laporan kasus btkv
-
Upload
delvinat10 -
Category
Documents
-
view
49 -
download
16
description
Transcript of laporan kasus btkv
BAGIAN ILMU BEDAH LAPORAN KASUS
FAKULTAS KEDOKTERAN OKTOBER 2015
UNIVERSITAS HASANUDDIN
PNEUMOTHORAX
DISUSUN OLEH:
Delvina Tandiari
C111 11 140
PEMBIMBING:
dr. Ahmad Randy
SUPERVISOR:
dr. Muhammad Nuralim Mallapasi, Sp.BTKV
BAGIAN ILMU PENYAKIT BEDAH
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2015
LEMBAR PENGESAHAN
Yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa:
Nama : Delvina Tandiari
Nim : C111 11 140
Judul Laporan Kasus : Pneumothorax
Universitas : Universitas Hasanuddin
Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada Bagian Ilmu Bedah
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar
Makassar, Oktober 2015
Mengetahui,
Dokter Muda Pembimbing
Delvina Tandiari dr. Ahmad Randy
Supervisor
dr. Muhammad Nuralim Mallapasi, Sp.BTKV
BAB 1
LAPORAN KASUS
PNEUMOTHORAX
I. ABSTRAK
Efusi Pleura adalah akumulasi cairan abnormal di dalam kavum pleura, dapat berupa
transudat atau eksudat tergantung komposisi dan patofisiologi yang mendasarinya. Rata-rata
jumlah cairan pleura dalam keadaan normal adalah 5-10 ml.(1)
Dilaporkan seorang laki-laki, usia 17 tahun dikonsul dari bagian bedah digestif
dengan keluhan utama sesak nafas. Keluhan ini dialami sejak 2 minggu yang lalu, dirasakan
semakin memberat hingga saat ini. Sesak terasa berkurang bila pasien berbaring dengan
posisi miring ke arah kanan. Keluhan ini disertai dengan nyeri dada, terutama saat pasien
menarik nafas atau batuk. Keluhan batuk ada, dialami sekitar 1 minggu yang lalu, tidak ada
lendir. Pada pemeriksaan fisis thoraks, ditemukan pergerakan hemithoraks kanan tertinggal
dibanding hemithoraks kiri, sela iga tidak melebar, terdapat penggunaan otot bantu nafas,
palpasi taktil fremitus hemithoraks kanan kesan melemah dibanding hemithoraks kiri, perkusi
pada hemithoraks kanan pekak mulai setinggi ICS IV kebawah, auskultasi bunyi pernapasan
hemithoraks kanan melemah dibanding hemithoraks kiri. Pada pemeriksaan penunjang foto
thoraks AP memberikan gambaran perselubungan homogen pada hemithoraks kanan setinggi
ICS IV kanan depan yang menutupi sinus costophrenicus dan diafragma kanan, kesan adalah
efusi pleura kanan.
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis dan pemeriksaan penunjang maka pasien
ini didiagnosis sebagai efusi pleura dekstra dan direncanakan untuk pemasangan chest tube
dan water sealed drainage (WSD).
Kata kunci : pleura, efusi pleura, transudat, eksudat, chest tube, water sealed drainage
(WSD)
II. PENDAHULUAN
Karateristik efusi pleura adalah terisinya kavum pleura secara abnormal dengan cairan
transudat atau eksudat oleh etiologi yang bervariasi. Cairan yang mengisi kavum pleura dapat
berasal dari kapiler-kapiler pleura, ruang interstitial paru, pembuluh limfe intrathorakal,
pembuluh darah intrathorakal atau kavum peritoneum. (2)
Cairan pleura terutama disekresikan dari pleura parietalis dengan kecepatan 0,01
ml/KgBB/Jam dan diabsorbsi oleh pembuluh limfe pada pleura parietalis. Adanya
mekanisme patogenik yang bervariasi dapat mengganggu keseimbangan proses sekresi dan
absorbsi cairan pleura sehingga terjadi akumulasi cairan abnormal pada kavum pleura yang
dikenal dengan istilah efusi pleura.(1)
Efusi pleura adalah sebuah kasus yang umum, berdasarkan penelitian maka insiden
efusi pleura di Amerika Serikat mencapat 1,5 juta penduduk per tahun. Selain melalui
anamnesis dan pemeriksaan fisis, diagnosis efusi pleura juga dapat ditegakkan dengan
pemeriksaan penunjang seperti foto thoraks konvensional, ultrasonografi dan CT-scan
thoraks.(1, 3)
Laporan kasus ini memberikan gambaran secara singkat mengenai efusi pleura
dengan tujuan untuk memaparkan judul ini dari segi klinis dan teori.
