Laporan Akhir PROGRAM P2M PENERAPAN...

34
Laporan Akhir PROGRAM P2M PENERAPAN IPTEKS JUDUL PROGRAM Pelatihan Penggunaan Zat Aditif dan Cara Pembudidayaan Tanaman Upakara untuk Kelompok Pembuat Banten di Desa Mas Kecamatan Ubud Oleh: Ni Made Wiratini, S.Pd., M.Sc. NIP 198306272006042002 I Ketut Lasia, S.Pd., M.Pd. NIP 197212232001121001 Dr. Siti Maryam, M.Kes. NIP 19620221 198601 2 001 Dibiayai dari Daftar Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Universitas Pendidikan Ganesha dengan SPK Nomor: 118/UN48.16/PM/2016 tanggal 25 Februari 2016 Jurusan Pendidikan Kimia Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Pendidikan Ganesha Tahun 2016

Transcript of Laporan Akhir PROGRAM P2M PENERAPAN...

Laporan Akhir

PROGRAM P2M PENERAPAN IPTEKS

JUDUL PROGRAM

Pelatihan Penggunaan Zat Aditif dan Cara Pembudidayaan Tanaman

Upakara untuk Kelompok Pembuat Banten di Desa Mas Kecamatan Ubud

Oleh:

Ni Made Wiratini, S.Pd., M.Sc.

NIP 198306272006042002

I Ketut Lasia, S.Pd., M.Pd.

NIP 197212232001121001

Dr. Siti Maryam, M.Kes.

NIP 19620221 198601 2 001

Dibiayai dari Daftar Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Universitas Pendidikan Ganesha

dengan SPK Nomor: 118/UN48.16/PM/2016 tanggal 25 Februari 2016

Jurusan Pendidikan Kimia Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Pendidikan Ganesha

Tahun 2016

ii

11.800.000,

- 7 Agustus 2016

iii

Ringkasan

Kegiatan P2M Pelatihan Penggunaan Zat Aditif dan Cara Pembudidayaan Tanaman Upakara

untuk Kelompok Pembuat Banten di Desa Mas Kecamatan Ubud bertujuan meningkatkan:

pengetahuan tentang penggunaan zat aditif makanan, zat aditif alami, dan keterampilan dalam

membudidayakan tanaman upakara Kelompok pembuat Banten di Desa Mas Kecamatan

Ubud. Untuk mencapai tujuan tersebut, kelompok pembuat banten Di Desa Mas dilatih untuk

menggunakan zat aditif yang aman untuk kesehatan, membuat dan menggunakan zat aditif

alami, serta membudidayakan tanaman upakara dipekarangan masing-masing. Hasil yang

telah dicapai adalah melatih kelompok pembuat banten tentang penggunaan zat aditif sintetik

yang aman, membuat dan menggunakan zat aditif alam. Para anggota kelompok sangat

antosisas mengikuti pelatihan.

Kata-kata kunci: zat aditif, banten, tanaman upakara.

iv

PRAKATA

Puji syukur kehadapan Hyang Widhi Wasa karena berkat rakhmatNya,P2M ini dapat

terlaksana sesuai rencana. P2M yang berjudul “Pelatihan Penggunaan Zat Aditif dan Cara

Pembudidayaan Tanaman Upakara untuk Kelompok Pembuat Banten di Desa Mas

Kecamatan Ubud” merupakan upaya untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan

kelompok pembuat Banten di Desa Mas .

P2M ini terlaksana atas dukungan beberapa pihak. Untuk itu pada kesempatan ini

peneliti mengucapkan terimakasih setulus-tulusnya kepada.

a. Rektor Universitas Pendidikan Ganesha

b. Ketua Lembaga Pengabdian Masyarakat Universitas Pendidikan Ganesha yang

telah mengusulkan proposal ini ke Dikti sehingga pengabdian ini dapat terlaksana

c. Semua pihak yang tidak tersebutkan namanya yang telah menyukseskan

pengabdian ini

Akhirnya kami berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat. Saran dan kritik juga kami

sangat harapkan untuk kesempurnaan laporan ini.

Singaraja, 28 Oktober 2016

Tim Pelaksana

v

DAFTAR ISI

Sampul …………………… I

Halaman Pengesahan …………………… Ii

Ringkasan …………………… Iii

Prakata …………………… Iv

Daftar Isi …………………… V

BAB1. PENDAHULUAN …………………… 1

1.1 Analisis situasi …………………… 3

1.2 Identifikasi dan perumusan masalah …………………… 5

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA …………………… 7

2.1 Macam-macam zat aditif …………………… 8

2.2 Pembuatan dan pemakaian pewarna alami …………………… 12

2.3 Tujuan kegiatan …………………… 14

2.5 Manfaat kegiatan …………………… 14

BAB 3. KERANGKA PEMECAHAN MASALAH DAN

SASARAN

…………………… 15

3.1 Kerangka pemecahan masalah …………………… 15

3.2 Sasaran …………………… 16

BAB 4 METODE KEGIATAN …………………… 17

BAB 5. HASIL …………………… 21

BAB 6 RENCANA KEGIATAN BERIKUTNYA …………………… 24

BABA 7 SIMPULAN DAN SARAN …………………… 25

7.1 Simpulan …………………… 25

7.2 Saran …………………… 25

DAFTAR PUSTAKA …………………… 26

Lampiran-lampiran …………………… 27

vi

DAFTAR TABEL

vii

DAFTAR GAMBAR

1

BAB 1

PENDAHULUAN

Perangkat upacara (banten) merupakan sarana upacara masyarakat beragama Hindhu.

Banten sangat dibutuhkan masyarakat yang beragama Hindhu di Bali. Banten diperlukan dari

manusia masih di dalam kandungan sampai manusia itu mati. Menyadari akan kebutuhan

masyarakat Hindhu di Bali terhadap banten, di Desa Masa Kecamatan Ubud Kabupaten

Gianyar terdapat kelompok pembuat dan sekaligus penjual banten.

Cara pemasaran produk oleh kelompok pembuat banten di Desa Mas masih sangat

tradisional. Kelompok tersebut hanya memasarkan produk di rumah kelompok saja dan tidak

ada papan nama. Produk dikemas kurang rapi dan tidak ada identitas. Disamping itu cara

pengkemasan produk masih sangat tidak higienis.

Bahan baku yang digunakan oleh kelompok pembuat dan penjual banten adalah janur,

aneka bunga, daun pisang, dan aneka daun langka lainnya. Bahan lain yang digunakan untuk

banten adalah daging ayam, daging babi, daging bebek, telor, aneka buah, pewarna makanan,

aneka bumbu, aneka jajan, dan sebagainya (Gambar 1.1).

Gambar 1.1. Proses pembuatan banten (d) non daging dari bahan baku(a: daun pisang dan

janur; b: bunga dan buah; c: tepung dan pewarna) sampai produk(e) (Dok.

