lapkas bangsal jiwa

35
BAB I STATUS PASIEN I. IDENTITAS PASIEN Nama : An. SK Jenis Kelamin : Perempuan Usia : 15 tahun Agama : Islam Suku : Sunda Pendidikan Terakhir : SMP kelas 3 tidak tamat Status Pernikahan : Belum Menikah Pekerjaan : Tidak bekerja Alamat : Langensari - Banjar Tanggal Masuk RS : 27Oktober 2014 II. RIWAYAT PERAWATAN a. Rawat Jalan : Belum pernah b. Rawat Inap :Belum Pernah III. RIWAYAT PSIKIATRI ALLOANAMNESIS Tanggal : 27 Oktober 2014 Nama : Tn. Mujiman Hubungan dengan pasien : Bapak kandung, akrab, dapat dipercaya 1

description

psiaktri

Transcript of lapkas bangsal jiwa

Page 1: lapkas bangsal jiwa

BAB I

STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : An. SK

Jenis Kelamin : Perempuan

Usia : 15 tahun

Agama : Islam

Suku : Sunda

Pendidikan Terakhir : SMP kelas 3 tidak tamat

Status Pernikahan : Belum Menikah

Pekerjaan : Tidak bekerja

Alamat : Langensari - Banjar

Tanggal Masuk RS : 27Oktober 2014

II. RIWAYAT PERAWATAN

a. Rawat Jalan : Belum pernah

b. Rawat Inap :Belum Pernah

III. RIWAYAT PSIKIATRI

ALLOANAMNESIS

Tanggal : 27 Oktober 2014

Nama : Tn. Mujiman

Hubungan dengan pasien : Bapak kandung, akrab, dapat dipercaya

Keluhan Utama

Berbicara sendiri

1

Page 2: lapkas bangsal jiwa

Riwayat Penyakit Sekarang

(Alloanamnesa)Pasien dibawa ke Rumah Sakit pada tanggal 27 Oktober 2014 oleh keluarga

pasien dikarenakan pasien sering berbicara sendiri.

1 tahun yang pasien ingin sekali dibelikan telepon genggam, lalu pasien meminta

kepada kedua orang tuannya namun pada saat itu kondisi sudah terlalu malam dan orang

tua pasien berencana ingin membelikan hp besok hari, namun pasien memaksa ingin

dibelikan telepon genggam pada saat ini juga, karena pasien tidak sabar dan ingin

dibelikan telepon genggam pada saat ini juga lalu pasien berebut telepon genggam milik

adiknya dan adiknya pun tidak meminjamkan lalu pasien sempat bertengkar dengan adik

pasien dan adik pasien secara tidak sengaja memukul kepala pasien, sejak saat itu lah

pasien sering menjadi orang yang lebih pendiam, pasien jadi tidak mau makan, tidak mau

minum, sering melamun, tidak mau berbicara, suka berbicara sendiri, suka tertawa

sendiri, mengaku sering melihat bayangan 3 orang, sering menangis sendiri, pasien

pernah ingin bunuh diri dengan cara mencoba terjun ke sungai, pasien juga sering kurang

tidur, karena keluhan tidak mau makan kemudian pasien dirawat di RS Banjar di ruang

dahlia dan dirawat oleh penyakit dalam, pasien sempat di CT SCAN kepala dan hasilnya

normal, kemudian pulang dari RS sakit kondisi pasien membaik dan pasien bisa

beraktifitas seperti biasa.

5 bulan sebelum pasien dibawa ke RSUD Banjar pasien sedang mengikuti ujian

praktek di sekolahnya dan ingin mengikuti ujian nasional, pasien kembali bergejala

namun gejala yang ini keluarga pasien mengaku lebih parah dari pada yang sebelumya,

keluarga pasien mengaku pasien sering berada dalam kamar dan sering berbicara sendiri,

dan mengaku bayangan 3 orang lebih sering datang, dan pasien sering mengaku berpuasa

hampir 70 hari, dan ketika disuruh makan oleh orang tua pasien pasien mengaku sedang

berpuasa namun berpuasanya tidak dengan berbuka diwaktu maghrib, pasien berpuasa

sepanjang hari dan ketika mium pasien hanya seperti orang berkumur dan kemudian

membangnya kembali.

1 hari sebelum dibawa ke RSUD Banjar menurut pengakuan ayahnya pasien

sempat ingin melakukan tindakan bunuh diri dengan cara terjun kesungai untuk kedua

2

Page 3: lapkas bangsal jiwa

kalinya, lalu keluarga pasien membawanya ke poli klinik jiwa RSUD banjar untuk

ditangani lebih lanjut.

(Autoanamnesa)

Pasien sulit untuk di ajak berkomunikasi, ketika ditanya pasien bersikap seperti

anak kecil dengan bermain kincir angin ditangannya pasien sering tertawa dan bicara

sendiri, pasien jika ditanya hanya mengangguk saja dan berbicara seperti orang

bergumam, ketika ditanya “sudah sekolah atau belum?” pasien menjawab “sudah” sambil

bergumam, dan ketika ditanya lagi “sudah kelas berapa?” pasien tidak bisa menjawab,

ketika ditanya berapa umurnya pasien pun tidak bisa menjawab.

