Laporan Kasus Dermatitis Kontak Iritan 5
-
Upload
okto-sofyan-hasan -
Category
Documents
-
view
225 -
download
0
Transcript of Laporan Kasus Dermatitis Kontak Iritan 5
8/12/2019 Laporan Kasus Dermatitis Kontak Iritan 5
http://slidepdf.com/reader/full/laporan-kasus-dermatitis-kontak-iritan-5 1/9
LAPORAN KASUS DERMATITIS KONTAK IRITAN
BAB I
PENDAHULUAN
Dermatitis adalah peradangan kulit (epidermis dan dermis) sebagai respon terhadap pengaruhfaktor eksogen dan atau faktor endogen, menimbulkan kelainan klinis berupa efloresensi
polimorfik (eritema, edema, papul, vesikel, skuama, likenifikasi) dan keluhan gatal.1
Dermatitis kontak adalah reaksi fisiologik yang terjadi pada kulit karena kontak dengan
substansi tertentu, dimana sebagian besar reaksi ini disebabkan oleh iritan kulit dan sisanya
disebabkan oleh alergen yang merangsang reaksi alergi.1, 2, 3 Dermatitis kontak merupakan
suatu respon inflamasi dari kulit terhadap antigen atau iritan yang bisa menyebabkan
ketidaknyamanan dan rasa malu dan merupakan kelainan kulit yang paling sering pada para
pekerja.4, 5
Dermatitis kontak iritan (DKI) merupakan inflamasi pada kulit yang bermanifestasi sebagai
eritema, edema ringan dan pecah-pecah. DKI merupakan respon non spesifik kulit terhadap
kerusakan kimia langsung yang melepaskan mediator-mediator inflamasi yang sebagian besar
berasal dari sel epidermis.6 DKI dapat diderita oleh semua orang dari berbagai golongan
umur, ras dan jenis kelamin. Jumlah penderita DKI diperkirakan cukup banyak terutama yang
berhubungan dengan pekerjaan (DKI akibat kerja), namun dikatakan angkanya secara tepat
sulit diketahui.1
DKI merupakan hasil klinik dari inflamasi yang berasal dari pelepasan sitokin-sitokin
proinflamasi dari sel-sel kulit (prinsipnya kerartinosit), biasanya sebagai respon terhadap
rangsangan kimia. Bentuk klinik yang berbeda-beda bisa terjadi. Tiga perubahan
patofosiologi utama adalah disrupsi sawar kulit, perubahan seluler epidermis dan pelepasan
sitokin.6 Iritan pada DKI meliputi yang ditemui sehari-hari seperti air, deterjen, berbagai
pelarut, asam, bassa, bahan adhesi, cairan bercampur logam dan friksi. Sering bahan-bahanini bekerja bersama untuk merusak kulit. Iritan merusak kulit dengan cara memindahkan
minyak dan pelembab dari lapisan terluar, membiarkan iritan masuk lebih dalam dan
menyebabkan kerusakan lebih lanjut dengan memicu inlamasi.7
DKI masih belum banyak diketahui bila dibandingkan dengan dermatitis kontak alergi
(DKA). Kebanyakan artikel tentang dermatitis kontak konsern pada DKA. Tidak ada uji
diagnostik untuk DKI. Diagnosis adalah berdasarkan ekslusi penyakit kutan lainnya
(khususnya DKA) dan pada penampakan klinis dermatitis pada tempat yang terpapar dengan
cukup terhadap iritan yang diketahui.6 Terkadang penampakan klinis DKI kronik mirip
dengan DKA. Beberapa sumber menyatakan DKI kronik pada telapak tangan dan telapak
kaki sulit dibedakan dengan DKA.1,8 Dalam penatalaksanaan DKI, penting bagi penderitadan dokter untuk mengetahui substansi yang menyebabkan penyakitnya tersebut sehingga
dapat diberikan terapi yang lebih efisien dan efektif.7
Makalah ini membahas kasus DKI yang mengenai seorang penderita pada daerah telapak
tangan dan telapak kakinya setelah terpapar substansi deterjen.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
DKI merupakan reaksi peradangan kulit nonimunologik, dimana kerusakan kulit terjadi
langsung tanpa didahului proses sensitisasi.1 Dermatitis kontak iritan (DKI) merupakaninflamasi pada kulit yang bermanifestasi sebagai eritema, edema ringan dan pecah-pecah.
