case disentri
-
Upload
vania-valentina -
Category
Documents
-
view
81 -
download
5
Embed Size (px)
description
Transcript of case disentri

BAB I
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS
Data Pasien Ayah Ibu
Nama An. N Tn. Y Ny. I
Umur 1 tahun 8 bulan 33 tahun 30 tahun
Jenis Kelamin Perempuan Laki-laki Perempuan
Alamat Pondok Soga Babelan
Agama Islam Islam Islam
Suku bangsa Jawa Jawa Jawa
Pendidikan - SMP SMP
Pekerjaan - Swasta Ibu Rumah Tangga
Penghasilan - - -
Keterangan Hubungan dengan
orang tua : Anak
kandung
Tanggal Masuk RS 22 Juni 2014
II. ANAMNESIS
Dilakukan sacara Alloanamnesis kepada ibu pasien pada hari Sabtu tanggal 23 Juni 2014
a. Keluhan Utama :
Mencret
b. Keluhan Tambahan :
Demam, mual, muntah, nyeri perut
c. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke IGD RSUD Bekasi dengan keluhan mencret 2 hari SMRS.
Frekuensi BAB >5X/harinya, namun sejak semalam diare >10x. konsistensi cair,
warna kuning kehijauan. Disertai darah dan lendir. Dalam feces juga tampak cacing
seperti serabut kelapa. Selain mencret, pasien juga mengeluhkan adanya demam,
dengan perabaan tangan demam tidak terlalu tinggi, tidak ada kejang. Terdapat mual
disertai muntah 3x/hari. Nafsu makan menurun, tetapi pasien masih mau
mengkonsumsi makanan. Pasien juga masih banyak minum air putih dan susu, namun
1

tidak terlalu tampak seperti anak kehausan. Pasien juga mengeluhkan adanya nyeri
perut. BAK masih normal, tidak menjadi lebih sedikit. Tidak terdapat pilek, batuk,
maupun sesak.
Pasien juga sudah berobat ke klinik dekat rumah, sudah meminum obat klinik, demam
sudah turun, namun BAB belum membaik.
d. Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien belum pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya. Pasien
menyangkal adanya alergi makanan ataupun obat.
Penyakit Umur Penyakit Umur Penyakit Umur
Alergi - Difteria - Jantung -
Cacingan - Diare - Ginjal -
DBD - Kejang - Darah -
Thypoid - Maag - Radang paru -
Otitis - Varicela - Tuberkulosis -
Parotis - Radang
tenggorokan
+ Morbili -
.
e. Riwayat Penyakit Keluarga :
Sebelum anaknya mengalami penyakit ini. Ayahnya mengalami penyakit yang serupa.
Berobat ke puskesmas, lalu 4 hari kemudian sembuh. Riwayat diabetes mellitus,
penyakit jantung, asma dan alergi tidak ada.
f. Riwayat Kehamilan dan Kelahiran :
KEHAMILAN
Morbiditas kehamilan Tidak ada
Perawatan antenatal Setiap bulan periksa ke
bidan, TT 1 kali
KELAHIRAN Tempat kelahiran Bidan
Penolong persalinan Bidan
Cara persalinan Normal
Masa gestasi 9 bulan
Berat lahir 2800 gram
2

Keadaan bayi
Panjang badan 50 cm
Lingkar kepala tidak ingat
Langsung menangis
Nilai apgar tidak tahu
Tidak ada kelainan bawaan
Kesan : Riwayat kehamilan ibu pasien TT hanya 1 kali, riwayat kelahiran pasien normal di
bidan
g. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan :
Pertumbuhan gigi I : 5 bulan (normal: 5-9 bulan)
Psikomotor
Tengkurap : 4 bulan (normal: 3-4 bulan)
Duduk : 6 bulan (normal: 6 bulan)
Berdiri : 12 bulan (normal: 9-12 bulan)
Berjalan : 13 bulan (normal: 13 bulan)
Bicara : 12 bulan (normal: 9-12 bulan)
Baca dan Tulis : -
Kesan :
Riwayat pertumbuhan dan perkembangan pasien sesuai usia
h. Riwayat Makanan
Umur (bulan) ASI/PASI Buah/biskuit Bubur susu Nasi tim
0-2 +
2-4 +
4-6 +
6-8 + + +
8-10 + + + +
10-12 + + + +
12-24 + + +
24-36 + + +
Kesan : kebutuhan gizi pasien terpenuhi cukup baik dan pasien makan 3x sehari dengan
porsi cukup.
3

i. Riwayat Imunisasi :
Vaksin Dasar (umur) Ulangan (umur)
BCG -
DPT - - - - -
POLIO Lahir - - - - -
CAMPAK - -
HEPATITIS B Lahir - -
Kesan : Imunisasi dasar tidak lengkap, karena pengetahuan orang tua yang kurang
tentang imunisasi dasar
j. Riwayat Perumahan dan Sanitasi :
Pasien tinggal di rumah pasien yang terdiri dari 4 orang penghuni. Terdapat tiga
kamar tidur dan satu kamar mandi. Ventilasi baik, cahaya matahari cukup, air minum
dan air mandi berasal dari air PAM yang ditampung menggunakan ember besar.
Rumah pasien terletak di rumah yang padat penduduk. Lantai rumah pasien masih
tanah, tidak disemen. Anak sering bermain dilantai tanpa alas. Di rumah pasien juga
tidak terdapat hewan peliharaan. Di lingkungan rumah pasien banyak yang merokok.
Kesan : Kebersihan dan kesehatan lingkungan tempat tinggal pasien kurang
baik.
III. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan di bangsal melati pada hari Senin, 23 Juni 2014
a. Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
b. Tanda Vital
Nadi : 110 x/menit
Respirasi : 22 x/menit
Suhu : 36,6 º C
c. Data Antropometri
Berat badan : 10 kg
Panjang badan : 75 cm
4

Status Gizi WHO
BB/U : 0 hingga -2 SD (gizi normal)
TB/U : 0 hingga -2 (gizi normal)
BB/TB : 1 SD (gizi normal)
Kesan : status gizi pasien normal
d. Kepala dan Leher
Bentuk : normocephali
Rambut : rambut hitam, tidak mudah dicabut, distribusi merata
Mata : conjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, pupil isokor, RCL
+/+, RCTL +/+
Telinga : normotia, membran timpani intak, serumen -/-
Hidung : bentuk normal, sekret -/-, napas cuping hidung -/-
Mulut : bibir kering (-), sianosis (-)
Lidah : normoglasia, warna merah muda, lidah kotor (-)
Tenggorokan : tonsil T1-T1, kriptus -/-, detritus -/-, faring hiperemis (-),
arkus faring simetris, granula (-)
Leher : KGB membesar (-), kelenjar tiroid membesar (-), trakea letak
normal
e. Thoraks
Paru
Inspeksi : pergerakan dinding dada simetris, retraksi (-)
Palpasi : gerak napas simetris, vocal fremitus simetris
Perkusi : sonor di kedua lapang paru
Auskultasi : SN vesikuler, ronkhii -/-, wheezing -/-
Jantung
Inspeksi : pulsasi ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis teraba
Perkusi : redup, batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : BJ I & II reguler, murmur -, gallop –
f. Abdomen
Inspeksi : perut tampak datar
Auskultasi : bising usus 5x/menit
5

Palpasi : supel, nyeri tekan + seluruh regio abdomen, hepar dan lien
tidak teraba membesar
Perkusi : shifting dullness -, nyeri ketok –
g. Kulit : ikterik -, petechie –, turgor kulit cukup, eritema perianal (-),
prolapse ani (-)
h. Ekstremitas : akral hangat, sianosis -, oedem -, CRT < 2 detik
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium tanggal 23 Juni 2014
Jenis Hasil Satuan Nilai Normal
HEMATOLOGI
Darah rutin
Leukosit 15,3 ribu/uL 5-10
Hemoglobin 11,3 g/dL 11-14,5
Hematokrit 34,3 % 37-47
Trombosit 379 ribu/uL 150-400
S. Paratyphi H Negatif Negatif
KIMIA KLINIK
Fungsi Hati
AST (SGOT) 24 U/L <37
ALT (SGPT) 9 U/L <41
Elektrolit
Natrium 138 mmol/L 135-145
Kalium 4,9 mmol/L 3,5-5,0
Clorida 101 mmol/L 94-111
Feses Lengkap
Feses Rutin/Lengkap
Makroskopis Hasil Unit Nilai Rujukan
Warna Kuning
Konsistensi Lembek
Bau Khas
Campuran Lendir, darah
6

Mikroskopis
Leukosit 20-40 /lpb 0-5
Eritrosit 10-15 /lpb 0-2
Bakteri ++ Neg
Parasit Negative Neg
Telur cacing Negative Neg
Jamur Negative Neg
Amylum Negative Neg
Lemak Negative Neg
Serat Negative Neg
Kimia
Ph 8.0
Reduksi Negative
Darah samar Positive Neg
V. RESUME
Seorang anak perempuan usia 1 tahun 8 bulan datang ke IGD RSUD Bekasi
dengan keluhan mencret 2 hari SMRS. Frekuensi BAB >5X/harinya, namun sejak
semalam diare >10x. konsistensi cair, warna kuning kehijauan. Disertai darah dan
lendir. Dalam feces juga tampak cacing seperti serabut kelapa. Selain mencret, pasien
juga mengeluhkan adanya demam, dengan perabaan tangan demam tidak terlalu tinggi,
tidak ada kejang. Terdapat mual diserta2qi muntah 3x/hari. Nafsu makan menurun,
tetapi pasien masih mau mengkonsumsi makanan. Pasien juga masih banyak minum air
putih dan susu. Pasien juga mengeluhkan adanya nyeri perut. Tidak terdapat pilek,
batuk, maupun sesak.
Pasien juga sudah berobat ke klinik dekat rumah, sudah meminum obat klinik,
demam sudah turun, namun BAB belum membaik.
Riwayat Penyakit Dahulu ditemukan pasien belum pernah mengalami keluhan
seperti ini sebelumnya. Pasien menyangkal adanya alergi makanan ataupun obat.
Riwayat Penyakit Keluarga Sebelum anaknya mengalami penyakit ini. Ayahnya
mengalami penyakit yang serupa. Berobat ke puskesmas, lalu 4 hari kemudian sembuh.
Riwayat diabetes mellitus, penyakit jantung, asma dan alergi tidak ada.
7