Riwayat Penyakit Dahulu

a. Gangguan psikiatrik

Pasien tidak mempunyai penyakit psikiatri sebelumnya.

b. Gangguan Medik

Pasien pernah sakit di rumah ±5 tahun yang lalu ( ketika pasien sd kelas 6 ),

pasien demam tinggi sampai tidak bisa bangun dari tempat tidur, namun keluarga

pasien tidak membawa pasien ke RS, pasien hanya di rawat di rumah saja oleh

seorang kiai setempat selama sebulan, selama sakit di rumah keluarga pasien

menyangkal adanya kejang dan kemudian pasien sembuh dan beraktifitas seperti

biasa.

c. Gangguan Zat Psikoaktif

Pasien tidak pernah mengkonsumsi zat psikoaktif, alkohol dan merokok.

Riwayat Kehidupan Pribadi

a. Riwayat Perkembangan Prenatal dan Perinatal

Pasien dilahirkan dalam keadaan yang sehat tidak ada trauma saat kehamilan dan

saat kehamilan ibu pasien tidak mengkonsumsi obat-obatan, pada saat persalinan

ibu pasien ditolong oleh bidan.

3

Page 4: lapkas bangsal jiwa

b. Riwayat Perkembangan Masa Kanak-kanak Awal (0 – 3 tahun)

Perkembangan fisiknya cukup baik, pola perkembangan motorik juga

baik.Riwayat tumbuh kembang pasien baik (sesuai dengan usianya).

c. Riwayat Kanak-kanak Pertengahan ( 3 – 11 tahun)

Pasien merupakan anak yang pendiam. Sejak sekolah, pasien tidak terlalu

memiliki banyak teman, tidak pernah berkelahi / bermasalah di sekolah dan

lingkungan tempat tinggal. Prestasi di sekolah biasa saja.

d. Riwayat Masa Pubertas dan Remaja

Hubungan sosial

Sikap pasien terhadap orangtua, adik kandung, kerabat, dan tetangga cukup baik.

Pasien dapat bergaul dengan baik dengan teman – temannya.

Riwayat pendidikan

Pendidikan terakhir pasien sampai SMP kelas 3 tidak tamat.

Perkembangan kognitif

Pasien tidak memiliki gangguan belajar, prestasi belajar dinilai biasa saja.

Perkembangan motorik

Selama ini dirasa baik dan normal. Pasien mampu melakukan aktivitas dan

kegiatan sehari-hari dengan baik seperti makan, minum, toilet, dan kebersihan

diri.

Perkembangan emosi dan fisik

Pasien dinilai memiliki emosi yang biasa saja, kadang senang kadang juga sedih.

Riwayat psikoseksual

Pasien belum pernah mempunyai pacar, dan adik pasein mengaku disekolah

pasien juga tidak sering bergul dengan teman laki-laki.

4

Page 5: lapkas bangsal jiwa

e. Riwayat Masa Dewasa

Riwayat pekerjaan

Pasien seorang siswa yang tidak lulus SMP dan tidak melanjutkan sekolahnya

karena masalah kejiwaanya yang sekarang.

Riwayat pernikahan

Pasien belum pernah menikah sama sekali.

Riwayat keagamaan

Pasien sangat rajin beribadah.

Riwayat aktivitas sosial

Pasien bergaul cukup dengan teman-temannya.tidak punya banyak teman,dan

jarang membawa teman temannya ke rumah, pasien juga lebih senang

menyendiri.

Riwayat hukum

Pasien tidak pernah bermasalah secara hukum.

f. Riwayat Keluarga

Pasien merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Adikpasien berumur 14

tahun perempuanyang berinisial Z bersekolah ditempat yang sama dengan pasien,

ayah pasienbekerja sebagai buruh bangunan di Banjar. Ibu pasien bekerja sebagai

Ibu rumah tangga.Kehidupan rumah tangga orang tua pasien harmonis.

g. Situasi Kehidupan Sekarang

Pasien tinggal bersama ibu dan ayah serta adik.Pasien anak yang rajin dan

tidak pernah melawan orangtuanya.Pasien cukup dekat dengan

keluarganya.Ketika di rumah pasien sering membantu ibu membereskan rumah.

Adik pasien saat ini tinggal dirumah bersama kedua orang tuanya.

Berdasarkan home visit ke rumah pasien pada hari Kamis 06November

2014 didapatkan : Rumah yang ditinggali pasien adalah milik keluarga pasien

5

Page 6: lapkas bangsal jiwa

sendiri. Kondisi rumah pasien tampak dari luar terbuat dari semen dan tampak

dari dalam terbuat dari semen sudah di cat berwarna biru diseluruh bagian luar

dan dalam rumah, rumah dengan luas 20 x 20 m, berada ditepi jalan desa.

Beratapkangenteng, terdiri dari 3kamar tidur, 1 ruang keluarga dan ruang tamu , 1

dapur dan 1 kamar mandi.

Rumah terbilang cukup jika hanya untuk tempat tinggal yang dihuni oleh

4 orang. Lantai rumah terpasang keramik. Perabotan yang ada dirumah yaitu 1 TV

21”, 1 meja tamu, 1 buffet, 4 tempat duduk yang berbentuk “L” berada di ruang

keluarga dan 1tempat tidur yang terbuat dari besi berkasur busa yang terdapat

disetiap kamar rumah.

Sirkulasi udara didalam rumah baik. Akses jalan menuju rumah pasien

memadai dikarenakan di samping jalan. Pasien mempunyai 1 kendaraanmotor.

