LAPORAN KASUS DHF
-
Upload
niluh-tantri -
Category
Documents
-
view
755 -
download
0
Transcript of LAPORAN KASUS DHF
LAPORAN KASUS
SEORANG PRIA 15 TAHUN DENGAN PURPURA TROMBOSITOPENI IDIOPATIK AKUT PASKA INFEKSI DEMAM BERDARAH DENGUE
Oleh :
Ni Luh Tantri
Pembimbing :
Dr. Rina Yulimawati SpPD
Pendidikan Program Spesialis I Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Malang
2012
LATAR BELAKANG
Demam berdarah dengue dan demam dengue adalah penyakit infeksi yang
disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan atau nyeri
sendi disertai lekopenia, ruam, limfadenopati, trombositopeni dan diastesis hemoragik. Pada
DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai dengan hemokonsentrasi (peningkatan
hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh.
Demam berdarah dengue tersebar di wilayah Asia Tenggara, Pasifik Barat dan
Karibia. Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran di seluruh wilayah tabah
air. DBD di Indonesia antara 6 hingga 15 per 100.000 penduduk (1989 hingga 1995); dan
pernah meningkat tajam saat kejadian luar biasa hingga 35 per 100.000 penduduk pada
tahun 1998, sedangkan mortalitas DBD cenderung menurun hingga mencapai 2% pada
tahun 1999.
Trombositopeni pada infeksi dengue terjadi melalui mekanisme supresi sumsum
tulang dan destruksi dan pemendekan masa hidup trombosit. Gambaran sumsum tulang
pada fase awal infeksi (<5hari) menunjukkan keadaan hiposeluler dan supresi megakriosit.
Setelah keadaan nadir tercapai akan teerjadi peningkatan hematopoiesis termasuk
megakariopoiesis. Destruksi trombosit terjadi melalui ikatan fragmen C3g terhada antibodi
VD, konsumsi trombosit selama proses koagulopati dan sekuesterisasi di perifer.
Ganggguan Fungsi trombosit terjadi melalui mekanisme gangguan pelepasan ADP,
peningkatan kadar b-tromboglobulin dan PF4 yang merupakan petanda degranulasi
trombosit.
Purpura Trombisitopenia Idiopatik (PTI) merupakan suatu kelainan didapat yang
berupa gangguan autoimun yang mengakibatkan trombositopenia oleh karena adaya
penghancuran trombosit secara dini dalam sistem terikuloendotelial akibat adanya
autoantibodi terhadap trombosit yang biasanya berasal dari immunoglobulin G.
Berdasarkan etiologi, PTI dibagi menjadi 2 yaitu primer (idiopatik) dan sekunder.
Berdasarkan awitan penyakit dibedakan tipe akut bila kejadiannya kurang atau sama
dengan 6 bulan (umumnya terjadi pada anak-anak) dan kronik bila kebih dari 6 bulan
(umumnya terjadi pada orang dewasa).
PTI akut lebih sering dijumpai pada anak, jarang pada umur dewasa, awitan penyakit
biasanya mendadak, riwayat infeksi sering mengawali terjadinya perdarahan berulang,
sering dijumpai eksantema pada anak-anak (rubeola dan rubella). Manifestasi perdarahan
akut pada anak biasanya ringan, perdarahan intrakranial terjadi kurang dari 1% pasien.
Pada PTI dewasa, bentuk akut jarang terjadi, namun dapat mengalami perdarahan dan
perjalanan penyakit lebih fulminan.
LAPORAN KASUS
Seorang pria 15 tahun datang ke RSUD Ngudi Waluyo Wlingi dengan keluhan
perdarahan dari hidung (epistaksis), timbul mendadak, volume 1 handuk kecil, tanpa
didahului oleh trauma dan mudah dihentikan dengan menekan pangkal hidung. Dari
anamnesis didapatkan riwayat demam 6 hari sebelum masuk rumah sakit, dengan tipe
demam pelana, panas tinggi mendadak selama 4 hari diikuti panas tidak terlalu tinggi
kemudian panas tinggi kembali 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Disertai keluhan pusing
dan sakit seluruh badan. Pada pemeriksaan fisik T 110/70 nadi 88x/mnt reguler, isi dan
tegangan cukup, laju pernafasan 12x/mnt reguler. Pemerikaan rumple leede pada lengan
pasien positif.
