lapkas

36
Laporan Kasus SEPSIS ec PNEUMONIA PEMBIMBING : dr. Farik Zarmal PENYAJI : - Dwi Meutia Indriati - Rahmi Silviyani - Nelfi Disya Amalia L - Nurma Sheila - Rifwan Huzair DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA RSUP H. ADAM MALIK

description

lapkas

Transcript of lapkas

Laporan Kasus

SEPSIS ec PNEUMONIA

PEMBIMBING: dr. Farik ZarmalPENYAJI: - Dwi Meutia Indriati - Rahmi Silviyani - Nelfi Disya Amalia L - Nurma Sheila - Rifwan Huzair

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAMFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARARSUP H. ADAM MALIKMEDAN2

2014KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini dengan judul Sepsis ec pneumonia. Penulisan laporan kasus ini adalah salah satu syarat untuk menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Senior Program Pendidikan Profesi Dokter di Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada pembimbing, dr. Farik Zarmal , yang telah meluangkan waktunya dan memberikan banyak masukan dalam penyusunan laporan kasus ini sehingga penulis dapat menyelesaikan tepat pada waktunya. Penulis menyadari bahwa penulisan laporan kasus ini masih jauh dari kesempurnaan, baik isi maupun susunan bahasanya, untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik dari pembaca sebagai koreksi dalam penulisan laporan kasus selanjutnya. Semoga makalah laporan kasus ini bermanfaat, akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, 16 April 2014

Penulis ii

DAFTAR ISI

Kata PengantariDaftar IsiiiBab 1 Pendahuluan1Bab 2 Tinjauan Pustaka32.1. Sepsis 32.1.1. Definisi32.1.2. Etiologi32.1.3. Patofisiologi...32.1.4. Diagnosis42.1.5. Penatalaksanaan42.2. Pneumonia62.2.1. Definisi62.2.2. Etiologi62.2.3. Patofisiologi72.2.4. Diagnosis82.2.5. Diagnosis banding92.2.6. Penatalaksanaan92.2.7. Prognosis11Bab 3 Laporan Kasus14Bab 4 Penutup234.1 Kesimpulan23Daftar Pustaka24BAB IPENDAHULUAN1.1.LATAR BELAKANGSepsis adalah respon inflamasi sistemik terhadap infeksi yang berat, merupakan sindrom yang disebabkan oleh infeksi yang ditentukan oleh dua atau lebih gambaran peradangan sistemik yaitu febris atau hipotermia, leukositosis atau leukopeni, takikardi dan takipnea atau ventilasi supranormal (Anna dkk, 2010).Sepsis merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas terutama pada usia lanjut dan immunocompromised. Angka kejadian sepsis di Amerika Serikat mencapai 750.000 kasus per tahun (Anna dkk, 2010).Infeksi yang terjadi pada parenkim paru yang disebabkan oleh beberapa organisme seperti bakteri, virus, jamur, dan parasit disebut dengan pneumonia. Hal ini akan mengakibatkan inflamasi pada parenkim paru dan akumulasi eksudat (Anna dkk, 2010).Penyebaran infeksi pada intestinum di sekitar alveoli akan mengakibatkan gangguan pertukaran gas yang disebabkan konsolidasi. Pneumonia ini merupakan penyebab kematian tertinggi ke-6 di Amerika Serikat dan penyebab utama kematian yang disebabkan oleh penyakit infeksi. Angka kejadiannya mencapai 4 juta per tahun dengan rata-rata 12 per 1000 orang. Di RSUD Dr. Soetomo Surabaya didapat data sekitar 180 pneumonia dengan angka kematian antara 20-35% (Anna dkk, 2010).Pneumonia merupakan infeksi primer tersering pada sepsis, diikuti oleh infeksi pada abdomen, traktus genitourinarius, kulit, dan jaringan lunak. Sepsis merupakan salah satu komplikasi yang sering pada pneumonia, disamping empisema, abses paru, pneumotoraks dan gagal napas (Anna dkk, 2010).

