Lapkas Suci (Ada Daftar Pustaka)

download Lapkas Suci (Ada Daftar Pustaka)

of 26

description

bedah

Transcript of Lapkas Suci (Ada Daftar Pustaka)

BAB IPENDAHULUAN

Katarak berasal dari bahasa Yunani Katarrhakies, Inggris Cataract, dan Latin Cataracta yang berarti air terjun. Dalam bahasa Indonesia disebut bular dimana penglihatan seperti tertutup air terjun akibat lensa yang keruh. Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa, atau terjadi akibat kedua-duanya. 1Katarak traumatik adalah katarak yang muncul sebagai akibat cedera pada mata yang dapat merupakan trauma perforasi ataupun tumpul yang terlihat sesudah beberapa hari ataupun beberapa tahun. Katarak traumatik ini dapat muncul akut, subakut, atau pun gejala sisa dari trauma mata. Katarak traumatik paling sering karena adanya cedera yang disebabkan oleh benda asing yang mengenai lensa atau trauma tumpul pada bola mata. 2Katarak traumatik disebabkan oleh trauma okuli perforans atau non perforans. Katarak yang disebabkan oleh trauma tumpul biasanya membentuk opasitas aksial posterior yang berbentuk stellate atau rosette yang mungkin stabil atau progresif, sedangkan trauma okuli perforans dengan gangguan kapsul lensa dapat menyebabkan perubahan kortikal yang dapat tetap bersifat lokal jika lukanya kecil atau dapat berkembang dengan cepat menjadi total cortical opacification. 3Berdasarkan data dari USER, insidensi trauma pada mata yang melibatkan lensa adalah 23-50%. 39% diantaranya merupakan trauma open globe injury sedangkan pada kasus closed globe injury hanya berkisar 11%. 43-75% dari open globe injury dapat menyebabkan katarak traumatik. Tipe injuri pada lensa akibat trauma paling banyak adalah katarak traumatik yang mencapai angka 74%. Insidensi katarak traumatik pada anak mencapai 13-57% dan 49% mengenai mata kanan. 4Penatalaksanaan katarak traumatik tergantung kepada saat terjadinya. Bila terjadi pada anak sebaiknya dipertimbangkan akan kemungkinan terjadinya ambliopia. Untuk mencegah ambliopia pada anak dapat dipasang lensa intra okular primer atau sekunder. Apabila tidak terdapat penyulit maka dapat ditunggu sampai mata menjadi tenang. Bila terjadi penyulit seperti glaukoma, uveitis, dan lain sebagainya maka segera dilakukan ekstraksi lensa. Prognosis sangat bergantung kepada luasnya trauma yang terjadi pada saat terjadinya trauma dan kerusakan yang terjadi akibat trauma. 1

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi dan Fisiologi Lensa Lensa merupakan struktur yang transparan, bikonveks, dan kristalin terletak di antara iris dan badan kaca. Lensa memiliki ukuran diameter 9 - 10 mm dengan ketebalan 3,5 mm - 5 mm. Di belakang iris, lensa terfiksasi pada serat zonula yang berasal dari badan siliar. Serat zonula tersebut menempel dan menyatu dengan lensa pada bagian anterior dan posterior dari kapsul lensa. Kapsul merupakan membran dasar yang melindungi nukleus, korteks, dan epitel lensa. 5

Gambar 1. Bentuk dan posisi lensa. 6

Lensa mata berasal dari ektoderm permukaan yang berbentuk lensa di dalam mata dan bersifat bening. Lensa di dalam bola mata terletak di belakang iris yang terdiri dari zat tembus cahaya berbentuk seperti cakram yang dapat menebal dan menipis pada saat terjadinya akomodasi. 1,7