8/12/2019 Laporan Kasus Dermatitis Kontak Iritan 5
http://slidepdf.com/reader/full/laporan-kasus-dermatitis-kontak-iritan-5 2/9
DKI merupakan respon non spesifik kulit terhadap kerusakan kimia langsung yang
melepaskan mediator-mediator inflamasi yang sebagian besar berasal dari sel epidermis.6
2.2 Epidemiologi
DKI dapat diderita oleh semua orang dari berbagai golongan umur, ras dan jenis kelamin.
Jumlah penderita DKI diperkirakan cukup banyak terutama yang berhubungan dengan pekerjaan (DKI akibat kerja), namun dikatakan angkanya secara tepat sulit diketahui.1 Hal ini
disebabkan antara lain oleh banyaknya penderita dengan kelainan ringan tidak datang
berobat, atau bahkan tidak mengeluh.
Di Amerika, DKI sering terjadi di pekerjaan yang melibatkan kegiatan mencuci tangan atau
paparan berulang kulit terhadap air, bahan makanan atau iritan lainnya. Pekerjaan yang
berisiko tinggi meliputi bersih-bersih, pelayanan rumah sakit, tukang masak, dan penata
rambut. 80% Dermatitis tangan okupasional karena iritan, lebih sering mengenai tukang
bersih-bersih, penata rambut dan tukang masak. Prevalensi dermatitis tangan karena
pekerjaan ditemukan sebesar 55,6% di ICU dan 69,7% pada pekerja yang sering terpapar
(dilaporkan dengan frekuensi mencuci tangan >35 kali setiap pergantian). Penelitian
menyebutkan frekuensi mencuci tangan >35x tiap pergantian memiliki hubungan kuatdengan dermatitis tangan karena pekerjaan (OR=4,13). Di Jerman, angka insiden DKI adalah
4,5 setiap 10.000 pekerja, dimana insiden tertinggi ditemukan pada penata rambut (46,9 kasus
per 10.000 pekerja setiap tahunnya), tukang roti dan tukang masak.6,7
Berdasarkan jenis kelamin, DKI secara signifikan lebih banyak pada perempuan dibanding
laki-laki. Tingginya frekuensi ekzem tangan pada wanita dibanding pria karena faktor
lingkungan, bukan genetik. Berdasarkan usia, DKI bisa muncul pada berbagai usia. Banyak
kasus karena dermatitis ”diaper” (popok) terjadi karena iritan kulit langsung pada urine dan
feses. Seorang yang lebih tua memiliki kulit lebih kering dan tipis yang tidak toleran terhadap
sabun dan pelarut. DKI bisa mengenai siapa saja, yang terpapar iritan dengan jumlah yang
sufisien, tetapi individu dengan dengan riwayat dermatitis atopi lebih mudah terserang.6,7
2.3 Etiologi
Penyebab munculnya DKI adalah bahan yang bersifat iritan, misalnya bahan pelarut,
deterjen, minyak pelumas, asam alkali, serbuk kayu, bahan abrasif, enzim, minyak, larutan
garam konsentrat, plastik berat molekul rendah atau bahan kimia higroskopik. 1, 2, 6, 9, 10,
11 Kelainan kulit yang muncul bergantung pada beberapa faktor, meliputi faktor dari iritan
itu sendiri, faktor lingkungan dan faktor individu penderita. Dapat dilihat pada tabel berikut.
Iritan adalah substansi yang akan menginduksi dermatitis pada setiap orang jika terpapar pada
kulit: dalam konsentrasi yang cukup, pada waktu yang sufisien dengan frekuensi yang
sufisien. Masing-masing individu memiliki predisposisi yang berbeda terhadap berbagaiiritan, tetapi jumlah yang rendah dari iritan menurunkan dan secara bertahap mencegah
kecenderungan untuk meninduksi dermatitis.10 Fungsi pertahanan dari kulit akan rusak baik
dengan peningkatan hidrasi dari stratum korneum (oklusi, suhu dan kelembaban tinggi,
bilasan air yang sering dan lama) dan penurunan hidrasi (suhu dan kelembaban rendah).
