case disentri

54
BAB I LAPORAN KASUS I. IDENTITAS Data Pasien Ayah Ibu Nama An. N Tn. Y Ny. I Umur 1 tahun 8 bulan 33 tahun 30 tahun Jenis Kelamin Perempuan Laki-laki Perempuan Alamat Pondok Soga Babelan Agama Islam Islam Islam Suku bangsa Jawa Jawa Jawa Pendidikan - SMP SMP Pekerjaan - Swasta Ibu Rumah Tangga Penghasilan - - - Keterangan Hubungan dengan orang tua : Anak kandung Tanggal Masuk RS 22 Juni 2014 II. ANAMNESIS Dilakukan sacara Alloanamnesis kepada ibu pasien pada hari Sabtu tanggal 23 Juni 2014 a. Keluhan Utama : Mencret 1

description

presentasi kasus disentri,

Transcript of case disentri

Page 1: case disentri

BAB I

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS

Data Pasien Ayah Ibu

Nama An. N Tn. Y Ny. I

Umur 1 tahun 8 bulan 33 tahun 30 tahun

Jenis Kelamin Perempuan Laki-laki Perempuan

Alamat Pondok Soga Babelan

Agama Islam Islam Islam

Suku bangsa Jawa Jawa Jawa

Pendidikan - SMP SMP

Pekerjaan - Swasta Ibu Rumah Tangga

Penghasilan - - -

Keterangan Hubungan dengan

orang tua : Anak

kandung

Tanggal Masuk RS 22 Juni 2014

II. ANAMNESIS

Dilakukan sacara Alloanamnesis kepada ibu pasien pada hari Sabtu tanggal 23 Juni 2014

a. Keluhan Utama :

Mencret

b. Keluhan Tambahan :

Demam, mual, muntah, nyeri perut

c. Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang ke IGD RSUD Bekasi dengan keluhan mencret 2 hari SMRS.

Frekuensi BAB >5X/harinya, namun sejak semalam diare >10x. konsistensi cair,

warna kuning kehijauan. Disertai darah dan lendir. Dalam feces juga tampak cacing

seperti serabut kelapa. Selain mencret, pasien juga mengeluhkan adanya demam,

dengan perabaan tangan demam tidak terlalu tinggi, tidak ada kejang. Terdapat mual

disertai muntah 3x/hari. Nafsu makan menurun, tetapi pasien masih mau

mengkonsumsi makanan. Pasien juga masih banyak minum air putih dan susu, namun

1

Page 2: case disentri

tidak terlalu tampak seperti anak kehausan. Pasien juga mengeluhkan adanya nyeri

perut. BAK masih normal, tidak menjadi lebih sedikit. Tidak terdapat pilek, batuk,

maupun sesak.

Pasien juga sudah berobat ke klinik dekat rumah, sudah meminum obat klinik, demam

sudah turun, namun BAB belum membaik.

d. Riwayat Penyakit Dahulu :

Pasien belum pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya. Pasien

menyangkal adanya alergi makanan ataupun obat.

Penyakit Umur Penyakit Umur Penyakit Umur

Alergi - Difteria - Jantung -

Cacingan - Diare - Ginjal -

DBD - Kejang - Darah -

Thypoid - Maag - Radang paru -

Otitis - Varicela - Tuberkulosis -

Parotis - Radang

tenggorokan

+ Morbili -

.

e. Riwayat Penyakit Keluarga :

Sebelum anaknya mengalami penyakit ini. Ayahnya mengalami penyakit yang serupa.

Berobat ke puskesmas, lalu 4 hari kemudian sembuh. Riwayat diabetes mellitus,

penyakit jantung, asma dan alergi tidak ada.

f. Riwayat Kehamilan dan Kelahiran :

KEHAMILAN

Morbiditas kehamilan Tidak ada

Perawatan antenatal Setiap bulan periksa ke

bidan, TT 1 kali

KELAHIRAN Tempat kelahiran Bidan

Penolong persalinan Bidan

Cara persalinan Normal

Masa gestasi 9 bulan

Berat lahir 2800 gram

2

Page 3: case disentri

Keadaan bayi

Panjang badan 50 cm

Lingkar kepala tidak ingat

Langsung menangis

Nilai apgar tidak tahu

Tidak ada kelainan bawaan

Kesan : Riwayat kehamilan ibu pasien TT hanya 1 kali, riwayat kelahiran pasien normal di

bidan

g. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan :

Pertumbuhan gigi I : 5 bulan (normal: 5-9 bulan)

Psikomotor

Tengkurap : 4 bulan (normal: 3-4 bulan)

Duduk : 6 bulan (normal: 6 bulan)

Berdiri : 12 bulan (normal: 9-12 bulan)

Berjalan : 13 bulan (normal: 13 bulan)

Bicara : 12 bulan (normal: 9-12 bulan)

Baca dan Tulis : -

Kesan :

Riwayat pertumbuhan dan perkembangan pasien sesuai usia

h. Riwayat Makanan

Umur (bulan) ASI/PASI Buah/biskuit Bubur susu Nasi tim

0-2 +

2-4 +

4-6 +

6-8 + + +

8-10 + + + +

10-12 + + + +

12-24 + + +

24-36 + + +

Kesan : kebutuhan gizi pasien terpenuhi cukup baik dan pasien makan 3x sehari dengan

porsi cukup.

3

Page 4: case disentri

i. Riwayat Imunisasi :

Vaksin Dasar (umur) Ulangan (umur)

BCG -

DPT - - - - -

POLIO Lahir - - - - -

CAMPAK - -

HEPATITIS B Lahir - -

Kesan : Imunisasi dasar tidak lengkap, karena pengetahuan orang tua yang kurang

tentang imunisasi dasar

j. Riwayat Perumahan dan Sanitasi :

Pasien tinggal di rumah pasien yang terdiri dari 4 orang penghuni. Terdapat tiga

kamar tidur dan satu kamar mandi. Ventilasi baik, cahaya matahari cukup, air minum

dan air mandi berasal dari air PAM yang ditampung menggunakan ember besar.

Rumah pasien terletak di rumah yang padat penduduk. Lantai rumah pasien masih

tanah, tidak disemen. Anak sering bermain dilantai tanpa alas. Di rumah pasien juga

tidak terdapat hewan peliharaan. Di lingkungan rumah pasien banyak yang merokok.

Kesan : Kebersihan dan kesehatan lingkungan tempat tinggal pasien kurang

baik.

III. PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan fisik dilakukan di bangsal melati pada hari Senin, 23 Juni 2014

a. Keadaan umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos mentis

b. Tanda Vital

Nadi : 110 x/menit

Respirasi : 22 x/menit

Suhu : 36,6 º C

c. Data Antropometri

Berat badan : 10 kg

Panjang badan : 75 cm

4

Page 5: case disentri

Status Gizi WHO

BB/U : 0 hingga -2 SD (gizi normal)

TB/U : 0 hingga -2 (gizi normal)

BB/TB : 1 SD (gizi normal)

Kesan : status gizi pasien normal

d. Kepala dan Leher

Bentuk : normocephali

Rambut : rambut hitam, tidak mudah dicabut, distribusi merata

Mata : conjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, pupil isokor, RCL

+/+, RCTL +/+

Telinga : normotia, membran timpani intak, serumen -/-

Hidung : bentuk normal, sekret -/-, napas cuping hidung -/-

Mulut : bibir kering (-), sianosis (-)

Lidah : normoglasia, warna merah muda, lidah kotor (-)

Tenggorokan : tonsil T1-T1, kriptus -/-, detritus -/-, faring hiperemis (-),

arkus faring simetris, granula (-)

Leher : KGB membesar (-), kelenjar tiroid membesar (-), trakea letak

normal

e. Thoraks

Paru

Inspeksi : pergerakan dinding dada simetris, retraksi (-)

Palpasi : gerak napas simetris, vocal fremitus simetris

Perkusi : sonor di kedua lapang paru

Auskultasi : SN vesikuler, ronkhii -/-, wheezing -/-

Jantung

Inspeksi : pulsasi ictus cordis tidak tampak

Palpasi : ictus cordis teraba

Perkusi : redup, batas jantung dalam batas normal

Auskultasi : BJ I & II reguler, murmur -, gallop –

f. Abdomen

Inspeksi : perut tampak datar

Auskultasi : bising usus 5x/menit

5

Page 6: case disentri

Palpasi : supel, nyeri tekan + seluruh regio abdomen, hepar dan lien

tidak teraba membesar

Perkusi : shifting dullness -, nyeri ketok –

g. Kulit : ikterik -, petechie –, turgor kulit cukup, eritema perianal (-),

prolapse ani (-)

h. Ekstremitas : akral hangat, sianosis -, oedem -, CRT < 2 detik

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium tanggal 23 Juni 2014

Jenis Hasil Satuan Nilai Normal

HEMATOLOGI

Darah rutin

Leukosit 15,3 ribu/uL 5-10

Hemoglobin 11,3 g/dL 11-14,5

Hematokrit 34,3 % 37-47

Trombosit 379 ribu/uL 150-400

S. Paratyphi H Negatif Negatif

KIMIA KLINIK

Fungsi Hati

AST (SGOT) 24 U/L <37

ALT (SGPT) 9 U/L <41

Elektrolit

Natrium 138 mmol/L 135-145

Kalium 4,9 mmol/L 3,5-5,0

Clorida 101 mmol/L 94-111

Feses Lengkap

Feses Rutin/Lengkap

Makroskopis Hasil Unit Nilai Rujukan

Warna Kuning

Konsistensi Lembek

Bau Khas

Campuran Lendir, darah

6

Page 7: case disentri

Mikroskopis

Leukosit 20-40 /lpb 0-5

Eritrosit 10-15 /lpb 0-2

Bakteri ++ Neg

Parasit Negative Neg

Telur cacing Negative Neg

Jamur Negative Neg

Amylum Negative Neg

Lemak Negative Neg

Serat Negative Neg

Kimia

Ph 8.0

Reduksi Negative

Darah samar Positive Neg

V. RESUME

Seorang anak perempuan usia 1 tahun 8 bulan datang ke IGD RSUD Bekasi

dengan keluhan mencret 2 hari SMRS. Frekuensi BAB >5X/harinya, namun sejak

semalam diare >10x. konsistensi cair, warna kuning kehijauan. Disertai darah dan

lendir. Dalam feces juga tampak cacing seperti serabut kelapa. Selain mencret, pasien

juga mengeluhkan adanya demam, dengan perabaan tangan demam tidak terlalu tinggi,

tidak ada kejang. Terdapat mual diserta2qi muntah 3x/hari. Nafsu makan menurun,

tetapi pasien masih mau mengkonsumsi makanan. Pasien juga masih banyak minum air

putih dan susu. Pasien juga mengeluhkan adanya nyeri perut. Tidak terdapat pilek,

batuk, maupun sesak.

