laporan asfiksia neonatorum

24
LAPORAN TUTORIAL BLOK SISTEM RESPIRASI KASUS : ASFIKSIA NEONATORUM KELOMPOK 1 : PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS JAMBI

description

asfiksia

Transcript of laporan asfiksia neonatorum

Page 1: laporan asfiksia neonatorum

LAPORAN TUTORIAL

BLOK SISTEM RESPIRASI

KASUS : ASFIKSIA NEONATORUM

KELOMPOK 1 :

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS JAMBI

TAHUN AJARAN 2014

Page 2: laporan asfiksia neonatorum

KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT dimana

atas rahmat dan karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah tutorial yang

berjudul “Asfiksia Neonatorum” adapun tujuan membuat makalah ini adalah

untuk melengkapi tugas tutorial blok sistem respirasi.

Makalah ini disusun dari hasil pengumpulan data serta informasi yang

kami peroleh dari buku panduan serta infomasi dari media massa yang

berhubungan dengan tema makalah ini.

Sesuai pepatah ‘tak ada gading yang tak retak’, makalah ini masih jauh

dari sempurna, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran dari para

pembaca agar makalah kami kedepan menjadi lebih baik. Akhirnya, kami

berharap semoga makalah ini dapat memberi manfaat bagi kita semua.

Jambi, Oktober 2014

Penyusun

Page 3: laporan asfiksia neonatorum

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Asfiksia adalah keadaan diman bayi yang baru diahirkan tidak segera bernafas

secara spontan dan teratur setelah dilahirkan. Hal ini disebabkan oleh hipoksia

janin dan rahim yang berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam

kehamilan, persalinan dan setelah lahir.

Word Health Organization, dalam laporannya menjelaskan bahwa asfiksia

neonatorum merupakan urutan pertama penyebab kematian neonatus di Negara

berkembang pada tahun 2007 yaitu sebesar 21,1%. Dilaporkan kematian neonatal

adalah asfiksia neonatus (33%). Menurut laporan kelompok kerja WHO, dari 8

juta kematian bayi didunia, 48% adalah kematian neonatal. Dari seluruh kematian

neonatal, sekitar 60% merupakan kematian bayi umur 7 hari, yang disebabkan

kematian perinatal yang salah satunya adalah askfiksia.

Di Indonesia, angka kematian neonatal sebesar 25 per 1000 kelahiran hidup

dan angka kematian neonatal dini (0-7 hari) sebesar 15 per 1000 kelahiran hidup.

Dari hasil Survey Demografi Kesehatan Indonesia pada tahun 2007 penyebab

utama kematian neonatal dini adalah BBLR (35%), asfiksia (33,6%), tetanus

(31,4%). Sebagian kasus asfiksia pada bayi baru lahir merupakan kelanjutan dari

asfiksia intrauterin. Maka dari itu, diagnosa dini pada penderita asfiksia

mempunyai arti penting dalam merencanakan resusitasi yang akan dilakukan.

Setelah bayi lahir, diagnosis asfiksia dapat dilakukan dengan menetapkan nilai

APGAR. Penilaian menggunakan skor APGAR masih digunakan karena dengan

cara ini derajat asfiksia dapat ditentukan sehingga penatalaksanaan pada bayi pun

dapat disesuaikan dengan keadaaan bayi.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis dapat membuat rumusan

masalah sebagai berikut :

Page 4: laporan asfiksia neonatorum

1. Konsep Dasar Asfiksia Neonatorum

a. Apa definisi dari Asfiksia Neonatorum?

b. Apa etiologi dari Asfiksia Neonatorum?

c. Apa saja gejala dari Asfiksia Neonatorum?

d. Apa saja klaasifikasi dari Kanker Paru?

e. Bagaimana patofisiologi/WOC pada Asfiksia Neonatorum?

2. Konsep Asuhan keperawatan secara teoritis

a. Pengkajian

b. Analisa data

c. Diagnosa Keperawatan

d. Rencana asuhan keperawatan

3. Apa saja klasifikasi istilah dan identifikasi masalah berdasarkan skenario

kasus Asfiksia Neonatorum?

