LAPKAS

36
1 BAB I PENDAHULUAN Bronkopneumonia disebut juga pneumonia lobularis yaitu suatu peradangan pada parenkim paru yang terlokalisir yang biasanya mengenai bronkiolus dan juga mengenai alveolus disekitarnya berupa distribusi berbentuk bercak-bercak (patchy distribution). World Health Organization (WHO) mendefinisikan pneumonia hanya berdasarkan penemuan klinis yang didapat pada pemeriksaan inspeksi dan frekuensi pernapasan. Pneumonia merupakan penyakit yang menjadi masalah di berbagai Negara terutama di Negara berkembang termasuk Indonesia. Insidensi pneumonia pada anak berusia kurang dari 5 tahun di Negara maju adalah 2-4 kasus / 100 anak / tahun, sedangkan di Negara berkembang 10-20 kasus / 100 anak/ tahun. Pneumonia menyebabkan lebih dari 5 juta kematian pertahun pada anak balita di Negara berkembang. 3,4 Berbagai mikroorganisme dapat menyebabkan pneumonia antara lain virus, jamur dan bakteri. Streptococcus pneumoniae merupakan penyebab tersering pneumonia bakterial pada semua kelompok umur. Virus lebih sering ditemukan pada anak kurang dari 5 tahun. Beberapa faktor meningkatkan risiko kejadian dan derajat pneumonia antara lain, defek anatomi bawaan, defisit imunologi, polusi, GER (Gastroesofageal reflux),

description

LAPKAS

Transcript of LAPKAS

2

BAB IPENDAHULUAN

Bronkopneumonia disebut juga pneumonia lobularis yaitu suatu peradangan pada parenkim paru yang terlokalisir yang biasanya mengenai bronkiolus dan juga mengenai alveolus disekitarnya berupa distribusi berbentuk bercak-bercak (patchy distribution). World Health Organization (WHO) mendefinisikan pneumonia hanya berdasarkan penemuan klinis yang didapat pada pemeriksaan inspeksi dan frekuensi pernapasan. Pneumonia merupakan penyakit yang menjadi masalah di berbagai Negara terutama di Negara berkembang termasuk Indonesia. Insidensi pneumonia pada anak berusia kurang dari 5 tahun di Negara maju adalah 2-4 kasus / 100 anak / tahun, sedangkan di Negara berkembang 10-20 kasus / 100 anak/ tahun. Pneumonia menyebabkan lebih dari 5 juta kematian pertahun pada anak balita di Negara berkembang.3,4Berbagai mikroorganisme dapat menyebabkan pneumonia antara lain virus, jamur dan bakteri. Streptococcus pneumoniae merupakan penyebab tersering pneumonia bakterial pada semua kelompok umur. Virus lebih sering ditemukan pada anak kurang dari 5 tahun. Beberapa faktor meningkatkan risiko kejadian dan derajat pneumonia antara lain, defek anatomi bawaan, defisit imunologi, polusi, GER (Gastroesofageal reflux), aspirasi, gizi buruk, berat badan lahir rendah, tidak mendapatkan air susu ibu, imunisasi tidak lengkap.3 Pneumonia yang disebabkan oleh virus atau bakteri sulit untuk menentukan penyebab spesifik melalui gambaran klinis atau gambaran foto dada. Berdasarkan ada tidaknya tanda bahaya, tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam dan frekuensi nafas, dan dengan pengobatan yang spesifik untuk masing masing derajat penyakit.5Penyakit jantung bawaan (PJB) merupakan kelainan kongenital yang paling umum dan sebagai jenis penyakit jantung terbanyak pada anak. Kelainan jantung bawaan dikelompokkan atas dua bagian yaitu PJB non sianotik meliputi defek septum ventrikel, duktus arteriosus persisten, defek septum atrium, stenosis pulmonal, dan stenosis mitral sedangkan PJB sianotik yaitu tetralogi of fallot, transposition great arteries, atresia tricuspid, dan atresia pulmonal. Faktor etiologi PJB adalah faktor genetik (80%), faktor lingkungan/ faktor eksterna (obat, virus, radiasi) yang terdapat sebelum kehamilan 3 bulan (2%), interaksi dari faktor genetik dan faktor lingkungan (90%).1 Defek septum atrium (DSA/ASD) merupakan jenis penyakit jantung bawaan dimana terdapat lubang di antara dua serambi jantung. Lubang ini menimbulkan masalah yang sama dengan defek septum ventrikel yaitu mengalirkan darah kaya oksigen kembali ke paru-paru. DSA terjadi pada 5-7% kasus dan lebih banyak terjadi pada bayi perempuan dibandingkan bayi laki-laki. mencakup lebih kurang 10% penyakit jantung bawaan.2 Secara anatomis, terdapat tiga tipe DSA yaitu : defek sekundum, defek primum, dan defek tipe sinus venosus. Defek septum atrium mencakup lebih kurang 5-10% penyakit jantung bawaan. Defek septum atrium tipe sekundum merupakan bentuk kelainan terbanyak (50% sampai 70%), diikuti tipe primum (30%) dan sinun venosus (10%). Defek sekundum kurang dari 3 mm yang didiagnosis sebeulum usia 3 bulan, penutupan secara spontan terjadi pada 100% pasien pada usia 1 tahun pada 80% pasien, dan defek lebih besar dari 8 mm jarang menutup spontan. Defek ini dalam perjalanannya dapat mengecil, menetap atau meski jarang dapat melebar. Defek sinus venosus dan primum tidak mengalami penutupan spontan.3