Gb1. Peteki dan hematom pada pasien
Pemeriksaan laboratorium dasar pada saat di poli THT menunjukkan Lekosit 5100/ul
Hemoglobin 19.5g/dl, trombosit 24.00/ul, pada saat mrs hari I di ruang dahlia 1 pemeriksaan
ulangan menunjukkan lekosit 3600/ul, hemoglobin 16.1 g/dl, hematokrit 48.5% dan trombosit
24.000/ul dan SGOT 68u/l SGPT 40 u/l. Hapusan darah tepi menunjukkan kesan
leukopenis, trombositopeni, sehingga dicurigai infeksi virus. Pada hari kedua pemeriksaan
darah tepi menunjukkan penurunan hematokrit menjadi 44.1%.
Tabel 1. Pemeriksaan laboratorium dasar saat MRS hari 1
Pada pemeriksaan darah tepi hari ke-3 perawatan (hari ke 11 setelah panas) terjadi
peningkatan jumlah lekosit, penurunan hematokrit dan peningkatan jumlah trombosit secara
signifikan, tidak ada epistaksis, dan peteki baru, pasien pulang dalam kondisi baik.
Tabel 2. Pemeriksaan darah serial pada pasien
komponen MRS (hari ke 8 ) Hari 1 (ke -9) Hari 2 (ke-10) Hari 3 (ke-11)
Lekosit 5100 3600 3500 6000
Hb 19.5 16.1 15.0 15.7
HCT 56.0 48.5 44.1 43.8
Thrombosit 24.000 24.000 40,000 135.000
Blood smear Leukopenia, limfopenia
Trombosit jumlah cukup batas bawah, penyebaran merata
Lab Value Lab Value
Leucocyte 3600 3500-10.000/µL Na 139 136-145mmol/l
Haemoglobin 16.1 11-16,5g/dl K 4.47 3,5-5,0 mmol/l
MCV 84.8 80-97H um3 Cl 102 98-106 mmol/l
MCH 28.0 26,5-33,5H pg SGOT 68 11-41U/L
PCV 48.5 35-50% SGPT 40 10-41U/L
Thrombocyte 24.000 150.000-390000/µL
Hapusan darah tepiEritrosit : normositik normokromikLekosit : jumlah menurun, segmen+, limfosit+, sel blast tak tampakTrombosit : jumlah menurun, penyebaran merata tidak ada kelainan morfologi.Kesan : leukopenia, trombositopenia, infeksi virus?Usul : monitor Hb, HCT, jumlah leksoit dan thrombosit, kalau perlu hapusan darah ulang
Ureum 40 10-50mg/dL
Creatinin 1.14 0,7-1,5mg/dL
DISKUSI KASUS
Demam berdarah dengue dan demam dengue disebabkan oleh virus dengue yang
termasuk dalam genus flavivirus, keluarga flaviviridae. Flavivirus merupakan virus dengan
diameter 30nm terdiri dari asam ribonukleat ranatai tunggal dengan berat molekul 4x106.
Terdapat 4 serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4 yang semuanya dapat
menyebabkan demam dengue atau demam berdarah dengue. Keempat serotipe ditemukan
di Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotipe terbanyak.
Penularan infeksi virus dengue terjadi melalui vektor nyamuk genus Aedes (terutama
A.aegypti dan A.albopictus). Peningkatatan kasus setiap tahunnya berkaitan dengan sanitasi
lingkungan dengan tersedianya tempat bagi perindukan bagi nyamuk betina yaitu bejana
berisis air jernih (bak mandi, kaleng bekas dan tempat penampungan air lainnya).
Patogenesis terjadinya demam berdarah sangat terkait erat dengan mekanisme
imunoaptologis, yang diperantarai oleh : a) respon humoral, berupa pembentukan antibodi
yang berperan dalam proses netralisasi virus, sitolisis yang dimediasi komplemen dan
sititoksisitas yang dimediasi antibodi, b) Limfosit T baik T-Helper (CD4) dan T sitotoksik
(CD8) berperan dalam respon imun seluler terhadap virus dengue, c) Monosit dan makrofag
yang berperan dalam fagositosis virus dengan opsonisasi antibodi, namun proses
fagositosis ini menyebabkan peningkatan replikasi virus dan sekresi sitokin oleh makrofag,
d) selain itu aktifasi komplemen oleh virus, menyebabkan terbentuknya C3a dan C5a.
