Laporan Field Lab Imunisasi

47
KEGIATAN IMUNISASI BALITA DI UPT PUSKESMAS WONOGIRI I Oleh : KELOMPOK 7 Ida Bagus Ananta W. G0011113 R. A. Sitha Anisa P. G0011161 Rachmania Budiati G0011163 Arga Scorpianus G0011035 Rifqi Hadyan G0011171 Dhia Ramadhani G0011073 Egtheastraqita C. G0011081 Ery Radiyanti G0011085 Fitri Febrianti R. G0011095 Riyan Angga P. G0011179 Siti Nur Hidayah G0011199 FAKULTAS KEDOKTERAN

Transcript of Laporan Field Lab Imunisasi

Page 1: Laporan Field Lab Imunisasi

KEGIATAN IMUNISASI BALITA

DI UPT PUSKESMAS WONOGIRI I

Oleh :

KELOMPOK 7

Ida Bagus Ananta W. G0011113R. A. Sitha Anisa P. G0011161Rachmania Budiati G0011163Arga Scorpianus G0011035Rifqi Hadyan G0011171Dhia Ramadhani G0011073Egtheastraqita C. G0011081Ery Radiyanti G0011085Fitri Febrianti R. G0011095Riyan Angga P. G0011179Siti Nur Hidayah G0011199

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA2012

Page 2: Laporan Field Lab Imunisasi

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Konsep paradigma sehat di dalam pembangunan kesehatan adalah

pembangunan kesehatan yang lebih memprioritaskan upaya promotif dan

preventif dibandingkan kuratif dan rehabilitatif. Program imunisasi

merupakan salah satu upaya preventif yang telah terbukti sangat efektif

menurunkan angka kesakitan dan kematian serta kecacatan pada bayi dan

balita.

Saat ini, kegiatan imunisasi merupakan salah satu kegiatan prioritas

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, sebagai salah satu bentuk nyata

komitmen pemerintah untuk mencapai Millenium Development Goals

(MDGs). Tujuan utama kegiatan imunisasi adalah menurunkan angka

kesakitan dan kematian akibat Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan

Imunisasi (PD3I). PD3I adalah penyakit-penyakit menular yang sangat

potensial untuk menimbulkan wabah dan kematian terutama balita seperti

Hepatitis B, TB (Tuberkulosis), DPT (Difteri, Pertusis, Tetanus), Polio, dan

Campak. Menurut data terakhir WHO, kematian balita sebesar 1,4 juta jiwa

per tahun akibat Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I),

misalnya tetanus 198.000 (14%), dan campak 540.000 (38%). Penyakit

tuberculosis, difteri, pertusis, tetanus, poliomyelitis, dan campak

mengakibatkan kematian sekitar 4 juta anak terutama di Negara berkembang.

Tanpa imunisasi sekitar 3 dari 100 anak akan meninggal dunia karena

penyakit campak, dan 2 dari 100 anak akan meninggal dunia karena batuk

reja serta 1 dari 100 anak akan meninggal karena penyakit tetanus. Dari setiap

200.000 anak, 1 anak akan menderita penyakit polio.

Berdasarkan laporan WHO, 87 negara dari 193 anggotanya memiliki

angka kejadian hepatitis B kronis yang tinggi (≥ 8 %). Pada 2006, 50 % dari

135 juta bayi baru lahir di dunia berisiko terinfeksi hepatitis B sehingga

berpotensi menjadi hepatitis kronis B yang dapat berakibat kanker hati.

Page 3: Laporan Field Lab Imunisasi

Di Amerika Serikat, penyebaran virus polio liar berhenti sekitar 1979,

sementara di Eropa virus tersebut sudah hilang sejak 1991.

Pada tahun 2000 di seluruh dunia dilaporkan 30.000 kasus Difteri dan

3.000 orang (10 %) diantaranya meninggal karena Difteri. Sedangkan untuk

kasus pertusis diperkirakan 39 juta kasus terjadi dan 297.000 kasus

berdampak pada kematian di dunia.

Indonesia sendiri, UNICEF mencatat sekitar 30.000 - 40.000 anak di

Indonesia setiap tahun meninggal karena serangan campak, ini berarti setiap

dua puluh menit seorang anak Indonesia meninggal karena campak. Virus

hepatitis B ditemukan pada 2,1 - 0,7 % ibu hamil. Penularan hepatitis B pada

bayi baru lahir saat persalinan dari ibu pengidap penyakit hepatitis B berisiko

tinggi (sampai dengan 90 %) selanjutnya bayi akan menjadi hepatitis B kronis

dan dapat menderita kanker hati kelak. Vaksinasi polio dilakukan sejak 1980,

sehingga sepanjang kurun waktu 1995 sampai 2005 tidak ditemukan kasus

poliomyelitis. Namun, sejak Maret 2005, ditemukan penderita di Desa

Girijaya, kecamatan Cidahu, kabupaten Sukabumi, Jawa Barat,

mengakibatkan 307 anak cacat seumur hidup. Dengan adanya vaksinasi polio

rutin dan vaksin tambahan di seluruh Indonesia melalui Pekan Imunisasi

Nasional, penyebaran virus dapat dihentikan sehingga sejak 2006 sampai

sekarang tidak ditemukan lagi kasus polio baru. Angka kejadian TB masih

tinggi, Indonesia menempati urutan ketiga setelah India dan Cina.

Diperkirakan penderita tuberculosis tahun 2006 sekitar 234 orang per 100.000

penduduk. Sedangkan menurut WHO, 175.000 orang di Indonesia setiap

tahun meninggal dunia karena tuberculosis dan terdapat 450.000 kasus baru

setiap tahun. Menurut laporan di beberapa Rumah Sakit di Indonesia,

kematian penderita Difteri berkisar 32,5 % - 37,14 %.

Indikator keberhasilan pelaksanaan imunisasi diukur dengan pencapaian

Universal Child Immunization (UCI) desa/kelurahan, yaitu minimal 80% bayi

di desa/ kelurahan telah mendapatkan imunisasi dasar lengkap. Persentase

pencapaian UCI di tingkat desa/kelurahan di Indonesia dari tahun 2004

sampai tahun 2008 cenderung mengalami fluktuasi. Pada tahun 2004 (69,43

Page 4: Laporan Field Lab Imunisasi

%), 2005 (76,23 %), 2006 (73,26 %), 2007 (71,18 %), dan 2008 (74,02 %)

(Depkes, 2008).

Kementerian Kesehatan menargetkan pada tahun 2014 seluruh

desa/kelurahan mencapai 100% UCI atau 90% dari seluruh bayi di

desa/kelurahan tersebut memperoleh imunisasi dasar lengkap yang terdiri dari

BCG, Hepatitis B, DPT-HB, Polio dan campak. Guna mecapai target 100%

UCI desa/kelurahan pada tahun 2014 perlu dilakukan berbagai upaya

percepatan melalui Gerakan Akselerasi Imunisasi Nasional untuk mencapai

UCI (GAIN UCI) seperti yang telah ditetapkan dalam Keputusan

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Nomer :

482/MENKES/SK/IV/2010 tentang Gerakan Akselarasi Imunisasi Nasional

Universal Child Immunization 2010-2014 (GAIN UCI 2010-2014). GAIN

UCI merupakan upaya terpadu berbagai sektor terkait dari tingkat Pusat

sampai Daerah untuk mengatasi hambatan serta memberikan dukungan untuk

keberhasilan pencapaian UCI desa/kelurahan.