BAB IILAPORAN KASUS

2.1 Identitas PasienNama : Ayu PuspitaUmur : 8 tahun 11 bulan 24 hariJenis Kelamin : perempuanSuku : AcehAgama : IslamPekerjaan : PelajarPendidikan : Sekolah Dasar Alamat : Krueng Geukuh, Aceh utaraNo CM : 1-00-01-22No Register : 1255614Tanggal Masuk : 26 April 2014Tanggal Pemeriksaan: 29 April 2014Tanggal Keluar : 3 Mei 2014

2.2 Identitas KeluargaA. Nama ayah: Muhammad JamilUmur : 37 tahunSuku : AcehAgama : IslamPendidikan : SLTPPekerjaan : WiraswastaAlamat : Paloh Igeuh, aceh utaraB. Nama ibu: Sinta SukmawatiUmur : 35 tahun Suku : AcehAgama : IslamPendidikan : SDPekerjaan : Ibu Rumah TanggaAlamat : Paloh Igeuh, Aceh utara

2.3 AnamnesaAlloanamnesa Keluhan Utama: Batuk sejak 9 hari SMRS Keluhan Tambahan: Demam, mual dan nyeri menelan Riwayat Penyakit SekarangOs datang dengan keluhan batuk sejak 9 hari yang lalu. Batuk tidak berdahak dan tidak berdarah. Batuk dirasakan semakin memberat sejak 3 hari SMRS. Pasien juga mengeluhkan demam yang dirasakan sejak 6 hari SMRS. Demam dirasakan naik turun. Demam tidak disertai menggigil. Pasien juga mengeluhkan mual dan tidak nafsu makan serta sakit saat menelan sejak 1 minggu SMRS. Menurut pengakuan ibu Os, anaknya tidak mengalami penambahan berat badan dan terlihat kurus. BAB dan BAK tidak ada keluhan.

Riwayat Penyakit DahuluPasien menyangkal memiliki keluhan yang sama seperti ini sebelumnya. Lima hari SMRS pasien di diagnosa DBD dan kelainan jantung oleh dokter di rumah sakit Lhokseumawe.

Riwayat Penyakit KeluargaDisangkal

Riwayat pemakaian obatPasien mengkonsumsi obat penurun panas parasetamol

Riwayat kehamilanIbu Os dalam keadaan sehat selama mengandung. Rutin ANC ke bidan. Riwayat demam dan mengkonsumsi obat-obatan disangkal.

Riwayat persalinan Penderita lahir spontan dengan kehamilan cukup bulan, ditolong bidan, segera menangis setelah lahir. Berat badan lahir 3200 gram dengan panjang badan 48 cm. Os merupakan anak pertama dari 2 bersaudara.

Riwayat Tumbuh KembangUmurRiwayat pemberian makanRiwayat tumbuh kembang

0-6 BulanASIMengangkat kepala dan tengkurap

6-12 bulanASI+ nasi timMerangkak dantersenyum ketika melihat mainan

12 bulan- sekarangMakanan biasaSesuai usia

Riwayat ImunisasiOs pernah di imunisasi hepatitis, polio, BCG dan campak

2.4 Pemeriksaan Fisika. Status Present Keadaan Umum : Baik Kesadaran : ComposmentisTekanan darah: 90/60 mmHgHeart rate : 98x / menitRespiratory rate : 27x / menitTemperatur : 36.6C

b. AntropometriBerat Badan Sebelum Sakit: 21 KgBerat Badan Sekarang : 22 KgTinggi Badan:127 cmBB/U: P=5TB/U: P 25 - 50 BB sekarang/BB Ideal: 22/26 x 100% = 84% kesan gizi baikKebutuhan cairan : 1500 + (2x20) = 1540 cc/24 jamKebutuhan kalori : 1378 1716 kkal/ 24 jamKebutuhan protein : 27,56 34,32 gram/ 24 jam

c. Status GeneralKulit Warna: CoklatTurgor : Kembali cepatIkterus : (-)Pucat : (-)KepalaRambut : HitamMata : Konjungtiva pucat (- /-), sklera ikterik (-/-), mata cekung (-/-), pupil isokor, reflek cahaya (+/+)Telinga : Serumen (-/-)Hidung : Sekret (-/-), NCH (-/-)Mulut : Bibir: Pucat (-), Sianosis (-)Lidah : Beslag (-)Geligi : Karies (-)Faring : Hiperemis (+)Tonsil: T3-T2Leher Inspeksi: SimetrisPalpasi: Pembesaran KGB (-)Thorax Inspeksi : Simetris, Retraksi (-), bentuk dada normal, pernafasan ThorakoabdominalParu ParuDepanKananKiri