Tidak semua pekerja di area yang sama akan terkena. Siapa yang terkena tergantung pada
predisposisi individu (rowayat atopi misalnya), personal hygiene dan luas dari paparan. Iritan
biasanya mengenai tangan atau lengan. Efek dari iritan merupakan concentration-dependent,
sehingga hanya mengenai tempat primer kontak.10
2.4 Patogenesis
Kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel yang disebabkan oleh bahan iritan melalui kerjakimiawi atau fisis. Bahan iritan merusak lapisan tanduk, denaturasi keratin, menyingkirkan
8/12/2019 Laporan Kasus Dermatitis Kontak Iritan 5
http://slidepdf.com/reader/full/laporan-kasus-dermatitis-kontak-iritan-5 3/9
lemak lapisan tanduk dan mengubah daya ikat air kulit.
Kebanyak bahan iritan (toksin) merusak membran lemak keratinosit tetapi sebagian dapat
menembus membran sel dan merusak lisosom, mitokondria atau komplemen inti. Kerisakan
membran mengaktifkan fosfolipase dan melepaskan asam arakidonat (AA), diasilgliserida
(DAG), platelet actifating factor (PAF) dan inositida (IP3). AA dirubah menjadi
prostaglandin (PG) dan leukotrin (LT). PG dan LT menginduksi vasodilatasi, danmeningkatkan permeabilitas vaskuler sehingga mempermudah transudasi komplemen dan
kinin. PG dan LT juga bertindak sebagai kemoatraktan kuat untuk limfosit dan neutrofil, serta
mengaktifasi sel mas melepaskan histamin, LT dan PG lain, dan PAF, sehingga memperkuat
perubahan vaskuler.
DAG dan second messenger lain mengstimulasi ekspresi gen dan sintesis protein, misalnya
interleukin-1 (IL-1) dan granulocyt-macrophage colony stimulating factor (GMCSF). IL-1
mengaktifkan sel T-penolong mengeluarkan IL-2 an mengekspresi reseptor IL-2 yang
menimbulkan stimulasi autokrin dan proliferasi sel tersebut.
Keratinosit juga membuatmolekul permukaan HLA-DR dan adesi intrasel- (ICAM-1). Pada
kontak dengan iritan, keratinosit juga melepaskan TNFά, suatu sitokin proinflamasi yang
dapat mengaktifasi sel T, makrofag dan granulosit, menginduksi ekspresi molekul adesi seldan pelepasan sitokin.
Rentetan kejadian tersebut menimbulkan gejala peradangan klasik di tempat terjadinya
kontak di kulit berupa eritema, edema, panas, nyeri, bila iritan kuat. Bahan iritan lemah akan
menimbulkan kelainan kulit setelah berulang kali kontak, dimulai dengan kerusakan stratum
korneum oleh karena delipidasi yang menyebabkan desikasi dan kehilangan fungsi sawarnya,
sehingga mempermudah kerusakan sel dibawahnya oleh iritan.1
2.5 Klinis
a.Riwayat Penyakit
Riwayat yang terperinci sangat dibutuhkan karena diagnosis dari DKI tergantung pada
adanya riwayat paparan iritan kutaneus yang mengenai tempat-tempat pada tubuh. Tes tempel
juga digunakan pada kasus yang berat atau persisten untuk menyingkirkan DKA. Gejala
subjektif primer biasanya meliputi hal-hal sebagai berikut6:
Riwayat paparan yang cukup terhadap iritan kulit
Onset gejala muncul dalam beberapa menit hingga beberapa jam pada DKI akut. Pada DKI
subakut merupakan ciri iritan tertentu seperti benzalkonium klorida (ada pada disinfektak)
yang mendatangkan reaksi radang 8-24 jam setelah paparan. Onset dan gejala bisa tertunda
beberapa minggu pada DKI kumulatif.
Nyeri, rasa terbakar, rasa tersengat atau tidak nyaman pada fase awal.
Gejala subjektif lainnya meliputi: onset dalam 2 minggu paparan dan adalanya keluhan yang
sama pada rekan kerja atau anggota keluarga lainnya. DKI okupasional biasanya terjadi padakaryawan baru atau mereka yang belum belajar untuk melindungi kulitnya dari iritan.
Individu dengan dermatitis atopik (khususnya pada tangan) rentan terhadap DKI tangan.6
b.Pemeriksaan Fisik
Kriteria diagnostik primer DKI menurut Rietschel meliputi:6
Makula eritema, hiperkeratosis atau fisura yang menonjol.