Wiratini, 2015)

Permintaan banten meningkat terjadi ketika hari-hari raya upacara keagamaan, seperti

purnama, tilem (bulan mati), tumpek (sabtu kliwon) , dan upacara di pura-pura permintaan

banten mencapai 3-4 kali lipat dibandingkan hari-hari biasa. Permintaan tersebut semakin

bertambah, karena semakin banyak masyarakat di Desa Mas dan sekitarnya bekerja di luar

rumah untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka, sehingga untuk melakukan upacara,

mereka tidak sempat membuat banten sendiri. Mereka lebih memilih membeli kebutuhan

upacara/banten dari pada membuatnya, sehingga permintaan banten semakin meningkat.

b

a c

d

e

2

Peningkatan permintaan banten ternyata menjadi permasalahan bagi kelompok

pembuat banten. Permasalahan tersebut adalah pembuat banten tidak mampu memenuhi

semua permintaan dan keterbatasan bahan baku. Ketidak mampuan pembuat banten

memenuhi permintaan karena jumlah alat dan teknik mengerjakan produk masih sangat

tradisional. Sehingga jumlah produk yang dihasilkan tidak mampu memenuhi harapan pasar.

Sedangkan keterbatasan lain adalah kelangkaan bahan baku, seperti: janur, bunga, buah

kelapa, daun pisang dan dan aneka tumbuhan lainnya menjadi pelengkap permasalahan

kelompok pembuat banten.

Kelangkaan bahan baku menyebabkan harga bahan baku mengalami peningkatan 2-3

kali dari harga biasa. Misalnya harga janur awalnya Rp 2000/ikat menjadi Rp 4500/ikat.

Demikian juga dengan harga bunga awalnya Rp 1000/bungkus menjadi Rp 3000/bungkus.

Efek peningkatan harga bahan baku tersebut, menyebabkan mitra mengalami penurunan

keuntungan bahkan kerugiaan.

Upaya memenuhi permintaan banten oleh konsumen ketika terjadi kelangkaan bahan

baku kelompok pembuat banten membuat stok banten. Akan tetapi langkah-langkah tersebut

justru membuat kelompok tersebut mangalami kerugian, karena banten yang berbahan daging

ditumbuhi jamur dan berbau busuk. Sedangkan bagian banten lain penampilan kurang

menarik karena bahan-bahan yang digunakan telah menjadi layu (Gambar 1.2), sehingga

banyak pembeli mengurungkan niatnya untuk membeli banten.

Sate jamuran banten kering daging ayam

busuk

Gambar 1.2. Kerusakan bagian banten akibat terlalu lama (dok. Wiratini, 2015)

Mengantisipasi kerugian pembuat benten agar konsumen tidak beralih, kelompok

pembuat banten menambahkan zat aditif pada banten khususnya banten yang mengandung

jajan dan aneka olahan dari daging. Jajan ditambahkan zat pewarna “ kesumba ” untuk warna

jajan agar berpenampilan lebih menarik. Kelompok pembuat banten hanya menambahkan zat

aditif pada bahan yang digunakan akan tetapi tidak mengetahui jenis zat aditif yang aman

untuk makanan dan jumlah yang dianjurkan dalam makanan.

3

Berdasarkan uraian diatas, kelompok pembuat banten mengalami permasalahan dalam

cara mengawetkan banten, penambahan zat aditif, dan kelangkaan dalam bahan baku banten.

Untuk itu akan diadakan pelatihan penggunaan zat aditif dan cara pembudidayaan tanaman

upakara untuk kelompok pembuat banten di Desa Mas Kecamatan Ubud.

1.1 Analisis Situasi

Kelompok pembuat banten telah ada di Desa Mas. Nama kelompok tersebut antara

lain Kelompok Yadnya Sari dan Kelompok Dewi Suci. Kedua kelompok ini menggeluti

bidang banten telah memasuki tahun ke-4 di tahun 2015. Kelompok Yadnya Sari dan

Kelompok Dewi Suci memiliki anggota masing-masing 10 dan 15 orang.

Kelompok Yadnya Sari dan Kelompok Dewi Suci mengerjakan perangkat upacara

masih sangat tradisional (Gambar 3). Mulai dari pembuatan canang (bunga yang ditempatkan

dirangkaian janur), sate, lawar (adonan yang mengandung daging, sayur, dan bumbu yang

dicincang), tumpeng (nasi dipadatkan berbentuk kerucut) , penek (nasi dipadatkan berbentuk

silinder) dan perangkat yang lain. Alat-alat yang digunakan juga sangat sederhana dan belum

menggunakan sentuhan teknologi. Dengan demikian aset yang dimiliki kedua kelompok

pembuat dan penjual banten berasal dari peralatan sederhana. Aset yang dimiliki masing-

masing kelompok adalah alat mebat(pembuatan perangkat upacara dengan menggunakan

daging), dan alat mejejaitan (pembuatan perangkat upacara dengan daun). Alat mebat antara

lain talenan (alas mencacah/memotong dari kayu), lesung, aneka macam pisau, talam panci,

kompor, baskom, pemarut, dan yang lainnya. Sedangkan alat mejejaitan adalah pisau, talam,

meja, dan sebagainya. Jika dihitung aset yang dimiliki setiap kelompok banten tersebut

mencapai 2,5 juta - 3 juta rupiah.

Bahan baku yang digunakan oleh kedua kelompok pembuat dan penjual banten

tersebut adalah janur, bunga, daging ayam, daging babi, daging bebek, telor, aneka buah,

pewarna makanan, aneka bumbu, aneka jajan, dan sebagainya. Semua bahan baku tersebut

relatif tidak awet

Hasil produksi kedua kelompok tersebut adalah aneka macam banten, seperti daksina,

banten pecaruan, canang sari, banten kelahiran sampai dengan banten kematian dan banten

untuk Tuhan (dewa yadnya). Harga-harga banten tersebut sangat bervariasi, mulai dari 2.000

rupiah setiap bungkus untuk canang sari, 15.000 rupiah untuk setiap kawisan, perangkat,

ketengan, dan 10.000 rupiah untuk setiap daksina. Jenis-jenis banten tersebutlah yang

menjadi kebutuhan masyarakat Hindhu di Bali setiap hari. Omset penjualan banten mencapai

150.000 -250.000 per hari, dengan keuntungan yang diperoleh mencapai 50.000-100.000

rupiah setiap hari.

4

Gambar 1.3. Proses pembuatan banten berbahan daging (d) dari bahan baku(a: aneka bumbu;

b: gula aren; c: daging) menjadi produk (e) (Dok. Wiratini, 2015)

Gambar 1.4. Alat-alat yang dimiliki mitra (Dok. Wiratini, 2015)

Omset penjualan kelompok pembuat dan penjual benten menjadi bertambah apabila

ada upacara kelahiran anak atau upacara-upacara lain yang datang pada hari-hari tertentu.

Harga banten setiap upacara-upacara tersebut mencapai 500.000-1.500.000 rupiah. Setiap

bulan rata-rata ke dua kelompok tersebut dapat berjualan 1,5 juta sampai 2,5 juta rupiah.

Penghasilan bersih yang dapat diterima mencapai 1-2 juta rupiah.

Peningkatan permintaan banten terjadi ketika ada upacara keagamaan baik pribadi

maupun oleh organisasi kemasyarakatan. Peningkatan permintaan banten ternyata menjadi

permasalahan bagi mitra. Permasalahan tersebut adalah mitra tidak mampu memenuhi semua

permintaan karena keterbatasan bahan baku, seperti: janur, bunga, buah kelapa, aneka daun,

dan anak ayam. Kelangkaan bahan baku menyebabkan harga bahan baku meningkat 2-3 kali

dari harga biasa dan berdampak kelompok pembuat banten mengalami kerugian.

