Lapkas Demam Tiphoid

40
Laporan Kasus Demam Tifoid Nathania Nadia B. / 07120060003 BAB I LAPORAN KASUS I. IDENTITAS PASIEN Nama : Tn. RNH No. MR : SHLK. 0000065xxx Tanggal lahir : 29 September 1978 Usia : 32 tahun Jenis kelamin : Laki-laki Status marital : Menikah Status ekonomi : Menengah Alamat : Legok - Tangerang Agama : Islam Suku : Jawa Kewarganegaraan : Indonesia Pekerjaan : Karyawan Tanggal masuk : 6 Januari 2011 Waktu masuk : Pk 19.25 WIB II. ANAMNESIS (autoanamnesa dan alloanamnesa dengan istri pasien) 1) Keluhan utama Pasien merasakan demam sejak 8 hari yang lalu. 1 Kepanitraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam Periode 3 Januari 2010 – 12 Maret 2010 Fakultas Kedokteran UPH – Siloam Hospital Lippo Village

Transcript of Lapkas Demam Tiphoid

Page 1: Lapkas Demam Tiphoid

Laporan Kasus Demam Tifoid Nathania Nadia B. / 07120060003

BAB I

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. RNH

No. MR : SHLK. 0000065xxx

Tanggal lahir : 29 September 1978

Usia : 32 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Status marital : Menikah

Status ekonomi : Menengah

Alamat : Legok - Tangerang

Agama : Islam

Suku : Jawa

Kewarganegaraan : Indonesia

Pekerjaan : Karyawan

Tanggal masuk : 6 Januari 2011

Waktu masuk : Pk 19.25 WIB

II. ANAMNESIS (autoanamnesa dan alloanamnesa dengan istri pasien)

1) Keluhan utama

Pasien merasakan demam sejak 8 hari yang lalu.

2) Riwayat penyakit sekarang

Pasien datang diantar oleh istrinya ke poli penyakit dalam SHLV dengan keluhan

demam sejak 8 hari yang lalu dan lebih sering timbul pada malam hari. Demam

awalnya tidak terlalu dirasa tinggi namun semakin lama semakin panas pada hari-hari

1

Kepanitraan Klinik Ilmu Penyakit DalamPeriode 3 Januari 2010 – 12 Maret 2010Fakultas Kedokteran UPH – Siloam Hospital Lippo Village

Page 2: Lapkas Demam Tiphoid

Laporan Kasus Demam Tifoid Nathania Nadia B. / 07120060003

berikutnya. Menurut pasien demam yang dirasakan sempat tinggi hingga menggigil

namun tidak diukur.

Selain itu, pasien juga mengalami sakit kepala disertai mual, namun tidak sampai

muntah. Sakit kepala dirasakan di kepala bagian depan dan lebih sering pada malam

hari. Skala nyeri kepala menurut pasien 5. Sakit kepala tidak berputar dan tidak

dipengaruhi oleh perubahan pada posisi. Pasien menyangkal adanya rasa pegal ataupun

nyeri pada tulang dan tidak didapati keluhan batuk.

Pasien mengalami sakit perut dan tidak bisa buang air besar selama 2 hari

terakhir. Pasien mengaku bahwa dia memang jarang makan buah dan sayur. Sebelum

mengalami keluhan ini pasien juga bercerita bahwa dia sempat makan di pinggir jalan,

tapi biasanya tidak apa-apa.

Pasien juga sekarang mengalami penurunan nafsu makan dan merasa lemah.

Pasien tidak memperhatikan apakah terdapat perubahan pada berat badannya, namun

ukuran pakaian dan celana biasa-biasa saja. Buang air kecil tidak mengalami gangguan.

Pada anggota keluarga tidak didapati keluhan yang sama seperti pasien. Pasien tidak

berpergian ke daerah-daerah tertentu sebelumnya. Pasien sempat berobat ke dokter dan

diberikan beberapa obat namun pasien tidak ingat namanya dan obatnya sudah habis

dimakan namun keluhan tetap ada.

3) Riwayat penyakit dahulu

Riwayat diabetes mellitus, hipertensi, dan alergi disangkal oleh pasien. Dia belum

pernah mengalami sakit berat apalagi hingga dirawat di rumah sakit sebelumnya.

4) Riwayat penyakit keluarga

Pada anggota keluarga tidak didapati keluhan yang sama seperti pasien.

Sepengetahuan pasien, di keluarganya tidak ada riwayat asma, diabetes mellitus,

hipertensi, ataupun alergi.

5) Riwayat sosial ekonomi dan pribadi

2

Kepanitraan Klinik Ilmu Penyakit DalamPeriode 3 Januari 2010 – 12 Maret 2010Fakultas Kedokteran UPH – Siloam Hospital Lippo Village

Page 3: Lapkas Demam Tiphoid

Laporan Kasus Demam Tifoid Nathania Nadia B. / 07120060003

Pasien merokok setengah bungkus rokok sehari sejak berusia 26 tahun. Pasien

tidak memiliki kebiasaan minum-minuman beralkohol serta menggunakan narkoba.

III. Pemeriksaan Fisik (08/01/2011)

Keadaan umum : Baik

Kesadaran : Kompos mentis (GCS 15)

Tekanan Darah : 120/90

Nadi : 76 x / menit

Pernapasan : 16 x / menit

Suhu : 37.6C

Berat badan : 65,2 kg

Tinggi badan : 181 cm

BMI : 19,90

Status Gizi : Baik

Status Interna

Kepala Normosefali, tidak ada tanda trauma atau benjolan. Rambut hitam, tidak

mudah dicabut.

Mata Konjungtiva kanan dan kiri tidak anemis, tidak ada sklera ikterik pada kedua

mata, refleks cahaya +/+, diameter pupil 3 mm/ 3 mm, strabismus -/-.

Telinga Bentuk normal, tidak ada sekret, cairan, luka maupun perdarahan. Fungsi

pendengaran masih baik.

Hidung Bentuk aurikula normal, septum nasi di tengah, tidak ada deviasi, mukosa

tidak hiperemis, tidak ada edema konka. Tidak terdapat sekret pada kedua

lubang hidung, epistaksis (-).

Tenggorok Hiperemis (-), T2/T2, trakea di tengah.

Gigi dan Mulut Bibir tampak normal, tidak ada sianosis dan tidak ada deviasi. Lidah kotor

dengan tepi hiperemis / coated tongue. Gigi geligi normal dan tidak ada

3

Kepanitraan Klinik Ilmu Penyakit DalamPeriode 3 Januari 2010 – 12 Maret 2010Fakultas Kedokteran UPH – Siloam Hospital Lippo Village

Page 4: Lapkas Demam Tiphoid

Laporan Kasus Demam Tifoid Nathania Nadia B. / 07120060003

karies.

Leher Tidak tampak adanya luka maupun benjolan. Tidak teraba adanya

pembesaran kelenjar getah bening.