Pasien juga sudah berobat ke klinik dekat rumah, sudah meminum obat klinik,

demam sudah turun, namun BAB belum membaik.

Riwayat Penyakit Dahulu ditemukan pasien belum pernah mengalami keluhan

seperti ini sebelumnya. Pasien menyangkal adanya alergi makanan ataupun obat.

Riwayat Penyakit Keluarga Sebelum anaknya mengalami penyakit ini. Ayahnya

mengalami penyakit yang serupa. Berobat ke puskesmas, lalu 4 hari kemudian sembuh.

Riwayat diabetes mellitus, penyakit jantung, asma dan alergi tidak ada.

7

Page 8: case disentri

Riwayat kehamilan ibu pasien TT hanya 1 kali, riwayat kelahiran pasien normal

di bidan

Riwayat pertumbuhan dan perkembangan pasien sesuai usia

Riwayat kebutuhan gizi pasien terpenuhi cukup baik dan pasien makan 3x sehari

dengan porsi cukup

Riwayat imunisasi dasar tidak lengkap, karena pengetahuan orang tua yang

kurang tentang imunisasi dasar

Riwayat perumahan dan sanitasi kebersihan dan kesehatan lingkungan tempat

tinggal pasien kurang baik.

PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan fisik dilakukan di bangsal melati pada hari Senin, 23 Juni 2014

a. Keadaan umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos mentis

b. Tanda Vital

Nadi : 110 x/menit

Respirasi : 22 x/menit

Suhu : 36,6 º C

c. Data Antropometri

Berat badan : 10 kg

Panjang badan : 76 cm

Status Gizi WHO

BB/U : 0 hingga -2 SD (gizi normal)

TB/U : 0 hingga -2 (gizi normal)

BB/TB : 1 SD (gizi normal)

Kesan : Gizi normal

d. Kepala dan Leher

Bentuk : normocephali

Rambut : rambut hitam, tidak mudah dicabut, distribusi merata

Mata : conjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, pupil isokor, RCL

+/+, RCTL +/+

Telinga : normotia, membran timpani intak, serumen -/-

Hidung : bentuk normal, sekret -/-, napas cuping hidung -/-

Mulut : bibir kering (-), sianosis (-)

Lidah : normoglasia, warna merah muda, lidah kotor (-)

8

Page 9: case disentri

Tenggorokan : tonsil T1-T1, kriptus -/-, detritus -/-, faring hiperemis (-),

arkus faring simetris, granula (-)

Leher : KGB tidak membesar, kelenjar tiroid tidak membesar, trakea l

letak normal

e. Thoraks

Paru

Inspeksi : pergerakan dinding dada simetris, retraksi (-)

Palpasi : gerak napas simetris, vocal fremitus simetris

Perkusi : sonor di kedua lapang paru

Auskultasi : BND vesikuler, ronkhii -/-, wheezing -/-

Jantung

Inspeksi : pulsasi ictus cordis tidak tampak

Palpasi : ictus cordis teraba

Perkusi : redup, batas jantung dalam batas normal

Auskultasi : BJ I & II reguler, murmur -, gallop –

f. Abdomen

Inspeksi : perut tampak datar

Auskultasi : bising usus 5x/menit

Palpasi : supel, nyeri tekan + seluruh region abdomen, hepar

dan lien tidak teraba membesar

Perkusi : shifting dullness -, nyeri ketok –

g. Kulit : ikterik -, petechie –, turgor kulit cukup, eritema perianal (-),

prolapse ani (-)

h. Ekstremitas : akral hangat, sianosis -, oedem -, CRT < 2 detik

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium tanggal 23 Juni 2014

Jenis Hasil Satuan Nilai Normal

HEMATOLOGI

Leukosit 15,3 ribu/uL 5-10

Feses Lengkap

Feses Rutin/Lengkap

9

Page 10: case disentri

Makroskopis Hasil Unit Nilai Rujukan

Warna Kuning

Konsistensi Lembek

Bau Khas

Campuran Lendir, darah

Mikroskopis

Leukosit 20-40 /lpb 0-5

Eritrosit 10-15 /lpb 0-2

Bakteri ++ Neg

Kimia

Darah samar Positive Neg

VI. DIAGNOSIS KERJA

Diare Akut Tanpa Dehidrasi ec Disentri

VII. PENATALAKSANAAN

IVFD RL 960cc/24jam

Ondansetron IV 3x1mg (kp)

Sanmol drip 6x100mg (kp)

Anbacim syr 1x1cth

Probiokid 2x1sach

L Zinc 1x1cth

Diet : bubur tempe, susu dilanjutkan

VIII. PROGNOSIS

Ad Vitam : Bonam

Ad Functionam : Bonam

Ad Sanationam : Bonam

10

Page 11: case disentri

BAB II

ANALISA KASUS

Pada pasien ini ditegakkan diagnosis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis, Seorang anak perempuan usia 1 tahun 8 bulan

datang ke IGD RSUD Bekasi dengan keluhan mencret 2 hari SMRS. Frekuensi BAB

>5X/harinya, namun sejak semalam diare >10x. konsistensi cair, warna kuning kehijauan.

Disertai darah dan lendir. Dalam feces juga tampak cacing seperti serabut kelapa. Selain

mencret, pasien juga mengeluhkan adanya demam, dengan perabaan tangan demam tidak

terlalu tinggi, tidak ada kejang. Terdapat mual diserta2qi muntah 3x/hari. Nafsu makan

menurun, tetapi pasien masih mau mengkonsumsi makanan. Pasien juga masih banyak

minum air putih dan susu. Pasien juga mengeluhkan adanya nyeri perut. Tidak terdapat pilek,

batuk, maupun sesak.

Pasien juga sudah berobat ke klinik dekat rumah, sudah meminum obat klinik,

demam sudah turun, namun BAB belum membaik.

Riwayat Penyakit Dahulu ditemukan pasien belum pernah mengalami keluhan

seperti ini sebelumnya. Pasien menyangkal adanya alergi makanan ataupun obat.

Riwayat Penyakit Keluarga Sebelum anaknya mengalami penyakit ini. Ayahnya

mengalami penyakit yang serupa. Berobat ke puskesmas, lalu 4 hari kemudian sembuh.

Riwayat diabetes mellitus, penyakit jantung, asma dan alergi tidak ada.

Riwayat kehamilan ibu pasien TT hanya 1 kali, riwayat kelahiran pasien normal di

bidan

Riwayat pertumbuhan dan perkembangan pasien sesuai usia

Riwayat kebutuhan gizi pasien terpenuhi cukup baik dan pasien makan 3x sehari

dengan porsi cukup

Riwayat imunisasi dasar tidak lengkap, karena pengetahuan orang tua yang kurang

tentang imunisasi dasar

Riwayat perumahan dan sanitasi kebersihan dan kesehatan lingkungan tempat

tinggal pasien kurang baik.

Pada pemeriksaan fisik yang mendukung didapatkan tampak sakit sedang Kesadaran

Compos mentis, tanda vital didapatkan nadi 110x/menit, respirasi 22x/menit, suhu 36,6oC.

Status antropometri menurut WHO didapatkan kesan pasien gizi normal. Pemeriksaan fisik

11

Page 12: case disentri

bermakna ditemukan rasa nyeri tekan positif diseluruh region abdomen. Tidak ditemukan

adanya tanda-tanda dehidrasi. Tidak ada prolapse ani, ataupun eritema perianal.

Pada pemeriksaan penunjang didapatkan leukosit 15.900. Feses lengkap didaptkan

makroskopis warna kuning, konsistensi lembek, bau khas, campuran lendir dan darah.

Mikroskopis didaptkan leukosit 20-40, eritrosit 10-15, bakteri ++, darah samar positive.

Diagnosis Diare Akut Tanpa Dehidrasi ec Disentri ditegakan berdasarkan anamnesis,

pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium yang didapatkan. Diagnosis klinis disentri

didasarkan semata-mata pada terlihatnya darah di dalam tinja. Tinja mungkin juga

mengandung sel-sel nanah (lekosit polimorfonuklear) yang terlihat dengan mikroskop dan

mungkin mengandung lendir dalam jumlah banyak; gambaran yang terakhir ini mengarah ke

infeksi bakteri yang invasif ke mukosa usus (seperti Campylobacter jejuni atau Shigella),

akan tetapi gejala ini saja tidak cukup untuk mendiagnosis disentri. Pada beberapa episode

shigellosis, pertama-tama tinja cair kemudian menjadi berdarah setelah 1 atau 2 hari.

