Laporan Kasus Dermatitis Kontak Iritan 5

9
LAPORAN KASUS DERMATITIS KONTAK IRITAN BAB I PENDAHULUAN Dermatitis adalah peradangan kulit (epidermis dan dermis) sebagai respon terhadap pengaruh faktor eksogen dan atau faktor endogen, menimbulkan kelainan klinis berupa efloresensi  polimorfik (eritema, edema, papul, vesikel, skuama, likenifikasi) dan keluhan gatal.1 Dermatitis kontak adalah reaksi fisiologik yang terjadi pada kulit karena kontak dengan substansi tertentu, dimana sebagian besar reaksi ini disebabkan oleh iritan kulit dan sisanya disebabkan oleh alergen yang merangsang reaksi alergi.1, 2, 3 Dermatitis kontak merupakan suatu respon inflamasi dari kulit terhadap antigen atau i ritan yang bisa menyebabkan ketidaknyamanan dan rasa malu dan merupakan kelainan kulit yang paling sering pada para  pekerja.4, 5 Dermatitis kontak iritan (DKI) merupakan inflamasi pada kulit yang bermanifestasi sebagai eritema, edema ringan dan pecah-pecah. DKI merupakan respon non spesifik kulit terhadap kerusakan kimia langsung yang melepaskan mediator-mediator inflamasi yang sebagian besar  berasal dari sel epidermis.6 DKI dapat diderita oleh semua orang dari berbagai golong an umur, ras dan jenis kelamin. Jumlah penderita DKI diperkirakan cukup banyak terutama yang  berhubungan dengan pekerjaan (DKI akibat kerja), namun dikatakan angkanya secara tepat sulit diketahui.1 DKI merupakan hasil klinik dari inflamasi yang berasal dari pelepasan sitokin-sitokin  proinflamasi dari sel-sel kulit (prinsipnya kerartinosit), biasanya sebagai respon terhadap rangsangan kimia. Bentuk klinik yang berbeda-beda bisa terjadi. Tiga perubahan  patofosiologi utama adalah disrupsi sawar kulit, perubahan seluler epidermis dan pelepasan sitokin.6 Iritan pada DKI meliputi yang ditemui sehari-hari seperti air, deterjen, berbagai  pelarut, asam, bassa, bahan adhesi, cairan bercampur logam dan friksi. Sering b ahan-bahan ini bekerja bersama untuk merusak kulit. Iritan merusak kulit dengan cara memindahkan minyak dan pelembab dari lapisan terluar, membiarkan iritan masuk lebih dalam dan menyebabkan kerusakan lebih lanjut dengan memicu inlamasi.7 DKI masih belum banyak diketahui bila dibandingkan dengan dermatitis kontak alergi (DKA). Kebanyakan artikel tentang dermatitis kontak konsern pada DKA. Tidak ada uji diagnostik untuk DKI. Diagnosis adalah berdasarkan ekslusi penyakit kutan lainnya (khususnya DKA) dan pada penampakan klinis dermatitis pada tempat yang terpapar dengan cukup terhadap iritan yang diketahui.6 Terkadang penampakan klinis DKI kronik mirip dengan DKA. Beberapa sumber menyatakan DKI kronik pada telapak tangan dan telapak kaki sulit dibedakan dengan DKA.1,8 Dalam penatalaksanaan DKI, penting bagi penderita dan dokter untuk mengetahui substansi yang menyebabkan penyakitnya tersebut se hingga dapat diberikan terapi yang lebih efisien dan efektif .7 Makalah ini membahas kasus DKI yang mengenai seorang penderita pada daerah telapak tangan dan telapak kakinya setelah terpapar substansi deterjen. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi DKI merupakan reaksi peradangan kulit nonimunologik, dimana kerusakan kulit terjadi langsung tanpa didahului proses sensitisasi.1 Dermatitis kontak iritan (DKI) merupakan inflamasi pada kulit yang bermanifestasi sebagai eritema, edema ringan dan pecah-pecah.

Transcript of Laporan Kasus Dermatitis Kontak Iritan 5

Page 1: Laporan Kasus Dermatitis Kontak Iritan 5

8/12/2019 Laporan Kasus Dermatitis Kontak Iritan 5

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-kasus-dermatitis-kontak-iritan-5 1/9

LAPORAN KASUS DERMATITIS KONTAK IRITAN

BAB I

PENDAHULUAN

Dermatitis adalah peradangan kulit (epidermis dan dermis) sebagai respon terhadap pengaruhfaktor eksogen dan atau faktor endogen, menimbulkan kelainan klinis berupa efloresensi

 polimorfik (eritema, edema, papul, vesikel, skuama, likenifikasi) dan keluhan gatal.1