PalpasiFremitus (N)Fremitus (N)

PerkusiSonorSonor

AuskultasiVesikuler (+)Vesikuler (+)

Rhonchi (-)Rhonchi (-)

Wheezing (-)Wheezing (-)

BelakangKananKiri

PalpasiFremitus (N)Fremitus (N)

PerkusiSonorSonor

AuskultasiVesikuler (+)Vesikuler (+)

Rhonchi (-)Rhonchi (-)

Wheezing (-)Wheezing (-)

JantungInspeksi: Iktus kordis tidak terlihatPalpasi : Iktus kordis teraba pada ICR IV,1 cm linea midclavicula sinistra Perkusi : Batas batas jantung :Atas : ICR IIIKiri : 1 cm linea midclavicula sinistra Kanan : Linea parasternalis dekstraAuskultasi : BJ I > BJ II, Reguler, Bising (-), wide fixed split (+)

Abdomen Inspeksi : Simetris, Distensi (-)Palpasi : Nyeri Tekan (-)- Lien : Tidak teraba- Hepar : Tidak terabaPerkusi : Timpani usus (+)Auskultasi : Peristaltik (N)

Genetalia: perempuan, tidak ada kelainanAnus: Tidak ada kelainanKelenjar Limfe: Pembesaran KGB (-)

Ekstrimitas: SuperiorInferior

KananKiriKananKiri

Sianosis(-)(-)(-)(-)

Edema(-)(-)(-)(-)

gerakanAktifAktifAktifAktif

2.5 Pemeriksaan Penunjang2.5.1 Pemeriksaan LaboratoriumHematologi (26 April 2014) Hb : 11.5 gr/dl Leukosit:14000/l Trombosit: 103000/l Eritrosit: 46000000/mm3 Ht: 33% Ureum: 13 mg/dl Kreatinin: 0.41 mg/dl KGDs: 117 mg/dl Na: 138 mmol/L K: 3.5 mmol/L Cl: 109 mmol/L IgM anti dengue: negatif IgG anti dengue: negatifB. Hematologi (29 April 2014) Hb : 10.7 gr/dl Leukosit : 14400/l Trombosit: 199000/l Eritrosit: 42000000/mm3 Hematokrit: 30% Diftel: 0/0/2/25/69/4C. Hematologi (3 Mei 2014) Hb : 11.1 gr/dl Leukosit : 11100/l Trombosit: 339000/l Eritrosit: 45000000/mm3 Hematokrit: 35%

2.5.2 Imaging Foto polos dada (26 April 2014)

Ekspertise (dr.Nurul Machillah, Sp.Rad)Jantungbentuk normal dan ukuran membesar ke kiri, pinggang jantung mendatar dengan apex rounded

Pulmocephalisasi, infiltrate di paru kanan dan kiri

Sinus prenicocostalisKiri dan kanan tajam

Kesimpulancardiomegaly suspect VSD serta pneumonia

2.5.3 Ekokardiografi (27 April 2014)

Kesimpulan : ASD II Besar 2,2 cm

2.5.4 Elektrokardiografi (27 Mei 2014)

Kesimpulan :Sinus takikardii dengan kompleks ventrikel prematur, LAE, RVH dengan abnormalitas repolarisasi, abnormalitas gelombang T dan ST non spesifik, Abnormal EKG

2.6 ResumeOs dibawa ke RSUZA pada tanggal 26 April 2014 pukul 21.00 WIB dengankeluhan : Badan terasa demam sejak 6 hari SMRS Batuk berdahak sejak 3 hari SMRS Nafsu makan turun Sesak nafas Tidak ada penambahan berat badan Pasien sulit makanDari pemeriksaan fisik di dapatkan vital sign tekanan darah 90/60 mmHg, Nadi 98x/menit, laju pernapasan 27x/menit, suhu badan 36,6OC. Faring hiperemis dengan ukuran tonsil T3-T2. Terdapat wide fixed split. Pemeriksaan fisik lain dalam batas normal. Dari pemeriksaan laboratorium darah didapatkan terjadinya peningkatan leukosit 14400/L. Pemeriksaan foto polos dada menunjukkan kardiomegali suspek VSD dengan pneumonia. Pemeriksaan elektrokardiografi menunjukkan sinus takikardi dengan kompleks ventrikel premature, RVH, LAE, abnormalitas gelombang ST dan gelombang T. Pemeriksaan echocardiografi menunjukkan ASD II besar 2,2 cm.

