisikan sebagai diare yang disertai darah dalam tinja. Di Indonesia penyebab utama disentri adalah Shigella, Salmonella, Campylobacter jejuni, Escherchia coli danEntamoeba histolytica.1

 Penyebab disentri pada pasien ini adalahEntamoeba histolytica. Entamoeba histolyticamenyebabkan disentri pada anak yang lebih besar, tetapi jarang pada balita1. Disentri amoeba mempunyai gejala yang jelas yaitu sindrom disentri yang merupakan kumpulan gejala terdiri atas diare dengan tinja yang berlendir dan berdarah serta tenesmus anus (nyeri pada anus waktu buang air besar). Terdapat juga rasa tidak enak di perut dan mules. Bila tinja segar diperiksa,Entamoeba histolitika dapat ditemukan4.

Sedangkan pada infeksi B.hominis, gejala yang biasa timbul adalah diare, flatulens, kembung, anoreksia, berat badan turun, muntah, nausea, dan obstipasi. InfeksiB.hominis pernah dilaporkan pada anak berumur 4 tahun dengan feses yang mengandung darah, yang kemudian menderita diare cair dengan gumpalan darah dan disertai demam4. Pada pasien ini gejala blastokistosis yang dapat ditemukan adalah diare.

Diare dan muntah adalah upaya tubuh untuk mengeluarkan racun dan mengeluarkan virus atau/kuman yang ada di dalam saluran cerna8,9. Muntah dapat disebabkan oleh dehidrasi, iritasi usus atau gastritis karena infeksi, ileus yang menyebabkan fungsi usus atau mual yang berhubungan dengan infeksi sistemik10.

Diare dengan panas sering terjadi pada diare yang disebabkan karena rotavirus atau bakteri invasif, seperti shigella, campylobacter atau salmonella11. Demam juga dapat terjadi karena dehidrasi10. Demam yang timbul akibat dehidrasi pada umumnya tidak tinggi dan akan menurun setelah mendapat hidrasi yang cukup.10

Dari pemeriksaan fisik didapatkan : KU tampak sakit, compos mentis, gizi kesan baik; VS : Tensi = 110/70; N = 120x/1’, reguler, isi cukup; RR = 36x/1’; S = 39,5 °C. Kepala: Mata: cowong (-/-), air mata (+/+); Mulut: Mukosa basah (+). Thorax, cor dan pulmo dalam batas normal; Abdomen : datar, lemas, timpani, turgor kembali cepat, hepar tidak teraba, lien tidak teraba, bising usus meningkat.

Pada penderita tidak ditemukan adanya tanda dehidrasi. Bising usus meningkat menandakan bahwa peristaltik usus meningkat sehingga terjadi diare pada penderita.

Page 8: Laporan Kasus Disentri Amoeba dengan Blastokistosis

Pada infeksi Entamoeba hystolitica maupun infeksi Blastocystis hominis dapat ditemukan peningkatan suhu tubuh penderita4,12. Pada umumnya demam akan timbul jika penyebab diare mengadakan invasi ke dalam sel epitel usus10. Berdasarkan patogenesisnya E. hystolitica dan B. hominis dapatmenginvasi usus dan menyebabkan tukak dengan sedikit respon radang lokal4,7.

Patogenesis E. hystolitica diyakini tergantung pada 2 mekanisme, yaitu kontak sel dan

pemajanan toksin. Amoeba dapat mengeluarkan protein pembentukpori yang membentuk saluran

pada membrane sel sasaran hospes. Bila trofozoid E. histolytica menginvasi usus, akan

menyebabkan tukak dengan sedikit respon radang lokal. Organisme memperbanyak diri dan

menyebar di bawah usus untuk menimbulkan ulkus yang khas. Lesi ini biasanya ditemukan pada

coecum, colon transversum dan kolon sigmoid.2

Diduga bahwa patogenesis dari blastokistosis berawal dari reaksi toksoalergik yang menyebabkan terjadinya radang tidak spesifik dari mukosa kolon. Menurut beberapa penelitian, dianggap bahwa B. hominis mengeluarkan toksin penyebab diare, B. hominis juga memproduksi protease yang merangsang pengeluaran imunoglobulin A dari saluran gastrointestinal. Untuk sekarang ini B. hominis dianggap organisme komensal, yang dalam kondisi tertentu (penurunan imunitas host) dapat berubah menjadi patogen.7

Pada pemeriksaan laboratorium darah didapatkan: Hemoglobin: 14,5 g/dl; Hematokrit: 47,5 %; Leukosit: 15.700 µL; Trombosit: 231.000 µL; Malaria: (-).