Upaya memenuhi permintaan banten oleh konsumen telah dilakukan dengan

membuat stok banten lebih banyak. Akan tetapi langkah-langkah tersebut justru membuat

kelompok tersebut mangalami kerugian, karena banten yang berbahan daging ditumbuhi

jamur dan berbau busuk. Sedangkan bagian banten lain penampilan kurang menarik karena

bahan-bahan yang digunakan telah menjadi layu.

a b c

d

e

5

a b

Upaya untuk menarik minat konsumen terus dilakukan oleh kedua mitra. Salah satu

caranya adalah dengan membuat aneka warna jajan upacara. Jenis pewarna yang digunakan

kebanyakan berlabel “sumba”. Ketika ditanya alasan pemakaian perwarna tersebut, mereka

mengatakan pewarna tersebut paling murah dan telah dipakai sejak lama. Jenis pemakaian

dan dampak pemakaian pewarna sintetik makanan belum diketahui dengan baik oleh

kelompok pembuat dan pedagang banten. Kelompok tersebut hanya mengetahui pewarna

sintetik makanan yang dipakai aman untuk makanan. Mereka tidak mengetahui dosis

pewarna sintetik makanan yang aman untuk makanan dan dampak kelebihan

penambahannya.

Gambar 1.5. Bahan pewarna jajan (a) dan aneka warna jajan (b) (dok. Ni Made Wiratini,

2015).

Keinginan para pembuat banten dan pedagang banten menggunakan bahan pewarna

yang aman dan higienis telah menjadi keinginan mereka sejak dulu. Akan tetapi karena

keterbatasan pengetahuan, mereka belum menemukan bahan pewarna lain. Keinginan mereka

yang lain adalah membuat bahan olahan makanan banten yang awet dan aman bagi

kesehatan. Keinginan tersebut timbul karena stok banten yang cepat rusak dan pernah

mendengar pengawet alami dapat ditambahkan pada makanan, seperti jajan dan olahan

daging. Akan tetapi informasi tersebut belum secara konfrenhensif diketahui oleh mitra.

Kegiatan pengabdian masyarakat ini direncanakan untuk kelompok Yadnya Sari dan

Kelompok Dewi Suci berlokasi Desa Mas Kecamatan Ubud. Selain sebagai pembuat dan

penjual banten, kedua kelompok tersebut juga sebagai petani. Akan tetapi tanaman yang

ditanam tidak dintegrasikan dengan usaha mereka sebagai pembuat dan penjual banten.

Sehingga mereka sering mengalami kesulitan bahan baku ketika terjadi peningkatan

permintaan banten, seperti: bunga, pandan arum, pisang, dan aneka perlengkapan lainnya.

1.2 Identifikasi dan Perumusan Masalah

Berdasarkan latar bekalang dan analisi situasi di atas, maka dapat diidentifikasi

permasalah kelompok pembuat dan penjual banten di Desa Mas Ubud sebagai berikut.

a. Menggunakan sembarang zat aditif pada makanan

6

b. Menambahkan zat aditif secara sembarangan tanpa memperhatikan batas maksimal

c. Kesulitan mencari zat aditif alternatif yang aman untuk dikonsumsi

d. Kesulitan mencari tanaman untuk keperluan upakara

e. Belum mampu memanfaatkan lahan pekarangan untuk menanam tanaman upakara

f. Stok bahan dan hasil produksi cepat rusak

g. Belum mampu mengemas produk

h. Belum mampu memasarkan produk lebih luas

Berdasarkan uraian diatas maka permasalahan yang diajukan dalam pengabdian

masayarakat ini adalah.

a. Pengetahuan zat aditif sintetik dan alami kelompok pembuat banten di Desa Mas perlu

ditingkatkan.

b. Keterampilan kelompok pembuat banten di Desa Mas sangat kurang ketika menggunakan

zat aditif pada makanan.

c. Keterampilan kelompok pembuat banten di Desa Mas sangat kurang ketika membuat zat

aditif alami untuk makanan.

d. Keterampilan kelompok pembuat banten di Desa Mas masih sangat kurang tentang cara

mengawetkan stok bahan dan hasil produksi menggunakan bahan alami

e. Keterampilan kelompok pembuat banten di Desa Mas masih sangat kurang tentang

pembudidayaan tanaman upakara di pekarangan rumah.

f. Keterampilan kelompok pembuat banten di Desa Mas sangat kurang tentang managemen

pemasaran dan mengemas produk agar lebih higienis dan menarik.

7

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Zat aditif adalah zat-zat yang ditambahkan pada makanan selama proses produksi,

pengemasan atau penyimpanan untuk maksud tertentu. Penambahan zat aditif dalam

makanan berdasarkan pertimbangan agar mutu dan kestabilan makanan tetap terjaga dan

untuk mempertahankan nilai gizi yang mungkin rusak atau hilang selama proses pengolahan.

Pada awalnya zat-zat aditif tersebut berasal dari bahan tumbuh-tumbuhan yang selanjutnya

disebut zat aditif alami. Umumnya zat aditif alami tidak menimbulkan efek samping yang

membahayakan kesehatan manusia. Akan tetapi, jumlah penduduk bumi yang makin

bertambah menuntut jumlah makanan yang lebih besar sehingga zat aditif alami tidak

mencukupi lagi. Oleh karena itu, industri makanan memproduksi makanan yang memakai zat

aditif buatan (sintesis). Bahan baku pembuatannya adalah dari zat-zat kimia yang kemudian

direaksikan. Zat aditif sintesis yang berlebihan dapat menimbulkan beberapa efek samping

misalnya: gatal-gatal, dan kanker.

Bahan tambahan pangan (BTP) digunakan dalam pangan bertujuan:

1. Untuk mempertahankan konsistensi produk.

Emulsifier memberikan tekstur produk berbentuk emulsi atau suspensi yang konsisten

dan mencegah pemisahan fasa air dengan fasa lemak suatu emulsi atau pemisahan fasa cair

dan fasa padat suatu suspensi. Penstabil dan pengental menghasilkan tekstur yang lembut dan

homogen pada pangan tertentu.

2. Untuk meningkatkan atau mempertahankan nilai gizi.

Vitamin dan mineral yang ditambahkan ke dalam pangan seperti susu, tepung, serelia

lain dan margarin untuk memperbaiki kekurangan zat tersebut dalam diet seseorang atau

mengganti kehilangannya selama proses pengolahan pangan. Fortifikasi dan pengayaan

pangan semacam ini telah membantu mengurangi malnutrisi dalam populasi masyarakat

Amerika. Semua pangan yang mengandung nutrien yang ditambahkan harus diberi label yang

sesuai dengan ketentuan yang berlaku secara internasional atau sesuai ketentuan masing-

masing negara.

3. Untuk mempertahankan kelezatan dan kesehatan (wholesomeness) pangan.

Pengawet menahan kerusakan pangan yang disebabkan oleh kapang, bakteria, fungi

atau khamir. Kontaminasi bakteria dapat menyebabkan penyakit yang dibawa makanan (food

born illness) termasuk botulism yang membahayakan kehidupan. Antioksidan adalah

pengawet yang mencegah terjadinya bau yang tidak sedap. Antioksidan juga mencegah

potongan buah segar seperti apel menjadi coklat bila terkena udara.

8

4. Mengembangkan atau mengatur keasaman/kebasaan pangan.

Bahan pengembang yang melepaskan asam bila dipanaskan bereaksi dengan baking

soda membantu mengembangkan kue, biskuit dan roti selama proses pemanggangan.

Pengatur keasaman/kebasaan membantu memodifiksi keasaman/kebasaan pangan agar

diperoleh bau, rasa dan warna yang sesuai.

