Laporan Kasus DHF Danez

41
LAPORAN KASUS Status Pasien I. Identitas Nama : Ny. S U Usia : 48 tahun Jenis Kelamin : Perempuan Alamat : Jln. Kemiri Songo 14, Jember Status : Menikah Pendidikan : SMA Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Suku : Jawa Agama : Islam Tanggal MRS : 22 November 2013 Tanggal Pemeriksaan : 23 November 2013 Tanggal KRS : 24 November 2013 II. Anamnesis Anamnesis dan pemeriksaan dilakukan pada tanggal 24 November 2013 di ruang rawat inap Anturium RSD. dr. Soebandi Jember pukul 16.00 WIB. a. Keluhan Utama Demam b. Riwayat Penyakit Sekarang

description

dhf

Transcript of Laporan Kasus DHF Danez

Page 1: Laporan Kasus DHF Danez

LAPORAN KASUS

Status Pasien

I. Identitas

Nama : Ny. S U

Usia : 48 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Jln. Kemiri Songo 14, Jember

Status : Menikah

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Suku : Jawa

Agama : Islam

Tanggal MRS : 22 November 2013

Tanggal Pemeriksaan : 23 November 2013

Tanggal KRS : 24 November 2013

II. Anamnesis

Anamnesis dan pemeriksaan dilakukan pada tanggal 24 November 2013 di

ruang rawat inap Anturium RSD. dr. Soebandi Jember pukul 16.00 WIB.

a. Keluhan Utama

Demam

b. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien mengeluh demam sejak 3 hari yang lalu. Demam terus menerus

sepanjang hari, namun demam dirasakan paling berat pada malam hari. Demam

turun setelah pasien minum obat penurun panas, namun beberapa jam kemudian

demam naik lagi. Demam tidak sampai menggigil. Pasien juga mengeluh mual

namun tidak sampai muntah. Pasien mual bila hendak makan. Pasien juga

mengeluh kepalanya pusing. Pusing dirasakan paling berat pada bagian belakang

kepala seperti tertindih benda berat. Pasien juga mengeluhkan nyeri pada sendi

Page 2: Laporan Kasus DHF Danez

atau linu-linu. Pasien mengeluh nyeri pada bagian ulu hati. Nyeri terutama pada

saat ditekan. Pasien juga mengatakan nafsu makan berkurang sejak pasien

demam.

Pasien mengaku sejak 2 hari sebelum MRS pasien sempat dirawat di PKM

setempat karena demam tinggi (38◦C). Pada demam hari kedua, pasien juga

mengeluhkan gusi berdarah. Gusi berdarah timbul waktu sore hari ketika pasien

dari kamar mandi. Pada saat itu pasien merasakan tiba-tiba keluar darah dari

gusinya. Pasien mengaku tidak pernah mengalami gusi berdarah sebelumnya.

Kemudian pasien dirujuk ke RSD dr Soebandi karena demam dan gusi berdarah

yang belum berhenti.

Hari kedua dirawat di RSD dr Soebandi pasien merasakan keadaannya

lebih baik. Pasien sudah merasa demamnya mulai menurun serta gusi tidak

berdarah lagi. Pasien tidak merasakan batuk. Pasien merasakan buang air besar

normal, tidak diare. Pasien juga kencing normal, berwarna kuning. Pasien juga

mengatakan sebelum demam ada tetangga sebelah rumah yang beberapa hari lalu

mengalami demam berdarah dan sedang dirawat di rumah sakit.

c. Anamnesis Saat Pemeriksaan

Pasien mengeluh sudah tidak demam lagi. Demam sudah turun sejak

masuk rumah sakit. Pasien mengaku masih mual namun tidak muntah. Mual tidak

terlalu sering. Sudah tidak mengeluh nyeri otot dan sendi. Namun masih

mengeluh nyeri ulu hati, namun sudah lebih baik daripada sebelumnya. Pasien

juga terkadang masih pusing. Nafsu makan sudah mulai membaik. Gusi berdarah

dirasakan sudah mulai berkurang. Pasien tidak mengeluh sesak. BAK dan BAB

normal.

d. Riwayat Pemakaian Obat

Obat parasetamol diminum 3x1 tablet.

e. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat pernah terkena demam berdarah disangkal.

Page 3: Laporan Kasus DHF Danez

f. Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada keluarga pasien yang mengeluh gejala yang sama seperti pasien.

Namun tetangga pasien mengalami demam berdarah dan sedang rawat inap di

rumah sakit.

g. Riwayat Sosial Ekonomi dan Lingkungan

Pasien adalah seorang ibu rumah tangga. Pasien sehari-hari beraktivitas di

rumah. Pasien merupakan istri dari seorang buruh pabrik dengan penghasilan

perbulan cukup. Pasien memiliki 1 orang anak. Rumah pasien berukuran 6x9

meter dengan 2 kamar tidur. Kondisi dinding terbuat dari tembok dan lantai

plesteran. Kamar mandi dibersihkan setiap sebulan sekali. Di belakang rumah

pasien terdapat selokan yang cenderung kotor dan berbau.

Kesan : Riwayat sosial lingkungan dan ekonomi cukup.

h. Anamnesis Sistem

1. Kepala : pusing/nyeri kepala (+), demam (+).

2. Leher : nyeri telan (-), perdarahan gusi (+)

3. Sistem kardiovaskular : palpitasi (-), nyeri dada (-)

4. Sistem pernapasan : sesak (-), batuk (-), pilek (-)

5. Sistem gastrointestinal : nafsu makan turun (+), mual (+), muntah (-), nyeri

perut (+), BAB (+) normal.