1.2.Rumusan MasalahAdapun yang menjadi rumusan masalah dalam laporan kasus ini adalah Bagaimana gambaran klinis dan penatalaksanaan serta perjalanan penyakit pasien yang mengalami sepsis et causa pneumonia

1.3.Tujuan PenulisanTujuan penulisan laporan kasus ini diantaranya :1. Untuk memahami tinjauan ilmu teoritis sepsis et causa pneumonia2. Untuk mengintegrasi ilmu kedokteran terhadap kasus sepsis et causa pneumonia pada pasien secara langsung.3. Untuk memahami perjalanan penyakit sepsis et causa pneumonia1.4.Manfaat PenulisanBerdasarkan manfaat yang diharapkan dari penulisan laporan kasus ini diantaranya :1. memperkokoh landasan teoritis ilmu kedokteran di bidang ilmu penyakit dalam, khususnya mengenai sepsis et causa pneumonia.2. sebagai bahan informasi bagi pembaca yang ingin mendalami lebih lanjut topic-topik yang berkaitan.

BAB 2TINJAUAN PUSTAKA2.1.Sepsis2.1.1.DefinisiSepsis merupakan kumpulan gejala akibat respon sistemik terhadap inflamasi (Sistemic Inflammantory Respon Syndrome = SIRS) akibat infeksi. Dikatakan sepsis bila terdapat dua atau lebih dalam kriteria ini: 1. Suhu tubuh >38C atau 90 x/menit; 3. Pernapasan >20 x/menit atau PaCO2 12000 atau 10% (Guntur, 2009).

2.1.2.EtiologiPenyebab terbesar adalah bakteri gram (-) (60%-70%), gram (+), parasit dan virus (Guntur, 2009).

2.1.3. PatofisiologiTerjadinya syok sepsis dapat melalui dua cara yaitu aktivasi lintasan humoral dan aktivasi cytokines. Lipopolisakarida (LPS) yang terdapat pada dinding bakteri gram negatif dan endotoksinnya serta komponen dinding sel bakteri gram positif dapat mengaktifkan sistem komplemen yang membentuk kompleks LPS dan protein yang menempel pada sel monosit. Sistem komplemen yang sudah diaktifkan akan merangsang neutrofil untuk saling mengikat dan dapat menempel ke endotel vaskuler dan akhirnya melepaskan derivat asam arakhidonat dan enzim lisosom superoksida radikal sehingga memberikan efek vasoaktif lokal pada mikrovaskuler yang mengakibatkan terjadi kebocoran vaskuler. Di samping itu sistem komplemen yang sudah aktif dapat secara langsung menimbulkan meningkatnya efek kemotaksis, superoksida radikal, dan ensim lisosom. LBP-LPS monosit kompleks dapat mengaktifkan cytokines, kemudian cytokines akan merangsang neutrofil atau sel endotel, sel endotel akan mengaktifkan faktor jaringan, sehingga dapat mengakibatkan vasodilatasi pembuluh darah dan DIC. Cytokines dapat secara langsung menimbulkan demam, perubahan-perubahan metabolik dan perubahan hormonal. Faktor XII (Hageman faktor) akan diaktivasi oleh peptidoglikan dan asam teikot yang terdapat pada dinding bakteri gram positif. Faktor XII yang sudah aktif akan meningkatkan pemakaian faktor koagulasi sehingga terjadi disseminated intravascular coagulation (DIC). Faktor XII yang sudah aktif akan merubah prekalikrein menjadi kalikrein, kalikrein merubah kininogen sehingga terjadi pelepasan hipotensive agent yang potensial. Bradikinin akan menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah (Pathol, 2007).