Gambar 2. Struktur anatomi lensa mata. 8

Lensa merupakan salah satu media refraksi yang penting. Kekuatan dioptri seluruh bola mata yaitu sekitar 58 dioptri. Lensa memiliki kekuatan dioptri sekitar 15 dioptri, tetapi kekuatan dioptri ini tidak menetap seperti pada kornea (43 dioptri). Kekuatan dioptri lensa berubah dengan meningkatnya umur, yaitu menjadi sekitar 8 dioptri pada umur 40 tahun dan menjadi 1 atau 2 dioptri pada umur 60 tahun. 1,7Enam puluh lima persen lensa terdiri dari air, sekitar 15 % protein, dan sedikit sekali mineral yang biasa ada di jaringan tubuh lainnya. Kandungan kalium lebih tinggi di lensa daripada di kebanyakan jaringan lain. Asam askorbat dan glutation terdapat dalam bentuk teroksidasi maupun tereduksi. Tidak ada serat nyeri, pembuluh darah dan persarafan di lensa. 7Lensa tidak memiliki pembuluh darah maupun sistem saraf. Untuk mempertahankan kejernihannya, lensa harus menggunakan aqueous humour sebagai penyedia nutrisi dan sebagai tempat pembuangan produknya. Namun hanya sisi anterior lensa saja yang terkena aqueous humour. Oleh karena itu, sel-sel yang berada ditengah lensa membangun jalur komunikasi terhadap lingkungan luar lensa dengan membangun low resistance gap junction antar sel. 5Fungsi utama lensa adalah memfokuskan berkas cahaya ke retina. Untuk memfokuskan cahaya yang datang dari jauh, otot-otot siliaris relaksasi, menegangkan serat zonula dan memperkecil diameter anteroposterior lensa sampai ukurannya yang terkecil; dalam posisi ini, daya refraksi lensa diperkecil, sehingga berkas cahaya paralel akan terfokus ke retina. Sementara untuk cahaya yang berjarak dekat m.ciliaris berkontrasi sehingga tegangan zonula berkurang, artinya lensa yang elastis menjadi lebih sferis diiringi oleh peningkatan daya biasnya. Kerja sama fisiologis antara korpus siliaris, zonula dan lensa untuk memfokuskan benda jatuh pada retina dikenal dengan akomodasi. 2Akomodasi lensa merupakan mekanisme yang dilakukan oleh mata untuk mengubah fokus dari benda jauh ke benda dekat yang bertujuan untuk menempatkan bayangan yang terbentuk tepat jatuh di retina. 5

Gambar 3. Akomodasi mata normal. 5Akomodasi terjadi akibat perubahan lensa oleh badan silluar terhadap serat zonula. Saat m. cilliaris berkontraksi, serat zonular akan mengalami relaksasi sehingga lensa menjadi lebih cembung dan mengakibatkan daya akomodasi semakin kuat. Terjadinya akomodasi dipersarafi oleh saraf simpatik cabang nervus III. 5Dalam keadaan normal transparansi lensa terjadi karena adanya keseimbangan antara protein yang dapat larut dalam protein yang tidak dapat larut dalam membrane semi permiable. Apabila terjadi peningkatan jumlah protein yang tidak dapat diserap dapat mengakibatkan penurunan sintesa protein, perubahan biokimiawi dan fisik dan protein tersebut mengakibatkan jumlah protein dalam lensa melebihi jumlah protein dalam lensa, melebihi jumlah protein dalam bagian yang lain sehingga membentuk suatu kapsul yang dikenal dengan nama katarak. Terjadinya penumpukan cairan dan degenerasi dan disintegrasi pada serabut tersebut menyebabkan jalannya cahaya terhambat dan mengakibatkan gangguan mata. 1

B. Definisi Katarak TraumatikKatarak traumatik adalah katarak yang muncul sebagai akibat cedera pada mata yang dapat merupakan trauma perforasi ataupun tumpul yang terlihat sesudah beberapa hari ataupun beberapa tahun. Katarak traumatik ini dapat muncul akut, subakut, atau pun gejala sisa dari trauma mata. Katarak traumatik paling sering karena adanya cedera yang disebabkan oleh benda asing yang mengenai lensa atau trauma tumpul pada bola mata. 2

Gambar 4. Katarak yang berbentuk bunga roset pada seorang pria berumur 36 tahun, 4 minggu setelah cedera tumpul pada. 3C. EpidemiologiDi Amerika Serikat diperkirakan terjadi 2,5 juta trauma mata setiap tahunnya. Kurang lebih 4-5% dari pasien-pasien mata yang membutuhkan perawatan komperhensif merupakan keadaan sekunder akibat trauma mata. Trauma merupakan penyebab tertinggi untuk buta monokular pada orang kelompok usia di bawah 45 tahun. Setiap tahunnya diperkirakan 50.000 orang tidak dapat membaca koran sebagai akibat trauma mata. Dilihat dari jenis kelamin perbandingan tejadian katarak traumatik laki-laki dan perempuan adalah 4 : 1. National Eye Trauma System Study melaporkan ratarata usia penderita katarak traumatik adalah 28 tahun dari 648 kasus yang berhubungan dengan trauma mata. 3

D. EtiologiPenyebab katarak traumatik adalah akibat trauma, baik trauma tajam sebagai benda asing yang mengenai lensa maupun trauma tumpul, radiasi dan kimia pada bola mata yang memperlihatkan manifestasi kekeruhan lensa sesudah beberapa hari atau beberapa tahun. 1 Trauma tumpul paling sering menyebabkan cedera ocular berupa benturan atau tumbukan. Peluru dari senapan angin dan kembang api adalah penyebab yang paling sering dari katarak traumatis, penyebab lainnya bisa karena anak panah, batu, memar, paparan panas dalam waktu yang lama (katarak glassblower), dan radiasi ionisasi. Sebagian besar kejadian katarak traumatik dapat dicegah. Dalam bidang industri, dapat dicegah dengan memakai sepasang kacamata pengaman. 2