Dermatitis kontak adalah reaksi fisiologik yang terjadi pada kulit karena kontak dengan

substansi tertentu, dimana sebagian besar reaksi ini disebabkan oleh iritan kulit dan sisanya

disebabkan oleh alergen yang merangsang reaksi alergi.1, 2, 3 Dermatitis kontak merupakan

suatu respon inflamasi dari kulit terhadap antigen atau iritan yang bisa menyebabkan

ketidaknyamanan dan rasa malu dan merupakan kelainan kulit yang paling sering pada para

 pekerja.4, 5

Dermatitis kontak iritan (DKI) merupakan inflamasi pada kulit yang bermanifestasi sebagai

eritema, edema ringan dan pecah-pecah. DKI merupakan respon non spesifik kulit terhadap

kerusakan kimia langsung yang melepaskan mediator-mediator inflamasi yang sebagian besar

 berasal dari sel epidermis.6 DKI dapat diderita oleh semua orang dari berbagai golongan

umur, ras dan jenis kelamin. Jumlah penderita DKI diperkirakan cukup banyak terutama yang

 berhubungan dengan pekerjaan (DKI akibat kerja), namun dikatakan angkanya secara tepat

sulit diketahui.1

DKI merupakan hasil klinik dari inflamasi yang berasal dari pelepasan sitokin-sitokin

 proinflamasi dari sel-sel kulit (prinsipnya kerartinosit), biasanya sebagai respon terhadap

rangsangan kimia. Bentuk klinik yang berbeda-beda bisa terjadi. Tiga perubahan

 patofosiologi utama adalah disrupsi sawar kulit, perubahan seluler epidermis dan pelepasan

sitokin.6 Iritan pada DKI meliputi yang ditemui sehari-hari seperti air, deterjen, berbagai

 pelarut, asam, bassa, bahan adhesi, cairan bercampur logam dan friksi. Sering bahan-bahanini bekerja bersama untuk merusak kulit. Iritan merusak kulit dengan cara memindahkan

minyak dan pelembab dari lapisan terluar, membiarkan iritan masuk lebih dalam dan

menyebabkan kerusakan lebih lanjut dengan memicu inlamasi.7

DKI masih belum banyak diketahui bila dibandingkan dengan dermatitis kontak alergi

(DKA). Kebanyakan artikel tentang dermatitis kontak konsern pada DKA. Tidak ada uji

diagnostik untuk DKI. Diagnosis adalah berdasarkan ekslusi penyakit kutan lainnya

(khususnya DKA) dan pada penampakan klinis dermatitis pada tempat yang terpapar dengan

cukup terhadap iritan yang diketahui.6 Terkadang penampakan klinis DKI kronik mirip

dengan DKA. Beberapa sumber menyatakan DKI kronik pada telapak tangan dan telapak

kaki sulit dibedakan dengan DKA.1,8 Dalam penatalaksanaan DKI, penting bagi penderitadan dokter untuk mengetahui substansi yang menyebabkan penyakitnya tersebut sehingga

dapat diberikan terapi yang lebih efisien dan efektif.7

Makalah ini membahas kasus DKI yang mengenai seorang penderita pada daerah telapak

tangan dan telapak kakinya setelah terpapar substansi deterjen.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

DKI merupakan reaksi peradangan kulit nonimunologik, dimana kerusakan kulit terjadi

langsung tanpa didahului proses sensitisasi.1 Dermatitis kontak iritan (DKI) merupakaninflamasi pada kulit yang bermanifestasi sebagai eritema, edema ringan dan pecah-pecah.

Page 2: Laporan Kasus Dermatitis Kontak Iritan 5

8/12/2019 Laporan Kasus Dermatitis Kontak Iritan 5

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-kasus-dermatitis-kontak-iritan-5 2/9

DKI merupakan respon non spesifik kulit terhadap kerusakan kimia langsung yang

melepaskan mediator-mediator inflamasi yang sebagian besar berasal dari sel epidermis.6

2.2 Epidemiologi

DKI dapat diderita oleh semua orang dari berbagai golongan umur, ras dan jenis kelamin.

Jumlah penderita DKI diperkirakan cukup banyak terutama yang berhubungan dengan pekerjaan (DKI akibat kerja), namun dikatakan angkanya secara tepat sulit diketahui.1 Hal ini

disebabkan antara lain oleh banyaknya penderita dengan kelainan ringan tidak datang

 berobat, atau bahkan tidak mengeluh.