5. Untuk menguatkan rasa atau mendapatkan warna yang diinginkan.

Berbagai jenis bumbu dan penguat rasa sintetik atau alami memperkuat rasa pangan.

Sebaliknya warna memperindah tampilan pangan tertentu untuk memenuhi ekspektasi

konsumen.

2.1 Macam-macam Zat Aditif

2.1.1 Zat Pewarna

Zat pewarna adalah bahan yang dapat memberi warna pada makanan, sehingga

makanan tersebut lebih menarik.

Contoh pewarna alami: Contoh pewarna sintetik:

a. Anato (orange) a. Biru berlian (biru)

b. Karamel (cokelat hitam) b. Coklat HT (coklat)

c. Beta karoten (kuning) c. Eritrosit (merah)

d. Klorofil (hijau) d. Hijau FCF (hijau)

2.1.2 Penyedap Rasa dan Aroma serta Penguat Rasa

Zat aditif ini dapat memberikan, menambah, mempertegas rasa dan aroma makanan.

Penyedap rasa dan aroma (flavour)

Penyedap rasa dan aroma yang banyak digunakan berasal dari golongan ester.Contoh:

Isoamil asetat (rasa pisang), isoamil valerat (rasa apel), butil butirat (rasa nanas), isobutil

propionat (rasa anggur)

Penguat rasa (flavour echancer)

Bahan penguat rasa atau penyedap makanan yang paling banyak digunakan adalah MSG

(Monosodium Glutamate) yang sehari-hari dikenak dengan nama vetsin.

2.1.3 Zat pemanis buatan

Bahan ini tidak atau hampir tidak mempunyai nilai gizi, contohnya sakarin

(kemanisannya 500x gula), dulsin (kemanisannya 250x gula), dan natrium siklamat

(kemanisannya 50x gula) dan serbitol.

2.1.4 Pengawet

9

Zat aditif ini dapat mencegah atau menghambat fermentasi, pengasaman atau

penguraian lain terhadap makanan yang disebabkan oleh mikroorganisme. Contoh bahan

pengawet dan penggunaannya:

a. Asam benzoat, natrium benzoat dan kalium benzoat, untuk minuman ringan, kecap, acar

ketimun dalam botol dan caos.

b. Natrium nitrat (NaNO3), untuk daging olahan dan keju.

c. Natrium nitrit (NaNO2), untuk daging olahan, daging awetan dan kornet kalangan.

d. Asam propionate, untuk roti dan sediaan keju olahan.

2.1.5 Anti Oksidan

Zat aditif ini dapat mencegah atau menghambat oksidasi, seperti.

Asam askorbat (bentukan garam kalium, natrium, dan kalium), digunakan pada

daging olahan, kaldu, dan buah kalangan.

Butil hidroksianisol (BHA), digunakan untuk lemak dan minyak makanan

Butil hidroksitoluen (BHT), digunakan untuk lemak, minyak makan, margarin dan

mentega.

2.1.6 Pengawet

Bahan pangan merupakan kebutuhan pokok bagi manusia di samping pendidikan,

kesehatan dan sandang lainnya. Kebutuhan bahan pangan ini akan terus meningkat sesuai

dengan laju pertumbuhan penduduk. Secara garis besar masalah pangan dan sistem pangan

umumnya dibagi atas sub sistem produksi, pengadaan dan konsumsi. Bahan pangan tersebut

akan mengalami perubahan-perubahan yang tidak diinginkan antara lain pembusukan dan

ketengikan. Proses pembusukan dan ketengikan disebabkan oleh adanya reaksi kimia yang

bersumber dari dalam dan dari luar bahan pangan tersebut. Dari segi ilmu kimia, komponen

utama dari bahan pangan terdiri dari protein, karbohidrat, dan lemak. Kerusakan bahan

pangan ini umumnya disebabkan oleh mikroorganisme melalui proses enzimates dan

oksidasi, terutama yang mengandung protein dan lemak sementara karbohidrat mengalami

dekomposisi. Dalam rangka menghambat proses kerusakan pangan, oleh beberapa pengusaha

digunakan bahan pengawet dan antioksidan sintetis seperti formalin, asam benzoat, BHA

(Butilated Hydroxyanisol), BHT (Butylated Hidroxytoluene) dan TBHQ (Tertier Butylated

Hydroxyanisole) terutama untuk bahan makanan semi basah seperti tahu, mie, bakso, ikan,

daging serta minyak/lemak.

Yang dimaksud BTP Pengawet adalah bahan tambahan pangan yang dapat mencegah

atau menghambat fermentasi, pengasaman atau penguraian dan perusakan lainnya terhadap

10

pangan yang disebabkan oleh mikroorganisme. Kerusakan tersebut dapat disebabkan oleh

fungi, bakteria dan mikroba lainnya. Kontaminasi bakteria dapat menyebabkan penyakit yang

dibawa makanan (food borne illness) termasuk botulism yang membahayakan kehidupan.

Pengawet pangan adalah upaya untuk mencegah, menghambat pertumbuhan mikroba yang

terdapat dalam pangan. Pengawetan dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu penggunaan

suhu rendah, suhu tinggi, iradiasi atau dengan penambahan bahan pengawet (BTP Pengawet).

Produk-produk pangan dalam kemasan yang diproses dengan panas atau disebut sterilisasi

komersil seperti kornet dalam kaleng atau susu steril dalam kemasan tetrapak tidak

menggunakan bahan pengawet karena proses termal sudah cukup untuk memusnahkan

mikroba pembusuk dan patogen.

Produk-produk ini akan awet lebih dari setahun meskipun disimpan pada suhu kamar.

memang ada produk pangan dalam kemasan yang menggunakan bahan pengawet, misalnya

sambal, selai dan jem dalam botol. Kedua jenis produk ini setelah dibuka biasanya tidak

segera habis, sehingga supaya awet terus pada suhu kamar maka produk ini membutuhkan

bahan tambahan pangan pengawet.

2.1.7 Penyedap Dan Bahan Penambah Citra Rasa

Bahan penyedap bukan hanya merupakan satu zat melainkan suatu komponen tertentu

yang mempunyai sifat yang khas. Bahan penyedap adalah zat atau komponen yang dapat

memberikan rasa atau aroma tertentu pada bahan makanan. Oleh karena itu,penyedap dapat

dipindahkan ke komponen bahan lain seperti makanan dan minuman. Suatu makanan

mempunyai rasa asin, manis, asam atau pahit dengan aroma yang khas, sehingga dapat

dikatakan bahwa rasa sedap (flavor) merupakan gabungan dari perasaan yang terdapat dalam

mulut termasuk mout feel. Mout feel adalah perasaan kasar-licin, lunak-liat, atau pun cair-

kental.

Bahan penyedap secara garis besar dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu:

1. Bahan penyedap alami, seperti bumbu/herba, minyak essensial dan turunannya, oleoresin,

penyedap sari buah, isolat penyedap, dan ekstrak tanaman atau hewan.

2. Bahan penyedap sintesis atau penyedap artificial. Penyedap jenis ini merupakan

komponen atau zat-zat yang dibuat menyerupai flavor penyedap alami. Penyedap ini dapat

dibuat dari bahan penyedap (flavor) yang berasal dari gabungan penyedap alami atau

komponen penyedap itu sendiri.

2.1.9 Olahan Daging /Lawar

Proses pengolahan sangat mempengaruhi kehigienisan dan keawetan lawar.