Trombositopenia pada infeksi dengue terjadi melalui mekanisme : 1) supresi
sumsum tulang ddan 2) destruksi dan pemendekan masa hidup trombosit. Gambaran
sumsum tulang pada fase awalinfeksi (<5 hari) menunjukkan keadaan hiposeluler dan
supresi megakariosit. Setelah keadaan nadir tercapai akan terjadi peningkatan proses
hematopoiesis termasuk megakariopoiesis. Kadar trombopoietin dalam darah pada saat
terjadi trombositopenia justru menunjukkan kenaikan, hal ini menunjukkan terjadinya
stimulasi trombopoiesis sebagai mekanisme kompensasi terhadap keadaan
trombositopenia. Koagulopati terjadi akibat interaksi virus dengan endotel yang
menyebabkan terjadinya disfungsi endotel. Aktivasi koagulasi pada demam berdarah
dengue dengue terjadi melalui aktivasi jalur ekstrinsik (tissue factor pathway). Jalur intrinsik
juga berperan melalui aktivasi faktor IXa namun tidak melalui aktivasi kontak (kalikrein C1-
inhibitor complex)
Gambaran klinis yang khas untuk demam berdarah dengue ditandai oleh panas
tinggi, manifestasi perdarahan, hepatomegali dan sering ditemukan adanya gangguan
sirkulasi atau shock. Pemeriksaan laboratorium yang khas pada demam berdarah dengue
adalah trombositopenia dan peningkatan hematokrit.
Patofisiologi yang menentukan beratnya perjalanan klinis demamberdarah dengue
yang membedakan dari demam dengue adalah plasma leakcage atau kebocoran plasma ke
dalam rongga pleura atau rongga abdomen.
Perjalanan klinis demam berdarah dengue dimulai dengan penigkatan suhu tubuh
disertai dengan facial flush dan gejala klinis lain menyerupai demam dengue seperti demam,
anoreksia, mual muntah, sakit kepala serta nyeri otot dan sendi. Beberapa pasien demem
berdarah dengue juga mengalami nyeri telan dan tanda radang pada faring. Suhu tubuh
dapat meningkat sangat tinggi, pada beberapa kasus bisa berlangsung hingga 2 – 7 hari
sebelum kembali ke suhu normal. Tipe demam berupa tipe bifasik
Tabel 3. Manifestasi klinis demam berdarah dengue dan chikungunya
Tes torniquet/ rumple leede yang positif (≥ 10 bintik/diameter 5cm)
adalah manifestasi perdarhan yang paling banyak ditemukan pada fase awal
demam. Manifestasi perdarahan lainyang tidak jarang ditemukan adalah mudah
lebam dan perdarahan pada tempat tusukan jarum. Peteki halur pada wajah,
ekstremitas atas ataupun palatum mole sering ditemukan pada fase awal
demam. Epistaksis ataupun perdarahan gusi lebih jarang ditemukan. Kadang
dapat pula terjadi perdarahan saluran cerna, yang dapat sangat berat bila sudah
ada ulkus peptik sebelumnya.
Pada fase awal hati kadang dapat teraba, bervariasi dari 2 -4 cm di bawah
lengkung iga, besarnya ukuran hati tidak berkorelasi dengan beratnya demam
berdarah dengue, akan tetapi hematomegali banyak ditemukan pada kasus
shock. Pada perabaan hati teraba lunak dan nyeri tekan. Pada pemeriksaan foto
thoraks dapat ditemukan gambaran effusi pleura, terutama di paru kanan.
Besarnya effusi pleura berkaitan dengan berat nya klinis demam berdarah
dengue.
Diagnosis demam berdarah dengue ataupun Dengue Shock syndrome
ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan pemerikasaan laboratorium.
Manifestasi klinik, meliputi :
Demam, onset akut, tinggi terus menrus, berlangsung 2-7 hari
Manifestasi perdarahan, baik tes torniquet yang positif, peteki, purpura,
ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi dan hematemesis atau melena.