4. Bagaimana asuhan keperawatan berdasarkan skenario kasus Asfiksia

Neonatorum?

1.3 Tujuan Masalah

1. Tujuan Umum

Diharapkan mahasiswa dapat memahami rencana asuhan keperawatan

pada anak dengan gangguan sistem pernafasan : asfiksia neonatorum.

2. Tujuan khusus

a. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian pada anak asfiksia neonatorum

b. Mahasiswa mampu melakukan analisa data, serta menetukan diagnosa

keperawatan pada anak asfiksia neonatorum

c. Mahasiswa mampu melakukan intervensi yang sesuai dengan masalah

pada anak asfiksia neonatorum

1.4 Manfaat

1. Mahasiswa mampu memahami penyakit Asfiksia Neonatorum sehingga

menunjang pembelajaran mata kuliah sistem respirasi

2. Mahasiswa mampu mengetahui proses keperawatan yang benar sehingga

dapat menjadi bekal dalam persiapan praktek di rumah sakit.

Page 5: laporan asfiksia neonatorum

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi

Asfiksia neonatorium ialah keadaan dimana bayi tidak dapat segera

bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan hipoksia janin

dalam uterus dan hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul

dalam kehamilan, persalinan, atau segera setelah lahir (Ilmu Kebidanan, 2002).

Akibat-akibat asfiksia akan bertanbah buruk apabila penanganan bayi

tidak dilakukan secara sempurna. Tindakan yang akan dikerjakan pada bayi

bertujuan mempertahankan kelangsungan hidupnya dan membatasi gejala-gejala

lanjut yang mungkin timbul. Untuk mendapatkan hasil yang memuaskan,

beberapa faktor perlu dipertimbangkan dalam menghadapi bayi dengan asfiksia.

Faktor-faktor tersebut ialah: 1) etiologi dan faktor predisposisi; 2) gangguan

homeostatis; 3) diagnosis asfiksia bayi; dan 4) resusitasi ( Ilmu Kebidanan,

2002).

2.2 Etiologi

Hipoksia yang menyebabkan asfiksia neonatorum terjadi karena gangguan

pertukaran gas serta transpor O2 dari ibu ke janin sehingga terdapat gangguan

dalam persediaan O2 dan dalam menghilangkan CO2. Towell (1966) mengajukan

penggolongan penyebab asfiksia neonatorum terdiri dari:

1. Faktor ibu

a. Hipoksia ibu yang akan terjadi akan menimbulkan hipoksia janin

dengan segala akibatnya, hipoksia ini terjadi karena hipoventilasi

akibat pemberian anastesia.

b. Gangguan kontraksi usus

c. Hipotensi mendadak pada ibu karena pendarahan

d. Hipertensi

e. Hb yang menurun berakibat pada janin karena kekuatan mengikat O2

akan berkurang sehingga terjadi hipoksia

f. Gangguan penyakit jantung

Page 6: laporan asfiksia neonatorum

2. Faktor fetus

a. Kompresi umbilicus

b. Kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir

c. Lilitan tali pusat

3. Faktor plasenta

a. Plasenta tipis

b. Plasenta kecil

c. Plasenta tidak menempel

d. Solusio plasenta

4. Faktor neonates

a. Pemakaian obat anastesi yang berlebihan pada ibu

b. Trauma yang terjadi saat persalinan

c. Kelainan kongenital pada bayi

d. Prematur

5. Faktor persalinan

a. Partus lama

b. Partus tindakan

6. Faktor resiko

a. Gizi ibu yang buruk

b. Anemia

c. Gangguan oksigenasi

d. Gangguan pemberian zat makanan/nutrisi

e. Penyakit menahun (hipertensi, gangguan penyakit jantung)

2.3 Gejala

Manifestasi klinis pada bayi setelah lahir menurut Nelson (1997) adalah

sebagai berikut :

1. Bayi pucat dan kebiru-biruan

2. Usaha bernafas minimal atau tidak ada

3. Hipoksia

4. Asidosis metabolik atau respiratori

5. Perubahan fungsi jantung

Page 7: laporan asfiksia neonatorum

6. Kegagalan sistem multiorgan

7. Kalau sudah mengalami perdarahan di otak maka ada gejala neurologik :

kejang, nistagmus, dan menangis kurang baik/ tidak menangis.