Di Amerika, DKI sering terjadi di pekerjaan yang melibatkan kegiatan mencuci tangan atau

 paparan berulang kulit terhadap air, bahan makanan atau iritan lainnya. Pekerjaan yang

 berisiko tinggi meliputi bersih-bersih, pelayanan rumah sakit, tukang masak, dan penata

rambut. 80% Dermatitis tangan okupasional karena iritan, lebih sering mengenai tukang

 bersih-bersih, penata rambut dan tukang masak. Prevalensi dermatitis tangan karena

 pekerjaan ditemukan sebesar 55,6% di ICU dan 69,7% pada pekerja yang sering terpapar

(dilaporkan dengan frekuensi mencuci tangan >35 kali setiap pergantian). Penelitian

menyebutkan frekuensi mencuci tangan >35x tiap pergantian memiliki hubungan kuatdengan dermatitis tangan karena pekerjaan (OR=4,13). Di Jerman, angka insiden DKI adalah

4,5 setiap 10.000 pekerja, dimana insiden tertinggi ditemukan pada penata rambut (46,9 kasus

 per 10.000 pekerja setiap tahunnya), tukang roti dan tukang masak.6,7

Berdasarkan jenis kelamin, DKI secara signifikan lebih banyak pada perempuan dibanding

laki-laki. Tingginya frekuensi ekzem tangan pada wanita dibanding pria karena faktor

lingkungan, bukan genetik. Berdasarkan usia, DKI bisa muncul pada berbagai usia. Banyak

kasus karena dermatitis ”diaper” (popok) terjadi karena iritan kulit langsung pada urine dan

feses. Seorang yang lebih tua memiliki kulit lebih kering dan tipis yang tidak toleran terhadap

sabun dan pelarut. DKI bisa mengenai siapa saja, yang terpapar iritan dengan jumlah yang

sufisien, tetapi individu dengan dengan riwayat dermatitis atopi lebih mudah terserang.6,7

2.3 Etiologi

Penyebab munculnya DKI adalah bahan yang bersifat iritan, misalnya bahan pelarut,

deterjen, minyak pelumas, asam alkali, serbuk kayu, bahan abrasif, enzim, minyak, larutan

garam konsentrat, plastik berat molekul rendah atau bahan kimia higroskopik. 1, 2, 6, 9, 10,

11 Kelainan kulit yang muncul bergantung pada beberapa faktor, meliputi faktor dari iritan

itu sendiri, faktor lingkungan dan faktor individu penderita. Dapat dilihat pada tabel berikut.

Iritan adalah substansi yang akan menginduksi dermatitis pada setiap orang jika terpapar pada

kulit: dalam konsentrasi yang cukup, pada waktu yang sufisien dengan frekuensi yang

sufisien. Masing-masing individu memiliki predisposisi yang berbeda terhadap berbagaiiritan, tetapi jumlah yang rendah dari iritan menurunkan dan secara bertahap mencegah

kecenderungan untuk meninduksi dermatitis.10 Fungsi pertahanan dari kulit akan rusak baik

dengan peningkatan hidrasi dari stratum korneum (oklusi, suhu dan kelembaban tinggi,

 bilasan air yang sering dan lama) dan penurunan hidrasi (suhu dan kelembaban rendah).

Tidak semua pekerja di area yang sama akan terkena. Siapa yang terkena tergantung pada

 predisposisi individu (rowayat atopi misalnya), personal hygiene dan luas dari paparan. Iritan

 biasanya mengenai tangan atau lengan. Efek dari iritan merupakan concentration-dependent,

sehingga hanya mengenai tempat primer kontak.10

2.4 Patogenesis

Kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel yang disebabkan oleh bahan iritan melalui kerjakimiawi atau fisis. Bahan iritan merusak lapisan tanduk, denaturasi keratin, menyingkirkan

Page 3: Laporan Kasus Dermatitis Kontak Iritan 5

8/12/2019 Laporan Kasus Dermatitis Kontak Iritan 5

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-kasus-dermatitis-kontak-iritan-5 3/9

lemak lapisan tanduk dan mengubah daya ikat air kulit.

Kebanyak bahan iritan (toksin) merusak membran lemak keratinosit tetapi sebagian dapat

menembus membran sel dan merusak lisosom, mitokondria atau komplemen inti. Kerisakan

membran mengaktifkan fosfolipase dan melepaskan asam arakidonat (AA), diasilgliserida

(DAG), platelet actifating factor (PAF) dan inositida (IP3). AA dirubah menjadi

 prostaglandin (PG) dan leukotrin (LT). PG dan LT menginduksi vasodilatasi, danmeningkatkan permeabilitas vaskuler sehingga mempermudah transudasi komplemen dan

kinin. PG dan LT juga bertindak sebagai kemoatraktan kuat untuk limfosit dan neutrofil, serta

mengaktifasi sel mas melepaskan histamin, LT dan PG lain, dan PAF, sehingga memperkuat

 perubahan vaskuler.

DAG dan second messenger lain mengstimulasi ekspresi gen dan sintesis protein, misalnya

interleukin-1 (IL-1) dan granulocyt-macrophage colony stimulating factor (GMCSF). IL-1

mengaktifkan sel T-penolong mengeluarkan IL-2 an mengekspresi reseptor IL-2 yang

menimbulkan stimulasi autokrin dan proliferasi sel tersebut.

Keratinosit juga membuatmolekul permukaan HLA-DR dan adesi intrasel- (ICAM-1). Pada

kontak dengan iritan, keratinosit juga melepaskan TNFά, suatu sitokin proinflamasi yang

dapat mengaktifasi sel T, makrofag dan granulosit, menginduksi ekspresi molekul adesi seldan pelepasan sitokin.