E. Patogenesis1. Trauma Tumpul Trauma tumpul okuler dapat terjadi pada beberapa keadaan: 8,9a. Pukulan langsung pada bola mata misalnya dengan kepalan tangan, bola atau benda-benda yang tumpul seperti batu.b. Trauma tumpul akibat kecelakaan yang mengenai bola mata, dapat terjadi pada kecelakaan lalu lintas, juga dalam pekerjaan.Mekanisme Trauma pada bola mata akibat benda tumpul: 8a. Direct impact on the globeMenghasilkan kerusakan maksimum ketika terkena trauma langsung (gambar A). b. Compression wave forceDitransmisi melalui cairan ke seluruh arah dan menghantam bilik mata depan, mendorong diafragma iris ke belakang, dan juga menghantam koroid dan retina. Kadang- kadang gelombang penekanan sangat besar sehingga menyebabkan cedera pada tempat yang jauh dari tempat cedera awal yang disebut counter coup (gambar B).c. Reflected compression wave forceSetelah mengenai dinding luar, maka gelombang penekanan menuju ke kutub belakang dan dapat merusak fovea (gambar C).

d. Rebound compression wave forcerSetelah mengenai dinding belakang, gelombang penekanan dikembalikan lagi ke depan, yang dapat merusak koroid dan diafragma dengan tarikan dari belakang ke depan (gambar D).e. Indirect forceKerusakan okuler dapat juga dapt disebabkan trauma tidak langsung, misalnya bola mata mengenai struktur tulang dan elastis dari struktur penyusun bola mata.

Gambar 5. Mekanisme trauma pada bola mata. 8Trauma tumpul pada mata dapat diakibatkan benda yang keras atau lunak, dimana benda tersebut dapat mengenai mata dengan keras (kencang) ataupun lambat. Trauma pada lensa dapat menyebabkan: 8,10a. Vissius ring. Merupakan gambaran cincin berwarna coklat yang terlihat pada kapsula anteriorb. Katarak traumatik merupakan katarak yang terjadi akibat trauma tumpul atau perforasi yang terlihat sesudah beberapa hari atau tahun. c. Subluksasi lensa terjadi akibat putusnya sebagian zonula zinn sehingga lensa berpindah tempat. Dapat terjadi secara spontan pada keadaan zonula zinn yang rapuh (sindroma marphan)d. Dislokasi lensa dapat terjadi pada keadaan putusnya zonula zinn ang menyebabkan kedudukan lensa terganggu.

Jika terjadi trauma akibat benda keras yang cukup kuat mengenai mata dapat menyebabkan munculnya katarak. Mekanisme pasti serta alasan yang jelas mengenai terbentuknya katarak masih belum jelas. Namun, faktor-faktor yang dapat mengganggu keseimbangan dari cairan dan elektrolit intrasel dan ekstraseluler dalam serat lensa cenderung menyebabkan lensa tersebut mengalami opasifikasi. Faktor yang bertanggung jawab dalam gangguan keseimbangan tersebut bervariasi dari tipe-tipe katarak serta masing-masing individu. 6Munculnya katarak traumatik dapat tertunda sampai kurun waktu beberapa tahun. Bila ditemukan katarak unilateral, maka harus dicurigai kemungkinan riwayat trauma sebelumnya, namun hubungan sebab dan akibat tersebut kadang cukup sulit untuk dibuktikan dikarenakan tidak adanya tanda-tanda lain yang dapat ditemukan sebelumnya. 1Pada umumnya, manifesatasi awal dari katarak kontusio adalah opasifikasi bentuk stellate atau bentuk rosette (rosette cataract). Biasanya tampak pada sumbu aksial termasuk kapsul posterior lensa. Selain itu, dapat memberikan tanda berupa pigmen dari iris yang tercetak ke permukaan anterior lensa yang disebut vossius ring. Walaupun vossius ring secara visual dapat menghilang dalam beberapa waktu, namun tanda ini merupakan indicator dalam trauma tumpul. 8