Riwayat kehamilan ibu pasien TT hanya 1 kali, riwayat kelahiran pasien normal
di bidan
Riwayat pertumbuhan dan perkembangan pasien sesuai usia
Riwayat kebutuhan gizi pasien terpenuhi cukup baik dan pasien makan 3x sehari
dengan porsi cukup
Riwayat imunisasi dasar tidak lengkap, karena pengetahuan orang tua yang
kurang tentang imunisasi dasar
Riwayat perumahan dan sanitasi kebersihan dan kesehatan lingkungan tempat
tinggal pasien kurang baik.
PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan di bangsal melati pada hari Senin, 23 Juni 2014
a. Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
b. Tanda Vital
Nadi : 110 x/menit
Respirasi : 22 x/menit
Suhu : 36,6 º C
c. Data Antropometri
Berat badan : 10 kg
Panjang badan : 76 cm
Status Gizi WHO
BB/U : 0 hingga -2 SD (gizi normal)
TB/U : 0 hingga -2 (gizi normal)
BB/TB : 1 SD (gizi normal)
Kesan : Gizi normal
d. Kepala dan Leher
Bentuk : normocephali
Rambut : rambut hitam, tidak mudah dicabut, distribusi merata
Mata : conjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, pupil isokor, RCL
+/+, RCTL +/+
Telinga : normotia, membran timpani intak, serumen -/-
Hidung : bentuk normal, sekret -/-, napas cuping hidung -/-
Mulut : bibir kering (-), sianosis (-)
Lidah : normoglasia, warna merah muda, lidah kotor (-)
8

Tenggorokan : tonsil T1-T1, kriptus -/-, detritus -/-, faring hiperemis (-),
arkus faring simetris, granula (-)
Leher : KGB tidak membesar, kelenjar tiroid tidak membesar, trakea l
letak normal
e. Thoraks
Paru
Inspeksi : pergerakan dinding dada simetris, retraksi (-)
Palpasi : gerak napas simetris, vocal fremitus simetris
Perkusi : sonor di kedua lapang paru
Auskultasi : BND vesikuler, ronkhii -/-, wheezing -/-
Jantung
Inspeksi : pulsasi ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis teraba
Perkusi : redup, batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : BJ I & II reguler, murmur -, gallop –
f. Abdomen
Inspeksi : perut tampak datar
Auskultasi : bising usus 5x/menit
Palpasi : supel, nyeri tekan + seluruh region abdomen, hepar
dan lien tidak teraba membesar
Perkusi : shifting dullness -, nyeri ketok –
g. Kulit : ikterik -, petechie –, turgor kulit cukup, eritema perianal (-),
prolapse ani (-)
h. Ekstremitas : akral hangat, sianosis -, oedem -, CRT < 2 detik
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium tanggal 23 Juni 2014
Jenis Hasil Satuan Nilai Normal
HEMATOLOGI
Leukosit 15,3 ribu/uL 5-10
Feses Lengkap
Feses Rutin/Lengkap
9

Makroskopis Hasil Unit Nilai Rujukan
Warna Kuning
Konsistensi Lembek
Bau Khas
Campuran Lendir, darah
Mikroskopis
Leukosit 20-40 /lpb 0-5
Eritrosit 10-15 /lpb 0-2
Bakteri ++ Neg
Kimia
Darah samar Positive Neg
VI. DIAGNOSIS KERJA
Diare Akut Tanpa Dehidrasi ec Disentri
VII. PENATALAKSANAAN
IVFD RL 960cc/24jam
Ondansetron IV 3x1mg (kp)
Sanmol drip 6x100mg (kp)
Anbacim syr 1x1cth
Probiokid 2x1sach
L Zinc 1x1cth
Diet : bubur tempe, susu dilanjutkan
VIII. PROGNOSIS
Ad Vitam : Bonam
Ad Functionam : Bonam
Ad Sanationam : Bonam
10

BAB II
ANALISA KASUS
Pada pasien ini ditegakkan diagnosis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis, Seorang anak perempuan usia 1 tahun 8 bulan
datang ke IGD RSUD Bekasi dengan keluhan mencret 2 hari SMRS. Frekuensi BAB
>5X/harinya, namun sejak semalam diare >10x. konsistensi cair, warna kuning kehijauan.
Disertai darah dan lendir. Dalam feces juga tampak cacing seperti serabut kelapa. Selain
mencret, pasien juga mengeluhkan adanya demam, dengan perabaan tangan demam tidak
terlalu tinggi, tidak ada kejang. Terdapat mual diserta2qi muntah 3x/hari. Nafsu makan
menurun, tetapi pasien masih mau mengkonsumsi makanan. Pasien juga masih banyak
minum air putih dan susu. Pasien juga mengeluhkan adanya nyeri perut. Tidak terdapat pilek,
batuk, maupun sesak.
Pasien juga sudah berobat ke klinik dekat rumah, sudah meminum obat klinik,
demam sudah turun, namun BAB belum membaik.
Riwayat Penyakit Dahulu ditemukan pasien belum pernah mengalami keluhan
seperti ini sebelumnya. Pasien menyangkal adanya alergi makanan ataupun obat.
Riwayat Penyakit Keluarga Sebelum anaknya mengalami penyakit ini. Ayahnya
mengalami penyakit yang serupa. Berobat ke puskesmas, lalu 4 hari kemudian sembuh.
Riwayat diabetes mellitus, penyakit jantung, asma dan alergi tidak ada.
Riwayat kehamilan ibu pasien TT hanya 1 kali, riwayat kelahiran pasien normal di
bidan
Riwayat pertumbuhan dan perkembangan pasien sesuai usia
Riwayat kebutuhan gizi pasien terpenuhi cukup baik dan pasien makan 3x sehari
dengan porsi cukup
Riwayat imunisasi dasar tidak lengkap, karena pengetahuan orang tua yang kurang
tentang imunisasi dasar
Riwayat perumahan dan sanitasi kebersihan dan kesehatan lingkungan tempat
tinggal pasien kurang baik.
Pada pemeriksaan fisik yang mendukung didapatkan tampak sakit sedang Kesadaran
Compos mentis, tanda vital didapatkan nadi 110x/menit, respirasi 22x/menit, suhu 36,6oC.
Status antropometri menurut WHO didapatkan kesan pasien gizi normal. Pemeriksaan fisik
11

bermakna ditemukan rasa nyeri tekan positif diseluruh region abdomen. Tidak ditemukan
adanya tanda-tanda dehidrasi. Tidak ada prolapse ani, ataupun eritema perianal.
Pada pemeriksaan penunjang didapatkan leukosit 15.900. Feses lengkap didaptkan
makroskopis warna kuning, konsistensi lembek, bau khas, campuran lendir dan darah.
Mikroskopis didaptkan leukosit 20-40, eritrosit 10-15, bakteri ++, darah samar positive.
Diagnosis Diare Akut Tanpa Dehidrasi ec Disentri ditegakan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium yang didapatkan. Diagnosis klinis disentri
didasarkan semata-mata pada terlihatnya darah di dalam tinja. Tinja mungkin juga
mengandung sel-sel nanah (lekosit polimorfonuklear) yang terlihat dengan mikroskop dan
mungkin mengandung lendir dalam jumlah banyak; gambaran yang terakhir ini mengarah ke
infeksi bakteri yang invasif ke mukosa usus (seperti Campylobacter jejuni atau Shigella),
akan tetapi gejala ini saja tidak cukup untuk mendiagnosis disentri. Pada beberapa episode
shigellosis, pertama-tama tinja cair kemudian menjadi berdarah setelah 1 atau 2 hari.
Diare cair ini kadang-kadang berat dan menyebabkan dehidrasi. Namun, biasanya
keluarnya tinja berdarah sedikit-sedikit beberapa kali dan tidak sampai dehidrasi. Penderita
dengan disentri sering disertai panas, tetapi kadang-kadang suhunya rendah, terutama pada
kasus-kasus yang berat. Sakit kram di perut dan sakit di dubur pada waktu defekasi, atau
tetanus juga sering terjadi, namun anak kecil tidak dapat menggambarkan keluhan ini.
Beberapa komplikasi yang berat dan kemungkinan fatal dapat terjadi pada waktu
disentri, terutama bila penyebabnya Shigella. Keadaan ini meliputi perforasi usus, megakolon
toksik, prolapsus rektum, kejang-kejang (dengan) atau tanpa hiperpireksil, anemiaseptik,
sindrom hemolitik uremik dan hiponatremia yang lama. Komplikasi utama disentri adalah
kehilangan berat badan dan status gizi yang dengan cepat memburuk. Hal ini disebabkan oleh
anoreksia, kebutuhan badan terhadap gizi untuk mengatasi infeksi dan memperbaiki
kerusakan usus dan kehilangan protein melalui jaringan yang rusak (misal: hilangnya protein
karena enteropati). Kematian karena disentri biasanya disebabkan oleh kerusakan ileum dan
kolon, komplikasi sepsis, infeksi sekunder (misal: pneumonia) atau gizi buruk. Anak yang
baru sembuh dari disentri juga meningkat resiko kematiannya karena infeksi lain, disebabkan
buruknya status gizi atau turunnya imunitas.
Penyebab episode disentri sering tidak diketahui. Biakan tinja untuk mendeteksi
bakteri patogen sering tidak mungkin. Selain itu paling tidak dibutuhkan waktu 2 hari
sebelum hasil biakan ada, sedangkan antibiotik harus segera diberikan. Amubiasis hanya
12

