LAPORAN KASUS DHF

17
LAPORAN KASUS SEORANG PRIA 15 TAHUN DENGAN PURPURA TROMBOSITOPENI IDIOPATIK AKUT PASKA INFEKSI DEMAM BERDARAH DENGUE Oleh : Ni Luh Tantri Pembimbing : Dr. Rina Yulimawati SpPD Pendidikan Program Spesialis I Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Malang

Transcript of LAPORAN KASUS DHF

Page 1: LAPORAN KASUS DHF

LAPORAN KASUS

SEORANG PRIA 15 TAHUN DENGAN PURPURA TROMBOSITOPENI IDIOPATIK AKUT PASKA INFEKSI DEMAM BERDARAH DENGUE

Oleh :

Ni Luh Tantri

Pembimbing :

Dr. Rina Yulimawati SpPD

Pendidikan Program Spesialis I Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Malang

2012

Page 2: LAPORAN KASUS DHF

LATAR BELAKANG

Demam berdarah dengue dan demam dengue adalah penyakit infeksi yang

disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan atau nyeri

sendi disertai lekopenia, ruam, limfadenopati, trombositopeni dan diastesis hemoragik. Pada

DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai dengan hemokonsentrasi (peningkatan

hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh.

Demam berdarah dengue tersebar di wilayah Asia Tenggara, Pasifik Barat dan

Karibia. Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran di seluruh wilayah tabah

air. DBD di Indonesia antara 6 hingga 15 per 100.000 penduduk (1989 hingga 1995); dan

pernah meningkat tajam saat kejadian luar biasa hingga 35 per 100.000 penduduk pada

tahun 1998, sedangkan mortalitas DBD cenderung menurun hingga mencapai 2% pada

tahun 1999.

Trombositopeni pada infeksi dengue terjadi melalui mekanisme supresi sumsum

tulang dan destruksi dan pemendekan masa hidup trombosit. Gambaran sumsum tulang

pada fase awal infeksi (<5hari) menunjukkan keadaan hiposeluler dan supresi megakriosit.

Setelah keadaan nadir tercapai akan teerjadi peningkatan hematopoiesis termasuk

megakariopoiesis. Destruksi trombosit terjadi melalui ikatan fragmen C3g terhada antibodi

VD, konsumsi trombosit selama proses koagulopati dan sekuesterisasi di perifer.

Ganggguan Fungsi trombosit terjadi melalui mekanisme gangguan pelepasan ADP,

peningkatan kadar b-tromboglobulin dan PF4 yang merupakan petanda degranulasi

trombosit.

Purpura Trombisitopenia Idiopatik (PTI) merupakan suatu kelainan didapat yang

berupa gangguan autoimun yang mengakibatkan trombositopenia oleh karena adaya

penghancuran trombosit secara dini dalam sistem terikuloendotelial akibat adanya

autoantibodi terhadap trombosit yang biasanya berasal dari immunoglobulin G.

Berdasarkan etiologi, PTI dibagi menjadi 2 yaitu primer (idiopatik) dan sekunder.

Berdasarkan awitan penyakit dibedakan tipe akut bila kejadiannya kurang atau sama

dengan 6 bulan (umumnya terjadi pada anak-anak) dan kronik bila kebih dari 6 bulan

(umumnya terjadi pada orang dewasa).

PTI akut lebih sering dijumpai pada anak, jarang pada umur dewasa, awitan penyakit

biasanya mendadak, riwayat infeksi sering mengawali terjadinya perdarahan berulang,

sering dijumpai eksantema pada anak-anak (rubeola dan rubella). Manifestasi perdarahan

akut pada anak biasanya ringan, perdarahan intrakranial terjadi kurang dari 1% pasien.

Pada PTI dewasa, bentuk akut jarang terjadi, namun dapat mengalami perdarahan dan

perjalanan penyakit lebih fulminan.

Page 3: LAPORAN KASUS DHF

LAPORAN KASUS

Seorang pria 15 tahun datang ke RSUD Ngudi Waluyo Wlingi dengan keluhan

perdarahan dari hidung (epistaksis), timbul mendadak, volume 1 handuk kecil, tanpa

didahului oleh trauma dan mudah dihentikan dengan menekan pangkal hidung. Dari

anamnesis didapatkan riwayat demam 6 hari sebelum masuk rumah sakit, dengan tipe

demam pelana, panas tinggi mendadak selama 4 hari diikuti panas tidak terlalu tinggi

kemudian panas tinggi kembali 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Disertai keluhan pusing

dan sakit seluruh badan. Pada pemeriksaan fisik T 110/70 nadi 88x/mnt reguler, isi dan

tegangan cukup, laju pernafasan 12x/mnt reguler. Pemerikaan rumple leede pada lengan

pasien positif.

