Disentri Basiler

29
PRESENTASI KASUS FARMASI DISENTRI BASILER Oleh: Gloria Katrin Evasari G99122053 1

description

Disentri Basiler

Transcript of Disentri Basiler

Page 1: Disentri Basiler

PRESENTASI KASUS FARMASI

DISENTRI BASILER

Oleh:

Gloria Katrin Evasari

G99122053

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU FARMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD DR MOEWARDI

S U R A K A R T A

2014

1

Page 2: Disentri Basiler

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Disentri basiler, shigellosis merupakan suatu infeksi akut yang

mengakibatkan radang pada kolon, yang disebabkan kuman genus Shigella,

yang ditandai gejala diare, adanya lendir dan darah dalam tinja, serta nyeri

perut dan tenesmus (Tjokroprawiro, 2007).

B. Epidemiologi

Shigellosis terjadi di seluruh dunia dan merupakan penyebab tersering

ketiga diare bakterial di negara maju (Mandal, 2004). Disentri basiler

terdapat, terutama di negara sedang berkembang dengan lingkungan yang

kurang dan penghuni yang padat. Disentri mudah menyebar pada kondisi

lingkungan yang jelek (Tjokroprawiro, 2007). Di dunia sekurangnya 200 juta

kasus dan 650.000 kematian terjadi akibat disentri basiler pada anak-anak di

bawah umur 5 tahun.

Setiap tahunnya kurang dari 500.000 kasus yang dilaporkan ke Centres

for Disease Control and Prevention (CDC). Hasil penelitian yang dilakukan

di berbagai rumah sakit di Indonesia dari Juni 1998 sampai dengan

Nopember 1999, dari 3848 orang penderita diare berat, ditemukan 5% bakteri

shigella (Sudoyo, 2007). Setiap tahun, sekitar 14.000 kasus Shigellosis

dilaporkan di Amerika Serikat. Karena banyak kasus ringan yang tidak

didiagnosis atau dilaporkan, jumlah infeksi mungkin dua puluh kali lebih

besar (CDC, 2009).

C. Etiologi

Disentri basiler atau shigellosis disebabkan kuman genus Shigella.

Shigella adalah basil nonmotil, gram negatif, famili enterobacteriaceae. ada 4

spesies shigella yaitu S. dysenteriae, S. flexneri, S. boydii, dan S. sonnei.

Terdapat 43 serotipe O dari shigella. S. sonnei adalah satu-satunya spesies

2

Page 3: Disentri Basiler

yang memiliki serotipe tunggal (Sudoyo, 2007). Dengan pengecualian S.

sonnei, masing-masing spesies dapat dibagi lagi menjadi serotipe berdasarkan

reaktivitas dengan serum hiperimun: S. dysenteriae (15 serotipe), S. flexneri

(6 serotipe dan 2 varian), & S. boydii (20 serotipe) (serotyping shigella)

(WHO, 2010). Jumlah bakteri yang diperlukan untuk menginfeksi rendah

(10-100 organisme) (Mandal, 2004).

D. Patogenesis

Shigella masuk ke dalam tubuh per oral. Karena mampu bertahan

terhadap pH rendah, Shigella dengan mudah melewati asam lambung. Terjadi

invasi sel epitel kolon, yang diawali dengan melekatnya bakteri, masuk sel

dengan cara endositosis dan berada di sitoplasma. Multiplikasi intraseluler

menyebabkan kerusakan dan kematian sel yang akan berakibat ulserasi

mukosa. Sifat penting lain adalah kemampuan membuat enterotoksin. Toksin

berperan atas pathogenesis komplikasi mikroangiopati, hemolytic uremic

syndrome, thrombotic thrombocytopenic purpura.

Enterotoksin lain menyebabkan gangguan transportasi elektrolit dan

menyebabkan sekresi cairan ke lumen usus. Pada shigellosis permukaan

epitel mengalami ulserasi yang ekstensif. Dengan eksudat terdiri dari sel

kolon yang terkelupas, leukosit PMN, eritrosit. Lamina propria mengalami

edema dan hemoragik, serta mengalami infiltrasi neutrofil dan sel plasma.