Rentetan kejadian tersebut menimbulkan gejala peradangan klasik di tempat terjadinya

kontak di kulit berupa eritema, edema, panas, nyeri, bila iritan kuat. Bahan iritan lemah akan

menimbulkan kelainan kulit setelah berulang kali kontak, dimulai dengan kerusakan stratum

korneum oleh karena delipidasi yang menyebabkan desikasi dan kehilangan fungsi sawarnya,

sehingga mempermudah kerusakan sel dibawahnya oleh iritan.1

2.5 Klinis

a.Riwayat Penyakit

Riwayat yang terperinci sangat dibutuhkan karena diagnosis dari DKI tergantung pada

adanya riwayat paparan iritan kutaneus yang mengenai tempat-tempat pada tubuh. Tes tempel

 juga digunakan pada kasus yang berat atau persisten untuk menyingkirkan DKA. Gejala

subjektif primer biasanya meliputi hal-hal sebagai berikut6:

Riwayat paparan yang cukup terhadap iritan kulit

Onset gejala muncul dalam beberapa menit hingga beberapa jam pada DKI akut. Pada DKI

subakut merupakan ciri iritan tertentu seperti benzalkonium klorida (ada pada disinfektak)

yang mendatangkan reaksi radang 8-24 jam setelah paparan. Onset dan gejala bisa tertunda

 beberapa minggu pada DKI kumulatif.

 Nyeri, rasa terbakar, rasa tersengat atau tidak nyaman pada fase awal.

Gejala subjektif lainnya meliputi: onset dalam 2 minggu paparan dan adalanya keluhan yang

sama pada rekan kerja atau anggota keluarga lainnya. DKI okupasional biasanya terjadi padakaryawan baru atau mereka yang belum belajar untuk melindungi kulitnya dari iritan.

Individu dengan dermatitis atopik (khususnya pada tangan) rentan terhadap DKI tangan.6

 b.Pemeriksaan Fisik

Kriteria diagnostik primer DKI menurut Rietschel meliputi:6

Makula eritema, hiperkeratosis atau fisura yang menonjol.

Kulit epidermis seperti terbakar

Proses penyembuhan dimulai segera setelah menghindari paparan bahan iritan

Tes tempel negatif dan meliputi semua alergen yang mungkin

Kriteria objektif minor meliputi:

Batas tegas pada dermatitisBukti pengaruh gravitasi seperti efek menetes

Page 4: Laporan Kasus Dermatitis Kontak Iritan 5

8/12/2019 Laporan Kasus Dermatitis Kontak Iritan 5

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-kasus-dermatitis-kontak-iritan-5 4/9

Kecenderungan untuk menyebar lebih rendah dibanding DKA

Untuk kepentingan pengobatan, berdasarkan perjalanan penyakit dan gejala klinis DKI

dikelompokkan menjadi DKI akut, lambat akut dan kumulatif. Ada pula bentuk DKI lainnya

yaitu: reaksi iritan, DKI traumatik, DKI noneritematosa dan DKI subyektif.

Tabel 2. Perbedaan DKI Akut, Lambat Akut dan Kumulatif 1, 6

2.6 Histopatologik

Gambaran histtopatologik DKI tidak karakteristik. Pada DKI akut (oleh iritan primer), dalam

dermis terjadi vasodilatasi dan sebukan sel mononuklear di sekitar pembuluh darah dermis

 bagian atas. Eksositosis di epidermis diikuti spongiosis dan edema intrasel dan akhirnya

menjadi nekrosis epidermal. Pada keadaan berat, kerusakan epidermis dapat menimbulkan

vesikel atau bila. Di dalam vesikel atau bula ditemukan limfosit atau neutrofil.1, 6 Pada DKI

kronis adalah hiperkeratosis dengan area parakeratosis, akantosis dan perpanjangan reteridges.6

2.6Diagnosis

Diagnosis DKI didasarkan anamnesis yang cermat dan pengamatan gambaran klinis. DKI

akut lebih mudah diketahui karena munculnya lebih cepat sehingga penderita pada umumnya

masih ingat apa yang menjadi penyebabnya. Sebaliknya DKI kronis timbul lambat serta

mempunyai variasi gambaran klinis yang luas, sehingga kadang sulit dibedakan dengan

DKA. Untuk ini diperlukan uji tempel dengan bahan yang dicurigai.1

2.8 Pemeriksaan Laboratorium6Pemeriksaan kultur bakteri bisa dilakukan apabila ada komplikasi infeksi sekunder bakteri.

Pemeriksaan KOH bisa dilakukan dan sampel mikologi bisa diambil untuk menyingkirkan

infeksi tinea superficial atau kandida, bergantung pada tempat dan bentuk lesi.