Jarak antara rumah pasien dengan tetangga sekitar 4-5 meter.

h. Tanggapan keluarga setelah pasien dirawat

Keluarga inti tidak merasa malu memiliki keluarga yang dirawat di RSUD Banjar.

Keluarga menyadari sepenuhnya bahwa pasien sedang sakit dan perlu perawatan

khusus di RSUD untuk penyakitnya. Keluarga optimis pasien akan sembuh dari

gangguan jiwanya khususnya ibunya yang tampak sangat sayang kepada pasien.

6

Page 7: lapkas bangsal jiwa

i. Tanggapan tetangga sekitar rumah setelah pasien dirawat

Tetangga sekitar rumah pasien mendukung pasien dan masih optimis bahwa

pasien bisa sembuh. Tetangga sekitar mayoritas tidak menganggap pasien gila,

tetapi masih ada tetangga yang menganggap pasien gila, tetapi hanya minoritas.

IV. STATUS MENTAL

A. Deskripsi Umum

Penampilan

Pasien seorang perempuan,dengan tinggi 155 cm dan berat badan 40 Kg. Pasien

berkulit sawo matang, menggunakan baju yang disediakan oleh RSUD Banjar.

Pasien saat itu menggunakan pakaian rawat inap bangsal tanjung,berwarna hijau.

Cara berjalan pasien tampak tidak percaya diri pasien mempunyai kebiasaan

dengan menaruh tangan kanannya di bawah dagu memperlihatkan

ketidakpercayaan dirinya.

Perilaku dan aktivitas psikomotor

Pasien nampak sedih, perhatian pasien kurang baik, tidak berminat untuk

diwawancara. Konsentrasi pasienkurang baik.Namun,saat ditanya pasien selalu

terlihat bingung. Saat ditanya mengenai keluarga pasien bisa menjawab dengan

benar.

Pembicaraan ( speech )

Cara berbicara : Spontan, namun bergumam

Volume berbicara : Kecil

Kecepatan berbicara : normal

Gangguan berbicara : Tidak ada afasia, tidak ada disartria, tidak ada ekolalia.

7

Page 8: lapkas bangsal jiwa

B. Alam Perasaan

Mood : Sedih

Afek : Depresif, Irritable

Kesesuaian : Sesuai

C. Gangguan Persepsi

Halusinasi

o Auditorik : Tidak Ada

o Visual : Ada

o Taktil : Tidak ada

o Gustatorik : Tidak ada

Ilusi : Tidak ada

D. Gangguan Pikir

o Bentuk Pikir : Autistik(+), dereisme (-)

o Proses Pikir

o Produktivitas : Terbatas

o Kontinuitas

Assosiasi longgar : Ada

Inkoherensia : Tidak ada.

Neologisme : Tidak ada.

Flight of Idea : Tidak ada.

8

Page 9: lapkas bangsal jiwa

Sirkumstansial : Tidak ada.

o Isi pikir

o Gangguan isi pikiran : Terbatas

Waham

Bizarre : Tidak ada

Persekutorik/paranoid : Tidak ada

Curiga : Ada

Kejar : Tidak ada

Referensi : Tidak ada

Kebesaran : Tidak ada

Thought of insertion : Tidak ada

Thought of broadcasting : Tidak ada

Thought of withdrawal : Tidak Ada

Delution of control : Ada

Obsesi : Tidak ada

E. Sensorium dan Kognitif

Kesadaran : Composmentis

Orientasi :Baik

o Waktu (pasienmampu menyatakan sekarang ini siang/sore/malam)

o Tempat (pasien dapat menyebutkan bahwa saat ini sedang berada di RS)

9

Page 10: lapkas bangsal jiwa

o Orang (pasien tahu bahwa ia sedang diwawancarai oleh Dokter (Dokter

Muda)

o Daya ingat : Kurang

o Daya ingat jangka panjang kurang (pasien tidak dapat mengingat alamat

rumah, nama sekolah SD, SMP)

o Daya ingat jangka pendek kurang (pasien dapat mengingat menu sarapan

pagi tadi dan namun tidak dapat mengingat nama dokter muda kemarin)

o Daya ingat yang baru-baru ini terjadi (pasien dapat mengingat kapan ia

datang ke rumah sakit dan diantar oleh ayah dan tetangganya)

o Daya ingat segera kurang (pasien dapat mengingat nama dokter muda yang

wawancara saat itu, dan susah mengulang dengan baik urutan nama benda

“gelas, piring, sendok”)

Konsentrasi : Konsentrasi kurang

F. Daya Nilai

Daya nilai sosial : Baik

Menurut pasien mencuri adalah perbuatan tidak baik.

Uji daya nilai : Kurang

Misalnya jika pasien menemukan dompet (dengan identitas pemilik) dijalan

dan terdapat uang Rp. 1.000.000,- ia bingung untuk mengembalikan dompet

beserta uang tersebut kemana.

Daya nilai realitas: Baik

10

Page 11: lapkas bangsal jiwa

G. Reality Test Ability (RTA) : Terganggu

Karena pada pasien terdapat halusinasi visua maka pada pasien ini RTA dinilai

tidak baik.

H. Tilikan : Tilikan derajat I

Pasien tidak menyadari bahwa dirinya sakit.