Ulserasi pada tempat tertentu menyerupai pseudomembran. Perubahan

histologi diduga akibat endotoksin kuman. Imunitas dapat timbul dan bersifat

serotipe spesifik (Tjokroprawiro, 2007).

E. Gejala klinis

Masa tunas dari beberapa jam-3 hari. Mulai gejala awal sampai

timbulnya gejala khas biasanya cepat. Gejala yang khas adalah defekasi

sedikit-sedikit, terus menerus, sakit perut kolik, tenesmus, muntah-muntah.

Suhu badan tinggi, sakit kepala, nadi cepat. Sakit perut dirasakan di sebelah

kiri. Tinja biasanya encer, berlendir, warna kemerah-merahan atau lendir

3

Page 4: Disentri Basiler

bening, dan berdarah. Pada pemeriksaan mikroskopis tinja dijumpai sel darah

putih, sel darah merah, sel makrofag.

Pada bentuk yang berat fulminan dijumpai tanda dehidrasi dan bisa

terjadi renjatan septik. Daerah anus terdapat luka, nyeri, kadang-kadang

prolaps. Hemoroid yang ada sebelumnya mungkin muncul keluar. Kematian

dapat terjadi karena gangguan sirkulasi perifer, anuria, koma uremikum, dan

sering pada malnutrisi, kelaparan (Tjokroprawiro, 2007).

Pada lebih dari setengah kasus pada orang dewasa, demam dan diare

menghilang spontan dalam 2-5 hari. Namun, pada anak-anak dan lanjut usia,

kehilangan air dan elektrolit dapat menimbulkan dehidrasi, asidosis dan

bahkan kematian. Penyakit yang disebabkan oleh S. dysenteriae kadang-

kadang dapat sangat parah.

Pada pemulihan, kebanyakan orang mengeluarkan basil disentri dalam

waktu singkat, tetapi beberapa orang tetap menjadi carrier usus kronik dan

dapat mengalami serangan penyakit secara berulang. Setelah sembuh dari

infeksi, kebanyakan orang membentuk antibodi sirkulasi terhadap shigella,

tetapi antibodi ini tidak mencegah terjadinya infeksi ulang (Jawtez, 2008).

F. Diagnosis

Diagnosis penyakit disentri dapat di tegakkan dengan pemeriksaan penunjang:

a. Pemeriksaan tinja

Pemeriksaan tinja merupakan pemeriksaan laboratorium yang sangat

penting. Biasanya tinja berbau busuk,berlendir dan bercampur darah.

Pemeriksaan ini meliputi :

Makroskopis: Disentri amoeba dapat di tegakkan bila di temukan

bentuk tropozoit dan kista dalam tinja

Benzidin test

Mikroskopis: Leukosit fecal (petanda adanya kolitis ),darah fecal

b. Biakan tinja

Media agar mc-conkey, xylose-lysinedioxycholate (XLD), agar SS.

c. Pemeriksaan darah rutin

4

Page 5: Disentri Basiler

Leukositosis (5000-15000 sel/mm3), kadang ditemukan leukopenia.

G. Penatalaksanaan

Pada infeksi ringan umumnya dapat sembuh sendiri, penyakit akan

sembuh dalam 4-7 hari. Pasien perlu istirahat untuk mencegah dan

memperbaiki dehidrasi. Penyebab kematian terutama akibat dehidrasi. Untuk

rehidrasi dapat dipakai cairan intravena/oral, sesuai derajat dehidrasi.

Perbaikan gizi untuk menghilangkan malnutrisi. Untuk pengobatan

antibakterial terdapat beberapa pilihan:

1. Trimethoprim-sulfamethoxazole (Cotrimoxazole)

2. Siprofloksasin

3. Ampisilin

4. Asam nalidiksik

(Tjokroprawiro, 2007).

Trimethoprim-sulfamethoxazole (Cotrimoxazole)

Trimethoprim yang diberikan bersama dengan sulfonamid

menghasilkan hambatan yang beruntun dalam jalur metabolik, menyebabkan

peningkatan (sinergisme) aktivitas kedua obat.