Uji tempel dilakukan untuk mendiagnosis DKA, tetapi bukan untuk membuktikan adanya

iritan penyebab munculnya DKI. Diagnosis adalah berdasarkan eksklusi DKA dan riwayat

 paparan iritan yang cukup

Biopsi kulit bisa membantu menyingkirkan kelainan lain seperti tinea, psoriasis atau limfoma

sel T

2.9 Penatalaksanaan

Upaya pengobatan DKI yang terpenting adalah menghindari pajanan bahan iritan, baik yang

 bersifat mekanik, fisis atau kimiawi serta menyingkirkan faktor yang memperberat. Bila

Page 5: Laporan Kasus Dermatitis Kontak Iritan 5

8/12/2019 Laporan Kasus Dermatitis Kontak Iritan 5

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-kasus-dermatitis-kontak-iritan-5 5/9

dapat dilakukan dengan sempurna dan tanpa komplikasi, maka tidak perlu pengobatan topikal

dan cukup dengan pelembab untuk memperbaiki kulit yang kering.

Apabila diperlukan untuk mengatasi peradangan dapat diberikan kortikosteroid topikal.

Pemakaian alat perlindungan yang adekuat diperlukan bagi mereka yang bekerja dengan

 bahan iritan sebagai upaya pencegahan.

a.Dermatitis akutUntuk dermatitis akut, secara lokal diberikan kompres larutan garam fisiologis atau larutan

kalium permanganas 1/10.000 selama 2-3 hari dan setelah mengering diberi krim yang

mengandung hidrokortison 1-2,5%.

Secara sistemik diberikan antihistamin (CTM 3x1 tablet.hari) untuk menghilangkan rasa

gatal. Bila berat/luas dapat diberikan prednison 30 mg/hari dan bila sudah ada perbaikan

dilakukan tapering. Bila terdapat infrksi sekunder diberikan antibiotik dengan dosis 3x500

mg selama 5-7 hari.12

 b.Dermatitis kronik

Topikal diberikan salep mengandung steroid yang lebih poten seperti hidrokortison yang

mengalami fluorinasi seperti desoksimetason, diflokortolon. Sistemik diberikan antihistamin

(CTM 3x1 tablet.hari) untuk menghilangkan rasa gatal.12

2.10 Komplikasi6

Adapun komplikasi DKI adalah sebagai berikut:

DKI meningkatkan risiko sensitisasi pengobatan topikal

Lesi kulit bisa mengalami infeksi sekunder, khususnya oleh Stafilokokus aureus

 Neurodermatitis sekunder (liken simpleks kronis) bisa terjadi terutapa pada pekerja yang

terpapar iritan di tempat kerjanya atau dengan stres psikologik

Hiperpigmentasi atau hipopignemtasi post inflamasi pada area terkena DKI

Jaringan parut muncul pada paparan bahan korosif, ekskoriasi atau artifak.

2.11Prognosis

Prognosis baik pada individu non atopi dimana DKI didiagnosis dan diobati dengan baik.

Individu dengan dermatitis atopi rentan terhadap DKI. Bila bahan iritan tidak dapat

disingkirkan sempurna, prognosisnya kurang baik, dimana kondisi ini sering terjadi DKI

kronis yang penyebabnya multifaktor.1,6

BAB III

KASUS

3.1 Identitas Penderita Nama : KNY

Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 19 tahun

Suku : Bali

Agama : Hindu

Alamat : Jl. P. Riau 24 Aspol Sanglah Denpasar

Pekerjaan : Pegawai swasta

3.2 Anamnesis

Keluhan utama: Kulit mengelupas

Riwayat Penyakit Sekarang:Pasien datang dengan keluhan kulit mengelupas di ujung jari-jari kedua tangan dan telapak

Page 6: Laporan Kasus Dermatitis Kontak Iritan 5

8/12/2019 Laporan Kasus Dermatitis Kontak Iritan 5

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-kasus-dermatitis-kontak-iritan-5 6/9

kaki. Keluhan ini sudah dirasakan sejak 3 bulan yang lalu. Awalnya kulit dikatakan terlihat

kemerahan dan bintik-bintik merah, kemudian kulit pasien seperti bersisik dan mengelupas.

Keluhan ini dikatakan muncul setelah pasien mencuci dengan detergen attack. Keluhan

dikatakan sempat berkurang setelah pasien berhenti mencuci dengan tangan, namun

kemudian muncul kembali beberapa minggu setelah pasien kembali mencuci menggunakan

detergen dengan tangannya. Dikatakan kaki pasien juga terkena air cucian yang mengandungdetergen.

Pasien juga mengeluh perih pada ujung jari-jari kedua tangannya. Keluhan ini dirasakan sejak

3 bulan yang lalu bersamaan dengan munculnya kemerahan dan pengelupasan kulit. Keluhan

kulit terasa lebih tebal ada, gatal tidak ada. Keluhan timbulnya lesi yang sama pada lipatan

siku dan lutut tidak ada.

Riwayat Pengobatan: pasien belum mendapatkan pengobatan sebelumnya.