6. Sistem urogenital : BAK lancar berwarna kuning, nyeri (-).

7. Sistem integumentum : tidak terdapat bintik merah pada bagian tangan

dan kaki

8. Sistem muskuloskeletal : oedema(-), atrofi(-), akral hangat(+), nyeri

sendi(+)

Kesan : demam, pusing/nyeri kepala, nafsu makan menurun, mual, BAB dan

BAK normal, perdarahan pada gusi, dan nyeri sendi.

Page 4: Laporan Kasus DHF Danez

III. Pemeriksaan Fisik

a. Pemeriksaan Umum

1. Keadaan Umum : cukup

2. Kesadaran

- Kualitatif : Komposmentis

- Kuantitatif : GCS 4-5-6

3. Tanda vital

- Tekanan Darah: 100/60 mmHg

- Frekuensi nadi :88 kali/menit

- Frekuensi nafas: 20 kali/menit

- Suhu axilla : 37,4 O C

4. Kulit : Turgor kulit normal, elastisitas baik, tidak ada ruam.

5. Kelenjar Limfe : Dalam batas normal.

6. Otot : Dalam batas normal.

7. Tulang :Tidak ada deformitas, krepitasi dan false movement pada

tulang tubuh.

Kesimpulan: keadaan umum cukup, kesadaran komposmentis, demam, takikardia,

ptekie (-), tidak ada perbesaran kelejar limfe.

b. Pemeriksaan Khusus

1. Kepala

Bentuk : bulat, simetris, normocephal.

Rambut : pendek, warna hitam, tidak mudah dicabut

Mata : konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, edema palpebra -/-, mata

cowong -/-, hematom peripalpebra -/-, reflek cahaya +/+.

Hidung : tidak ada sekret, tidak berbau, tidak ada perdarahan, nafas tidak

cuping hidung.

Telinga : tidak ada sekret, tidak bau, pendengaran dalam batas normal.

Mulut/bibir : tidak sianosis, tidak ada sariawan, perdarahan gusi (+).

Lidah : tidak kotor, tidak hiperemi

Page 5: Laporan Kasus DHF Danez

Tenggorok : Faring dbn, tidak terjadi pembesaran tonsil, tidak ditemukan

ulkus.

Kesan : pada pemeriksaan mulut/bibir ditemukan perdarahan gusi.

2. Leher

Inspeksi : simetris, tidak tampak pembesaran KGB leher

Palpasi : tidak tampak pembesaran KGB leher serta tidak terjadi

pembesaran kelenjar tiroid.

Kaku kuduk : tidak ada

JVP : tidak meningkat

Kesan : pada pemeriksaan leher tidak didapatkan perbesaran kelenjar

getah bening.

Dada

Jantung :

Inspeksi : Iktus kordis tak terlihat

Palpasi : Iktus kordis tidak teraba

Perkusi : Batas kanan : redup pada ICS IV PSL dextra

Batas kiri : redup pada ICS V MCL sinistra

Auskultasi : S1S2 tunggal

Kesan : tidak didapatkan kelainan pada jantung

Paru:

Anterior Posterior

I Simetris, retraksi -/-,

ketinggalan gerak -/-

Simetris, retraksi -/-

Ketinggalan gerak -/-

P Fremitus raba +/+ normal Fremitus raba +/+ normal

P Sonor +/+ Sonor +/+

A Vesikuler, Rh-/-, Wh -/- Vesikuler, Rh-/-,Wh -/-

Kesan : tidak ditemukan kelainan pada pemeriksaan paru, tidak

ditemukan tanda-tanda efusi pleura

Page 6: Laporan Kasus DHF Danez

3. Perut

Inspeksi : cembung, tidak terlihat massa.

Palpasi : hepar dan lien tidak teraba, terdapat nyeri tekan pada perut

epigastrikum, soepel, turgor kulit normal, undulasi (-).

Perkusi : timpani, pekak beralih (-), nyeri ketok pinggang (-)

Auskultasi : bising usus (+) 12x/menit

Kesan : pada pemeriksaan perut didapatkan nyeri tekan pada bagian

epigastrikum. Tidak ditemukan tanda-tanda ascites.

4. Anogenital

Dalam batas normal

5. Anggota Gerak

Superior : akral hangat +/+, edema -/-

Inferior : akral hangat +/+, edema -/-

Kesan : tidak ditemukan kelainan pada pemeriksaan anggota gerak

6. Pemeriksaan Tambahan

Dilakukan uji torniket pada pasien, hasil (+)

Keterangan : hasil (+) apabila ptechie yang ditemukan >10 dalam lingkaran

diameter pemeriksaan.

Interpretasi hasil: uji Torniket (Rumple Leed) à (+)

Page 7: Laporan Kasus DHF Danez

IV. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium (22 November 2013)

Jenis pemeriksaan Hasil Nilai rujukan

Hematologi

Hemoglobin 13,1 13,4 – 17,7

Laju endap darah 10/17 0 – 15 mm/jam

Lekosit 5,9 4,3 – 10,3

Hematokrit 38 38 – 42 %

Trombosit 30.000 150000 – 450000

Uji Widal

S. typhi O 1/20 Negatif

S. typhi H 1/20 Negatif

S. paratyphi A 1/20 Negatif

S. paratyphi B 1/80 Negatif

Faal hati

SGOT 25 10 – 35

SGPT 17 9 – 43

Albumin 3,1 3,4 – 4,8

Pemeriksaan laboratorium (24 November 2013)