Gb1. Peteki dan hematom pada pasien

Pemeriksaan laboratorium dasar pada saat di poli THT menunjukkan Lekosit 5100/ul

Hemoglobin 19.5g/dl, trombosit 24.00/ul, pada saat mrs hari I di ruang dahlia 1 pemeriksaan

ulangan menunjukkan lekosit 3600/ul, hemoglobin 16.1 g/dl, hematokrit 48.5% dan trombosit

24.000/ul dan SGOT 68u/l SGPT 40 u/l. Hapusan darah tepi menunjukkan kesan

leukopenis, trombositopeni, sehingga dicurigai infeksi virus. Pada hari kedua pemeriksaan

darah tepi menunjukkan penurunan hematokrit menjadi 44.1%.

Page 4: LAPORAN KASUS DHF

Tabel 1. Pemeriksaan laboratorium dasar saat MRS hari 1

Pada pemeriksaan darah tepi hari ke-3 perawatan (hari ke 11 setelah panas) terjadi

peningkatan jumlah lekosit, penurunan hematokrit dan peningkatan jumlah trombosit secara

signifikan, tidak ada epistaksis, dan peteki baru, pasien pulang dalam kondisi baik.

Tabel 2. Pemeriksaan darah serial pada pasien

komponen MRS (hari ke 8 ) Hari 1 (ke -9) Hari 2 (ke-10) Hari 3 (ke-11)

Lekosit 5100 3600 3500 6000

Hb 19.5 16.1 15.0 15.7

HCT 56.0 48.5 44.1 43.8

Thrombosit 24.000 24.000 40,000 135.000

Blood smear Leukopenia, limfopenia

Trombosit jumlah cukup batas bawah, penyebaran merata

Lab Value Lab Value

Leucocyte 3600 3500-10.000/µL Na 139 136-145mmol/l

Haemoglobin 16.1 11-16,5g/dl K 4.47 3,5-5,0 mmol/l

MCV 84.8 80-97H um3 Cl 102 98-106 mmol/l

MCH 28.0 26,5-33,5H pg SGOT 68 11-41U/L

PCV 48.5 35-50% SGPT 40 10-41U/L

Thrombocyte 24.000 150.000-390000/µL

Hapusan darah tepiEritrosit : normositik normokromikLekosit : jumlah menurun, segmen+, limfosit+, sel blast tak tampakTrombosit : jumlah menurun, penyebaran merata tidak ada kelainan morfologi.Kesan : leukopenia, trombositopenia, infeksi virus?Usul : monitor Hb, HCT, jumlah leksoit dan thrombosit, kalau perlu hapusan darah ulang

Ureum 40 10-50mg/dL

Creatinin 1.14 0,7-1,5mg/dL

Page 5: LAPORAN KASUS DHF

DISKUSI KASUS

Demam berdarah dengue dan demam dengue disebabkan oleh virus dengue yang

termasuk dalam genus flavivirus, keluarga flaviviridae. Flavivirus merupakan virus dengan

diameter 30nm terdiri dari asam ribonukleat ranatai tunggal dengan berat molekul 4x106.

Terdapat 4 serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4 yang semuanya dapat

menyebabkan demam dengue atau demam berdarah dengue. Keempat serotipe ditemukan

di Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotipe terbanyak.

Penularan infeksi virus dengue terjadi melalui vektor nyamuk genus Aedes (terutama

A.aegypti dan A.albopictus). Peningkatatan kasus setiap tahunnya berkaitan dengan sanitasi

lingkungan dengan tersedianya tempat bagi perindukan bagi nyamuk betina yaitu bejana

berisis air jernih (bak mandi, kaleng bekas dan tempat penampungan air lainnya).