Kulit epidermis seperti terbakar
Proses penyembuhan dimulai segera setelah menghindari paparan bahan iritan
Tes tempel negatif dan meliputi semua alergen yang mungkin
Kriteria objektif minor meliputi:
Batas tegas pada dermatitisBukti pengaruh gravitasi seperti efek menetes
8/12/2019 Laporan Kasus Dermatitis Kontak Iritan 5
http://slidepdf.com/reader/full/laporan-kasus-dermatitis-kontak-iritan-5 4/9
Kecenderungan untuk menyebar lebih rendah dibanding DKA
Untuk kepentingan pengobatan, berdasarkan perjalanan penyakit dan gejala klinis DKI
dikelompokkan menjadi DKI akut, lambat akut dan kumulatif. Ada pula bentuk DKI lainnya
yaitu: reaksi iritan, DKI traumatik, DKI noneritematosa dan DKI subyektif.
Tabel 2. Perbedaan DKI Akut, Lambat Akut dan Kumulatif 1, 6
2.6 Histopatologik
Gambaran histtopatologik DKI tidak karakteristik. Pada DKI akut (oleh iritan primer), dalam
dermis terjadi vasodilatasi dan sebukan sel mononuklear di sekitar pembuluh darah dermis
bagian atas. Eksositosis di epidermis diikuti spongiosis dan edema intrasel dan akhirnya
menjadi nekrosis epidermal. Pada keadaan berat, kerusakan epidermis dapat menimbulkan
vesikel atau bila. Di dalam vesikel atau bula ditemukan limfosit atau neutrofil.1, 6 Pada DKI
kronis adalah hiperkeratosis dengan area parakeratosis, akantosis dan perpanjangan reteridges.6
2.6Diagnosis
Diagnosis DKI didasarkan anamnesis yang cermat dan pengamatan gambaran klinis. DKI
akut lebih mudah diketahui karena munculnya lebih cepat sehingga penderita pada umumnya
masih ingat apa yang menjadi penyebabnya. Sebaliknya DKI kronis timbul lambat serta
mempunyai variasi gambaran klinis yang luas, sehingga kadang sulit dibedakan dengan
DKA. Untuk ini diperlukan uji tempel dengan bahan yang dicurigai.1
2.8 Pemeriksaan Laboratorium6Pemeriksaan kultur bakteri bisa dilakukan apabila ada komplikasi infeksi sekunder bakteri.
Pemeriksaan KOH bisa dilakukan dan sampel mikologi bisa diambil untuk menyingkirkan
infeksi tinea superficial atau kandida, bergantung pada tempat dan bentuk lesi.
Uji tempel dilakukan untuk mendiagnosis DKA, tetapi bukan untuk membuktikan adanya
iritan penyebab munculnya DKI. Diagnosis adalah berdasarkan eksklusi DKA dan riwayat
paparan iritan yang cukup
Biopsi kulit bisa membantu menyingkirkan kelainan lain seperti tinea, psoriasis atau limfoma
sel T
2.9 Penatalaksanaan
Upaya pengobatan DKI yang terpenting adalah menghindari pajanan bahan iritan, baik yang
bersifat mekanik, fisis atau kimiawi serta menyingkirkan faktor yang memperberat. Bila
8/12/2019 Laporan Kasus Dermatitis Kontak Iritan 5
http://slidepdf.com/reader/full/laporan-kasus-dermatitis-kontak-iritan-5 5/9
dapat dilakukan dengan sempurna dan tanpa komplikasi, maka tidak perlu pengobatan topikal
dan cukup dengan pelembab untuk memperbaiki kulit yang kering.
Apabila diperlukan untuk mengatasi peradangan dapat diberikan kortikosteroid topikal.
Pemakaian alat perlindungan yang adekuat diperlukan bagi mereka yang bekerja dengan
bahan iritan sebagai upaya pencegahan.
a.Dermatitis akutUntuk dermatitis akut, secara lokal diberikan kompres larutan garam fisiologis atau larutan
kalium permanganas 1/10.000 selama 2-3 hari dan setelah mengering diberi krim yang
mengandung hidrokortison 1-2,5%.