Page 8: Laporan Kasus DHF Danez

Jenis pemeriksaan Hasil Nilai rujukan

Hematologi

Hemoglobin 11,6 13,4 – 17,7

Laju endap darah 21/42 0 – 15 mm/jam

Lekosit 5,2 4,3 – 10,3

Hitung jenis 4/-/-/56/28/12 0-4/0-1/3-5/

54/62/25-33/3-5

Hematokrit 33,9 38 – 42 %

Trombosit 48 150 – 450

Page 9: Laporan Kasus DHF Danez

V. Resume

Pasien mengeluh demam sepanjang hari tidak menggigil sejak 3 hari yang

lalu. Pasien mengeluh mual, tidak muntah, dan pusing. Pasien juga mengeluhkan

nyeri pada sendi atau linu-linu dan nyeri tekan pada bagian ulu hati. Dijumpai

juga gusi berdarah. Pasien tidak merasakan batuk. Pasien merasakan buang air

besar normal, tidak diare. Pasien juga kencing normal, berwarna kuning. Riwayat

pemakaian obat parasetamol 3x1 tablet. Riwayat demam berdarah disangkal.

Riwayat penyakit keluarga disangkal, namun tetangga pasien mengalami demam

berdarah dan sedang dirawat di rumah sakit.

Pada pemeriksaan umum ditemukan keadaan umum lemah, kesadaran

kompos mentis, tekanan darah 100/60 mmHg, frekuensi nadi 88 kali/menit,

frekuensi nafas 20 kali/menit, dan suhu axilla 37,4 oC. Pada pemeriksaan fisik

tidak ditemukan adanya perbesaran dan nyeri tekan pada kelenjar limfe di leher,

tidak ditemukan adanya ruam, nyeri tekan pada perut epigastrikum dan hasil uji

Rempel Leed +. Sedangkan lain-lainya dalam kondisi normal.

VI. Diagnosis Kerja

DHF derajat 2

VII. Penatalaksanaan

i. Planning Diagnostik

Pemeriksaan laboratorium: hematologi, faal hati, elektrolit, dan serologi

antibodi anti dengue.

ii. Planning Terapi

a. Infus RL 20 tetes per menit

b. Injeksi Cefotaxim 3x1gr

c. Injeksi Acran 3x1

d. Injeksi Kalnex 3x1ampul

e. Injeksi Ondancentron 8 mg 3x1 ampul

f. Metilprednisolon 2x125 mg

g. Trolit 3x1

Page 10: Laporan Kasus DHF Danez

h. Starmuno 3x1

i. Tirah baring total

j. Diet tinggi karbohidrat dan tinggi protein

iii. Planning Monitoring

a. Pemeriksaan tanda-tanda vital: tekanan darah, frekuensi nadi, frekuensi

nafas, dan suhu axilla tiap 15-30 menit hingga bebas dari tanda-tanda syok.

b. Pemeriksaan hematologi tiap 24 jam.

iv. Planning Edukasi

Menjelaskan tentang penyakit yang diderita penderita mulai dari penyebab,

perjalanan penyakit, perawatan, dan prognonis, komplikasi, serta pencegahan

komplikasi.

VIII. Prognosis

Dubia ad bonam

Page 11: Laporan Kasus DHF Danez

IX. Follow up

Tanggal 22 November 2013 (H1MRS)

Pemeriksaan Terapi

S: Lemas, nyeri epigastrikum,

nafsu makan menurun, gusi

berdarah(+), demam mulai turun,

mual(+)

O:

KU= lemah

Kes= CM

TD= 100/60 mmHg RR =

20x/menit

N = 88 x/menit tax= 37,4°

C

K/l = a/i/c/d = -/-/-/-

Tho=

C= I= IC ≠ tampak

P= IC ≠ teraba

P= redup

A= S1S2 tunggal

Abd= Ekstremitas= +

+

I= cembung Akral hangat +

+

P= BU +

P= tympani Oedem - -

A= soepel - -

A: Obs febris H4 e.c DHF

Infus RL 20 tpm

Inj Cefotaxim 3x1 gr (H1)

Inj Acran 3x1

Inj Kalnex 3x1 amp

Inj Ondansentron 3x1 amp

Page 12: Laporan Kasus DHF Danez

Tanggal 23 November 2013 (H2MRS)

Pemeriksaan Terapi

S: Lemas, Gusi berdarah(+), Nyeri

epigastrikum, Pusing(-), mual(-)

O:

KU= lemah

Kes= CM

TD= 110/80 mmHg RR =

20x/menit

N = 80 x/menit tax= 36,4°

C

K/l = a/i/c/d = -/-/-/-

Tho=

C= I= IC ≠ tampak

P= IC ≠ teraba

P= redup

A= S1S2 tunggal

Abd= Ekstremitas= +

+

I= cembung Akral hangat +

+

P= BU +

P= tympani Oedem - -

A= soepel - -

A: Obs febris H5 e.c DHF

Infus RL 20 tpm

Inj Cefotaxim 3x1 gr (H2)

Inj Acran 3x1

Inj Kalnex 3x1 amp

Inj Ondansentron 3x1 amp

Inj Metilprednisolon 2x125

P/O Starmuno 3x1

Trolit 3x1

Page 13: Laporan Kasus DHF Danez

Tanggal 24 November 2013 (H3MRS)

Pemeriksaan Terapi

S: Lemas, Gusi berdarah(-), nyeri

epigastrikum(-), mual(-)

O:

KU= lemah

Kes= CM

TD= 110/70 mmHg RR =

22x/menit

N = 84 x/menit tax= 36,2°

C

K/l = a/i/c/d = -/-/-/-

Tho=

C= I= IC ≠ tampak

P= IC ≠ teraba

P= redup

A= S1S2 tunggal

Abd= Ekstremitas= +

+

I= cembung Akral hangat +

+

P= BU +

P= tympani Oedem - -

A= soepel - -

Infus RL 20 tpm

Inj Cefotaxim 3x1 gr (H2)

Inj Acran 3x1

Inj Kalnex 3x1 amp

Inj Ondansentron 3x1 amp

Inj Metilprednisolon 2x125

P/O Starmuno 3x1

Trolit 3x1

Page 14: Laporan Kasus DHF Danez

A: Obs febris H6 e.c DHF

X. Pembahasan

Dengue Hemmoragic Fever

3.1.1. Virus Dengue

Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit demam akut yang

disebabkan oleh virus dengue yang sekarang lebih dikenal sebagai genus

Flavivirus. Virus ini memiliki empat jenis serotipe yakni DEN-1, DEN-2, DEN-3,

dan DEN-4. Antibodi yang terbentuk dari infeksi salah satu jenis serotipe tidak

memberikan perlindungan yang memadai untuk serotipe lain. Serotipe DEN-3

merupakan serotipe yang dominan dan paling banyak menimbulkan manifestasi

klinis yang berat.1,2,5,8

Virus dengue ditularkan kepada manusia terutama melalui gigitan nyamuk

Aedes aegypti. Nyamuk aedes dapat mengandung virus dengue pada saat

menggigit manusia yang sedang mengalami viremia, yakni dua hari sebelum

panas hingga 5 hari setelah demam timbul. Virus yang terdapat pada kelenjar liur

kemudian berkembang biak dalam waktu 8-10 haridan selanjutnya dapat

ditularkan kepada manusia lain melalui gigitan. Sekali virus masuk dan

berkembang biak dalam tubuh nyamuk, nyamuk tersebut dapat menularkan virus

(infektif) sepanjang hidupnya.2,8

3.1.2. Patogenesis

Patogenesis DBD masih kontroversial. Dua teori yang banyak dianut

adalah hipotesis infeksi sekunder (secondary heterologous infection theory) dan

hipotesis immune enhancement. Menurut hipotesis infeksi sekunder, akibat infeksi

Page 15: Laporan Kasus DHF Danez

sekunder oleh tipe virus dengue yang berbeda, respon antibodi anamnestik pasien

akan terpicu dan menyebabkan kenaikan titer tinggi IgG antidengue. Replikasi

virus denguemengakibatkan terbentuknya kompleks virus-antibodi yang

selanjutnya mengaktivasi sistem komplemen. Pelepasan C3a dan C5a

menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah dan

merembesnya cairan ke ekstravaskular. Hal ini terbukti dengan peningkatan kadar

hematokrit (Ht), penurunan natrium (Na) dan terdapatnya cairan dalam rongga

serosa. Pada pasien dengan syok berat, volume plasma dapat berkurang sampai

lebih dari 30% dan berlangsung selama 24-48 jam dan bila tidak ditangani secara

adekuat, akan menyebabkan asidosis dan anoksia yang dapat berakibat fatal.1,2

Hipotesis immune enhancement menjelaskan menyatakan secara tidak

langsung bahwa mereka yang terkena infeksi kedua oleh virus heterolog

mempunyai risiko berat yang lebih besar untuk menderita DBD berat. Antibodi

heterolog yang telah ada akan mengenali virus lain kemudian membentuk

kompleks antigen-antibodi yang berikatan dengan Fc reseptor dari membran

leukosit terutama makrofag. Sebagai tanggapan dari proses ini, akan terjadi

sekresi mediator vasoaktif yang kemudian menyebabkan peningkatan

permeabilitas pembuluh darah, sehingga mengakibatkan keadaan hipovolemia dan

syok.1,2

3.1.3. Perjalanan Penyakit

Setelah masa inkubasi, penyakit ini diikuti oleh tiga fase, yaitu febris, kritis, dan

recovery (penyembuhan) (gambar-1).5

Page 16: Laporan Kasus DHF Danez

Gambar-1. Perjalanan Penyakit DBD.5

Fase Febris

Pasien akan mengeluh demam yang mendadak tinggi. Kadang-kadang

suhu tubuh sangat tinggi hingga 40oC dan tidak membaik dengan obat penurun

panas. Fase ini biasanya akan bertahan selama 2-7 hari dan diikuti dengan muka

kemerahan, eritema, nyeri seluruh tubuh, mialgia, artralgia, dan nyeri kepala.

Beberapa pasien mungkin juga mengeluhkan nyeri tenggorokan atau mata merah

(injeksi konjungtiva). Sulit untuk membedakan dengue dengan penyakit lainnya

secara klinis pada fase awal demam. Hasil uji torniquet positif pada fase ini

meningkatkan kemungkinan adanya infeksi dengue. Demam juga tidak dapat

dijadikan parameter untuk membedakan antara kasus dengue yang gawat dan

tidak gawat. Oleh karena itu, memperhatikan tanda-tanda peringatan (warning

signs) dan parameter lain sangat penting untuk mengenali progresi ke arah fase

kritis.2,5,10Warning signs meliputi:5

Klinis: nyeri abdomen, muntah persisten, akumulasi cairan, perdarahan

mukosa, pembesaran hati >2 cm

Laboratorium: peningkatan Ht dengan penurunan trombosit.