III. PRESENTASI KASUS
A. Identitas Pasien
Nama : Tn. S
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Umur : 17 tahun
Alamat : Binuang II, Polman
No. Rekam Medik : 684483
Tggl. Masuk RS : 13 Oktober 2014
B. Anamnesis
Keluhan Utama : Sesak nafas
Anamnesis Terpimpin : Dialami sejak 2 minggu yang lalu, setiap hari dirasakan
semakin memberat hingga saat ini. Sesak tidak dipengaruhi oleh aktifitas. Sesak
terasa berkurang bila pasien berbaring dengan posisi miring ke arah kanan. Nyeri
dada ada terutama saat pasien menarik nafas dan batuk. Batuk ada, dialami sejak 1
minggu yang lalu, tidak ada lendir. Riwayat demam tidak ada. Riwayat berobat OAT
tidak ada. Riwayat hipertensi tidak ada. Riwayat trauma tidak ada. Riwayat operasi
laparatomi eksplorasi 2 bulan lalu di RSUD Polman, hasil PA adenokarsinoma
mesenterium. Saat ini pasien dirawat oleh bagian bedah digestif untuk menjalani
kemoterapi. Riwayat penyakit yang sama sebelumnya tidak ada.
C. Pemeriksaan Fisis
Status Generalis : Sakit sedang / Gizi kurang/ Compos mentis
Status Vitalis Tekanan darah : 120/70 mmHg
Nadi : 84 x / menit
Pernafasan : 30 x / menit
Suhu : 36,5oC (axilla)
Status Lokalis
Kepala
Rambut : Hitam, lurus, sukar dicabut
Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Hidung : Rinore tidak ada, epistaksis tidak ada
Bibir : Sianosis tidak ada
Leher
Inspeksi : Warna kulit sama dengan sekitar, tidak tampak massa tumor
Palpasi : Tidak ada massa tumor, tidak ada nyeri tekan, tidak ada pembesaran kelenjar getah bening
Thoraks
Inspeksi :Pergerakan hemithoraks kanan tertinggal dibandingkan
hemithoraks kiri, terdapat penggunaan otot bantu
pernafasan, sela iga tidak melebar
Palpasi :Nyeri tekan tidak ada, massa tumor tidak ada, taktil
fremitus hemithoraks kanan kesan melemah dibanding
hemithoraks kiri
Perkusi :Sonor pada hemithoraks kanan setinggi ICS I- ICS IV,
Pekak pada hemithoraks kanan mulai ICS IV kebawah,
batas sonor ke pekak pada ICS V hemithoraks kiri.
Auskultasi :Bunyi pernafasan hemithoraks kanan melemah
dibanding hemithoraks kiri, bunyi pernafasan tipe
vesikuler, tidak ada ronkhi dan wheezing.