Toraks Inspeksi: Pada keadaan statis dada terlihat simetris kanan dan kiri, pada

pergerakan/dinamis dinding dada terlihat simetris kanan dan kiri, tidak ada

yang tertinggal, tidak terdapat retraksi atau penggunaan otot pernapasan

tambahan. Pulsasi ichtus kordis tidak terlihat.

Palpasi: Fremitus raba sama kuat kanan dan kiri. Ichtus kordis tidak teraba.

Perkusi: Pada lapangan paru didapatkan bunyi sonor. Batas paru – hati

didapatkan pada ICS 7 sebelah kanan.

Batas Jantung:

Batas atas : Incisura costalis space 2 parasternal kiri

Batas bawah : Incisura costalis space 6

Batas kanan : ICS 6 linea parasternal kanan

Batas kiri : ICS 6 linea midclavikula kiri

Auskultasi: Bunyi paru vesikuler +/+, ronki -/-, wheezing -/-.

Bunyi jantung S1, S2 murni. Murmur (-). Gallop (-).

Abdomen Inspeksi : Supel, turgor baik, dinding abdomen simetris, tidak terlihat

penonjolan massa ataupun adanya luka. Tidak tampak rose-spots.

Palpasi : Teraba pembesaran hepar 1 jari dibawah arcus costae, permukaan

rata, tepi tajam. Lien tidak teraba. Terdapat nyeri tekan di epigastrium dan

hipokondrium kanan. Nyeri perut menjalar ke punggung (-), distensi abdomen

(-), defense muscular (-), Nyeri tekan mac burney (-), rovsing sign (-), psoas

sign (-), obturator sign (-).

Perkusi : asites (-)

Auskultasi : Bising Usus 3x/menit (↓)

Punggung Tampak normal. Tidak terlihat kelainan bentuk tulang belakang. Tidak

ditemukan rash berupa rose-colored spots.

Ekstremitas atas Akral hangat, tidak ada edema pada semua ekstremitas. Tidak tampak rose-

4

Kepanitraan Klinik Ilmu Penyakit DalamPeriode 3 Januari 2010 – 12 Maret 2010Fakultas Kedokteran UPH – Siloam Hospital Lippo Village

Page 5: Lapkas Demam Tiphoid

Laporan Kasus Demam Tifoid Nathania Nadia B. / 07120060003

dan bawah spots.

Kuku Sianosis (-). Pengisian kapiler <3 detik.

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

HASIL LABORATORIUM (6 Januari 2011)

Hematologi

Tes Hasil Satuan Nilai Normal

Darah Lengkap      

Hemoglobin 14,62 g/dl 13,20 - 17,30

Hematokrit 43,96 % 40,00 - 52,00

Eritrosit 5,07 10^6/µl 4,40 - 5,90

Leukosit 3,56 (↓) 10^3/µl 3,80 - 10,60

Hitung jenis      

Basofil 1 % 0 – 1

Eosinofil 1 % 1 – 3

Band neutrofil 2 % 2 – 6

Segmen neutrofil 44 (↓) % 50 – 70

Limfosit 46 (↑) % 25 – 40

Monosit 6 % 2 – 8

Trombosit 193,6 10^3/µl 150,000 - 440,000

Biokimia

SGOT (AST) 56 (↑) u/l 5-34

SGPT (ALT) 85 (↑) u/l 0-55

Fungsi Ginjal

 Ureum 21 mg/dl < 50

Creatinine 0,80 mg/dl 0,70-1,30

Uric acid 3,9 mg/dl 3,50-7,20

5

Kepanitraan Klinik Ilmu Penyakit DalamPeriode 3 Januari 2010 – 12 Maret 2010Fakultas Kedokteran UPH – Siloam Hospital Lippo Village

Page 6: Lapkas Demam Tiphoid

Laporan Kasus Demam Tifoid Nathania Nadia B. / 07120060003

Gula darah sewaktu 98 mg/dl <200

Elektrolit

Sodium (Na) 141 mmol/l 137-145

Potassium (K) 4,1 mmol/l 3,6-5

Chloride (Cl) 104 mmol/l 98-107

Widal

S. typhi O 1/640 –

S. paratyphi AO – –

S. paratyphi BO – –

S. paratyphi CO – –

S. typhi H 1/160 –

S. paratyphi AH – –

S. paratyphi BH – –

S. paratyphi CH – –

Urinalisis

Maksroskopik:

- Warna : kuning

- Penampakan : jernih

- Berat jenis : 1,005 (N: 1,000-1,030)

- pH : 6,5 (N: 4,5-8,00)

- Leucocyte esterase : - sel/µl

- Nitrit : -

- Protein : - mg/dl

- Glukosa : - mg/dl

- Keton : - mg/dl

- Urobilinogen : 0,20 mg/dl (N: 0,10-1,00)

6

Kepanitraan Klinik Ilmu Penyakit DalamPeriode 3 Januari 2010 – 12 Maret 2010Fakultas Kedokteran UPH – Siloam Hospital Lippo Village

Page 7: Lapkas Demam Tiphoid

Laporan Kasus Demam Tifoid Nathania Nadia B. / 07120060003

- Bilirubin : -

- Darah samar : - sel/µl

Mikroskopik :

o Eritrosit 1 sel/µl (N: 0-3)

o Leukosit 1 sel/µl (N: 0-10)

o Epitel 1+ (N: 1+)

o Casts (–)

o Kristal (–)

o Lain-lain (–)

V. RESUME

Pasien mengalami demam sejak 8 hari yang lalu dan lebih sering timbul pada malam hari.

Demam awalnya tidak terlalu dirasa tinggi namun semakin lama semakin panas pada hari-hari

berikutnya. Demam sempat tinggi hingga menggigil namun suhu tidak diukur. Selain itu, pasien

juga mengalami sakit kepala disertai mual +, muntah –. Sakit kepala dirasakan di kepala bagian

depan dan lebih sering pada malam hari. Skala nyeri kepala menurut pasien 5. Sakit kepala tidak

berputar dan tidak dipengaruhi oleh perubahan pada posisi. Pasien mengalami sakit perut dan

tidak bisa buang air besar selama 2 hari terakhir.

Sebelum mengalami keluhan ini pasien juga bercerita bahwa dia sempat makan di pinggir

jalan. Pasien juga sekarang mengalami penurunan nafsu makan dan merasa lemah. Pasien tidak

memperhatikan apakah terdapat perubahan pada berat badannya. Buang air kecil tidak

mengalami gangguan. Pada anggota keluarga tidak didapati keluhan yang sama seperti pasien.

Pasien tidak berpergian ke daerah-daerah tertentu sebelumnya. Pasien sempat berobat ke dokter

dan diberikan beberapa obat namun pasien tidak ingat namanya dan obatnya sudah habis

dimakan namun keluhan tetap ada.

7

Kepanitraan Klinik Ilmu Penyakit DalamPeriode 3 Januari 2010 – 12 Maret 2010Fakultas Kedokteran UPH – Siloam Hospital Lippo Village

Page 8: Lapkas Demam Tiphoid

Laporan Kasus Demam Tifoid Nathania Nadia B. / 07120060003

Pada pemeriksaan fisik didapatkan lidah kotor dengan tepi hiperemis (coated tongue),

hepatomegali, nyeri tekan pada kuadran epigastrium dan hipokondrium kanan, dan bising usus

yang menurun (3x per menit).