Page 17: Laporan Kasus DHF Danez

Manifestasi perdarahan ringan seperti petekie dan perdarahan membran

mukosa (hidung dan gusi) dapat terjadi. Petekie dapat muncul pada hari-hari

pertama demam, namun dapat juga dijumpai pada hari ke-3 hingga hari ke-5

demam. Perdarahan vagina masif pada wanita usia subur dan perdarahan

gastrointestinal (hematemesis, melena) juga dapat terjadi walau lebih

jarang.2,5,10Bentuk perdarahan yang paling ringan, uji torniquet positif,

menandakan adanya peningkatan fragilitas kapiler. Pada awal perjalanan penyakit

70,2% kasus DBD mempunyai hasil positif.2

Hati sering ditemukan membesar dan nyeri dalam beberapa hari demam.

Pembesaran hati pada umumnya dapat ditemukan pada permulaan penyakit,

bervariasi dari hanya sekedar dapat diraba hingga 2-4 cm di bawah arcus costae.

Pada sebagian kecil dapat ditemukan ikterus. Penemuan laboratorium yang paling

awal ditemui adalah penurunan progresif leukosit, yang dapat meningkatkan

kecurigaan ke arah dengue.2,5

Fase Kritis

Akhir fase demam merupakan fase kritis pada DBD. Pada saat demam mulai

cenderung turun dan pasien tampak seakan-akan sembuh, maka hal ini harus

diwaspadai sebagai awal kejadian syok. Saat demam mulai turun hingga dibawah

37,5-38oC yang biasanya terjadi pada hari ke 3-7, peningkatan permeabilitas

kapiler akan terjadi dan keadaan ini berbanding lurus dengan peningkatan

hematokrit. Periode kebocoran plasma yang signifikan secara klinis biasanya

terjadi selama 24-48 jam.2,5

Leukopenia progresif disertai penurunan jumlah platelet yang cepat

merupakan tanda kebocoran plasma. Derajat kebocoran plasma dapat bervariasi.

Temuan efusi pleura dan asites secara klinis bergantung pada derajat kebocoran

plasma dan volume terapi cairan. Derajat peningkatan hematokrit sebanding

dengan tingkat keparahan kebocoran plasma.2,5

Keadaan syok akan timbul saat volume plasma mencapai angka kritis

akibat kebocoran plasma. Syok hampir selalu diikuti warning signs. Terdapat

tanda kegagalan sirkulasi: kulit teraba dingin dan lembab terutama pada ujung jari

Page 18: Laporan Kasus DHF Danez

dan kaki, sianosis di sekitar mulut, pasien menjadi gelisah, nadi cepat, lemah,

kecil sampai tak teraba.Saat terjadi syok berkepanjangan, organ yang mengalami

hipoperfusi akan mengalami gangguan fungsi (impairment), asidosis metabolik,

dan koagulasi intravaskula diseminata (KID). Hal ini menyebabkan perdarahan

hebat sehingga nilai hematokrit akan sangat menurun pada keadaan syok hebat. 1,2,5

Pasien yang mengalami perbaikan klinis setelah demam turun dapat

dikatakan menderita dengue yang tidak gawat. Beberapa pasien dapat berkembang

menjadi fase kritis kebocoran plasma tanpa penurunan demam sehingga pada

pasien perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui adanya

kebocoran plasma.5

Fase Penyembuhan ( Recovery )

Jika pasien dapat bertahan selama 24-48 jam saat fase kritis, reabsorpsi

gradual cairan ekstravaskular akan terjadi dalam 48-72 jam. Keadaan umum

pasien membaik, nafsu makan kembali, gejala gastrointestinal berkurang, status

hemodinamik meningkat, dan diuresis normal. Beberapa pasien akan mengalami

ruam kulit putih yang dikelilingi area kemerahan disekitarnya dan pruritus

generalisata. Bradikardia dan perubahan elektrokardiografi juga sering ditemukan

pada fase ini. Hematokrit akan stabil atau lebih rendah karena efek dilusi yang

disebabkan reabsorpsi cairan. Jumlah leukosit biasanya akan meningkat segera

setelah demam turun, namun trombosit akan meningkat kemudian. Pemberian

cairan pada fase ini perlu diperhatikan karena bila berlebihan akan menimbulkan

edema paru atau gagal jantung kongestif.5

3.2. Manajemen Kasus DBD

Manajemen kasus DBD meliputi beberapa tahap yakni:5

1. Penilaian:

Riwayat penyakit sekarang, riwayat pengobatan lalu, dan riwayat

keluarga

Pemeriksaan fisik, termasuk fisik umum dan mental

Investigasi, termasuk laboratorium rutin dan spesifik-dengue

Page 19: Laporan Kasus DHF Danez

2. Diagnosis, penilaian fase penyakit, dan keparahan

3. Manajemen: menetapkan tatalaksana berdasarkan manifestasi klinis dan

hal-hal terkait lainnya:

Rawat jalan (kelompok A)

Rawat inap (kelompok B)

Membutuhkan tatalaksana emergensi dan urgensi (kelompok C)

3.2.1. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik

Anamnesis harus meliputi:5 (1) Onset demam/penyakit, (2) Jumlah intake

oral, (3) Warning signs, (4) Diare, (5) Perubahan status

mental/kejang/ketidaksadaran, (6) Urin output (frekuensi, volume, dan waktu

terakhir kencing), (7) Riwayat keluarga atau tetangga yang mengalami DBD,

riwayat bepergian ke daerah endemis, kondisi penyerta (bayi, kehamilan, obesitas,

diabetes mellitus, hipertensi), bepergian ke hutan dan berenang di air terjun

(mengarahkan leptospirosis, tipus, malaria), riwayat penggunaan narkoba dan seks

bebas (HIV serokonversi akut).