Diare cair ini kadang-kadang berat dan menyebabkan dehidrasi. Namun, biasanya

keluarnya tinja berdarah sedikit-sedikit beberapa kali dan tidak sampai dehidrasi. Penderita

dengan disentri sering disertai panas, tetapi kadang-kadang suhunya rendah, terutama pada

kasus-kasus yang berat. Sakit kram di perut dan sakit di dubur pada waktu defekasi, atau

tetanus juga sering terjadi, namun anak kecil tidak dapat menggambarkan keluhan ini.

Beberapa komplikasi yang berat dan kemungkinan fatal dapat terjadi pada waktu

disentri, terutama bila penyebabnya Shigella. Keadaan ini meliputi perforasi usus, megakolon

toksik, prolapsus rektum, kejang-kejang (dengan) atau tanpa hiperpireksil, anemiaseptik,

sindrom hemolitik uremik dan hiponatremia yang lama. Komplikasi utama disentri adalah

kehilangan berat badan dan status gizi yang dengan cepat memburuk. Hal ini disebabkan oleh

anoreksia, kebutuhan badan terhadap gizi untuk mengatasi infeksi dan memperbaiki

kerusakan usus dan kehilangan protein melalui jaringan yang rusak (misal: hilangnya protein

karena enteropati). Kematian karena disentri biasanya disebabkan oleh kerusakan ileum dan

kolon, komplikasi sepsis, infeksi sekunder (misal: pneumonia) atau gizi buruk. Anak yang

baru sembuh dari disentri juga meningkat resiko kematiannya karena infeksi lain, disebabkan

buruknya status gizi atau turunnya imunitas.

Penyebab episode disentri sering tidak diketahui. Biakan tinja untuk mendeteksi

bakteri patogen sering tidak mungkin. Selain itu paling tidak dibutuhkan waktu 2 hari

sebelum hasil biakan ada, sedangkan antibiotik harus segera diberikan. Amubiasis hanya

12

Page 13: case disentri

dapat didiagnosis dengan pasti bila trofozoit E.histolitika yang mengandung sel darah merah

terlihat di dalam tinja yang segar atau pada lendir ulkus rektum (didapatkan pada waktu

proktoskopi). Ditemukannya kista tidak cukup untuk mendiagnosis amebiasis. Amubiasis

harus dicurigai bila seorang anak disentri tidak membaik setelah diberi antibiotik yang tepat

untuk Shigellosis.

Pada kasus ini belum dapat ditegakan diagnosis pasti penyebab disentri karena tidak

adanya pemeriksaan biakan tinja.

13

Page 14: case disentri

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

I. DEFINISI

Diare adalah buang air besar yang tidak normal dimana terjadi perubahan konsistensi

tinja menjadi lebih encer/cair dari biasanya dengan frekwensi tiga kali atau lebih dalam 24

jam, dapat/tidak disertai dengan lendir/darah.

Diare akut adalah diare yang terjadi dalam waktu kurang dari 14 hari. Jika ada diare

akut maka terdapat juga diare kronik. Diare kronik dan diare persisten adalah diare yang

berlangsung 14 hari atau lebih. Namun perbedaannya adalah diare persisten disebabkan oleh

infeksi tetapi diare kronik tudak disebabkan oleh infeksi.

II. ETIOLOGI

Penyebab diare akut adalah sebagai berikut ini :

1) Infeksi : virus, bakteri, dan parasit.

a) Golongan virus

Beberapa jenis virus yang dapat menyebabkan diare akut, antara lain Rotavirus, Virus

Norwalk, Adenovirus.

b) Golongan bakteri

Beberapa bakteri yang menyebabkan diare akut pada anak :

Escherecia coli

Shigella spp.

Campylobacter jejuni

Yersinia enterocolitica

Salmonella spp

Vibrio cholera,Vibrio parahaemoliticus

c) Golongan parasit, protozoa

Entamoeba histolytica

Giardia lamblia

14

Page 15: case disentri

Crytosporidium

2) Malabsorpsi : Biasanya terjadi karena malabsopsi karbohidrat (intoleransi laktosa).

Jarang sekali diare akut yang terjadi karena malabsopsi lemak atau protein.

3) Keracunan makanan : makanan basi, makanan beracun. Diare karena keracunan

makanan terjadi akibat dua hal yaitu makanan mengandung zat kimia beracun atau

makanan mengandung mikroorganisme yang mengeluarkan toksin, antara lain

Clostridium perfringens, Staphylococcus.

4) Alergi terhadap makanan : terutama disebabkan oleh Cow’s milk protein sensitive

enteropathy (CMPSE), dan juga dapat disebabkan oleh makanan lainnya.

5) Imunodefisiensi. Diare akibat imunodefisiensi ini sering terjadi pada penderita AIDS.

6) Defek anatomis : malrotasi, Hirschprungs Disease, short bowel syndrome

Berikut ini akan dibahas beberapa enteropatogen/penyebab diare akut spesifik yang dianggap

merupakan penyebab diare yang utama :

Rotavirus.

Akibat infeksi Rotavirus ini pada usus terjadi kerusakan sel epitel mukosa usus, infeksi sel-

sel radang pada lamina propia, pemendekan jonjot usus, pembengkakan mitokondria, dan

bentuk mikrovili (brush border) yang tidak teratur. Sebagai akibat dari semua ini adalah

terjadinya gangguan absorpsi cairan/elektrolit pada usus halus dan juga akan terjadi gangguan

pencernaan (digesti) dari makanan terutama karbohidrat karena defisiensi enzim disakaridase

akibat kerusakan epitel mukosa usus tadi.

Escherichia coli.

E. coli menyebabkan sekitar 25% diare di negara berkembang dan juga merupakan penyebab

diare kedua setelah Rotavirus pada bayi dan anak. Pada saat ini telah dikenal 5 golongan

E.coli yang dapat menyebabkan diare, yaitu ETEC (Enteropathogenic Escherichia coli),

EPEC (Enteropathogenic Eschericia coli), EIEC (Enteroinvasive Eschericia coli), EAEC

(Enteroadherent Escherichia coli), dan EHEC (Enterohemorrhagic Escherichia coli).

ETEC. ETEC merupakan penyebab utama diare dehidrasi di negara berkembang.

Transmisinya melalui makanan (makanan sapihan/makanan pendamping), dan minuman

yang telah terkontaminasi. Pada ETEC dikenal 2 faktor virulen, yaitu 1) faktor kolonisasi,

yang menyebabkan ETEC dapat melekat pada sel epitel usus halus (enterosit) dan 2)

15

Page 16: case disentri

enterotoksin. Gen untuk faktor kolonisasi dan enterotoksin terdapat dalam plasmid, yang

dapat ditransmisikan ke bakteri E.coli lain. Terdapat 2 macam toksin yang dihasilkan oleh

ETEC, yaitu toksin yang tidak tahan panas (heat labile toxin = LT) dan toksin yang tahan

panas (heat stable toxin = ST). Toksin LT menyebabkan diare dengan jalan merangsang

aktivitas enzim adenil siklase seperti halnya toksin kolera sehingga akan meningkatkan

akumulasi cAMP, sedangkan toksin ST melalui enzim guanil siklase yang akan

meningkatkan akumulasi cGMP. Baik cAMP maupun cGMP akan menyebabkan

perangsangan sekresi cairan ke lumen usus sehingga terjadi diare. Bakteri ETEC dapat

menghasilkan LT saja, ST saja atau kedua-duanya. ETEC tidak menyebabkan kerusakan

rambut getar (mikrovili) atau menembus mukosa usus halus (invasif). Diare biasanya

berlangsung terbatas antara 3-5 hari, tetapi dapat juga lebih lama (menetap, persisten).

EPEC. EPEC dapat menyebabkan diare berair disertai muntah dan panas pada bayi dan anak

dibawah usia 2 tahun. Di dalam usus, bakteri ini membentuk koloni melekat pada mukosa

usus, akan tetapi tidak mampu menembus dinding usus. Melekatnya bakteri ini pada mukosa

usus karena adanya plasmid. Bakteri ini cepat berkembang biak dengan membentuk toksin

yang melekat erat pada mukosa usus sehingga timbul diare pada bayi dan sering

menimbulkan prolong diarrhea terutama bagi mereka yang tidak minum ASI.

EIEC. EIEC biasanya apatogen, tetapi sering pula menyebabkan letusan kecil (KLB) diare

karena keracunan makanan (food borne). Secara biokimiawi dan serologis bakteri ini

menyerupai Shigella spp., dapat menembus mukosa usus halus, berkembang biak di dalam

kolonosit (sel epitel kolon) dan menyebabkan disentri basiler. Dalam tinja penderita, sering

ditemukan eritrosit dan leukosit.

EAEC. EAEC merupakan golongan E.coli yang mampu melekat dengan kuat pada mukosa

usus halus dan menyebabkan perubahan morfologis. Diduga bakteri ini mengeluarkan

sitotoksin, dapat menyebabkan diare berair sampai lebih dari 7 hari (prolonged diarrhea).

EHEC. EHEC merupakan E.coli serotipe 0157 : H7, yang dikenal dapat menyebabkan kolitis

hemoragik. Transmisinya melalui makanan, berupa daging yang dimasak kurang matang.

Diarenya disertai sakit perut hebat (kolik, kram) tanpa atau disertai sedikit panas, diare cair

disertai darah. EHEC menghasilkan sitotoksin yang dapat menyebabkan edem dan

perdarahan usus besar.

Shigella sp.

16

Page 17: case disentri

Infeksi Shigella pada manusia dapat menyebabkan keadaan mulai dari asimptomatik sampai

dengan disentri hebat disertai dengan demam, kejang-kejang, toksis, tenesmus ani, dan tinja

yang berlendir dan darah. Golongan Shigella yang sering menyerang manusia di daerah tropis

adalah Shigella dysentri, Shigella flexnori, sedangkan Shigella sonnei lebih sering terjadi di

daerah sub tropis.