Gambar 6. Katarak traumatik di bagian posterior lensa. 4

Gambar 7. Cincin Vossius 8

Gambar 8. Katarak stellata 6

2. Trauma Perforasi Luka perforasi pada mata mempunyai tendensi yang cukup tinggi untuk terbentuknya katarak, terutama perforasi pada lensa sangat sering menimbulkan opasifikasi pada korteks lensa yang mengalami trauma. Pada umumnya, proses tersebut berkembang sangat cepat. Jika objek yang menyebabkan perforasi tembus melalui kornea tanpa mengenai lensa biasanya tidak memberi dampak pada lensa, dan bila trauma tidak menimbulkan suatu luka memar yang signifikan maka katarak juga tidak terbentuk. Hal ini tentu juga bergantung pada penatalaksanaan luka kornea yang hati-hati dan pencegahan terhadap infeksi. 1Urutan dari dampak setelah trauma juga bergantung pada usia pasien. Saat kapsul lensa yang ruptur terjadi pada anak-anak, maka akan diikuti oleh reaksi inflamasi di bilik anterior dan massa lensa biasanya secara berangsur-angsur diserap jika tidak ditangani dalam waktu kurang lebih 1 bulan. Namun demikian, pasien tidak dapat melihat dengan jelas karena sebagian besar dari kemampuan refraktif mata telah hilang. Oleh karena itu, dibutuhkan penggunaan lensa buatan intraokuler.

Gambar 6. Opasifikasi cortical complete setelah trauma perforasi dengan kerusakan pada kapsul lensa.3. Radiasi Elektromagnetik Trauma radiasi yang sering ditemukan adalah: 1a. Sinar infra merahAkibat sinar infra merah dapat terjadi pada saat menatap gerhana matahari dan pada saat bekerja di pemanggangan. Bila seseorang berada pada jarak 1 kaki selama satu menit di depan kaca yang mencair dan pupilnya midriasis maka suhu lensa akan naik sebanyak 9C. Demikian pula iris yang mengabsorpsi sinar infra merah akan panas sehingga berakibat tidak baik terhadap kapsul lensa di dekatnya. Absorpsi sinar infra merah oleh lensa dapat mengakibatkan katarak dan eksfoliasi kapsul lensa.b. Sinar ultravioletSinar ultraviolet banyak terdapat pada saat bekerja las dan menatap sinar matahari. Sinar ultra violet biasanya memberikan kerusakan terbatas pada kornea sehingga kerusakan pada lensa dan retina tidak akan nyata terlihat. c. Sinar X dan sinar terionisasi Sinar ionisasi dan sinar X dapat mengakibatkan katarak dan rusaknya retina. Akibat dari sinar ini pada lensa, terjadi pemecahan diri sel epitel secara tidak normal.

F. Diagnosis dan Gambaran KlinisDiagnosis ditegakkan dengan melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan dapat juga dibantu dengan pemeriksaan penunjang: 2,31. Anamnesisa. Riwayat dan mekanisme trauma, apakah tajam atau tumpulb. Riwayat keadaan mata sebelumnya, apakah ada riwayat operasi, glakoma, retinal detachment, penyakit mata karena gangguan metabolik.c. Riwayat penyakit lain, seperti diabetes, sickle cell, sindroma marfan, homosistinuria, defisiensi sulfat oksidase.d. Keluhan mengenai penglihatan, seperti penurunan visus, pandangan ganda pada satu mata atau kedua mata, nyeri pada mata.2. Pemeriksaan fisikPada pemeriksaan fisik yang diperiksa dapat meliputi: 3a. Visus, lapangan pandang, dan pupil.b. Apakah ada kerusakan ekstraokular, seperti fraktur tulang orbita, gangguan saraf traumatik. c. Tekanan intraokular diperiksa apakah tinggi, biasanya karena glaukoma sekunder dan adanya perdarahan retrobulbar. d. Pada bilik anterior diperiksa adanya hifema, iritis, iridodonesis, robekan sudut. e. Pada katarak yang paling penting diperiksa adalah lensa mata, diperiksa apakah ada kekeruhan, subluksasi, dislokasi, integritas kapsular (anterior dan posterior).f. Pada vitreus apakah ada atau tidak perdarahan dan perlepasan vitreus posterior. g. Pada fundus diperiksa adanya retinal detachment, ruptur khoroid, perdarahan pre intra dan subretina, kondisi saraf optik.Gejala klinis pada pasien katarak berupa keluhan pandangan kabur,yang biasanyabertambah buruk jika melihat objek yang jauh secara mendadak. Selain itu pasien katarak seringkali mengeluhkan monocular diplopia. Silau juga menjadi gejala yang sering muncul. Pasien mengeluhkan bahwa mereka tidak dapat melihat dengan baikdalam keadaan terang. Mata menjadi merah lensa opakdan mungkin terjadiperdarahan intraocular. Apabila humor aqueus atau korpus vitreum keluar dari matamata menjadi sangat lunak. Pasien juga memiliki riwayat mengalami trauma.2,3,11Dari pemeriksaan dengan menggunakan oftalmoskop ditemukan adanya opasitas yang seringkali terlihat sebagai black spoke pada refleks fundus. Penting untukmendilatasikan pupil dan memeriksanya pada ruangan yang gelap. Seringkali pada katarak traumatik yang disebabkan oleh kontusio dapat terlihat opasifikasi berbentukstellate atau rosette (katarak rosette), biasanya terletak di aksial. Pada trauma tembus,cedera pada kapsul mata dapat sembuh, yang menyebabkan katarak kortikal fokal yang stasioner. 3,11