V. IKHTISAR PENEMUAN YANG BERMAKNA

RTA : Terganggu

Mood : Sedih

Afek : Depresif, Irritable, sesuai

Gangguan persepsi : Halusinasivisual

Gangguanbentuk pikir : Tidak realistik, Autistik (+)

Gangguan proses pikir : Asosiasi longgar (+)

Gangguan isi pikir : Waham curiga (+)

Tilikan : Tilikan derajat I

Faktor stressor :- Keinginan untuk memiliki HP

- Ujian akhir sekolah

VI. FORMULASI DIAGNOSTIK

Berdasarkan PPDGJ-III kasus ini digolongkan kedalam :

AKSIS I : F33.3 Gangguan depresi berulang episode kini berat dengan gejala

pasikotik

DD/ F20.03 Skizofrenia Paranoid Episodik berulang

Terdapat gejala kehilangan minat dan kegembiraan dan berkurangnya energi

(menurunnya aktivitas) disertai perasaan sedih dan tertekan

11

Page 12: lapkas bangsal jiwa

Terdapat halusinasi visual

Waham curiga

Tidak disebabkan gangguan original, intoksikasi obat

AKSIS II : Diagnosis tertunda

AKSIS III : Tidak ditemukan adanya penyakit medis.

AKSIS IV : Masalah lingkungan sosial

AKSIS V : GAF SCALE 1 tahun 80-71 & GAF SCALE Pemeriksaan 50-41

VII. EVALUASI MULTIAKSIAL

AKSIS I : F33.3 Gangguan depresi berulang episode kini berat dengan gejala

psikotik

DD/F20.03 Skizofrenia Paranoid Episodik berulang

AKSIS II : Diagnosis tertunda

AKSIS III : Tidak ada masalah medis

AKSIS IV : Masalah lingkungan sosial

AKSIS V : Global Assesment of Functioning (GAF) SCALE 1 tahun 80-71 & GAF

pemeriksaan 50-41

VIII. DAFTAR MASALAH

a. Organobiologik : Tidak ada.

b. Psikologi : Halusinasi visual, dan waham curiga

c. Sosial : Masalah Ujian sekolah

d. Keluarga : Keinginan untuk memiliki sesuatu dan tak terpenuhi dari

keluarga.

IX. PROGNOSIS

Faktor - faktor yang mendukung kearah prognosis baik:

o Keluarga pasien dan tetangga pasien masih mendukung pasien untuk sembuh.

Faktor - faktor yang mendukungkearah prognosis buruk:

12

Page 13: lapkas bangsal jiwa

o Pasien belum bisa menceritakan masalah sebenarnya kepada keluarga dan masih

tertutup terhadap keluarganya.

Kesimpulan prognosisnya adalah:

Quo ad vitam : dubia ad bonam

Quo ad functionam : dubia ad bonam

Quo ad sanationam : dubia

X. PENATALAKSANAAN

Rawat ruang isolasi tanpa fiksasi

Observasi agresivitas dan tentamen secuide

1. Farmakoterapi

Cepezet injeksi 50 mg ( 1/2 amp – 0 – 1 amp ) selama 3 hari.

Hari ke IV diganti oral :

Zofredal tablet 1 mg (1tab – 0 – 1tab)

Kalxetin tablet 10 mg ( 1tab – 0 – 0 )

Chlorpromazin tablet 100mg ( 0 – 0 – 1tab )

2. Terapi Psikoterapi

a. Memotivasi pasien agar minum obat teratur dan kontrol rutin setelah pulang dari

perawatan.

Dengan cara memberi tahu akibat yang terjadi apabila tidak rutin minum obat,

seperti : “Bapak/Ibu, harus rutin minum obat yang diresepkan oleh dokter,

karena apabila tidak rutin, gejala-gejala yang menyebabkan bapak/ibu dirawat

akan muncul kembali dan mungkin bapak/ibu akan dirawat kembali”

13

Page 14: lapkas bangsal jiwa

b. Memberi dukungan dan perhatian kepada pasien dalam menghadapi masalah

serta memberikan dorongan agar lebih terbuka bila mempunyai masalah dan

jangan memperberat pikiran dalam menghadapi suatu masalah.

Dengan cara agar tidak memendam masalah sendiri, bahwa dengan

berceritadengan keluarga akan membuat pasien lebih tenang dan

kemungkinan kambuh kecil.

c. Memberikan edukasi kepada pasien bahwa obat yang diminum tidak

menimbulkan ketergantungan justru sebagai pengontrol zat kimia di otak agar

gejala yang dialami pasien bisa terkontrol dan pasien bisa menjalani

kehidupan sehari-hari seperti sebelum sakit.

Hal ini sangat penting, karena banyak pasien merasa seperti berbeda dari

orang lain. Sehingga pasien merasa tidak pantas untuk berbaur ataupun

bekerja. Hal ini harus dicegah, karena sesungguhnya dengan melakukan

aktivitas rutin, seperti bekerja atau menyalurkan hobi, akan membantu

kesembuhan pasien.

3. Terapi Kognitif

Menjelaskan pada pasien tentang penyakit dan gejala-gejalanya, menerangkan

tentang gejala penyakit yang timbul akibat cara berfikir, perasaan dan sikap terhadap

masalah yang dihadapi.