Patogenesis terjadinya diare oleh Shigella spp. Ini adalah karena kemampuannya

mengadakan invasi ke epitel sel mukosa usus. Disini dia berkembang biak dan mengeluarkan

leksotoksin yang bersifat merusak sel (sitotoksin). Daerah yang sering diserang adalah bagian

terminal dari ileum dan kolon. Akibat invasi dari bakteri ini terjadi infiltrasi sel-sel PMN dan

kerusakan sel epitel mukosa sehingga timbul ulkus kecil-kecil di daerah invasi yang

menyebabkan sel-sel darah merah, plasma protein, sel darah putih, masuk ke dalam lumen

usus dan akhirnya keluar bersama tinja.

Salmonella spp.

Di dunia terdapat lebih dari 2000 spesies, namun hanya 6-10 jenis saja yang menyebabkan

diare. Di dalam klinik, golongan Salmonella yang menyebabkan diare dikenal dengan nama

Nontyphoidal Salmonellosis, yang paling sering menimbulkan diare pada anak adalah S.

Paratyphi A, B dan C. Binatang merupaka reservoir utama, oleh karena itu infeksi Salmonella

spp. ini biasanya disebabkan oleh makanan yang berasal dari binatang, seperti daging, telur,

susu, dan makanan-makanan daging dalam kaleng. Diare yang disebabkan Salmonella spp,

biasanya disertai dengan rasa mual, kram perut, dan panas.

Patogenesis Salmonella spp. ini seperti halnya denan Shigella dapat melakukan invasi ke

dalam mukosa usus halus sehingga juga dapat dijumpai adanya lendir dan darah pada tinja.

Akan tetapi Salmonellosis ini tidak menyebabkan ulkus seperti pada Shigella.

Vibrio cholera.

Vibrio cholera mempunyai sifat yaitu tidak menyebabkan kerusakan mukosa usus dan

mengeluarkan toksin yang menyebabkan diare. Vibrio cholera masuk ke dalam lumen usus

melalui lambung dan peranan asam lambung akan menentukan seseorang apakah rentan

terhadap diare atau tidak. Pada orang yang kadar asam lambungnya normal maka untuk dapat

menimbulkan diare dibutuhkan jumlah kuman yang masuk sebesar 106, akan tetapi jika asam

lambungnya kurang (pH menjadi lebih tinggi) maka jumlah 104 sudah dapat menimbulkan

diare.

17

Page 18: case disentri

Campylobacter jejuni.

Selain diare yang disertai dengan lendir dan darah, juga terdapat gejala sakit perut disekitar

pusat, yang kemudian menjalar ke kanan bawah dan rasa nyerinya menetap di tempat tersebut

(seperti pada apendisitis akut). C. jejuni mengeluarkan 2 macam toksin yaitu sitotoksin dan

toksin LT.

Tempat infeksi yang paling sering dari C. jejuni ini adalah jejenum, ileum, dan colon.

Terdapat kelainan pada mukosa usus, peradangan, edema, pembesaran kelenjar limfe

mesenterium dan adanya cairan bebas di cavum peritonei. Jonjot usus halus ditemukan

memendek dan melebar tetapi tidak konsisten.

Yersinia enterokolitika

Pada pemeriksaan histologis terdapat abses-abses kecil di daerah plaque Peyeri dan nodula

limphatisi. Pada beberapa penderita menyebabkan limfadenitis mesenterikum dan ileutis.

Entamoeba histolytica

Insidensi pembawa kista pada anak (carrier) sekitar 5% saja tetapi sebagian besar (90%)

asimptomatik dan hanya sebagian kecil (10%) saja yang menjadi sakit. Diare biasanya

berlendir disertai darah, terkenal dengan nama disentri amoeba. Gejalanya yang mencolok

adalah tenesmusnya. Penularan biasanya melalui makanan atau air (minuman) yang tercemar

oleh parasit Entamoeba histolytica, terkenal menyebabkan ulkus yang menggaung, dan dapat

menyebabkan abses hati.

Cryptosporodium

Penularan melalui oro-fekal dan biasanya diare bersifat akut. Mulainya karena terjadi

kerusakan mukosa usus oleh perlekatan parasit pada mikrovilus enterosit, sehingga terjadi

gangguan absorpsi makanan.

III. PATOGENESIS

1. Virus.

Virus terbanyak penyebab diare adalah rotavirus, selain itu juga dapat disebabkan

oleh adenovirus, enterovirus, astrovirus, minirotavirus, calicivirus, dan sebagainya. Garis

besar patogenesisnya sebagai berikut ini. Virus masuk ke dalam traktus digestivus bersama

18

Page 19: case disentri

makanan dan/atau minuman, kemudian berkembang biak di dalam usus. Setelah itu virus

masuk ke dalam epitel usus halus dan menyebabkan kerusakan bagian apikal vili usus halus.

Sel epitel usus halus bagian apikal akan diganti oelh sel dari bagian kripta yang belum

matang, berbentuk kuboid atau gepeng. Akibatnya sel-sel epitel ini tidak dapat berfungsi

untuk menyerap air dan makanan. Sebagai akibat lebih lanjut akan terjadi diare osmotik. Vili

usus kemudian akan memendek sehingga kemampuannya untuk menyerap dan mencerna

makananpun akan berkurang. Pada saat inilah biasanya diare mulai timbul. Setelah itu sel

retikulum akan melebar, dan kemudian akan terjadi infiltrasi sel limfoid dari lamina propria,

untuk mengatasi infeksi sampai terjadi penyembuhan (Sunoto, 1991).

2. Bakteri.

Patogenesis terjadinya diare oleh karena bakteri pada garis besarnya adalah sebagai

berikut. Bakteri masuk ke dalam traktus digestivus, kemudian berkembang biak di dalam

traktus digestivus tersebut. Bakteri ini kemudian mengeluarkan toksin yang akan merangsang

epitel usus sehingga terjadi peningkatan aktivitas enzim adenili siklase (bila toksin bersifat

tidak tahan panas, disebut labile toxin = LT) atau enzim guanil siklase (bila toksin bersifat

tahan panas atau disebut stable toxin = ST). Sebagai akibat peningkatan aktivitas enzim-

enzim ini akan terjadi peningkatan cAMP atau cGMP, yang mempunyai kemampuan

merangsang sekresi klorida, natrium, dan air dari dalam sel ke lumen usus (sekresi cairan

yang isotonis) serta menghambat absorpsi natrium, klorida, dan air dari lumen usus ke dalam

sel. Hal ini akan menyebabkan peningkatan tekanan osmotik di dalam lumen usus

(hiperosmoler). Kemudian akan terjadi hiperperistaltik usus untuk mengeluarkan cairan yang

berlebihan di dalam lumen usus tersebut, sehingga cairan dapat dialirkan dari lumen usus

halus ke lumen usus besar (kolon). Dalam keadaan normal, kolon seorang anak dapat

menyerap sebanyak hingga 4400 ml cairan sehari, karena itu produksi atau sekresi cairan

sebanyak 400 ml sehari belum menyebabkan diare. Bila kemampuan penyerapan kolon

berkurang, atau sekresi cairan melebihi kapasitas penyerapan kolon, maka akan terjadi diare.

Pada kolera sekresi cairan dari usus halus ke usus besar dapat mencapai 10 liter atau lebih

sehari. Oleh karena itu diare pada kolera biasanya sangat hebat, suatu keadaan yang disebut

sebagai diare profus.

Secara umum golongan bakteri yang menghasilkan cAMP akan menyebabkan diare

yang lebih hebat dibandingkan dengan golongan bakteri lain yang menghasilkan cGMP.

Golongan kuman yang mengandung LT dan merangsang pembentukan cAMP, diantaranya

adalah V. Cholera, ETEC, Shigella spp., dan Aeromonas spp. Sedangkan yang mengandung

19

Page 20: case disentri

ST dan merangsang pembentukan cGMP adalah ETEC, Campylobacter sp., Yersinia sp., dan

Staphylococcus sp.

Menurut mekanisme terjadinya diare, maka diare dapat dibagi menjadi 3 bagian besar

yaitu:

1) Diare sekretorik, diare sekretorik adalah diare yang terjadi akibat aktifnya enzim

adenil siklase. Enzim ini selanjutnya akan mengubah ATP menjadi cAMP. Akumulasi

cAMP intrasel akan menyebabkan sekresi aktif ion klorida, yang akan diikuti secara

positif ileh air, natrium, kaliumm dan bikarbonat ke dalam lumen usus sehingga

terjadi diare dan muntah-muntah sehingga penderita cepat jatuh ke dalam keadaan

dehidrasi. Pada anak, diare sekretorik ini sering disebabkan oleh toksin yang

dihasilkan oleh mikroorganisme Vibrio, ETEC, Shigella, Clostridium, Salmonella,

Campylobacter. Toksin yang dihasilkannya tersebut akan merangsang enzim adenil

siklase, selanjutnya enzim tersebut akan mengubah ATP menjadi cAMP. Diare

sekretorik pada anak paling sering disebabkan oleh kolera.Gejala dari diare sekretorik

ini adalah 1) diare yang cair dan bila disebabkan oleh vibrio biasanya hebat dan

berbau amis, 2) muntah-muntah, 3) tidak disertai dengan panas badan, dan 4)

penderita biasanya cepat jatuh ke dalam keadaan dehidrasi.