G. PenatalaksanaanPenatalaksanaan katarak traumatik tergantung kepada saat terjadinya. Bila terjadi pada anak sebaiknya dipertimbangkan akan kemungkinan terjadinya ambliopia. Untuk mencegah ambliopia pada anak dapat dipasang lensa intra okular primer atau sekunder. Apabila tidak terdapat penyulit maka dapat ditunggu sampai mata menjadi tenang. 1Untuk memperkecil kemungkinan infeksi dan uveitis, maka dapat diberikan antibiotik sistemik dan topikal serta kortikosteroid topikal dalam beberapa hari. Atropin sulfat 1%, 1 tetes 3 kali sehari, dianjurkan untuk menjaga pupil tetap berdilatasi dan untuk mencegah pembentukan sinekia posterior. 3Penyulit uveitis dan glaukoma sering dijumpai pada orang usia tua. Pada beberapa pasien dapat terbentuk cincin soemmering pada pupil sehingga dapat mengurangi tajam penglihatan. Keadaan ini dapat disertai perdarahan, ablasi retina, uveitis, atau salah letak lensa. Jika terjadi penyulit tersebut maka harus segera dilakukan ekstraksi lensa. 1,3Jika terjadi glaukoma karena katarak traumatik ini, maka tekanan intraokular dapat dikontrol dengan pengobatan standar. Dapat diberikan kortikosteroid jika partikel lensa merupakan penyebabnya atau jika terjadinya iritis. Untuk katarak fokal, observasi saja bisa dilakukan jika katarak berada di luar sumbu penglihatan. Terapi miotik bisa bermanfaat jika katarak terletak dekat dengan sumbu penglihatan. Dalam beberapa kasus subluksasi lensa, miotik dapat memperbaiki diplopia monokuler. Midriatik dapat diberikan untuk memperbaiki penglihatan pada sekitar lensa dengan koreksi aphakia. 3Katarak dapat dikeluarkan pada saat pengeluaran benda asing atau setelah peradangan mereda. Apabila terjadi glaukoma selama periode follow up, bedah katarak jangan ditunda walaupun masih terdapat peradangan. Untuk mengeluarkan katarak traumatik, biasanya digunakan teknik-teknik yang sama dengan yang digunakan untuk mengeluarkan katarak kongenital, terutama pada pasien berusia kurang dari 30 tahun. 3

Penatalaksanaan bedahMerencanakan pendekatan pembedahan sepenuhnya penting pada kasus- kasus katarak traumatik. Integritas kapsular preoperatif dan stabilitas zonular harus diketahui/ diprediksi. Pada kasus dislokasi posterior tanpa glaukoma, inflamasi, atau hambatan visual, pembedahan mungkin tidak diperlukan. Indikasi untuk penatalaksanaan pembedahan pada kasus-kasus katarak traumatik adalah sebagai berikut: 31. Penurunan visus yang berat (unacceptable)2. Hambatan penglihatan karena proses patologis pada bagian posterior.3. Inflamasi yang diinduksi lensa atau terjadinya glaukoma.4. Ruptur kapsul dengan edema lensa.5. Keadaan patologis okular lain yang disebabkan trauma dan membutuhkan tindakan bedah.Ada 3 macam teknik pembedahan pada katarak yaitu:1. Intra Capsuler Cataract Ekstraksi (ICCE) ICCE adalah mengeluarkan lensa dalam keadaan lensa utuh dilakukan dengan membuka menyayat selaput bening dan memasukkan alat melalui pupil, kemudian menarik lensa keluar, seluruh lensa dengan pembungkus atau kapsulannya dikeluarkan dengan lidi (prabe), beku (dingin). Pada operasi ini dibuat sayatan selapur bening yang cukup luas. Jahitan yang banyak (14-15 mm), sehingga penyembuhan lukanya memakan waktu lama. 12. Extra Capsular Cataract Extraction (ECCE) Lensa dikeluarkan setelah pembungkus depan dibuat lubang, sedang pembungkus belakang ditinggalkan. Dengan teknik ini terdapat ruang-ruang bebas di tempat bekas lensa sehingga memungkinkan mandapatkan lensa pengganti yang disebut sebagai lensa tanam bilik mata belakang (posterior chmber intraocular lens) dengan teknik sayatan lebih kecil (10-11 mm) sedikit jahitan dan waktu penyembuhan lebih pendek. 13. FakoemulsifikasiMerupakan penemuan terbaru pada ECCE. Cara ini memungkinkan pengambilan lensa melalui insisi yang lebih kecil dengan menggunakan alat ultrason frekuensi tinggi untuk memecah nucleus dan korteks lensa menjadi partikel kecil yang memberikan irigasi kontinus. Teknik ini memerlukan waktu yang pendek dan penurunan insidensi astigmatisme pasca operasi. Kedua teknik irigasi-aspirasi fakoelmulsifikasi dapat mempertahankan kapsula posterior, yang nantinya digunakan untuk menyangga IOL. 1,2Fakoemulsifikasi yang standar dapat dilakukan bila kapsul lensa intak dan dukungan zonular yang cukup. Ekstraksi katarak intrakapsular diperlukan pada kasus-kasus dislokasi anterior atau instabilitas zonular yang ekstrim. Dislokasi anterior lense ke bilik anterior merupakan keadaan emergensi yang harus segera dilakukan tindakan (removal), karena dapat mengakibatkan terjadinya pupillary block glaucoma. Lesentomi dan vitrektomi pars plana dapat menjadi pilihan terbaik pada kasus-kasus ruptur kapsul posterior, dislokasi posterior, atau instabilitas zonular yang ekstrim. 7