dapat didiagnosis dengan pasti bila trofozoit E.histolitika yang mengandung sel darah merah
terlihat di dalam tinja yang segar atau pada lendir ulkus rektum (didapatkan pada waktu
proktoskopi). Ditemukannya kista tidak cukup untuk mendiagnosis amebiasis. Amubiasis
harus dicurigai bila seorang anak disentri tidak membaik setelah diberi antibiotik yang tepat
untuk Shigellosis.
Pada kasus ini belum dapat ditegakan diagnosis pasti penyebab disentri karena tidak
adanya pemeriksaan biakan tinja.
13

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
I. DEFINISI
Diare adalah buang air besar yang tidak normal dimana terjadi perubahan konsistensi
tinja menjadi lebih encer/cair dari biasanya dengan frekwensi tiga kali atau lebih dalam 24
jam, dapat/tidak disertai dengan lendir/darah.
Diare akut adalah diare yang terjadi dalam waktu kurang dari 14 hari. Jika ada diare
akut maka terdapat juga diare kronik. Diare kronik dan diare persisten adalah diare yang
berlangsung 14 hari atau lebih. Namun perbedaannya adalah diare persisten disebabkan oleh
infeksi tetapi diare kronik tudak disebabkan oleh infeksi.
II. ETIOLOGI
Penyebab diare akut adalah sebagai berikut ini :
1) Infeksi : virus, bakteri, dan parasit.
a) Golongan virus
Beberapa jenis virus yang dapat menyebabkan diare akut, antara lain Rotavirus, Virus
Norwalk, Adenovirus.
b) Golongan bakteri
Beberapa bakteri yang menyebabkan diare akut pada anak :
Escherecia coli
Shigella spp.
Campylobacter jejuni
Yersinia enterocolitica
Salmonella spp
Vibrio cholera,Vibrio parahaemoliticus
c) Golongan parasit, protozoa
Entamoeba histolytica
Giardia lamblia
14

Crytosporidium
2) Malabsorpsi : Biasanya terjadi karena malabsopsi karbohidrat (intoleransi laktosa).
Jarang sekali diare akut yang terjadi karena malabsopsi lemak atau protein.
3) Keracunan makanan : makanan basi, makanan beracun. Diare karena keracunan
makanan terjadi akibat dua hal yaitu makanan mengandung zat kimia beracun atau
makanan mengandung mikroorganisme yang mengeluarkan toksin, antara lain
Clostridium perfringens, Staphylococcus.
4) Alergi terhadap makanan : terutama disebabkan oleh Cow’s milk protein sensitive
enteropathy (CMPSE), dan juga dapat disebabkan oleh makanan lainnya.
5) Imunodefisiensi. Diare akibat imunodefisiensi ini sering terjadi pada penderita AIDS.
6) Defek anatomis : malrotasi, Hirschprungs Disease, short bowel syndrome
Berikut ini akan dibahas beberapa enteropatogen/penyebab diare akut spesifik yang dianggap
merupakan penyebab diare yang utama :
Rotavirus.
Akibat infeksi Rotavirus ini pada usus terjadi kerusakan sel epitel mukosa usus, infeksi sel-
sel radang pada lamina propia, pemendekan jonjot usus, pembengkakan mitokondria, dan
bentuk mikrovili (brush border) yang tidak teratur. Sebagai akibat dari semua ini adalah
terjadinya gangguan absorpsi cairan/elektrolit pada usus halus dan juga akan terjadi gangguan
pencernaan (digesti) dari makanan terutama karbohidrat karena defisiensi enzim disakaridase
akibat kerusakan epitel mukosa usus tadi.
Escherichia coli.
E. coli menyebabkan sekitar 25% diare di negara berkembang dan juga merupakan penyebab
diare kedua setelah Rotavirus pada bayi dan anak. Pada saat ini telah dikenal 5 golongan
E.coli yang dapat menyebabkan diare, yaitu ETEC (Enteropathogenic Escherichia coli),
EPEC (Enteropathogenic Eschericia coli), EIEC (Enteroinvasive Eschericia coli), EAEC
(Enteroadherent Escherichia coli), dan EHEC (Enterohemorrhagic Escherichia coli).
ETEC. ETEC merupakan penyebab utama diare dehidrasi di negara berkembang.
Transmisinya melalui makanan (makanan sapihan/makanan pendamping), dan minuman
yang telah terkontaminasi. Pada ETEC dikenal 2 faktor virulen, yaitu 1) faktor kolonisasi,
yang menyebabkan ETEC dapat melekat pada sel epitel usus halus (enterosit) dan 2)
15

enterotoksin. Gen untuk faktor kolonisasi dan enterotoksin terdapat dalam plasmid, yang
dapat ditransmisikan ke bakteri E.coli lain. Terdapat 2 macam toksin yang dihasilkan oleh
ETEC, yaitu toksin yang tidak tahan panas (heat labile toxin = LT) dan toksin yang tahan
panas (heat stable toxin = ST). Toksin LT menyebabkan diare dengan jalan merangsang
aktivitas enzim adenil siklase seperti halnya toksin kolera sehingga akan meningkatkan
akumulasi cAMP, sedangkan toksin ST melalui enzim guanil siklase yang akan
meningkatkan akumulasi cGMP. Baik cAMP maupun cGMP akan menyebabkan
perangsangan sekresi cairan ke lumen usus sehingga terjadi diare. Bakteri ETEC dapat
menghasilkan LT saja, ST saja atau kedua-duanya. ETEC tidak menyebabkan kerusakan
rambut getar (mikrovili) atau menembus mukosa usus halus (invasif). Diare biasanya
berlangsung terbatas antara 3-5 hari, tetapi dapat juga lebih lama (menetap, persisten).
EPEC. EPEC dapat menyebabkan diare berair disertai muntah dan panas pada bayi dan anak
dibawah usia 2 tahun. Di dalam usus, bakteri ini membentuk koloni melekat pada mukosa
usus, akan tetapi tidak mampu menembus dinding usus. Melekatnya bakteri ini pada mukosa
usus karena adanya plasmid. Bakteri ini cepat berkembang biak dengan membentuk toksin
yang melekat erat pada mukosa usus sehingga timbul diare pada bayi dan sering
menimbulkan prolong diarrhea terutama bagi mereka yang tidak minum ASI.
EIEC. EIEC biasanya apatogen, tetapi sering pula menyebabkan letusan kecil (KLB) diare
karena keracunan makanan (food borne). Secara biokimiawi dan serologis bakteri ini
menyerupai Shigella spp., dapat menembus mukosa usus halus, berkembang biak di dalam
kolonosit (sel epitel kolon) dan menyebabkan disentri basiler. Dalam tinja penderita, sering
ditemukan eritrosit dan leukosit.
EAEC. EAEC merupakan golongan E.coli yang mampu melekat dengan kuat pada mukosa
usus halus dan menyebabkan perubahan morfologis. Diduga bakteri ini mengeluarkan
sitotoksin, dapat menyebabkan diare berair sampai lebih dari 7 hari (prolonged diarrhea).
EHEC. EHEC merupakan E.coli serotipe 0157 : H7, yang dikenal dapat menyebabkan kolitis
hemoragik. Transmisinya melalui makanan, berupa daging yang dimasak kurang matang.
Diarenya disertai sakit perut hebat (kolik, kram) tanpa atau disertai sedikit panas, diare cair
disertai darah. EHEC menghasilkan sitotoksin yang dapat menyebabkan edem dan
perdarahan usus besar.
Shigella sp.
16