VI. Diagnosis Kerja

Demam tifoid

VII. Diagnosis Banding

1. Demam dengue

2. Malaria

3. Influenza

VIII. Tatalaksana

Tatalaksana meliputi tatalaksana medikamentosa dan non-medikamentosa.

a. Tatalaksana medikamentosa

Obat pilihan utama adalah golongan Fluoroquinolone selama 5-7 hari seperti

Ciprofloksasin 20 mg/kgbb/hari selama 6 hari atau Levofloksasin 10 mg/kgbb/hari

selama 1-2 minggu atau Ofloxacin 20 mg/kgbb/hari selama 7 hari. Namun golongan

Fluoroquinolone tidak boleh diberikan pada anak-anak karena akan mengganggu

pertumbuhan tulang karena mempercepat penutupan epifisis. Maka obat dapat diganti

dengan obat golongan Cephalosporin generasi ketiga seperti Ceftriaxone dan Cefotaxime.

Pada orang dewasa yang resisten terhadap golongan Fluoroquinolone dapat diberikan

golongan Cephalosporin generasi ketiga seperti Ceftriaxone 1-2 gram intravena atau

intramuskular selama 5 hari atau 3 gram dalam 3 hari dan Cefotaxime 1-2 gram intravena

atau intramuskular.

8

Kepanitraan Klinik Ilmu Penyakit DalamPeriode 3 Januari 2010 – 12 Maret 2010Fakultas Kedokteran UPH – Siloam Hospital Lippo Village

Page 9: Lapkas Demam Tiphoid

Laporan Kasus Demam Tifoid Nathania Nadia B. / 07120060003

Dulu obat pilihan utama adalah kloramfenikol, kecuali bila penderita mengalami

resistensi dapat diberikan obat lain misalnya ampisilin, kotrimoksasol, dan lain-lain.

Dianjurkan pemberian kloramfenikol dengan dosis yang tinggi, yaitu 100 mg/kgbb/hari,

diberikan 4 kali sehari peroral atau intramuskular atau intravena bila diperlukan.

Pemberian kloramfenikol dosis tinggi tersebut memberikan manfaat yaitu waktu

perawatan dipersingkat dan relaps tidak terjadi. Namun Kloramfenikol dapat

menimbulkan anemia aplastik karena menekan sumsum tulang terutama jika pemberian

dosis total >30 gram.

Pada wanita hamil tidak boleh diberikan Kloramfenikol karena dapat

menimbulkan partus prematurus pada trimester ketiga dan kematian janin intrauterine.

Tiamfenikol juga tidak aman diberikan karena bersifat teratogenik pada trimester

pertama. Maka pada wanita hamil dapat diberian Ampicilin 50-150 mg/kgbb untuk 2

minggu, Amoxicilin 50-150 mg/kgbb untuk 2 minggu, dan Ceftriaxone 1-2 gram

intravena atau intramuscular selama 5 hari atau 3 gram dalam 3 hari.

Bila terdapat komplikasi harus diberikan terapi yang sesuai. Misalnya pemberian

cairan intravena untuk penderita dengan dehidrasi dan asidosis. Bila terdapat

bronkopneumonia harus ditambahkan Penicilin dan lain-lain.

b. Tatalaksana non-medikamentosa

1. Isolasi penderita dan disinfeksi pakaian dan ekskreta untuk mencegah

penularan kuman ke orang-orang sekitar pasien.

2. Bedrest.

Istirahat selama demam sampai dengan 2 minggu normal kembali yaitu istirahat

mutlak, berbaring terus di tempat tidur. Seminggu kemudian boleh duduk dan

selanjutnya boleh duduk dan berjalan.

9

Kepanitraan Klinik Ilmu Penyakit DalamPeriode 3 Januari 2010 – 12 Maret 2010Fakultas Kedokteran UPH – Siloam Hospital Lippo Village

Page 10: Lapkas Demam Tiphoid

Laporan Kasus Demam Tifoid Nathania Nadia B. / 07120060003

3. Perawatan yang baik dilakukan untuk mencegah komplikasi, mengingat sakit

yang lama, lemah, anoreksia dan lain-lain.

4. Pengaturan diet.

Makanan harus mengandung cukup cairan, kalori dan tinggi protein. Bahan

makanan tidak boleh mengandung banyak serat, tidak merangsang dan tidak

menimbulkan banyak gas. Jenis makanan untuk penderita dengan kesadaran

menurun ialah makanan cair yang dapat diberikan melalui NGT. Bila pasien sadar

dan nafsu makan baik, maka dapat diberikan makanan lunak.

5. Banyak minum untuk mecegah dehidrasi karena pasien mengalami diare dan

demam.

IX. Prognosis

Ad vitam : dubia ad bonam

Ad fungsionam : dubia ad bonam

Ad sanactionam : dubia

X. Analisa Kasus

Pada pasien didapatkan manifestasi klinis berupa demam sejak 8 hari sebelum masuk

rumah sakit yang lebih sering timbul pada malam hari. Demam awalnya tidak terlalu dirasa

tinggi namun semakin lama semakin panas pada hari-hari berikutnya. Pasien juga mengalami

sakit kepala, mual tanpa disertai muntah, nyeri perut, serta konstipasi. Pada pemeriksaan fisik

didapatkan hepatomegali serta nyeri tekan pada kuadran epigastrium dan hipokondrium kanan.

10

Kepanitraan Klinik Ilmu Penyakit DalamPeriode 3 Januari 2010 – 12 Maret 2010Fakultas Kedokteran UPH – Siloam Hospital Lippo Village

Page 11: Lapkas Demam Tiphoid

Laporan Kasus Demam Tifoid Nathania Nadia B. / 07120060003

Dari gejala-gejala tersebut yang dapat dipikirkan adalah demam tifoid dan demam

dengue karena sama-sama memiliki gejala prodromal seperti demam, sakit kepala frontal,

muntah, serta nyeri perut dan pada pemeriksaan dapat ditemukan hepatomegali.

Demam dengue adalah penyakit menular akibat virus dengue yang diperantarai oleh

nyamuk aedes aegypti yang hidup di negara-negara tropis dan menimbulkan gejala demam akut

disertai gejala penyerta lain seperti sakit kepala seperti melayang, pegal dan rasa nyeri di otot,

gangguan pada pencernaan berupa nyeri epigastrium, mual bahkan muntah, nyeri perut, susah

buang air besar, serta diare pun bisa ditemukan pada 5-6 % kasus demam dengue. Penyakit ini

dapat menyerang semua orang dan dapat mengakibatkan kematian terutama pada anak-anak.

Pada demam dengue awalnya dapat asimtomatik (50%-90%), namun dapat juga berupa penyakit

demam non-spesifik atau timbul gejala-gejala klasik demam dengue.