H. KomplikasiKomplikasi yang dapat terjadi antara lain dapat terjadi ambylopia jika tidak segera dilakukan operasi. Dapat juga terjadi dislokasi lensa dan subluksasi yang sering ditemukan bersamaan dengan katarak traumatik. Pada katarak traumatik bila terjadi penyulit seperti glaukoma dan uveitis maka segera akan dilakukan ekstraksi lensa. 1,4Lebih dari 200.000 operasi katarak dilakukan setiap tahunnya di Inggris, dan meskipun teknik operasi modern memiliki tingkat keamanan yang diharapkan, komplikasi masih terjadi. Harapan pasien untuk operasi katarak sangat tinggi. Semua pasien harus diingatkan untuk kemungkinan resiko pembedahan sebelum diberikan persetujuan untuk operasi. 4,101. Endophtalmitis infeksi. Infeksi yang merusak ini terjadi sangat jarang ( sekitar 1 dalam 1000 operasi) tapi dapat menyebabkan penurunan penglihatan berat yang permanen. Banyak kasus infeksi post operatif timbul dalam 2 minggu post operasi biasanya pasien datang dengan riwayat penurunan penglihatan dan mata merah yang sangat nyeri. Ini adalah kegawatdaruratan mata. Infeksi derajat rendah dengan pathogen seperti Propioniobacterium dapat menyebabkan pasien datang dalam beberapa minggu setelah operasi dengan uveitis refraktori. 2. Perdarahan suprakoroid. Perdarahan intraoperatif yang berat dapat menyebabkan penurunan penglihatan yang serius dan permanen.3. Perforasi okuli. Jarum yang tajam digunakan untuk berbagai bentuk anestesi intraokuler, dan perforasi bola mata sangat kecil kemungkinannya. Bentuk modern dari anestesi okuler telah menggantikan banyak teknik jarum tajam.4. Ablasio retina. Ini adalah komplikasi post operatif yang serius dan jarang terjadi, tetapi lebih sering terjadi pada pasien miop setelah komplikasi intra operatif.5. Kesalahan refraktif setelah operatif. Banyak operasi bertujuan untuk membuat pasien menjadi emetrop atau sedikit miop, tetapi pada kasus yang jarang kesalahan biometrik dapat terjadi atau suatu lensa intraokuler dengan kekuatan yang salah digunakan.6. Ruptur kapsul posterior dan hilangnya cairan vitreus. Jika kapsul yang lembut rusak selama pembedahan atau ligament yang halus (Zonula) yang menahan lensa menjadi lemah, kemudian cairan vitreus akan prolaps ke bilik mata depan. Komplikasi ini berarti bahwa lensa intraokuler tidak dapat dimasukkan dalam pembedahan, pasien juga dalam resiko tinggi ablasio retina post operatif.7. Uveitis. Peradangan post operatif lebih sering terjadi dalam berbagai tipe mata. Sebagai contoh pada pasien dengan riwayat diabetes atau penyakit radang mata sebelumnya.8. Edema makular cystoids. Akumulasi cairan pada macula selama post operatif dapat menurunkan visus pada minggu-minggu pertama setelah operasi katarak berhasil dilakukan. Pada banyak kasus, ini dapat diobati dengan penanganan radang post operasi.9. Glaukoma. Peningkatan tekanan intraokuler secara persisten akan membutuhkan penanganan post operatif. 10. Kekeruhan kapsul posterior. Bekas luka dari bagian posterior dari kantung kapsul, dibelakang lensa intraokuler terjadi pada lebih dari 20% pasien. Laser kapsulotomi akan dibutuhkan.