2.4 Patofisiologi

Setiap bayi baru lahir selalu mengalami keadaan hipoksia, dan karena hipoksia

itu akan merangsang bayi untuk berusaha bernapas. Tetapi bila bayi tidak

menunjukkan usaha bernapas hipoksia itu berlanjut sampai ke keadaan yang

parah. Hipoksia janin itu sendiri dipengaruhi oleh faktor ibu, fetus, plasenta,

neonatus, dan resiko.

Hipoksia pada ibu akan mengakibatkan gangguan aliran plasenta sehingga

terjadi penurunan aliran O2 ke janin sehingga janin akan mengalami hipoksia.

Untuk faktor fetus hipoksia janin terjadi akibat kompresi tali pusat sehingga

terjadi gangguan aliran darah umbilikus pada janin. Sedangkan untuk faktor

plasenta terjadi insufisiensi plasenta yang menyebabkan penurunan aliran O2 ke

janin. Anastesi yang diberikan secara berlebihan pada waktu proses persalinan dan

trauma yang dialami bayi sewaktu persalinan (partus lama dan partus tindakan)

akan mengakibatkan depresi susunan saraf pusat pada janin. Sehingga akan terjadi

kekacauan pada SSP dalam memberikan impuls kepada organ pernapasan dan

berakibat gangguan fungsi organ pernapasan. Udara yang dihirup akan

mengandung bakteri, virus maupun benda-benda asing yang semestinya tidak ikut

masuk ke organ pernapasan untuk itu organ-organ pernapasan atas akan

melakukan kompensasi dengan mengeluarkan lendir atau mukus, tetapi karena

terjadinya kerusakan organ-organ pernapasan terjadilah produksi lendir yang

berlebih sehingga akan mengakibatkan penumpukan mukus atau lendir. Hal ini

akan menurunkan kadar O2 yang seharusnya diterima janin secara normal

(terjadilah hipoksia janin). Untuk faktor resiko diakibatkan karena gizi buruk pada

ibu sehingga mempengaruhi penurunan kadar Hb dalam darah ibu. Karena Hb

yang berfungsi mengikat O2 menurun mengakibatkan O2 dalam darah ibu

berkurang, hal ini mengakibatkan sirkulasi O2 dan nutrisi dari ibu ke janin

terganggu, pada akhirnya terjadi penurunan IVGR dan hipoksia janin. Dalam hal

ini terjadi pula kematuran paru yang mengakibatkan ekspansi paru belum

Page 8: laporan asfiksia neonatorum

maksimal sehingga terjadi kelemahan-kelemahan otot pernapasan yang berakibat

hipoksia janin.

Hipoksia janin mengakibatkan perfusi jaringan yang berakhir pada kematian

jaringan. Selain itu hipoksia janin mengakibatkan metabolisme anaerob sehingga

terjadi akumulasi asam laktat, hal itu akan membuat bayi mengalami asidosis

yang akan berakibat pada asfiksia. Hipoksia janin juga akan menstimulasi nevus

vagus saraf simpatis yang akan mengaktifkan kontraksi otot polos kolon.

Sehingga janin mengalami defakasi intrauterin yang akan membuat air ketuban

berwarna hijau. Pada saat janin melakukan aspirasi intrapartum air ketuban yang

terkontaminasi oleh tinja tersebut akan ikut masuk ke dalam sistem pernapasan

janin yang berakibat janin mengalami asfiksia. Asfiksia yang terjadi dimulai

dengan suatu periode apnoe I disertai penurunan frekuensi jantung. Selanjutnya

bayi akan menujukkan usaha nafas, dan kemudian diikuti pernapasan teratur. Pada

asfiksia sedang dan berat, usaha nafas tidak tampak sehingga bayi berada pada

periode apnoe yang ke II. Apabila perawatan yang dilakukan berhasil bayi akan

menunjukkan usaha bernapas, tetapi jika tidak bayi akan mati.