Apabila tedapat beban pikiran yang berlebihan pada pasien akan menimbulkan

kekambuhan gejala lagi, walaupun pasien diterapi obat. Hal ini pentingnya

pengetahuan pasien tentang keadaan pasien tersebut.

4. Terapi Sosial

Melibatkan pasien secara aktif dalam kegiatan terapi aktivitas kelompok di RS agar ia

dapat beraktivitas dan berinteraksi dengan lingkungannya.

Proses terapi aktivitas kelompok pada dasarnya lebih kompleks dari pada terapi

individual, oleh karena itu untuk memimpinya memerlukan pengalaman dalam

14

Page 15: lapkas bangsal jiwa

psikoterapi individual. Dalam kelompok terapis akan kehilangan sebagian otoritasnya

dan menyerahkan kepada kelompok.

Terapis sebaiknya mengawali dengan mengusahakan terciptanya suasana yang tingkat

kecemasannya sesuai, sehingga pasien terdorong untuk membuka diri dan tidak

menimbulkan atau mengembalikan mekanisme pertahanan diri. Setiap permulaan dari

suatu terapi aktivitas kelompok yang baru merupakan saat yang kritis karena

prosedurnya merupakan suatu yang belum pernah dialami oleh anggota kelompok dan

mereka dihadapkan dengan orang lain.

Setalah pasien berkumpul, mereka duduk melingkar, terapis memulai dengan

memperkenalkan diri terlebih dahulu dan juga memperkenalkan co-terapis dan

kemudian mempersilahkan anggota untuk memperkenalkan diri secara bergilir, bila

ada anggota yang tidak mampu maka terapis memperkenalkannya. Terapis kemudian

menjelaskan maksud dan tujuan serta prosedur terapi kelompok dan juga masalah

yang akan di bicarakan dalam kelompok. Topik atau masalah dapat ditentukan oleh

terapis atau usul pasien. Ditetapkan bahwa anggota bebas membicarakan apa saja,

bebas mengkritik siapa saja termasuk terapis. Terapis sebaiknya bersifat moderat dan

menghindarkan kata-kata yang dapat diartikan sebagai perintah.

keadaan ini mungkin ada indikasi bahwa ada beberapa pasien masih perlu mengikuti

terapi individual. Bisa juga terapis merangsang anggota yang banyak bicara agar

mengajak temannya yang kurang banyak bicara. Dapat juga co-terapis membantu

mengatasi kemacetan.

Kalau terjadi kekacauan, anggota yang menimbulkan terjadinya kekacauan

dikeluarkan dan terapi aktivitas kelompokn berjalan terus dengan memberikan

penjelasan kepada semua anggota kelompok. Setiap komentar atau permintaan yang

datang dari anggota diperhatikan dengan sungguh-sungguh. Terapis bukanlah guru,

penasehat, atau bukan pula wasit.

Diakhir terapi aktivitas kelompok, terapis menyimpulkan secara singkat pembicaraan

yang telah berlangsung / permasalahan dan solusi yang mungkin dilakukan.

Dilanjutkan kemudian dengan membuat perjanjian pada anggota untuk pertemuan

berikutnya.

15

Page 16: lapkas bangsal jiwa

5. Terapi Keluarga

Menjelaskan kepada keluarga pasien mengenai penyakit pasien, penyebabnya, faktor

pencetus, perjalanan penyakit dan rencana terapi serta memotivasi keluarga pasien

untuk selalu mendorong pasien mengungkapkan perasaaan dan pemikirannya.

Dikarenakan banyak keluarga pasien akibat stigma masyarakat, keluarga pasien

menjadi malu, sehingga keluarga kekurangan empati terhadap pasien sendiri. Hal ini

harus dicegah, dengan memberikan dukungan kepada keluarga, untuk menyayangi

pasien selayaknya keluarga yang sedang sakit dan butuh perhatian keluarga untuk

kesembuhannya.

6. Terapi Pekerjaan

Memanfaatkan waktu luang dengan melakukanhobi atau pekerjaan yang bermanfaat..

Hal ini tentunya apabila insight of ilness pasien sudah baik dan tidak ada gejala. Kita

bantu untuk memulihkan pekerjaan yang tepat sehingga pasien mempunyai aktifitas

rutin sehari-hari layaknya orang normal.

16

Page 17: lapkas bangsal jiwa

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

DEPRESI

Definisi

Depresi merupakan salah satu gangguan alam perasaan yang ditandai dengan perasaan

sedih yang berlebihan, murung, tidak bersemangat, merasa tidak berharga, merasa kosong, dan

tidak ada harapan, berpusat pada kegagalan dan menuduh diri, dan sering disertai iri dan pikiran

bunuh diri, klien tidak berminat pada pemeliharaanDiri dan aktivitas sehari-hari. (Kelliat, B.A,

1996)

Menurut WHO, depresi merupakan gangguan mental yang ditandai dengan munculnya gejala

penurunan mood, kehilangan minat terhadap sesuatu, perasaan bersalah, gangguan tidur atau

nafsu makan, kehilangan energi, dan penurunan konsentrasi (World Health Organization, 2010).