2.1.4. DiagnosisTabel 2.1 Tingkatan SepsisSepsisSystemic inflammatory response syndrome (SIRS). Ditemukan adanya paling tidak 2 dari gejala:1. Suhu >38 C atau 90/menit3. RR >20/menit4. Leukosit >12.000 atau 80 kg) dan moksifloksasin 400 mg IV/hari atau azitromisin 500 mg IV/hari. Pada pasien dengan alergi beta-laktam berat dapat diberikan vankomisin 25mg/kgBB dan moksifloksasin 400 mg/hari IV (NBM, 2012).b. Pneumonia komunitas (dengan risiko infeksi Pseudomonas, yaitu adanya penyakit paru struktural, penggunaan prednison >10mg/hari, malnutrisi): sefepim 1 mg IV/6 jam atau piperacilin/tazobactam 4,5g IV/8 jam dan azitromisin 500 mg IV/hari, dapat disertai dengan tobramisin 7mg/kg IV. Pada pasien dengan alergi beta-laktam berat dapat diberikan aztreonam 2g IV/8 jam dan moksifloksasin 400mg IV/hari dan tobramisin 7mg/kg IV (NBM, 2012).c. Pneumonia nosokomial : vankomisin 25mg/kg loading dose dan piperasilin/tazobaktam 4,5g IV/8 jam atau sefepim 1mg IV/6 jam, dapat disertai dengan tobramisin 7mg/kg IV atau tobramisin 7mg/kg IV atau azitromisin 500 mg IV/hari. Pada pasien dengan alergi beta-laktam berat dapat diberikan vankomisin 25 mg/kg loading dose dan aztreonam 2mg IV/8 jam dan tobramisin 7mg/kg IV, dapat disertai dengan moksifloksasin 400mg IV/hari atau azitromisin 500 mg IV/hari atau klindamisin 600 mg IV/8 jam (NBM, 2012).d. Tambahkan moksifloksasin jika curiga atau sudah ada bukti infeksi S.pneumoniae (NBM, 2012).Durasi pemberian antibiotik biasanya 7-10 hari, namun dapat lebih lama pada pasien yang memiliki respon klinis lambat, bakteremia dengan S. aureus, dan defisiensi imun, termasuk neutropenia (Surviving Sepsis Campaign, 2012).

Identifikasi dan Kontrol Penyebab InfeksiDiagnosis tempat penyebab infeksi yang tepat dan mengatasi penyebab infeksi dalam 6 jam pertama. Prosedur bedah dimaksudkan untuk drainase abses, debridemen jaringan nekrotik atau melepas alat yang mungkin menjadi sumber infeksi setelah terlebih dahulu alat penggantinya telah terpasang (Surviving Sepsis Campaign, 2012).

KortikosteroidPenggunaan kortikosteroid pada sepsis masih kontroversial (Guntur, 2009). Surviving sepsis campaign (SCC) menyarankan penggunaan hidrokortison intravena sebanyak 200 mg/hari pada pasien syok sepsis jika resusitasi cairan dan vasopressor tidak dapat mengembalikan stabilitas hemodinamik. Penggunaan hidrokortison mulai dikurangi saat vasopressor dihentikan. Kortikosteroid tidak digunakan pada pasien sepsis yang tidak mengalami syok (Surviving Sepsis Campaign, 2012).

2.2.Pneumonia2.2.1.DefinisiPneumonia adalah penyakit saluran napas bawah (lower respiratory tract (LRT)) akut yang biasanya disebabkan oleh infeksi (Jeremy, 2007).

2.2.2.EtiologiPneumonia dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme yaitu bakteri, virus, jamur, dan protozoa. Tabel 2.2 memuat daftar mikroorganisme dan masalah patologis yang menyebabkan pneumonia (Jeremy, 2007).

Tabel 2.2. Daftar Mikroorganisme dan Masalah Patologis Penyebab PneumoniaInfeksi BakteriInfeksi AtipikalInfeksi Jamur

Streptococcus pneumoniae

Haemophillus influenza

Klebsiella pneumoniae

Pseudomonas aeruginosa

Mycoplasma pneumoniae

Legionella pneumophillia

Coxiella burnetii

Chlamydia psittaci

Aspergillus

Histoplasmosis

Candida

Nocardia

Infeksi VirusInfeksi ProtozoaPenyebab Lain

InfluenzaCoxsackieAdenovirusSinsittial respiratoriPneumocytis cariniiToksoplasmosisAmebiasisAspirasiPneumonia lipoidBronkiektasisFibrosis kistik