2.7 DiagnosaBronkopneumonia + ASD II besar

2.8 Penatalaksanaan2.8.1 Suportif Bed rest Diet MB 3x1 IVDF 4:1 20 gtt/i2.8.2 Medikamentosa Injeksi Ceftriaxone 500 mg/12 jam Furosemide 2 x 10 mg (per oral) Paracetamol syrup 3xC1 Ambroxol syrup 3xcth1 Spironolakton 2x6,25 mg (per oral)

2.9 PrognosisQuo ad vitam: dubia ad bonamQuo ad functionam: dubia ad bonamQuo Sanactionam:dubia ad bonam

2.10 Keadaan PulangPasien diizinkan pulang pada tanggal 3Mei 2014, pada hari rawatan ke 7 dengan keadaan klinis sudah membaik, batuk dan sesak nafas tidak dikeluhkan lagi, pasien sudah bisa makan dan antibiotik dilanjutkan di rumah secara per oral dengan :Keadaan umum: BaikKesadaran : Compos mentisTekanan darah: 90/60 mmHgHearth Rate: 88 x / menitRespiratory Rate: 22 x / menitSuhu: 36,4CLaboratorium : Hb : 11.1 gr/dl Leukosit : 11100/l Trombosit: 339000/l Eritrosit: 45000000/mm3 Hematokrit: 35%

2.11 Anjuran Waktu Pulang Istirahat yang cukup di rumah. Makan makanan yang bergizi. Segera kontrol ulang ke poli anak 2 minggu kemudian untuk operasi

Follow up harian

27-4-2014S/ batuk (+), sesak nafas (-), demam (-)

O/VS/Nadi: 90x/menitRR: 25x/menitSuhu: 37,4oCPF/ Kepala: normocephali Mata: konjungtiva palpebra inferior pucat (+/-) Sklera ikterik (-/-) T/H/M: dbn/dbn/mukosa hiperemis (+) tonsil T2-T2 Leher: pembesaran kelenjar getah bening (-) Thorak: simetris, retraksi (-), sf kanan = sf kiri, ves (+/+) Rh(-/-) Wh(-/-) Jantung: BJ I> BJ II, reguler, bising (-) Abdomen : simetris, distensi (-), soepel, H/L/R tak teraba, nyeri tekan (-) Extremitas: pucat (-/-/-/-), edema (-/-/-/-), sianosis (-/-/-/-)Ass/ Bronkopneumonia + CHD (VSD)Th/ IVFD 4:1 20 gtt/menit Inj. Ceftriaxone 500 mg/12 jam Ambroxol 3 cth 1 Paracetamol syr 3 C 1 P/ konsul kardiologi anak

28-4-2014 sampai 30-4-2014S/ batuk (+), sesak nafas (+), demam (+)

O/VS/Nadi: 124x/menitRR: 28x/menitSuhu: 37,4oCPF/ Kepala: normocephali Mata: konjungtiva palpebra inferior pucat (+/-) Sklera ikterik (-/-) T/H/M: dbn/dbn/mukosa hiperemis (+) tonsil T2-T2 Leher: pembesaran kelenjar getah bening (-) Thorak: simetris, retraksi (-), sf kanan = sf kiri, ves (+/+) Rh(-/-) Wh(-/-) Jantung: BJ I> BJ II, reguler, bising (-) Abdomen : simetris, distensi (-), soepel, H/L/R tak teraba, nyeri tekan (-) Extremitas: pucat (-/-/-/-), edema (-/-/-/-), sianosis (-/-/-/-)Ass/ASD II besarTh/ Iv. Furosemide 10 mg/ 12 jam Spironolakton 2 x 6,25 mg (per oral)P/ Pasien rencana operasi ASD Persiapan operasi Konsul THT Konsul gigi mulut Laboratorium : darah rutin, HbsAg

01-5-2014 sampai 03-5-2014S/ batuk (+), sesak nafas (-)

O/VS/TD: 90/50 mmHgNadi: 90x/menitRR: 24x/menitSuhu: 36,2oCPF/ Kepala: normocephali Mata: konjungtiva palpebra inferior pucat (+/-) Sklera ikterik (-/-) T/H/M: dbn/dbn/mukosa bibir lembab (+) Leher: pembesaran kelenjar getah bening (-) Thorak:simetris, retraksi (-), sf kanan = sf kiri, ves (+/+) Rh(-/-) Wh(-/-) Jantung: BJ I> BJ II, reguler, bising (-) Abdomen : simetris, distensi (-), soepel, H/L/R tak teraba, nyeri tekan (-) Extremitas: pucat (-/-/-/-), edema (-/-/-/-), sianosis (-/-/-/-)Ass/ Bronkopneumonia + ASD II besarTh/ IVFD 4:1 20 gtt/menit Inj. Ceftriaxone 75 mg/12 jam Ambroxol 3 cth 1 Paracetamol syr 3 C 1 Furosemide 2x 10 mg (per oral) Spironolakton 2 x 6,25 mg (per oral)BAB IIIANALISA KASUS