2) Diare invasif/dysentriform diarrhae, diare invasif adalah diare yang terjadi akibat

invasi mikroorganisme dalam mukosa usus sehingga menimbulkan kerusakan pada

mukosa usus. Diare invasif ini disebabkan oleh Rotavirus, bakteri (Shigella,

Salmonella, Campylobacter, EIEC, Yersinia), parasit (amoeba). Diare invasif yang

disebabkan oleh bakteri dan amoeba menyebabkan tinja berlendir dan sering disebut

sebgai dysentriform diarrhea. Di dalam usus pada shigella, setelah kuman melewati

barier asam lambung, kuman masuk ke dalam usus halus dan berkembang biak sambil

mengeluarkan enterotoksin. Toksin ini akan merangsang enzim adenil siklase untuk

mengubah ATP menjadi cAMP sehingga terjadi diare sekretorik. Selanjutnya kuman

ini dengan bantuan peristaltik usus sampai di usus besar/kolon. Di kolon, kuman ini

bisa keluar bersama tinja atau melakukan invasi ke dalam mukosa kolon sehingga

terjadi kerusakan mukosa berupa mikro-mikro ulkus yang disertai dengan serbukan

sel-sel radang PMN dan menimbulkan gejala tinja berlendir dan berdarah. Gejala

dysentriform diarrhea adalah 1) tinja berlendir dan berdarah biasanya b.a.b sering tapi

sedikit-sedikit dengan peningkatan panas badan, tenesmus ani, nyeri abdomen, dan

kadang-kadang prolapsus ani, 2) bila disebabkan oleh amoeba, seringkali menjadi

20

Page 21: case disentri

kronis dan meninggalkan jaringan parut pada kolon/rektum, disebut amoeboma.

Mekanisme diare oleh rotavirus berbeda dengan bakteri yang invasif dimana diare

oleh rotavirus tidak berdarah. Setelah rotavirus masuk ke dalam traktus digestivus

bersama makanan/minuman tentunya harus mengatasi barier asam lambung,

kemudian berkembang biak dan masuk ke dalam bagian apikal vili usus halus.

Kemudian sel-sel bagian apikal tersebut akan diganti dengan sel dari bagian kripta

yang belum matang/imatur berbentuk kuboid atau gepeng. Karna imatur, sel-sel ini

tidak dapat berfungsi untuk menyerap air dan makanan sehingga terjadi gangguan

absorpsi dan terjadi diare. Kemudian vili usus memendek dan kemampuan absorpsi

akan bertambah terganggu lagi dan diare akan bertambah hebat. Selain itu sel-sel yang

imatur tersebut tidak dapat menghasilkan enzim disakaridase. Bila daerah usus halus

yang terkena cukup luas, maka akan terjadi defisiensi enzim disakaridase tersebut

sehingga akan terjadilah diare osmotik. Gejala diare yang disebabkan oleh rotavirus

adalah 1) paling sering pada anak usia dibawah 2 tahun dengan tinja cair, 2) seringkali

disertai dengan peningkatan panas badan dan batuk pilek, 3) muntah.

3) Diare osmotik, diare osmotik adalah diare yang disebabkan karena tingginya tekanan

osmotik pada lumen usus sehingga akan menarik cairan dari intra sel ke dalam lumen

usus, sehingga terjadi diare berupa watery diarrhea. Paling sering terjadinya diare

osmotik ini disebabkan oleh malabsorpsi karbohidrat. Monosakarida biasanya

diabsorpsi baik oleh usus secara pasif maupun transpor aktif dengan ion Natrium.

Sedangkan disakarida harus dihidrolisa dahulu menjadi monosakarida oleh enzim

disakaridase yang dihasilkan oleh sel mukosa. Bila terjadi defisiensi enzim ini maka

disakarida tersebut tidak dapat diabsorpsi sehingga menimbulkan osmotic load dan

terjadi diare.Disakarida atau karbohidrat yang tidak dapat diabsorpsi tersebut akan

difermentasikan di flora usus sehingga akan terjadi asam laktat dan gas hidrogen.

Adanya gas ini terlihat pada perut penderita yang kembung (abdominal distention),

pH tinja asam, dan pada pemeriksaan dengan klinites terlihat positif. Perlu diingat

bahwa enzim amilase pada bayi, baru akan terbentuk sempurna setelah bayi berusia 3-

4 bulan. Oleh sebab itu pemberian makanan tambahan yang mengandung karbohidrat

kompleks tidak diberikan sebelum usia 4 bulan, karena dapat menimbulkan diare

osmotik. Gejala dari diare osmotik adalah 1) tinja cair/watery diarrhae akan tetapi

biasanya tidak seprogresif diare sekretorik, 2) tidak disertai dengan tanda klinis umum

seperti panas, 3) pantat anak sering terlihat merah karena tinja yang asam, 4) distensi

abdomen, 5) pH tinja asam dan klinitest positif. Bentuk yang paling sering dari diare

21

Page 22: case disentri

osmotik ini adalah intoleransi laktosa akibat defisiensi enzim laktase yang dapat

terjadi karena adanya kerusakan mukosa usus. Dilaporkan kurang lebih sekitar 25-

30% dari diare oleh rotavirus terjadi intoleransi laktosa.

Karakteristik Tinja dan Menentukan Asalnya

Karakteristik

Tinja

Usus Kecil Usus Besar

Tampilan Watery Mukoid dan/atau berdarah

Volume Banyak Sedikit

Frekuensi Meningkat Meningkat

Darah Kemungkinan positif tetapi tidak pernah

darah segar

Kemungkinan darah segar

Ph Kemungkinan <5,5 >5,5

Substansi pereduksi Kemungkinan positif Negatif

WBC < 5 / LPK Kemungkinan > 10 /LPK

Serum WBC Normal Kemungkinan leukositosis (bandemia)

Organisme Virus (Rotavirus, Adenovirus, Calicivirus,

Astrovirs, Norwalk virus)

Bakteri invasif (E.coli, Shigella sp.,

Salmonella sp., Campylobacter sp,

Yersinia sp., Aeromonas sp, Plesiomonas

sp)

Toksin bakteri (E.coli, C. perfringens,

Vibrio spesies)

Toksin bakteri (Clostridium difficile

Parasit (Giardia sp., Cryptosporodium sp.) Parasit (Entamoeba histolytica)

Organisme Penyebab Diare dan Gejala yang Sering Timbul

Organisme Inkubasi Durasi Muntah Demam Nyeri

Abdominal

Rotavirus 1-7 hari 4-8 hari Ya Rendah Tidak

Enterohemorrhagic E

coli

1-8 hari 3-6 hari Tidak +/- Ya

Enterotoxigenic E coli 1-3 hari 3-5 hari Ya Rendah Ya

Salmonella species 0-3 hari 2-7 hari Ya Ya Ya

Shigella species 0-2 hari 2-5 hari Tidak High Ya

Vibrio species 0-1 hari 5-7 hari Ya Tidak Ya

Cryptosporidium species 5-21 hari Bulan Tidak Rendah Ya

22

Page 23: case disentri

Entamoeba species 5-7 hari 1-2+ mg Tidak Ya Tidak

IV. PATOFISIOLOGI

Penyerapan cairan di usus halus. Dalam keadaan normal, usus halus mampu

menyerap cairan sebanyak 7-8 liter sehari, sedangkan usus besar 1-2 liter sehari. Penyerapan

air oleh usus halus ditentukan oleh perbedaan antara tekanan osmotik di lumen usus dan

didalam sel, terutama yang dipengaruhi oleh konsentrasi natrium. Penyerapan natrium ke

dalam enterosit dapat melalui tiga cara yaitu 1) berpasangan dengan ion klorida, atau bahan

non-elektrolit seperti glukosa, asam amino, peptida, dll, 2) pertukaran dengan ion hidrogen,

3) pasif melalui ruang intraseluler (tight junction), yang dengan cara ini hanya sebagian kecil

saja yang dapat diserap.

Setelah masuk ke dalam enterosit , natrium ini akan dikeluarkan melalui enzim Na-K-

ATPase (terdapat di membran basolateral) ke dalam ruang intraseluler dan selanjutnya

diteruskan ke dalam pembuluh darah. Di dalam ileum dan kolon, cairan klorida diserap

melalui pertukaran dengan cairan bikarbonat.

Sekresi cairan di usus halus. Proses sekresi merupakan kebalikan dari proses absorpsi.

Penyerapan pasangan NaCl akan meningkatkan anion klorida di dalam sel kripta dan pada

waktu yang bersamaan natrium akan dikeluarkan dari sel kripta dengan bantuan enzim Na-K-

ATPase. Sekresi klorida di dalam sel kripta dapat pula ditingkatkan dengan adanya

intracellular messenger (berupa cyclic nucleotide, misalnya cAMP, cGMP, yang dapat

menyebabkan peninggian permeabilitas sel kripta) sehingga klorida dengan mudah keluar ke

lumen usus.

Dalam keadaan normal usus besar dapat meningkatkan kemampuan penyerapannya sampai

4400 ml sehari, bila terjadi sekresi cairan yang berlebihan dari usus halus (ileosekal). Bila

sekresi cairan melebihi 4400 ml maka usus besar tidak mampu menyerap seluruhnya lagi,

selebihnya akan dikeluarkan bersama tinja dan terjadilah diare. Diare dapat juga terjadi

karena terbatasnya kemampuan penyerapan usus besar pada keadaan sakit, misalnya kolitis,

atau terdapat penambahan ekskresi cairan pada penyakit usus besar, misalnya karena virus,

disentri basiler, ulkus, tumor, dsb. Dengan demikian, dapat dimengerti bahwa setiap

perubahan mekanisme normal absorpsi dan sekresi di dalam usus halus maupun usus besar

(kolon), dapat menyebabkan diare, kehilangan cairan, elektrolitm, dan akhirnya dehidrasi.

23

Page 24: case disentri

Secara garis besar diare dapat disebabkan oleh diare sekretorik, diare osmotik,

peningkatan motilitas usus, dan defisiensi imun terutama SIgA. Penjelasan mengenai

mekanisme dari hal-hal tersebut semuanya telah dijelaskan pada uraian diatas pada referat ini.