Berdasarkan angka kematian balita akibat PD3I yang ada, maka masih

sangat diperlukan upaya-upaya dari instasi kesehatan untuk meningkatkan

program imunisasi demi terwujudnya eradikasi penyakit terkait PD3I,

mengingat masih banyak desa yang merupakan kantong rentan terhadap

penyakit khususnya kawasan terisolir. Keberhasilan pelaksanaan program

imunisasi sangat membutuhkan dukungan dan partisipasi dari semua elemen

masyarakat dan tak lepas dari peran petugas pelayanan kesehataan setempat.

Penting bagi mahasiswa FK UNS sebagai calon tenaga medis untuk

mempelajari dasar-dasar imunisasi di tempat pelayanan kesehatan sebagai

bekal nantinya saat terjun di tengah-tengah masyarakat.

Page 5: Laporan Field Lab Imunisasi

B. Tujuan

1. Tujuan umum

Tujuan dari serangkaian kegiatan field lab topik imunisasi yang telah

dilakukan mahasiswa adalah agar mahasiswa mampu melakukan tindakan

imunisasi

2. Tujuan khusus

a. Mampu menjelaskan tentang dasar-dasar imunisasi dan imunisasi dasar

di Indonesia

Mampu melakukan manajemen program dan prosedur imunisasi dasar

bayi dan balita, anak sekolah, ibu hamil, dan calon pengantin wanita di Puskesmas

mulai dari perencanaan, cold chain vaksin, pelaksanaan (termasuk penanganan

Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi/KIPI), pelaporan, dan evaluasi keberhasilan

program imunisasi .

Page 6: Laporan Field Lab Imunisasi

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Imunisasi

Imunisasi atau pemberian vaksin telah lama digunakan untuk mencegah

penyakit ( Humas Kliping UI, 2006). Menurut hikayat Raja Pontus, dia

melindungi dirinya dari keracunan makanan dengan cara minum darah itik, dan

penggunaan hati anjing gila untuk pengobatan rabies. Pembuatan vaksin sendiri

baru dimulai tahun 1877 oleh Pasteur menggunakan kuman hidup yang

dilemahkan yaitu untuk vaksinasi cowpox dan smallpox; pada tahun 1881 mulai

dibuat vaksin anthrax dan tahun 1885 dimulai pembuatan vaksin rabies (Parish,

1965).

Lain halnya di Indonesia, sejarah imunisasi dimulai pada tahun 1956 dengan

imunisasi cacar; dengan selang waktu yang cukup jauh yaitu pada tahun 1973

mulai dilakukan imunisasi BCG untuk tuberkulosis, disusul imunisasi tetanus

toxoid pada ibu hamil pada tahun 1974; imunisasi DPT (difteri, pertusis, tetanus)

pada bayi mulai diadakan pada tahun 1976. Pada tahun 1977 WHO mulai

menetapkan program imunisasi sebagai upaya global dengan EPI (Expanded

Program on Immunization) dan pada tahun 1981 mulai dilakukan imunisasi polio,

tahun 1982 imunisasi campak mulai diberikan, dan tahun 1997 imunisasi hepatitis

mulai dilaksanakan (Subdit Imunisasi, 2004).

Imunisasi pada dasarnya merupakan suatu upaya untuk

menimbulkan/meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu

penyakit, sehingga bila kelak ia terpapar dengan penyakit tersebut tidak akan sakit

atau sakit ringan (Matondang & Siregar, 2005).

Kekebalan seseorang terhadap penyakit infeksi terbentuk akibat respons

tubuhnya terhadap mikroorganisme penyebab penyakit. Sistem kekbalan kita

mengenal mikroorganisme seperti bakteri, virus, jamur dan parasit yang disebut

antigen. Terdapat dua jalur pertahanan dalam tubuh manusia yaitu adalah imunitas

lahiriah (imunitas non spesifik) dan imunitas yang didapat setelah lahir (imunitas

spesifik). (Satgas Imunisasi PP IDAI, 2011)

Page 7: Laporan Field Lab Imunisasi

Respons imun spesifik dibagi dua yaitu respons antibodi dan respons imun

seluler. Respons antibodi disebut juga respons humoral yang bereaksi secara

spesifik terhadap antigen yang bebas di sirkulasi dan jaringan, seperti kuman

difteri, tetanus, pneumokok, H. influenzae dan kuman pertusis. Jika limfosit yang

pertama kali dirangsang oleh mikroorganisme patogen yang masuk ke dalam sel

tubuh, maka mikroorganisme akan dikenali oleh sel T yang akan memperbanyak

diri dan menghancurkan mikroorganisme tersebut. Selain itu sebagai sel T akan

berubah menjadi sel memori yang akan dengan cepat bertambah banyak jika

organism yang sama datang lagi. (Satgas Imunisasi PP IDAI, 2011)

Selain itu, tubuh juga membentuk sel B memori yang perannya sangat penting

dalam pertahanan tubuh. Sel B memori akan bersirkulasi dalam darah dan kelenjar

getah bening selama ini bertahun-tahun dan siap melawan antigen yang sama di

kemudian hari. Respons imun seluler akan mengenal antigen yang berada di

dalam sel dan menghancurkannya. (Satgas Imunisasi PP IDAI, 2011)

B. Penyakit Yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I)

1. Difteri

Penyakit yang disebabkan bakteri Corynebacterium diphteriae dengan

gejala panas lebih kurang 38oC disertai adanya pseudo membran (selaput tipis)

putih keabu-abuan pada tenggorokan (laring, faring, tonsil) yang tak mudah lepas

dan mudah berdarah. Dapat disertai nyeri menelan, leher membengkak seperti

leher sapi (bull neck) dan sesak nafas disertai bunyi (stridor) dan pada

pemeriksaan apusan tenggorok atau hidung terdapat kuman difteri.

2. Pertusis

Penyakit yang disebabkan oleh bakteri Bardetella pertusis dengan gejala

batuk beruntun dan pada akhir batuk menarik nafas panjang terdengar suara “hup”

(whoop) yang khas, biasanya disertai muntah. Serangan batuk lebih sering pada

malam hari. Akibat batuk yang berat dapat terjadi pedarahan selaput lendir mata

(conjunctiva) atau pembengkakan di sekitar mata (oedema periorbital). Lamanya

batuk bisa mencapai 1-3 bulan dan penyakit ini sering disebut penyakit 100 hari.

Page 8: Laporan Field Lab Imunisasi

Pemeriksaan lab pada apusan lendir tenggorokan dapat ditemukan kuman pertusis

(Bordetella pertussis).