Riwayat Alergi Makanan: tidak ada

Riwayat Penyakit Terdahulu: pasien pernah mengalami sakit yang sama di lokasi yang sama

setelah mencuci dengan tangan menggunakan deterjen. Pasien tidak menderita asma, tidak

 pernah mengalami sering gatal-gatal atau kemerahan sebelumnya.

Riwayat Sosial: pasien di rumahnya sehari-hari mencuci pakaian dan perabotan dengantangan menggunakan detergen.

3.3 Pemeriksaan Fisik

Status Present: Keadaan umum : baik

Tekanan darah : 120/90 mmHg

 Nadi : 84x/menit

RR : 20x/menit

T’ax : 360C 

Status General : dalam batas normal

Status Dermatologis :

Lokasi : jari-jari kedua tangan dan ujung telapak kaki

Efloresensi : tampak plak, batas tidak tegas, geografika,

dengan skuama kasar barwarna putih di atasnya dan pada

telapak kaki terdapat fisura.

Stigmata atopi : tidak ditemukan

Mukosa : dalam batas normal

Rambut : dalam batas normal

Kuku : dalam batas normal, kuku tidak dicat

Kelenjar limfe : tidak ditemukan pembesaran kelenjar getah bening

regional maupun sistemik

Syaraf : tidak ditemukan penebalan saraf perifer dan penurunansensibilitas

3.4 Resume

Penderita, perempuan, 19 tahun, Hindu, Bali dengan keluhan kulit ujung jari kedua tangan

dan telapak kaki mengelupas sejak 3 bulan yang lalu, awalnya bintik-bintik dan kemerahan

dan berisik. Kulit dirasa tebal dan perih. Gatal tidak ada. Muncul setelah mencuci dengan

detergen, sempat berkurang setelah berhenti mencuci dengan tangan, muncul lagi beberapa

minggu setelah kembali mencuci menggunakan detergen dengan tangannya. Riwayat

 pengobatan: tidak ada. Riwayat alergi makanan: tidak ada. Riwayat penyakit terdahulu:

 pernah mengalami sakit yang sama di lokasi yang sama setelah mencuci dengan tangan

menggunakan deterjen. Riwayat sosial: sehari-hari mencuci pakaian dan perabotan dengantangan menggunakan detergen.

Page 7: Laporan Kasus Dermatitis Kontak Iritan 5

8/12/2019 Laporan Kasus Dermatitis Kontak Iritan 5

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-kasus-dermatitis-kontak-iritan-5 7/9

 

3.5 Diagnosis Kerja

Dermatitis Kontak Iritan Kronis

3.6Terapi

Desoximetasone 2,5mg%KIE: hindari kontak dengan detergen, bila ingin mencuci untuk sementara menggunakan

mesin cuci atau minta tolong anggota keluarga lain atau bila terpaksa tidak mencuci setiap

hari untuk menghindari frekunsi paparan yang sering. Bila terpaksa harus mencuci,

hendaknya memakai sarung tangan. Setelah mencuci, pasien disarankan membersihkan

tangan dari iritan menggunakan pembersih yang ringan. Pasien disarankan secara teratur

memakai pelembab kulit.

BAB IV

PEMBAHASAN

DKI merupakan reaksi peradangan kulit nonimunologik, dimana kerusakan kulit terjadilangsung tanpa didahului proses sensitisasi.1 DKI sering terjadi di pekerjaan yang melibatkan

kegiatan mencuci tangan atau paparan berulang kulit terhadap air, bahan makanan atau iritan

lainnya. Pekerjaan yang berisiko tinggi meliputi bersih-bersih, pelayanan rumah sakit, tukang

masak, dan penata rambut. 80% Dermatitis tangan okupasional karena iritan, lebih sering

mengenai tukang bersih-bersih, penata rambut dan tukang masak. Berdasarkan jenis kelamin,

DKI secara signifikan lebih banyak pada perempuan dibanding laki-laki.6,7 Secara

epidemiologis, hal-hal tersebut di atas dapat ditemukan pada kasus ini. Pasien pada kasus ini

adalah seorang wanita dimana dari hasil anamnesis pasien sehari-hari sering melakukan

aktivitas mencuci yang melibatkan tangan dengan menggunakan detergen.

Iritan adalah substansi yang akan menginduksi dermatitis pada setiap orang jika terpapar pada

kulit: dalam konsentrasi yang cukup, pada waktu yang cukup dengan frekuensi yang adekuat.

Masing-masing individu memiliki predisposisi yang berbeda terhadap berbagai iritan.10 Pada

 pasien ini, lesi yang dialaminya tidak hanya diakibatkan oleh iritan yang terkandung dalam

detergen, namun juga terdapat faktor lingkungan dan faktor individu yang ikut berperan

dalam terjadinya lesi pada pasien.