Kesalahan proses pengolahan lawar menyebabkan diare bagi yang memakan dan lawar cepat

11

rusak. Yusa (1996) melaporkan bahwa lawar putih (tanpa penambahan darah segar)dengan

menggunakan daging sapi dan menggunakan air sumur, sebanyak 78 % contoh lawar

mengandung mikroba 9,03 x 106 koloni/g lebih tinggi dari kandungan total mikroba pangan

segar sebanyak 106 koloni/g, sedangkan lawar merah mengandung rata-rata 8,89 x 106

koloni/g. Disamping itu,lawar merah ataupun lawar putih ternyata tercemar oleh bakteri

Escherichia coli. Suter, et al., (1997 a) juga melaporkan lawar babi yang dibeli di kota

Gianyar, Tabanan dan Denpasar, ternyata sebanyak 66,67 % mikrobanya melebihi 106

koloni/g dan 50 % terkontaminasi E.coli. Sedangkan Arihantana (1993) melaporkan E.coli

yang ada pada lawar bersumber dari talenan bekas mencincang daging mentah.

Untuk mengantisipasi dampak negatif lawar, maka diperlukan pengetahuan yang baik

tentang cara pengolahan lawar untuk banten. Penurunan total mikroba , total coliform serta

total E.coli pada lawar ayam dapat juga dilakukan dengan penambahan bawang putih baik

yang dibakar maupun tidak dibakar pada cincangan daging atau dengan penyeduhan

cincangan daging dengan air suhu 80oC selama 10 menit, tanpa menurunkan kandungan zat

gizi lawar ayam. Bawang putih dibakar selama 5 menit pada suhu 70oC dan ditambahkan

pada cincangan daging ayam sebanyak 10 % (Putra, 1988) Penggunaan bawang putih,

bawang merah, cabai, lengkuas, jahe, kunir, lada dan lain-lainnya mengandung senyawa-

senyawa non-gizi, seperti minyak atsiri, anti oksidan dan anti mikroba yang berfungsi

meningkatkan citarasa lawar, mencegah proses oksidasi dan menghambat atau membunuh

mikroba sehingga lawar dalam jangka waktu tertentu aman untuk dikonsumsi. Dengan

demikian lawar memiliki nilai gizi yang sangat bermanfaat untuk kesehatan manusia, seperti

Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Komposisi gizi lawar daging babi

(Sumber: Yusa, 1996)

12

2.2 Pembuatan dan pemakaian pewarna alami

Pewarna makanan merupakan salah satu bahan tambahan(aditif) makanan yang

ditambahkan untuk tujuan memberikan warna pada makanan atau minuman agar mempunyai

penampilan yang menarik. Bahan pewarna makanan ini dapat berupa bahan sintetis maupun

bahan alami. Zat warna yang diijinkan penggunaannnya dalam makanan disebut permitted

colour atau certified colour. Pewarna sintetis yang sering digunakan antara lain allura red,

brilliant blue FCF, indigo carmin, fast green FCF, ponceau 4R dan quinoline yellow (Wisnu

Cahyadi, 2006)

Walaupun diijinkan, penggunaan pewarna sintetik tersebut berdampak negative

terhadap orang yang mengkonsumsi secara berkelanjutan. Allura red adalah pewarna sintetik

merah yang digunakan pada permen puding, susu dan minuman dapat menyebabkan reaksi

hipersensitivitas berupa gatal-gatal. Brilliant blue FCf pewarna biru yang digunakan pada

minuman, permen dan penyegar mulut, jika dicampur dangan tartrazine dan allura red

menyebabkan keracunan bahkan kematian (Moutinho et al, 2007). Fast green FCF

merupakan pewarna sintetis hujau yang sering digunakan pada minuman, serbuk instan,

permen, puding, es krim dan produk-produk susu. Pewarna ini dapat menyebabkan alergi.

Indigo carmin digunakan pada minuman, es krim, permen dan makanan ringan memberi efek

pada saluran pernafasan yaitu dapat menyebabkan iritasi saluran pernafasan. Ponceau 4R

memberi warna merah hati dan biasa digunakan dalam pembuatan minuman, selai dan jelly.

Pewarna ini bersifat karsinogenik dan menyebabkan hiperaktivitas pada anak. Quinoline

Yellow menghasilkan warna kuning dan biasa digunkan dalam produk-produk es krim dan

minuman berenergi. Pewarna ini dapat meningkatkan resiko hiperaktivitas dan serangan

astma. Mengantisipasi dampak negatif zat aditif sintetik, maka mitra dilatih untuk

menggunakan zat aditif alami.

Pembuatan Pewarna Alami Makanan dan Aplikasinya

1) Warna Hijau

Warna hijau biasanya diperoleh dari daun-daunan yang mengandung klorofil. Daun-

daunan yang biasa digunakan sebagai bahan pewarna makanan antara lain daun suji, daun

pandan dan daun katu. Daun-daun yang digunakan sebagai bahan pewarna makanan selain

menghasilkan warna hijau, dipilih juga daun yang memberikan aroma yang sedap pada

makanan.

Cara membuat warna hijau

daun suji: iris halus daun suji, pandan atau katu, haluskan dengan cara ditumbuk atau

diblender tambahkan sedikit air.

13

Kemudian diperas dan disaring.

Filtrat warna hijau yang diperoleh ditambahkan air kapur sirih untuk pengawet.

Masukkan pewarna ini ke dalam lemari es dan dapat digunakan kembali sampai 1

minggu (Retno Asmawardani, 2011).

Warna hijau dari daun pandan biasanya digunakan untuk membuat makanan kudapan

misalnya klepon, kue ku, dawet dan lain-lain. Penggunaan pewarna ini dilakukan dengan cara

menambahkan pewarna berbentuk cair ke dalam adonan makanan.

2) Warna Merah

Warna merah untuk makanan biasanya menggunakan kayu secang, buah stroberi,

bunga rosella dan lain-lain. Kayu secang ini biasanya digunakan untuk pewarna minuman.

Kadang-kadang bahan penghasil warna merah ini juga memberikan manfaat lain karena

mengandung anti oksidan tinggi.

Cara membuat warna merah

Serutan kayu secang yang kering direbus dengan air sampai tinggal setengahnya.

Air rebusan secang disaring dan ditambahkan pada adonan makanan.

Pewarna merah dari daun secang ini biasanya digunakan untuk pembuatan minuman secang.

Selain dari warna yang diperoleh terdapat flavaniod yang berkhasiat untuk anti oksidan pada

metabolisme tubuh.

3) Warna Kuning

Warna kuning dibuat dari wortel, bit, ubi kuning dan lain-lain. Selain bagian

tumbuhan yang mengandung beta karoten, kunyit juga digunakan sebagai pewarna kuning

pada makanan. Bahan-bahan tersebut selain memberikan warna juga memberikan khasiat lain

pada makanan.

Cara membuat pewarna kuning

bahan-bahan (kunyit, wortel,) diparut.

Parutan terebut ditambahkan sedikit air kemudian diperas dan diambil airnya.

Setelah itu, pewarna tersebut langsung ditambahkan pada adonan makanan.

Makanan-makanan yang menggunakan pewarna kuning antara lain pembuatan puding, mie,

kue kukus dan lain-lain.

4) Warna Ungu

Warna ungu dapat diperoleh dari ubi ungu dan bunga telang.

Cara membuat pewarna ungu

haluskan bahan dengan cara diblender dan ditambah dengan sedikit air

14

kemudian diambil air berwarnanya.

Pewarna makanan ini langsung ditambahkan pada adonan makanan.