Demam dengue muncul mendadak dengan kisaran suhu antara 39.5-41.4°C. Demam

umumnya muncul pada hari ketiga dan berlangsung selama 5-7 hari. Demam dapat disertai oleh

rasa menggigil, mengakibatakan kulit eritematosa, dan flushing pada wajah. Demam bersifat

bifasik karena demam akan menurun selama 1-2 hari kemudian meningkat kembali sehingga

membentuk grafik pelana kuda. Pada masa penurunan suhu inilah masa kritis dimulai dimana

penyakit pasien berisiko berkembang menjadi demam berdarah dengue atau bahkan dengue

shock syndrome. Setelah demam biasanya muncul mialgia yang dapat berlangsung hingga

beberapa minggu, namun gejala mialgia tidak ditemukan pada pasien ini. Sakit kepala pada

demam dengue dapat timbul di area frontal dan retro-orbita. Pada pasien didapati nyeri kepala

frontal.

Malaria juga dijadikan diagnosis banding demam tifoid karena pada malaria ditemukan

demam, sakit kepala, malaise, nyeri sendi dan tulang, anoreksia, nyeri perut, diare, dan

hepatomegali. Malaria juga merupakan penyakit endemik di beberapa daerah di Indonesia. Dari

anamnesis diketahui pasien tidak melakukan perjalanan ke tempat-tempat selain Tangerang dan

sekitarnya. Selain itu malaria juga memiliki pola demam yang khas yaitu demam intermiten,

sedangkan demam yang dialami pasien adalah demam remiten dimana suhu badan dapat turun

setiap hari tetapi tidak pernah mencapai suhu badan normal. Perbedaan suhu dapat mencapai 2°.

11

Kepanitraan Klinik Ilmu Penyakit DalamPeriode 3 Januari 2010 – 12 Maret 2010Fakultas Kedokteran UPH – Siloam Hospital Lippo Village

Page 12: Lapkas Demam Tiphoid

Laporan Kasus Demam Tifoid Nathania Nadia B. / 07120060003

Diagnosis banding yang lain adalah influenza. Influenza merupakan penyakit infeksi akut

saluran pernapasan terutama ditandai oleh demam menggigil, mialgia, sakit kepala, dan sering

disertai gejala pilek, sakit tenggorok, dan batuk non produktif. Lama sakitnya berkisar antara 2-7

hari dan biasanya sembuh sebdiri karena disebabkan oleh virus influenza tipe A, B, dan C. Pada

pasien tidak ditemukan gejala-gejala infeksi saluran napas sehingga diagnosis banding ini dapat

disingkirkan.

Jika dilihat pola demam pasien yang cenderung meningkat pada malam hari dan

peningkatan suhu yang semakin tinggi setelah masuk minggu kedua, ditambah dengan adanya

sakit kepala frontal, dan konstipasi maka diagnosis sementara adalah suspek demam tifoid.

Namun hal ini masih perlu dibuktikan dengan beberapa pemeriksaan. Untuk menegakkan

diagnosis demam tifoid harus terbukti ditemukannya kuman Salmonella typhi pada kultur dengan

spesimen darah pada akhir minggu pertama, spesimen urin pada minggu ketiga, atau spesimen

feses pada minggu kedua dan ketiga.

Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut disebabkan oleh kuman gram negatif

Salmonella typhi. Selama terjadi infeksi, kuman tersebut bermultiplikasi dalam sel fagositik

mononuklear dan secara berkelanjutan dilepaskan ke aliran darah.

Istilah demam tifoid sebaiknya tidak dikacaukan dengan tifus yang sering disebutkan

oleh masyarakat awam karena istilah tifus mengarah kepada suatu kelompok penyakit infeksius

yang disebabkan oleh organisme Rickettsial yang dapat mengakibatkan penyakit demam akut.

Penyakit tifus ditransmisikan oleh vektor artropoda seperti Pediculosis corporis yang

mengandung Rickettsia prowazekii yaitu agen etiologi tifus ke manusia. Gejala-gejala demam

tifoid memang mirip dengan tifus maka dinamakan tifoid (menyerupai tifus).

Salmonellosis dibagi menjadi 2 yaitu demam tifoid/enterik yang disebabkan oleh S.typhi

dan S.paratyphi serta salmonellosis nontifoidal yang disebabkan oleh S.typhimurium dan

S.enteritidis. Transmisi salmonellosis nontifoidal berasal dari makanan yang terkontaminasi

misalnya daging yang kurang matang, makanan laut, produk susu sapi yang tidak terpasteurisasi,

dan makanan mentah lainnya. Transmisi S.enteritidis terutama berasal dari telur. Infeksi juga

dapat terjadi apabila seseorang terpapar dengan hewan terutama reptil. Pada salmonellosis

nontifoidal manifestasi klinis yang timbul adalah demam hingga menggigil, mual, muntah, nyeri

12

Kepanitraan Klinik Ilmu Penyakit DalamPeriode 3 Januari 2010 – 12 Maret 2010Fakultas Kedokteran UPH – Siloam Hospital Lippo Village

Page 13: Lapkas Demam Tiphoid

Laporan Kasus Demam Tifoid Nathania Nadia B. / 07120060003

abdominal, diare dengan konsistensi cair tanpa darah, nyeri kepala, tenesmus, dan mialgia yang

timbul 6-48 jam setelah terpapar organisme penyebab. Demam biasanya membaik dalam 48 jam.

Pada beberapa kasus yang jarang dapat yang dapat ditemukan diare bervolume banyak seperti

pada kolera namun dapat sembuh secara spontan dalam 3-7 hari.

Jika organisme Salmonella masuk ke dalam tubuh manusia sebanyak 103-106 maka

individu tersebut akan terinfeksi. Infeksi Salmonella dapat mengakibatkan 3 sindroma yang

berbeda, yaitu enterokolitis nontifoidal, penyakit fokal nontifoidal, atau demam tifoid/demam

enterik. Infeksi ekstraintestinal yang dapat terjadi pada salmonellosis nontifoidal adalah

bakteriemia (5% kasus) yang dapat berkembang menjadi infeksi lokal seperti aneurisma aortik,

abses, meningitis, pneumonia, infeksi saluran kemih, dan lain-lain. Penyakit fokal nontifoidal

diakibatkan oleh bakteriemia yang sementara ataupun permanen. Hampir semua organ dapat

terkena, namun lokasi-lokasi yang rentan terkena biasanya merupakan organ yang memang

memiliki abnormalitas atau kelainan struktural.

Demam yang timbul sebagai gejala demam tifoid merupakan akibat dari terangsangnya

makrofag oleh kuman Salmonella typhi sehingga makrofag melepas sitokin, interleukin, dan

mediator-mediator inflamasi lainnya yang dapat mengganggu termoregulasi tubuh sehingga

timbullah demam. Demam biasanya berkisar antara suhu 39° - 40° C.

Konstipasi pada demam tifoid terjadi akibat Peyer’s patches mengalami inflamasi

sehingga membengkak dan motilitas usus mengalami penurunan. Namun demam tifoid juga

dapat memiliki gejala diare khususnya diare sekretorik akibat endotoksin Salmonella typhi.