3. Tetanus

Penyakit disebabkan oleh Clostridium tetani dengan terdiri dari tetanus

neonatorum dan tetanus. Tetanus neonatorum adalah bayi lahir hidup normal dan

dapat menangis dan menetek selama 2 hari kemudian timbul gejala sulit menetek

disertai kejang rangsang pada umur 3-28 hari. Tetanus dengan gejala riwayat luka,

demam, kejang rangsang, risus sardonicus (muka setan), kadang-kadang disertai

perut papan dan opistotonus (badan melengkung) pada umur di atas 1 bulan.

4. Tuberkulosis

Penyakit yang disebabkan Mycobacterium tuberculosa menyebar melalui

pernapasan lewat bersin atau batuk, gejala awal adalah lemah badan, penurunan

berat badan, demam dan keluar keringat pada malam hari. Gejala selanjutnya

adalah batuk terus menerus, nyeri dada dan dapat terjadi batuk darah.

5. Campak

Penyakit yang disebabkan oleh virus measles, disebarkan melalui droplet

bersin atau batuk dari penderita, gejala awal penyakit adalah demam, bercak

kemerahan, batuk, pilek, conjunctivitis (mata merah), selanjutnya timbul ruam

pada muka dan leher, kemudian menyebar ke tubuh, tangan serta kaki.

6. Poliomielitis

Penyakit pada susunan saraf pusat yang disebabkan oleh satu dari tiga

virus yang berhubungan, yaitu virus polio type 1, 2, atau 3. Secara klinis penyakit

polio adalah anak di bawah umur 15 tahun yang menderita lumpuh layu akut

(acute flaccid paralysis/AFP). Penyebaran penyakit adalah melalui kotoran

manusia (tinja) yang terkontaminasi. Kelumpuhan dimulai dengan gejala demam,

nyeri otot dan kelumpuhan terjadi pada minggu pertama sakit. Kematian bisa

terjadi jika otot-otot pernapasan terinfeksi dan tidak segera ditangani.

7. Hepatitis B

Penyakit yang disebabkan oleh virus hepatitis B yang merusak hati.

Penyebaran penyakit terutama melalui suntikan yang tidak aman, dari ibu ke bayi

selama proses persalinan, melalui hubungan seksual. Infeksi pada anak biasanya

Page 9: Laporan Field Lab Imunisasi

tidak menimbulkan gejala. Gejala yang ada adalah lemah, gangguan perut dan

gejala lain seperti flu, urine menjadi kuning, kotoran menjadi pucat. Warna

kuning bisa terlihat pula mata ataupun kulit. Penyakit ini bisa menjadi kronis dan

menimbulkan Cirrhosis hepatis, kanker hati dan menimbulkan kematian.

8. Meningitis Meningokokus

Penyakit akut radang selaput otak yang disebabkan oleh bakteri Neisseria

meningitidis. Meningitis penyebab kematian dan kesakitan diseluruh dunia, CFR

melebihi 50%, tetapi dengan diagnosis dini, terapi modern dan suportif CFR

menjadi 5 - 15%. Pencegahan dapat dilakukan dengan imunisasi dan

kemoprofilkasis untuk orang-orang yang kontak dengan meningitis dan karier.

(muchlastriningsih, 2005). Pemerintah sejak tahun 1977 telah mengembangkan

program imunisasi untuk menangani PD3I diatas sesuai jadwal dan vaksin yang

khusus (Kemenkes, 2004).

C. Jadwal Imunisasi dan Vaksinasi

Vaksin hepatitis B harus segera diberikan setelah lahir, karena vaksinasi

HepB merupakan upaya pencegahan yang sangat efektif untuk memutuskan rantai

Page 10: Laporan Field Lab Imunisasi

penularan dari ibu kepada bayinya segera setelah lahir. Jadi imunisasi HepB-1

diberikan dalam waktu 12 jam setelah lahir, mengingat sedikitnya 3,9% ibu hamil

mengidap hepatitis B aktif dengan resiko penularan kepada bayi sebesar 45%.

Imunisasi hepatitis B-2 diberikan setelah 1 bulan setelah imunisasi HepB-

1 yaitu saat bayi berumur 1 bulan. Imunisasi HepB-3 diberikan pada umur 6

bulan. (Satgas Imunisasi PP IDAI, 2011)

Vaksinasi BCG optimal diberikan pada umur 2 sampai 3 bulan. Bila

vaksin BCG akan diberikan sesudah umur 3 bulan, perlu dilakukan uji tuberkulin.

Bila uji tuberkulin pra-BCG tidak dimungkinkan, BCG dapat diberikan, namun

harus diobservasi dalam 7 hari. Bila ada reaksi lokal cepat di tempat suntikan

(accelerated local reaction), perlu dievaluasi lebih lanjut (diagnostik TB).

Vaksinasi BCG ulangan tidak dianjurkan.

Imunisasi DTP dasar diberikan 3 kali sejak umur 2 bulan ( DTP tidak

boleh diberikan sebelum umur 6 minggu) dengan jarak 4-8 minggu. Dapat

diberikan vaksin DTwP atau DTaP atau kombinasi dengan Hepatitis B atau Hib.

DTP-1 diberikan pada umur 2 bulan, DTP-2 pada umur 4 bulan dan DTP-3 pada

umur 6 bulan. Ulangan DTP selanjutnya diberikan satu tahun setelah DTP-3 yaitu

pada umur 18-24 bulan dan DTP-5 pada saat mausk sekolah dasar umur 5 tahun.

Vaksin polio diberikan 5 kali sejak bayi lahir. Polio-0 diberikan saat bayi

meninggalkan rumah sakit /rumah bersalin agar tidak mencemari bayi lain karena

virus polio vaksin dapat dikeluarkan melalui tinja. Untuk imunisasi polio dasar

(polio-2, 3, 4) diberikan pada umur 2,4, dan 6 bulan, interval antara dua imunisasi

tidak kurang dari 4 minggu. Vaksinasi polio ulangan diberikan satu tahun sejak

imunisasi polio-4 dan imunisasi selanjutnya dilakukan saat masuk sekolah (5-6

tahun).

Vaksin campak disuntikkan pada umur 9 bulan. Dari hasil studi Badan

Penelitian dan pengembangan dan Dirjen PPM&PL Kementrian Kesehatan di 4

provinsi, 18,6-32,6% anak sekolah mempunyai kadar campak di bawah batas

perlindungan, sehingga dijumpai kasus campak pada anak usia sekolah. Karena

itu selain vaksinasi umur 9 bulan, vaknisasi campak dapat diberikan pada

kesempatan kedua pada mur 6-59 bulan dan SD kelas 1-6.

Page 11: Laporan Field Lab Imunisasi

Vaksin Hib (Haemophillus influenza tipe b) disuntikkan pada umur 2, 4

dan 6 bulan, dapat diberikan dalam bentuk kombinasi, yang bertujuan untuk

mempersingkat jadwal vaksinasi, mengurangi jumlah suntikkan dan mengurangi

kunjungan. Vaksin Hib perlu diulang pada umur 15 bulan.

Vaksin pneumokokus dapat diberikan pada umur 2, 4, 6, 12-15 bulan.