2.2.3. PatofisiologiPada masa praantibiotik, pneumonia mengenai seluruh atau hampir semua lobus dan berkembang melalui 4 stadium, yaitu:1. KongestiLobus yang terkena menjadi merah, berat, dan sembab. Terlihat beberapa neutrofil dan banyak bakteri di alveolus (Medison, 2005).2. Hepatisasi MerahLobus paru memperlihatkan konsistensi seperti hati, rongga alveolusdipenuhi neutrofil, sel darah merah dan fibrin (Medison, 2005).3. Hepatisasi Abu-abuParu menjadi kering, abu-abu dan padat karena sel darah merah mengalami lisis, sementara eksudat fibrinosa menetap di dalam alveolus (Medison, 2005).4. ResolusiBerlangsung pada kasus nonkomplikata. Eksudat dalam alveolus dicerna secara enzimatik dan diserap atau dibatukkan. Reaksi pleura mungkin mereda dengan cara serupa atau mengalami organisasi,meninggalkan penebalan fibrosa dan perlekatan permanen (Medison, 2005).

2.2.4. Diagnosis1. Pemeriksaan FisikPada inspeksi dinding dada yang terkena akan terlihat tertinggal saat pasien bernapas. Saat palpasi stem fremitus paru yang terkena mengeras. Saat dilakukan perkusi akan ditemukan sonor memendek pada dada dan suara ronki basah saat diauskultasi. (Kandi, 2012).2. Pemeriksaan Penunjanga. Pemeriksaan SputumSyarat sputum yang layak digunakan dalam pemeriksaan ini adalah memiliki >25 leukosit dan >10 epitel/lpk. Pemeriksaan ini bernilai hanya jika pasien belum mendapatkan antibiotik (Kandi, 2012). Untuk terapi dilakukan pemeriksaan apus gram, Burri Gin, Quellung test, dan Ziehl Nielsen. Kultur kuman merupakan pemeriksaan utama praterapi dan bermanfaat untuk evaluasi terapi selanjutnya (Dahlan, 2009).

b. Pemeriksaan Darah LengkapPemeriksaan darah lengkap menunjukkan adanya peningkatan kadar leukosit, mengindikasikan adanya infeksi bakteri (Kandi, 2012).c. Kultur DarahKultur positif pada 5-14% kasus pneumonia. Kultur dikirim dalam jangka waktu 24 jam setelah gejala muncul (Kandi, 2012).d. RadiografiHasil foto dada menunjukkan adanya konsolidasi pada lobus paru, yang sering dijumpai pada pneumonia tipikal dan adanya infiltrat yang menyebar yang lebih sering terlihat pada pneumonia atipikal (Kandi, 2012).

Gambar 2.1. gambaran foto thorax pada pasien pneumonia2.2.5. Diagnosis Bandinga. Tuberkulosis ParuTb paru adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh M.tuberkulosis. gejala klinisnya antara lain batuk (lebih dari 3 minggu), nyeri dada, hemoptosis dan gejala sistemik yang meliputi demam, keringat malam, lemas, hilang nafsu makan, dan penurunan berat badan (Medison, 2005).b. AtelektasisAtelektasis adalah pengembangan paru yang tidak sempurna dan menyiratkan arti bahwa alveolus pada bagian paru yang terserang tidak mengandung udara dan kolaps (Medison, 2005).

2.2.6PenatalaksanaanPengobatan Pneumoni dibagi menjadi dua antara lain : Pneumoni Komunitasa. Kelompok I : pasien berobat jalan tanpa riwayat penyakit jantung paru dan tanpa adanya faktor peubah (resiko pneumokokkus resisten, infeksi gram negatif, resiko infeksi P. Aeruginosa) (Guntur, 2009).b. Kelompok II : pasien berobat jalan dengan riwayat penyakit jantung paru dengan atau tanpa adanya faktor peubah (Guntur, 2009).c. Kelompok IIIa. : pasien dirawat di RS diluar ICU (Guntur, 2009).d. Kelompok IIIb. : pasien tidak disertai tidak disertai penyakit jantung paru dan tidak ada faktor pengubah (Guntur, 2009).e. Kelompok IV : pasien dirawat di ICU ( a. Tanpa resiko persisten P. Aeruginosa-RPA dan b. dengan resiko) (Guntur, 2009).