Patogenesis terjadinya demam berdarah sangat terkait erat dengan mekanisme

imunoaptologis, yang diperantarai oleh : a) respon humoral, berupa pembentukan antibodi

yang berperan dalam proses netralisasi virus, sitolisis yang dimediasi komplemen dan

sititoksisitas yang dimediasi antibodi, b) Limfosit T baik T-Helper (CD4) dan T sitotoksik

(CD8) berperan dalam respon imun seluler terhadap virus dengue, c) Monosit dan makrofag

yang berperan dalam fagositosis virus dengan opsonisasi antibodi, namun proses

fagositosis ini menyebabkan peningkatan replikasi virus dan sekresi sitokin oleh makrofag,

d) selain itu aktifasi komplemen oleh virus, menyebabkan terbentuknya C3a dan C5a.

Trombositopenia pada infeksi dengue terjadi melalui mekanisme : 1) supresi

sumsum tulang ddan 2) destruksi dan pemendekan masa hidup trombosit. Gambaran

sumsum tulang pada fase awalinfeksi (<5 hari) menunjukkan keadaan hiposeluler dan

supresi megakariosit. Setelah keadaan nadir tercapai akan terjadi peningkatan proses

hematopoiesis termasuk megakariopoiesis. Kadar trombopoietin dalam darah pada saat

terjadi trombositopenia justru menunjukkan kenaikan, hal ini menunjukkan terjadinya

stimulasi trombopoiesis sebagai mekanisme kompensasi terhadap keadaan

trombositopenia. Koagulopati terjadi akibat interaksi virus dengan endotel yang

menyebabkan terjadinya disfungsi endotel. Aktivasi koagulasi pada demam berdarah

dengue dengue terjadi melalui aktivasi jalur ekstrinsik (tissue factor pathway). Jalur intrinsik

juga berperan melalui aktivasi faktor IXa namun tidak melalui aktivasi kontak (kalikrein C1-

inhibitor complex)

Gambaran klinis yang khas untuk demam berdarah dengue ditandai oleh panas

tinggi, manifestasi perdarahan, hepatomegali dan sering ditemukan adanya gangguan

Page 6: LAPORAN KASUS DHF

sirkulasi atau shock. Pemeriksaan laboratorium yang khas pada demam berdarah dengue

adalah trombositopenia dan peningkatan hematokrit.

Patofisiologi yang menentukan beratnya perjalanan klinis demamberdarah dengue

yang membedakan dari demam dengue adalah plasma leakcage atau kebocoran plasma ke

dalam rongga pleura atau rongga abdomen.

Perjalanan klinis demam berdarah dengue dimulai dengan penigkatan suhu tubuh

disertai dengan facial flush dan gejala klinis lain menyerupai demam dengue seperti demam,

anoreksia, mual muntah, sakit kepala serta nyeri otot dan sendi. Beberapa pasien demem

berdarah dengue juga mengalami nyeri telan dan tanda radang pada faring. Suhu tubuh

dapat meningkat sangat tinggi, pada beberapa kasus bisa berlangsung hingga 2 – 7 hari

sebelum kembali ke suhu normal. Tipe demam berupa tipe bifasik

Tabel 3. Manifestasi klinis demam berdarah dengue dan chikungunya

Tes torniquet/ rumple leede yang positif (≥ 10 bintik/diameter 5cm)

adalah manifestasi perdarhan yang paling banyak ditemukan pada fase awal

demam. Manifestasi perdarahan lainyang tidak jarang ditemukan adalah mudah

lebam dan perdarahan pada tempat tusukan jarum. Peteki halur pada wajah,

ekstremitas atas ataupun palatum mole sering ditemukan pada fase awal

demam. Epistaksis ataupun perdarahan gusi lebih jarang ditemukan. Kadang

dapat pula terjadi perdarahan saluran cerna, yang dapat sangat berat bila sudah

ada ulkus peptik sebelumnya.

Page 7: LAPORAN KASUS DHF

Pada fase awal hati kadang dapat teraba, bervariasi dari 2 -4 cm di bawah

lengkung iga, besarnya ukuran hati tidak berkorelasi dengan beratnya demam

berdarah dengue, akan tetapi hematomegali banyak ditemukan pada kasus

shock. Pada perabaan hati teraba lunak dan nyeri tekan. Pada pemeriksaan foto

thoraks dapat ditemukan gambaran effusi pleura, terutama di paru kanan.

Besarnya effusi pleura berkaitan dengan berat nya klinis demam berdarah

dengue.

Diagnosis demam berdarah dengue ataupun Dengue Shock syndrome

ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan pemerikasaan laboratorium.