Secara farmakokinetik, trimethoprim biasanya diberikan per oral,

tunggal atau dalam kombinasi dengan sulfametoksazol. Sulfonamid ini

dipilih karena memiliki waktu paruh yang sama. Kombinasi terakhir ini dapat

juga diberikan secara intravena. Karena trimethoprim lebih bersifat larut

dalam lipid daripada sulfametoksazol, maka trimetoprim memiliki volume

distribusi yang lebih besar dibandingkan dengan sulfametoksazol. Karena itu

bila 1 bagian dari trimetoprim diberikan dengan 5 bagian sulfametoksazol

(rasio dalam formulasi), konsentrasi puncak dalam plasma berada dalam rasio

1:20, yang opimal untuk efek kombinasi dari obat ini in vitro (Katzung,

1998) Sulfonamid tidak lagi merupakan obat terpilih untuk disentri basiler

karena banyak strain yang telah resisten.

5

Page 6: Disentri Basiler

Dampak dari trimethoprim menghasilkan efek samping dari obat-obatan

antifolat yang dapat diramalkan, terutama anemia megaloblastik, leukopenia,

dan granulositopenia. Kombinasi trimethoprim-sulfametoksazol dapat

menyebabkan semua reaksi tidak menguntungkan yang berkaitan dengan

sulfonamid. Kadangkadang, terdapat juga mual dan muntah, demam obat,

vaskulitis, kerusakan ginjal, atau gangguan susunan saraf puat. Pasien AIDS

dan pneumonia Pneumosistis terutama mempunyai frekuensi tidak

menguntungkan yang tinggi terhadap trimethoprim-sulfametoksazol,

terutama demam, rashes, leukopenia, dan diare (Katzung, 1998).

Siprofloksasin

Siprofloksasin merupakan golongan fluorokuinolon yang dapat

digunakan untuk infeksi sistemik. Golongan fluorokuinolon menghambat

kerja enzim DNA girase pada kuman dan bersifat bakterisidal. Mekanisme

resistensi melalui plasmid seperti yang banyak terjadi pada antibiotika lain

tidak dijumpai pada golongan kuinolon (golongan kuinolon baru yang

beratom fluor pada cincin kuinolon adalah fluorokuinolon), namun dapat

terjadi dengan mekanisme mutasi pada DNA atau membran sel kuman.

Golongan fluorokuinolon aktif sekali terhadap enterobacteriaceae termasuk

Shigella. Berbagai kuman yang telah resisten terhadap aminoglikosida dan

betalaktam ternyata masih peka terhadap fluorokuinolon.

Secara farmakokinetik, fluorokuinolon diserap dengan cepat melalui

saluran cerna. Semua fluorokuinolon mencapai kadar puncaknya dalam 12

jam setelah pemberian obat. Penyerapan siprofloksasin terhambat bila

diberikan bersama antasida. Siprofloksasin dapat mencapai kadar tinggi

dalam cairan serebrospinal bila ada meningitis. Efek samping golongn obat

ini yang trepenting adalah pada saluran cerna dan susunan saraf pusat.

Manifestasi pada saluran cerna, terutama berupa mual dan hilang nafsu

makan, merupakan efek samping yang paling sering dijumpai.

Fluorokuinolon jarang menimbulkan ganguan keseimbangan flora usus bila

dibandingkan dengan antimikroba lain yang berspektrum luas. Efek samping

6

Page 7: Disentri Basiler

pada susunan saraf pusat umumnya bersifat ringan berupa sakit kepala,

vertigo, dan insomnia (Ganiswara, 1995).