Secara sistemik diberikan antihistamin (CTM 3x1 tablet.hari) untuk menghilangkan rasa
gatal. Bila berat/luas dapat diberikan prednison 30 mg/hari dan bila sudah ada perbaikan
dilakukan tapering. Bila terdapat infrksi sekunder diberikan antibiotik dengan dosis 3x500
mg selama 5-7 hari.12
b.Dermatitis kronik
Topikal diberikan salep mengandung steroid yang lebih poten seperti hidrokortison yang
mengalami fluorinasi seperti desoksimetason, diflokortolon. Sistemik diberikan antihistamin
(CTM 3x1 tablet.hari) untuk menghilangkan rasa gatal.12
2.10 Komplikasi6
Adapun komplikasi DKI adalah sebagai berikut:
DKI meningkatkan risiko sensitisasi pengobatan topikal
Lesi kulit bisa mengalami infeksi sekunder, khususnya oleh Stafilokokus aureus
Neurodermatitis sekunder (liken simpleks kronis) bisa terjadi terutapa pada pekerja yang
terpapar iritan di tempat kerjanya atau dengan stres psikologik
Hiperpigmentasi atau hipopignemtasi post inflamasi pada area terkena DKI
Jaringan parut muncul pada paparan bahan korosif, ekskoriasi atau artifak.
2.11Prognosis
Prognosis baik pada individu non atopi dimana DKI didiagnosis dan diobati dengan baik.
Individu dengan dermatitis atopi rentan terhadap DKI. Bila bahan iritan tidak dapat
disingkirkan sempurna, prognosisnya kurang baik, dimana kondisi ini sering terjadi DKI
kronis yang penyebabnya multifaktor.1,6
BAB III
KASUS
3.1 Identitas Penderita Nama : KNY
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 19 tahun
Suku : Bali
Agama : Hindu
Alamat : Jl. P. Riau 24 Aspol Sanglah Denpasar
Pekerjaan : Pegawai swasta
3.2 Anamnesis
Keluhan utama: Kulit mengelupas
Riwayat Penyakit Sekarang:Pasien datang dengan keluhan kulit mengelupas di ujung jari-jari kedua tangan dan telapak
8/12/2019 Laporan Kasus Dermatitis Kontak Iritan 5
http://slidepdf.com/reader/full/laporan-kasus-dermatitis-kontak-iritan-5 6/9
kaki. Keluhan ini sudah dirasakan sejak 3 bulan yang lalu. Awalnya kulit dikatakan terlihat
kemerahan dan bintik-bintik merah, kemudian kulit pasien seperti bersisik dan mengelupas.
Keluhan ini dikatakan muncul setelah pasien mencuci dengan detergen attack. Keluhan
dikatakan sempat berkurang setelah pasien berhenti mencuci dengan tangan, namun
kemudian muncul kembali beberapa minggu setelah pasien kembali mencuci menggunakan
detergen dengan tangannya. Dikatakan kaki pasien juga terkena air cucian yang mengandungdetergen.
Pasien juga mengeluh perih pada ujung jari-jari kedua tangannya. Keluhan ini dirasakan sejak
3 bulan yang lalu bersamaan dengan munculnya kemerahan dan pengelupasan kulit. Keluhan
kulit terasa lebih tebal ada, gatal tidak ada. Keluhan timbulnya lesi yang sama pada lipatan
siku dan lutut tidak ada.
Riwayat Pengobatan: pasien belum mendapatkan pengobatan sebelumnya.
Riwayat Alergi Makanan: tidak ada
Riwayat Penyakit Terdahulu: pasien pernah mengalami sakit yang sama di lokasi yang sama
setelah mencuci dengan tangan menggunakan deterjen. Pasien tidak menderita asma, tidak
pernah mengalami sering gatal-gatal atau kemerahan sebelumnya.
Riwayat Sosial: pasien di rumahnya sehari-hari mencuci pakaian dan perabotan dengantangan menggunakan detergen.
3.3 Pemeriksaan Fisik
Status Present: Keadaan umum : baik
Tekanan darah : 120/90 mmHg
Nadi : 84x/menit
RR : 20x/menit
T’ax : 360C
Status General : dalam batas normal
Status Dermatologis :
Lokasi : jari-jari kedua tangan dan ujung telapak kaki
Efloresensi : tampak plak, batas tidak tegas, geografika,
dengan skuama kasar barwarna putih di atasnya dan pada
telapak kaki terdapat fisura.