Berdasarkan hasil pemeriksaan, penderita tidak anemia, leukosit meningkat menandakan adanya infeksi, dan tidak menderita malaria.

Pada pemeriksaan feses didapatkan: Eritrosit: ++; Leukosit: +; Benzidin: +; Entamoeba hystolitica: + (23/LP); Blastocystis hominis: +++ (penuh).

Dengan ditemukannya Entamoeba hystoliticadan Blastocystis homonis pada pemeriksaan feses mikroskopik, maka diagnosis disentri amoeba dengan Blastokistosis dapat ditegakkan.

Menurut kepustakaan, obat pilihan untuk disentri amoeba adalah metronidazol dengan dosis 30 mg/kgbb/hari selama 5-10 hari10. Selain metronidazol, jenis obat lain yang juga dapat digunakan pada disentri amoeba adalah emetin hidroklorida, dan antibiotik seperti tetrasiklin dan eritromisin4.

Untuk pengobatan blastokistosis, obat pilihan juga adalah metronidazol. Obat lain adalah iodoquinol dengan dosis 3 x 650 mg selama 20 hari, dan furazolidon 4 x 100 mg sehari selama 7 hari.

Metronidazole terutama digunakan untuk amoebiasis, trichomoniasis dan infeksi bakteri anaerob. Metronidazole efektif untuk amoebiasis inestinal maupun ekstraintestinal. Mertonidazole memperlihatkan daya amubisid langsung. Sampai saat ini belum ditemukan amuba yang resisten terhadap metronidazole.13 Efek samping hebat yang memerlukan penghentian pengobatan jarang ditemukan. Efek samping yang paling sering adalah sakit kepala, mual, mulut kering, dan rasa kecap logam. Sedangkan muntah, diare dan spasme usus jarang dialami. Efek samping juga dapat berupa pusing, vertigo, ataksia parastesi, urtikaria, flushing, pruritus, disuria, rasa tekan pada pelvik.13  

Menurut kepustakaan lain, dosis metronidazole adalah 40 mg/kgBB/hari4. Pada penderita ini diberikan metronidazole dengan dosis 1500 mg/hari 3 kali sehari. Dipilih obat metronidazole karena merupakan drug of choice disentri amoeba dan blastokistosis, serta dosis 1500 mg/hari disesuaikan dengan berat badan 30 kg.

Page 9: Laporan Kasus Disentri Amoeba dengan Blastokistosis

Pada penderita ini selain diberikan metronidazol, juga diberikan cefixime, sanmol, antasida, zinkid dan oralit. Tambahan obat ini dimaksudkan sebagai perawatan suportif dan simptomatis bagi penderita ini.

Pada dasarnya antibiotik tidak diberikan pada kasus diare akut kecuali pada diare berdarah dan kolera. Pemberian antibiotik dapat memperpanjang lamanya diare karena akan menggangu keseimbangan flora usus dan Clostridium dificile yang akan tumbuh dan menyebabkan diare sulit disembuhkan.14 Cefixime bersifat bakterisid dan berspektrum luas terhadap mikroorganisme gram positif dan gram negatif. Anak dengan berat badan ≥30 kg, dosis harian yang direkomendasikan adalah 50-100 mg diberikan per oral dua kali sehari.15