I. PrognosisPrognosis sangat bergantung kepada luasnya trauma yang terjadi pada saat terjadinya trauma dan kerusakan yang terjadi akibat trauma. Apabila trauma yang terjadi tidak mencapai segmen posterior maka visus akan lebih baik jika dibandingkan terjadi trauma hingga segmen posterior bola mata. Mengenai visual katarak pada anak terutama pada anak yang memerlukan operasi, prognosisnya tidak sebaik pada katarak orang dewasa. Hal ini berhubungan dengan terjadinya ambliopia dan kelaianan tambahan lain yang menyertai, misalnya adanya kelainan pada nervus optic atau retina akan membatasi tingkat penglihatan. 2,6

BAB IIILAPORAN KASUS

IdentitasSeorang anak laki-laki usia 4 tahun 8 bulan, suku Bolaang Mongondow, agama Islam, alamat Manembo-Nembo Atas Kota Bitung, datang ke Poliklinik mata RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou pada tanggal 05 Mei 2015 dengan keluhan mata kanan kabur.

AnamnesisPenglihatan pada mata kanan kabur dirasakan 2 minggu SMRS. Terdapat riwayat trauma tajam akibat terkena gunting dan post hecting laserasi kornea. Berdasarkan alloanamnesis, riwayat penyakit dahulu/keluarga disangkal.

Pemeriksaan Fisik Pada pemeriksaan fisik status generalis didapatkan keadaan sakit sedang, kesadaran kompos mentis, dengan tanda vital sebagai berikut: tekanan darah 90/60 mmHg, nadi 96 x/menit, respirasi 20 x/ menit, suhu badan 36,0 C, jantung, paru, dan abdomen normal (tidak ada kelainan). Pada pemeriksaan fisik mata didapatkan adanya katarak traumatik post laserasi kornea.

Pemeriksaan Status Oftalmologi

PemeriksaanOS (Okulus Dextra)OD (Okulus Sinistra)

Visus1/606/6

TIONormal/palpasiNormal/palpasi

Segmen Anterior

SupersiliaRontok (-), Trikiasis (-)Rontok (-), Trikiasis (-)

PalpebraHiperemis (-), benjolan (-)Hiperemis (-),benjolan (-)

KonjungtivaInjeksi konjungtiva (+)Injeksi (-)

SkleraNormalNormal

KorneaHecting Laserasi (+)Jernih

COASinekia Anterior (+)Cell Flare (-)Dalam

Iris/PupilIrregulerBulat, reguler

Refleks Cahaya(+)(+)

LensaKeruh (+)Jernih

PalpasiNyeri tekan (-), benjolan mobile (-), fluktuasi (-)Nyeri tekan (-), benjolan mobile (-), fluktuasi (-)

Segmen Posterior

Refleks Fundus(+) Uniform(+) Uniform

PapilBulat, batas tegas, CDR < 0.3, warna vitalBulat, batas tegas, CDR < 0.3, warna vital

RetinaDalam Batas NormalDalam Batas Normal

MakulaRefleks fovea (+) normalRefleks fovea (+) normal

RESUMESeorang anak laki-laki usia 4 tahun 8 bulan, datang ke Poliklinik mata RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou pada tanggal 05 Mei 2015 dengan keluhan mata kanan kabur sejak 2 minggu SMRS. Terdapat riwayat trauma tajam akibat terkena gunting dan post hecting laserasi kornea

Pemeriksaan FisikStatus generalis : dalam batas normalStatus oftalmologis : Visus : OD : 1/60 OS : 6/6Segmen anterior OD : Palpebra : dalam batas normal Kornea : hecting laserasi (+)Konjungtiva : injeksi konjungtiva (+)COA : sinekia anterior (+), cell flare (-)Iris/Pupil : IrregulerLensa: Keruh (+)Segmen posterior OD : dalam batas normal

Diagnosis Katarak Traumatik OD Post Hecting Laserasi Kornea OD Sinekia Anterior OD

Tata LaksanaPro Ekstraksi Lentis OD + Implant IOL OD

Terapi P-pred 8 x 1 gtt OD Noncort 6 x 1 gtt I OD Lyteers 8 x 1 gtt ODS Polydex 6 x1 gtt OD Tropin 1 x 1