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
Perkusi :Pekak pada batas kanan jantung, satu jari dari linea
parasternalis dekstra, batas kiri jantung linea
midclavicularis sinistra, batas atas ICS II sinistra, batas
bawah ICS V sinistra
Auskultasi :Bunyi jantung I dan II, murni, reguler, tidak ada bising
Abdomen
Inspeksi :Tampak scar luka bekas operasi pada linea mediana, ikut
gerak napas, tampak cembung
Auskultasi : Peristaltik kesan normal
Palpasi :Tidak ada nyeri tekan, tidak ada massa tumor, hepar dan
lien sulit dinilai
Perkusi : Pekak
Ekstremitas Inferior Dekstra et Sinistra
Inspeksi :Tidak ada deformitas, edema pretibial dan dorsum pedis
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
D. Foto Klinis
E. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium 10 November 2014
Kesan : bisitopenia, peningkatan aktivitas enzim transaminase, hipoalbuminemia
Foto Thoraks AP 13 November 2014
Pemeriksaan Hasil Nilai normal
WBC 7,31 4.0 - 10.0
RBC 2,07 4.50 - 6.50
HGB 6,4 14.0 - 18.0
HCT 20,1 40.0 - 54.0
PLT 36 150 – 400
MCV 97,1 80-100
MCH 30,9 27-32
MCHC 31,8 32-36
SGOT 144 < 38
SGPT 90 < 41
GDS 107 80-180
Natrium 136 136 – 145
Kalium 3,4 3.5 - 5.1
Klorida 104 97 – 111
Ureum 21 10 – 50
Kreatinin 0,4 < 1,3
CT 7 4 – 10
BT 3’30 1 – 7
PT 10,8 10 – 14
APTT 25,9 22 – 30
Albumin 2,1 3,5-5,0
Ekspertise :
- Tampak perselubungan homogen pada hemithoraks dekstra setinggi ICS IV kanan
depan yang menutupi sinus dan diafragma kanan.
- Cor : Cardiac thoracic index sulit dinilai, kesan membesar, aorta normal
- Tulang-tulang intak
Kesan : Efusi Pleura dekstra
Cardiomegaly
F. Diagnosa Sementara
Efusi pleura dekstra
G. Penatalaksanaan
Rencana pemasangan chest tube dan water sealed drainage (WSD) dekstra
H. Follow up
Pasien setuju untuk dilakukan pemasangan chest tube dan water sealed drainage.
Setelah dilakukan pemasangan chest tube dan water sealed drainage didapatkan produksi
cairan sekitar 1000 cc berwarna kemerahan. Saat ini keadaan pasien jauh lebih baik, sesak
nafas dan nyeri dada mulai berkurang.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
EFUSI PLEURA
I. DEFINISI
Efusi pleura adalah akumulasi cairan patologis pada kavum pleura. Secara fisiologis
jumlah cairan pleura berkisar 5 ml. Volume ini dapat meningkat sebagai konsekuensi
berbagai keadaan patologis yang mengganggu keseimbangan sekresi dan absorbsi cairan
pleura termasuk gagal jantung kongestif, pneumonia, keganasan dan trauma.(3)
Langkah pertama untuk menentukan kausa efusi pleura adalah dengan menentukan
jenis efusi pleura yang dimiliki pasien antara transudat atau eksudat. Transudat disebabkan
oleh peningkatan tekanan hidrostatik (gagal jantung), penurunan tekanan onkotik
(hipoalbuminemia), peningkatan tekanan negatif intrapleura (atelektasis), pergerakan cairan
melalui diafragma (hepatic hidrothoraks). Secara kontras, eksudat disebabkan oleh
peningkatan permeabilitas kapiler atau gangguan drainase limfatik akibat dari proliferatif
(keganasan) atau inflamasi (pneumonia, tuberkulosis paru).(2)
II. EPIDEMIOLOGI
Banyak penyakit yang melibatkan kavum pleura baik pada anak maupun dewasa,
termasuk didalamnya berbagai penyakit umum seperti pneumonia, tuberkulosis paru, kanker
payudara dan gagal jantung. Penyakit pleura biasanya disebabkan oleh efek sekunder dari
proses patologis penyakit lainnya. Efusi pleura adalah manifestasi yang paling umum dari
semua penyakit pleura dan merupakan presentasi umum dari kondisi lainnya seperti gagal