Tabel 2.3. Stratifikasi untuk terapi

(Guntur, 2009)

Pneumoni nosokomialTerapi empirik antibiotik awal untuk pneumonia nosokomial :

Tabel 2.4

(Guntur, 2009)

Tatalaksana umum:1. Rawat jalan (PAPDI, 2006)a. Dianjurkan untuk tidak merokok, beristirahat, dan banyak minum cairanb. Berikan parasetamol untuk nyeri pleuritik atau demamc. Ekspektoran atau mukolitikd. Kontrol setelah 48 jam atau lebih awal bila diperlukane. Bila tidak membaik dalam 48 jam, dipertimbangkan untuk dirawat di rumah sakit, atau dilakukan foto toraks2. Rawat inap di rumah sakit (PAPDI, 2006)a. Oksigen, bila perlu dengan pemanrtauan saturasi oksigen dan konsentrasi oksigen inspirasi. Tujuannya adakah untuk mempertahankan PaO2 8kPa dan SaO2 92%b. Berikan parasetamol untuk nyeri pleuritik atau demamc. Ekspektoran atau mukolitikd. Bila terdapat gagal nafas, berikan nutrisi yang cukup kalori terutama yang didapatkan dari lemak (>50%), sehingga dapat dihindari produksi CO2 yang berlebihane. Foto toraks diulang pad apasien yang tidak menunjukkan perbaikan yang memuaskan

2.2.7PrognosisPrognosis penyakit pneumonia secara umum baik, tergantung dari kuman penyebab dan penggunaan antibiotika yang tepat serta adekuat. Perawatan yang baik serta intensif sangat mempengaruhi prognosis penyakit pada penderita yang dirawat. (Guntur, 2009)1. Pneumonia komunitasKejadian PK di USA adalah 3.4-4 juta kasus pertahun, dan 20% di antaranya perlu dirawat di RS. Secara umum angka kematian pneumonia oleh pneumokokkus adalah sebesar 5%, namun dapat meningkat pada orang tua dengan kondisi yang buruk. Pneumonia dengan influenza di USA merupakan penyebab kematian no. 6 dengan kejadian sebesar 59%. Sebagian besar pada lanjut usia yaitu sebesar 89%. Mortalitas pasien CAP yang dirawat di ICU adalah sebesar 20%. Mortalitas yang tinggi ini berkaitan dengan faktor perubah yang ada pada pasien (Guntur, 2009).2. Pneumonia nasokomialAngka mortalitas PN dapat mencapai 33-50%, yang bisa mencapai 70% bila termasuk yang meninggal akibat penyakit dasar yang dideritanya. Penyebab kematian biasanya adalah akibat bakteremia terutama oleh Ps. Aeruginosa atau Acinobacter spp. (Guntur, 2009).

Penilaian derajat keparahan pneumonia merupakan komponen penting dalam tatalaksana pneumonia komunitas. Hal ini membuat munculnya berbagai sistem skoring seperti pneumonia secerity index (PSI), CURB-65, modified ATS (m-ATS), dan sebagainya. Beberapa studi di Amerika Serikat dan Inggris telah mengeksplorasi sebagai faktor-faktor yang memprediksi kematian pada pasien rawat inap dengan pneumonia komunitas, Skor Curb-65 dan PSI adalah sistem penilaian yang paling umum digunakan untuk memprediksi mortalitas (Mandell et al, 2007).

Tabel 2.5 Skor Pneunomia Severity IndexKarakteristik pasienNilai

Faktor demografik:UsiaLaki-lakiPerempuanPenghuni panti jompo

Umur (tahun)Umur (tahun) 10+10

Penyakit ko-morbid:NeoplasmaPenyakit hatiGagal jantung kongestifPenyakit serebrovaskularPenyakit ginjal+30+20+10+10+10

Temuan pemeriksaan fisik:Perubahan status mentalFrekuensi pernafasan 30/menitTekanan darah sistolik