PrognosisDubia ad Bonam

BAB IVPEMBAHASAN

Dari anamnesis didapatkan penderita berusia 4 tahun 8 bulan datang dengan keluhan penglihatan kabur pada mata kanan. Penglihatan kabur SMRS 2 minggu yang lalu. Terdapat riwayat trauma tajam akibat terkena gunting pada mata kanan. Pasien post hecting laserasi kornea pada tanggal 23 April 2015. Hal ini sesuai dengan kepustakaan dimana dikatakan bahwa trauma tajam merupakan salah satu penyebab katarak traumatik yang memperlihatkan manifestasi kekeruhan lensa sesudah beberapa hari atau beberapa tahun.Penglihatan kabur merupakan salah satu gejala pada katarak. Hal ini disebabkan oleh transparansi lensa mata yang berkurang yang dapat disebabkan oleh berbaghai hal seperti proses penuaan, trauma, keracunan beberapa jenis obat, penyakit sistemik, dan herediter. Gejala umum yang dapat ditemukan pada katarak adalah penglihatan tidak jelas seperti ada kabut yang menghalangi objek, peka terhadap sinar atau cahaya, mononuklear diplopia, dan lensa mata yang berubah menjadi tidak jernih. Kemungkinan diagnosis pada pasien adalah katarak et causa trauma benda tajam. Diagnosis ini ditunjang dengan gejala lain pada katarak seperti peka terhadap cahaya dan lensa mata yang berubah menjadi tidak jernih. Pasien juga memiliki riwayat trauma yang dapat menjadi faktor penyebab katarak.Trauma pada mata dapat berupa trauma mekanik, kimia, dan trauma fisik. Pada trauma mekanik ini dapat disebabkan oleh trauma benda tumpul atau trauma benda tajam. Trauma mata dapat terjadi pada semua segmen mata dari segmen anterior hingga posterior, meliputi trauma palpebra, konjungtiva, kornea, uvea, lensa, retina, papil saraf optik dan orbita. Trauma pada mata dapat mengenai bagian-bagian mata tersebut secara terpisah atau menjadi gabungan trauma jaringan mata. Riwayat trauma pada mata kanan yang dialami pasien merupakan hal yang penting untuk digali. Informasi mengenai riwayat trauma pada mata kanan diperlukan untuk mencari hubungan antara riwayat trauma yang dialami pasien tersebut dengan keluhan yang dialami pasien saat ini. Berdasarkan keluhan utama pasien yang mengaku penglihatannya kabur, kemungkinan trauma tajam yang dialami pasien mengenai lensa mata. Trauma pada lensa mata ini dapat menyebabkan katarak traumatik. Berdasarkan riwayat penyakit dahulu juga didapatkan post hecting laserasi kornea pada mata kanan pasien.Pada pemerikaan subjektif didapatkan VOD 1/60. Kelainan visus dapat disebabkan oleh kelainan refraksi atau kelaian media. Pada pasien ini, kelainan visus lebih disebabkan oleh kelainan pada lensa mata pasien yang tidak jernih sehingga menghambat masuknya cahaya masuk ke dalam mata dan jatuh ke retina. Pada pemeriksaan objektif terdapat kekeruan lensa pada mata kanan. Pada pemeriksaan slitlamp, segmen anterior OD terdapat injeksi konjungtiva, hecting laserasi pada kornea, sinekia anterior pada COA, I/P ireguler, dan lensa keruh. Injeksi konjungtiva adalah melebarnya pembuluh darah arteri konjungtiva posterior yang terjadi akibat pengaruh mekanis, alergi, ataupun infeksi pada jaringan konjungtiva, sedangkan sinekia anterior adalah perlekatan (adhesi) iris pada kornea. Bentuk pupil yang terlihat irreguler ini akibat trauma yang terjadi pada pasien atau tindakan operasi yang telah dilakukan sebelumnya. Lensa mata kanan pasien yang keruh merupakan tanda katarak traumatik. Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, tanda dan gejala yang terdapat pada pasien mengarahkan pada katarak traumatik. Diagnosa ini dipilih karena pada pasien ditemukan gejala umum pada katarak yaitu penglihatan kabur, lensa mata keruh, hecting laserasi kornea (+), dan riwayat trauma pada mata kanan. Pasien direncanakan pro ekstraksi lentis OD dan implant IOL OD.

BAB VKESIMPULAN

Katarak traumatik pada pasien ini disebabkan oleh adanya trauma tajam akibat terkena gunting pada mata kanan dan post hecting laserasi kornea OD, serta telah direncanakan untuk dilakukan ekstraksi lentis dan implant IOL OD.1