jantung dan gagal ginjal. Diestimasikan 1 juta penduduk Amerika Serikat menderita efusi
pleura tiap tahunnya.(4)
Penyebab umum lainnya adalah keganasan, diestimasikan efusi pleura akibat
keganasan mencapai 150.000 penduduk per tahun di Amerika Serikat. Hampir semua pasien
datang ke dokter dengan keluhan sesak nafas akibat akumulasi cairan dan kompresi parenkim
paru.(4)
III. ETIOLOGI
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa etiologi efusi pleura sangat
bervariasi, maka kemampuan menentukan jenis efusi pleura sangat diperlukan untuk
menunjang ke arah kelainan patologis yang sesuai. Intinya terdapat ketidakseimbangan antara
sekresi dan absorbsi cairan pleura sehingga menimbulkan akumulasi cairan patologis. Berikut
disajikan beberapa kemungkinan penyebab efusi pleura :(2)
Mekanisme Kausa
Peningkatan pembentukan cairan pleura
Peningkatan cairan interstitial dalam paru Gagal ventrikel kiri, pneumonia, emboli paru
Peningkatan tekanan intravaskuler pleura Gagal ventrikel kiri/kanan, sindrom vena
cava superior
Peningkatan permeabilitas kapiler pleura Inflamasi pleura peningkatan kadar VEGF
Penurunan tekanan pleura Atelektasis paru
Peningkatan kadar protein cairan pleura Edema paru, hemothoraks
Akumulasi cairan kavum peritoneum Asites, peritoneal dialysis
Gangguan duktus thoracicus Chylothoraks
Gangguan pembuluh darah thoraks Hemothoraks
Penurunan absorbsi cairan pleura
Obstruksi drainase limfatik pleura parietalis Kanker, limfoma
Elevasi tekanan sistemik vaskuler Sindrom vena cava superior, gagal ventrikel
kanan
IV. PATOFISIOLOGI
Pleura adalah lapisan tipis yang dilindungi oleh lapisan sel mesotelial yang
mengelilingi paru dan melapisi bagian dalam dinding dada. Kavum pleura adalah daerah
diantara dinding dada dan paru-paru, secara normal memiliki tekanan negatif, yang membuat
paru-paru tetap mengembang. Secara fisiologis kavum pleura hanya memiliki beberapa
milliliter cairan pleura yang berfungsi sebagai pelumas paru selama pergerakannya dalam
pernafasan. Cairan dapat berpindah ke kavum pleura dari berbagai bagian tubuh lainnya
karena tekanan yang rendah dan kemampuannya menampung cairan dalam jumlah besar.
Efusi pleura dapat menyebabkan kompresi paru parsial atau komplit, sehingga terdapat
kesulitan bernafas.(4)
Efusi pleura tergantung pada keseimbangan cairan dan protein dalam rongga pleura.
Dalam keadaan normal cairan pleura dibentuk secara lambat sebagai filtrasi melalui
pembuluh darah kapiler. Filtrasi ini terjadi karena perbedaan tekanan osmotik plasma dan
jaringan interstitial submesotelial, kemudian melalui sel mesotelial masuk ke dalam rongga
pleura. Selain itu cairan pleura dapat melalui pembuluh limfe sekitar pleura.(5)
Proses penumpukan cairan dalam rongga pleura dapat disebabkan oleh peradangan.
Bila proses radang oleh kuman piogenik akan terbentuk pus sehingga terjadi empiema. Bila
proses ini mengenai pembuluh darah sekitar pleura dapat menyebabkan hemothoraks. Efusi
cairan dapat berbentuk transudat, terjadinya karena penyakit lain bukan primer paru seperti
gagal jantung kongestif, sirosis hati, sindrom nefrotik, dialysis peritoneum, hipoalbuminemia,
perikarditis konstriktiva, keganasan, atelektasis paru dan pneumothoraks. Efusi eksudat
terjadi bila ada proses peradangan yang menyebabkan permeabilitas kapiler pembuluh darah
meningkat sehingga sel mesotelial berubah menjadi bulat atau kuboidal dan terjadi