Ampisilin

Ampisilin merupakan salah satu golongan penisilin yang serupa dengan

penisilin G (dihancurkan dengan β-laktamase) tetapi stabil terhadap asam dan

lebih aktif terhadap bakteri gram negatif. Penisilin dinamakan obat beta

laktam karena mempunyai cincin laktam. Obat beta-laktam mempunyai

mekanisme kerja antibakteri yang secara umum menyebabkan kerusakan

dinding sel bakteri. Secara singkat, langkah-langkah tersebut yaitu (1)

perlekatan pada protein mengikat penisilin yang spesifik (PBPs) yang

berlakun sebagai obat reseptor pada bakteri, (2) penghambatan sintesis

dinding sel dengan menghambat transpeptidase dari peptidoglikan, dan (3)

pengaktifan enzim autolitik di dalam dinding sel, yang menghasilkan

kerusakan sehingga akibatnya bakteri mati (Katzung, 1998).

Ampisilin dapat diberikan oral untuk mengobati infeksi saluran kemih

oleh baktri koli (Jawetz, 1996). Secara farmakokinetik, jumlah ampisilin dan

senyawa sejenisnya yang diabsorbsi pada pemberian oral dipengaruhi

besarnya dosis dan ada tidaknya makanan dalam saluran cerna. Dengan dosis

lebih kecil persentase yang diabsorpsi relatif lebih besar. Adanya makanan

dalam saluran cerna akan menghambat absorpsi obat.

Reaksi alergi merupakan bentuk efek samping yang terserig dijumpai

pada golongan penisilin. Reaksi alergi yang paling sering terjadi adalah

kemerahan kulit. Ampisilin dapat menimbulkan nefropati yang ada

hubungannya dengan kadar obat yang tinggi dalam serum (Ganiswara, 1995).

Asam Nalidiksat

Asam nalidiksat adalah prototip golongan kuinolon lama yang

mempunyai daya antibakteri yang baik terhadap kuman gram negative, tetapi

eliminasinya melalui urin berlangsung terlalu cepat sehingga sulit dicapai

kadar terapeutik dalam darah.

7

Page 8: Disentri Basiler

Kristal asam nalidiksat berupa bubuk putih atau kuning muda. Secara

farmakokinetik, pada pemberian per oral, 96% obat akan diserap.

Konsentrasinya dalam plasma kira-kira 20-50 µg/ml, tetapi 95% terikat

dengan protein plasma. Dalam tubuh, sebagian dari obat ini akan diubah

menjadi asam hidroksinalidiksat yang juga mempunyai daya antimikroba.

Pemberian asam nalidiksat secara per oral kadang-kadang menimbulkan

mual, muntah, ruam kulit dan urtikaria. Diare, demam, eosinofilia dan

fotosensitivitas kadang-kadang timbul. Asam nalidiksat tidak boleh diberikan

pada bayi kurang dari 3 bulan dan juga pada trimester pertama kehamilan.

Daya antibakterinya akan berkurang bila diberikan bersama nitrofurantoin

(Ganiswara, 1995).

Pengobatan simtomatis: untuk demam (antipiretik), nyeri perut

(antispasmodik). Pemakaian obat antimotilitas (misalnya loperamide) bersifat

kontroversi, dapat mengurangi diare, namun dapat menyebabkan penyakit

lebih berat karena mengurangi pengeluaran bakteri, mempermudah invasi

mukosa serta timbulnya toksik megakolon. Pada bentuk berat apabila tidak

diobati dini angka kematian shigellosis tinggi. Infeksi oleh S. dysenteriae

biasanya berat, penyembuhan lama. Infeksi S. flexneri angka kematian rendah

Menurut pedoman WHO, bila telah terdiagnosis shigellosis pasien

diobati dengan antibiotika. Jika setelah 2 hari pengobatan menunjukkan

perbaikan, terapi diteruskan selama 5 hari. Bila tidak ada perbaikan

antibiotika diganti dengan jenis yang lain. Jika dengan pengobatan dengan

antibiotika yang kedua pasien tidak menunjukkan perbaikan diagnosis harus

ditinjau ulang dan dilakukan pemeriksaan mikroskop tinja, kultur, dan

resistensi mikroorganisme.