Sedangkan pemeriksaan fisik harus meliputi:5 (1) Status mental, (2) Status

hidrasi, (3) Status hemodinamik, (4) Takipnoe/pernapasan asidosis/efusi pleura,

(5) Nyeri abdomen/ hepatomegali/asites, (6) Ruam dan manifestasi perdarahan,

(7) Uji torniquet.

3.2.2. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium meliputi kadar hemoglobin (Hb), kadar

hematokrit (Ht), jumlah trombosit, dan hapusan darah tepi untuk melihat adanya

limfositosis relatif disertai gambaran limfosit plasma biru (sejak hari ke-3).1

Jumlah leukosit normal, tetapi biasanya menurun dengan dominasi sel

neutrofil. Pada akhir demam, jumlah leukosit, dan sel neutrofil bersama-sama

menurun sehingga jumlah sel limfosit secara relatif meningkat.1,2,10

Penurunan jumlah trombosit menjadi <100.000/µl. Pada umumnya

trombosit terjadi sebelum ada peningkatan hematokrit dan terjadi sebelum suhu

turun. Jumlah trombosit <100.000/µl biasanya ditemukan antara hari sakit 3-7.

Page 20: Laporan Kasus DHF Danez

Pemeriksaan trombosit perlu diulang sampai terbukti bahwa jumlah trombosit

dalam batas normal atau menurun.1,2

Peningkatan kadar hematokrit (>20%) yang menggambarkan

hemokonsentrasi selalu dijumpai pada DBD, merupakan indikator yang peka akan

terjadinya perembesan plasma sehingga perlu dilakukan pemeriksaan hematokrit

secara berkala. Nilai hematokrit juga dipengaruhi oleh penggantian cairan dan

perdarahan.1,2

Pada DBD yang disertai manifestasi perdarahan atau kecurigaan terjadinya

gangguan koagulasi, dapat dilakukan pemeriksaan hemostasis (PT, APTT,

Fibrinogen, D-Dimer, atau FDP). Pemeriksaan lain yang dapat dikerjakan adalah

albumin, SGOT/SGPT, ureum/ kreatinin.1,2,5

3.2.3. Pemeriksaan Radiologi

Pada foto toraks (DBD derajat III/IV dan sebagian besar derajat II)

didapatkan efusi pleura, terutama di hemitoraks sebelah kanan. Pemeriksaan foto

toraks sebaiknya dilakukan dalam posisi lateral dekubitus kanan. Asites dan efusi

pleura dapat pula dideteksi dengan pemeriksaan USG.1

3.2.4. Pemeriksaan Antigen dan Antibodi Virus

Untuk membuktikan etiologi DBD, dapat dilakukan uji diagnostik melalui

pemeriksaan isolasi virus, pemeriksaan serologi atau biologi molekular. Di antara

tiga jenis uji etiologi, yang dianggap sebagai baku emas adalah metode isolasi

virus. Namun, metode ini membutuhkan tenaga laboratorium yang ahli, waktu

yang lama (lebih dari 1–2 minggu), serta biaya yang relatif mahal. Pemeriksaan

yang saat ini banyak digunakan adalah pemeriksaan serologi, yaitu dengan

mendeteksi IgM dan IgG-anti dengue.1,11

Pada infeksi primer, antibodi IgM dapat terdeteksi pada hari kelima seelah

onset penyakit, yakni setelah jumlah virus dalam darah berkurang. Kadar IgM

meningkat dengan cepat dan mencapai puncaknya dalam 2 minggu dan menurun

hingga tak terdeteksi lagi setelah 2-3 bulan. Antibodi IgG muncul beberapa hari

setelah IgM dan pada infeksi primer, produksi IgG lebih rendah dibandingkan

IgM, namun dapat bertahan beberapa tahun dalam sirkulasi, bahkan seumur

Page 21: Laporan Kasus DHF Danez

hidup.11 Sedangkan pada infeksi sekunder, kadar IgG meningkat lebih banyak

dibandingkan IgM dan muncul sebelum atau bersamaan dengan IgM. IgG

merupakan antibodi predominan pada infeksi sekunder.11

Salah satu metode pemeriksaan terbaru adalah pemeriksaan antigen

spesifik virus dengue, yaitu antigen nonstructural protein 1 (NS1). Dengan

metode ELISA, antigen NS1 dapat terdeteksi dalam kadar tinggi sejak hari

pertama sampai hari ke 12 demam pada infeksi primer dengue atau sampai hari ke

5 pada infeksi sekunder dengue. Pemeriksaan ini juga dikatakan memiliki

sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi (88,7% dan 100%). Oleh karena itu, WHO

menyebutkan pemeriksaan deteksi antigen NS1 sebagai uji dini terbaik untuk

pelayanan primer.

3.2.5. Diagnosis

Diagnosis DBD dapat ditegakkan secara klinis dan laboratoris.

Berdasarkan kriteria WHO 1997, diagnosis DBD secara klinis dapat ditegakkan

bila semua hal di bawah ini terpenuhi:1,9

1. Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari biasanya bifasik.

2. Terdapat minimal 1 manifestasi perdarahan berikut: uji bendung positif;

petekie, ekimosis, atau purpura; perdarahan mukosa; hematemesis, dan

melena.

3. Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/ ml).

4. Terdapat minimal 1 tanda kebocoran plasma sebagai berikut:

Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar.

Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan

dibandingkan dengan nilai hematokrit sebelumnya.

Tanda kebocoran plasma seperti: efusi pleura, asites, hipoproteinemia,

dan hiponatremia.