Sebagai akibat dari diare akut tersebut diatas maka akan terjadi hal-hal sebagai berikut :

1) Dehidrasi dan gangguan keseimbangan elektrolit dan asam basa

2) Gangguan sirkulasi darah

3) Hipoglikemia

4) Gangguan gizi.

Dehidrasi dan gangguan keseimbangan elektrolit dan asam basa.

Sebagai akibat diare adalah tubuh akan kehilangan cairan dan elektrolit yang dikenal

dengan nama dehidrasi. Dehidrasi ini terjadi karena 1) hilangnya cairan melalui tinja atau

muntah (concomitant water losses) selama diare/muntah berlangsung. CWL ini banyaknya

bervariasi tergantung dari berat ringannya penyakit. Diperkirakan jumlahnya sekitar 25-30

ml/kgBB/24 jam, 2) kehilangan cairan melalui pernafasan, keringat, dan urin (insensible

water losses), 3) besarnya jumlah kehilangan cairan (previous water losses).

Kehilangan cairan yang normal (normal water losses) adalah banyaknya kehilangan

cairan/elektrolit melalui pernafasan, keringat, urin, tergantung dari umur. Makin muda anak

makin banyak kehilangan cairan dan makin bertambah umur makin berkurang Selain itu

NWL juga dipengaruhi oleh suhu tubuh, makin tinggi suhu tubuh maka akan bertambah

kehilangan cairannya. Setiap kenaikan suhu 1°C diatas normal (37°C) akan menambah

hilangnya cairan sebanyak 10 ml.

Penilaian Derajat Dehidrasi

Penilaian A B C

1. Lihat :

Keadaan umum

Mata

Air Mata

Mulut dan Lidah

Rasa Haus

Baik sadar

Normal

Ada

Basah

Minum biasa, tidak haus

*Gelisah rewel

Cekung

Tidak ada

Kering

*Haus ingin minum

banyak

*Lesu/lunglai/tdk sadar

Sangat cekung, kering

Tidak ada

Sangat kering

*Malas minum/tdk bisa

minum

24

Page 25: case disentri

2. Periksa Turgor Kulit Kembali cepat *Kembali lambat *Kembali sangat lambat

3. Hasil Pemeriksaan Tanpa dehidrasi Dehidrasi Ringan/

Sedang

Bila ada 1 tanda *

ditambah 1 atau lebih

tanda lain

Dehidrasi Berat

Bila ada 1 tanda *

ditambah 1 atau lebih

tanda lain

4. Terapi Rencana Terapi A Rencana Terapi B Rencana Terapi C

Gangguan Keseimbangan Elektrolit

Tonisitas dari plasma sebagian besar ditentukan oleh natrium. Dehidrasi dapat dibagi menjadi

3 menurut tonisitas plasma yaitu :

1) Dehidrasi isotonik/isonatremik bila kadar Na plasma 130-150 mEq/L. Dalam praktek

di klinik dehidrasi inilah yang terbanyak.

2) Dehidrasi hipotonik, bila Na plasma < 130 mEq/L.

3) Dehidrasi hipertonik, bila Na plasma > 150 mEq/L.

Gangguan asam basa. Akibat kehilangan cairan yang banyak pada diare tersebut diatas maka

akan terjadi hemokonsentrasi/hipoksia. Akibat hipoksia maka jaringan akan terjadi

metabolisme secara anaerobik yang akan menghasilkan produk asam laktat yang selanjutnya

akan menyebabkan keadaan asidosis respiratorik/metabolik. Tanda-tanda asidosis tersebut

dapat terlihat berupa pernafasan cepat dan dalam (Kussmaul).

Akibat lain dari keadaan diare adalah keluarnya bikarbonat melalui tinja, akibatnya pH darah

akan menurun bila badan tidak mengadakan koreksi dengan jalan mengeluarkan CO2 melalui

paru-paru. Sebagai akibat diare yang hebat dan tubuh tidak sanggup mengadakan kompensasi

lagi, maka terjadilah asidosis metabolik, dan mungkin akan diperberat lagi bila terjadi

ketosis, oliguria atau anuria dan penimbunan asam laktat karena terjadinya hipoksia pada

jaringan tubuh.

Gangguan sirkulasi

Sebagai akibat kehilangan cairan tubuh lebih dari 10% berat badan (dehidrasi berat) akan

terjadi gangguan sirkulasi dan dapat terjadi syok. Hal ini disebabkan cairan ekstraseluler

banyak berkurang (hipovolemik) sehingga perfusi darah ke jaringan berkurang, dengan akibat

hipoksia yang akan menambah beratnya asidosis metabolik, penurunan kesadaran, dan dapat

menimbulkan kematian bila tidak segera ditangani dengan baik.

25

Page 26: case disentri

Hipoglikemia

Hipoglikemia biasanya dapat terjadi pada anak yang menderita diare dan lebih sering lagi bila

sebelumnya menderita gangguan gizi (KEP). Sebab yang pasti belum diketahui tapi

kemungkinanya adalah 1) gangguan proses glikogenolisis, 2) gangguan penyimpanan

glikogen pada hati, 3) gangguan absorpsi dan digesti karbohidrat terutama pada KEP di mana

terjadi atropi jonjor usus. Akibat dari hipoglikemia ini cairan ekstraseluler akan menjadi

hipotonik dengan kompensasi air akan masuk ke dalam cairan intraseluler sehingga terjadi

edema sel-sel otak yang dapat memberikan gejala penurunan kesadaran, kejang-kejang.

Gangguan gizi

Gangguan gizi biasanya terjadi akibat diare dimana pemberian makanan selama sakit

dihentikan. Selain itu akibat infeksi usus terjadi gangguan absorpsi terutama laktosa karena

terjadinya defisiensi enzim laktase, akibatnya pemberian susu dengan laktosa tinggi akan

menambah beratnya diare. Pada anak yang sebelumnya sudah menderita KEP akan

memperberat keadaan KEP nya, yang dalam fase selanjutnya akan memperberat pula

diarenya.

Pemeriksaan Fisik

Dari hasil pemeriksaan fisik pada penderita diare maka dapat ditemukan beberapa hal, antara

lain adalah sebagai berikut ini :

1) Dehidrasi. Dehidrasi merupakan hal yang utama sebagai penyebab kesakitan dan

kematian, sehingga perlu dilakukan penilaian pada setiap pasien akan tanda, gejala, dan

tingkat keparahan dehidrasinya. Letargi, penurunan kesadaran, ubun-ubun besar yang

mencekung, membran mukosa yang mengering, mata cekung, turgor kulit yang menurun,

dan terlambatnya capillary refill perlu dijadikan suatu hal yang patut dicurigai kearah

dehidrasi.

2) Gagal untuk tumbuh dan malnutrisi. Penurunan massa otot dan lemak atau terjadinya

edema periferal dapat dijadiakan petunjuk bahwa terjadi malabsorpsi dari karbohidrat,

lemak dan/atau protein. Organisme tersering yang dapat menyebabkan malabsorpsi lemak

dan diare yang intermiten adalah Giardia sp.

3) Nyeri perut. Nyeri perut yang nonspesifik dan nonfokal disertai dengan kram perut

merupakan hal yang biasa terjadi pada beberapa organisme. Nyeri biasanya tidak

bertambah bila dilakukan palpasi pada perut. Apabila terjadi nyeri perut yang fokal maka

26

Page 27: case disentri

nyeri akan bertambah dengan palpasi, bila terjadi rebound tenderness, maka kita harus

curiga terjadinya komplikasi atau curiga terhadap suatu diagnosis yang noninfeksius.

4) Borborygmi. Merupakan tanda peningkatan aktivitas peristaltik usus yang menyebabkan

auskultasi dan/atau palpasi yang meningkat dari aktivitas saluran pencernaan.

5) Eritema perianal. Defekasi yang sering dapat menyebabkan kerusakan pada kulit perianal,

terutama pada anak-anak yang kecil. Malabsorpsi karbohidrat yang sekunder seringkali

merupakan hasil dari feses yang asam. Malabsoprsi asam empedu sekunder dapat

menyebabkan dermatitis disekitar perianal yang sangat hebat yang seringkali ditandari

sebagai suatu luka bakar.

Pemeriksaan Laboratorium

Feses yang pH nya 5.5 atau kurang dari itu atau menunjukan adanya substansi yang

mereduksi maka menandakan adanya intoleransi karbohidrat, yang biasanya disebabkan

secara sekunder oleh penyakit virus.

Infeksi yang enteroinvasif terhadap usus besar menyebabkan leukosit terutama netrofil

akan tampak di dalam tinja. Tidak adanya lekosit pada tinja tidak menghilangkan

kemungkinan adanya organisme enteroinvasif. Meskipun demikian, adanya leukosit di

dalam tinja dapat mengeliminasikan kemungkinan penyebab enterotoksigenik E.coli,

Vibrio sp., dan virus.

Lakukan pemeriksaan setiap eksudat yang ditemukan di dalam tinja untuk mencari

leukosit. Keberadaan eksudat merupakan suatu hal yang sangat tinggi nilainya untuk

memikirkan adanya colitis (80% merupakan nilai prediksi yang positif). Colitis

merupakan suatu yang infeksius, alergi, atau bagian dari penyakit inflamasi pada saluran

pencernaan (penyakit Crohn, colitis ulseratif).

Berbagai medium kultur tersedia untuk dapat mengisolasi bakteri. Suatu tingkat

kecurigaan terhadap suatu penyebab perlu diketahui terlebih dahulu untuk menentukan

media mana yang memungkinkan untuk penyebab diare tersebut tumbuh. Medium-

medium yang dapat digunakan untuk kultur dapat dilihat pada Tabel 5 dan Tabel 6.