Hepatomegali
Shock, yang ditandai dengan takikardia, menurunnya perfusi jaringan,
dengan nadi yang lemah dan menyempitnya pulse pressure (≤20mmHg)
atau hipotensi dengan kulit yang dingin lembab dan kesadaran yang
menurun.
Pemeriksaan Laboratorium, meliputi :
Trombositopenia (≤100.000/ul)
Hemokonsentrasi, atau peningkatan hematokrit ≥20% dari nilai dasar.
Dua kriteria klinis ditambah dengan trombositopenia dan hemokonsentrasi atau
peningkatan hematokrit, sudah cukup untuk menegakkan diagnosis demam
berdarah dengue.
Tanda objektif dari adanya plasma leakcage adalah adanya effusi pleura (dari
pemeriksaan rontgen thoraks), sedangkan hipoalbuminemia mendukung adanya
plasma leakcage. Kedua tanda ini bermanfaat untuk menegakkan diagnosis
demam berdarah dengue pada pasien dengan anemia, perdarhan hebat, tidak
adanya data dasar hematokrit, ataupun peningkatan hematokrit ≤20% akibat
terapi cairan intravena. Pada kasus shock, tingginya hematokrit dan
thrombositopenia yang jelas menyokong diagnosis DSS, sedangkan untuk
membedakan dengan shock septic, LED ≤10mm/jam menyokong ke arah DSS.
Pada kasus ini diagnosis demam berdarah dengue ditegakkan
berdasarkan adanya panas tinggi dengan tipe pelana, tanda perdarahan,
hemokonsentrasi trhombositopenia. Berdasarkan kriteria WHO, pasien ini masuk
ke dalam demam berdarah dengue grade II, dengan adanya perdarahan,
trombositopenia di bawah 100.000/ul dan tanda perdarahan yaitu epistaksis,
tanpa tanda penurunan tekanan darah.
Tabel 4. Klasifikasi Demam beradrah Dengue dari WHO
Fase kritis dari demam berdarah dengue terjadi saat timbulnya kebocoran
plasma (plasma leackage) yang terjadi saat transisi dari fase demam. Tanda
awal dari adanya kebocoran plasma adalah peningkatan hematokrit, sebesar 10-
15% dari nilai dasar. Kebocoran plasma dalam jumlah besar dapat memicu
timbulnya shock hipovolemik. Bahkan dalam kondisi shock sebelum terapi
cairan, adanya effusi pleura atau ascites seringkali sulit ditemukan. Penununan
kadar albumin >0,5 g/dl dari nilai dasar 3,5 g/dl adalah salah satu bukti tidak
langsung dari adanya plasma leakcage.
Pada kasus demam berdarah yang ringan semua gejala klinis akan
menghilang setelah demam mereda. Turunnya demam dapat diikuti oleh
perubahan dari denyut nadi dan tekanan darah. Gejala inimenunjukkan adanya
perubahan dalam sistem sirkulasi akibat adanya plasma leakcage yang ringan.
Pasien biasanya akan membaik secara spontan setelah terapi cairan. Pada
kasus yang moderate hingga berat , kondisi pasien akan memburuk setelah
beberapa hari mulai demam. Ada beberapa gejala klinis yang dapat dijadikan
petanda kondisi yang memburuk (warning sign) seperti muntah yang persisten,
nyeri perut, atau tidak dapat menerima intake peroral, letagi, gelisah, hipotensi
postural dan oliguria. Pada saat suhu tubuh mulai turun, atau 3-7 hari setelah
onset demam, dapat terjadi tanda kegagalan sirkulasi, berupa kulit menjadi
dingin dan lembab, dan nadi yang lemah dan cepat. Kondisi shock ditandai oleh
menyempitnya pulse pressure ≤20mmHg dengan peningkatan tekanan diastolik,
contohnya 100/90 mmHg, atau hipotensi. Tnada dari menurunnya perfusi
jaringan adalah : menurunnya capillary refill (>3 detik), kulit dingin dan lembab,
serta gelisah.Pasien pada kondisi shock berisiko tinggi untuk meninggal bila
tidak mendapat terapi yang tepat. Pasien dapat jatuh ke dalam kondisi shock
berat dengan tensi dan nadi yang tak terukur. ( Demamberdarah Dengue Stage
IV)
Perbaikan klinis pada demam berdarah dengue ditandai oleh adanya
diuresis dan meningkatnya nafsu makan, merupakan indikasi untuk
menghentikan terapi cairan. Tanda klinis yang sering dijumpai meliputi sinus
bradikardia atau aritmia dan adanya dengue confluent petechial rash. Fase
perbaikan pada pasien tanpa shock biasanya berlangsung singkat tanpa tanda
yang jelas. Bahkan pada kasus shock berat, bila kondisi shock diterapi secara
benar, perbaikan pasien akan terlihat secara jelas dalam 2 – 3 hari. Tetapi pada
pasien dengan prolonged shock dan multiorgan failure akan membutuhkan
terapi spesifik dan fase perbaikan yang lebih lama. Angka kematian ada
kelompok ini tetap tinggi walupun telahmendapat terapi yang tepat.