Makanan-makanan yang menggunakan pewarna alami ubi ungu antara lain kue bakpao, kue

kukus, bakpia dan lain-lain.

5) Warna Hitam

Warna hitam dapat diperoleh dari biji keluwak dan air merang. Warna hitam alami ini

diterapkan pada pembuatan kue, sayuran dan dawet.

Cara membuat warna hitam

biji keluwak dihaluskan

Untuk 100 gr abu merang dilarutkan dengan 250 ml air.

Diamkan hingga abu merang mengendap dan airnya hitam jernih.

Air abu merang dapat digunakan sebagai pewarna alami makanan (Setijo Pitojo dan

Zumiati, 2009).

Warna hitam yang diperoleh dari merang dapat diaplikasikan pada pembuatan keu jongkong,

dawet hitam, kue lapis, kue talam dan lain-lain.

2.3 Tujuan

Tujuan kegiatan pengabdian pada masyarakat ini adalah untuk memecahkan

permasalahan yang dihadapi oleh pembuat dan penjual banten. Tujuan secara khusus dapat

dijabarkan sebagai berikut.

a. Meningkatkan pengetahuan tentang penggunaan zat aditif makanan pada pembuatan

jajanan banten.

b. Meningkatkan pengetahuan tentang zat aditif alami yang bisa digunakan pada jajanan

banten.

c. Meningkatkan keterampilan dalam membudidayakan tanaman upakara

2.4 Manfaat Kegiatan

Manfaat yang diperoleh oleh peserta pengabdian pada masyarakat ini adalah.

a. Anggota kelompok pembuat dan penjual banten memiliki pengetahuan tentang

penggunaan zat aditif makanan pada pembuatan jajanan banten.

b. Anggota kelompok pembuat dan penjual banten memiliki pengetahuan tentang zat

aditif alami yang bisa digunakan pada jajanan banten.

c. Anggota kelompok pembuat dan penjual banten memiliki keterampilan dalam

membudidayakan tanaman upakara.

15

BAB 3

KERANGKA PEMECAHAN MASALAH DAN SASARAN

3.1 Kerangka Pemecahan Masalah

Kerangkan pemecahan masalah dilakukan dengan mengidentiufikasi berbagai

permasalahan mitra. Permasalahan yang telah teridentifikasi diupayakandiatasi secara efisien,

efektif, dan terpadu untuk meningkatkan kesejahteraan dan keberlanjutan usaha mitra.

Berdasarkan kesepakatan dengan mitra, metode pelaksanaan kegiatan pengabdian

didominasai pelatihan/praktek. Jenis kegiatan tersebut adalah: 1) diskusi tentang penggunaan

zat aditif pada makanan, 2) pelatihan pengintegrasian jenis tanaman lahan dengan bidang

usaha yang ditekuni, 3) pelatihan pembuatan dan penggunaan bahan pewarna, dan pengawet

makanan alami, 4) pelatihan cara mengkemas produk agar menarik, dan 5) pelatihan

managemen pemasaran.

Gambar 3.1. Alur Pelaksanaan Kegiatan P2M

Alternatif pemecahan masalah a. Meningkatkan kualitas pendidikan para pembuat dan

penjual banten tentang zat aditif makanan dan budidaya tanaman upakara

b. Mengenalkan jenis zat aditif alami dan sintetik

makanan c. Melatih membuat zat aditif alami untuk makanan

d. Mengenalkan aturan penggunaan zat aditif untuk

makanan e. Melatih cara mengawetkan stok bahan dan hasil

produksi

f. Melatih menanam tanaman upakara di pekarangan rumah

g. Melatih mengemas produk agar lebih higienis dan

menarik

h. Melatih managemen pemasaran produk

Permasalahan kelompok pembuat dan penjual

banten a. menggunakan sembarang zat aditif pada makanan

b. menambahkan zat aditif secara sembarangan tanpa

memperhatikan batas maksimal

c. kesulitan mencari zat aditif alternatif yang aman untuk

dikonsumsi

d. Kesulitan mencari tanaman untuk keperluan upakara

e. Belum mampu memanfaatkan lahan pengakarangan

untuk menanam tanaman upakara

f. Stok bahan dan hasil produksi cepat rusak

g. Belum mampu mengemas produk

h. Belem mampu memasarkan produk lebih luas

Pemecahan masalah yang paling mungkin Melatih mengembangkan zat aditif makanan

dan membudidayakan tanaman uapakara

Metode kegiatan Ceramah dan diskusi tentang zat aditif

Praktek membuat pewarna dan pengawet alami

Praktek mengawetkan stok bahan dan hasil

produksi

Praktek menanam tanaman upakara di pengarangan

runah

Praktek mengkemas produk agar higienis dan

menarik serta managemen pemasaran produk

a.

Keunngulan cara pemecahan masalah

a. Pelatihan menggunaan zat aditif yang aman untuk

makanan

b. Pelatiahan membuat pewarna alami

c. Pelatihan membuat pengawet alami

d. Pelatihan pengintegrasian jenis tanaman dilahan

mitra dengan bahan baku banten

e. Pelatihan cara mengawetkan stok bahan dan

hasil produksi (banten dan jajanan bali)

f. Pelatihan cara pengkemasan produk agar higienis

dan menarik

g. Pelatihan cara memasarkan produk

16

3.2 Sasaran

Khalayak sasaran adalah para pembuat dan penjual Banten di Desa Mas Kecamatan

Ubud. Kegiatan pengabdian ini perlu dilakukan, karena kelompok pembuat dan penjual

Banten merupakan kelompok yang menyediakan sarana upakara bagi masyarakat baik

dilingkungan Desa Mas maupun diluar Desa Mas. Di samping itu, kelompok ini juga menjual

kue dan janaan bali yang dipasarkan di pasar Desa Mas. Untuk itu, diperlukan usaha untuk

meningkatkan pengetahuan para pembuat dan penjual banten tentang zat aditif pada makanan

dan memanfaatkan lahan pekarangan rumah untuk budidaya tamanam upakara.

Kegiatan pengabdian ini merupakan usaha untuk meningkatkan keterampilan dan

pengetahuan para anggota kelompok pembuat dan penjual banten sehingga hasil olahan kue,

jajanan bali, dan banten lebih berkualitas dan sehat serta dapat memenuhi seluruh pesanan

banten. Apabila ketrampilan ini tidak diberikan, maka lama kelamaan permasalahan tentang

kelengkapan upakara tidak dapat dipenuhi dan penggunaan zat aditif tidak sesuai aturan,

maka lamakelamaan masyarakat yang mengkonsumsi akan sakit dan permintaan akan banten

untuk upakara tidak bisa dipenuhi. Dengan demikian pelatihan penggunaan zat aditif dan cara

membudidayakan tanaman upakara sangat strategis diberikan kepada para pembuat dan

penjual banten di Desa Mas Ubud untuk membantu pemerintah mewujudkan masyarakat

yang sehat dan meningkatkan pendapatan masyarakat.

17

BAB 4

METODE KEGIATAN

Metode yang digunakan untuk memecahkan masalah mitra adalah didominasi praktik.

Secara detail, beberapa metode pendekatan yang ditawarkan sebagai solusi untuk mengatasi

permasalahan yang mitra disajikan pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1. Rencana Pemecahan Masalah

Permasalahan Akar masalah

Metode Pendekatan yang

ditawarkan untuk

pemecahan masalah

Aspek produksi

Stok barang dan

produksi cepat

rusak

1. Mitra kurang mengenal

karakteristik bahan baku

2. Tempat penyimpanan bahan baku

dan produk tidak steril.