Manifestasi klinik, meliputi :

Demam, onset akut, tinggi terus menrus, berlangsung 2-7 hari

Manifestasi perdarahan, baik tes torniquet yang positif, peteki, purpura,

ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi dan hematemesis atau melena.

Hepatomegali

Shock, yang ditandai dengan takikardia, menurunnya perfusi jaringan,

dengan nadi yang lemah dan menyempitnya pulse pressure (≤20mmHg)

atau hipotensi dengan kulit yang dingin lembab dan kesadaran yang

menurun.

Pemeriksaan Laboratorium, meliputi :

Trombositopenia (≤100.000/ul)

Hemokonsentrasi, atau peningkatan hematokrit ≥20% dari nilai dasar.

Dua kriteria klinis ditambah dengan trombositopenia dan hemokonsentrasi atau

peningkatan hematokrit, sudah cukup untuk menegakkan diagnosis demam

berdarah dengue.

Tanda objektif dari adanya plasma leakcage adalah adanya effusi pleura (dari

pemeriksaan rontgen thoraks), sedangkan hipoalbuminemia mendukung adanya

plasma leakcage. Kedua tanda ini bermanfaat untuk menegakkan diagnosis

demam berdarah dengue pada pasien dengan anemia, perdarhan hebat, tidak

adanya data dasar hematokrit, ataupun peningkatan hematokrit ≤20% akibat

terapi cairan intravena. Pada kasus shock, tingginya hematokrit dan

thrombositopenia yang jelas menyokong diagnosis DSS, sedangkan untuk

membedakan dengan shock septic, LED ≤10mm/jam menyokong ke arah DSS.

Pada kasus ini diagnosis demam berdarah dengue ditegakkan

berdasarkan adanya panas tinggi dengan tipe pelana, tanda perdarahan,

hemokonsentrasi trhombositopenia. Berdasarkan kriteria WHO, pasien ini masuk

ke dalam demam berdarah dengue grade II, dengan adanya perdarahan,

Page 8: LAPORAN KASUS DHF

trombositopenia di bawah 100.000/ul dan tanda perdarahan yaitu epistaksis,

tanpa tanda penurunan tekanan darah.

Tabel 4. Klasifikasi Demam beradrah Dengue dari WHO

Fase kritis dari demam berdarah dengue terjadi saat timbulnya kebocoran

plasma (plasma leackage) yang terjadi saat transisi dari fase demam. Tanda

awal dari adanya kebocoran plasma adalah peningkatan hematokrit, sebesar 10-

15% dari nilai dasar. Kebocoran plasma dalam jumlah besar dapat memicu

timbulnya shock hipovolemik. Bahkan dalam kondisi shock sebelum terapi

cairan, adanya effusi pleura atau ascites seringkali sulit ditemukan. Penununan

kadar albumin >0,5 g/dl dari nilai dasar 3,5 g/dl adalah salah satu bukti tidak

langsung dari adanya plasma leakcage.

Page 9: LAPORAN KASUS DHF

Pada kasus demam berdarah yang ringan semua gejala klinis akan

menghilang setelah demam mereda. Turunnya demam dapat diikuti oleh

perubahan dari denyut nadi dan tekanan darah. Gejala inimenunjukkan adanya

perubahan dalam sistem sirkulasi akibat adanya plasma leakcage yang ringan.

Pasien biasanya akan membaik secara spontan setelah terapi cairan. Pada

kasus yang moderate hingga berat , kondisi pasien akan memburuk setelah

beberapa hari mulai demam. Ada beberapa gejala klinis yang dapat dijadikan

petanda kondisi yang memburuk (warning sign) seperti muntah yang persisten,

nyeri perut, atau tidak dapat menerima intake peroral, letagi, gelisah, hipotensi

postural dan oliguria. Pada saat suhu tubuh mulai turun, atau 3-7 hari setelah

onset demam, dapat terjadi tanda kegagalan sirkulasi, berupa kulit menjadi

dingin dan lembab, dan nadi yang lemah dan cepat. Kondisi shock ditandai oleh

menyempitnya pulse pressure ≤20mmHg dengan peningkatan tekanan diastolik,

contohnya 100/90 mmHg, atau hipotensi. Tnada dari menurunnya perfusi

jaringan adalah : menurunnya capillary refill (>3 detik), kulit dingin dan lembab,

serta gelisah.Pasien pada kondisi shock berisiko tinggi untuk meninggal bila

tidak mendapat terapi yang tepat. Pasien dapat jatuh ke dalam kondisi shock

berat dengan tensi dan nadi yang tak terukur. ( Demamberdarah Dengue Stage

IV)