Management demam berdarah dengue grade I dan II ( tanpa shock), pada
dasarnya adalah pemberian cairan sejumlah 5% dari defisit selama 48 jam.
Misalnya, seorang anak dengan berat 20%, dengan defisit 5% maka cairan yang
dibutuhkan 50ml/kgx20 = 1000ml. Cairan maintenance sebesar 15000ml
perhari, sehingga total M+5% adalah 2500ml adalah jumlah cairan yang harus
diberikan dalam 48 jam pada pasien nonshock. Kecepatan tetesan disesuaikan
dengan kecepatan plasam leakcage, dengan menilai kondisi klinis, tanda vital,
produksi urine dan kadar hematokrit. Pada pasien ini, diberikan cairan RL 30
tetes/mnt, ekstra minum dan paracetamol jika panas.
Bila ada perdarahan, sumber perdarahan harus ditemukan dan dihentikan bila
memungkinkan. Epistaksis misalnya, dapat diatasi dengan pemberian tampon hidung.
Pemberian transfusi darah tidak harus menunggu hingga hematokrit turun, pemberian
transfusi sesuai dengan jumlah darah yang hilang, bila tidak dapat dihitung maka diberikan
10ml/kg fresh whole blood atau 5ml/kg pack red cell. Pemberian H2 bloker pada perdarahan
saluran cerna belum terbukti secara klinis, sedangkan pemberian komponen darah, seperti
trombosit konsentrat ataupun fresh frozen plasma atau cryoprecipitate belum didukung oleh
data klinis.
Fase perbaikan ditandai dengan parameter klinik, seperti nafsu makan dan kedaan
umum yang lebih baik. Kondisi hemodinamik yang lebih stabil dan perfusi jaringan juga
mengalami perbaikan. Kadangkala dapat dilihat pula adanya penurunan hematokrit dibawah
angka normal. Pada kondisi ini pemberian cairan intravena harus dihentikan. Pada pasien
dengan effusi pleura masif dan ascites, dapat terjadi hipervolemia, dan furosemid dapat
diberikan untuk mencegah terjadinya edema paru.Akibat stress dan diuresis dapat terjadi
hipokalemia, untuk kasus ini dapat diberikan dengan pemberian cairan yang kaya akan
kalium. Komplikasi kardiovaskular seperti bradikardia, heart bolck atau PVC, harus
dilakukan pengawasan ketat. Pada 20-30% pasien dapat ditemukan convalescence rash.
Berikut adalah tanda-tanda perbaikan klinis :
Tekanan darah, nadi dan laju pernafasan yang stabil
Suhu tubuh normal
Tidak ada tanda perdarahan internal
Perbaikan nafsu makan
Produksi urine yang cukup
Kadar hematokrit yang menetap pada level normal
Convalescenet cunfluent petecehie rash atau gatal, pada ekstremitas
Pasien demam berdarah diperbolehkan pulang bila :
Bebas demam minimal 24 jam tanpa obat antipiretik
Kembalinya nafsu makan
Perbaikan klinis yang jelas
Produksi urine yang cukup
Minimal 2 -3 hari setelah shock teratasi
Tidak ada tanda gangguan pernafasan akibat effusi pleura atau ascites.
Hitung trombosit >50.000/mm3,pada beberapa kasus yang simple,
trombosit akan kembali normal dalam 3-5 hari.