3. Mitra tidak mengetahui cara

menggunakan bahan pengawet

untuk produknya

1. Memberikan pelatihan

tentang cara mengenal

karakteristik bahan baku

produk dan tempat yang

sesuai

2. Memberi pelatihan cara

menggunakan bahan

pengawet yang aman

untuk banten

Jenis tanaman di

lahan mitra belum

terintegrasi dengan

kebutuhan banten

1. Mitra tidak memikirkan lahan

yang dimiliki dapat mendukung

usaha yang dimiliki

1. Pelatihan

mengintegrasikan jenis

tanaman dengan

kebutuhan banten,

seperti tumpang sari

Pengunaan

pewarna makanan

sintetik tidak

sesuai takaran

1. Mitra tidak mengetahui takaran

dan jenis pewarna makanan yang

aman untuk kesehatan

2. Mitra tidak mengetahui bahan

pewarna alami untuk makanan

1. Memberi pelatihan

jenis pewarna makanan

sintetik dan dosisnya

untuk makanan

2. Memberi pelatihan cara

membuat dan

mengunakan bahan

pewarna alami

Kemasan produk

kurang higienis

1. Mitra tidak memiliki pengetahuan

tentang cara mengolah makanan

yang higienis

1. Pelatihan cara

mengolah makanan

dengan higienis

Aspek

Manajemen

Pemasaran sangat

terbatas

1. Tidak ada papan nama usaha di

depan rumah

2. Tidak ada informasi jenis produk

yang dihasilkan

3. Tidak ada kepastian harga setiap

produk

4. Produk yang dihasilkan tidak

1. Memberi pelatihan cara

memasarkan produk

yang informatif, efektif

2. Pelatihan tentang

managemen pemasaran

18

dilengkapi dengan identitas

Untuk merealisasi metode yang ditawarkan, maka prosedur kerja yang akan dilakukan

berdasarkan kesepakatan mitra dengan tim pengusul program didominasi praktek

dibandingkan ceramah dan meliputi 2 aspek, yaitu aspek produksi dan aspek managemen

pemasaran. Prosedur kerja pada aspek produksi meliputi: 1) pemberian wawasan kepada

mitra melalui ceramah dan diskusi tentang cara menyimpan stok bahan baku dan produk, 2)

praktek pengelompokan dan cara penyimpanan bahan baku dan produk, 3) praktek

pengintegrasian jenis tanaman dengan kebutuhan banten, 4) praktek cara membuat dan

menggunakan bahan pewarna dan pengawet alami, dan 5) praktek cara mengkemas dan

mendisain kemasan produk yang menarik, serta memiliki identitas produsen. Sedangkan

prosedur kerja pada aspek managemen meliputi: 1) praktek cara mengkemas dan mendisain

produk, 2) pemberian wawasan kepada mitra melalui ceramah dan diskusi tentang pentingnya

kemasan produk agar laku di pasar, dan 3) praktek cara memasarkan produk.

Partisipasi mitra dalam pelaksanaan program yang telah disepakati dengan tim

pengusul program adalah mitra siap mengikuti program seacara penuh, seperti terlampir

dalam Lampiran d. Sebagai wujud partisipasi mitra dalam program ini, mitra siap

menyediakan bahan baku, tempat, dan alat-alat dasar. Luaran yang dihasilkan dari program

pengabdian meliputi dua aspek, aspek produksi dan aspek manajemen. Dari aspek produksi

mitra diharapkan dapat meningkatkan produktivitas dan kualitas minimal 10% dari

produktivitas dan kualitas semula. Sedangkan aspek manajemen mitra diharapkan: 1) dapat

melayani pembeli dengan pelayanan yang memuaskan, dan 2) omset penjualan produk

meningkat minimal 15%.

Untuk mengetahui keberhasilan program pengabdian pada masyarakat, setelah

pelaksanaan pengabdian ± 1-2 bulan, para pembuat dan penjual banten di Desa Mas di

evaluasi tentang produk yang dihasilkan, kualitas kue, jajanan bali, dan banten yang

dihasilkan, jumlah kue, jajanan bali, dan banten yang dihasilkan, dan cara pemasaran produk.

Rancangan evaluasi dibuat seperti Tabel 4.2.

Tabel 4.2. Rancangan evaluasi

No Tujuan Indikator Cara pengukuran

1 Pelatihan cara

mengawetkan stok bahan

dan produk ( banten, kue,

dan jajanan bali)

Para pembuat dan penjual

banten dapat mengawetkan

stok bahan dan produk

Produk menggunakan

bahan pengawet alam

yang aman dikonsumsi

dan menambah cita rasa

produk

2 Pelatihan pengintegrasian Para pembuat dan penjual 1. Lahan mitra

19

jenis tanaman dilahan

mitra dengan bahan baku

banten

banten dapat

membudidayakan tanaman

upakara

ditanamai tanamam

untuk bahan baku

banten

2. Mitra mengurangi

pembelian bahan

baku minimal 25%

3 Pelatihan penggunaan zat

aditif yang aman untuk

makanan

Para pembuat dan penjual

banten dapat

menggunakan zat aditif

pada produk

1. Penggunaan zat aditif

sintetik semakin

berkurang minimal

15%

2. Mitra dapat membuat

dan menggunakan zat

aditif alam

3. Semua produk

makanan mitra

menggunakan zat

aditif alami.

4 Pelatihan cara

pengkemasan produk agar

higienis dan menarik

Para pembuat dan penjual

banten dapat mengemas

produk

1. Produk mitra dikemas

dan tidak dihinggapi

lalat

2. Produk mitra dilabeli

dan diisi identitas

3. Jenis banten dikemas

dengan menarik

berisi: nama banten,

nama pembuat dan

alamat pembuat

4. Kue dan jajanan bali

diberi label, rasa,

tanggal kedaluwarsa,

nama produsen dan

alamat producen

5 Pelatihan cara mengelola

pesanan konsumen

Para pembuat dan penjual

banten dapat mengelola

pesanan konsumen

1. Terdapat nota

pemesanan konsumen

yang berisi: jenis

banten, jumlah, harga,

tanggal pemesanan,

dan tanggal

pengambilan

2. Terdapat papan

informasi jenis

pesanan, jumlah,

tanggal pengambilan

3. Pelabelan pesanan

yang telah siap

diambil

4. Pengambilan pesanan

dengan menunjukkan

nota pesanan

6 Pelatihan managemen Para pembuat dan penjual 1. Terdapat papan

20

pemasaran banten dapat memasarkan

produknya kepada

konsumen

informasi penjualan

jenis produk di depan

rumah

2. Peningkatan

penjualan minimal

15% dari semula

3. Hasil olahan lunsuran

dapat terjual minimal

Rp 1.500-

2.000/bungkus

21

BAB 5

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengabdian masyarakat Pelatihan Penggunaan Zat Aditif dan Cara Pembudidayaan

Tanaman Upakara untuk Kelompok Pembuat Banten di Desa Mas Kecamatan Ubud telah

dilakukan pada tanggal 01 Mei 2016, 15 Mei 2016, dan 05 Juni 2016 yang dihadiri oleh 30

orang peserta. Hadir dalam kesempatan tersebut I Made Darma sebagai perwakilan dari Desa

Mas. I Made Darma sangat mengapresiasi kegiatan tersebut dan berharap kerjasama

masyarakat Desa Mas dengan Universitas Pendidikan Ganesha terus berlangsung dalam

berbagai bentuk kegiatan.