Bahkan pada beberapa kasus juga ditemukan demam tifoid dengan gejala diare terlebih dahulu

disusul oleh konstipasi beberapa hari kemudian.

Hepatomegali yang ditemukan dalam pemeriksaan fisik dapat timbul akibat makrofag

yang melawan kuman Salmonella typhi dan mati dibawa ke organ-organ RES

(Reticuloendothelial System) seperti hepar dan limpa.

Pada pasien telah diperiksa uji Widal namun sekarang sudah kurang dipakai karena

Indonesia merupakan negara yang endemik demam tifoid. Apalagi pada pasien baru diperiksa

Widal satu kali. Seharusnya satu minggu kemudian diperiksa lagi apakah ada kenaikan titer 4x

lipat. Pada prinsipnya pemeriksaan Widal menggunakan reaksi aglutinasi yang terjadi bila serum

13

Kepanitraan Klinik Ilmu Penyakit DalamPeriode 3 Januari 2010 – 12 Maret 2010Fakultas Kedokteran UPH – Siloam Hospital Lippo Village

Page 14: Lapkas Demam Tiphoid

Laporan Kasus Demam Tifoid Nathania Nadia B. / 07120060003

penderita dicampur dengan suspensi antigen Salmonella typhi. Pemeriksaan disebut positif

apabila terjadi reaksi aglutinasi. Dengan mengencerkan serum, maka kadar zat anti dapat

ditentukan, yaitu pengenceran tertinggi yang masih menimbulkan reaksi aglutinasi.

Untuk mendukung diagnosis yang diperlukan ialah titer zat anti tehadap antigen O. titer

yang bernilai 1/200 atau lebih dan atau menunjukkan kenaikan yang progresif diperlukan untuk

membuat diagnosis. Titer tersebut mencapai puncaknya bersamaan dengan penyembuhan

penderita dan bertahan hingga 4-6 bulan. Titer terhadap antigen H tidak diperlukan untuk

diagnosis karena tetap bertahan hingga 9-12 bulan setelah mendapat imunisasi atau penderita

telah lama sembuh. Pemeriksaan widal tidak selalu positif walaupun penderita sungguh-sungguh

menderita demam tifoid.

Sebaliknya titer dapat positif (False Positive) pada keadaan tertentu seperti didapatkan

Titer O dan H tinggi karena terdapatnya aglutinin normal akibat infeksi kuman E. coli patogen

dalam usus, Pada neonates dimana zat anti tersebut diperoleh dari ibunya melalui plasenta,

terdapat infeksi silang dengan Rickettsia (Weil Felix), serta akibat imunisasi secara alamiah

karena masuknya basil peroral atau pada keadaan infeksi subklinis.

Pada kasus ini pasien sempat pergi ke dokter dan diberi obat namun pasien tidak

mengetahui namanya dan obat sudah habis dimakan dan keluhan tetap ada, hal tersebut

dimungkinkan karena obat yang diberikan tidak cocok untuk pengobatan mikroorganisme

penyebab penyakit atau kemungkinan yang kedua adalah pasien mengalami resistensi obat.

Saran pemeriksaan tambahan untuk kasus ini adalah pemeriksaan IgG anti-Salmonella,

kultur mikroorganisme dari spesimen darah, uji resitensi dan sensitivitas obat untuk menentukan

pemilihan obat yang cocok bagi pasien, namun karena menunggu hasilnya lama maka

pengobatan tetap dimulai sesuai protokol yang ada.

Pada pasien ini dapat diberikan obat pilihan utama saat ini yaitu golongan

Fluoroquinolone selama 5-7 hari seperti Ciprofloksasin 20 mg/kgbb/hari selama 6 hari atau

Levofloksasin 10 mg/kgbb/hari selama 1-2 minggu atau Ofloxacin 20 mg/kgbb/hari selama 7

hari. Namun, jika resistensi terjadi terhadap golongan Fluoroquinolone, maka pasien dapat

diberikan golongan Cephalosporin generasi ketiga seperti Ceftriaxone 1-2 gram intravena atau

14

Kepanitraan Klinik Ilmu Penyakit DalamPeriode 3 Januari 2010 – 12 Maret 2010Fakultas Kedokteran UPH – Siloam Hospital Lippo Village

Page 15: Lapkas Demam Tiphoid

Laporan Kasus Demam Tifoid Nathania Nadia B. / 07120060003

intramuskular selama 5 hari atau 3 gram dalam 3 hari dan Cefotaxime 1-2 gram intravena atau

intramuskular.

BAB II

15

Kepanitraan Klinik Ilmu Penyakit DalamPeriode 3 Januari 2010 – 12 Maret 2010Fakultas Kedokteran UPH – Siloam Hospital Lippo Village

Page 16: Lapkas Demam Tiphoid

Laporan Kasus Demam Tifoid Nathania Nadia B. / 07120060003

PENDAHULUAN

Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut disebabkan oleh kuman gram negatif

Salmonella typhi. Selama terjadi infeksi, kuman tersebut bermultiplikasi dalam sel fagositik

mononuklear dan secara berkelanjutan dilepaskan ke aliran darah.1

Pada tahun 2000, terdapat sekitar 21,6 juta kasus demam tifoid di seluruh dunia dan

diantaranya menyebabkan 216.500 kematian. Insidensi demam tifoid di Asia Tengah, Selatan,

dan Tenggara serta Afrika Selatan mencapai lebih dari 100 kasus per 100.000 populasi setiap

tahunnya.2,3

Di Indonesia sendiri demam tifoid merupakan penyakit endemik dan tergolong penyakit

menular yang tercantum dalam undang-undang nomor 6 tahun 1962 tentang wabah. Menurut

data dari Departemen Kesehatan RI, frekuensi kejadian demam tifoid di Indonesia pada tahun

1990 sebesar 9,2 dan pada tahun 1994 terjadi peningkatan frekuensi menjadi 15,4 per 10.000

penduduk.1

Manifestasi klinis yang timbul pada penderita demam tifoid adalah demam yang

berkepanjangan dimana awalnya tidak terlalu tinggi namun lama kelamaan terus meningkat,

dapat disertai rasa menggigil, sakit kepala, berkeringat, batuk, malaise, dan atralgia. Gejala-

gejala saluran pencernaan bervariasi mulai dari diare, konstipasi, mual, muntah, sampai

anoreksia.4

Karena demam tifoid merupakan endemik di negara ini dan insidensinya yang masih

tinggi, pencegahan dan tatalaksana penting diketahui sehingga tidak menimbulkan komplikasi

seperti perdarahan usus, perforasi usus, ileus paralitik, dan komplikasi ekstra-intestinal seperti

meningitis, miokarditis, pleuritis, pneumonia, hepatitis, kolesistitis, glomerulonefritis,

pielonefritis, osteomielitis, spondilitis, artritis, dan lain-lain.