Page 9: laporan asfiksia neonatorum

BAB III

TINJAUAN KASUS

3.1 Skenario Kasus

Asfiksia Neonatorum

Seorang bayi insial R lahir hari Rabu, tanggal 14 Januari 2014, alamat Jl.

Tarmizi Kadir RT. 7 Thehok, Jambi, lahir dirumah dan persalinan dibantu oleh

seorang bidan. Pada saat lahir bayi tidak dapat bernafas secara spontan dan sedang

dirawat di ruang PRT RSMT. Waktu dilahirkan keadaan bayi lemas, tubuh bayi

pucat, tangisan merintih, sulit bernafas.

Saat ini keluhan yang dirasakan bayi adalah sesak nafas, BAB pasien

sedikit, warna kecoklatan, tidak mau minum ASI, ibu bayi juga mengatakan bayi

tidak mau minum susu tambahan, pada saat perawat melakukan observasi klien

tampak lemah, kekuatan tonus otot menurun, kulit muka dan bibir pucat dan

kebiru-biruan, terkadang bayi tidak bernafas.

Pada saat perawat melakukan pemeriksaan fisik denyut jantung kurang

dari 100 x/menit, vital sign pols : 90x/menit, suhu : 35°C, RR : 20x/menit, tidak

ada respon terhadap reflex rangsangan, ibu bayi uga mengatakan bayi lahir

dengan persalinan yang cukup lama, dari hasil pemeriksaan laboratorium; Hb :

10,6 gr%, leukosit : 15.400/ml, trombosit : 191.000/ml, pH darah : 5,1, PCO2 :

55, PO2 : 65 pasien terpasang infuse dextrose 5 tetes/menit.

3.2 Klarifikasi Istilah Sulit

a. PRT RSMT : Perinatologi Rumah Sakit Raden Mattaher

b. Dextrose : Cairan monosakarida yang dijadikan

sebagai sumber energi tubuh yang

diberikan melalui intravena (drip/tetesan

atau bollus/suntikan). Drip diberikan pada

pasien yang susah makan.

c. Reflex : Gerak atau aksi yang tidak disadari akibat

suatu rangsangan

d. Tonus : Kontraksi otot yang ringan dan terus

Page 10: laporan asfiksia neonatorum

menerus/ ketegangan otot dalam keadaan

tidak aktif/ kontaksi otot selalu

dipertahankan keberadaannya oleh otot.

e. Asfiksia neonatorum : Suatu keadaan dimana bayi baru lahir

mengalami kegagalan nafas segera setelah

kelahiran.

f. Vital sign pulse : Tanda-tanda vital yang terdiri dari TD,

nadi, RR dan suhu.

3.3 Identifikasi masalah

1. Skor APGAR bayi tersebut.

2. Mengapa bayi tidak mau minum ASI, susu tembahan dan BAB

kecoklatan?

3. Apa penyebab bayi pucat, merintih, sulit bernafas, tonus menurun?

4. Mengapa terjadi asfiksia neonatorum?

5. Mengapa diberi infus dextrose?

6. Mengapa PCO2 menurun, PaO2 menurun, dan pH darah menurun?

7. Mengapa Hb menurun?

8. Berapa dosis pemberian infuse dextrose?

9. Mengapa denyut jantung, vital sign pulse, dan suhu menurun?

3.4 Analisa masalah

1. A = appearance = 0 = kulit muka dan bibir pucat dan kebiru-biruan

P = pulse = 1 = kurang dari 100x/menit

G = grimance = 0 = tidak ada respon reflex

A = activity = 0 = lemah, tonus otot menurun

R = respiration = 1 = tangisan merintih, sulit nafas, tidak bernafas

2. Hal ini disebabkan karena adanya gangguan saluran pernafasan yang

menyebabkan bayi tidak mau minum ASI ibu dan susu tambahan sehingga

BAB menjadi kecoklatan.