Perbaikan klinis pada demam berdarah dengue ditandai oleh adanya

diuresis dan meningkatnya nafsu makan, merupakan indikasi untuk

menghentikan terapi cairan. Tanda klinis yang sering dijumpai meliputi sinus

bradikardia atau aritmia dan adanya dengue confluent petechial rash. Fase

perbaikan pada pasien tanpa shock biasanya berlangsung singkat tanpa tanda

yang jelas. Bahkan pada kasus shock berat, bila kondisi shock diterapi secara

benar, perbaikan pasien akan terlihat secara jelas dalam 2 – 3 hari. Tetapi pada

pasien dengan prolonged shock dan multiorgan failure akan membutuhkan

terapi spesifik dan fase perbaikan yang lebih lama. Angka kematian ada

kelompok ini tetap tinggi walupun telahmendapat terapi yang tepat.

Management demam berdarah dengue grade I dan II ( tanpa shock), pada

dasarnya adalah pemberian cairan sejumlah 5% dari defisit selama 48 jam.

Misalnya, seorang anak dengan berat 20%, dengan defisit 5% maka cairan yang

dibutuhkan 50ml/kgx20 = 1000ml. Cairan maintenance sebesar 15000ml

perhari, sehingga total M+5% adalah 2500ml adalah jumlah cairan yang harus

diberikan dalam 48 jam pada pasien nonshock. Kecepatan tetesan disesuaikan

dengan kecepatan plasam leakcage, dengan menilai kondisi klinis, tanda vital,

Page 10: LAPORAN KASUS DHF

produksi urine dan kadar hematokrit. Pada pasien ini, diberikan cairan RL 30

tetes/mnt, ekstra minum dan paracetamol jika panas.

Bila ada perdarahan, sumber perdarahan harus ditemukan dan dihentikan bila

memungkinkan. Epistaksis misalnya, dapat diatasi dengan pemberian tampon hidung.

Pemberian transfusi darah tidak harus menunggu hingga hematokrit turun, pemberian

transfusi sesuai dengan jumlah darah yang hilang, bila tidak dapat dihitung maka diberikan

10ml/kg fresh whole blood atau 5ml/kg pack red cell. Pemberian H2 bloker pada perdarahan

saluran cerna belum terbukti secara klinis, sedangkan pemberian komponen darah, seperti

trombosit konsentrat ataupun fresh frozen plasma atau cryoprecipitate belum didukung oleh

data klinis.

Fase perbaikan ditandai dengan parameter klinik, seperti nafsu makan dan kedaan

umum yang lebih baik. Kondisi hemodinamik yang lebih stabil dan perfusi jaringan juga

mengalami perbaikan. Kadangkala dapat dilihat pula adanya penurunan hematokrit dibawah

angka normal. Pada kondisi ini pemberian cairan intravena harus dihentikan. Pada pasien

dengan effusi pleura masif dan ascites, dapat terjadi hipervolemia, dan furosemid dapat

diberikan untuk mencegah terjadinya edema paru.Akibat stress dan diuresis dapat terjadi

hipokalemia, untuk kasus ini dapat diberikan dengan pemberian cairan yang kaya akan

kalium. Komplikasi kardiovaskular seperti bradikardia, heart bolck atau PVC, harus

dilakukan pengawasan ketat. Pada 20-30% pasien dapat ditemukan convalescence rash.

Berikut adalah tanda-tanda perbaikan klinis :

Tekanan darah, nadi dan laju pernafasan yang stabil

Suhu tubuh normal

Tidak ada tanda perdarahan internal

Page 11: LAPORAN KASUS DHF

Perbaikan nafsu makan

Produksi urine yang cukup

Kadar hematokrit yang menetap pada level normal

Convalescenet cunfluent petecehie rash atau gatal, pada ekstremitas

Pasien demam berdarah diperbolehkan pulang bila :

Bebas demam minimal 24 jam tanpa obat antipiretik

Kembalinya nafsu makan

Perbaikan klinis yang jelas

Produksi urine yang cukup

Minimal 2 -3 hari setelah shock teratasi

Tidak ada tanda gangguan pernafasan akibat effusi pleura atau ascites.