Infeksi Shigella pada manusia dapat menyebabkan keadaan mulai dari asimptomatik sampai
dengan disentri hebat disertai dengan demam, kejang-kejang, toksis, tenesmus ani, dan tinja
yang berlendir dan darah. Golongan Shigella yang sering menyerang manusia di daerah tropis
adalah Shigella dysentri, Shigella flexnori, sedangkan Shigella sonnei lebih sering terjadi di
daerah sub tropis.
Patogenesis terjadinya diare oleh Shigella spp. Ini adalah karena kemampuannya
mengadakan invasi ke epitel sel mukosa usus. Disini dia berkembang biak dan mengeluarkan
leksotoksin yang bersifat merusak sel (sitotoksin). Daerah yang sering diserang adalah bagian
terminal dari ileum dan kolon. Akibat invasi dari bakteri ini terjadi infiltrasi sel-sel PMN dan
kerusakan sel epitel mukosa sehingga timbul ulkus kecil-kecil di daerah invasi yang
menyebabkan sel-sel darah merah, plasma protein, sel darah putih, masuk ke dalam lumen
usus dan akhirnya keluar bersama tinja.
Salmonella spp.
Di dunia terdapat lebih dari 2000 spesies, namun hanya 6-10 jenis saja yang menyebabkan
diare. Di dalam klinik, golongan Salmonella yang menyebabkan diare dikenal dengan nama
Nontyphoidal Salmonellosis, yang paling sering menimbulkan diare pada anak adalah S.
Paratyphi A, B dan C. Binatang merupaka reservoir utama, oleh karena itu infeksi Salmonella
spp. ini biasanya disebabkan oleh makanan yang berasal dari binatang, seperti daging, telur,
susu, dan makanan-makanan daging dalam kaleng. Diare yang disebabkan Salmonella spp,
biasanya disertai dengan rasa mual, kram perut, dan panas.
Patogenesis Salmonella spp. ini seperti halnya denan Shigella dapat melakukan invasi ke
dalam mukosa usus halus sehingga juga dapat dijumpai adanya lendir dan darah pada tinja.
Akan tetapi Salmonellosis ini tidak menyebabkan ulkus seperti pada Shigella.
Vibrio cholera.
Vibrio cholera mempunyai sifat yaitu tidak menyebabkan kerusakan mukosa usus dan
mengeluarkan toksin yang menyebabkan diare. Vibrio cholera masuk ke dalam lumen usus
melalui lambung dan peranan asam lambung akan menentukan seseorang apakah rentan
terhadap diare atau tidak. Pada orang yang kadar asam lambungnya normal maka untuk dapat
menimbulkan diare dibutuhkan jumlah kuman yang masuk sebesar 106, akan tetapi jika asam
lambungnya kurang (pH menjadi lebih tinggi) maka jumlah 104 sudah dapat menimbulkan
diare.
17

Campylobacter jejuni.
Selain diare yang disertai dengan lendir dan darah, juga terdapat gejala sakit perut disekitar
pusat, yang kemudian menjalar ke kanan bawah dan rasa nyerinya menetap di tempat tersebut
(seperti pada apendisitis akut). C. jejuni mengeluarkan 2 macam toksin yaitu sitotoksin dan
toksin LT.
Tempat infeksi yang paling sering dari C. jejuni ini adalah jejenum, ileum, dan colon.
Terdapat kelainan pada mukosa usus, peradangan, edema, pembesaran kelenjar limfe
mesenterium dan adanya cairan bebas di cavum peritonei. Jonjot usus halus ditemukan
memendek dan melebar tetapi tidak konsisten.
Yersinia enterokolitika
Pada pemeriksaan histologis terdapat abses-abses kecil di daerah plaque Peyeri dan nodula
limphatisi. Pada beberapa penderita menyebabkan limfadenitis mesenterikum dan ileutis.
Entamoeba histolytica
Insidensi pembawa kista pada anak (carrier) sekitar 5% saja tetapi sebagian besar (90%)
asimptomatik dan hanya sebagian kecil (10%) saja yang menjadi sakit. Diare biasanya
berlendir disertai darah, terkenal dengan nama disentri amoeba. Gejalanya yang mencolok
adalah tenesmusnya. Penularan biasanya melalui makanan atau air (minuman) yang tercemar
oleh parasit Entamoeba histolytica, terkenal menyebabkan ulkus yang menggaung, dan dapat
menyebabkan abses hati.
Cryptosporodium
Penularan melalui oro-fekal dan biasanya diare bersifat akut. Mulainya karena terjadi
kerusakan mukosa usus oleh perlekatan parasit pada mikrovilus enterosit, sehingga terjadi
gangguan absorpsi makanan.
III. PATOGENESIS
1. Virus.
Virus terbanyak penyebab diare adalah rotavirus, selain itu juga dapat disebabkan
oleh adenovirus, enterovirus, astrovirus, minirotavirus, calicivirus, dan sebagainya. Garis
besar patogenesisnya sebagai berikut ini. Virus masuk ke dalam traktus digestivus bersama
18

makanan dan/atau minuman, kemudian berkembang biak di dalam usus. Setelah itu virus
masuk ke dalam epitel usus halus dan menyebabkan kerusakan bagian apikal vili usus halus.
Sel epitel usus halus bagian apikal akan diganti oelh sel dari bagian kripta yang belum
matang, berbentuk kuboid atau gepeng. Akibatnya sel-sel epitel ini tidak dapat berfungsi
untuk menyerap air dan makanan. Sebagai akibat lebih lanjut akan terjadi diare osmotik. Vili
usus kemudian akan memendek sehingga kemampuannya untuk menyerap dan mencerna
makananpun akan berkurang. Pada saat inilah biasanya diare mulai timbul. Setelah itu sel
retikulum akan melebar, dan kemudian akan terjadi infiltrasi sel limfoid dari lamina propria,
untuk mengatasi infeksi sampai terjadi penyembuhan (Sunoto, 1991).
2. Bakteri.
Patogenesis terjadinya diare oleh karena bakteri pada garis besarnya adalah sebagai
berikut. Bakteri masuk ke dalam traktus digestivus, kemudian berkembang biak di dalam
traktus digestivus tersebut. Bakteri ini kemudian mengeluarkan toksin yang akan merangsang
epitel usus sehingga terjadi peningkatan aktivitas enzim adenili siklase (bila toksin bersifat
tidak tahan panas, disebut labile toxin = LT) atau enzim guanil siklase (bila toksin bersifat
tahan panas atau disebut stable toxin = ST). Sebagai akibat peningkatan aktivitas enzim-
enzim ini akan terjadi peningkatan cAMP atau cGMP, yang mempunyai kemampuan
merangsang sekresi klorida, natrium, dan air dari dalam sel ke lumen usus (sekresi cairan
yang isotonis) serta menghambat absorpsi natrium, klorida, dan air dari lumen usus ke dalam
sel. Hal ini akan menyebabkan peningkatan tekanan osmotik di dalam lumen usus
(hiperosmoler). Kemudian akan terjadi hiperperistaltik usus untuk mengeluarkan cairan yang
berlebihan di dalam lumen usus tersebut, sehingga cairan dapat dialirkan dari lumen usus
halus ke lumen usus besar (kolon). Dalam keadaan normal, kolon seorang anak dapat
menyerap sebanyak hingga 4400 ml cairan sehari, karena itu produksi atau sekresi cairan
sebanyak 400 ml sehari belum menyebabkan diare. Bila kemampuan penyerapan kolon
berkurang, atau sekresi cairan melebihi kapasitas penyerapan kolon, maka akan terjadi diare.
Pada kolera sekresi cairan dari usus halus ke usus besar dapat mencapai 10 liter atau lebih
sehari. Oleh karena itu diare pada kolera biasanya sangat hebat, suatu keadaan yang disebut
sebagai diare profus.
Secara umum golongan bakteri yang menghasilkan cAMP akan menyebabkan diare
yang lebih hebat dibandingkan dengan golongan bakteri lain yang menghasilkan cGMP.
Golongan kuman yang mengandung LT dan merangsang pembentukan cAMP, diantaranya
adalah V. Cholera, ETEC, Shigella spp., dan Aeromonas spp. Sedangkan yang mengandung
19

ST dan merangsang pembentukan cGMP adalah ETEC, Campylobacter sp., Yersinia sp., dan
Staphylococcus sp.
Menurut mekanisme terjadinya diare, maka diare dapat dibagi menjadi 3 bagian besar
yaitu:
1) Diare sekretorik, diare sekretorik adalah diare yang terjadi akibat aktifnya enzim
adenil siklase. Enzim ini selanjutnya akan mengubah ATP menjadi cAMP. Akumulasi
cAMP intrasel akan menyebabkan sekresi aktif ion klorida, yang akan diikuti secara
positif ileh air, natrium, kaliumm dan bikarbonat ke dalam lumen usus sehingga
terjadi diare dan muntah-muntah sehingga penderita cepat jatuh ke dalam keadaan
dehidrasi. Pada anak, diare sekretorik ini sering disebabkan oleh toksin yang
dihasilkan oleh mikroorganisme Vibrio, ETEC, Shigella, Clostridium, Salmonella,
Campylobacter. Toksin yang dihasilkannya tersebut akan merangsang enzim adenil
siklase, selanjutnya enzim tersebut akan mengubah ATP menjadi cAMP. Diare
sekretorik pada anak paling sering disebabkan oleh kolera.Gejala dari diare sekretorik
ini adalah 1) diare yang cair dan bila disebabkan oleh vibrio biasanya hebat dan
berbau amis, 2) muntah-muntah, 3) tidak disertai dengan panas badan, dan 4)
penderita biasanya cepat jatuh ke dalam keadaan dehidrasi.
2) Diare invasif/dysentriform diarrhae, diare invasif adalah diare yang terjadi akibat
invasi mikroorganisme dalam mukosa usus sehingga menimbulkan kerusakan pada
mukosa usus. Diare invasif ini disebabkan oleh Rotavirus, bakteri (Shigella,
Salmonella, Campylobacter, EIEC, Yersinia), parasit (amoeba). Diare invasif yang
disebabkan oleh bakteri dan amoeba menyebabkan tinja berlendir dan sering disebut
sebgai dysentriform diarrhea. Di dalam usus pada shigella, setelah kuman melewati
barier asam lambung, kuman masuk ke dalam usus halus dan berkembang biak sambil
mengeluarkan enterotoksin. Toksin ini akan merangsang enzim adenil siklase untuk
mengubah ATP menjadi cAMP sehingga terjadi diare sekretorik. Selanjutnya kuman
ini dengan bantuan peristaltik usus sampai di usus besar/kolon. Di kolon, kuman ini
bisa keluar bersama tinja atau melakukan invasi ke dalam mukosa kolon sehingga
terjadi kerusakan mukosa berupa mikro-mikro ulkus yang disertai dengan serbukan
sel-sel radang PMN dan menimbulkan gejala tinja berlendir dan berdarah. Gejala
dysentriform diarrhea adalah 1) tinja berlendir dan berdarah biasanya b.a.b sering tapi
sedikit-sedikit dengan peningkatan panas badan, tenesmus ani, nyeri abdomen, dan
kadang-kadang prolapsus ani, 2) bila disebabkan oleh amoeba, seringkali menjadi
20