Pemberian sanmol pada pasien ini dimaksudkan untuk menurunkan suhu badan pasien karena pada dari pemeriksaan fisik suhu badan pasien 39,5°C. Sanmol merupakan nama dagang dari parasetamol. Khasiatnya analgetis dan antipiretik, tetapi tidak untuk anti radang16. Efek antipiretik menurunkan suhu tubuh berdasarkan efek sentral. Parasetamol tidak mengakibatkan iritasi, erosi dan perdarahan lembung juga tidak mengakibatkan gangguan asam basa dan pernapasan13. Efek samping jarang terjadi,antara lain reaksi hipersensitivitas dan kelainan darah. Pada penggunaan lama dari 3-4 g sehari dapat terjadi kerusakan hati, pada dosis diatas 6 g mengakibatkan nekrose hati irreversibel.13 Pemilihan sanmol 3 x 3/4  tablet pada kasus ini karena parasetamol dianggap sebagai antipiretik yang palin aman serta dosis disesuaikan untuk BB 30 kg.

Pada pasien ini diberikan antasida syrup 3 x 1 cth. Pemberian antasida pada pasien ini dikarenakan adanya keluhan rasa tidak enak di perut (sakit perut) pada pasien ini. Antasida bekerja menetralkan asam lambung dan menginaktifkan pepsin sehingga rasa nyeri ulu hati akibat iritasi oleh asam lambung dan pepsin berkurang. Antasida di indikasikan untuk mengurangi gejala-gejala yang berhubungan dengan kelebihan asam lambung, gastritis, tukak lambung, tukak pada duodenum dengan gejala-gejala seperti mual, nyeri lambung, nyeri ulu hati, kembung dan perasaan penuh pada lambung. Pemberian antasida pada pasien ini disesuaikan berdasarkan dosis untuk anak umur 6-12 tahun yaitu 1/2– 1 sendok teh.17

Zinkid merupakan nama dagang dari sediaan zink. Tiap tablet mengandung zink 25 mg, untuk indikasi penatalaksanaan diare dan rekomendasi WHO untuk terapi diare sehingga dapat memperpendek durasi diare akut, mencegah berubahnya diare akut ke diare kronik, mengurangi keparahan diare18. Dosis zink untuk anak di atas 6 bulan adalah 20 mg (1tablet) per hari, diberikan selama 10-14 berturut-turut terbukti mengurangi lama dan beratnya diare, mencegah berulangnya diare selama 2-3 bulan14. Zink berperan menjaga keutuhan epitel usus dan juga berperan dalam aktivasi limfosit T14.

Pada kasus ini digunakan oralit seperlunya atau sekehendak anak mau minum dikarenakan pada penderita ini tidak terdapat gejala dehidrasi. Rehidrasi oral merupakan hal yang paling penting untuk mencegah dan mengobati kekurangan cairan dan elektrolit. Di indonesia telah dibuat ORS (Oral Rehidration Solution) yang diberi nama Oralit, yang berisi NaCl 0,7g, KCl 0,3 g, trinatrium sitrat dihidrat 2,9 g, serta glukosa anhidrat yang berbentuk serbuk dalam sachet dimana setiap sachet untuk 200 ml air.18

Disentri amoeba jika tidak diobati akan menjalar keluar dari usus dan menyebabkan amebiasis ekstra intestinal, yang antara lain dapat menimbulkan abses hati, abses paru, abses otak, peritonitis, amebiasis kulit dinding perut, amebiasis perianal, amebiasis perineal. Sedangkan komplikasi yang dapat terjadi pada blastokistosis antara lain rash kulit, nyeri kepala hebat, artritis dan radang usus19. Pada pasien ini tidak ditemukan adanya komplikasi.

Prognosis pada pasien ini adalah baik, karena penegakkan diagnosis sudah tepat, penatalaksanaan penyakit menggunakan obat yang efektif dan pada pasien ini tidak ditemukan adanya komplikasi.