BAB III

16

Kepanitraan Klinik Ilmu Penyakit DalamPeriode 3 Januari 2010 – 12 Maret 2010Fakultas Kedokteran UPH – Siloam Hospital Lippo Village

Page 17: Lapkas Demam Tiphoid

Laporan Kasus Demam Tifoid Nathania Nadia B. / 07120060003

TINJAUAN PUSTAKA

Definisi

Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut disebabkan oleh kuman gram negatif Salmonella

typhi. Selama terjadi infeksi, kuman tersebut bermultiplikasi dalam sel fagositik mononuklear

dan secara berkelanjutan dilepaskan ke aliran darah.1

Epidemiologi

Demam tifoid merupakan penyakit endemik di Indonesia. Penyakit ini termasuk penyakit

menular yang tercantum dalam undang-undang nomor 6 tahun 1962 tentang wabah.

Surveilans Departemen Kesehatan RI, frekuensi kejadian demam tifoid di Indonesia pada

tahun 1990 sebesar 9,2 dan pada tahun 1994 terjadi peningkatan frekuensi menjadi 15,4 per

10.000 penduduk. Dari survey berbagai rumah sakit di Indonesia dari tahun 1981 sampai

dengan 1986 memperlihatkan peningkatan jumlah penderita sekitar 35,8% yaitu dari 19.596

menjadi 26.606 kasus. Case Fatality Rate (CFR) demam tifoid pada tahun 1996 sebesar

1,08% dari seluruh kematian di Indonesia. 1,2,3

Etiologi

Demam tifoid disebabkan oleh jenis salmonella tertentu yaitu S. typhi, S. paratyphi A, S.

paratyphi B, dan S. paratyphi C. Demam yang disebabkan oleh S. Typhi cenderung untuk

menjadi lebih berat daripada bentuk infeksi salmonella yang lain. Salmonella merupakan

bakteri batang gram negatif yang bersifat motil, tidak membentuk spora, dan tidak berkapsul.

Kebanyakkan strain meragikan glukosa, manosa dan manitol untuk menghasilkan asam dan

gas, tetapi tidak meragikan laktosa dan sukrosa. Organisme salmonella tumbuh secara aerob

dan mampu tumbuh secara anaerob fakultatif. Kebanyakan spesies resistent terhadap agen

fisik namun dapat dibunuh dengan pemanasan sampai 54,4º C (130º F) selama 1 jam atau 60

º C (140 º F) selama 15 menit. Salmonella tetap dapat hidup pada suhu ruang dan suhu yang

17

Kepanitraan Klinik Ilmu Penyakit DalamPeriode 3 Januari 2010 – 12 Maret 2010Fakultas Kedokteran UPH – Siloam Hospital Lippo Village

Page 18: Lapkas Demam Tiphoid

Laporan Kasus Demam Tifoid Nathania Nadia B. / 07120060003

rendah selama beberapa hari dan dapat bertahan hidup selama berminggu-minggu dalam

sampah, bahan makannan kering, agen farmakeutika, dan bahan tinja. Salmonella memiliki

antigen somatik O dan antigen flagella H. Antigen O adalah komponen lipopolisakarida

dinding sel yang stabil terhadap panas sedangkan antigen H adalah protein labil panas.

Antigen Vi adalah simpai atau kapsul kuman. Masa inkubasi S. typhi adalah 3-21 hari.

Patogenesis

Salmonella typhi masuk ketubuh manusia melalui makanan dan air yang tercemar. Sebagian

kuman dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus. Jika IgA

kurang baik pertahanannya, maka kuman akan menembus sel-sel epitel terutama sel M dan

menuju ke lamina propia. Di lamina propia kuman akan berkembangbiak. Sebagian kuman

akan ditangkap dan digagosit oleh sel mononuklear, namun masih dapat hidup di dalam

makrofag tersebut, dibawa ke Payer’s patch ileum distal, menuju kelenjar getah bening

mesenterika, melalui duktus toraksikus ke sirkulasi darah, terjadilah bakteriemi I namun

masih asimtomatik. Setelah berkembangbiak di RES dan tersebar ke organ-organ RES seperti

hati dan limpa, kuman akan keluar dari makrofag, berkembangbiak di luar sel atau ruang

sinusoid dan masuk lagi ke dalam sirkulasi darah, maka terjadilah bakteriemi II yang dapat

menimbulkan gejala-gejala sistemik.

Dari hepar, kuman masuk ke kantong empedu, berkembangbiak, dan diekskresi secara

intermiten ke lumen usus bersama-sama dengan cairan empedu. Sebagian akan keluar lewat

feses, dan sisanya akan menembus usus masuk ke darah.

Interaksi Salmonella typhi dengan makrofag memunculkan mediator-mediator lokal sehingga

peyer’s patches mengalami hiperplasi jaringan, nekrosis dan ulkus (hipersensitivitas tipe

IV/lambat). Secara imunulogi, di usus diproduksi IgA sekretorik yang berfungsi mencegah

melekatnya Salmonella typhi pada mukosa usus. Imunitas humoral sistemik, diproduksi IgM

dan IgG untuk memudahkan fagositosis Salmonella typhi oleh makrofag. Imunitas seluler

berfungsi untuk membunuh Salmonalla intraseluler.

18

Kepanitraan Klinik Ilmu Penyakit DalamPeriode 3 Januari 2010 – 12 Maret 2010Fakultas Kedokteran UPH – Siloam Hospital Lippo Village

Page 19: Lapkas Demam Tiphoid

Laporan Kasus Demam Tifoid Nathania Nadia B. / 07120060003

Pada gejala sistemik timbul demam, instabilitas vaskuler, inisiasi sistem beku darah, depresi

sumsum tulang, bahkan nekrosis organ bila pembuluh darah di sekitar peyer’s patches

mengalami erosi dan perdarahan.

Manifestasi Klinis

Masa inkubasi Salmonella Typhi berlangsung selama 3-21 hari. Transmisi atau penularannya

dapat terjadi melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi S. typhi. Selama masa

inkubasi mungkin ditemukan gejala prodromal, yaitu perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri

kepala, dan tidak bersemangat. Kemudian menyusul gejala klinis yang biasa ditemukan,

yaitu:

1. Demam

Pada kasus-kasus yang khas, demam berlangsung tiga minggu. Bersifat febris remiten dan

suhu tidak terlalu tinggi. Selama minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur meningkat

setiap hari, biaasanya menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan malam hari.

Dalam minggu kedua, penderita terus berada dalam keadaan demam. Dalam minggun ketiga

suhu badan berangsur-angsur turun dan normal kembali pada akhir minggu ketiga.

2. Gangguan pada saluran pencernaan

Pada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap. Bibir kering dan pecah-pecah. Lidah ditutupi

selaput putih kotor (coated tongue), ujung dan tepinya kemerahan, dapat disertai tremor.

Pada abdomen mungkin ditemukan keadaan perut kembung (meteorismus). Hati dan limpa

membesar disertai nyeri pada saat perabaan. Dapat ditemukan gejala konstipasi, diare, dan

kombinasi keduanya. Selain itu dapat disertai gejala mual dan muntah.