Bronkopneumonia AnamnesisDari anamnesis dan pemeriksaan fisik pasien didapatkan adanya keluhan berupa badan terasa demam sejak 6 hari SMRS, batuk berdahak sejak 3 hari SMRS, nafsu makan turun, sesak nafas, tidak ada penambahan berat badan dan pasien sulit makan. Hal ini sesuai dengan gejala bronkopneumonia yang didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas selama beberapa hari mencakup batuk yang awalnya kering kemudian menjadi produktif dengan dahak purulent bahkan bisa berdarah, sesak nafas, demam, kesulitan makan/minum, tampak lemah.3,6Traktus respiratorius bagian bawah biasanya terjaga sterilitasnya oleh mekanisme pertahanan fisiologis, termasuk pembersihan mukosiliar, bahan sekresi normal seperti sekretori imunoglobulin A (IgA), dan pembersihan jalan napas melalui respon batuk. Mekanisme pertahanan imunologis paru yang membatasi invasi oleh organisme patogen termasuk makrofag yang hadir dalam alveoli dan bronkiolus, sekretorik IgA, dan imunoglobulin lainnya. Viral pneumonia biasanya terjadi akibat penyebaran infeksi sepanjang saluran udara, disertai dengan cedera langsung dari epitel pernapasan, mengakibatkan obstruksi jalan napas dari swelling, sekresi abnormal, dan debris selular. Saluran udara yang berdiameter kecil pada bayi muda membuat mereka sangat rentan terhadap infeksi berat. Atelektasis, edema interstitial, dan mismatch ventilasi-perfusi menyebabkan hipoksemia yang signifikan sering menyertai obstruksi jalan napas. Infeksi virus pada saluran pernafasan juga dapat merupakan predisposisi infeksi bakteri sekunder dengan mengganggu mekanisme pertahanan host normal, mengubah sekresi, dan memodifikasi flora bakteri.7Ketika infeksi bakteri terbentuk di parenkim paru, proses patologis terjadi secara bervariasi sesuai dengan organisme yang menyerang. M.pneumoniae menempel pada epitel saluran napas, menghambat kerja silia, dan menyebabkan kerusakan seluler dan respon inflamasi dalam submukosa. Selama infeksi berlangsung, debris selular, sel-sel inflamasi, dan mukus menyebabkan obstruksi jalan napas, dengan penyebaran infeksi yang terjadi di sepanjang pohon bronkial, seperti padapneumonia virus. S.pneumoniae menghasilkan edema lokal yang membantu dalam proliferasi organisme dan penyebarannya ke bagian yang berdekatan dari paru-paru, sering mengakibatkan karakteristik keterlibatan fokus lobaris. Infeksi streptokokus grup A di saluran pernapasan bagian bawah menyebabkan infeksi difus dengan pneumonia interstitial. Patologinya termasuk nekrosis mukosa trakeobronkial; pembentukan sejumlah besar eksudat, edema, dan perdarahan lokal, dengan perluasan ke dalam septa interalveolar; dan keterlibatan pembuluh limfatik dan kemungkinan peningkatan keterlibatan pleura.7Pneumonia S. aureus bermanifestasi dalam bronkopneumonia konfluent, yang sering unilateral dan ditandai dengan adanya wilayah nekrosis hemoragik luas dan daerah kavitasi ireguler dari parenkim paru, sehingga pneumatoceles, empiema, atau fistula bronkopulmonalis.7

Pemeriksaan fisikDari pemeriksaan fisik di dapatkan vital sign tekanan darah 90/60 mmHg, Nadi 98x/menit, laju pernapasan 27x/menit, suhu badan 36,6OC. Faring hiperemis dengan ukuran tonsil T3-T2. Terdapat wide fixed split. Pemeriksaan fisik lain dalam batas normal. Penilaian keadaan umum anak, frekwensi nafas dan nadi harus dilakukan pada saat awal pemeriksaan sebelum pemeriksaan lain yang dapat menyebabkan anak gelisah atau rewel. Penilaian keadaan umum antara lain meliputi kesadaran dan kemampuan makan /minum. Gejala distress pernapasan seperti takipneu, retraksi subcostal, batuk, krepitasi, dan penurunan suara paru. Demam dan sianosis. Anak dibawah 5 tahun mungkin tidak menunjukkan gejala pneumonia yang klasik. Pada anak demam dan sakit akut, terdapat gejala nyeri yang diproyeksikan ke abdomen.pada bayi muda, gejala pernapasan tak teratur dan hypopnea.3

Pemeriksaan penunjang1. Pemeriksaan radiologiPemeriksaan foto dada tidak direkomendasikan secara rutin pada anak dengan infeksi saluran napas bawah akut ringan tanpa komplikasi. Pemeriksaan foto dada direkomendasikan pada penderita pneumonia yang dirawat inap atau bila tanda klinis yang ditemukan membingungkan. Pemeriksaan foto dada follow up hanya dilakukan bila didapatkan adanya kolaps lobus, kecurigaan terjadinya komplikasi, pneumonia berat, gejala yang menetap atau memburuk, atau tidak respon terhadap antibiotik. Pemeriksaan foto dada tidak dapat mengidentifikasi agen penyebab.3,7Pada pasien ini di dapatkan gambaran cephalisasi, infiltrat di paru kanan dan kiri yang sesuai dengan gambaran pneumonia.