Resistensi terhadap sulfonamid, streptomisin, kloramfenikol dan

tetrasiklin, hampir universal terjadi dan banyak shigella saat ini resisten

terhadap ampisilin dan sulfametoksazol. Situasi pada setiap wabah penyakit

ini menimbulkan resistensi yang berbeda-beda, karena itu pada wabah

sebaiknya disiapkan obat khusus yang hanya diberikan pada pasien-pasien

yang gawat. Sangat ideal bila pada setiap kasus dilakukan uji resistensi

8

Page 9: Disentri Basiler

terhadap kuman penyebabnya, tetapi tindakan ini mengakibatkan pengobatan

dengan antibiotika jadi tertunda (Sudoyo, 2007).

H. Pencegahan

Pencegahan terhadap penyakit ini dapat di lakukan dengan jalan:

1. Memperhatikan pola hidup sehat dan bersih

2. Menjaga kebersihan makanan dan minuman dari kontaminasi kotoran

dan serangga pembawa kuman

3. Menjaga kebersihan lingkungan

4. Membersihkan tangan dengan baik sesudah buang air besar atau sebelum

makan dan

5. Mencegah terjadinya dehidrasi

I. Prognosis

Pada bentuk yang berat, angka kematian tinggi kecuali  bila

mendapatkan pengobatan dini. Namun, pada bentuk sedang, biasanya angka

kematian rendah. Bentuk dysentriae  biasanya berat dan masa penyembuhan

lama, meskipun dalam bentuk yg ringan.

J. Komplikasi

Dapat timbul komplikasi shigellosis:

1. Ekstraintestinal terutama oleh S. dysenteriae tipe 1, S. flexneri

2. Bakteremia pada AIDS

3. Artritis: masa penyembuhan, sendi besar (lutut)

4. Neuritis perifer, iritis, iridosiklitis, peritonitis jarang.

Hemolytic Uremic Syndrome (HUS) dapat timbul akibat infeksi oleh S.

dysenteriae tipe 1, dengan gejala:

1. Oligouria, anuria yang progresif, gagal ginjal

2. Penurunan hematokrit, anemia progresif

3. Reaksi leukomoid, trombositopenia

4. Hiponatremia, hipoglikemia

9

Page 10: Disentri Basiler

5. Gejala susunan saraf pusat, ensefalopatia, perubahan kesadaran.

(Tjokroprawiro, 2007).

BAB II

STATUS PASIEN

I. ANAMNESIS

A. Identitas Pasien

Nama : Tn. R

Umur : 30 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Alamat : Jebres

Agama : Islam

Suku : Jawa

Status perkawinan : Menikah

Pendidikan : SD

Pekerjaan : Buruh

Tanggal Pemeriksaan : 4 Juni 2014

No. RM : 011452XX

B. Keluhan Utama

BAB berdarah dan berlendir

C. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang dengan keluhan saat buang air besar tinja disertai darah dan

lendir. Keluhan sudah dirasakan sejak 1 hari ini, pasien mengaku diare dan

bolak-balik BAB mencret sebanyak + 7 kali hingga sebelum ke rumah sakit.

Tinja berupa ampas berwarna kuning, terdapat lendir dan darah. Selain itu

pasien mengaku demam dan mual hingga muntah. Pasien mengaku saat buang

air besar terasa nyeri dan tinjanya berbau busuk. Pasien juga merasa perut

sebelah kirinya melilit. Pasien mengaku 1 hari yang lalu makan jajan di

10

Page 11: Disentri Basiler

warung makan dekat rumah. Pasien merasa lemas dan makan menjadi

berkurang, namun sering merasa haus.

D. Riwayat Penyakit Dahulu :

a. Riwayat kelainan serupa : (-)

b. Riwayat dirawat di RS : (-)

c. Riwayat alergi obat dan makanan : (-)

E. Riwayat Penyakit pada Anggota Keluarga

a. Riwayat kelainan serupa : (-)

b. Riwayat alergi obat dan makanan : (-)

F. PEMERIKSAAN FISIK

A. Keadaan Umum Compos mentis, tampak sakit sedang, gizi kesan

cukup

B. Status gizi BB : 52 kg

TB : 155 cm

BMI : 21,67 kg/m2

Kesan : Status Gizi Normoweight

Tanda Vital Tekanan Darah : 120/80 mmHg

Nadi : 88x/menit, isi dan tegangan cukup

Frekuensi Respirasi : 20 x/menit

Suhu : 38,50C

C. Kulit Warna sawo matang, petechie (-), ikterik (-),

turgor cukup, hiperpigmentasi (-)

D. Kepala Bentuk mesocephal, rambut warna hitam,uban

(+), mudah rontok (-), luka (-), atrofi

m.temporalis(-).