Page 11: laporan asfiksia neonatorum

3. Hal ini disebabkan oleh asupan O2 dan asidosis respiratorik yang

menyebabkan asam aktat meningkat dan CO2 meningkat akibat

metabolisme anaerob tonus menurun karena kekurangan energi.

4. Hal ini disebabkan karena gangguan pertukaran gas serta transport O2 dari

ibu ke janin sehingga terdapat gangguan dalam persediaan O2 dan

kesulitan mengeluaran CO2 saat janin di uterus hipoksia yang

menyebabkan produksi surfaktan belum sempurna sehingga alveoli belum

mengembang dengan sempurna.

5. Hal ini dikarenakan bayi kekurangan energi akibat bayi tidak

mnegkonsumsi ASI ibu sehingga bayi diberi infuse dextrose sebagai

pengganti energi.

6. Hal ini dikarenakan adanya gngguan pertukaran gas yang terjadi dalam

rahim karena asidosis respiratorik yang menyebabkan pH menurun.

7. Hal ini disebabkan oleh adanya gangguan aliran darah ke bayi sehingga

aliran darah berkurang.

8. 0,5 gr/jam, 300 tts/jam = 15 cc/jam ( untuk yang makro 1 cc = 20 tts,

mikro 1 cc = 60 tts.

9. Hal ini dikarenakan kadar O2 menurun yang menyebabkan sirkulasi darah

dari jantung keseluruh tubuh terganggu dan menyebabkan kompensasi

tubuh hipotermi.

3.5 Kesimpulan masalah

1. Gangguan pertukaran gas

2. Gangguan pemenuhan nutrisi

3. Hipotermia

4. Resiko kecemasan

Page 12: laporan asfiksia neonatorum

3.6 Learning Objective

1. Patofisiologi / WOC\

2. Pengkajian

a. Biodata pasien

Nama : R

Tanggal Lahir : 14 Januari 2014

Alamat : Jl. Tarmizi Kadir RT. 7 Thehok Jambi

Keluhan utama : sesak nafas, BAB kecoklatan, tidak nafsu minum

ASI ibu dan susu tambahan

b. Riwayat kesehatan

- Sekarang : sesak nafas, BAB kecoklatan, tidak nafsu minum

ASI ibu dan susu tambahan, tampak lemah, tonus

otot menurun, kulit muka dan bibir pucat, serta

kebiruan, terkadang bayi tidak bernafas, tidak ada

respon rangsangan.

- Dahulu : proses persalinan lama, bayi lemas, tubuh

bayi pucat, tangisan merintih, sulit bernafas.

- Pola makan : tidak mau minum ASI dan susu tambahan

c. Pemeriksaan fisik

- Sistem respirasi : RR = 20x/i

- Sistem kardiovaskuler : HR = 100x/i,

vital sign pulse = 90x/i

- Sistem imun : suhu = 35° C

d. Data penunjang

- Hb = 10,6 gr/%

- Leukosit = 15.400/ml

- Trombosit = 191.000/ml

- pH = 5,1

- PCO2 = 55

- Po2 = 65

Page 13: laporan asfiksia neonatorum

3. Analisa data

No. Data EtiologiMasalah

Keperawatan

1. DS : keluarga klien mengatakan bayi sulit bernafasDO : - PO2 = 65

- PCO2 = 55- pH = 5,1- Hb = 10,6

Gangguan metabolisme dan

perubahan asam basa

Asidosis respiratorik

Gangguan perfusi ventilasi

Gangguan pertukaran gas

2. DS : keluarga klien mengatakan bayi tidak mau minum ASI dan susu tambahanDO : tonus otot menurun, kulit bayi pucat

Gangguan perfusi ventilasi

Susah bernafas

Intake tidak adekuat

Gangguan pemenuhan nutrisi

3. DS : -DO : - suhu = 35°C

- Pucat- sianosis

Suplai O2 dalam darah menurun

Transisi lingkungan

Hipotermia

4. DS : -DO : bayi menangis merintih

Suplai O2 ke paru menurun

Kerusakan otak

Kematian bayi

Resiko kecemasan keluarga

4. Diagnosa keperawatan

a. Gangguan pertukaran gas berdasarkan dengan gangguan perfusi

ventilasi

b. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi berdasarkan dengan intake

cairan yang tidak adekuat

c. Hipotermia berdasarkan dengan transisi lingkungan

Page 14: laporan asfiksia neonatorum

d. Resiko kecemasan keluarga berdasarkan dengan kurangnya

pengetahuan keluarga terhadap penyakit bayi

5. Rencana asuhan keperawatan

No

.