Page 10: Laporan Kasus Disentri Amoeba dengan Blastokistosis

BAB IVPENUTUP

       I.            Kesimpulan        Pada pasien ini dapat ditegakkan diagnosis disentri amoeba dengan blastokistosis

berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan laboratorium.        Dasar diagnosis untuk kasus ini adalah adanya disentri, pada pemeriksaan fisik didapatkan

suhu badan penderita 39,5° dan pada pemeriksaan feses  didapatkanEntamoeba histolytica dan Blastocystis hominis

        Pada kasus ini penanganan dengan menggunakan metronidazole sebagai obat pilihan disentri amoeba dan blastokistosi, cefixime, sanmol, antasida, zinkid dan oralit.

    II.            Saran        Menjaga kebersihan perorangan (personal hygiene) antara lain dengan mencuci tangan

dengan bersih sesudah mencuci anus dan sebelum makan.        Menjaga kebersihan lingkungan (environtment sanitation) meliputi: memasak air minum

sampai mendidih sebelum diminum, mencuci sayuran sampai bersih sebelum memasaknya sebelum dimakan, buang air besar di jamban, tidak menggunakan tinja manusia sebagai pupuk, menutup dengan baik makanan yang dihidangkan untuk menghindari kontaminasi oleh lalat dan lipas, membuang sampah di tempat sampah yang ditutup untuk menghindari lalat.

DAFTAR PUSTAKA

1.      Direktorat Jenderal Pemberantasan Peyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman. Buku ajar diare. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1999.

2.      Richard E. Diarrhea. Florida: Bagian Pediatri Universitas Florida/ Rumah Sakit Shands. 2005.

3.      Soewandojo E. Amebiasis. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam edisi 3. Jilid I. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2002.

4.      Gandahusada S, Illahude HHD, Pribadi W. Bab 2: Protozoologi. Parasitologi Kedokteran. Jakarta: Gaya Baru. 2004.

5.      Miller J, Smith S. Blastocystis hominis. Universitas Stanford.http://www.provolab.ab.ca/bugs/webbug/parasite/arifact/bhominis.htm. 2009

6.      Nelson WE. Penyakit protozoa. Nelson Ilmu Kesehatan Anak edisi 15. Vol 2. Jakarta: EGC. 2000.

7.      Chakarova B. Blastocystosis: pathogenesis, clinical course. Trakia Journal of Sciences vol. 16. Universitas Trakia. http://www.uni-sz.bg. 2008

8.      Mama. Diare-muntah. http://www.mail-archive.com/[email protected]. 20099.      Amonymous. Muntah pada bayi dan anak.http://www.anakku.net/content/muntah-pada-

bayi-dan-anak. 2007

Page 11: Laporan Kasus Disentri Amoeba dengan Blastokistosis

10.  Suraatmaja S. Kapita selekta gastroenterologi anak. Lab/SMF Ilmu Kesehatan Anak FK UNUD/RS Sanglah. Denpasar: CV Sagung Seto. 2007.

11.  Prie. Asuhan keperawatan pada diare.http://perawatpsikiatri.blogspot.com. 200912.  Garavelli PL, Scaglione L, Bicocchi R, Libanore M. Blastocystosis: baru diperoleh setelah

penyakit sindrom imunodefisiensi?. Alessandria: National Library of Medicine. 2001.13.  Ganiswarna SG, Setiabudy R, Suyatna FD, Purwantyastuti, Nafrialdi. Farmakologi dan

terapi. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta: Gaya Baru. 2005.14.  Juffrie M, Mulyani NS. Modul Diare. Yogyakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Gajah

Mada. 200915.  Anonymus. Cefixime. Dexa

Medica.http://www.dexa-medica.com/ourproducs/prescriptionproducts/detail.php. 200916.  Tjay TH, Rahardja K. Obat-obat penting, khasiat, pengguanaan dan efek-efek sampingnya

edisi 5. Jakarta: PT Elex Media Komputindo. 2002.17.  Anonymus. Antasida doen. Apotek INDICA.http://www.farmasiku.com/index.php. 200918.  Amini A. PT Indofarma (Persero) Tbk menandatangani kerjasama dengan KAMAS IDAI.

Bekasi: PT Indofarma. 2007.19.  Anonymus.Blastocystosis-perut.http://de.wikipedia.org/wiki/Benutzer:Gastro_1/

Blastocystosis. 2009