Dari faktor iritannya, dari anamnesis dikatakan keluhan muncul sejak 3 bulan yang lalu, dan

 pasien sempat keluhannya berkurang ketika berupaya untuk menghindari mencuci dengan

detergen, namun keluhan bertambah ketika setelah beberapa minggu pasien kembali mencuci

dengan tangan menggunakan detergen. Dari kondisi tersebut dapat dilihat adanya faktor lama

dan frekuensi paparan yakni adanya paparan yang berulang tapi ringan pada pasien. Dari

faktor lingkungan, aktivitas mencuci menggunakan tangan yang sering setiap harinya pada pasien merupakan aktivitas yang melibatkan gesekan dan berisiko terjadinya trauma mikro

serta kelembaban rendah. Dari faktor individu, keluhan yang muncul kembali dan makin

 bertambah berat ketika pasien kembali mencuci dengan tangan menggunakan detergen,

terjadi akibat belum pulihnya sawar kulit dengan baik namun sudah disusul oleh kontak iritan

 berikutnya sehingga menimbulkan kelainan kulit.1,6 Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada

gambar 1.

Gambar 2. Diagram Ilustrasi Hubungan Frekuensi dan Lama Pajanan pada DKI

Kumulatif/Kronis. Kiri: Bila jarak waktu iritasi pertama dan berikutnya cukup lama sehingga

terjadi perbaikan fungsi sawar kulit, maka tidak menimbulkan kelainan. Kanan: Bilakerusakan sawar kulit belum pulih benar sudah disusul oleh kontak iritan berikutnya, maka

Page 8: Laporan Kasus Dermatitis Kontak Iritan 5

8/12/2019 Laporan Kasus Dermatitis Kontak Iritan 5

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-kasus-dermatitis-kontak-iritan-5 8/9

kelainan kulti akan timbul.(K:kerusakan; t: waktu; pk: penampilan klinis).1

Secara klinis pada kasus dapat digolongkan menjadi DKI kumulatif/kronis. Hal ini sesuai

dengan hal-hal yang tercakup didalamnya yakni penyebabnya adalah iritan lemah, onset

 berminggu-minggu/bulan/tahun, kulit tampak kering, eritema, skuama, hiperkeratosis &

likenifikasi, difus, bila terus-terusan dapat retak, fisura; adanya riwayat kontak berulang-ulang dan berhubungan dengan pekerjaan.1 Pada pasien dari anamnesis diketahui pasien

mengeluh kulit mengelupas, tebal dan perih dengan onset 3 bulan yang lalu, dengan paparan

detergen (iritan lemah), dan aktivitas sehari-hari sering mencuci dengan tangan menggunakan

detergen. Dari pemeriksaan fisik ditemukan plak dengan skuama dan pada telapak kaki telah

terdapat fisura dan tidak ditemukan kelainan di daerah fleksura.

Pada DKI, riwayat yang terperinci sangat dibutuhkan karena diagnosis dari DKI tergantung

 pada adanya riwayat paparan iritan kutaneus yang mengenai tempat-tempat pada tubuh.

Diagnosis DKI didasarkan anamnesis yang cermat dan pengamatan gambaran klinis. Dari

anamnesis dan pemeriksaan fisik telah diuraikan pada paragraf sebelumnya, pada penderita

ini termasuk dalam DKI kronis.

Upaya pengobatan DKI yang terpenting adalah menghindari pajanan bahan iritan, baik yang bersifat mekanik, fisis atau kimiawi serta menyingkirkan faktor yang memperberat.1 Bila

dapat dilakukan dengan sempurna dan tanpa komplikasi, maka tidak perlu pengobatan topikal

dan cukup dengan pelembab untuk memperbaiki kulit yang kering. Apabila diperlukan untuk

mengatasi peradangan dapat diberikan kortikosteroid topikal. Pemakaian alat perlindungan

yang adekuat diperlukan bagi mereka yang bekerja dengan bahan iritan sebagai upaya

 pencegahan.1

Untuk DKI kronis, secara topikal diberikan salep mengandung steroid yang lebih poten

seperti hidrokortison yang mengalami fluorinasi seperti desoksimetason, diflokortolon.

Sistemik diberikan antihistamin (CTM 3x1 tablet.hari) untuk menghilangkan rasa gatal.12

Pada pasien ini obat yang diberikan adalah kortikosteroid topikal desoximetasone 2,5mg%.

Hal ini sesuai untuk DKI kronis, karena desoximetasone 2,5mg% merupakan kortikosteroid

 potensi tinggi yang memiliki efek anti inflamasi kuat. Pasien tidak diberikan antihistamin

karena pasien tidak mengalami keluhan gatal.1, 12

Pasien juga diberikan KIE untuk menghindari kontak dengan detergen, bila ingin mencuci

untuk sementara menggunakan mesin cuci atau minta tolong anggota keluarga lain atau bila

terpaksa tidak mencuci setiap hari untuk menghindari frekunsi paparan yang sering. Bila

terpaksa harus mencuci, hendaknya memakai sarung tangan. Setelah mencuci, pasien

disarankan membersihkan tangan dari iritan menggunakan pembersih yang ringan. Pasien

disarankan secara teratur memakai pelembab kulit.