kronis dan meninggalkan jaringan parut pada kolon/rektum, disebut amoeboma.
Mekanisme diare oleh rotavirus berbeda dengan bakteri yang invasif dimana diare
oleh rotavirus tidak berdarah. Setelah rotavirus masuk ke dalam traktus digestivus
bersama makanan/minuman tentunya harus mengatasi barier asam lambung,
kemudian berkembang biak dan masuk ke dalam bagian apikal vili usus halus.
Kemudian sel-sel bagian apikal tersebut akan diganti dengan sel dari bagian kripta
yang belum matang/imatur berbentuk kuboid atau gepeng. Karna imatur, sel-sel ini
tidak dapat berfungsi untuk menyerap air dan makanan sehingga terjadi gangguan
absorpsi dan terjadi diare. Kemudian vili usus memendek dan kemampuan absorpsi
akan bertambah terganggu lagi dan diare akan bertambah hebat. Selain itu sel-sel yang
imatur tersebut tidak dapat menghasilkan enzim disakaridase. Bila daerah usus halus
yang terkena cukup luas, maka akan terjadi defisiensi enzim disakaridase tersebut
sehingga akan terjadilah diare osmotik. Gejala diare yang disebabkan oleh rotavirus
adalah 1) paling sering pada anak usia dibawah 2 tahun dengan tinja cair, 2) seringkali
disertai dengan peningkatan panas badan dan batuk pilek, 3) muntah.
3) Diare osmotik, diare osmotik adalah diare yang disebabkan karena tingginya tekanan
osmotik pada lumen usus sehingga akan menarik cairan dari intra sel ke dalam lumen
usus, sehingga terjadi diare berupa watery diarrhea. Paling sering terjadinya diare
osmotik ini disebabkan oleh malabsorpsi karbohidrat. Monosakarida biasanya
diabsorpsi baik oleh usus secara pasif maupun transpor aktif dengan ion Natrium.
Sedangkan disakarida harus dihidrolisa dahulu menjadi monosakarida oleh enzim
disakaridase yang dihasilkan oleh sel mukosa. Bila terjadi defisiensi enzim ini maka
disakarida tersebut tidak dapat diabsorpsi sehingga menimbulkan osmotic load dan
terjadi diare.Disakarida atau karbohidrat yang tidak dapat diabsorpsi tersebut akan
difermentasikan di flora usus sehingga akan terjadi asam laktat dan gas hidrogen.
Adanya gas ini terlihat pada perut penderita yang kembung (abdominal distention),
pH tinja asam, dan pada pemeriksaan dengan klinites terlihat positif. Perlu diingat
bahwa enzim amilase pada bayi, baru akan terbentuk sempurna setelah bayi berusia 3-
4 bulan. Oleh sebab itu pemberian makanan tambahan yang mengandung karbohidrat
kompleks tidak diberikan sebelum usia 4 bulan, karena dapat menimbulkan diare
osmotik. Gejala dari diare osmotik adalah 1) tinja cair/watery diarrhae akan tetapi
biasanya tidak seprogresif diare sekretorik, 2) tidak disertai dengan tanda klinis umum
seperti panas, 3) pantat anak sering terlihat merah karena tinja yang asam, 4) distensi
abdomen, 5) pH tinja asam dan klinitest positif. Bentuk yang paling sering dari diare
21

osmotik ini adalah intoleransi laktosa akibat defisiensi enzim laktase yang dapat
terjadi karena adanya kerusakan mukosa usus. Dilaporkan kurang lebih sekitar 25-
30% dari diare oleh rotavirus terjadi intoleransi laktosa.
Karakteristik Tinja dan Menentukan Asalnya
Karakteristik
Tinja
Usus Kecil Usus Besar
Tampilan Watery Mukoid dan/atau berdarah
Volume Banyak Sedikit
Frekuensi Meningkat Meningkat
Darah Kemungkinan positif tetapi tidak pernah
darah segar
Kemungkinan darah segar
Ph Kemungkinan <5,5 >5,5
Substansi pereduksi Kemungkinan positif Negatif
WBC < 5 / LPK Kemungkinan > 10 /LPK
Serum WBC Normal Kemungkinan leukositosis (bandemia)
Organisme Virus (Rotavirus, Adenovirus, Calicivirus,
Astrovirs, Norwalk virus)
Bakteri invasif (E.coli, Shigella sp.,
Salmonella sp., Campylobacter sp,
Yersinia sp., Aeromonas sp, Plesiomonas
sp)
Toksin bakteri (E.coli, C. perfringens,
Vibrio spesies)
Toksin bakteri (Clostridium difficile
Parasit (Giardia sp., Cryptosporodium sp.) Parasit (Entamoeba histolytica)
Organisme Penyebab Diare dan Gejala yang Sering Timbul
Organisme Inkubasi Durasi Muntah Demam Nyeri
Abdominal
Rotavirus 1-7 hari 4-8 hari Ya Rendah Tidak
Enterohemorrhagic E
coli
1-8 hari 3-6 hari Tidak +/- Ya
Enterotoxigenic E coli 1-3 hari 3-5 hari Ya Rendah Ya
Salmonella species 0-3 hari 2-7 hari Ya Ya Ya
Shigella species 0-2 hari 2-5 hari Tidak High Ya
Vibrio species 0-1 hari 5-7 hari Ya Tidak Ya
Cryptosporidium species 5-21 hari Bulan Tidak Rendah Ya
22

Entamoeba species 5-7 hari 1-2+ mg Tidak Ya Tidak
IV. PATOFISIOLOGI
Penyerapan cairan di usus halus. Dalam keadaan normal, usus halus mampu
menyerap cairan sebanyak 7-8 liter sehari, sedangkan usus besar 1-2 liter sehari. Penyerapan
air oleh usus halus ditentukan oleh perbedaan antara tekanan osmotik di lumen usus dan
didalam sel, terutama yang dipengaruhi oleh konsentrasi natrium. Penyerapan natrium ke
dalam enterosit dapat melalui tiga cara yaitu 1) berpasangan dengan ion klorida, atau bahan
non-elektrolit seperti glukosa, asam amino, peptida, dll, 2) pertukaran dengan ion hidrogen,
3) pasif melalui ruang intraseluler (tight junction), yang dengan cara ini hanya sebagian kecil
saja yang dapat diserap.
Setelah masuk ke dalam enterosit , natrium ini akan dikeluarkan melalui enzim Na-K-
ATPase (terdapat di membran basolateral) ke dalam ruang intraseluler dan selanjutnya
diteruskan ke dalam pembuluh darah. Di dalam ileum dan kolon, cairan klorida diserap
melalui pertukaran dengan cairan bikarbonat.
Sekresi cairan di usus halus. Proses sekresi merupakan kebalikan dari proses absorpsi.
Penyerapan pasangan NaCl akan meningkatkan anion klorida di dalam sel kripta dan pada
waktu yang bersamaan natrium akan dikeluarkan dari sel kripta dengan bantuan enzim Na-K-
ATPase. Sekresi klorida di dalam sel kripta dapat pula ditingkatkan dengan adanya
intracellular messenger (berupa cyclic nucleotide, misalnya cAMP, cGMP, yang dapat
menyebabkan peninggian permeabilitas sel kripta) sehingga klorida dengan mudah keluar ke
lumen usus.
Dalam keadaan normal usus besar dapat meningkatkan kemampuan penyerapannya sampai
4400 ml sehari, bila terjadi sekresi cairan yang berlebihan dari usus halus (ileosekal). Bila
sekresi cairan melebihi 4400 ml maka usus besar tidak mampu menyerap seluruhnya lagi,
selebihnya akan dikeluarkan bersama tinja dan terjadilah diare. Diare dapat juga terjadi
karena terbatasnya kemampuan penyerapan usus besar pada keadaan sakit, misalnya kolitis,
atau terdapat penambahan ekskresi cairan pada penyakit usus besar, misalnya karena virus,
disentri basiler, ulkus, tumor, dsb. Dengan demikian, dapat dimengerti bahwa setiap
perubahan mekanisme normal absorpsi dan sekresi di dalam usus halus maupun usus besar
(kolon), dapat menyebabkan diare, kehilangan cairan, elektrolitm, dan akhirnya dehidrasi.
23