Stigmata atopi : tidak ditemukan
Mukosa : dalam batas normal
Rambut : dalam batas normal
Kuku : dalam batas normal, kuku tidak dicat
Kelenjar limfe : tidak ditemukan pembesaran kelenjar getah bening
regional maupun sistemik
Syaraf : tidak ditemukan penebalan saraf perifer dan penurunansensibilitas
3.4 Resume
Penderita, perempuan, 19 tahun, Hindu, Bali dengan keluhan kulit ujung jari kedua tangan
dan telapak kaki mengelupas sejak 3 bulan yang lalu, awalnya bintik-bintik dan kemerahan
dan berisik. Kulit dirasa tebal dan perih. Gatal tidak ada. Muncul setelah mencuci dengan
detergen, sempat berkurang setelah berhenti mencuci dengan tangan, muncul lagi beberapa
minggu setelah kembali mencuci menggunakan detergen dengan tangannya. Riwayat
pengobatan: tidak ada. Riwayat alergi makanan: tidak ada. Riwayat penyakit terdahulu:
pernah mengalami sakit yang sama di lokasi yang sama setelah mencuci dengan tangan
menggunakan deterjen. Riwayat sosial: sehari-hari mencuci pakaian dan perabotan dengantangan menggunakan detergen.
8/12/2019 Laporan Kasus Dermatitis Kontak Iritan 5
http://slidepdf.com/reader/full/laporan-kasus-dermatitis-kontak-iritan-5 7/9
3.5 Diagnosis Kerja
Dermatitis Kontak Iritan Kronis
3.6Terapi
Desoximetasone 2,5mg%KIE: hindari kontak dengan detergen, bila ingin mencuci untuk sementara menggunakan
mesin cuci atau minta tolong anggota keluarga lain atau bila terpaksa tidak mencuci setiap
hari untuk menghindari frekunsi paparan yang sering. Bila terpaksa harus mencuci,
hendaknya memakai sarung tangan. Setelah mencuci, pasien disarankan membersihkan
tangan dari iritan menggunakan pembersih yang ringan. Pasien disarankan secara teratur
memakai pelembab kulit.
BAB IV
PEMBAHASAN
DKI merupakan reaksi peradangan kulit nonimunologik, dimana kerusakan kulit terjadilangsung tanpa didahului proses sensitisasi.1 DKI sering terjadi di pekerjaan yang melibatkan
kegiatan mencuci tangan atau paparan berulang kulit terhadap air, bahan makanan atau iritan
lainnya. Pekerjaan yang berisiko tinggi meliputi bersih-bersih, pelayanan rumah sakit, tukang
masak, dan penata rambut. 80% Dermatitis tangan okupasional karena iritan, lebih sering
mengenai tukang bersih-bersih, penata rambut dan tukang masak. Berdasarkan jenis kelamin,
DKI secara signifikan lebih banyak pada perempuan dibanding laki-laki.6,7 Secara
epidemiologis, hal-hal tersebut di atas dapat ditemukan pada kasus ini. Pasien pada kasus ini
adalah seorang wanita dimana dari hasil anamnesis pasien sehari-hari sering melakukan
aktivitas mencuci yang melibatkan tangan dengan menggunakan detergen.
Iritan adalah substansi yang akan menginduksi dermatitis pada setiap orang jika terpapar pada
kulit: dalam konsentrasi yang cukup, pada waktu yang cukup dengan frekuensi yang adekuat.
Masing-masing individu memiliki predisposisi yang berbeda terhadap berbagai iritan.10 Pada
pasien ini, lesi yang dialaminya tidak hanya diakibatkan oleh iritan yang terkandung dalam
detergen, namun juga terdapat faktor lingkungan dan faktor individu yang ikut berperan
dalam terjadinya lesi pada pasien.
Dari faktor iritannya, dari anamnesis dikatakan keluhan muncul sejak 3 bulan yang lalu, dan
pasien sempat keluhannya berkurang ketika berupaya untuk menghindari mencuci dengan
detergen, namun keluhan bertambah ketika setelah beberapa minggu pasien kembali mencuci
dengan tangan menggunakan detergen. Dari kondisi tersebut dapat dilihat adanya faktor lama
dan frekuensi paparan yakni adanya paparan yang berulang tapi ringan pada pasien. Dari
faktor lingkungan, aktivitas mencuci menggunakan tangan yang sering setiap harinya pada pasien merupakan aktivitas yang melibatkan gesekan dan berisiko terjadinya trauma mikro
serta kelembaban rendah. Dari faktor individu, keluhan yang muncul kembali dan makin
bertambah berat ketika pasien kembali mencuci dengan tangan menggunakan detergen,
terjadi akibat belum pulihnya sawar kulit dengan baik namun sudah disusul oleh kontak iritan
berikutnya sehingga menimbulkan kelainan kulit.1,6 Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
gambar 1.