Purpura trombositopenik idiopatik akut dapat berkembang setelah 7 hingga 10 hari
setelah infeksi mononukleosis, mumps, rubela atau rubeola. Purpura trombositopenik
idiopatik akut biasanya timbul pada saat virus telah hilang dari peredaran darah.
Patogenesis trombositopenia pada PTIA, terjadi melalui tiga mekanisme: 1) Produksi
trombosit yang spesfik autoantibodi secara tidak normal, terkait dengan proses imunitas
akibat infeksi virus; 2) reaksi silang dengan antigen virus; 3) Terikatnya trombosit dengan
imun kompleks. Asosiasi hematologi Amerika merekomendasikan biopsi sumsum tulang
bagi pasien dengan PTIA yang berusia >60tahun, untuk menyingkirkan kemungkinan
mielodisplasia.
Jika pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya splenomegaly, maka pemeriksaan
USG abdomen dianjurkan untuk dilakukan. Pada kasus dengan perdarahan membrana
mukosa dan jumlah trombosit<20.000/ul, ataupun pasien dengan purpura minor dan kadar
trombosit <10.000/ul intervensi langsung harus segera dilakukan. Pemberian prednisolon 1-
2 mg/kg/hari dapat meningkatkan jumlah trombosit secara cepat, dibanding bila tidak
diberikan terapi apa-apa. Lama pemberian prednisolon biasanya 21 hari. Hasil yang sama
juga ditemukan pada pemberian metil prednisolon high dose (10-50mg/kg/hari) selama
beberapa hari. Pada pasien ini, dicurigai suatu keadaan PTIA, karena trhombosit tidak
meningkat setelah fase konvalescen, yang kontras dengan kondisi perbaikan klinis pasien.
Pemeriksaan biopsi sumsum tulang belum dapat kami lakukan sehingga gambaran
megakariosit sebagai penyokong diagnosis PTIA belum dapat kami temukan. Setelah
pemberian metilprednisolon 3 x 16 mg, didapatkan suatu peningkatan yang signifikan dari
jumlah thrombosit. Pasien pulang dalam keadaan baik, dan disarankan kontrol ke poli
penyakit dalam, rencananya metilprednisolon kakan dilanjutkan selama 2 minggu an
kemuadian akan diturunkan bertahap.
RINGKASAN
Telah kami laporkan kasus purpura trombositopeni idiopatik akut pasca infeksi
demam berdarah dengue, dengan respon baik setelah pengobatan demam berdarah
dengue grade II sesuai management WHO. Metil prednisolon diberikan dengan kecurigann
suatu purpura trombositopeni idiopatik akut.
DAFTAR PUSTAKA
1. Prevention and Control of Dengue and Dengue Hemorrhagic Fever, Comprehensive
Guideline. WHO Regional Publication, SEARO No 29.
2. World Health Organization. Dengue haemorrhagic fever: diagnosis, treatment
prevention and control. Geneva:WHO; 2010.
3. Toshinori Funahara et al. 3 possible triggers to induce thrombocytopenia in dengue
virus infection. Southeast Asian J Trop Med Pub Hith 1987;18(3) : 351-4.
4. Suhendro, Leonard Nainggolan, Kie Chen, Heriman T.Pohan. Demam Berdarah
Dengue. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV. Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit
Dalam.2006:1701-13.
5. Ibnu Purwanto. Purpura Trombositopenia Idiopatik. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Edisi IV. Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam.2006:1701-13
6. Parttraporn B Isarangkura, Boonchob Pongpanich, Pakaimas Pintadit, Phaiboolya
Phanichyakarn, Aree Valyasevi. Hemostatic Derangement in Dengue Haemorrhagic
Fever. Southeast Asian J Trop Med Pub Hlth 1987;18(3) : 331-9.
7. Aster RH, GeorgeJN. Thrombocytopeniadueto enhanced platelet destruction
byimmunological mechanisms. In: Williams WJ, Beucler E, Erslev AJ, Litchman MA
(eds). Haematology. 4th international edition. McGraw-Hill Publishing Company,
1991: 1378-80.
8. McClure. Idiopathic Thrombocytopenia Purpura in children. Am J Dis Child
1977;131 : 357-9