EPIDEMIOLOGI

Gangguan depresi berat adalah suatu gangguan yang sering terjadi, dengan prevalensi

seumur hidup kira-kira 15 %.Terlepas dari kultur atau negara, prevalensi gangguan depresi berat

dua kali lebih besar pada wanita dibandingkan laki-laki. Rata-rata usia onset untuk gangguan

depresi berat kira-kira 40 tahun, 50 % dari semua pasien mempunyai onset antara 20 dan 50

tahun.insidensi gangguan depresi berat mungkin meningkat pada orang-orang yang berusia

kurang dari 20 tahun. Jika pengamatan tersebut benar, mungkin berhubungan dengan

meningkatnya penggunaan alkohol dan zat-zat lain pada kelompok usia tersebut.Pada umumnya

gangguan depresi berat terjadi paling sering pada orang tua yang tidak memiliki hubungan

interpersonal yang erat atau berpisah.

Pada tahun 2009, American College Health Association-National College Health Assesment

(ACHA-NCHA) melakukan penelitian terhadap mahasiswa/i dan mendapatkan ± 30%

mahasiswa/i mengalami gangguan depresi (National Institute of Mental Health, 2010). Selain

penelitian diatas, penelitian lain yang melibatkan 1,455 mahasiswa/i juga melaporkan bahwa

gejala-gejala depresi muncul ketika memasuki awal tahun perkuliahan, 4 penyebab utama

17

Page 18: lapkas bangsal jiwa

tersebut adalah masalah akademik, ekonomi, kesendirian, dan kesulitan dalam bersosialisasi

(Furr, et al, 2001).

ETIOLOGI

1. Faktor biologis Banyak penelitian menjelaskan adanya abnormalitas biologis pada pasien-pasien dengan

gangguan mood.Pada penelitian akhir-akhir ini, monoamine neurotransmitter seperti norephinefrin,

dopamin, serotonin, dan histamin merupakan teori utama yang menyebabkan gangguan mood

(Kaplan, et al, 2010).

2. Biogenic amines

Norephinefrin dan serotonin merupakan dua neurotransmitter yang paling berperan dalam

patofisiologi gangguan mood.

2.1. Norephinefrin

Hubungan norephinefrin dengan gangguan depresi berdasarkan penelitian dikatakan

bahwa penurunan regulasi atau penurunan sensitivitas dari reseptor α2 adrenergik dan penurunan

respon terhadap antidepressan berperan dalam terjadinya gangguan depresi (Kaplan, et al, 2010).

2.2. Serotonin

Penurunan jumlah dari serotonin dapat mencetuskan terjadinya gangguan depres, dan

beberapa pasien dengan percobaan bunuh diri atau megakhiri hidupnya mempunyai kadar cairan

cerebrospinal yang mengandung kadar serotonin yang rendah dan konsentrasi rendah dari uptake

serotonin pada platelet (Kaplan, et al, 2010).

Penggunaan obat-obatan yang bersifat serotonergik pada pengobatan depresi dan efektifitas dari

obat-obatan tersebut menunjukkan bahwa adanya suatu teori yang berkaitan antara gangguan

depresi dengan kadar serotonin (Rottenberg, 2010).

3. Abnormalitas otak

Studi neuroimaging, menggunakan computerized tomography (CT) scan, positron-

emission tomography (PET), dan magnetic resonance imaging (MRI) telah menemukan

abnormalitas pada 4 area otak pada individu dengan gangguan mood. Area-area tersebut adalah

korteks prefrontal, hippocampus, korteks cingulate anterior, dan amygdala. Adanya reduksi dari

aktivitas metabolik dan reduksi volume dari gray matter pada korteks prefrontal, secara

partikular pada bagian kiri, ditemukan pada individu dengan depresi berat atau gangguan bipolar

(Kaplan, et al, 2010).

18

Page 19: lapkas bangsal jiwa

4.Faktor Genetika

Data genetik menyatakan bahwa sanak saudara derajat pertama dari penderita gangguan

depresi berat kemungkinan 1,5 sampai 2,5 kali lebih besar daripada sanak saudara derajat

pertama subyek kontrol untuk penderita gangguan.Penelitian terhadap anak kembar

menunjukkan angka kesesuaian pada kembar monozigotik adalah kira-kira 50 %, sedangkan

pada kembar dizigotik mencapai 10 sampai 25 %.

5.Faktor psikososial

Peristiwa kehidupan dan stress lingkungan, suatu pengamatan klinis yang telah lama

direplikasi bahwa peristiwa kehidupan yang menyebabkan stress lebih sering mendahului

episode pertama gangguan mood daripada episode selanjutnya, hubungan tersebut telah

dilaporkan untuk pasien dengan gangguan depresi berat.

Data yang paling mendukung menyatakan bahwa peristiwa kehidupan paling berhubungan

dengan perkembangan depresi selanjutnya adalah kehilangan orang tua sebelum usia 11 tahun.

Stressor lingkungan yang paling berhubungan dengan onset satu episode depresi adalah

kehilangan pasangan.

Beberapa artikel teoritik dan dari banyak laporan, mempermasalahkan hubungan fungsi

keluarga dan onset dalam perjalanan gangguan depresi berat.Selain itu, derajat psikopatologi

didalam keluarga mungkin mempengaruhi kecepatan pemulihan, kembalinya gejala dan

penyesuaian pasca pemulihan.

GAMBARAN KLINIS

Gejala dan Penegakan Diagnosis Depresi

Untuk menegakkan diagnosa depresi seseorang, maka yang dipakai pedoman adalah ada

tidaknya gejala utama dan gejala penyerta lainnya, lama gejaa yang muncul, dan ada tidaknya

episode depresi ulang (Rusdi Maslim, 2001). Sebagaimana tersebut berikut ini :

1. Gejala utama pada derajat ringan, sedang dan berat

1) Afek depresi

2) Kehilangan minat dan kegembiraan

3) Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan yang mudah lelah (rasa

lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan menurunnya aktivitas.