E. Mata Konjunctiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-),

perdarahan subkonjugtiva (-/-), pupil isokor

dengan diameter 3 mm/3 mm, reflek cahaya

(+/+), edema palpebra (-/-), strabismus (-/-),

11

Page 12: Disentri Basiler

cekung (+/+)

F. Mulut Trismus (-), sianosis (-), gusi berdarah (-), kering

(+), pucat (-), lidah tifoid (-), papil lidah atrofi (-)

stomatitis (-), luka pada sudut bibir (-)

G. Leher JVP (R+2), trakea di tengah, simetris,

pembesaran tiroid (-), pembesaran limfonodi

cervical (-), leher kaku (-)

H. Thorax Bentuk normochest, simetris, retraksi intercostal

(-), atrofi m. Pectoralis (-), ginecomasti (-), spider

nevi (-) regio infra clavicula, pernafasan

torakoabdominal, sela iga melebar (-),

pembesaran KGB axilla (-/-)

Jantung :

Inspeksi Iktus kordis tidak tampak

Palpasi Iktus kordis tidak kuat angkat

Perkusi Batas jantung kanan atas : SIC II linea

parasternalis dextra

Batas jantung kanan bawah : SIC IV linea

parasternalis dekstra

Batas jantung kiri atas : SIC II linea parasternalis

sinistra

Batas jantung kiri bawah : SIC V 1 cm medial

linea medioklavicularis sinistra

Pinggang jantung : SIC II-III lateral parasternalis

sinistra

Konfigurasi jantung kesan tidak melebar

Auskultasi HR : 88x/menit reguler. Bunyi jantung I-II murni,

intensitas normal, reguler, bising (-), gallop (-).

12

Page 13: Disentri Basiler

Pulmo :

Depan

Inspeksi Statis Normochest, simetris, sela iga tidak melebar

Dinamis Pengembangan dada kanan = kiri, sela iga tidak

melebar, retraksi intercostal (-)

Palpasi Statis Simetris

Dinamis Pergerakan dada ka = ki, penanjakan dada ka =

ki, fremitus raba kanan = kiri

Perkusi Kiri Sonor

Kanan Sonor

Auskultasi Kanan Suara dasar vesikuler intensitas normal, suara

tambahan wheezing (-), ronchi basah kasar (-)

basal paru, ronchi basah halus (-), krepitasi (-)

Kiri Suara dasar vesikuler intensitas meningkat, suara

tambahan wheezing (-), ronchi basah kasar (-),

ronchi basah halus (-), krepitasi (-)

Belakang

Inspeksi Statis Normochest, simetris, sela iga tidak melebar, iga

mendatar

Dinamis Pengembangan dada simetris kanan = kiri, sela

iga tidak melebar, retraksi interkostal (-)

Palpasi Statis Dada kanan dan kiri simetris, sela iga tidak

melebar, retraksi (-),

Dinamis Pergerakan kanan = kiri, simetris, fremitus raba

kanan = kiri, penanjakan dada kanan = kiri

Perkusi Sonor /Sonor

Auskultasi Kanan Suara dasar vesikuler meningkat, wheezing(-),

ronchi basah kasar (-), ronchi basah halus (-),

krepitasi (-)

13

Page 14: Disentri Basiler

Kiri Suara dasar vesikuler intensitas normal,

wheezing(-), ronchi basah kasar (-), ronchi basah

halus (-), krepitasi (-)

I. Punggung kifosis (-), lordosis (-), skoliosis (-), nyeri ketok

kostovertebra (-),

J. Abdomen

Inspeksi Dinding perut sejajardinding thorak, bekas luka

operasi (+), venektasi (-), sikatrik (-), stria (-),

caput medusae (-)

Auscultasi Peristaltik (+) meningkat, bruit hepar (-), bising

epigastrium (-)

Perkusi Perut keras seperti papan (-), timpani, pekak sisi

(-), pekak alih (-),undulasi (-), area trobe

tymphani, NKCV (-/-)

Palpasi Perut keras seperti papan (-), nyeri tekan (+)

perut sebelah kiri, hepar/ lien sulit dievaluasi.