Pada umur 7-12 bulan, diberikan 2 kali dengan interval 2 bulan; pada umur > 1

tahun diberikan 1 kali, namun keduanya perlu dosis ulangan 1 kali pada umur >

12 bulan atau minimal 2 bulan setelah dosis terakhir. Pada anak umur di atas 2

tahun PCV diberikan cukup satu kali.

Vaksin influenza berisi dua virus influenza subtipa A dan subtype

B.Vaksin influenza untuk mencegah flu berat yang disebabkan oleh virus

influenza. Vaksin influenza disuntikkan pada anak umur 6-23 bulan, setiap tahun.

Untuk vaksinasi primer anak diberikan pada umur 6 bulan - <9 tahun.diberikan 2

kali dengan interval minimal 4 minggu.

Vaksin MMR dapat diberikan pada umur 12 bulan jika anak belum

mendapat vaksinasi campak pada umur 9 bulan. Selanjutnya vaksinasi ulangan

diberikan [ada umur 5-7 tahun.

Vaksin rotavirus monovalen diberikan 2 kali, vaksin rotavirus pentavalen

diberikan 3 kali. Vaksin rotavirus monovalen dosis I diberikan umur 6-14 minggu,

dosis ke-2 diberikan dengan interval minimal 4 minggu. Sebaiknya vaksin

rotavirus monovalen selesai diberikan sebelum umur 16 minggu dan tidak

melampaui umur 24 minggu. Vaksin rotavirus pentavalen : dosis ke-1 diberikan

umur 6-12 minggu, interval dosis ke-2, dan ke-3 4-10 minggu, dosis ke-3

diberikan pada umur < 32 minggu (interval minimal 4 minggu).

Vaksin varisela dapat diberikan setelah umur 12 bulan, terbaik pada umur

sebelum masuk sekolah dasar. Bila diberikan pada umur > 12 tahun, perlu 2 dosis

dengan interval minimal 4 minggu.

Page 12: Laporan Field Lab Imunisasi

BAB III

KEGIATAN YANG DILAKSANAKAN

Kelompok A7 mendapat kesempatan untuk melakukan kegiatan field lab di

Puskesmas Wonogiri I yang terletak di desa Wonoboyo, Kecamatan Wonogiri,

Kabupaten Wonogiri. Kegiatan field lab keterampilan imunisasi dilaksanakan

dalam 3 kali pertemuan.

A. Pertemuan I Selasa , 27 Maret 2012

Kegiatan yang kami lakukan pada minggu pertama field lab di

Puskesmas Wonogiri I adalah mendapat bimbingan dari dr. Pitut Kristiyanta

Nugraha, MM selaku kepala Puskesmas Wonogiri I. Kami mendapat

pengarahan tentang keterampilan imunisasi . Setelah dijelaskan tentang

materi imunisasi , kami dijelaskan oleh yaitu Bapak Tari Hutomo, AMG

selaku ketua Pokja Gizi tentang 7 pokja , asupan gizi yang baik diberikan

pada bayi dan balita, dan penanganan-penanganan dalam masalah gizi pada

bayi dan balita . Kami mendapat pengerahan dari Ibu Marmi tentang

pengenalan alat imunisasi , vaksin-vaksin yang digunakan untuk imunisasi ,

cara penyimpanan vaksin yang benar , dan perhitungan sasaran dan target

cakupan . Kami mendapat pengarahan dari instruktur lapangan Ibu Idayu K.

E, SKM selaku ketua Pokja Promosi Kesehatan dan instruktur lapangan ,

beliau menjelaskan tentang kegiatan yang akan dilakukan pada pertemuan

ke 2 dan ke 3 , pembagian kelompok kecil , dan pengarahan tentang sistem

pembuatan laporan field lab .

Kelompok kami terdiri dari 11 mahasiswa yang dibagi menjadi 3

kelompok yang ditentukan dengan cara diundi namanya secara acak untuk

pelaksanaan observasi pada pertemuan kedua. Berikut ialah rincian

pembagian kelompok kecil:

1. Kelompok 1 : Rifqi Hadyan , Fitri Febrianti Ramadhan ,

Egtheastraqita Chitivema , R.A. Sitha Anisa

Page 13: Laporan Field Lab Imunisasi

2. Kelompok 2 : Riyan Angga Putra , Ery Radiyanti ,

Rachmania Budiati , Ida Bagus Ananta

3. Kelompok 3 : Arga Scorpianus , Siti Nurhidayah , Dhia

Ramadhani

Tiap kelompok tersebut melakukan kegiatan observasi imunisasi

terhadap 20 bayi .

B. Pertemuan II Rabu, 28 Maret 2012

Pertemuan kedua, setiap kelompok kecil melakukan penerapan

pendekatan MTBS dan MTBM secara langsung sesuai arahan yang

diberikan. Kelompok 1 dan kelompok 2 melakukan home visit untuk

penerapan MTBM di rumah penduduk sekitar, sedangkan kelompok 3,4,5

melakukan penerapan MTBS di Puskesmas Wonogiri I.

1. Kelompok 1 (MTBM)

Kelompok 1 beranggotakan Nur Zahratul Jannah dan Putri Dini

Azika. Kami melakukan kunjungan ke rumah keluarga Ibu Pariani

Widayani di Banaran RT 02 RW 10, Wonoboyo, Wonogiri. Ibu Pariani

memiliki seorang anak laki-laki berusia 14 hari yang bernama Adrian

Heraldi Adinata. Adrian adalah anak pertama yang lahir pada tanggal 28

Maret 2012 dengan berat lahir 3960 gram. Hasil pemeriksaan suhu dan

berat badan per axilla 36,4 Celcius dan berat badan 4000 gram.

Penilaian MTBS yang kami lakukan lakukan sesuai dengan form

MTBS untuk bayi muda umur 1 hari sampai 2 bulan. Pada bayi, tidak

terdapat riwayat kejang, sehingga klasifikasi kemungkinan kejang adalah

negatif atau normal. Hasil pemeriksaan jumlah nafas 41 kali permenit.

Bayi tidak tampak biru, tidak dijumpai tarikan pada dinding dada, bayi

merintih, maupun pernafasan cuping hidung.

Kami memeriksa hipotermia pada langkah selanjutnya. Pada bayi

didapatkan suhu tubuh per axilla 36,4 Celcius dengan menggunakan

termometer digital. Pada bayi tidak didapatkan hipotermia, tidak

didapatkan sklerema (bagian tubuh bayi yang berwarna merah dan

Page 14: Laporan Field Lab Imunisasi

mengeras), serta tidak teraba dingin pada ekstrimitas. Bayi juga

menunjukkan gerakan yang normal.

Kami tidak menjumpai tanda-tanda infeksi bakteri pada bayi, tidak

didapatkan kejang, gangguan nafas, malas minum / tidak bisa minum

dengan atau tanpa muntah, sklerema, ubun-ubun cembung, suhu tubuh

<36 C atau >37,5 C, pustul, mata bernanah, nanah keluar dari telinga,

pusar kemerahan atau berbau busuk. Tindakan yang kami lakukan

adalah mengedukasi mengenai perawatan bayi dirumah dan asuhan dasar

bayi muda.