Selalu lakukan kultur dari tinja untuk organisme-organisme Salmonella, Shigella, dan

Campylobacter serta Yersinia enterocolotica, terutama pada tampilan gejala klinis yang

menandakan adanya colitis atau jika ditemukan adanya leukosit pada tinja.

Pemeriksaan tinja untuk mencari ova dan parasit merupakan cara terbaik untuk

menemukan parasit penyebab diare. Lakukanlah pemeriksaan tinja setiap 3 hari sekali

atau setiap 2 hari sekali.

27

Page 28: case disentri

Hitung jenis leukosit biasanya tidak meningkat pada diare yang disebabkan oleh virus dan

toksin. Leukositosis seringkali terjadi tetapi tidak secara konstan pada diare yang

disebabkan oleh enteroinvasif bakteri. Organisme shigella menyebabkan leukositosis

dengan tanda bandemia (netrofilia) dengan variasi pada total hitung jenis sel darahnya.

V. PENATALAKSANAAN

Karena kebanyakan dari diare ini adalah penyakit yang self-limiting, maka dalam

pengelolaannya adalah bersifat suportif. Rehidrasi secara oral (OR) merupakan terapi utama

bagi semua anak-anak yang menderita diare, jangan pernah untuk tidak memberikan OR

bahkan bila anak tidak berada di dalam keadaan dehidrasi, karena pemeliharaan cairan dalam

tubuh merupakan hal yang sangat penting.

Antidiare tidak diberikan dan Antibiotik digunakan hanya untuk :

Diare invasif : Kotrimoksasol 50 mg/kgBB/hari, dibagi dalam 2 dosis selama hari.

Kolera : Tetrasiklin 50 mg/kgBB/hari, dibagi dalam 4 dosis selama 2-3 hari.

Amoeba, Giardia, Kriptosporodium : Metronidazol 30-50 mg/kgBB/hari, dibagi 3 dosis

selama 5 hari (10 hari untuk kasus berat)

Diet : Sesuai dengan penyebab diare

Intoleransi karbohidrat : susu rendah sampai bebas laktosa

Alergi protein susu sapi : susu kedelai

Malabsorpsi lemak : susu yang mengandung medium chain trigliserid (MCT)

Apabila dengan terapi dietetik diatas tidak ada respons, gunakan susu protein hidroksilat.

Penyulit :

Dehidrasi

- Tanpa dehidrasi : Rencana Terapi A

- Dehidrasi ringan-sedang : Rencana Terapi B

- Dehidrasi berat : Rencana Terapi C

Gangguan elektrolit

- Hiponatremia

Dapat diberikan larutan NaCl hipertonis 3 (13mEq/L) atau % (855mEq/L). Tetapi

untuk mencapai kadar Na yang aman (125 mEq/L) maka Na yang dibutuhkan

menurut rumus sebagai berikut ini : mEq Na = 12 – Na darah x 0.6 x BB(kg)

diberikan dalam 4 jam.

28

Page 29: case disentri

- Hipernatremia

Bila terjadi dehidrasi berat disertai syok/presyok maka berikan NaCl 0.9% atau RL

atau Albumin 5%. Setelah syok teratasi lalu berikan larutan yang mengandung Na :

75-80 mEq/L, misalnya NaCl-dekstrosa (2A) atau DG half strength sampai ada

diuresis kemudian berikan K 40 mEq/L.

- Hipokalemia :

Bila kadar K darah < 2.5 mEq/L (dengan atau tanpa gejala) → larutan KCl 3.75% i.v.

dengan dosis 3- mEq/kgBB, maksimal 40 mEq/L.Bila kadar K 2.5 – 3.5 mEq/L

(dengan atau tanpa gejala), cukup diberikan K : 75 mg/kgBB/hari p.o. dibagi dalam 3

dosis.

- Hiperkalemia :

Kadar K darah Terapi

< 6 mEq/L Kayeksalat 1 g/kgBB p.o., dilarutkan dalam 2 ml/kgBB larutan

sorbitol 70%.

Kayeksalat 1 g/kgBB enema, dilarutkan dalam 10 ml/kgBB larutan sorbitol 70% diberikan melalui kateter folley, diklem selama 30-60 menit.

6-7 mEq/L NaHCO3 7.5% dosis 3 mEq/kgBB secara i.v. atau 1 unit insulin/5 g glukosa

> 7 mEq/L Ca glukonas 10%, dosis 0.1-0.5 ml/kgBB i.v. dengan kecepatan 2 ml/menit

Gangguan keseimbangan asam-basa

- Asidosis metabolik, apabila kadar bikarbonat <22mEq/L dan kadar base excess (BE)

tidak diketahui → larutan bikarbonat 8.4% (1mEq = 1 ml) atau 7.5% (0.9 mEq = 1ml)

sebanyak 2-4 mEq/kgBB.Bila BE diketahui : mEq NaHCO3 = BE x BB x 0.3

- Alkalosis metabolik, tergantung derajat dehidrasi berikan NaCl 0.9%, 10-20ml/kgBB

dalam 1 jam. Bila telah diuresis, dilanjutkan dengan cairan 0.45 NaCl atau 2,5%

dekstrosa (2A) 40-80ml/kgBB + KCl 38 mEq/L dalam 8 jam.

VI. DISENTRI

Definisi dan Etiologi

29

Page 30: case disentri

Disentri didefinisikan sebagai diare yang disertai darah dalam tinja. Penyebab yang

terpenting dan tersering adalah Shigella, khususnya S.flexeneri dan S.dysentriae tipe 1.

Penyebab lain seperti Campylobacter jejuni terutama pada bayi dan lebih jarang adalah

Salmonella; disentri yang disebabkan oleh Salmonella ini biasanya tidak berat. Escherichia

coli enteroinvasif relatif lebih mirip dengan Shigella dan menyebabkan disentri yang berat.

Namun begitu, infeksi dengan kuman ini jarang terjadi. Entamuba histolytica menyebabkan

disentri pada anak yang lebih besar, tetapi jarang pada balita.

Sindroma disentri  disebabkan oleh berbagai mikroba, bakteri dan parasit, yakni:

Shigella sp., Salmonella sp., Campylobacter sp., EIEC (Enteriinnasive E. coil), Entamoeba

histolytica atau Giardia lambha.

 1. Shigella spp.

Ambang infeksinya rendah yakni 10–100 kuman sudah cukup untuk menularkan penyakit

tersebut dari penderita ke orang lain. Basil ini sangat rapuh (fragile, cepat rnati di luar tubuh

hospesnya), menyebabkan penyakit ini lebih banyak tertular dengan cara kontak langsung

(person to person).

2. Salmonella sp.

Beberapa spesies Salmonella yang bukan S. typhi, S. paratyphiA dan B dapat

menyebabkan diare invasif.

 3. Campylobacter spp.

Pada akhir-akhir ini Campylobacter jejuni diare yang ditimbulkannya biasanya lebih dari

7 hari walaupun dengan gejala yang tidak terlalu berat.

 4. EIEC (Entero Invasive E. coli)

Kesulitan yang timbul dalam isolasi EIEC dari penderita diare invasif ialah cara 

membedakannya dari Infeksi coil lainnya. Karena dari 85% orang normal maupun yang diare

dapat diisolasi E. coli. Dengan begitu reaksi biokimia dan serologi dari isolat E. coil yang

cukup besar tak mungkin dilakukan secara rutin.

Gambaran Klinis dan diagnosis

Diagnosis klinis disentri didasarkan semata-mata pada terlihatnya darah di dalam

tinja. Tinja mungkin juga mengandung sel-sel nanah (lekosit polimorfonuklear) yang terlihat

30

Page 31: case disentri

dengan mikroskop dan mungkin mengandung lendir dalam jumlah banyak; gambaran yang

terakhir ini mengarah ke infeksi bakteri yang invasif ke mukosa usus (seperti Campylobacter

jejuni atau Shigella), akan tetapi gejala ini saja tidak cukup untuk mendiagnosis disentri. Pada

beberapa episode shigellosis, pertama-tama tinja cair kemudian menjadi berdarah setelah 1

atau 2 hari.

Diare cair ini kadang-kadang berat dan menyebabkan dehidrasi. Namun, biasanya

keluarnya tinja berdarah sedikit-sedikit beberapa kali dan tidak sampai dehidrasi. Penderita

dengan disentri sering disertai panas, tetapi kadang-kadang suhunya rendah, terutama pada

kasus-kasus yang berat. Sakit kram di perut dan sakit di dubur pada waktu defekasi, atau

tetanus juga sering terjadi, namun anak kecil tidak dapat menggambarkan keluhan ini.

Beberapa komplikasi yang berat dan kemungkinan fatal dapat terjadi pada waktu

disentri, terutama bila penyebabnya Shigella. Keadaan ini meliputi perforasi usus, megakolon

toksik, prolapsus rektum, kejang-kejang (dengan) atau tanpa hiperpireksil, anemiaseptik,

sindrom hemolitik uremik dan hiponatremia yang lama. Komplikasi utama disentri adalah

kehilangan berat badan dan status gizi yang dengan cepat memburuk. Hal ini disebabkan oleh

anoreksia, kebutuhan badan terhadap gizi untuk mengatasi infeksi dan memperbaiki

kerusakan usus dan kehilangan protein melalui jaringan yang rusak (misal: hilangnya protein

karena enteropati). Kematian karena disentri biasanya disebabkan oleh kerusakan ileum dan

kolon, komplikasi sepsis, infeksi sekunder (misal: pneumonia) atau gizi buruk. Anak yang

baru sembuh dari disentri juga meningkat resiko kematiannya karena infeksi lain, disebabkan

buruknya status gizi atau turunnya imunitas.

