Konsep Dasar Keperawatan Hidrosefalus
description
Transcript of Konsep Dasar Keperawatan Hidrosefalus
Konsep dasar keperawatan
1. Pengkajian
a) Pengkajian persistem pada klien hydrocephalus yaitu :
a. B1 (breath)
Perubahan pada sistem pernafasan berhubungan dengan inaktivitas. Dari beberapa
keadaan hasil dari pemeriksaan fisik dari sistem ini akan didapatkan hal – hal sebagai
berikut :
Inspeksi umum. Apakah di dapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak
nafas, penggunaan otot bantu nafas, dan peningkatan frekuensi pernafasan. Terdapat
retraksi klavikula/ dada, pengembangan paru tidak simetris. Ekspansi dada : dinilai
penuh atau tidak penuh dan kesimetrisannya. Pada observasi ekspansi dada juga perlu
dinilai : retraksi dari otot – otot interkostal, substernal, pernafasan abdomen, dan
respirasi paradoks (retraksi abdomen saat inspirasi). Pola nafas ini dapat terjadi jika otot
– otot interkostal tidak mampu menggerakkan dinding dada.
Palpasi. Taktil premitus biasanya seimbang kanan dan kiri.
Perkusi. Resonan pada seluruh lapangan paru.
Auskultasi. Bunyi nafas tambahan, seperti nafas berbunyi, stridor, ronchi pada klien
dengan peningkatan produksi sekret dan kemampuan batuk yang menurun yang sering
didapatkan pada klien hydrocephalus dengan penurunan tingkat kesadaran.
b. B2 (blood)
Frekuensi nadi cepat dan lemah berhubungan dengan homeostatis tubuh dalam upaya
menyeimbangkan kebutuhan oksigen perifer. Nadi bradichardi merupakan tanda dari
perubahan perfusi jaringan otak. Kulit kelihatan pucat menunjukkan adanya penurunan
kadar hemoglobin dalam darah. Hipotensi menunjukkan adanya perubahan perfusi
jaringan dan tanda – tanda awal dari suatu syok. Pada beberapa keadaan lain akibat
dari trauma kepala akan merangsang pelepasan antidiurtik hormon yang berdampak
pada kompensasi tubuh untuk melakukan retensi atau pengeluaran garam dan air oleh
tubulus. Mekanisme ini akan merangsang menigkatnya konsentrasi elektrolit sehingga
menimbulkan resiko gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit pada sistem
kardivaskuler.
c. B3 (brain)
Hydrocephalus mengakibatakan berbagai defisit neurologis terutama disebabakan
pengaruh peningkatan tekanan intrakranial akibat adanya peningkatan jumlah CSF
dalam sirkulasi ventrikel. Pengkajian ini merupakan pemeriksaan fokus dan lebih
lengkap dibandingkan pengkajiAan pada sistem lainnya.
Kepala terlihat lebih besar jika dibandingkan dengan tubuh. Hal ini diidentifikasi dengan
mengukur lingkar kepala suboksipito bregmatikus dibandingkan dengan lingkar dada
dan angka normal pada usia yang sama. Selain itu pengukuran berkala lingkar kepala
yaitu untuk melihat pembesaran kepala yang progresif dan lebih cepat dari normal. Ubun
– ubun besar melebar atau tidak menutup pada waktunya, teraba tegang atau menonjol.
Dahi tampak melebar dengan kulit kepala yang menipis, tegang, dan mengkilat dengan
pelebaran vena kulit kepala.
Sutura tengkorak belum menutup dan teraba melebar. Didapatkan pula cracked pot sign
yaitu bunyi seperti pot kembang yang retak pada perkusi kepala. Bola amta terdorong ke
bawah oleh tekanan dan penipisan tulang supraorbita. Sklera tampak di atas iris
sehingga iris seakan – akan matahari yang akan terbenam atau “sunset sign”.
Pengkajian tingkat kesadaran. Tingkat keterjagaan klien dan respon terhadap
lingkungan dalah indikator paling sensitif untuk disfungsi sistem persyarafan.
Pengkajian fungsi serebral.
Status mental. Pada bayi dan anak - anak pemeriksaan ni tidak dilakukan.
Fungsi intelektual. Pemeriksaan fingsi intelektual disesuaikan antara usia dan tumbuh
kembang anak yaitu sering di dapatkan penurunan dalam perkembangan inelektual anak
dibandingkan dengan perkembangan anak normal sesuai tingkat usianya.