Hitung trombosit >50.000/mm3,pada beberapa kasus yang simple,

trombosit akan kembali normal dalam 3-5 hari.

Purpura trombositopenik idiopatik akut dapat berkembang setelah 7 hingga 10 hari

setelah infeksi mononukleosis, mumps, rubela atau rubeola. Purpura trombositopenik

idiopatik akut biasanya timbul pada saat virus telah hilang dari peredaran darah.

Patogenesis trombositopenia pada PTIA, terjadi melalui tiga mekanisme: 1) Produksi

trombosit yang spesfik autoantibodi secara tidak normal, terkait dengan proses imunitas

akibat infeksi virus; 2) reaksi silang dengan antigen virus; 3) Terikatnya trombosit dengan

imun kompleks. Asosiasi hematologi Amerika merekomendasikan biopsi sumsum tulang

bagi pasien dengan PTIA yang berusia >60tahun, untuk menyingkirkan kemungkinan

mielodisplasia.

Jika pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya splenomegaly, maka pemeriksaan

USG abdomen dianjurkan untuk dilakukan. Pada kasus dengan perdarahan membrana

mukosa dan jumlah trombosit<20.000/ul, ataupun pasien dengan purpura minor dan kadar

trombosit <10.000/ul intervensi langsung harus segera dilakukan. Pemberian prednisolon 1-

2 mg/kg/hari dapat meningkatkan jumlah trombosit secara cepat, dibanding bila tidak

diberikan terapi apa-apa. Lama pemberian prednisolon biasanya 21 hari. Hasil yang sama

juga ditemukan pada pemberian metil prednisolon high dose (10-50mg/kg/hari) selama

beberapa hari. Pada pasien ini, dicurigai suatu keadaan PTIA, karena trhombosit tidak

meningkat setelah fase konvalescen, yang kontras dengan kondisi perbaikan klinis pasien.

Pemeriksaan biopsi sumsum tulang belum dapat kami lakukan sehingga gambaran

megakariosit sebagai penyokong diagnosis PTIA belum dapat kami temukan. Setelah

pemberian metilprednisolon 3 x 16 mg, didapatkan suatu peningkatan yang signifikan dari

jumlah thrombosit. Pasien pulang dalam keadaan baik, dan disarankan kontrol ke poli

Page 12: LAPORAN KASUS DHF

penyakit dalam, rencananya metilprednisolon kakan dilanjutkan selama 2 minggu an

kemuadian akan diturunkan bertahap.

RINGKASAN

Telah kami laporkan kasus purpura trombositopeni idiopatik akut pasca infeksi

demam berdarah dengue, dengan respon baik setelah pengobatan demam berdarah

dengue grade II sesuai management WHO. Metil prednisolon diberikan dengan kecurigann

suatu purpura trombositopeni idiopatik akut.

Page 13: LAPORAN KASUS DHF

DAFTAR PUSTAKA

1. Prevention and Control of Dengue and Dengue Hemorrhagic Fever, Comprehensive

Guideline. WHO Regional Publication, SEARO No 29.

2. World Health Organization. Dengue haemorrhagic fever: diagnosis, treatment

prevention and control. Geneva:WHO; 2010.

3. Toshinori Funahara et al. 3 possible triggers to induce thrombocytopenia in dengue

virus infection. Southeast Asian J Trop Med Pub Hith 1987;18(3) : 351-4.

4. Suhendro, Leonard Nainggolan, Kie Chen, Heriman T.Pohan. Demam Berdarah

Dengue. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV. Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit

Dalam.2006:1701-13.

5. Ibnu Purwanto. Purpura Trombositopenia Idiopatik. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.

Edisi IV. Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam.2006:1701-13

6. Parttraporn B Isarangkura, Boonchob Pongpanich, Pakaimas Pintadit, Phaiboolya

Phanichyakarn, Aree Valyasevi. Hemostatic Derangement in Dengue Haemorrhagic

Fever. Southeast Asian J Trop Med Pub Hlth 1987;18(3) : 331-9.

7. Aster RH, GeorgeJN. Thrombocytopeniadueto enhanced platelet destruction

byimmunological mechanisms. In: Williams WJ, Beucler E, Erslev AJ, Litchman MA

(eds). Haematology. 4th international edition. McGraw-Hill Publishing Company,

1991: 1378-80.

8. McClure. Idiopathic Thrombocytopenia Purpura in children. Am J Dis Child

1977;131 : 357-9