pengeluaran cairan ke dalam rongga pleura. Penyebab paling sering adalah tuberkulosis paru,
pneumonia, keganasan paru, pleuritis lupus, pleuritis reumatoid, sarkoidosis, pankreatitis,
asbestosis, pleuritis uremia dan akibat radiasi.(5)
V. DIAGNOSIS
Efusi pleura dapat ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisis serta pemeriksaan
penunjang. Anamnesis riwayat penyakit dan gejala subjektif dapat sangat membantu
diagnosis efusi pleura sekaligus evaluasi terhadap kemungkinan kausa efusi pleura. Bila
jumlah efusi masih sedikit biasanya asimtomatik, seiring peningkatan jumlah efusi maka
gejala-gejala seperti dyspnea, trepopnea, nyeri dada atau batuk dapat ditemukan. Dyspnea
adalah konsekuensi dari kombinasi defek paru restriktif, ketidakseimbangan ventilasi-perfusi,
dan penurunan curah jantung. Walaupun biasanya jumlah efusi berkorelasi dengan tingkat
dyspnea, tetapi dyspnea terkadang tidak sebanding terhadap beratnya efusi pleura. Pasien
dengan penyakit penyerta seperti penyakit paru obstruktif kronik, limfangitis karsinomatous
atau emboli paru dapat merasakan sesak yang hebat walaupun derajat efusi pleura yang
dimiliki masih tergolong ringan-sedang. Trepopnea adalah sebuah sesak yang bergantung
posisi dimana pasien akan merasa lebih nyaman bila berbaring pada sisi yang memiliki efusi
pleura. Nyeri dada biasanya merupakan nyeri yang tajam dan terlokalisir, memburuk pada
inspirasi dalam atau batuk. (2, 6)
Pada pemeriksaan fisis ditemukan, palpasi taktil fremitus tidak ada atau melemah,
perkusi pada daerah efusi akan redup atau pekak. Pada auskultasi, bunyi pernafasan akan
menurun atau tidak terdengar dan perkusi auskultatorik akan abnormal. Sebagai tambahan
maka akan terlihat pergerakan hemithoraks yang sakit akan tertinggal dibandingkan sisi yang
sehat, selain itu akibat kesulitan bernafas, maka pasien akan menggunakan otot-otot bantu
pernafasan pada saat inspirasi.(2, 6)
Bila dari anamnesis dan pemeriksaan fisis dicurigai adanya efusi pleura, maka
pemeriksaan penunjang dapat dilakukan. Pemeriksaan penunjang yang sering digunakan
adalah :(2)
1. Foto thoraks
Posisi PA dan lateral : pada posisi PA maka tampak sinus costophrenicus akan
tumpul bila jumlah cairan mencapai 200 ml. pada posisi lateral maka akan tampak
sinusi costophrenicus posterior akan tumpul bila jumlah cairan mencapai 50 ml.
Peningkatan jumlah efusi akan memberikan gambaran meniscus, paru-paru
menjadi opak dan diafragma akan tertutupi.
Posisi AP : foto thoraks AP akan terlihat abnormal bila jumlah cairan telah
melebihi 300 ml, tanda pertama yang terlihat adalah tumpulnya sinus
costophrenicus pada hemithoraks yang sakit.
Posisi lateral dekubitus : pada posisi ini, cairan bebas dalam kavum pleura sangat
mudah terdeteksi diantara dinding dada dan tepi bawah dari paru-paru.
Torakosentesis diagnostik aman dilakukan apabila jarak dari perpindahan cairan
bebas kavum pleura lebih dari 10 mm.
2. USG thoraks
USG thoraks dapat mendeteksi cairan pada kavum pleura dengan jumlah yang
sangat kecil, mulai 5 ml hingga 50 ml, dan 100 % sensitif untuk efusi.
3. CT-scan thoraks
CT-scan pada kasus efusi pleura dapat digunakan untuk membedakan kumpulan
cairan atau massa, deteksi kumpulan cairan yang terlokulasi, abnormalitas
parenkim paru, menyingkirkan emfiema dengan air-fluid level dari abses paru,
identifikasi penebalan pleura, evaluasi fissura mayor dan minor dan membedakan
efusi kausa jinak atau ganas.