Pemeriksaan ikterus juga kami lakukan. Hasil pemeriksaan tidak

didapatkan ikterus maupun tinja yang berwarna pucat, sehingga

kemungkinan gangguan saluran cerna, hasilnya adalah negatif / tidak ada

gangguan pada saluran cerna. Bayi tidak muntah, bayi tampak tenang,

tidak gelisah maupun rewel, perut tidak kembung dan tegang, tidak

teraba benjolan atau masa di perut, sekrtesi air liur normal, buang air

besar lancar dan normal, ada lubang anus, dan tidak diare.

Hasil pemeriksaan menunjukkan berat badan lahir bayi normal, tidak

terdapat gangguan minum asi dengan frekuensi minum ASI adalah 6

hingga 8 kali perhari. Selain diberikan ASI, bayi juga diberi susu formula

2 kali sehari, masing-masing sebanyak 200 ml. Alat yang digunakan

untuk memberi susu formula adalah dot bayi. Pada bayi tidak terdapat

luka atau bercak putih dimulut dan tidak ada celah pada bibir dan langit-

langit. Penilaian status imunisasi, bayi telah mendapatkan imunisasi yang

sesuai dengan umur, yaitu Hepatitis B1 ketika lahir.

2. Kelompok 2 (MTBM)

Kelompok 2 beranggotakan Ema Nur Fitriana dan Kristiana

Margareta. Kami melakukan kunjungan rumah di rumah Ibu Anis Nurleli

di Desa Wonoboyo RT 03 RW 09, kecamatan Wonogiri. Ibu Anis Nurleli

39 tahun yang 1,5 bulan yang lalu melahirkan anak ketiganya secara

normal. Kami melakukan kunjungan rumah untuk penerapan MTBM.

Page 15: Laporan Field Lab Imunisasi

Bayi bernama Najida berumur 6 minggu dilahirkan normal dengan

bantuan bidan. Berat lahir 4000 gram, panjang 53 cm, berat badan 5300

gram dan suhu tubuh 36,9oC. Hasil anamnesis diketahui bahwa ini adalah

kali pertama Najida dilakukan pemeriksaan MTBM dan sedang tidak

mengalami suatu keluhan.

Riwayat dahulu, Najida dilahirkan maju 1 bulan dari perkiraan

dokter dan Ibu Anis pernah hampir terpeleset saat sedang mengandung

Najida. Untuk mengantisipasi hal yang tidak diinginkan, Ibu Anis

memeriksakan kandungannya ke dokter dan dari hasil pemeriksaan letak

bayi menjadi melintang, kemudian dokter memberikan Ibu Anis obat

untuk diminum selama 5 hari, dan selang beberapa hari setelah itu Najida

dilahirkan secara normal tanpa kelainan apapun. Data yang kami peroleh

juga Ibu Anis tidak mempunyai riwayat Diabetes Militus gestasional,

hipertensi, Eklamsia, maupun kelaianan lain yang berisiko terhadap

kandungannya.

Kami juga memeriksa adakah riwayat kejang dan tanda bahaya lain

pada Najida, dan hasilnya adalah negatif. Hitung napas Najida 35

kali/menit dengan periode napas berhenti sekitar 5 detik, tidak tampak

biru, tidak ada tarikan dinding dada ke dalam yang sangat kuat, tidak ada

pernafasan cuping hidung, tidak merintih, tidak ditemukan kemungkinan

infeksi bakteri, tidak tampak kuning, tidak muntah, tidak rewel, tidak

gelisah dan tidak ada darah dalam tinja, tidak mengalami diare.

Pemeriksaan kemungkinan berat badan rendah dan/atau masalah

pemberian ASI dilakukan dengan anamnesis, berat Najida saat lahir

adalah 4000 gram, tidak ada masalah dalam pemberian ASI, dan

intensitas pemberian ASI dalam sehari lebih dari 8 kali. Berdasarkan

keterangan orang tua, didapatkan bahwa Najida tidak diberi

makanan/minuman lain selain ASI. Najida secara fisik tidak terdapat

celah bibir/langit-langit, luka, bercak putih di mulut, dan sudah diberi

ASI 1 jam yang lalu. Hasil pengamatan praktek posisi menetek Najida

Page 16: Laporan Field Lab Imunisasi

sudah benar, melekat dengan baik dan menghisap dengan efektif, serta

telah diberi imunisasi Heptitis B, BCG dan Polio.

3. Kelompok 3 (MTBS)

Kelompok 3 beranggotakan Ensan Galuh Pertiwi dan Wisnu Yudho

Hutomo. Kami mendapatkan kesempatan untuk melakukan MTBS pada

anak bernama Syifa yang datang bersama ibunya ke Puskesmas Wonogiri

I. Kami mendapati balita tampak sakit dan suhu tubuh teraba panas.

Penatalaksanaan dimulai dari identitas, heteroanamnesis sesuai dengan

daftar pada formulir MTBS kepada ibu dari Syifa. Hasil anamnesis

didapatkan balita sakit dengan nama Syifa usia 3 tahun, keluhan utama

batuk, pilek, serta tidak nafsu makan. Pertanyaan kemudian dilanjutkan

sesuai dengan form MTBS sambil dilakukan pemeriksaan fisik.

Pemeriksaan fisik dimulai dengan pengukuran antropometri dengan

mengukur tinggi badan Syifa selanjutnya dilakukan pemeriksaan nafas

dengan mengamati nafas selama satu menit, didapatkan hasil nafas 33x

permenit, tidak ada stridor ataupun dinding dada yang tertarik ke dalam.

Suhu tubuh Syifa diukur dengan termometer raksa dengan meminta

bantuan pada ibu balita sakit untuk membantu dan didapatkan hasil

37,5°C.

Penatalaksanaan dilanjutkan dengan mengarahkan ibu Syifa dan

Syifa ke ruang KIA untuk dilakukan pemeriksaan oleh dokter agar

diketahui diagnosis lebih pasti. Di ruang KIA dokter melakukan

pemeriksaan pada Syifa sedangkan kami mengamati dan mendengarkan

masukan dari dokter. Setelah pemeriksaan selesai dilakukan kemudian

dokter membuatkan resep dan kami mengantarkan ibu Syifa dan Syifa

untuk mengambil obat.

4. Kelompok 4 (MTBS)

Kelompok 4 beranggotakan Raden dan Farida, mendapati balita sakit

bernama Septian yang berusia 1 tahun 6 bulan dengan berat badan 10 kg

Page 17: Laporan Field Lab Imunisasi

dan tinggi badan 80,5 cm. Anak tersebut datang bersama kedua orang

tuanya dengan keluhan flu dan batuk. Raden melakukan pemeriksaan

fisik, sedangkan Farida menanyakan hal-hal sesuai formulir MTBS.

Balita Septian termasuk balita yang agak rewel dan susah untuk

diperiksa.