2. Pemeriksaan laboratoriumPemeriksaan jumlah leukosit dan hitung jenis leukosit perlu dilakukan untuk membantu menentukan pemberian antibiotik. Pemeriksaan kultur dan pewarnaan gram sputum dengan kualitas yang baik direkomendasikan dalam tata laksana anak dengan pneumonia berat. Kultur darah tidak direkomendasikan secara rutin pada pasien rawat jalan, tetapi direkomendasikan pada pasien rawat inap dengan kondisi berat dan pada setiap anak yang dicurigai menderita pneumonia bacterial. Pada anak kurang dari 18 bulan, dilakukan pemeriksaan untuk mendeteksi antigen virus dengan atau tanpa kultur virus jika fasilitas tersedia. Jika ada efusi pleura, dilakukan pungsi cairan pleura dan dilakukan pemeriksaan mikroskopis, kultur, serta deteksi antigen bakteri (jika fasilitas tersedia) untuk penegakan diagnosis dan menentukan mulainya pemberian antibiotik. Pemeriksaan c-reactive protein (CRP), LED, dan pemeriksaan fase akut lainnya tidak dapat membedakan infeksi viral dan bacterial dan tidak direkomendasikan sebagai pemeriksaan rutin. Pemeriksaan uji tuberculin selalu dipertimbangkan pada anak dengan riwayat kontak penderita TBC dewasa.3Pada pasien didapatkan terjadinya peningkatan jumlah leukosit (14.400/L) disertai dominannya limfosit pada hitung jenis. Pada pneumonia akibat virus jumlah leukosit tidak lebih dari 20.000/L, sedangkan pada pneumonia bakteri jumlah leukosit berkisar antara 14.000/L sampai 40.000/L.7

Pemeriksaan LainPada setiap pasien yang dirawat dengan pneumonia, seharusnya dilakukan pemeriksaan pulse oxymetry. Prosedur diagnostik invasif (aspirasi transtrachealatau biopsi terbuka) harus dilakukan pada pasien kritis ketika cara lain tidak cukup mengidentifikasi penyebabnya.8

Klasifikasi pneumoniaWHO merekomendasikan penggunaan peningkatan frekwensi nafas dan retraksi subkosta untuk mengklasifikasikan pneumonia di negara berkembang. Namun demikian kriteria tersebut mempunyai sensitivitas yang buruk untuk anak malnutrisi dan sering overlapping dengan gejala malaria.3Klasifikasi pneumonia berdasarakan WHO :1. Bayi kurang dari 2 bulan Pneumonia berat : nafas cepat atau retraksi yang berat Pneumonia sangat berat : tidak mau minum, kejang, letargi, demam atau hipotermia, bradipnea atau pernapasan ireguler2. Anak umur 2 bulan sampai 5 tahun Pnemumonia ringan : nafas cepat Pneumonia berat : retraksi Pneumonia sangat berat : tidak dapat minum, kejang, letargi, malnutrisi

TatalaksanaKriteria rawat inapa. Bayi Saturasi oksigen 92%, sianosis, frekwensi nafas > 60x.menit, distress pernapasan, apneu intermitten, atau grunting, tidak mau minum, Keluarga tidak bisa merawat di rumahb. Anak Saturasi oksigen 92%, sianosis, frekwensi nafas >50 x/menit, distress pernapasan, grunting, terdapat tanda dehidrasi, keluarga tidak bisa merawat di rumahPasien ini memiliki kriteria untuk dirawat inap yaitu frekwensi nafas 58x/ menit (saat masuk ke rumah sakit) serta keluarga tidak dapat merawat di rumah.

Tatalaksana umum Pasien dengan saturasi oksigen 92% pada saat bernafas dengan udara kamar harus diberikan terapi oksigen dengan kanul nasal, head box, atau sungkup untuk mempertahankan saturasi oksigen >92% Pada pneumonia berat atau asupan peroral kurang, diberikan cairan intravena dan dilakukan balans cairan ketat Fisioterapi dada tidak bermanfaat dan tidak direkomendasikan untuk anak dengan pneumonia Antipiretik dan analgetik dapat diberikan untuk menjaga kenyamanan pasien dan mengontrol batuk Nebulisasi dengan 2 agonis dan/atau NaCl dapat diberikan untuk memperbaiki mucocilliary clearance Pasien yang mendapatkan terapi oksigen harus diobserbasi setidaknya setiap 4 jam sekali, termasuk pemeriksaan saturasi oksigenPasien diberikan terapi suportif seperti pemberian antipiretik dan antitusif seperti paracetamol dan ambroxol.

Pemberian Antibiotik Amoksisilin meupakan pilihan pertama untuk antibiotik oral pada anak 2 bulan : Lini pertama ampisilin bila dalam 3 hari tidak ada perbaikan dapat ditambahkan kloramfenikol Lini kedua seftriaksonBila klinis perbaikan antibiotik intravena dapat diganti preparat oral dengan antibiotik golongan yang sama dengan antibiotik intravena sebelumnya

Nutrisi Pada anak dengan distress pernapasan berat, pemberian makan per oral harus dihindari. Makanan dapat diberikan lewat nasogastric tube (NGT) atau intravena. Tetapi harus diingat bahwa pemasangan NGT dapat menekan pernapasan, khususnya pada bayi/anak dengan ukuran lubang hidung yang kecil. Jika memang diperlukan sebaiknya menggunakan ukuran yang terkecil Perlu dilakukan pemantauan balans cairan ketat agar anak tidak mengalami overhidrasi karena pada pneumonia berat terjadi peningkatan sekresi homor antidiureticPasien dapat makan dengan jenis makanan biasa.Diberikan 3 kali sehari sesuai dengan kebutuhan kalori pasien.