Secara garis besar diare dapat disebabkan oleh diare sekretorik, diare osmotik,
peningkatan motilitas usus, dan defisiensi imun terutama SIgA. Penjelasan mengenai
mekanisme dari hal-hal tersebut semuanya telah dijelaskan pada uraian diatas pada referat ini.
Sebagai akibat dari diare akut tersebut diatas maka akan terjadi hal-hal sebagai berikut :
1) Dehidrasi dan gangguan keseimbangan elektrolit dan asam basa
2) Gangguan sirkulasi darah
3) Hipoglikemia
4) Gangguan gizi.
Dehidrasi dan gangguan keseimbangan elektrolit dan asam basa.
Sebagai akibat diare adalah tubuh akan kehilangan cairan dan elektrolit yang dikenal
dengan nama dehidrasi. Dehidrasi ini terjadi karena 1) hilangnya cairan melalui tinja atau
muntah (concomitant water losses) selama diare/muntah berlangsung. CWL ini banyaknya
bervariasi tergantung dari berat ringannya penyakit. Diperkirakan jumlahnya sekitar 25-30
ml/kgBB/24 jam, 2) kehilangan cairan melalui pernafasan, keringat, dan urin (insensible
water losses), 3) besarnya jumlah kehilangan cairan (previous water losses).
Kehilangan cairan yang normal (normal water losses) adalah banyaknya kehilangan
cairan/elektrolit melalui pernafasan, keringat, urin, tergantung dari umur. Makin muda anak
makin banyak kehilangan cairan dan makin bertambah umur makin berkurang Selain itu
NWL juga dipengaruhi oleh suhu tubuh, makin tinggi suhu tubuh maka akan bertambah
kehilangan cairannya. Setiap kenaikan suhu 1°C diatas normal (37°C) akan menambah
hilangnya cairan sebanyak 10 ml.
Penilaian Derajat Dehidrasi
Penilaian A B C
1. Lihat :
Keadaan umum
Mata
Air Mata
Mulut dan Lidah
Rasa Haus
Baik sadar
Normal
Ada
Basah
Minum biasa, tidak haus
*Gelisah rewel
Cekung
Tidak ada
Kering
*Haus ingin minum
banyak
*Lesu/lunglai/tdk sadar
Sangat cekung, kering
Tidak ada
Sangat kering
*Malas minum/tdk bisa
minum
24

2. Periksa Turgor Kulit Kembali cepat *Kembali lambat *Kembali sangat lambat
3. Hasil Pemeriksaan Tanpa dehidrasi Dehidrasi Ringan/
Sedang
Bila ada 1 tanda *
ditambah 1 atau lebih
tanda lain
Dehidrasi Berat
Bila ada 1 tanda *
ditambah 1 atau lebih
tanda lain
4. Terapi Rencana Terapi A Rencana Terapi B Rencana Terapi C
Gangguan Keseimbangan Elektrolit
Tonisitas dari plasma sebagian besar ditentukan oleh natrium. Dehidrasi dapat dibagi menjadi
3 menurut tonisitas plasma yaitu :
1) Dehidrasi isotonik/isonatremik bila kadar Na plasma 130-150 mEq/L. Dalam praktek
di klinik dehidrasi inilah yang terbanyak.
2) Dehidrasi hipotonik, bila Na plasma < 130 mEq/L.
3) Dehidrasi hipertonik, bila Na plasma > 150 mEq/L.
Gangguan asam basa. Akibat kehilangan cairan yang banyak pada diare tersebut diatas maka
akan terjadi hemokonsentrasi/hipoksia. Akibat hipoksia maka jaringan akan terjadi
metabolisme secara anaerobik yang akan menghasilkan produk asam laktat yang selanjutnya
akan menyebabkan keadaan asidosis respiratorik/metabolik. Tanda-tanda asidosis tersebut
dapat terlihat berupa pernafasan cepat dan dalam (Kussmaul).
Akibat lain dari keadaan diare adalah keluarnya bikarbonat melalui tinja, akibatnya pH darah
akan menurun bila badan tidak mengadakan koreksi dengan jalan mengeluarkan CO2 melalui
paru-paru. Sebagai akibat diare yang hebat dan tubuh tidak sanggup mengadakan kompensasi
lagi, maka terjadilah asidosis metabolik, dan mungkin akan diperberat lagi bila terjadi
ketosis, oliguria atau anuria dan penimbunan asam laktat karena terjadinya hipoksia pada
jaringan tubuh.
Gangguan sirkulasi
Sebagai akibat kehilangan cairan tubuh lebih dari 10% berat badan (dehidrasi berat) akan
terjadi gangguan sirkulasi dan dapat terjadi syok. Hal ini disebabkan cairan ekstraseluler
banyak berkurang (hipovolemik) sehingga perfusi darah ke jaringan berkurang, dengan akibat
hipoksia yang akan menambah beratnya asidosis metabolik, penurunan kesadaran, dan dapat
menimbulkan kematian bila tidak segera ditangani dengan baik.
25

Hipoglikemia
Hipoglikemia biasanya dapat terjadi pada anak yang menderita diare dan lebih sering lagi bila
sebelumnya menderita gangguan gizi (KEP). Sebab yang pasti belum diketahui tapi
kemungkinanya adalah 1) gangguan proses glikogenolisis, 2) gangguan penyimpanan
glikogen pada hati, 3) gangguan absorpsi dan digesti karbohidrat terutama pada KEP di mana
terjadi atropi jonjor usus. Akibat dari hipoglikemia ini cairan ekstraseluler akan menjadi
hipotonik dengan kompensasi air akan masuk ke dalam cairan intraseluler sehingga terjadi
edema sel-sel otak yang dapat memberikan gejala penurunan kesadaran, kejang-kejang.
Gangguan gizi
Gangguan gizi biasanya terjadi akibat diare dimana pemberian makanan selama sakit
dihentikan. Selain itu akibat infeksi usus terjadi gangguan absorpsi terutama laktosa karena
terjadinya defisiensi enzim laktase, akibatnya pemberian susu dengan laktosa tinggi akan
menambah beratnya diare. Pada anak yang sebelumnya sudah menderita KEP akan
memperberat keadaan KEP nya, yang dalam fase selanjutnya akan memperberat pula
diarenya.
Pemeriksaan Fisik
Dari hasil pemeriksaan fisik pada penderita diare maka dapat ditemukan beberapa hal, antara
lain adalah sebagai berikut ini :
1) Dehidrasi. Dehidrasi merupakan hal yang utama sebagai penyebab kesakitan dan
kematian, sehingga perlu dilakukan penilaian pada setiap pasien akan tanda, gejala, dan
tingkat keparahan dehidrasinya. Letargi, penurunan kesadaran, ubun-ubun besar yang
mencekung, membran mukosa yang mengering, mata cekung, turgor kulit yang menurun,
dan terlambatnya capillary refill perlu dijadikan suatu hal yang patut dicurigai kearah
dehidrasi.
2) Gagal untuk tumbuh dan malnutrisi. Penurunan massa otot dan lemak atau terjadinya
edema periferal dapat dijadiakan petunjuk bahwa terjadi malabsorpsi dari karbohidrat,
lemak dan/atau protein. Organisme tersering yang dapat menyebabkan malabsorpsi lemak
dan diare yang intermiten adalah Giardia sp.
3) Nyeri perut. Nyeri perut yang nonspesifik dan nonfokal disertai dengan kram perut
merupakan hal yang biasa terjadi pada beberapa organisme. Nyeri biasanya tidak
bertambah bila dilakukan palpasi pada perut. Apabila terjadi nyeri perut yang fokal maka
26

nyeri akan bertambah dengan palpasi, bila terjadi rebound tenderness, maka kita harus
curiga terjadinya komplikasi atau curiga terhadap suatu diagnosis yang noninfeksius.
4) Borborygmi. Merupakan tanda peningkatan aktivitas peristaltik usus yang menyebabkan
auskultasi dan/atau palpasi yang meningkat dari aktivitas saluran pencernaan.
5) Eritema perianal. Defekasi yang sering dapat menyebabkan kerusakan pada kulit perianal,
terutama pada anak-anak yang kecil. Malabsorpsi karbohidrat yang sekunder seringkali
merupakan hasil dari feses yang asam. Malabsoprsi asam empedu sekunder dapat
menyebabkan dermatitis disekitar perianal yang sangat hebat yang seringkali ditandari
sebagai suatu luka bakar.
Pemeriksaan Laboratorium
Feses yang pH nya 5.5 atau kurang dari itu atau menunjukan adanya substansi yang
mereduksi maka menandakan adanya intoleransi karbohidrat, yang biasanya disebabkan
secara sekunder oleh penyakit virus.
Infeksi yang enteroinvasif terhadap usus besar menyebabkan leukosit terutama netrofil
akan tampak di dalam tinja. Tidak adanya lekosit pada tinja tidak menghilangkan
kemungkinan adanya organisme enteroinvasif. Meskipun demikian, adanya leukosit di
dalam tinja dapat mengeliminasikan kemungkinan penyebab enterotoksigenik E.coli,
Vibrio sp., dan virus.
Lakukan pemeriksaan setiap eksudat yang ditemukan di dalam tinja untuk mencari
leukosit. Keberadaan eksudat merupakan suatu hal yang sangat tinggi nilainya untuk
memikirkan adanya colitis (80% merupakan nilai prediksi yang positif). Colitis
merupakan suatu yang infeksius, alergi, atau bagian dari penyakit inflamasi pada saluran
pencernaan (penyakit Crohn, colitis ulseratif).
Berbagai medium kultur tersedia untuk dapat mengisolasi bakteri. Suatu tingkat
kecurigaan terhadap suatu penyebab perlu diketahui terlebih dahulu untuk menentukan
media mana yang memungkinkan untuk penyebab diare tersebut tumbuh. Medium-
medium yang dapat digunakan untuk kultur dapat dilihat pada Tabel 5 dan Tabel 6.
Selalu lakukan kultur dari tinja untuk organisme-organisme Salmonella, Shigella, dan
Campylobacter serta Yersinia enterocolotica, terutama pada tampilan gejala klinis yang
menandakan adanya colitis atau jika ditemukan adanya leukosit pada tinja.
Pemeriksaan tinja untuk mencari ova dan parasit merupakan cara terbaik untuk
menemukan parasit penyebab diare. Lakukanlah pemeriksaan tinja setiap 3 hari sekali
atau setiap 2 hari sekali.
27