K. Genitourinaria Ulkus (-), sekret (-), tanda-tanda radang (-), nyeri

(-)

L. Ekstremitas

Superior dekstra Edema (-), kaku (-), sianosis (-), pucat (-), akral

dingin (-), luka (-), deformitas (-), ikterik (-)

petechie (-), Spoon nail (-)kuku pucat (-),clubing

finger (-), hiperpigmentasi (-), palmar eritema (-)

Superior sinistra Edema (-), kaku (-), sianosis (-), pucat (-), akral

dingin (-), luka (-), deformitas (-), ikterik (-),

petechie (-), Spoon nail (-) kuku pucat (-),clubing

finger (-), hiperpigmentasi (-), palmar eritema (-)

Inferior dekstra Edema(-), kaku (-), sianosis (-), pucat (-), akral

dingin (-), luka (-), deformitas (-), ikterik (-),

petechie (-), Spoon nail (-), kuku pucat (-),

14

Page 15: Disentri Basiler

clubing finger (-), hiperpigmentasi (-), nyeri

tekan (-)

Inferior Sinistra Edema(-), kaku (-), sianosis (-), pucat (-), akral

dingin (-), luka (-), deformitas (-), ikterik (-),

petechie (-), Spoon nail (-), kuku pucat(-),clubing

finger (-), hiperpigmentasi (-), nyeri tekan (-)

G. Diagnosis Banding

Disentri Basiler

Disentri Amoeba

H. Diagnosis

Disentri Basiler

I. Tujuan Terapi

Memperbaiki keadaan umum

Menangani kegawatan

J. Terapi

Cotrimoxazole 2 x 2 tab

Attapulgite (New Diatab 3 x 1 tab)

Metoclopramide 3 x 10 mg prn

Parasetamol 3 x 500 mg

Oralit

Penulisan resep :

R/ Oralit sach No. X

∫ ad libitum solve in aqua 200 cc

R/ Cotrimoxazole tab No. XV

∫ 2 dd tab 2 p.c

R/ New Diatab tab No. VI

∫ 3 dd tab I

15

Page 16: Disentri Basiler

R/ Metoclopramide tab mg 10 No. X

∫ prn 1-3 dd tab I

R/ Parasetamol tab mg 500 No. X

∫ 3 dd tab I

Pro : Tn. R (30 tahun)

BAB III

PEMBAHASAN OBAT

1. Cotrimoxazole tab

Cotrimoxazole merupakan bakterisid kombinasi dari sulfamethoxazole dan

trimetoprim. Tablet cotrimoxazole mengandung komposisi sulfamethoxazole

dan trimetoprim dengan perbandingan 5 : 1, yaitu sulfamethoxazole 400 mg

dan trimetoprim 80 mg. Merupakan antibiotik berspektrum luas dan jarang

menimbulkan resistensi. Diberikan pada kasus-kasus infeksi gastrointestinal,

saluran nafas, kulit dan infeksi lainnya yang disebabkan mikroorganisme

yang sensitif. Dosis dewasa: 2 x 960 mg atau 2 x 2 tab.

Farmakodinamik/farmakokinetik:

Mekanisme:

o Sulfametoxazole menghambat PABA masuk ke molekul asam folat

o Trimetroprim menghambat reaksi reduksi dari dihidrofolat menjadi

tetra hidrofolat

Absorbsi melalui saluran cerna cepat dan lengkap

Kadar puncak plasma dicapai dalam waktu 2 jam untuk trimetoprim dan

4 jam untuk sulfametoksazol

Waktu paruh 11 jam untuk trimetropim dan 10 jam untuk

sulfametroksazol

Efek samping: tidak sering terjadi. Biasanya berupa gangguan saluran

pencernaan, syndroma Stevens Johnson, syndroma Lyell.