Diagnosa

keperawatan

Tujuan/ kriteria

hasil

Intervensi

1. Gangguan pertukaran gas b/d gangguan perfusi ventilasi d/d :DO : - PO2 = 65

- PCO2 = 55- pH = 5,1- Hb = 10,6\- RR = 20x/i

Status pernafasan bayi kembali normal.KH : 1. Pernafasan normal 40-60 kali permenit2. Pernafasan teratur3. Tidak sianosis4. Wajah dan seluruh tubuh warna kemerahan5.Gas darah normal.

1. Posisikan bayi dengan posisi ekstensi2. Tempatkan bayi di inkubator (tempat yang hangat)3. Berikan oksigen liter4. Monitor status pernafasan (RR, gerakan dinding dada)5. Cek AGD6. Pantau kadar elektrolit

2. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi b/d intake cairan yang tidak adekuat d/dDO : - tonus ototmenurun

- kulit bayi pucat- BAB

kecoklatan

Kebutuhan nutrisi bayi terpenuhi.KH : 1. Bayi dapat minum ASI dengan baik2. BAB normal

1.kolaborasi pemberian infus dextrose, NGT, dan vitamin2. berikan intake cairan3.posisikan bayi miring setelah menyusui untuk mencegah aspirasi

3. Resiko hipotermia b/d transisi lingkungan d/d :DO : - suhu = 35°C

- Pucat- sianosis

Bayi akan menunjukkan termoregulasiKH : - suhu bayi meningkat/kembali normal

1. tempatkan bayi ditempat yang hangat2. hindari bersentuhan dengan benda-benda yang dingin3. ganti segera pkaian yang basah4. gunakan teknik mandiyang benar

4. Resiko kecemasan b/d kurangnya pengetahuan keluarga d/d :DO : bayi merintih

1. Berikan edukasi tentang penyakit, prosedur, dan pengobatan penyakit bayi pada keluarga2. berikan motivasi pada keluarga3. Identifikasi kecemasan

Page 15: laporan asfiksia neonatorum

BAB IV

Page 16: laporan asfiksia neonatorum

KESIMPULAN

Asfiksia neonatorum adalah keadaan bayi baru lahir yang tidak dapat bernafas dengan spontan dan teratur segera setelah lahir. Untuk menentukan derajat asfiksia dapat menggunakan APGAR score. Dalam pelaksanaan asuhan keperawatan pada bayi dengan asfiksia diperlukan perawatan dan penatalaksanaan yang tepat dan cepat sehingga dapat mencegah terjadinya komplikasi / keadaan bayi yang bertambah buruk. Sehingga bayi dapat tumbuh dan berkembang dengan baik.

Bayi dengan asfiksia pertolongan pertamanya dapat di lakukan dengan tindakan Resusitasi. Resusitasi (respirasi artifisialis) adalah usaha dalam memberikan ventilasi yang adekuat, pemberian oksigen dan curah jantung yang cukup untuk menyalurkan oksigen kepada otak, jantung dan alat-alat vital lainnya. Asfiksasi neonatorum paling banyak terjadi pada pada bayi dalam persalinan pretern.

DAFTAR PUSTAKA

Page 17: laporan asfiksia neonatorum

Underwood, J.C.E, (1999), Patologi Umum dan Sistematik, Edisi 2, EGC, Jakarta.

Carpenito, L. J. 1995. Buku Saku : Diagnosis Keperawatan. Edisi ke-6.

Penerbit Buku Kedokteran. EGC : Jakarta