Penyebab episode disentri sering tidak diketahui. Biakan tinja untuk mendeteksi

bakteri patogen sering tidak mungkin. Selain itu paling tidak dibutuhkan waktu 2 hari

sebelum hasil biakan ada, sedangkan antibiotik harus segera diberikan. Amubiasis hanya

dapat didiagnosis dengan pasti bila trofozoit E.histolitika yang mengandung sel darah merah

terlihat di dalam tinja yang segar atau pada lendir ulkus rektum (didapatkan pada waktu

proktoskopi). Ditemukannya kista tidak cukup untuk mendiagnosis amebiasis. Amubiasis

harus dicurigai bila seorang anak disentri tidak membaik setelah diberi antibiotik yang tepat

untuk Shigellosis.

Menurut bakteri yang ada,cara penyebaran penyakit ini dibagi menjadi 2:

1) Disentri basiler

31

Page 32: case disentri

Shigella dan EIEC

Dimulai dari shigela dan EIEC masuk ke dalam tubuh, kemudian membentuk

kelompok dan kolonisasi di ileum terminalis/ kolon (terutama kolon distal)

yang selanjutnya melakukan penyerangan ke sel epitel usus. Lalu bereplikasi

menyebar ke  intrasel dan intersel dan memproduksi enterotoksin. Saat itu

tubuh mulai diserang, dan menyebabkan hipersekresi usus (diare cair,diare

sekresi ). Pada keadaan seperti ini,tubuh akan memproduksi eksotoksin (shiga

toxin) yang berlanjut dengan proses sitotoksik dan infiltrasi sel radang. Lalu

Shigella dan EIEC akan masuk menyerang nekrosis sel epitel mukosa,masuk

ke dalam ulkus-ulkus kecil dan menyerang eritrosit dan plasma lalu menuju ke

lumen usus. Hal ini akan menyebabkan pengeluaran tinja yang bercampur

dengan darah. Tapi hal ini tidak hanya berhenti sampai disini bakteri

selanjutnya juga akan menyerang ke lamina propia. Dan akan menjalar ke

organ-organ lain di tubuh.

Salmonella

Masuk ke dalam tubuh, kemudian membentuk kelompok dan kolonisasi di

ileum terminalis/ kolon (terutama kolon distal) yang selanjutnya melakukan

penyerangan ke sel epitel mukosa usus dan lamina propia yang menyebabkan

infiltrasi sel-sel radang. Dan melakukan sintesis Prostaglandin yang

menghasilkan heat-labile cholera-like enterotoksin. Hal ini akan berlanjut

dengan invansi ke Plak Penyeri dan penyebaran ke KGB mesenterium yang

menyebabkan hipertrofi dan penurunan aliran darah ke mukosa. Bakteri

selanjutnya pergi ke nekrosis mukosa dan ulkuspun menggaung. Lalu

diteruskan dengan eritrosit dan plasma darah pergi ke lumen yang pada

akhirnya menyebabkan pengeluaran tinja yang bercampur darah.

Campylobacter jejuni

Dimulai dari masuk ke dalam tubuh, kemudian membentuk kelompok dan

kolonisasi di ileum terminalis/ kolon (terutama kolon distal) yang selanjutnya

melakukan penyerangan ke sel epitel mukosa usus dan lamina propia yang

menyebabkan infiltrasi sel-sel radang. Dan melakukan sintesis Prostaglandin

yang menghasilkan heat-labile cholera-like enterotoksin. Yang dilanjutkan

dengan adanya produksi sitotoksin di nekrosis mukosa lalu berlanjut ke ulkus.

32

Page 33: case disentri

Yang menyebabkan eritrosit dan plasma keluar ke lumen dan  pengeluaran

tinja bercampur darah karena bakteri masuk ke sirkulasi (bakteremia).

2) Disentri amoeba

Dimulai dari masuk ke dalam tubuh dan membentuk histolika (trofozoit) yang

selanjutnya melakukan invansi ke sel epitel mukosa usus yang akan memproduksi

enzim histolisin di  nekrosis jaringan mukosa usus. Selanjutnya akan melakukan

invasi ke jaringan submukosa. Ulkus akan dipenuhi oleh amoeba, akan melebar dan

saling berhubungan membentuk sinus-sinus submukosa. Hal ini akan menyebabkan

kerusakan permukaan absorpsi (malabsorpsi) dan naiknya masa intraluminal yang

diikuti naiknya tekanan osmotik intraluminal yang menyebabkan diare osmotik.  

Tatalaksana

Anak dengan disentri harus dicurigai karena Shigellosis dan diberi pengobatan yang

sesuai. Ini disebabkan karena kira-kira 60% kasus disentri yang datang ke sarana kesehatan

dan hampir semua kasus berat dan mengancam kehidupan adalah disebabkan Shigella. Bila

pemeriksaan mikroskopis tinja dibuat dan trofozoit histolitika terlihat mengandung eritrosit,

pengobatan anti amubik harus diberikan. Empat komponen kunci pengobatan disentri adalah :

Antibiotika

Cairan

Makanan

Tindak lanjut

Pengobatan antimikroba

Pilihan utama untuk Shigelosis (menurut anjuran WHO) :

Kotrimoksazol (trimetoprim 10mg/kbBB/hari dan sulfametoksazol 50mg/kgBB/hari)

dibagi dalam 2 dosis, selama 5 hari.

        Alternatif yang dapat diberikan :

o   Ampisilin 100mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis

o   Cefixime 8mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis

33

Page 34: case disentri

o   Ceftriaxone 50mg/kgBB/hari, dosis tunggal IV atau IM

o   Asam nalidiksat 55mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis.

Perbaikan seharusnya tampak dalam 2 hari, misalnya panas turun, sakit dan darah

dalam tinja berkurang, frekuensi BAB berkurang, dll. Bila dalam 2 hari tidak terjadi

perbaikan, antibiotik harus dihentikan dan diganti dengan alternatif lain.

Terapi antiamebik diberikan dengan indikasi :

o Ditemukan trofozoit Entamoeba hystolistica pemeriksaan mikroskopis tinja.

o Tinja berdarah menetap setelah terapi dengan 2 antibiotika berturut-turut (masing-

masing diberikan untuk 2 hari), yang biasanya efektif untuk disentri basiler.

Terapi yang dipilih sebagai antiamebik intestinal pada anak adalah Metronidazol 30-

50mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis selama 10 hari. Bila disentri memang

disebabkan oleh E. hystolistica, keadaan akan membaik dalam 2-3 hari terapi.

Cairan

Anak dengan disentri harus dievaluasi untuk tanda-tanda dehidrasinya dan diberi

pengobatan yang sesuai. Semua penderita disentri harus diberi air dan cairan lain yang

dianjurkan selama sakit, terutama bila disertai panas.

Pemberian makanan

Anak dengan disentri harus diteruskan pemberian makanannya untuk mencegah atau

mengurangi kekurangan gizi. Pemberian makanan mungkin sulit, karena adanya anoreksia.

Tindak lanjut

Kebanyakan penderita disentri menunjukkan perbaikan yang besar dalam 2 hari

setelah pengobatan dengan antimikroba yang efektif. Penderita ini harus diberi pengobatan

selama 5 hari dan biasanya tidak membutuhkan tindak lanjut. Penderita lain harus diikuti

dengan seksama terutama pada anak yang tidak memperlihatkan perbaikan dalam 2 hari dan

anak yang mempunyai risiko tinggi terhadap kematian atau komplikasi lain. Anak yang

berisiko tinggi (misal: bayi, anak kurang gizi, anak yang tidak mendapat ASI dan mereka

34

Page 35: case disentri

yang mengalami dehidrasi) harus sering diawasi baik penderita bila rawat jalan atau

dimasukkan ke rumah sakit untuk rawat inap. Penderita disentri dan malnutrisi berat secara

rutin harus dirawat inap. Anak yang tidak menunjukkan perbaikan setelah 2 hari pertama

pengobatan antimikroba harus diberi antimikroba lain seperti yang dijelaskan di atas.

Pencegahan

Mikroorganisma yang menyebabkan disentri ditularkan melalui tangan, makanan dan

air yang tercemar tinja. Penularan Shigellosis melalui tangan sangat efisien karena hanya

dibutuhkan jumlah kuman Shigella sangat sedikit (10 – 100 kuman) untuk menimbulkan

sakit. Cara pencegahannya ialah cuci tangan yang bersih sebelum masak dan sebelum makan

serta penggunaan jamban yang higinis.

Daftar Pustaka

Alfa, Yasmar. Tanpa tahun. Diare Akut Pada Anak. Bandung : SMF Ilmu Kesehatan Anak

FK UNPAD/RSHS.

Alfa, Yasmar. Tanpa tahun. Patogenesis dan Patofisiologi Diare. Bandung : SMF Ilmu

Kesehatan Anak FK UNPAD/RSHS.

Departemen Kesehatan RI. 1999. Buku Ajar Diare (Pegangan Bagi Mahasiswa).

35

Page 36: case disentri

Frye, Richard E. 2005. Diarrhea. Melalui <http://www.emedicine.com/> [24/6/14].

Guyton, Arthur.C. & Hall, John E. 1996. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Terjemahan :

Irawati Setiawan, dkk. Hal 1013-1049. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Karras, David. 2005. Diarrhea. Melalui <http://www.emedicinehealth.com/articles/5917-

10.asp> [24/6/14].

Mansjoer, Arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2 Edisi 3. hal 470-477. Jakarta :

Media Aesculapius FKUI.

Nguyen, David G. 2005. Pediatrics, Rotavirus. Melalui <http://www.emedicine.com/>

[24/6/14].

Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak.

Sunoto. 1991. Penyakit Radang Usus : Infeksi dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI

editor A.H. Markum dkk. Hal 448-466. Jakarta : FKUI.

36