3. Gangguan kesadaran (gejala susunan saraf pusat)

19

Kepanitraan Klinik Ilmu Penyakit DalamPeriode 3 Januari 2010 – 12 Maret 2010Fakultas Kedokteran UPH – Siloam Hospital Lippo Village

Page 20: Lapkas Demam Tiphoid

Laporan Kasus Demam Tifoid Nathania Nadia B. / 07120060003

Umumnya kesadaran penderita menurun walaupun tidak berapa dalam, yaitu apatis sampai

somnolen. Jarang terjadi sopor, koma atau gelisah. Pada punggung dan anggota gerak dapat

ditemukan rose spots, yaitu bintik-bintik kemerahan karena emboli basil dalam kapiler kulit.

Rose spots biasanya ditemukan dalam akhir minggu pertama demam pada 25% kasus.

Kadang-kadang ditemukan bradikardia dan mungkin pula ditemukan epistaksis.

Rose spots

pada

abdomen

seorang

pasien

dengan

demam

tifoid akibat Salmonella typhi.

Courtesy of CDC/Armed Forces Institute of Pathology, Charles N. Farmer.

Diagnosa

Diagnosa demam tifoid dapat ditegakkan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik serta

ditunjang oleh pemeriksaan laboratorik seperti ditemukannya leukopenia, anesonofilia, dan

limfositosis relatif pada permulaan timbulnya gejala. Mungkin terdapat anemia dan

trombositopenia ringan.

20

Kepanitraan Klinik Ilmu Penyakit DalamPeriode 3 Januari 2010 – 12 Maret 2010Fakultas Kedokteran UPH – Siloam Hospital Lippo Village

Page 21: Lapkas Demam Tiphoid

Laporan Kasus Demam Tifoid Nathania Nadia B. / 07120060003

Pada pemeriksaan sumsung tulang dapat ditemukan gambaran sumsum tulang berupa

hiperaktif RES dengan adanya sel makrofag sedangkan sistem eritropoesis, granulopoesis,

dan trombopoesis berkurang.

Pada biakan empedu dapat ditemukan kuman Salmonella typhi dalam darah penderita

biasanya dalam minggu pertama sakit. Selanjutnya lebih sering ditemukan dalam urin dan

feces dan mungkin akan tetap positif untuk waktu yang lama. Oleh karena itu pemeriksaan

yang positif dari contoh darah digunakan untuk menegakkan diagnosis, sedangkan

pemeriksaan negatif dari contoh urin dan fases 2 kali berturt-turut digunakan untuk

menentukan bahwa penderita telah benar-benar sembuh dan bukan karier.

Pemeriksaan Widal dapat dipakai untuk mendukung adanya diagnosis demam tifoid, namun

sekarang pemeriksaan Widal sudah mulai ditinggalkan. Prinsip pemeriksaannya ialah reaksi

aglutinasi yang terjadi bila serum penderita dicampur dengan suspensi antigen Salmonella

typhi. Pemeriksaan yang positif ialah bila terjadi reaksi aglutinasi. Dengan jalan

mengencerkan serum, maka kadar zat anti dapat ditentukan, yaitu pengenceran tertinggi yang

masih menimbulkan reaksi aglutinasi. Untuk menegakkan diagnosis yamg perlu diperlukan

ialah titer zat anti tehadap antigen O. titer yang bernilai 1/200 atau lebih dan atau

menunjukkan kenaikan yang progresif diperlukan untuk membuat diagnosis. Titer tersebut

mencapai puncaknya bersamaan dengan penyembuhan penderita. Titer terhadap antigen H

tidak diperlukan untuk diagnosis karena dapat tetap tinggi setelah mendapat imunisasi atau

penderita telah lama sembuh. Tidak selalu pemeriksaan widal positif walaupun penderita

sungguh-sungguh menderita demam tifoid sebagaimana terbukti pada autopsi setelah

penderita meninggal dunia.

Sebaliknya titer dapat positif (False Positive) pada keadaan tertentu seperti didapatkan Titer

O dan H tinggi karena terdapatnya aglutinin normal akibat infeksi kuman E. coli patogen

dalam usus, Pada neonates dimana zat anti tersebut diperoleh dari ibunya melalui plasenta,

terdapat infeksi silang dengan Rickettsia (Weil Felix), serta akibat imunisasi secara alamiah

karena masuknya basil peroral atau pada keadaan infeksi subklinis.

21

Kepanitraan Klinik Ilmu Penyakit DalamPeriode 3 Januari 2010 – 12 Maret 2010Fakultas Kedokteran UPH – Siloam Hospital Lippo Village

Page 22: Lapkas Demam Tiphoid

Laporan Kasus Demam Tifoid Nathania Nadia B. / 07120060003

Diagnosis Banding

Bila tedapat demam yang lebih dari satu minggu sedangkan penyakit yang dapat

menerangkan penyebab demam tersebut belum jelas, penyakit-penyakit yang perlu dipikirkan

selain demam tifoid adalah demam dengue, influenza, tuberkulosis, malaria, dan lain-lain.

Tatalaksana

Tatalaksana meliputi tatalaksana medikamentosa dan non-medikamentosa.

a. Tatalaksana medikamentosa

Obat pilihan utama adalah golongan Fluoroquinolone selama 5-7 hari seperti

Ciprofloksasin 20 mg/kgbb/hari selama 6 hari atau Levofloksasin 10 mg/kgbb/hari

selama 1-2 minggu. Namun golongan Fluoroquinolone tidak boleh diberikan pada anak-

anak karena akan mengganggu pertumbuhan tulang karena mempercepat penutupan

epifisis. Maka dapat diganti dengan obat golongan Cephalosporin generasi ketiga seperti

Ceftriaxone dan Cefotaxime. Pada orang dewasa yang resisten terhadap golongan

Fluoroquinolone juga dapat diberikan golongan Cephalosporin generasi ketiga seperti

Ceftriaxone 1-2 gram intravena atau intramuskular selama 5 hari atau 3 gram dalam 3

hari dan Cefotaxime 1-2 gram intravena atau intramuskular.

Dulu obat pilihan utama adalah kloramfenikol, kecuali bila penderita mengalami

resistensi dapat diberikan obat lain misalnya ampisilin, kotrimoksasol, dan lain-lain.

Dianjurkan pemberian kloramfenikol dengan dosis yang tinggi, yaitu 100 mg/kgbb/hari,

diberikan 4 kali sehari peroral atau intramuskular atau intravena bila diperlukan.

Pemberian kloramfenikol dosis tinggi tersebut memberikan manfaat yaitu waktu

perawatan dipersingkat dan relaps tidak terjadi. Akan tetapi mungkin pembentukan zat

anti kurang, oleh karena basil terlalu cepat dimusnahkan. Penderita yang pulang perlu

diberikan suntikan vaksin Tipa.