Gambar 2. Diagram Ilustrasi Hubungan Frekuensi dan Lama Pajanan pada DKI
Kumulatif/Kronis. Kiri: Bila jarak waktu iritasi pertama dan berikutnya cukup lama sehingga
terjadi perbaikan fungsi sawar kulit, maka tidak menimbulkan kelainan. Kanan: Bilakerusakan sawar kulit belum pulih benar sudah disusul oleh kontak iritan berikutnya, maka
8/12/2019 Laporan Kasus Dermatitis Kontak Iritan 5
http://slidepdf.com/reader/full/laporan-kasus-dermatitis-kontak-iritan-5 8/9
kelainan kulti akan timbul.(K:kerusakan; t: waktu; pk: penampilan klinis).1
Secara klinis pada kasus dapat digolongkan menjadi DKI kumulatif/kronis. Hal ini sesuai
dengan hal-hal yang tercakup didalamnya yakni penyebabnya adalah iritan lemah, onset
berminggu-minggu/bulan/tahun, kulit tampak kering, eritema, skuama, hiperkeratosis &
likenifikasi, difus, bila terus-terusan dapat retak, fisura; adanya riwayat kontak berulang-ulang dan berhubungan dengan pekerjaan.1 Pada pasien dari anamnesis diketahui pasien
mengeluh kulit mengelupas, tebal dan perih dengan onset 3 bulan yang lalu, dengan paparan
detergen (iritan lemah), dan aktivitas sehari-hari sering mencuci dengan tangan menggunakan
detergen. Dari pemeriksaan fisik ditemukan plak dengan skuama dan pada telapak kaki telah
terdapat fisura dan tidak ditemukan kelainan di daerah fleksura.
Pada DKI, riwayat yang terperinci sangat dibutuhkan karena diagnosis dari DKI tergantung
pada adanya riwayat paparan iritan kutaneus yang mengenai tempat-tempat pada tubuh.
Diagnosis DKI didasarkan anamnesis yang cermat dan pengamatan gambaran klinis. Dari
anamnesis dan pemeriksaan fisik telah diuraikan pada paragraf sebelumnya, pada penderita
ini termasuk dalam DKI kronis.
Upaya pengobatan DKI yang terpenting adalah menghindari pajanan bahan iritan, baik yang bersifat mekanik, fisis atau kimiawi serta menyingkirkan faktor yang memperberat.1 Bila
dapat dilakukan dengan sempurna dan tanpa komplikasi, maka tidak perlu pengobatan topikal
dan cukup dengan pelembab untuk memperbaiki kulit yang kering. Apabila diperlukan untuk
mengatasi peradangan dapat diberikan kortikosteroid topikal. Pemakaian alat perlindungan
yang adekuat diperlukan bagi mereka yang bekerja dengan bahan iritan sebagai upaya
pencegahan.1
Untuk DKI kronis, secara topikal diberikan salep mengandung steroid yang lebih poten
seperti hidrokortison yang mengalami fluorinasi seperti desoksimetason, diflokortolon.
Sistemik diberikan antihistamin (CTM 3x1 tablet.hari) untuk menghilangkan rasa gatal.12
Pada pasien ini obat yang diberikan adalah kortikosteroid topikal desoximetasone 2,5mg%.
Hal ini sesuai untuk DKI kronis, karena desoximetasone 2,5mg% merupakan kortikosteroid
potensi tinggi yang memiliki efek anti inflamasi kuat. Pasien tidak diberikan antihistamin
karena pasien tidak mengalami keluhan gatal.1, 12
Pasien juga diberikan KIE untuk menghindari kontak dengan detergen, bila ingin mencuci
untuk sementara menggunakan mesin cuci atau minta tolong anggota keluarga lain atau bila
terpaksa tidak mencuci setiap hari untuk menghindari frekunsi paparan yang sering. Bila
terpaksa harus mencuci, hendaknya memakai sarung tangan. Setelah mencuci, pasien
disarankan membersihkan tangan dari iritan menggunakan pembersih yang ringan. Pasien
disarankan secara teratur memakai pelembab kulit.