Kriteria PulangGejala dan tanda pneumonia menghilang, asupan oral adekuat, pemberian antibiotik dapat diteruskan di rumah (per oral), keluarga mengerti dan setuju pemberian terapi dan rencana control, kondisi rumah memungkinkan untuk perawatan lanjutan di rumah.Pasien dibolehkan pulang setelah terjadinya perbaikan kondisi klinis, intake oral meningkat, antibiotic oral dapat diterima.

Atrial septal defect (Defek septum atrium) AnamnesisSebagian besar bayi dan anak asimptomatik. Bila pirau cukup besar maka pasien mengalami sesak nafas (terutama saat beraktifitas), infeksi paru berulang, dan berat badan sedikit berkurangMekanisme terjadinya pirai pada defek septum atrium adalah seperti dijelaskan sebagai beriku. Derajat pirai dari kiri ke kanan bergantung pada ukuran defek. Komplians relative dari ventrikel kanan dan kirim dan resistansi vascular relative pada sirkulasi pulmoner dan sistemik. Pada defek yang besar, pirai dari aliran darah teroksigenasi dari atrium kiri ke kanan.(Gambar 3.1)

Gambar 3.1 Defek septal atriumDarah ini ditambahkan dengan darah yang kembali dari vena ke atrium kanan dan dipompakan oleh ventrikel kanan ke paru-paru. Dengan defek yang besar, rasio aliran darah pulmoner (Qp : Qs) biasanya diantara 2 : 1 dan 4 : 1. Simptom pada bayi dengan ASD berkaitan dengan struktur dari ventrikel kanan di masa awal kehidupannya. Ketika dinding muscularnya tebal dan kurang elastis (kurang komplians), kemudian membatasi pirai kiri ke kanan. Sebagaimana bayi menjadi semakin berkembang dan resistansi vascular pulmoner turun, dinding ventrikel kanan menjadi lebih tipis dan pirai ASD dari kiri ke kanan meningkat.Aliran darah besar melalui sisi kanan jantung menyebabkan pembesaran atrium dan ventrikel kanan dan dilatasi dari arteri pulmonalis. Atrium kiri bisa membesar, ventrikel kiri dan aorta berukuran normal. Walaupun aliran darah pulmoner besar, tekanan arteri pulmoner biasanya normal karena ketiadaan komunikasi tekanan tinggi (a high-pressure communication) antara sirkulasi pulmoner dan sistemik. Resistansi vaskulae pulmoner tetap rendah pada anak-anak, walaupun hal ini akan semakin berkembang saat dewasa dan menyebabkan terjadinya pembalikan pirai dan memberikan gambaran klinis sianosis.7

Pemeriksaan fisikPada pemeriksaan fisik bisa didapatkan anak dapat tampak kurus, tergantung derajat DSA. Pada auskultasi, S2 melebar dan menetap pada saat inspirasi maupun ekspirasi disertai bising ejeksi sistolik di daerah pulmonal. Pada pirau kiri ke kanan yang besar dapat terdengar bising diastolic pada tepi kiri sternum bagian bawah akibat stenosis tricuspid relatif.9Pada pemeriksaan, pasien didapatkan adanya wide fixed split, sebagai salah satu penanda ASD

Pemeriksaan penunjang1. Elektrokardiografi: deviasi sumbu QRS ke kanan (+90 sampai 180O), hipertrofi ventrikel kanan, blok cabang berkas kanan (RBBB) dengan pola rsR pada VI2. Foto toraks : kardiomegali dengan pembesaran atrium kanan dan ventrikel kanan. Arteri pulmonalis tampak menonjol disertai tanda peningkatan corakan vascular paru3. Ekokardiografi (transtorakal) dapat menentukan lokasi, jenis dan besarnya defek, dimensi atrium kanan ventrikel dan dilatasi arteri pulmonalis. Pada pemeriksaan Doppler dapat dilihat pola aliran pirau. Jika pada ekokardiografi transtorakal tidak jelas maka dapat dilakukan ekokardiografi trans esophageal dengan memasukkan transduser ke esophagusTemuan pada pasien didapatkan adanya kardiomegali suspect VSD (foto thorax), ASD II besar 2,2 cm (echokardiografi) dan sinus takikardi dengan kompleks ventrikel premature, RVH, LAE, abnormalitas gelombang ST dan gelombang T (elektrokardiografi). Hal ini sesuai dengan kriteria ASD.

TatalaksanaMedikamentosa Pada DSA yang disertai gagal jantung, diberikan digitalis atau inotropic yang sesuai dan diuretik Profilaksis terhadap endocarditis bacterial tidak terindikasi untuk DSA, kecuali pada 6 bulan pertama setelah koreksi dengan pemasangan alat protesisPada pasien ini diberikan furosemide 2x10 mg (per oral) dan spironolakton 2x6,25 mg (per oral) untuk mengurangi preload.