22

Kepanitraan Klinik Ilmu Penyakit DalamPeriode 3 Januari 2010 – 12 Maret 2010Fakultas Kedokteran UPH – Siloam Hospital Lippo Village

Page 23: Lapkas Demam Tiphoid

Laporan Kasus Demam Tifoid Nathania Nadia B. / 07120060003

Pada wanita hamil tidak boleh diberikan Kloramfenikol karena dapat menimbulkan

partus prematurus pada trimester ketiga dan kematian janin intrauterine. Tiamfenikol juga

tidak aman diberikan karena bersifat teratogenik pada trimester pertama. Maka pada

wanita hamil dapat diberian Ampicilin 50-150 mg/kgbb untuk 2 minggu, Amoxicilin 50-

150 mg/kgbb untuk 2 minggu, dan Ceftriaxone 1-2 gram intravena atau intramuscular

selama 5 hari atau 3 gram dalam 3 hari.

Bila terdapat komplikasi harus diberikan terapi yang sesuai. Misalnya pemberian cairan

intravena untuk penderita dengan dehidrasi dan asidosis. Bila terdapat bronkopneumonia

harus ditambahkan Penicilin dan lain-lain.

b. Tatalaksana non-medikamentosa

1. Isolasi penderita dan disinfeksi pakaian dan ekskreta untuk mencegah penularan

kuman ke orang-orang sekitar pasien.

2. Bedrest.

Istirahat selama demam sampai dengan 2 minggu normal kembali yaitu istirahat mutlak,

berbaring terus di tempat tidur. Seminggu kemudian boleh duduk dan selanjutnya boleh

duduk dan berjalan.

3. Perawatan yang baik dilakukan untuk mencegah komplikasi, mengingat sakit yang

lama, lemah, anoreksia dan lain-lain.

4. Pengaturan diet.

Makanan harus mengandung cukup cairan, kalori dan tinggi protein. Bahan makanan

tidak boleh mengandung banyak serat, tidak merangsang dan tidak menimbulkan banyak

gas. Susu 2 kali satu gelas sehari perlu diberikan. Jenis makanan untuk penderita dengan

23

Kepanitraan Klinik Ilmu Penyakit DalamPeriode 3 Januari 2010 – 12 Maret 2010Fakultas Kedokteran UPH – Siloam Hospital Lippo Village

Page 24: Lapkas Demam Tiphoid

Laporan Kasus Demam Tifoid Nathania Nadia B. / 07120060003

kesadaran menurun ialah makanan cair yang dapat diberikan melalui NGT. Bila pasien

sadar dan nafsu makan baik, maka dapat diberikan makanan lunak.

5. Banyak minum untuk mecegah dehidrasi karena pasien mengalami diare dan demam.

Komplikasi

1. Komplikasi intestinal umumnya jarang terjadi, akan tetapi sering fatal. Pada usus halus

dapat terjadi :

a. Perdarahan usus. Bila sedikit hanya ditemukan jika dilakukan pemeriksaan

darah samar pada tinja dengan menggunakan benzidin. Bila perdarahan banyak

terjadi melena dan bila berat dapat disertai perasaan nyeri perut dengan tanda-

tanda renjatan.

b. Perforasi usus. Timbul biasanya pada minggu ketiga atau setelah itu dan terjadi

pada bagian distal ileum. Perforasi yang tidak disertai peritonitis hanya dapat

ditemukan bila terdapat udara di rongga peritoneum, yaitu pekak hati menghilang

dan terdapat udara diantara hati dan diafragma pada foto rontgen abdomen yang

dibuat dalam keadaan tegak.

c. Peritonitis. Biasanya menyertai perforasi tetapi dapat terjadi tanpa perforasi

usus. Ditemukan gejala abdomen akut yaitu nyeri perut yang hebat, dinding

abdomen tegang (defense muscular) dan nyeri pada tekanan.

2. Komplikasi ekstra-intestinal yang terjadi karena lokalisasi peradangan akibat sepsis

(bakteremia) yaitu meningitis, kolesistis, ensefalopati dan lain-lain. Selain itu, komplikasi

ekstra-intestinal dapat terjadi karena infeksi sekunder misalnya pada bronkopneumonia.

Dehidrasi dan asidosis dapat timbul akibat masukan makanan yang kurang dan perspirasi

akibat suhu tubuh yang tinggi.

24

Kepanitraan Klinik Ilmu Penyakit DalamPeriode 3 Januari 2010 – 12 Maret 2010Fakultas Kedokteran UPH – Siloam Hospital Lippo Village

Page 25: Lapkas Demam Tiphoid

Laporan Kasus Demam Tifoid Nathania Nadia B. / 07120060003

Prognosis

Umumnya prognosis tifus abdominalis pada anak baik asal penderita cepat berobat.

Mortalitas pada penderita yang dirawat ialah 6%. Prognosis menjadi buruk bila terdapat

gejala klinis yang berat seperti:

1. Panas tinggi (hiperpireksia) atau febris kontinu.

2. Kesadaran menurun sekali yaitu stupor, koma atau delirium.

3.Terdapat komplikasi yang berat misalnya dehidrasi atau asidosis, peritonitis,

bronkopneumonia dan lain-lain.

4. Keadaan gizi penderita buruk (malnutrisi energi protein).

25

Kepanitraan Klinik Ilmu Penyakit DalamPeriode 3 Januari 2010 – 12 Maret 2010Fakultas Kedokteran UPH – Siloam Hospital Lippo Village

Page 26: Lapkas Demam Tiphoid

Laporan Kasus Demam Tifoid Nathania Nadia B. / 07120060003

BAB IV

DAFTAR PUSTAKA

1. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.

4th ed. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2006. p1752-1757

2. Centers for Disease Control and Prevention. Typhoid fever. October 5, 2010. [cited 2011 Jan

8]. [Internet] Available at: http://www.cdc.gov/nczved/divisions/dfbmd/diseases/typhoid_fever/

3. Klotchko A, Mark RW. Salmonellosis. Mar 31, 2009. [cited 2011 Jan 11]. [Internet]

Available at: http://emedicine.medscape.com/article/228174-overview

4. Fauci AS, et al. Harrison’s Manual of Medicine. 17th ed. New York: McGraw Hill; 2009. p

456-457

5. Bhan MK, Bahl R, Bhatnagar S. Typhoid and parattyphoid fever. Lancet. Aug 2005;366:749-

62.

6. Brusch J. Typhoid fever. April 8, 2010. [cited 2011 Jan 11]. [Internet] Available at:

http://emedicine.medscape.com/article/231135-overview

7. Klotchko A. Salmonellosis. Mar 31, 2009. [cited 2011 Jan 8]. [Internet] Available at:

http://emedicine.medscape.com/article/228174-media

8. Kim AY, Goldberg MB, Rubin RH. Salmonella infections. In: Gorbach SL, Bartlett JG,

Blacklow NR, eds. Infectious Diseases. 3rd ed. Lippincott Williams and Wilkins; 2004:68.

26

Kepanitraan Klinik Ilmu Penyakit DalamPeriode 3 Januari 2010 – 12 Maret 2010Fakultas Kedokteran UPH – Siloam Hospital Lippo Village

Page 27: Lapkas Demam Tiphoid

Laporan Kasus Demam Tifoid Nathania Nadia B. / 07120060003

27

Kepanitraan Klinik Ilmu Penyakit DalamPeriode 3 Januari 2010 – 12 Maret 2010Fakultas Kedokteran UPH – Siloam Hospital Lippo Village