Adapun KIE ini bertujuan untuk menghindari pajanan iritan (detergen) dan menyingkirkan

faktor yang memperberat (kekerapan, kelembaban, trauma fisik). Penggunaan pelembab kulitsecara teratur dikatakan dapat mencegah DKI karena deterjen. Pemakaian pembersih yang

ringan seusai melakukan aktivitas mencuci bertujuan untuk meningkatkan kebersihan pribadi

dan untuk membiasakan bekerja secara hati-hati.1, 6, 7, 10

BAB V

RINGKASAN

Telah dilaporkan kasus dengan Dermatitis Kontak Iritan (DKI) Kronis pada penderita

 perempuan 19 tahun. DKI merupakan reaksi peradangan kulit nonimunologik, dimana

kerusakan kulit terjadi langsung tanpa didahului proses sensitisasi. DKI merupakan respon

non spesifik kulit terhadap kerusakan kimia langsung yang melepaskan mediator-mediator

inflamasi yang sebagian besar berasal dari sel epidermis. DKI sering terjadi di pekerjaan yangmelibatkan kegiatan mencuci tangan atau paparan berulang kulit terhadap air, bahan makanan

Page 9: Laporan Kasus Dermatitis Kontak Iritan 5

8/12/2019 Laporan Kasus Dermatitis Kontak Iritan 5

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-kasus-dermatitis-kontak-iritan-5 9/9

atau iritan lainnya. Penyebab munculnya DKI adalah bahan yang bersifat iritan. Kelainan

kulit yang muncul bergantung pada beberapa faktor, meliputi faktor dari iritan itu sendiri,

faktor lingkungan dan faktor individu penderita. Untuk kepentingan pengobatan, berdasarkan

 perjalanan penyakit dan gejala klinis DKI dapat dikelompokkan menjadi DKI akut, lambat

akut dan kumulatif. Diagnosis DKI didasarkan anamnesis yang cermat khususnya adanya

riwayat paparan iritan dan pengamatan gambaran klinis. Upaya pengobatan DKI yangterpenting adalah menghindari pajanan bahan iritan dan menyingkirkan faktor yang

memperberat. Apabila diperlukan untuk mengatasi peradangan dapat diberikan kortikosteroid

topikal.

Pada penderita ini telah digali riwayat adanya pengelupasan pada ujung jari kedua tangan dan

kedua telapak kaki sejak 3 bulan, penebalan kulit, rasa perih, riwayat paparan deterjen dalam

aktivitas sehari-hari. Dari pemeriksaan fisik ditemukan plak berbatas tidak tegas dengan

skuama kasar putih serta pada telapak kaki juga terdapat fisura. Pada penderita ini telah

diberikan pengobatan desoximetasone 2,5mg% serta KIE mengenai DKI, upaya menghindari

 paparan dan mencegah timbulnya kembali DKI.

DAFTAR PUSTAKA

1.Sularsito, S. A., dan Djuanda, S. Dermatitis. Dalam: Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta; 2005. hal:129-153.

2.Contact Dermatitis. University of Virginia Health System; 2005. Available at:

http://www.w3.org/TR/xhtml1/DTD/xhtml1-transitional.dtd

3.Lehrer, M. S. Contact dermatitis. Medline Plus Medical Encyclopedia; 2006. Available at:

http://www.nlm.nih.gov/medlineplus.html

4.Michael, J. A. Dermatitis, Contact. Emedicine; 2005. Available at:

http://www.emedicine.com/specialties.htm

5.Schalock, P. C. Dermatitis. Merck Manual Home Edition; 2006. Available at:

http://www.merck.com

6.Hogan, D. Contact Dermatitis, Irritant. Emedicine; 2006. Available at:

http://www.emedicine.com/specialties.htm

7.Irritant Contact Dermatitis. DermsnetMZ; 2007. Available at: http://dermnetnz.org

8.Jovanovi, D. L. et al. Chronic Contact Allergic And Irritant Dermatitis Of Palms And

Soles: Routine Histopathology Not Suitable For Differentiation. Acta Dermatoven APA Vol

12, No 4; 2003.p:127-99.Dermatitis, Irritant Contact. VisualDxHealth; 2007. Available at: http://visualdxhealth.com

10.A Guide To Occupational Skin Disease. In: Occupational Safety and Health Information

Series. Occupational Safety and Health Service. Department of Labour Wellington. New

Zealand; 1995

11.What is occupational irritant contact dermatitis? Canada’s National Occupational Health

and Safety Resources; Available at: http://www.ccohs.ca

12.Dermatitis. Dalam: Pedoman Diagnosis dan Terapi Penyakit Kulit dan Kelamin RSUP

Sanglah Denpasar. Lab/SMF. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin FK Unud/RSUP Sanglah.

Denpasar. Bali; 2000.