Kami berusaha menenangkan balita Septian dengan bantuan orang

tuanya kemudian kami melakukan pemeriksaan berdasarkan formulir

MTBS. Hasil pemeriksaan fisik didapatkan bahwa pasien flu dan batuk,

tidak ada tanda bahaya umum, suhu tubuh 37,2°C, tidak anemis, napas

sebanyak 44 kali permenit, tidak terdapat kelainan pada telinga serta

tidak nampak kurus maupun gemuk. Berdasarkan alloanamnesis terhadap

orang tuanya, anak tersebut sudah 2 hari flu dan batuk, berat badan turun

1 kg, nafsu makan menurun, tidak diare, imunisasi lengkap dan sudah

diberi vitamin A. Anak tersebut masih minum ASI, namun sudah mau

makan nasi dan sayur.

Raden dan Farida lalu mengantarnya ke ruang KIA (Kesehatan Ibu

dan Anak) untuk pemeriksaan lanjut dan pemberian terapi oleh dokter

puskesmas. Mereka diarahkan menuju apotek untuk pengambilan obat

setelah diberi resep obat oleh dokter poli KIA.

5. Kelompok 5 (MTBS)

Kelompok lima beranggotakan Bobbi Juni Saputra, Dwi

Rachmawati H, dan Nimas Ayu Suri Patriya. Giliran kegiatan MTBS

oleh kelompok kelima dimulai pada pukul 09:00. Kelompok kelima

mendapatkan balita bernama Hanif. Balita Hanif cukup rewel dan agak

susah untuk dilakukan pemeriksaan. Kami berusaha melakukan

pendekatan kepada balita Hanif agar dapat dilakukan pemeriksaan.

Setelah itu, kami melakukan pemeriksaan sesuai dengan tatalaksana

formulir MTBM balita sakit umur 2 bulan sampai 5.

Hasil pemeriksaan didapatkan balita Hanif berumur 48 bulan, berat

badan 11 kg, dan tinggi badan 92,5 cm dengan keluhan diare.

Pemeriksaan dilakukan secara anamnesis dan pengamatan dengan hasil

Page 18: Laporan Field Lab Imunisasi

tidak ditemukan adanya tanda bahaya umum seperti tidak bisa minum

atau menetek, tidak memuntahkan semua makanan, tidak kejang dan

letargis atau tidak sadar, tidak mengalami batuk, diare sejak satu hari

yang lalu, tidak ditemukan darah namun lendir dalam tinja, tidak

mengalami demam saat ini namun pada 5 hari yang lalu.

Usai melaksanakan kegiatan MTBS dilakukan konsultasi dan

pembahasan mengenai kasus yang ada oleh Ibu Asli dan Bapak Hutomo.

C. Pertemuan III Rabu, 4 April 2012

Pertemuan ketiga direncanakan untuk kegiatan seminar (presentasi

hasil) kegiatan field lab MTBS di ruang aula Puskesmas Wonogiri I.

Seminar ini akan dihadiri oleh tujuh Pokja yaitu Pokja Admin (Suseno, HS),

Pokja Yanmen (dr. Indri S), Pokja Kesga (Aslihatut T, AM.Keb), Pokja Gizi

(Tari Hutomo, AMG), Pokja P2 (H. Marsudi, S.Kep), Pokja Kesling

(Bambang H, Am.KL), Pokja Promkes (Idayu KE, SKM), Bendahara (Dwi

Rahmanti, SKM) dan Dokter Poli KIA (Tri Rahayu Sutanti, dr.).

Page 19: Laporan Field Lab Imunisasi

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Tabel: Daftar Identitas Bayi beserta Jadwal Imunisasinya Tanggal 1 Mei

2012

No Nama Bayi Nama Orang

Tua

Alamat Umur

(bulan)

Berat

Badan

Jenis

Imunisasi

yang

Diberikan

1 M. Wildan Aprilia Dwi Pokok 3 5.6 DPT/HB 2,

Polio 3

2 Rahmad

W.

Suyoto Bulusulur 4 7.6 DPT/HB 3,

Polio 4

3 Armeta D.

A.