2. Gejala penyerta lainnya:

19

Page 20: lapkas bangsal jiwa

1) Konsentrasi dan perhatian berkurang

2) Harga diri dan kepercayaan diri berkurang

3) Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna

4) Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis

5) Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri

6) Tidur terganggu

7) Nafsu makan berkurang

Untuk episode depresi dan ketiga tingkat keparahan tersebut diperlukan masa sekurang-

kurangnya 2 minggu untuk penegakkan diagnosis, akan tetapi periode lebih pendek dapat

dibenarkan jika gejala luar biasa beratnya dan berlangsung cepat.

Kategori diagnosis depresi ringan (F.32.0), sedang (F.32.1) dan berat (F.32.2) hanya digunakan

untuk episode depresi tunggal (yang pertama).Episode depresi berikutnya harus diklasifikasikan

di bawah salah satu diagnosis gangguan depresi berulang (F.33).

DIAGNOSIS

Menurut PPGDJ-III criteria diagnosis untuk depresi adalah (5,6) :

1) Pedoman Diagnostik Episode Depresi Ringan

(1) Sekurang-kurangnya harus ada 2 dan 3 gejala utama depresi seperti tersebut di atas

(2) Ditambah sekurang-kurangnya 2 dari gejala lainnya

(3) Tidak boleh ada gejala yang berat diantaranya lamanya seluruh episode berlangsung

sekurang-kurangnya sekitar 2 minggu

(4) Hanya sedikit kesulitan dalam pekerjaan dan kegiatan sosial yang biasa dilakukannya.

2) Pedoman Diagnostik Episode Depresi Sedang

(1) Sekurang-kurangnya harus ada 2 dan 3 gejala utama

(2) Ditambah sekurang-kurangnya 3 atau 4 dari gejala lainnya

(3) Lamanya seluruh episode berlangsung minimum 2 minggu

(4) Menghadapi kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan, dan urusan

rumah tangga.

3) Pedoman Diagnostik Episode Depresi Berat Tanpa Gejala Psikotik

(1) Semua 3 gejala utama depresi harus ada

20

Page 21: lapkas bangsal jiwa

(2) Ditambah sekurang-kurangnya 4 dari gejala lainnya dan beberapa diantaranya harus

berintensitas berat

(3) Bila ada gejala penting (misal retardasi psikomotor) yang menyolok, maka pasien

mungkin tidak mau atau tidak mampu untuk melaporkan banyak gejalanya secara rinci.

Dalam hal demikian, penilaian secara menyeluruh terhadap episode depresi berat masih

dapat dibenarkan.

4) Pedoman Diagnostik Episode Depresi Berat dengan Gejala Psikotik

Episode depresi berat yang memenuhi kriteria menurut No. 3 di atas (F.32.2) tersebut di

atas, disertai waham, halusinasi atau stupor depresi.Waham biasanya melibatkan ide

tentang dosa, kemiskinan atau malapetaka yang mengancam dan pasien merasa

bertanggung jawab atas hal itu. Halusinasi auditorik atau alfatorik biasanya berupa suara

yang menghina atau menuduh, atau bau kotoran.Retardasi psikomotor yang berat dapat

menuju pada stupor.

PENATALAKSANAAN

a)  Psikofarmaka

1. Tricyclic Antidepressants

Obat ini membantu mengurangi gejala-gejala depresi

dengan mekanisme mencegah reuptake dari norephinefrin dan serotonin di sinaps atau dengan

cara megubah reseptor-reseptor dari neurotransmitter norephinefrin dan serotonin. Obat ini

sangat efektif, terutama dalam mengobati gejala-gejala akut dari depresi sekitar 60% pada

individu yang mengalami depresi. Tricyclic antidepressants yang sering digunakan adalah

imipramine, amitryiptilene, dan desipramine (Reus V.I., 2004)

2. Monoamine Oxidase Inhibitors

Obat lini kedua dalam mengobati gangguan depresi mayor adalah Monoamine Oxidase

Inhibitors. MAO Inhibitors menigkatkan ketersediaan neurotransmitter dengan cara menghambat

aksi dari Monoamine Oxidase, suatu enzim yang normalnya akan melemahkan atau mengurangi

neurotransmitter dalam sambungan sinaptik (Greene, 2005).

MAOIs sama efektifnya dengan Tricyclic Antidepressants tetapi lebih jarang digunakan karena

secara potensial lebih berbahaya (Reus V.I., 2004).

21

Page 22: lapkas bangsal jiwa

3. Selective Serotonine Reuptake Inhibitors

Obat ini mempunyai struktur yang hampir sama dengan Tricyclic Antidepressants, tetapi

SSRI mempunyai efek yang lebih langsung dalam mempengaruhi kadar serotonin. Pertama SSRI

lebih cepat mengobati gangguan depresi mayor dibandingkan dengan obat lainnya.Kedua, SSRI

juga mempunyai efek samping yang lebih sedikit dibandingkan dengan obat-obatan

lainnya.Ketiga, obat ini tidak bersifat fatal apabila overdosis dan lebih aman digunakan

dibandingkan dengan obat-obatan lainnya. Dan yang keempat SSRI juga efektif dalam

pengobatan gangguan depresi mayor yang disertai dengan gangguan lainnya seperti: gangguan

panik, binge eating, gejala-gejala pramenstrual (Reus, V.I., 2004).