Terdapat 4 derajat spektrum klinis DBD (WHO, 1997), yaitu:1,9

Page 22: Laporan Kasus DHF Danez

• Derajat 1: Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi

perdarahan adalah uji torniquet.

• Derajat 2: Seperti derajat 1, disertai perdarahan spontan di kulit dan

perdarahan lain.

• Derajat 3: Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah,

tekanan nadi menurun (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi, sianosis di

sekitar mulut kulit dingin dan lembab, tampak gelisah.

• Derajat 4: Syok berat, nadi tidak dapat diraba dan tekanan darah tidak

terukur.

Sedangkan menurut WHO 2009, berdasarkan riwayat penyakit,

pemeriksaan fisik dan/atau darah lengkap dan hematokrit, diagnosis DBD

ditegakkan dengan melihat fase penyakit (febris, kritis, atau penyembuhan),

menentukan adanya warning signs, hidrasi, dan status hemodinamik pasien, serta

apakah pasien memerlukan rawat.5

Kriteria sugestif untuk mengetahui kasus tersangka DBD adalah pasien

tinggal atau baru bepergian dari daerah endemis dengue, adanya riwayat demam

lebih dari tiga hari, jumlah leukosit rendah atau menurun, dan/atau

trombositopenia ± uji torniquet positif.

3.2.6. Penatalaksanaan

Tidak ada terapi yang spesifik untuk DBD. Prinsip terapi utama adalah

terapi suportif. Pemeliharaan cairan sirkulasi merupakan hal terpenting dalam

penanganan kasus DBD. Asupan cairan, terutama melalui oral, harus

dipertahankan. Jika tidak bisa, maka diperlukan suplemen cairan melalui jalur

intravena.1,4 Menurut WHO 2009, berdasarkan manifestasi klinis dan kondisi

lainnya, pasien dapat dibagi tiga kategori: rawat jalan (kelompok A),

membutuhkan penanganan di rumah sakit/rawat inap (kelompok B), dan

membutuhkan penanganan emergensi atau urgensi (kelompok C).5

Kelompok-A 5

Page 23: Laporan Kasus DHF Danez

Pasien yang termasuk dalam kelompok ini adalah yang dapat dimotivasi

untuk minum secara adekuat, masih dapat berkemih setidaknya sekali tiap enam

jam, dan tidak mempunyai warning signs, khususnya saat demam mereda.

Pasien rawat jalan harus diobservasi setiap hari untuk mencegah progresi

hingga melewati periode kritis. Pasien dengan Ht stabil dapat dipulangkan setelah

dirawat dan diberikan edukasi untuk segera kembali ke rumah sakit apabila

warning signs muncul. Apabila warning signs muncul maka tindakan selanjutnya

adalah:

Memotivasi minum oral rehydration solution (ORS), jus buah, dan cairan

lain yang mengandung elektrolit dan gula untuk mengganti cairan yang

hilang akibat demam.

Memberikan parasetamol bila pasien merasa tidak nyaman akibat demam.

Interval pemberian parasetamol sebaiknya tidak kurang dari enam jam.

Petugas kesehatan harus setiap hari memantau temperatur, asupan dan

keluaran cairan, urin output (volume dan frekuensi), warning signs, tanda

perembesan plasma atau perdarahan, hematokrit, jumlah leukosit, dan

trombosit (kelompok-B).

Kelompok-B 5

Pasien harus dirawat inap untuk observasi ketat, khususnya pada fase

kritis. Kriteria rawat pasien DBD adalah:5

1. Adanya warning signs

2. Terdapat tanda dan gejala hipotensi: dehidrasi, tidak dapat minum,

hipotensi postural, berkeringat sedikit, pingsan, ekstremitas dingin.

3. Perdarahan

4. Gangguan organ: ginjal, hepar (hati membesar dan nyeri walaupun tidak

syok), neurologis, kardiak (nyeri dada, gangguan napas, sianosis).

5. Adanya peningkatan Ht, efusi pleura, atau asites

6. Kondisi penyerta: hamil, DM, hipertensi, ulus peptikum, anemia

hemolitik, overweight/ obese, bayi, dan usia tua

7. Kondisi sosial: tinggal sendiri, jauh dari pelayanan kesehatan tanpa

transpor memadai.

Page 24: Laporan Kasus DHF Danez

Apabila pasien memiliki warning signs maka hal yang harus dilakukan adalah:

Periksa Ht sebelum pemberian cairan. Berikan larutan isotonik seperti

normosalin 0,9%, RL. Mulai dari 5-7 ml/kg/jam selama 1-2 jam, lalu

kurangi menjadi 3-5 ml/kg/jam selama 2-4 jam, dan kurangi lagi menjadi

2-3 ml/kg/jam atau kurang sesuai respon klinis.

Nilai kembali status klinis, ulangi Ht. Bila Ht sama atau meningkat sedikit,

lanjutkan dengan jumlah sama (2-3 ml/kg/jam) selama 2-4 jam. Bila tanda

vital memburuk dan Ht meningkat drastis, tingkatkan pemberian cairan 5–

10 ml/kg/jam selama 1-2 jam. Nilai kembali status klinis, ulang Ht, dan

periksa kecepatan cairan infus berkala.

Berikan volume intravena minimum untuk menjaga perfusi dan urin

output 0,5 ml/kg/jam selama 24-48 jam. Kurangi jumlah cairan infus

berkala saat kebocoran plasma berkurang, yakni saat akhir fase kritis. Hal

ini bisa diketahui dari urin output dan/atau asupan minum cukup dan Ht

menurun.