Adapun KIE ini bertujuan untuk menghindari pajanan iritan (detergen) dan menyingkirkan
faktor yang memperberat (kekerapan, kelembaban, trauma fisik). Penggunaan pelembab kulitsecara teratur dikatakan dapat mencegah DKI karena deterjen. Pemakaian pembersih yang
ringan seusai melakukan aktivitas mencuci bertujuan untuk meningkatkan kebersihan pribadi
dan untuk membiasakan bekerja secara hati-hati.1, 6, 7, 10
BAB V
RINGKASAN
Telah dilaporkan kasus dengan Dermatitis Kontak Iritan (DKI) Kronis pada penderita
perempuan 19 tahun. DKI merupakan reaksi peradangan kulit nonimunologik, dimana
kerusakan kulit terjadi langsung tanpa didahului proses sensitisasi. DKI merupakan respon
non spesifik kulit terhadap kerusakan kimia langsung yang melepaskan mediator-mediator
inflamasi yang sebagian besar berasal dari sel epidermis. DKI sering terjadi di pekerjaan yangmelibatkan kegiatan mencuci tangan atau paparan berulang kulit terhadap air, bahan makanan
8/12/2019 Laporan Kasus Dermatitis Kontak Iritan 5
http://slidepdf.com/reader/full/laporan-kasus-dermatitis-kontak-iritan-5 9/9
atau iritan lainnya. Penyebab munculnya DKI adalah bahan yang bersifat iritan. Kelainan
kulit yang muncul bergantung pada beberapa faktor, meliputi faktor dari iritan itu sendiri,
faktor lingkungan dan faktor individu penderita. Untuk kepentingan pengobatan, berdasarkan
perjalanan penyakit dan gejala klinis DKI dapat dikelompokkan menjadi DKI akut, lambat
akut dan kumulatif. Diagnosis DKI didasarkan anamnesis yang cermat khususnya adanya
riwayat paparan iritan dan pengamatan gambaran klinis. Upaya pengobatan DKI yangterpenting adalah menghindari pajanan bahan iritan dan menyingkirkan faktor yang
memperberat. Apabila diperlukan untuk mengatasi peradangan dapat diberikan kortikosteroid
topikal.
Pada penderita ini telah digali riwayat adanya pengelupasan pada ujung jari kedua tangan dan
kedua telapak kaki sejak 3 bulan, penebalan kulit, rasa perih, riwayat paparan deterjen dalam
aktivitas sehari-hari. Dari pemeriksaan fisik ditemukan plak berbatas tidak tegas dengan
skuama kasar putih serta pada telapak kaki juga terdapat fisura. Pada penderita ini telah
diberikan pengobatan desoximetasone 2,5mg% serta KIE mengenai DKI, upaya menghindari
paparan dan mencegah timbulnya kembali DKI.
DAFTAR PUSTAKA
1.Sularsito, S. A., dan Djuanda, S. Dermatitis. Dalam: Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta; 2005. hal:129-153.
2.Contact Dermatitis. University of Virginia Health System; 2005. Available at:
http://www.w3.org/TR/xhtml1/DTD/xhtml1-transitional.dtd
3.Lehrer, M. S. Contact dermatitis. Medline Plus Medical Encyclopedia; 2006. Available at:
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus.html
4.Michael, J. A. Dermatitis, Contact. Emedicine; 2005. Available at:
http://www.emedicine.com/specialties.htm
5.Schalock, P. C. Dermatitis. Merck Manual Home Edition; 2006. Available at:
http://www.merck.com
6.Hogan, D. Contact Dermatitis, Irritant. Emedicine; 2006. Available at:
http://www.emedicine.com/specialties.htm
7.Irritant Contact Dermatitis. DermsnetMZ; 2007. Available at: http://dermnetnz.org
8.Jovanovi, D. L. et al. Chronic Contact Allergic And Irritant Dermatitis Of Palms And
Soles: Routine Histopathology Not Suitable For Differentiation. Acta Dermatoven APA Vol
12, No 4; 2003.p:127-99.Dermatitis, Irritant Contact. VisualDxHealth; 2007. Available at: http://visualdxhealth.com
10.A Guide To Occupational Skin Disease. In: Occupational Safety and Health Information
Series. Occupational Safety and Health Service. Department of Labour Wellington. New
Zealand; 1995
11.What is occupational irritant contact dermatitis? Canada’s National Occupational Health
and Safety Resources; Available at: http://www.ccohs.ca
12.Dermatitis. Dalam: Pedoman Diagnosis dan Terapi Penyakit Kulit dan Kelamin RSUP
Sanglah Denpasar. Lab/SMF. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin FK Unud/RSUP Sanglah.
Denpasar. Bali; 2000.