Didik S. Semin W 9 8.4 Polio 4,

Campak

4 Satria Ardi Jati Bedug Triyanto 2 5.5 DPT/HB 1,

Polio 2

5 Fina Davit Sumberejo 10 7 Campak

6 Joevita Suparjo Lemah Ireng 3,7 5.2 DPT/HB 2,

Polio 3

7 Arya Marsikin Sumberejo 9 6.5 Campak

8 Nabila

Jihan

Kusmanto Pokok 2,5 4.5 DPT/HB 1,

Polio 2

9 Arfo Setyo Kurang DPT/HB 2 ,

Page 20: Laporan Field Lab Imunisasi

2 bulan Polio

10 Narendra Joko P. Geneng 5.2 - DPT/HB 1,

Polio 2

11 Alya

Deyvi

Panji Semin W 4.5 4.9 DPT/HB 3,

Polio 4

12 M. Saka Sumadi Jati Bedug 4 7.1 DPT/HB 3,

Polio 4

13 Nikita Ribut Geneng 2 4.5 DPT/HB 1,

Polio 2

14 Devi Supriyadi Bulusulur 4.13 5.6 DPT/HB 3,

Polio 4

15 Mifta Tuqi Tri H. Geneng 9 7.9 Polio 4,

Campak

16 Naumi Beni Pokok 2 4.5 DPT/HB 1,

Polio 2

17 Qiana Zea Sangga Pokok 19 hari 3 BCG, Polio 1

18 Fathin

Putri

Suranto Pokok 21 hari 3 BCG, Polio 1

19 Zivara Suranto Groglon 19 hari 4.2 BCG, Polio 1

20 Kurniawan Siswanto Ringinharjo 9 7.8 Campak

21 Sofia Putri

Utami

Heri Cubluk 3.5 5.5 DPT/HB 2,

Polio 2

22 Anugrah Sutarmo Bonaran 2.8 5.5 DPT/HB 1,

Page 21: Laporan Field Lab Imunisasi

Polio 2

23 Ananda

gagah

Suroso Jati Bedug 5 6.8 DPT/HB 3,

Polio 4

24 Abimanyu Jumadi Bulusari 2 4.5 DPT/HB 1,

Polio 2

25 Yanuar Santana Bulusari 4 6.4 DPT/HB 2,

Polio 3

26 qunarsih Marsono Geneng 2.5 4.8 DPT/HB 1,

Polio 2

27 Azhaka Tarmin Malangsari 3 5.9 DPT/HB 2,

Polio 3

28 Nia Aulia Barono Sukorejo 4 5.7 DPT/HB 3,

Polio 4

29 Navis Sugeng P. Norogo 23 hari 3.3 BCG, Polio 1

30 Kemala Ratno Lemah Ireng 9 6.4 Campak

31 Defa Slamet Lemah Ireng 3 5.5 DPT/HB 2,

Polio 3

32 Khanza Wahyu Mloko Weta 9 8.6 Campak

33 Hanif Wardoyo Geneng 2 5.7 DPT/HB 1,

Polio 2

34 Satrio Sunarto Jatirejo 9.2 9.8 Polio 4,

Campak

35 Iqbal Domo Bulusari 1 3.6 BCG, Polio 1

36 Zaki Nabil Sandi Pokok 29 hari 3.7 BCG, Polio 1

Page 22: Laporan Field Lab Imunisasi

37 Iyustisia Tukini Manjung W 23 hari 3.7 BCG, Polio 1

38 Hanif Purwanto Brubuh 4 6.8 DPT/HB 3,

Polio 4

39 Fasha Edi Suyitno Jati Bedug 9 7.1 Polio 4,

Campak

40 Daril Erik Kedungringin 2.5 5.8 DPT/HB 1,

Polio 2

41 Asifa Eri Nurjianto Lemah Ireng 4.5 5.5 DPT/HB 3,

Polio 4

42 Vransisca Petrus Kedungsono 1 2.9 BCG, Polio 1

43 Mahardika Tri

Mahardiyanto

Trines 1 4.5 BCG, Polio 1

44 Eka

Yuliana

Sriyono Kedungsono 9.5 6.4 Campak

45 Dwi

Suyanto

Sulardi Kedungsono 4 5.5 DPT/HB 3,

Polio 4

46 Hasan Slamet

Suradi

Pokok 3 7.5 DPT/HB 2,

Polio 3

47 Fara Umarwanto Wonosari 11 7.7 Campak

48 Reihan Tri Setyo N Samin W. 20 hari 3.9 BCG, Polio 1

49 Syarif G. Parta Wiro

Warurejo

9.5 9.2 Campak

50 Nadalia Edi Wonosari 4 6.5 DPT/HB 3,

Page 23: Laporan Field Lab Imunisasi

Polio 4

51 Valintina Alex Bewresan 2.5 5.5 DPT/HB 1,

Polio 2

52 Vlavio Darmoade Geneng 4 6.9 DPT/HB 3,

Polio 4

53 Febriana Endra Jati Bedug 3 4.3 DPT/HB 1,

Polio 2

54 Bagus Supadi Bulusari 4 6.3 DPT/HB 3,

Polio 4

55 Panca Edi Kerjo Lor 9 9 Campak

56 Alivia Agung Kebonarum 10.5 7 Campak

57 Bella

Edqina

Beni Bulusari 2 4.7 DPT/HB 1,

Polio 2

58 Adiyasta Suratno Jatirejo 3 5.5 DPT/HB 2,

Polio 3

59 Fandy Nur Sihmiadi Pokok 9.5 7.1 Polio 4,

Campak

60 Anugrah Andri

Wibowo

Sanggrahan 4.5 5.1 DPT/HB 1,

Polio 2

61 Anaya Joko Tiyono Bulusari 2 3.8 DPT/HB 1,

Polio 2

62 Safira Eka

Hermawan

Bulusulur 4 5 DPT/HB 3,

Polio 4

63 Alsa Dedi Ngerca 2 4.6 DPT/HB 1,

Page 24: Laporan Field Lab Imunisasi

Kristianto Polio 2

64 Salfa Agus Pengkol 29 2.2 BCG, Polio 1

65 Aufa Jausa Suratman Pelem 5.5 7 DPT/HB 3,

Polio 4

Page 25: Laporan Field Lab Imunisasi

B. Pembahasan

Sebagian besar bayi telah mendapatkan imunisasi sesuai jadwal dan sejalan

dengan teori yang ada. Namun ada beberapa permasalahan pada beberapa bayi,

diantaranya:

1. Nama bayi : Armeta D. A.

Nama orang tua : Didik S.

Alamat : Semin W

Umur : 9 bulan

Berat Badan : 8.4 kg

Jenis Imunisasi : Polio 4, Campak

2. Nama bayi : Arya

Nama orang tua : Marsikin

Alamat : Sumberejo

Umur : 9 bulan

Berat Badan : 6.5 kg

Jenis Imunisasi : Campak

3. Nama bayi : Arfo Setyo

Nama orang tua : -

Alamat : -

Umur : -

Berat Badan : -

Jenis Imunisasi : -

4. Nama bayi : Mifta

Nama orang tua : Tuqi Tri H.

Alamat : Geneng

Umur : 9 bulan

Page 26: Laporan Field Lab Imunisasi

Berat Badan : 7.9 kg

Jenis Imunisasi : Polio 4, Campak

5. Nama bayi : Sofia Putri Utami

Nama orang tua : Heri

Alamat : Cubluk

Umur : 3.5 bulan

Berat Badan : 5.5 kg

Jenis Imunisasi : DPT/HB2, Polio 2

6. Nama bayi : Satrio

Nama orang tua : Sunarto

Alamat : Jatirejo

Umur : 9.2 bulan

Berat Badan : 9.8 kg

Jenis Imunisasi : Polio 4, Campak

7. Nama bayi : Fasha

Nama orang tua : Edi Suyitno

Alamat : Jati Bedug

Umur : 9 bulan

Berat Badan : 7.1 kg

Jenis Imunisasi : Polio 4, Campak

8. Nama bayi : Vransisca

Nama orang tua : Petrus

Alamat : Kedungsono

Umur : 1 bulan

Berat Badan : 2.9 kg

Jenis Imunisasi : BCG, Polio 1

Page 27: Laporan Field Lab Imunisasi

9. Nama bayi : Fandy Nur

Nama orang tua : Sihmiadi

Alamat : Pokok

Umur : 9.5 bulan

Berat Badan : 7.1 kg

Jenis Imunisasi : Polio 4, Campak

10. Nama bayi : Anugrah

Nama orang tua : Andri Wibowo

Alamat : Sanggrahan

Umur : 4.5

Berat Badan : 5.1

Jenis Imunisasi : DPT/HB 1, Polio 2

Seperti yang kita ketahui imunisasi mempunyai jadwalnya masing-masing.

Tetapi ada beberapa permasalahan yang kita dapatkan pada beberapa bayi yang

disebuttkan di atas.

1. Pergeseran jadwal imunisasi

1) Bayi Fandy Nur, Fasha, Satrio, Mifta, Armeta mendapatkan imunisasi

Polio 4 dan Campak secara bersamaan. Imunisasi Polio 4 seharusnya

diberikan pada umur 4 bulan dan Campak diberikan tersendiri pada

umur 9 bulan.

2) Bayi Anugrah dan Sofia Putri medapatkan imunisasi DPT/HB1 dan

Polio 2 di umur yang lebih dari 2 bulan. Imunisasi DPT/HB1 dan Polio

2 seharusnya dapat diberikan pada umur 2 bulan sesuai dengan jadwal

imunisasi.

Pergeseran jadwal imunisasi ini bisa terjadi karena beberapa alasan salah

satunya ketidakdisiplinan orang tua dalam membawa anaknya ke

puskesmas untuk mendapatkan imunisasi. Tetapi pada kenyataannya

beberapa imunisasi masih dapat diberikan kepada bayi sampai umur 11-12

Page 28: Laporan Field Lab Imunisasi

bulan ( BCG dapat diberian sampai umur 11 bulan dan polio, campak,

DPT dapat diberikan sampai umur 12 bulan ). Walaupun pemberiannya

harus lengkap sesuai dengan imunisasi dasar yang diberikan termasuk

dosis yang tepat.