Pasien dengan warning signs harus diobservasi hingga fase kritis lewat.

Parameter yang harus dimonitor adalah tanda vital dan perfusi perifer (tiap

1-4 jam hingga lewat fase kritis), urin output (tiap 4-6 jam), Ht (sebelum

dan setelah pemberian cairan, selanjutnya tiap 6-12 jam), glukosa darah,

dan fungsi organ sesuai indikasi.

Pada pasien tanpa warning signs, hal berikut harus dilakukan:

Motivasi minum. Jika tidak bisa, mulai infus intravena dengan NS 0,9%

atau RL dengan atau tanpa dekstrosa dengan dosis pemeliharaan. Untuk

pasien obese atau overweight digunakan dosis sesuai berat ideal. Berikan

volume minimum untuk memelihara perfusi dan urine output selama 24-

48 jam.

Pasien harus dimonitor: temperatur, asupan dan keluaran cairan, urin

output (volume dan frekuensi), warning signs, hematokrit, leukosit, dan

trombosit. Pemeriksaan laboratorium lain dapat dilakukan sesuai indikasi.

Kelompok-C 5

Page 25: Laporan Kasus DHF Danez

Pasien membutuhkan tatalaksana emergensi dan urgensi apabila

mengalami DBD berat untuk memudahkan akses intensif dan transfusi darah.

Resusitasi cairan dengan kristaloid isotonik secepatnya sangat penting untuk

menjaga volume ekstravaskular saat periode kebocoran plasma atau larutan koloid

pada keadaan syok hipotensi. Pantau nilai Ht sebelum dan sesudah resusitasi.

Tujuan akhir resusitasi cairan adalah meningkatkan sirkulasi sentral dan perifer

(takikardia berkurang, tekanan darah dan nadi meningkat, ekstremitas tidak pucat

dan hangat, dan CRT <2 detik) dan meningkatkan perfusi organ (level kesadaran

membaik, urin output >0,5 ml/kg/jam, asidosis metabolik menurun).

2.2.7. Indikasi Pulang Pasien DBD

Pasien dapat pulang apabila memenuhi semua kriteria berikut:5

Klinis:

o Bebas demam selama minimal 48 jam

o Terdapat perbaikan ststus klinis (keadaan umum baik, nafsu makan

makan membaik, status hemodinamik stabil, urine output normal, tidak

ada gangguan pernapasan)

Laboratoris:

o Peningkatan jumlah trombosit

o Hematokrit stabil tanpa cairan intravena

Terapi pada Pasien Syok Terkompensasi

Page 26: Laporan Kasus DHF Danez

Gambar-2. Algoritma Pasien Syok Terkompensasi

Terapi pada Syok Hipotensi

Page 27: Laporan Kasus DHF Danez

Gambar-3. Algoritma Pasien Syok Hipotensi

XI. DAFTAR PUSTAKA

Page 28: Laporan Kasus DHF Danez

1. Suhendro, Nainggolan L, Chen K, Pohan HT. Demam berdarah dengue.

Dalam: Sudoyo, A. et.al. (editor). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III.

Edisi 5. Jakarta: Pusat Penerbitan IPD FKUI, 2009.p.2773-9.

2. Hadinegoro SRH, Soegijanto S, Wuryadi S, Suroso T. Tata Laksana Demam

Berdarah Dengue di Indonesia. Jakarta: Depkes RI Dirjen Pemberantasan

Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan, 2004.

3. Situation update of dengue in the SEA Region, 2007 diunduh dari

www.searo.who.int/LinkFiles/Dengue_dengue-SEAR-2008.pdf

4. Chen K, Pohan HT, Sinto R. Diagnosis dan Terapi Cairan pada Demam

Berdarah Dengue. Medicines 2009:22;1.

5. Dengue Guidelines for Diagnosis, Treatment, Prevention, and Control. World

Health Organization, 2009. Diunduh dari

http://whqlibdoc.who.int/publications/2009/9789241547871_eng.pdf

6. Dengue haemorrhagic fever: diagnosis, treatment, prevention and control. 2nd

edition. Geneva : World Health Organization. 1997. Diunduh dari

http://www.who.int/csr/resources/publications/dengue/Denguepublication/en/

print.html

7. Guidelines for Treatment of Dengue Fever/Dengue Haemorrhagic Fever in

Small Hospitals. 1999. diunduh dari

http://www.searo.who.int/LinkFiles/Dengue_Guideline-dengue.pdf

8. Infections Caused by Arthropod- and Rodent-Borne Viruses. In: Braunwald,

et al. Harrison’s Principles of Internal Medicine. 17 th ed. USA: McGraw Hill

Companies, 2008.

9. Anonim. Demam Berdarah Dengue (DBD). Dalam: Sastroasmoro S, et.al.

(editor). Panduan Pelayanan Medis. Jakarta: RSUPN Dr. Cipto

Mangunkusumo, 2007.p.156-7.

10. Fact Sheet on Dengue and Dengue haemorrhagic fever. World Health

Organization Sudan, 2005. Diunduh dari

www.who.int/mediacentre/factsheets/fs117/en/

11. World Health Organization. Dengue Fever. Diunduh dari

www.emro.who.int/sudan/pdf/cd_trainingmaterials_dengue.pdf

Page 29: Laporan Kasus DHF Danez

12. Estuningtyas A, Arif A. Obat Lokal. Dalam: Gunawan SG, Setiabudy R,

Nafrialdi. Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. Jakarta: Departemen Farmakologi

dan Terapi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia 2007. P.522.