Penutupan tanpa pembedahanHanya dapat dilakukan pada DSA tipe sekundum dengan ukuran tertentu. Alat dimasukkan melalui vena femoral dan diteruskan ke DSA. Terdapat banyak jenis alat penutup (occluder) namun saat ini yang paling banyak digunakan adalah ASO (Amplatzer Device Occluder). Keuntungan penggunaan alat ini adalah tidak perlunya operasi yang menggunakan cardiopulmonary bypass dengan segala konsekwensinya. Rasa nyeri minimal dibanding operasi, serta tidak adanya luka bekas operasi.

Penutupan dengan pembedahan Dilakukan apabila bentuk anatomis DSA tidak memungkinkan untuk dilakukan pemasangan alat. Pada DSA dengan aliran pirau kecil, penutupan defek dengan atau tanpa pembedahan dapat ditunda sampai usia 5-8 tahun bila tidak terjadi penutupan secara spontan. Pada bayi dengan aliran pirau besar, pembedahan/intervensi dilakukan segera bila gagal jantung kongestif tidak memberi respon memadai dengan terapi medikamentosa Tindakan intervensi penutupan defek dilakukan bila hipertensi pulmonal belum terjadi. Bila telah terjadi hipertensi pulmonal dengan pirau balik dari kanan ke kiri hanya diberikan terapi konservatif Penutupan ASD diindikasikan jika defek cukup besar untuk menghasilkan volume overloadventrikel kanan yang berlebihan dan anak berusia lebih dari 3 tahun. Intervensi lebih awal dilakukan jika anak mengalami gejala. Primum atau sinus venosus ASDs kadang-kadang ditutup pada usia yang lebih muda, tergantung pada preferensi kelembagaan.10Pasien direncanakan untuk dilakukan operasi penutupan defek yang direncanakan 2 minggu kemudian, hal ini dikarenakan ukuran defek yang besar, yang tidak dapat menutup sendiri

Pemeriksaan foto polos dada menunjukkan kardiomegali suspek VSD dengan pneumonia. Pemeriksaan elektrokardiografi menunjukkan sinus takikardi dengan kompleks ventrikel premature, RVH, LAE, abnormalitas gelombang ST dan gelombang T. Pemeriksaan echocardiografi menunjukkan ASD II besar 2,2 cm. Dari semua data di atas hal ini sesuai dengan kriteria pneumonia dan atrial septal defect (ASD).3KesimpulanPenanganan bronkopneumonia harus mempertimbangkan berbagai aspek, selain fokus pada penanganan penyakit yang mendasari, juga diperlukan perbaikan secara menyeluruh terhadap status nutrisi pasien.Pneumonia sebagai salah satu penyebab kematian anak di negara sedang berkembang, oleh karenanya memerlukan penanganan yang terpadu.Penegakan diagnosis berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.Pemilihan antibiotik disesuaikan dengan pathogen yang mendasarinya.Defek septal atrium pada anak biasanya asimptomatis kecuali ukuran defeknya yang besar sehingga menimbulkan gejala. Pengenalan gejala sangat diperlukan untuk mendeteksi DSA pada tahap dini. Penanganannya berdasarkan ukuran defek. Apabila defek berukuran kecil, diusahakan dapat menutup sendiri tanpa pembedahan, sementara jika defek cukup besar, perlu dilakukan tindakan pembedahan untuk penutupan defek.DAFTAR PUSTAKA

1. Hariyanto, Didik. 2012. Profil Penyakit Jantung Bawaan di Instalasi Rawat Inap Anak RSUP Dr. M. Djamil Padang Januari 2008 Februari 2011. Sari pediatri. 14(3) 152-157.

2. Lily I dkk. Buku Ajar. Kardiologi. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.

3. Ikatan Dokter Anak Indonesia.(2009). Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia

4. Long, S. (2003). Principles and Practices of Pediatric Infectious Disease. Philadelphia: Churchill Livingstone.

5. Direktorat Jendral Bina Pelayanan Medik. (2008). Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.

6. Bradley J.S., Byington C.L., Shah S.S, Alverson B., Carter E.R., Harrison C., Kaplan S.L., Mace S.E., McCracken Jr G.H., Moore M.R., St Peter S.D., Stockwell J.A., and Swanson J.T. 2011. The Management of Community-Acquired Pneumonia in Infants and Children Older than 3 Months of Age : Clinical Practice Guidelines by the Pediatric Infectious Diseases Society and the Infectious Diseases Society of America. Clin Infect Dis. 53 (7): 617-630.

7. Kliegman, R., Behrman, R., & Jenson, H. (2007).Nelson Textbook of Pediatric 18th edition. Philadelphia: Saunders Elsevier.

8. Hay, W., Hayward, A., & Levin, M. (2003). Current Pediatric Diagnosis and Treatment 16th edition. New York: McGraw-Hill.

9. Gunn, V., & Nechyba, C. (2002). The Harriet Lane Handbook : A Manual for Pediatric House Officer. Philadelphia: Mosby.

10. Burg, F., Ingelfinger, J., & Polin, R. (2004). Gellis & Kagan's Current Pediatric Therapy 17 th edition. Philadelphia: Saunders Company.