Lobus frontal. Pada klien bayi dan anak – anak disesuaikan dengan tingkat
perkembangan anak.
Pengkajian saraf kranial. Pengkajian ini meliputi pengkajian saraf kranial I – XII.
o Saraf I. Pada beberapa keadaan hydrocephalus yang menekan anatomis dan fisiologis
saraf ini klien akan mengalami kelainan pada fungsi penciuman/ anosmia unilateral atau
bilateral.
o Saraf II. Pada anak yang agak besar mun gkin terdapat edema pupil saraf otak II pada
pemeriksaan funduskopi.
o Saraf III, IV, VI. Tanda dini herniasi tentorium adalah midriasis yang tidak bereaksi
pada penyinaran. Paralisis otot – otot okular akan menyusul pada tahap berikutnya.
Perubahan gerakan bola mata, penurunan luas lapangan pandang. Konvergensi
sedangkan alis mata dan bulu mata ke atas, tidak bisa melihat ke atas. Strabismus,
nystagmus, atropi optik sering didapatkan pada anak dengan hydrocephalus.
o Saraf V. Pada abeberapa keadaan hydrocephalus menyebabakan paralisis saraf
trigeminus, didapatkan penurunan kemampuan koordinasi gerakan mengunyah dan
menetek.
o Saraf VII. Persepsi pengecapan mengalami perubahan.
o Saraf VIII. Biasanya tidak didapatkan adanya perubahan fungsi pendengaran.
o Saraf IX, X. Kemampuan menelan kurang baik, kesulitan membuka mulut.
o Saraf XI. Mobilitas klien kurang baik karena besarnya kepala menghambat mobilitas
leher klien.
o Saraf XII. Indera pengecapan mengalami perubahan.
d. B4 (bladder)
Kaji keadaan urine meliputi warna, jumlah, dan karakteristik urine, termasuk berat jenis
urine. Penurunan jumlah urine dan peningkatan retensi cairan dapat terjadi akibat
menurunnya perfusi pada ginjal. Pada hydrocephalus tahap lanjut klien mungkin
mengalami inkontinensia urine karena konfusi, ketidakmampuan mengkomunikasikan
kebutuhan, dan kemampuan untuk menggunakan sistem perkemihan karena kerusakan
kontrol motorik dan postural. Kadang – kaddang kontrol sfingter urinarius eksternal
hilang atau berkurang. Selama periode ini, dilakukan kateterisasi intermiten dengan
teknik steril. Inkontinensia urine yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas.
e. B5 (bowel)
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, serta mual dan
muntah pada fase akut. Mual sampai muntah akibat peningkatan produksi asam
lambung sehingga menimbulkan masalah pemenuhan nutrisi. Pola defekasi biasanya
terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus. Adanya inkontinensia alvi yang
berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas.
Pemeriksaan rongga mulut dengan melakukan penilaian ada tidaknya lesi pada mulut
atau perubahan pada lidah dapat menujukkan adanya dehidrasi. Pemeriksaan bising
usus untuk menilai keberadaan dan kualitas bising usus harus dikaji sebelum melakukan
palpasi abdomen. Bising usus menurun atau hilang dapat terjadi pada paralisis ileus dan
peritonitis. Lakukan observasi bising usus selama ± 2 menit. Penurunan motilitas usus
dapat terjadi akibat tertelannya udara yang berasal dari sekitar selang endotrakeal dan
nasotrakeal.
f. B6 (bone)
Disfungsi motorik paling umum adalah kelemahan fisik umum, pada bayi disebabkan
pembesaran kepala sehingga mengganggu mobilitas fisik secara umum. Kaji warna kulit,
suhu, kelembapan, dan turgor kulit. Adanya perubahan warna kulit: warna kebiruan
menunjukkan adanya sianosis (ujung kuku, ekstremitas, telinga, hidung, bibir dan
membran mukosa). Pucat pada wajah dan membran mukosa dapat berhubungan
dengan rendahnya kadar hemoglobin atau syok. Pucat, sianosis pada klien yang
menggunakan ventilator dapat terjadi akibat adanya hipoksemia. Pada klien dengan kulit
gelap, perubahan warna tersebut tidak begitu jelas terlihat. Warna kemerahan pada kulit
dapat menunjukkan adanya demam dan infeksi. Integritas kulit untuk menilai adanya lesi
dan dekubitus. Adanya kesulitan untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan
sensori atau paralisi/hemiplegi, mudah lelah menyebabkan masalah pada pola aktivitas
dan istirahat.