Hitung jenis leukosit biasanya tidak meningkat pada diare yang disebabkan oleh virus dan
toksin. Leukositosis seringkali terjadi tetapi tidak secara konstan pada diare yang
disebabkan oleh enteroinvasif bakteri. Organisme shigella menyebabkan leukositosis
dengan tanda bandemia (netrofilia) dengan variasi pada total hitung jenis sel darahnya.
V. PENATALAKSANAAN
Karena kebanyakan dari diare ini adalah penyakit yang self-limiting, maka dalam
pengelolaannya adalah bersifat suportif. Rehidrasi secara oral (OR) merupakan terapi utama
bagi semua anak-anak yang menderita diare, jangan pernah untuk tidak memberikan OR
bahkan bila anak tidak berada di dalam keadaan dehidrasi, karena pemeliharaan cairan dalam
tubuh merupakan hal yang sangat penting.
Antidiare tidak diberikan dan Antibiotik digunakan hanya untuk :
Diare invasif : Kotrimoksasol 50 mg/kgBB/hari, dibagi dalam 2 dosis selama hari.
Kolera : Tetrasiklin 50 mg/kgBB/hari, dibagi dalam 4 dosis selama 2-3 hari.
Amoeba, Giardia, Kriptosporodium : Metronidazol 30-50 mg/kgBB/hari, dibagi 3 dosis
selama 5 hari (10 hari untuk kasus berat)
Diet : Sesuai dengan penyebab diare
Intoleransi karbohidrat : susu rendah sampai bebas laktosa
Alergi protein susu sapi : susu kedelai
Malabsorpsi lemak : susu yang mengandung medium chain trigliserid (MCT)
Apabila dengan terapi dietetik diatas tidak ada respons, gunakan susu protein hidroksilat.
Penyulit :
Dehidrasi
- Tanpa dehidrasi : Rencana Terapi A
- Dehidrasi ringan-sedang : Rencana Terapi B
- Dehidrasi berat : Rencana Terapi C
Gangguan elektrolit
- Hiponatremia
Dapat diberikan larutan NaCl hipertonis 3 (13mEq/L) atau % (855mEq/L). Tetapi
untuk mencapai kadar Na yang aman (125 mEq/L) maka Na yang dibutuhkan
menurut rumus sebagai berikut ini : mEq Na = 12 – Na darah x 0.6 x BB(kg)
diberikan dalam 4 jam.
28

- Hipernatremia
Bila terjadi dehidrasi berat disertai syok/presyok maka berikan NaCl 0.9% atau RL
atau Albumin 5%. Setelah syok teratasi lalu berikan larutan yang mengandung Na :
75-80 mEq/L, misalnya NaCl-dekstrosa (2A) atau DG half strength sampai ada
diuresis kemudian berikan K 40 mEq/L.
- Hipokalemia :
Bila kadar K darah < 2.5 mEq/L (dengan atau tanpa gejala) → larutan KCl 3.75% i.v.
dengan dosis 3- mEq/kgBB, maksimal 40 mEq/L.Bila kadar K 2.5 – 3.5 mEq/L
(dengan atau tanpa gejala), cukup diberikan K : 75 mg/kgBB/hari p.o. dibagi dalam 3
dosis.
- Hiperkalemia :
Kadar K darah Terapi
< 6 mEq/L Kayeksalat 1 g/kgBB p.o., dilarutkan dalam 2 ml/kgBB larutan
sorbitol 70%.
Kayeksalat 1 g/kgBB enema, dilarutkan dalam 10 ml/kgBB larutan sorbitol 70% diberikan melalui kateter folley, diklem selama 30-60 menit.
6-7 mEq/L NaHCO3 7.5% dosis 3 mEq/kgBB secara i.v. atau 1 unit insulin/5 g glukosa
> 7 mEq/L Ca glukonas 10%, dosis 0.1-0.5 ml/kgBB i.v. dengan kecepatan 2 ml/menit
Gangguan keseimbangan asam-basa
- Asidosis metabolik, apabila kadar bikarbonat <22mEq/L dan kadar base excess (BE)
tidak diketahui → larutan bikarbonat 8.4% (1mEq = 1 ml) atau 7.5% (0.9 mEq = 1ml)
sebanyak 2-4 mEq/kgBB.Bila BE diketahui : mEq NaHCO3 = BE x BB x 0.3
- Alkalosis metabolik, tergantung derajat dehidrasi berikan NaCl 0.9%, 10-20ml/kgBB
dalam 1 jam. Bila telah diuresis, dilanjutkan dengan cairan 0.45 NaCl atau 2,5%
dekstrosa (2A) 40-80ml/kgBB + KCl 38 mEq/L dalam 8 jam.
VI. DISENTRI
Definisi dan Etiologi
29

Disentri didefinisikan sebagai diare yang disertai darah dalam tinja. Penyebab yang
terpenting dan tersering adalah Shigella, khususnya S.flexeneri dan S.dysentriae tipe 1.
Penyebab lain seperti Campylobacter jejuni terutama pada bayi dan lebih jarang adalah
Salmonella; disentri yang disebabkan oleh Salmonella ini biasanya tidak berat. Escherichia
coli enteroinvasif relatif lebih mirip dengan Shigella dan menyebabkan disentri yang berat.
Namun begitu, infeksi dengan kuman ini jarang terjadi. Entamuba histolytica menyebabkan
disentri pada anak yang lebih besar, tetapi jarang pada balita.
Sindroma disentri disebabkan oleh berbagai mikroba, bakteri dan parasit, yakni:
Shigella sp., Salmonella sp., Campylobacter sp., EIEC (Enteriinnasive E. coil), Entamoeba
histolytica atau Giardia lambha.
1. Shigella spp.
Ambang infeksinya rendah yakni 10–100 kuman sudah cukup untuk menularkan penyakit
tersebut dari penderita ke orang lain. Basil ini sangat rapuh (fragile, cepat rnati di luar tubuh
hospesnya), menyebabkan penyakit ini lebih banyak tertular dengan cara kontak langsung
(person to person).
2. Salmonella sp.
Beberapa spesies Salmonella yang bukan S. typhi, S. paratyphiA dan B dapat
menyebabkan diare invasif.
3. Campylobacter spp.
Pada akhir-akhir ini Campylobacter jejuni diare yang ditimbulkannya biasanya lebih dari
7 hari walaupun dengan gejala yang tidak terlalu berat.
4. EIEC (Entero Invasive E. coli)
Kesulitan yang timbul dalam isolasi EIEC dari penderita diare invasif ialah cara
membedakannya dari Infeksi coil lainnya. Karena dari 85% orang normal maupun yang diare
dapat diisolasi E. coli. Dengan begitu reaksi biokimia dan serologi dari isolat E. coil yang
cukup besar tak mungkin dilakukan secara rutin.
Gambaran Klinis dan diagnosis
Diagnosis klinis disentri didasarkan semata-mata pada terlihatnya darah di dalam
tinja. Tinja mungkin juga mengandung sel-sel nanah (lekosit polimorfonuklear) yang terlihat
30

dengan mikroskop dan mungkin mengandung lendir dalam jumlah banyak; gambaran yang
terakhir ini mengarah ke infeksi bakteri yang invasif ke mukosa usus (seperti Campylobacter
jejuni atau Shigella), akan tetapi gejala ini saja tidak cukup untuk mendiagnosis disentri. Pada
beberapa episode shigellosis, pertama-tama tinja cair kemudian menjadi berdarah setelah 1
atau 2 hari.
Diare cair ini kadang-kadang berat dan menyebabkan dehidrasi. Namun, biasanya
keluarnya tinja berdarah sedikit-sedikit beberapa kali dan tidak sampai dehidrasi. Penderita
dengan disentri sering disertai panas, tetapi kadang-kadang suhunya rendah, terutama pada
kasus-kasus yang berat. Sakit kram di perut dan sakit di dubur pada waktu defekasi, atau
tetanus juga sering terjadi, namun anak kecil tidak dapat menggambarkan keluhan ini.
Beberapa komplikasi yang berat dan kemungkinan fatal dapat terjadi pada waktu
disentri, terutama bila penyebabnya Shigella. Keadaan ini meliputi perforasi usus, megakolon
toksik, prolapsus rektum, kejang-kejang (dengan) atau tanpa hiperpireksil, anemiaseptik,
sindrom hemolitik uremik dan hiponatremia yang lama. Komplikasi utama disentri adalah
kehilangan berat badan dan status gizi yang dengan cepat memburuk. Hal ini disebabkan oleh
anoreksia, kebutuhan badan terhadap gizi untuk mengatasi infeksi dan memperbaiki
kerusakan usus dan kehilangan protein melalui jaringan yang rusak (misal: hilangnya protein
karena enteropati). Kematian karena disentri biasanya disebabkan oleh kerusakan ileum dan
kolon, komplikasi sepsis, infeksi sekunder (misal: pneumonia) atau gizi buruk. Anak yang
baru sembuh dari disentri juga meningkat resiko kematiannya karena infeksi lain, disebabkan
buruknya status gizi atau turunnya imunitas.
Penyebab episode disentri sering tidak diketahui. Biakan tinja untuk mendeteksi
bakteri patogen sering tidak mungkin. Selain itu paling tidak dibutuhkan waktu 2 hari
sebelum hasil biakan ada, sedangkan antibiotik harus segera diberikan. Amubiasis hanya
dapat didiagnosis dengan pasti bila trofozoit E.histolitika yang mengandung sel darah merah
terlihat di dalam tinja yang segar atau pada lendir ulkus rektum (didapatkan pada waktu
proktoskopi). Ditemukannya kista tidak cukup untuk mendiagnosis amebiasis. Amubiasis
harus dicurigai bila seorang anak disentri tidak membaik setelah diberi antibiotik yang tepat
untuk Shigellosis.
Menurut bakteri yang ada,cara penyebaran penyakit ini dibagi menjadi 2:
1) Disentri basiler
31