VI. PENATALAKSANAAN
Tujuan utama dari penatalaksanaan efusi pleura adalah meringankan gejala klinis
dengan jalan mengeluarkan akumulasi cairan dari kavum pleura dan menangani penyakit
yang mendasari. Pemilihan terapi biasanya bergantung pada jenis efusi pleura, jumlah efusi
pleura dan penyakit yang mendasari. Prinsip penatalaksanaan pertama adalah menentukan
jenis efusi pleura, transudat atau eksudat. Berikut kriteria yang dapat membedakan antara
transudat atau eksudat :(1)
Transudat Eksudat
Penampakan Jernih Keruh
Leukosit <10.000 /mm3 >50.000 /mm3
pH >7,2 <7,2
Protein <3 g/dl >3 g/dl
Rasio protein cairan pleura
dan serum
< 0,5 > 0,5
LDH < 200 IU/L > 200 IU/L
Rasio LDH cairan pleura
dan serum
< 0,6 > 0,6
Glukosa > 60 mg/dl < 60 mg/dl
Berdasarkan kriteria dari Light, maka efusi transudat tergolong efusi tanpa
komplikasi, dapat ditangani dengan penanganan konservatif atau antibiotik saja. Akan tetapi
efusi eksudat atau efusi transudat dalam jumlah yang sangat banyak harus ditangani dengan
jalan drainase. Pilihan terapi dapat berupa torakosentesis, pemasangan chest tube dan water
sealed drainage, pleurodesis dan pembedahan.(1)
Torakosentesis adalah sebuah prosedur diagnostik yang sangat bermanfaat pada
pasien dengan efusi pleura yang etiologinya belum diketahui. Tidak terdapat kontraindikasi
khusus untuk melakukan torakosentesis, tetapi adanya gangguan hemodinamik, gangguan
pernafasan yang berat atau infeksi pada daerah penusukan perlu dipertimbangkan.
Torakosentesis merupakan prosedur invasif dengan menggunakan jarum yang dimasukkan ke
dalam kavum pleura melalui kulit tepat di ruang interkosta. Sebelum melakukan
torakosentesis, tingkat efusi harus diperhitungkan berdasarkan tempat dimana suara napas
mulai lemah atau hilang pada asukultasi, pekak pada perkusi, dan lemah atau hilangnya vokal
fremitus. Penusukan dilakukan pada satu atau dua ruang interkosta dibawah tingkat efusi, 5-
10 cm dari lateral vertebra, biasanya pada garis tengah dari hemithoraks yang sakit. Prosedur
ini dilakukan untuk mengeluarkan cairan sebagai sarana diagnostik sekaligus terapi, akan
tetapi bila pasien membutuhkan drainase lebih lanjut, biasanya pemasangan chest tube dan
water sealed drainage merupakan pilihan yang utama. Komplikasi yang paling sering timbul
adalah pneumothoraks, perdarahan, infeksi dan rasa nyeri.(7, 8)
Pemasangan chest tube dan water sealed drainage (WSD) dilakukan untuk terapi
efusi pleura dengan cara mengalirkan secara kontinyu produksi cairan dalam kavum pleura.
Prosedur sebaiknya dilakukan dengan posisi berbaring, kecuali pasien sangat sesak dapat
dilakukan dengan posisi setengah duduk. Titik pemasangan chest tube pada anterior linea
aksilaris media pada ICS V. Setelah melakukan proses asepsis, antisepsis dan drapping, maka
dilakukan infiltrasi lidokain 2% secukupnya pada tempat pemasangan. Insisi kulit dilakukan
di ICS V kira-kira sepanjang ¾ inci hingga 1,5 inci, kemudian secara perlahan lakukan
diseksi secara tumpul untuk menembus jaringan yang lebih dalam hingga menembus pleura
parietalis. Masukkan chest tube sesuai ukuran dengan klem penuntun, setelah selesai maka
drain yang terpasang harus disambungkan dengan sistem drainase yang tepat. Biasanya
digunakan botol yang telah berisi air dengan ketinggian 2 cm untuk sistem drainase.
Dilakukan fiksasi jahitan pada luka bekas insisi dengan jahit matras horizontal dan simpul
hidup menggunakan benang silk ukuran 1,0. Luka kemudian ditutup dengan kasa steril, lalu
dilakukan follow up terhadap undulasi, bubble, warna cairan, produksi cairan dan klinis
pasien.(9, 10)
Pleurodesis adalah sebuah tindakan yang bertujuan untuk melekatkan pleura parietalis
dan pleura visceralis untuk mencegah akumulasi udara atau cairan dalam kavum pleura.