(b) Terapi Psikososial

 Ada beberapa macam metode yang dapat dilakukan antara lain :

1. Terapi Kognitif

Terapi kognitif merupakan terapi aktif, langsung, dan time

limited yang berfokus pada penanganan struktur mental seorang pasien. Struktur mental tersebut

terdiri ; cognitive triad, cognitive schemas, dan cognitive errors (C. Daley, 2001).

2. Terapi Perilaku

Terapi perilaku adalah terapi yang digunakan pada pasien

dengan gangguan depresi dengan cara membantu pasien untuk mengubah cara pikir dalam

berinteraksi denga lingkungan sekitar dan orang-orang sekitar. Terapi perilaku dilakukan dalam

jangka waktu yang singkat, sekitar 12 minggu (Reus, V.I., 2004).

3. Terapi Interpersonal

Terapi ini didasari oleh hal-hal yang mempengaruhi

hubungan interpersonal seorang individu, yang dapat memicu terjadinya gangguan mood

(Barnett & Gotlib, 1998: Coyne, 1976).

Terapi ini berfungsi untuk mengetahui stressor pada pasien yang mengalami gangguan, dan para

terapis dan pasien saling bekerja sama untuk menangani masalah interpersonal tersebut

(c)Psikoterapi individual

Jenis terapi yang dapat dilakukan (2) :

- Terapi suportif

22

Page 23: lapkas bangsal jiwa

-Social skill training

-Terapi okupasi

-Terapi kognitif dan perilaku (CBT)

PROGNOSIS

Gangguan depresi berat bukan merupakan gangguan yang ringan. Keadaan ini cenderung

merupakan gangguan yang kronis dan pasien cenderung mengalami relaps. Pasien yang dirawat

di rumah sakit untuk episode pertama gangguan depresif memiliki kemungkinan 50 % untuk

pulih di dalam tahun pertama.

Rekurensi episode depresi berat juga sering, kira-kira 30 sampai 50 % dalam dua tahun

pertama dan kira-kira 50 sampai 70 % dalam 5 tahun. Insidensi relaps adalah jauh lebih rendah

dari pada angka tersebut pada pasien yang meneruskan terapi psikofarmakologis profilaksis dan

pada pasien yang hanya mengalami satu atau dua episode depresi.

KESIMPULAN

Gangguan depresi berat merupakan suatu masa terganggunya fungsi manusia yang

berkaitan dengan perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk perubahan pada

psikomotor, kemampuan kognitif, pembicaraan dan fungsi vegetatif.

Penyebab dari gangguan depresi terdiri dari faktor biologis, faktor genetika dan faktor

psikososial.Pada hipotesis timbulnya depresi dihubungkan dengan peran beberapa

neurotransmiter aminergik.

Untuk menegakkan diagnosis gangguan depresi berat, PPDGJ III mensyarati harus didapati tiga

gejala utama gangguan depresi dan minimal empat gejala lainnya dan beberapa di antaranya

harus berintensitas berat.

Pada gangguan depresi yang sering terdapat pikiran-pikiran atau rancangan bunuh diri,

maka sebaiknya penderita dirawat di rumah sakit dengan pemberian terapi elektrokonvulsi di

samping psikoterapi dan obat anti depresan.Pemberian anti depresan diberikan melalui tahapan-

tahapan, yaitu dosis initial, titrasi, stabilisasi, maintenance dan dosis tapering.Dimana dosis dan

lama pemberiannya berbeda-beda.Kombinasi psikoterapi dan farmakoterapi adalah pengobatan

yang paling efektif untuk gangguan depresi berat.

23

Page 24: lapkas bangsal jiwa

DAFTAR PUSTAKA

1. Kaplan, HI, Sadock, BJ, Grebb JA, Skizofrenia, dalam : Sinopsis psikiatri, ed 7, vol 1,

1997 : 685-693.

2. Luana N, Skizofrenia dan gangguan psikotik lannya. Av.At:http//www.Ikatan Dokter

Indonesia Cabang Jakarta Barat.co.id

3. Anonymous, Skizofrenia. Av.at.http://id.wikipedia Indonesia.org/wiki/Skizofrenia

4. Maramis, W.F Skizofrenia dalam Cacatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya, 194 : 215-

227.

5. Sinaga, BR. Diagnosis Skizofrenia dan Penatalaksanaan Skizofrenia dalam Skizofrenia

dan Diagnosis Banding, Jakarta 2007 : 42-77

6. Maslim R, Skizofrenia, Gangguan Skizotipal dan Ganggguan Waham, dalam Buku Saku

Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ III, Jakarta, 2003 : 46-51

7. Maslim R, Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik, Jakarta, 2002 : 6-7

24

Page 25: lapkas bangsal jiwa

Pertanyaan !!

1. Psikoterapi yang harus diberikan?

Memberitahu kepada pasien bahwa jika ingin meminta sesuatu jangan

pernah memaksa karena segala sesuatunya perlu proses dan menjeaskan

kepada orang tuanya agar memberikan pola asuh yang baik terhadap

anaknya.

25