Shigella dan EIEC
Dimulai dari shigela dan EIEC masuk ke dalam tubuh, kemudian membentuk
kelompok dan kolonisasi di ileum terminalis/ kolon (terutama kolon distal)
yang selanjutnya melakukan penyerangan ke sel epitel usus. Lalu bereplikasi
menyebar ke intrasel dan intersel dan memproduksi enterotoksin. Saat itu
tubuh mulai diserang, dan menyebabkan hipersekresi usus (diare cair,diare
sekresi ). Pada keadaan seperti ini,tubuh akan memproduksi eksotoksin (shiga
toxin) yang berlanjut dengan proses sitotoksik dan infiltrasi sel radang. Lalu
Shigella dan EIEC akan masuk menyerang nekrosis sel epitel mukosa,masuk
ke dalam ulkus-ulkus kecil dan menyerang eritrosit dan plasma lalu menuju ke
lumen usus. Hal ini akan menyebabkan pengeluaran tinja yang bercampur
dengan darah. Tapi hal ini tidak hanya berhenti sampai disini bakteri
selanjutnya juga akan menyerang ke lamina propia. Dan akan menjalar ke
organ-organ lain di tubuh.
Salmonella
Masuk ke dalam tubuh, kemudian membentuk kelompok dan kolonisasi di
ileum terminalis/ kolon (terutama kolon distal) yang selanjutnya melakukan
penyerangan ke sel epitel mukosa usus dan lamina propia yang menyebabkan
infiltrasi sel-sel radang. Dan melakukan sintesis Prostaglandin yang
menghasilkan heat-labile cholera-like enterotoksin. Hal ini akan berlanjut
dengan invansi ke Plak Penyeri dan penyebaran ke KGB mesenterium yang
menyebabkan hipertrofi dan penurunan aliran darah ke mukosa. Bakteri
selanjutnya pergi ke nekrosis mukosa dan ulkuspun menggaung. Lalu
diteruskan dengan eritrosit dan plasma darah pergi ke lumen yang pada
akhirnya menyebabkan pengeluaran tinja yang bercampur darah.
Campylobacter jejuni
Dimulai dari masuk ke dalam tubuh, kemudian membentuk kelompok dan
kolonisasi di ileum terminalis/ kolon (terutama kolon distal) yang selanjutnya
melakukan penyerangan ke sel epitel mukosa usus dan lamina propia yang
menyebabkan infiltrasi sel-sel radang. Dan melakukan sintesis Prostaglandin
yang menghasilkan heat-labile cholera-like enterotoksin. Yang dilanjutkan
dengan adanya produksi sitotoksin di nekrosis mukosa lalu berlanjut ke ulkus.
32

Yang menyebabkan eritrosit dan plasma keluar ke lumen dan pengeluaran
tinja bercampur darah karena bakteri masuk ke sirkulasi (bakteremia).
2) Disentri amoeba
Dimulai dari masuk ke dalam tubuh dan membentuk histolika (trofozoit) yang
selanjutnya melakukan invansi ke sel epitel mukosa usus yang akan memproduksi
enzim histolisin di nekrosis jaringan mukosa usus. Selanjutnya akan melakukan
invasi ke jaringan submukosa. Ulkus akan dipenuhi oleh amoeba, akan melebar dan
saling berhubungan membentuk sinus-sinus submukosa. Hal ini akan menyebabkan
kerusakan permukaan absorpsi (malabsorpsi) dan naiknya masa intraluminal yang
diikuti naiknya tekanan osmotik intraluminal yang menyebabkan diare osmotik.
Tatalaksana
Anak dengan disentri harus dicurigai karena Shigellosis dan diberi pengobatan yang
sesuai. Ini disebabkan karena kira-kira 60% kasus disentri yang datang ke sarana kesehatan
dan hampir semua kasus berat dan mengancam kehidupan adalah disebabkan Shigella. Bila
pemeriksaan mikroskopis tinja dibuat dan trofozoit histolitika terlihat mengandung eritrosit,
pengobatan anti amubik harus diberikan. Empat komponen kunci pengobatan disentri adalah :
Antibiotika
Cairan
Makanan
Tindak lanjut
Pengobatan antimikroba
Pilihan utama untuk Shigelosis (menurut anjuran WHO) :
Kotrimoksazol (trimetoprim 10mg/kbBB/hari dan sulfametoksazol 50mg/kgBB/hari)
dibagi dalam 2 dosis, selama 5 hari.
Alternatif yang dapat diberikan :
o Ampisilin 100mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis
o Cefixime 8mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis
33

o Ceftriaxone 50mg/kgBB/hari, dosis tunggal IV atau IM
o Asam nalidiksat 55mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis.
Perbaikan seharusnya tampak dalam 2 hari, misalnya panas turun, sakit dan darah
dalam tinja berkurang, frekuensi BAB berkurang, dll. Bila dalam 2 hari tidak terjadi
perbaikan, antibiotik harus dihentikan dan diganti dengan alternatif lain.
Terapi antiamebik diberikan dengan indikasi :
o Ditemukan trofozoit Entamoeba hystolistica pemeriksaan mikroskopis tinja.
o Tinja berdarah menetap setelah terapi dengan 2 antibiotika berturut-turut (masing-
masing diberikan untuk 2 hari), yang biasanya efektif untuk disentri basiler.
Terapi yang dipilih sebagai antiamebik intestinal pada anak adalah Metronidazol 30-
50mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis selama 10 hari. Bila disentri memang
disebabkan oleh E. hystolistica, keadaan akan membaik dalam 2-3 hari terapi.
Cairan
Anak dengan disentri harus dievaluasi untuk tanda-tanda dehidrasinya dan diberi
pengobatan yang sesuai. Semua penderita disentri harus diberi air dan cairan lain yang
dianjurkan selama sakit, terutama bila disertai panas.
Pemberian makanan
Anak dengan disentri harus diteruskan pemberian makanannya untuk mencegah atau
mengurangi kekurangan gizi. Pemberian makanan mungkin sulit, karena adanya anoreksia.
Tindak lanjut
Kebanyakan penderita disentri menunjukkan perbaikan yang besar dalam 2 hari
setelah pengobatan dengan antimikroba yang efektif. Penderita ini harus diberi pengobatan
selama 5 hari dan biasanya tidak membutuhkan tindak lanjut. Penderita lain harus diikuti
dengan seksama terutama pada anak yang tidak memperlihatkan perbaikan dalam 2 hari dan
anak yang mempunyai risiko tinggi terhadap kematian atau komplikasi lain. Anak yang
berisiko tinggi (misal: bayi, anak kurang gizi, anak yang tidak mendapat ASI dan mereka
34

yang mengalami dehidrasi) harus sering diawasi baik penderita bila rawat jalan atau
dimasukkan ke rumah sakit untuk rawat inap. Penderita disentri dan malnutrisi berat secara
rutin harus dirawat inap. Anak yang tidak menunjukkan perbaikan setelah 2 hari pertama
pengobatan antimikroba harus diberi antimikroba lain seperti yang dijelaskan di atas.
Pencegahan
Mikroorganisma yang menyebabkan disentri ditularkan melalui tangan, makanan dan
air yang tercemar tinja. Penularan Shigellosis melalui tangan sangat efisien karena hanya
dibutuhkan jumlah kuman Shigella sangat sedikit (10 – 100 kuman) untuk menimbulkan
sakit. Cara pencegahannya ialah cuci tangan yang bersih sebelum masak dan sebelum makan
serta penggunaan jamban yang higinis.
Daftar Pustaka
Alfa, Yasmar. Tanpa tahun. Diare Akut Pada Anak. Bandung : SMF Ilmu Kesehatan Anak
FK UNPAD/RSHS.
Alfa, Yasmar. Tanpa tahun. Patogenesis dan Patofisiologi Diare. Bandung : SMF Ilmu
Kesehatan Anak FK UNPAD/RSHS.
Departemen Kesehatan RI. 1999. Buku Ajar Diare (Pegangan Bagi Mahasiswa).
35

Frye, Richard E. 2005. Diarrhea. Melalui <http://www.emedicine.com/> [24/6/14].
Guyton, Arthur.C. & Hall, John E. 1996. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Terjemahan :
Irawati Setiawan, dkk. Hal 1013-1049. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Karras, David. 2005. Diarrhea. Melalui <http://www.emedicinehealth.com/articles/5917-
10.asp> [24/6/14].
Mansjoer, Arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2 Edisi 3. hal 470-477. Jakarta :
Media Aesculapius FKUI.
Nguyen, David G. 2005. Pediatrics, Rotavirus. Melalui <http://www.emedicine.com/>
[24/6/14].
Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak.
Sunoto. 1991. Penyakit Radang Usus : Infeksi dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI
editor A.H. Markum dkk. Hal 448-466. Jakarta : FKUI.
36