Indikasi utama pleurodesis adalah efusi pleura maligna dan pneumothoraks. Efusi pleura
maligna sejauh ini merupakan indikasi paling umum untuk dilakukan pleurodesis. Hal ini
dikarenakan kurangnya terapi anti tumor yang efektif pada stadium lanjut dan juga sebagai
terapi paliatif untuk meringankan gejala akibat efusi pleura. Sebelum melakukan pleurodesis
pada pasien dengan efusi pleura maligna, ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan, yaitu
: apakah keluhan (sesak napas) berhubungan langsung dengan efusi pleura, apakah efusi
pleura berulang, apakah paru dapat mengembang dengan baik, dan bagaimana harapan hidup
pasien. Untuk mencapai hasil yang baik, maka pleurodesis harus memperhatikan dual hal
yaitu aspek mekanik dan aspek biologis. Pengeluaran secara sempurna dari udara dan cairan
dari kavum pleura diperlukan untuk membuat jarak antara pleura parietalis dan visceralis
semakin dekat. Tujuan tersebut dicapai dengan aplikasi suction pada drainase yang sesuai.
Untuk mencegah sumbatan akibat bekuan darah, maka biasanya digunakan chest tube yang
berukuran besar. Hal yang penting lainnya adalah suction kembali digunakan secara progresif
dan hati-hati setelah pemberian agen sklerosis untuk mencegah edema paru. Dari aspek
biologis, untuk mencapai perlekatan maka permukaan pleura perlu teriritasi., dapat secara
mekanik dengan abrasi pleura atau dengan menggunakan agen sklerosis seperti tetrasiklin,
doksisiklin, bleomisin, corynebacterium parvum, kuinakrin, dan talc.(11)
BAB III
KESIMPULAN
Efusi pleura adalah akumulasi cairan abnormal dalam kavum pleura yang disebabkan
oleh etiopatogenesis yang bervariasi. Efusi pleura menjadi penting karena merupakan
manifestasi paling sering dari seluruh penyakit pleura terutama akibat komplikasi penyakit
lainnya. Diharapkan dengan laporan kasus ini, kasus-kasus efusi pleura dapat didiagnosa
dengan tepat melalui anamnesis, pemeriksaan fisis dan pemeriksaan penunjang agar
penanganan yang tepat dapat segera diberikan untuk mencegah komplikasi lebih lanjut,
sehingga memberikan prognosis yang lebih baik. Tujuan utama terapi efusi pleura adalah
mengeluarkan akumulasi cairan abnormal tersebut untuk meringankan gejala subjektif
dengan berbagai cara seperti torakosentesis, pemasangan chest tube dan water sealed
drainage serta pleurodesis.
DAFTAR PUSTAKA
1. Yu H. Management of Pleural Effusion, Empyema, and Lung Abscess. Semin
Intervent Radiol. 2011;28(1):75-86.
2. Na MJ. Diagnostic Tools of Pleural Effusion. Tuberc Respir Dis. 2014;76:199-210.
3. Moy MP, Levsky JM, Berko NS, Godelman A, Jain VR, Haramati LB. A New,
Simple Method for Estimating Pleural Effusion Size on CT Scans. Chest.
2013;143(4).
4. Light RW. Pleural Diseases. 5th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins;
2007.
5. Halim H. Penyakit-Penyakit Pleura. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Setiati S,
Simadibrata M, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 5th ed. Jakarta: Interna
Publishing; 2009. p. 2329-36.
6. Light RW. Pleural Effusion. N Engl J Med. 2008;346(25).
7. Thomsen TW, DeLaPena J, Setnik GS. Thoracentesis. N Engl J Med. 2008;355(15).
8. Sockrider M, Lareau S. Thoracentesis. ATS Journal. 2007;176.
9. Manthous C, Tobin M. Chest Tube Thoracostomy. ATS Journal. 2013;170.
10. Ciacca LD, Neal M, Highcock M, Bruce M, Snowden J, O'Donnel A. Guidelines for
the Insertion and Management of Chest Drains. United Kingdom: NHS Foundation
Trust; 2008.
11. Panadero R, Antony VB. Pleurodesis : State of the Art. Eur Respir J. 2008;10.