2. Attapulgite tab (New Diatab, Entrostop)

16

Page 17: Disentri Basiler

Attapulgite merupakan magnesium alumunium silikat alamiah yang telah

dimurnikan dan diaktifkan dengan cara pemanasan untuk meningkatkan

kemampuan absorbsinya. Attapulgite mempunyai daya absorbsi untuk

menyerap racun, bakteri dan enterovirus yang menyebabkan diare. Dapat

mengurangi frekuensi buang air besar dan membantu memperbaiki

konsistensi feses. Dosis 2 tablet setiap setelah buang air besar, maksimum 12

tablet/hari

3. Metoclopamide tab

Metoclopramide merupakan obat simptomatik antiemetik/antimuntah.

Berkhasiat anti emesis kuat berdasarkan blokade reseptor dopamin di CTZ.

Di samping itu, zat ini juga memperkuat pergerakan dan pengosongan

lambung. Efektif pada semua jenis muntah. Reabsorbsinya dari usus cepat,

mula kerjanya dalam 20 menit dan plasma t ½ nya kurang lebih 4 jam.

Mekanismenya :

Blokade reseptor dopamine di CTZ (Chemoreseptor Trigerzone)

Memperkuat pergerakan dan pengosongan lambung

Efek sampingnya yang terpenting adalah sedasi dan gelisah. Dosis: 3 dd 5-10

mg, anak-anak maks 3 dd 2,5-5 mg.

4. Parasetamol tab

Parasetamol merupakan obat analgetik dan antipiretik simptomatik. Sifat

antipiretik disebabkan oleh gugus aminobenzen dan mekanismenya diduga

berdasarkan efek sentral. Efek analgetik parasetamol dapat menghilangkan

rasa nyeri ringan sampai sedang. Sedangkan efek antiinflamasinya sangat

lemah. Relatif aman penggunaannya dalam dosis terapi. Dosis dewasa 3-4 x

500 mg/ hari. Dosis anak 10 mg/kgBB/per kali pemberian.

5. Oralit

Untuk rehidrasi/ pengganti cairan/elektrolit yang hilang pada pasien diare.

Komposisi: glucose anhydrous 4 g, NaCl 0,7 g, Na bicarbonate 0,5 g, CaCl2

0,3 g.

17

Page 18: Disentri Basiler

Dosis :

Dewasa : 2 jam pertama 6 gelas, selanjutnya 2 gelas tiap BAB

Anak < 1 tahun : 2 jam pertama 2 gelas larutan (setengah gelas)

Anak 1-5 tahun : 2 jam pertama 4 gelas larutan (1 gelas)

18

Page 19: Disentri Basiler

DAFTAR PUSTAKA

Ciesla WP, Guerrant RL. Infectious Diarrhea. In: Wilson WR, Drew WL, Henry NK, et

al editors. Current Diagnosis and Treatment in Infectious Disease. New York:

Lange Medical Books, 2003. 225 - 68.

Guerrant RL, Gilder TV, Steiner TS, et al. Practice Guidelines for the Management of

Infectious Diarrhea. Clinical Infectious Diseases 2001;32:331-51.

Jawetz, E. 1995. Mikrobiologi untuk Profesi Kesehatan. Edisi 16. 303-306. Jakarta:

EGC.

Lung E, Acute Diarrheal Disease. In: Friedman SL, McQuaid KR, Grendell JH, editors.

Current Diagnosis and Treatment in Gastroenterology. 2nd edition. New York:

Lange Medical Books, 2003. 131 - 50.

Sulistia G. 1995. Farmakologi dan Terapi. Edisi 4. Cetak Ulang 2001. Jakarta: Bagian

Farmakologi FK UI.

Tjokroprawiro, Askandar, dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Surabaya:

Airlangga University Press.

19