Gambar 5.1 Perwakilan Desa Mas ( I Made Darma) member sambutan dalam kegiatan P2M

Kegiatan diawali dengan pemberian wawasan tentang zat aditif oleh I Ketut Lasia,

S.Pd., M.Pd.. Antosiasme masyarakat terhadap kegiatan tersebut sangat baik dengan indikasi

banyak pertanyaan muncul dalam diskusi tersebut. Diskusi yang paling hangat adalah tentang

penggunaan perwarna sistetik dan dampaknya terhadap kesehatan. Mitra lebih banyak

menanyakan tentang dampaknya terhadap kesehatan.

22

Gambar 5.2 Nara sumber memberi wawasan zat aditif kepada mitra (a) dan mitra mendengar

dengan cara seksama (b)

Pelatihan pembuatan zat aditif alami dan penggunaannya dipandu oleh Ni Made

Wiratini, S.Pd., M.Sc. Dalam kegiatan tersebut mitra dilatih menggunaakan pewarna

makanan alami dalam pembuata jajan upacara. Keseriusan nampak dalam wajah mitra

diselingi canda tawa. Suasana terebut menambah keakraban dalam pelatihan.

Gambar 5.3 Nara sumber mempraktekkan penggunan pewarna alami dalam makanan

Gambar 5.4 Mitra praktek meggunakan pewarna alami pada jajan (a) dan produk

penampbahan pewarna alami pada jajan (b)

Gambar 5.5 Produk mitra menggunakan pewarna alami yang telah dipotong (a) dan dijemur

(b)

Implementasi mitra dalam penggunaan zat aditif alami dipantau ketika mitra menata

perangkat upacara. Pemantauan ini bertujuan agar penggunaan zat aditif betul-betul

a b

a b

a b

23

diterapkan oleh mitra dan melatih mitra untuk membiasakan menggunakan zat aditif alami

dalam segala produk makanan dalam uapacara. Hasil pemantauan secara acak menunjukkan

bahwa mitra telah menerapkan penggunaan zat aditif alami dalam banten mereka.

Gambar 5.6. Pemantauan penggunaan zat aditif alami dalam perangkat upacara

Pelatihan pembudidayaan tanaman upacara juga dilakukan terhadap mitra. Mitra

dilatih memanfaatkan tanah pekarangan, dan tanah yang lain agar mendukung usaha

penjualan banten. Salah satu pelatihan pembudidayaan tanaman yang dilakukan adalah

dengan menanam tanaman bungan pacar galuh. Tanaman pacar galuh tersebut dilatihkan,

karena tanaman tersebut cepat menghasilkan bunga. Bunga pacar galuh paling banyak

digunakan dalam perangkat upacara.

Gambar 5.7 Hasil pelatihan budi daya tanaman pacar galuh

Hasil pelatihan pembudidayaan tanaman pacar galuh terlihat sangat tertata dan sangat subur.

Respon mitra terhadap tenaman yang ditanam dari hasil pelatihan sangat senang dan sangat

berharap diadakan jenis pelatihan yang sama sehingga dapat mengembangkan usaha mereka.

24

Gambar 5.8 Mitra sedang memetik hasil budidaya tanaman pacar galuh

Dampak pelatihan budidaya tanaman pacar galuh, mitra sekarang telah dapat

memenuhi bahan baku bunga, bahkan mitra sekarang dapat menjual bunga pacar galuh.

Perubahan dari membeli pacar galuh sebagai bahan upacara menjadi penjual bunga pacar

galuh, sangat menyenangkan hati mitra.

25

BAB 6

SIMPULAN DAN SARAN

6.1 Simpulan

Simpulan yang dapat ditarik dalam kegiatan P2M ini adalah mitra telah mampu

membuat dan menerapkan zat aditif alami dalam produk makanan dalam banten/perangkat

upacara. Disamping itu, pelatihan pemanfaatan tanaman pekarangan untuk mendukung

perangkat upacara telah sangat dirasakan pleh mitra. Mitra pada awalnya kekurangan bunga

pacar galuh menjadi kelebihan bunga pacar galuh. Mitra sanngat semangat dan ketertarikan

peserta dalam mengikuti kegiatan merupakan hal yang patut diberi penghargaan.

6.2 Saran

Pendampingan pembuatan dan penggunaan zat aditif alami harus terus dilakukan

untuk menghindari penyalahgunaan zat aditif dalam makanan, lunsuran (makanan setelah

upacara) wajib dimakan oleh yang menghaturkan dan merupakan berkah bagi yang

memekannya. Penyuluhan pemanfaatan pekarangan agar ditanam tanaman pendukung

upacara sangat penting diteruskan untuk mendukung Bali yang penuh dengan upacara agama.

26

DAFTAR PUSTAKA

Arihantana, M. B. 1993. Tingkat Cemaran Coliform, Faecal Coliform dan Escherichia coli

pada Proses Penyediaan Lawar di Restaurant/Warung Makanan di sekitar Denpasar.

Denpasar: Universitas Udayana.

LPM Undiksha. 2014. Statistic LPM tahun 2014. www.lpm/undiksha.ac.id

Putra, I N. M. 1998. Pengaruh Penambahan Bawang Putih (Allium sativum, L.) dan Peduhan

pada Cincangan Daging Terhadap Karakteristik Lawar Ayam. Skripsi. Denpasar:

Program Studi Teknologi Pertanian Unud.

Retno Asmawardani. 2011. Membuat Mie Pelangi. [online]www.eresep.com. Diakses 27 Mei

2013

Setijo Pitojo dan Zumiati. 2009. Pewarna Nabati Makanan, Cetakan Ke 5, Yogyakarta:

Kanisius

Suter, I K., I N. Kencana Putra, N. Semadi Antara dan W. Sudana. 1997 a. Studi Tentang

Pengolahan dan Keamanan Lawar (Makanan Tradisional Bali). Denpasar: Program

Studi Teknologi Pertanian Unud.

Suter, I K., I N. Kencana Putra, N. Semadi Antara dan W. Sudana. 1997 b. Studi Tentang

Peningkatan Mutu Gizi dan Keamanan Lawar (Makanan Tradisional Bali). Denpasar:

Program Studi Teknologi Pertanian Unud.

Suter, I K., I W. Arga, I N. Kencana Putra, I N. Semadi Antara, A. A. M. Sudira Jelantik,

Martini Hartawan dan I K.Setiawan. 1999. Inventarisasi 50 Jenis Makanan dan

Minuman Daerah. Denpasar: Pusat Kajian Makanan Tradisional Madya Universitas

Udayana.

Suter, I K. dan Ni M. Yusa. 2006. Pengaruh Jenis dan Cara Penyiapan Bumbu Pada Proses

Pengolahan Terhadap Karakteristik Lawar. “Technological and Profesional Skills

Development Sector Project (TPSDP)-Batch II”. Denpasar: Program Studi Teknologi

Pertanian Unud.

Wikipedia, 2014. Aditif makanan. http://id.wikipedia.org/wiki/Tartrazina

Wisnu Cahyadi. 2006. Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan. Jakarta:

Bumi Aksara.

Yusa, Ni M. 1996. Studi Tentang Kandungan Gizi dan Keamanan Pangan Makanan

Tradisional Lawar Bali. Tesis. Bogor: Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

27

Lampiran-lampiran