2. Sakit

Bayi Arya berumur 9 bulan datang ke puskesmas untuk mendapatkan

imunisasi campak tetapi karena demam maka dilakukan penundaan

imunisasi sampai Arya benar-benar sehat. Sebenarnya demam atau panas

bukan merupakan kontra indikasi dari pemberian imunisasi tetapi untuk

menghindari tingkat keparahan dari kejadian pasca imunisasi seperti

vaksin DPT yang mempunyai efek samping menimbulkan panas selain itu

untuk menghindari prasangka buruk dari masyarakat kepada petugas

puskesmas akan demam yang terjadi imunisasi tersebut.

3. Kurang umur

Bayi Arfo umur kurang dari 2 bulan datang ke puskesmas untuk

mendapatkan imunisasi DPT/HB 1 dan polio 2, tetapi imunisasi ini tidak

dapat diberikan karena kurang umur. Hal ini dapat terjadi karena

ketidaktahuan orang tua akan jadwal imunisasi yang tepat.

4. Kurang gizi

Bayi Vransiska umur 1 bulan dengan berat badan 2.9 kg di berikan

imunisasi BCG dan Polio 1. Sebenarnya bayi kurang gizi bukan

merupakan kontra indikasi oleh karena itu Vransiska tetap diberikan

imunisasi. Pihak puskesmas seharusnya memberikan edukasi kepada orang

tua tentang bagaimana pemberian makanan seimbang dan bergizi kepada

anak tersebut.

Timbangan yang digunakan dalam penimbangan berat badan bayi sebelum

imunisasi sudah rusak terutama pada kalibrasi timbangan sehingga hasil

penimbangan merupakan hasil yang kurang akurat dan hal ini akan berdampak

pada penentuan status gizi bayi yang bersangkutan. Sehingga perlunya penyediaan

Page 29: Laporan Field Lab Imunisasi

timbangan yang layak pakai dan tidak mengacaukan hasil penimbangan dan

penentuan status gizi bayi.

Bayi yang ditimbang berat badannya sebaiknya menggunakan pakaian

seminimal mungkin agar hasil penimbangan yang didapatkan benar-benar

merupakan hasil yang akurat. Namun pada kenyataan di lapangan, banyak bayi

memakai pakaian yang berlebihan termasuk topi dan sepatu. Hal ini akan dapat

menjadi faktor perancu hasil penimbangan berat badan bayi dan penentuan status

gizinya. Sehingga hendaknya petugas puskesmas memberikan pengertian kepada

orang tua tentang perlunya penggunaan pakaian seminimal mungkin pada anaknya

sebelum ditimbang.

Air yang digunakan untuk sterilisasi pada daerah yang akan disuntik tidak

dijaga suhunya mulai dari awal pelaksanaan imunisasi yaitu pukul 7.30 WIB

hingga pelaksanaan imunisasi berakhir pukul 10.10 WIB. Akibatnya??? Sehingga

perlunya memantau suhu dan mengganti air tersebut sesegera mungkin setiap kali

didapatkan air yang digunakan dalam sterilisasi tersebut sudah tidak hangat lagi.

Beberapa orang tua tidak membawa buku KIA (Kesehatan Ibu Anak)

dengan berbagai alasan mulai dari lupa sampai dengan hilang, akibatnya terjadi

hambatan dalam pemantauan jadwal imunisasi sehingga petugas puskesmas

kesulitan menentukan jenis vaksin. Penentuan jenis vaksin yang akan diberikan

hanya mengandalkan keterangan dan pernyataan dari ibu tentang vaksin apa saja

yang sudah diberikan sebelumnya. Oleh karena itu, dibutuhkan persetujuan dari

ibu mengenai kesanggupan pemberian imunisasi dan kebenaran informasi yang

disampaikan guna menghindarkan dari kejadian yang tidak diinginkan pasca

imunisasi dan hendaknya petugas puskesmas selalu mengingatkan untuk selalu

membawa buku KIA setiap kali imunisasi dan memberikan pengertian kepada

orang tua tentang pentingnya informasi yang terdapat pada buku KIA tersebut

dalam menunjang pelaksanaan imunisasi dan pemantauan status gizi anak.

Page 30: Laporan Field Lab Imunisasi

Penyuntikan BCG dilakukan dua kali pada tempat yang sama tanpa

sterilisasi ulang disebabkan injeksi pertama terlepas karena bayi menangis dan

banyak bergerak. Akibatnya??? Sebaiknya kyk gmn? Solusinya apa?

Sesekali didapati cairan vaksin masih tertinggal dalam alat suntik. Ini

berarti dosis vaksin yang diberikan kurang yang dapat mengakibatkan tidak

optimalnya imunisasi yang diberikan guna memberikan pajanan dari luar dalam

membentuk kekebalan tubuh bayi yang bersangkutan. Sebaiknya petugas

imunisasi benar-benar cermat dalam pemberian dosis vaksin yang bersangkutan

termasuk keluarnya vaksin akibat pembuangan gelembung vaksin dan hendaknya

memasukkan vaksin dengan melebihkannya sedikit dari dosis yang ditetapkan

agar dosis vaksin tersebut tepat diberikan.

Vaksin beku kering (BCG dan campak) sebelum digunakan hendaknya

dioplos atau dilarutkan terlebih dahulu. Terdapat beberapa prosedur pelarutan

vaksin beku kering. Salah satu diantaranya adalah dengan melilitkan plastik pada

leher ampul vaksin maupun pelarut yang akan dipatahkan lehernya untuk

mencegah kontaminasi dari masuknya udara secara mendadak ke dalam ampul

waktu dipatahkan dan agar vaksin tidak berhamburan keluar. Namun pada

kenyataan di lapangan, pematahan ampul dilakukan tanpa melilitkannya dengan

plastik namun dengan menggunakan baju petugas imunisasi yang dapat

menyebabkan timbulnya kontaminasi baik pada vaksin maupun pelarut.

Sebaiknya petugas imunisasi mematuhi dan melaksanakan prosedur pematahan

leher ampul agar imunisasi yang diberikan tersebut benar-benar optimal.

Agar sterilisasi tetap terjaga, dapat ditunjang melalui penggunaan hand

scone oleh petugas imunisasi pada pemberian imunisasi.

Selain itu juga diperlukan asisten tambahan guna membantu kelancaran

pemberian imunisasi dan pemberian sosialisasi kepada orang tua tentang

imunisasi yang bersangkutan dan efek samping yang mungkin timbul akibat

imunisasi tersebut.

Page 31: Laporan Field Lab Imunisasi

Pencampuran antara pelarut dan vaksin beku kering tidak boleh dilakukan

dengan mengkocok namun dilakukan dengan mengisap vaksin dan pelarut pelan-

pelan dan meyuntikan kembali ke dalam ampul atau vial beberapa kali sampai

vaksin tercampur. Namun, pada kenyataannya pencampuran pelarut dan vaksin

dilakukan dengan cara mengocok. Akibatnya???

Page 32: Laporan Field Lab Imunisasi

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN