konjungtivitis alergi

of 32 /32
LAPORAN PENUGASAN BLOK INDRA KONJUNGTIVITIS ALERGIKA Disusun Oleh : Ahmad roykhan 08711130 Andrianto aliong 08711159 M Duski fillo 07711002 Dian Rosmala Dewi 08711188 Kelompok Tutorial : 07 Kasus : B1 Tutor :dr. Fuad Kadafianto FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA

Embed Size (px)

description

laporan kasus blok indra

Transcript of konjungtivitis alergi

LAPORAN PENUGASAN BLOK INDRA KONJUNGTIVITIS ALERGIKA

Disusun Oleh : Ahmad roykhan Andrianto aliong M Duski fillo Dian Rosmala Dewi Kelompok Tutorial : 07 Kasus Tutor : B1 :dr. Fuad Kadafianto 08711130 08711159 07711002 08711188

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA TA 2010/2011

STATUS PASIEN A. Anamnesis I. Identitas pasien Nama Umur : Tn K : 35 tahun

Jenis kelamin : laki-laki Pekerjaan Alamat : Petani : ngaglik sleman yogjakarta

II. Keluhan Utama Mata merah III. Riwayat Penyakit Sekarang Sejak 2 hari yang lalu pasien mengeluhkan kedua matanya merah keluhan tersebut disertai denan keluarnya air mata yang banyak (nrocos), mata bengkak dan sangat gatal, terdapat kotoran tetapi berwarna bening atau jernih. Menurut pasien walaupun mata merah namun ketajaman mata masih baik. Pasien sudah berusaha mengobatinya dengan tetes mata yang dibelinya diwarung tapi belum membaik. IV. Anamnesis System Cerebrospinal Cardiovaskuler Respirasi Gastrointestinal : pusing (-) demam(-) kejang (-) : nyeri dada (-) berdebar-debar (-) sesak nafas (-) : sesak nafas (-) batuk (-) pilek (-) : mual (-) muntah (-) BAB frekuensi jumlah dan warna N

Urogenital Integumentum Muskuloskeletal

: BAK warna jumlah dan warna normal : gatal (-) : pegal-pegal (-)

V. Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat keluhan yang sama (+) berulang setiap kali masa panen padi datang. Riwayat memakai kaca mata (-). Riwayat penyakit kronis DM (-) HT (-). Riwayat asma (+). VI. Riwayat Penyakit Keluarga Tidak ada anggota keluarga pasien yang menserita keluhan yang sama. Riwayat penyakit kronis DM (-) HT (-). Riwayat alergi makanan (+) pada ibu. B. Pemeriksaan Fisik I. Status generalisata Keadaan umum : Baik. Kesadaran : compos mentis. Vital sign : TD : 120/80 mmhg Suhu : 37,5 C Kepala : mata status lokasi. Nadi : 80x/menit Respirasi : 24x/menit

Status Generalis : dalam batas normal.

II. STATUS LOKASI A. Pemeriksaan Visus NO 1 2 3 PEMERIKSAAN Vusis jauh Proyeksi sinar Proyeksi warna OD 6/6+

+

OS 6/6 + +

B. Pemeriksaan No 1 Pemeriksaan Sekitar mata Supercilia dan cilia OD Simetris distribusi merata 2 Palpebra Gerakan 3 4 Margo sup dan inf Bola mata Gerakan Konjungtiva K pelpebra sup et inf K forniks K Bulbi 5 6 Sklera Warna Kornea Kejernihan Sikatrik Arcus senilis Putih Jernih Tidak ada Ada Putih Jernih Tidak ada Ada Normal edema ringan N Hiperemi (+) Hiperemi (+) Hiperemi (+) Normal edema ringan N Hiperemi (+) Hiperemi (+) Hiperemi (+) OS Simetris distribusi merata

7 8 9

Uji florensi Iris Pupil Lensa Kejernihan Warna Shadow tes Tekanan bola mata

Tdl Dbn Dbn Jernih Gelap (-) 17 mmhg

Tdl Dbn Dbn Jernih Gelap (-) 15 mmhg

10

PEMBAHASAN I. DEFINISI , PATOGENESIS, GEJALA DAN TANDA Definisi Konjungtivitis lebih dikenal sebagai pink eye, yaitu adanya inflamasi pada konjungtiva atau peradangan pada konjungtiva, selaput bening yang menutupi bagian berwarna putih pada mata dan permukaan bagian dalam kelopak mata. Konjungtivitis terkadang dapat ditandai dengan mata berwarna sangat merah dan menyebar begitu cepat dan biasanya menyebabkan mata rusak. (Sidarta, 2010) Beberapa jenis Konjungtivitis dapat hilang dengan sendiri, tapi ada juga yang memerlukan pengobata. Pada usia dewasa bisa mendapatkan konjungtivitis melalui hubungan seksual (misalnya jika cairan semen yang terinfeksi masuk ke dalam mata). Biasanya konjungtivitis hanya menyerang satu mata. Dalam waktu 12 sampai 48 jam setelah infeksi mulai, mata menjadi merah dan nyeri. Jika tidak diobati bisa terbentuk ulkus kornea, abses, perforasi mata bahkan kebutaan. Untuk mengatasi konjungtivitis gonokokal bisa diberikan tablet, suntikan maupun tetes mata yang mengandung antibiotik. Liesegang et al. (2004) Konjungtivitis Alergika adalah suatu peradangan alergi pada konjungtiva (selaput yang menutupi kelopak mata bagian dalam dan permukaan luar mata). Pada sebagian besar penderita, konjungtivitis alergika merupakan bagian dari sindroma alergi yang lebih luas, misalnya rinitis alergika musiman. Tetapi konjungtivitis alergika bisa terjadi pada seseorang yang mengalami kontak langsung dengan zatzat di dalam udara, seperti serbuk sari, spora jamur, debu dan bulu binatang. (Sidarta, 2010)

PATOGENESIS Menurut Liesegang et al. (2004), konjungtivitis alergi

menggambarkan suatu respon imun spesifik sekunder pada antigen yang disebut sebagai alergen, yang menginduksi respon efektor IgE sel mast secara akut. Ketika respon primer berlangsung, alergen spesifik sel-sel B disebar ke area tertentu di berbagai lokasi MALT (MucosalAssociated Lymphoid Tissue). Di lokasi tersebut, sel B dengan bantuan sel T mengubah produksi antialergen-IgM menjadi antialergen-IgE. IgE selanjutnya dilepaskan pada tempat itu dan berikatan dengan reseptor Fc di permukaan sel mast, sehingga sel mast menjadi dipersenjatai dengan suatu reseptor alergen spesifik. Pajanan alergen berikutnya terjadi di tempat yang berbeda dari pajanan awalnya, yang menyebabkan alergen bisa menembus melewati epitel konjungtiva superficial menuju daerah subepitel, lalu antigen akan mengikat spesifik alergen IgE tersebut pada permukaan sel mast. Selanjutnya dalam 60 menit akan terjadi degranulasi, diawali dengan pelepasan mediator-mediator yang dapat menyebabkan chemosis dan rasa gatal di konjungtiva. Pada reaksi fase lambat, yaitu terjadi antara 4-24 jam berikutnya, ditandai dengan pengerahan sel-sel limfosit, eosinofil dan neutrofil. GEJALA Menurut sidarta (2010), gejala utama dari konjungtivitis alergika adalah radang (mata merah, sakit, bengkak, panas), gatal, silau berulang, dan menahun. Namun pada kasus hanya didapatkan gejala mata merah di kedua mata, disertai keuarnya air mata yang banyak (nrocos), kotoran mata yang bening atau jernih, mata bengkak dan sangat gatal. Khasnya pada konjungtivitis alergika terdapat papil

besar pada konjungtiva. Dan pada pewarnaan usapan didapatkan eusinofil.

CARA MENDIAGNOSIS DARI DIAGNOSIS BANDING Diagnosis banding dari konjungtivitis alergi adalah konjungtivitis virus dan bakteri. Cara membedakannya yaitu dari gejala masingmasing. Pada konjungtivits virus terdapat gejala berupa : demam, dengan sengkret yang hampir sama dengan alergi, air mata mengucur banyak, gatal yang minimal, biasanya menyerang traktus respiratory. Pada pewarnaan usapan banyak ditemukan monosit dan limposit. Sedangkan pada konjungtivitis bakteri terdapat gejala seperti: sekretnya purulen, air mata sedang, gatalnya sedikit, tidak terdapat sakit tenggorokan (tidak menyerang traktus respiratory), pewarnaan usapan didapatkan bakteri PMN. (Sidarta, 2010) II. RESUME ANAMNESIS a. Analisis RPS Os mengeluhkan mata kedua mata yang merah dan berair atau mengeluarkan banyak air mata bengkak dan sangat gatal, terdapat kotoran yang berwarna jernih namun ketajaman penglihatan masih baik, Os juga mengatakan kalau sudah membelikan obat tetes mata namun belum membaik. i. Mata merah Dalam ilmu penyakit mata, Sidarta (2010) dijelaskan bahwa mata merah seperti yang dikeluhkan pasien dapat timbul akibat terjadinya perubahan pada bola mata yang sebelumnya berwarna putih. Mata merah tersebut dapat diakibatkan oleh pelebaran

pembuluh darah konjungtiva dan bila terjadi pelebaran pembuluh darah konjungtiva atau episklera atau perdarahan antara konjungtiva dan sklera maka akan terlihat warna merah. Mata merah akibat melebarnya pembuluh darah konjungtiva ini biasanya terjadi akibat peradangan akut pada mata, pelebaran ini sendiri lebih dikenal dengan sebutan injeksi konjungtiva yaitu peradangan arteri konjungtiva posterior, peradangan tersebut dapat terjadi akibat pengaruh mekanik dari alergi atau infeksi bakteri, virus dan jamur. (Sidarta, 2010) Pada penjelasan lebih lanjut oleh Sidarta (2010) selain injeksi konjungtiva mata merah juga bisa disebabkan oleh injeksi siliar dimana terjadi pelebaran pembuluh darah perikornea atau pada arteri siliar anterior akan tetapi pelebaran pembuluh darah ini memiliki sifat warna yang lebih ungu dibanding dengan pelebaran yang terjadi pada arteri konjungtiva dan tidak ikut serta bila ada pergerakan dari konjungtiva karena pembuluh ini melekat erat pada jaringan perikornea. ii. Lakrimasi

Lakrimasi adalah keluarnya air mata yang sangat banyak atau nrocos, air mata sendiri diproduksi oleh glandula lakrimalis yang akan dialirkan menuju ke mata melalui beberapa tahapan dari pungtum lakrimal, canaliculi lakrimal, saccus lakrimal dan duktus nasolakrimal, apabila terjadi sebuah infeksi yang mengenai mata maka akan terjadi peningkatan ekskresi dari air mata sehingga terjadi lakrimasi. (Sidarta, 2010) iii. Pembengkakan palpebra

Pembengkakan palpebra atau mata yang dirasa membengkak oleh pasien merupakan akibat dari peradangan yang terjadi sehingga

menyebabkannya menjadi edem, kelopak mata atau palpebra mempunyai fungsi melindungi boal mata serta mengeluarkan sekresi kelenjarnya yang membentuk film air mata di depan kornea palpebra juga merupakan alat penutup mata yang berguna untuk melindungi bola mata terhadap trauma. (Sidarta, 2010)

iv.

Gatal

Rasa gatal yang dikeluhkan pada pasien adalah efek dari proses reaksi hipersensitivitas yang terjadi dimana terjadi pelepasan mediator berupa histamin oleh sel mast yang Selanjutnya dalam 60 menit akan terjadi degranulasi, diawali dengan pelepasan mediatormediator yang dapat menyebabkan chemosis dan rasa gatal di konjungtiva. (Sidarta, 2010) v. Sekret yang jernih Sekret atau belek mata dalam penjelasan Sidarta (2010) merupakan produk kelenjar yang pada konjungtiva bulbi dikeluarkan oleh sel goblet, sekret ini bisa dibedakan menurut sifatnya dan peradangan yang mendasarinya : Apabila berupa air jernih maka kemungkinan disebabkan infeksi virus atau alergi. Apabila purulen kemungkinan oleh infeksi bakteri atau klamidia.

b. Analisis RPD

Pada riwayat penyakit dahulu tidak ditemukan penyakit kronis yang mendahului akan tetapi Os adalah seorang penderita asma berulang setiap kali musim panen padi datang. Asma yang berulang dengan datangnya musim panen padi ini menunjukkan bahwa pasien adalah seorang yang mempunyai reaksi hipersensitivitas tipe cepat terhadap antigen yang diikat oleh IgE pada permukaan sel mast yang menginduksi pelepasan mediator vasoaktif berupa histamin yang bermanifestasi anafilaksis sistemik dan lokal seperti asma, sebagaimana dijelaskan Bratawijaya (2006) sekitar 50% - 70 % dari populasi membentuk IgE terhadap antigen yang masuk tubuh melalui mukosa seperti selaput lendir hidung paru dan konjungtiva Pajanan alergen berikutnya terjadi di tempat yang berbeda dari pajanan awalnya, yang menyebabkan alergen bisa menembus melewati epitel konjungtiva superficial menuju daerah subepitel, lalu antigen akan mengikat spesifik alergen IgE tersebut pada permukaan sel mast. Selanjutnya dalam 60 menit akan terjadi degranulasi, diawali dengan pelepasan mediator-mediator yang dapat menyebabkan chemosis dan rasa gatal di konjungtiva. Pada reaksi fase lambat, yaitu terjadi antara 4-24 jam berikutnya, ditandai dengan pengerahan sel-sel limfosit, eosinofil dan neutrofil sehingga terjadilah peradangan. c. Analisis RPK Pada riwayat penyakit keluarga juga tidak ditemukan adanya keluarga yang pernah mengalami penyakit kronis akan tetapi ibu Os adalah penderita alergi makanan. d. Analisis kebiasaan dan lingkungan Pada kasus ini tidak ada riwayat kebiasaan dari pola hidup dan lingkungan yang bermakna yang membantu mendiagnosis penyakit yang diderita Os saat ini. e. Analisis pemeriksaan

Pada pemeriksaan fisik baik dari satatus generalis maupun dari pemeriksaan mata didapatkan bahwa : Keadaan umum yang baik, kesadaran yang compos mentis dan vital sign yang dalam batas normal kecuali respirasi yang sedikit meningkat. Sedangkan pada pemeriksaan mata didapatkan bahwa visus mata baik dan tajam dan hal positif yang didapatkan sebagai pembantu penegakan diagnosis yaitu hiperemis pada konjungtiva mulai dari konjungtiva superior et inferior, konjungtiva forniks dan konjungtiva bulbi, serta adanya edema ringan pada palpebra. Seperti pembahasan mata merah di atas yang dikemukakan oleh Sidarta (2010) bahwa hiperemis disebabkan karena adanya pelbaran pembuluh darah konjungtiva akibat adanya peradangan sehingga dengan diapatkannya tanda positif ini pada pemeriksaan mata akan mengarahkan diagnosis pada kasus ini ke arah konjungtivitis III.PEMBAHASAN PEMERIKSAAN PENUJANG TERKAIT KASUS Diagnosis konjungtivitis ditegakkan berdasarkan pemeriksaan klinis dan pemeriksaan penunjang. Pada pemeriksaan klinis didapatkan adanya hiperemi konjunguiva, sekret atau getah mata edema konjungtiva. Pada pemeriksaan laboratorium dapat dilakukan dengan mengorek konjungtiva Superficial untuk mendapatkan bahan/material yang menyebabkan mata merah dan setelah itu bahan tersebut dibuat dalam bentuk sediaan yang dicat dengan pengecatan Gram atau Giemsa sehingga pada pemeriksaan mikroskop diharapakan dapat dijumpai sel-sel radang polimorfonuklear, sel-sel mononuklear, atau dapat juga ditemukan bakteri atau jamur penyebab konjungtivitis sehingga dapat diidentifikasikan dari pengecatan ini. Pada konjungtivitis yang

disebabkan oleh alergi, pada pengecatan Giemsa akan didapatkan selsel eosinophil. (Emedicine, 2010) IV. PEMBAHASAN TERAPI TERKAIT KASUS A. FARMAKOLOGI Pada kasus pasien Tn.K ini mempunyai keluhan mata merah di kedua matanya yang diertai air mata yang banyak, mata bengkak dan sangat gatal. Serta terdapat kotoran tetapi berwarna bening atau jernih. Namun ketajaman mata masih baik Dari manifestasi yang telah dikemukakan di atas bahwa pasien Tn. K ini menderita konjungtivitis alergika. Menurut departemen kesehatan republik indonesia derektorat jendral pengawasan obat dan makanan, terdapat bermacam- macam bentuk sediaan obat mata yang digunakan untuk mata yaitu : 1. Obat tetes mata. Bila digunakan dalam bentuk tetes mata, obat akan masuk kedalam bola mata mungkin melalui kornea. Tetapi efek sistemik yang umumnya tidak diharapkan, dapat pula timbul dari penyerapan ke dalam sirkulasi melalui pembuluh darah konjungtiva atau malalui mukosa nasal setelah kelebihan obat mengalir melalui saluran air mata. Biasanya pengggunaan obat tetes mata di perlukan untuk tingkat efisiensi penggunaan pemakaiannya yang praktis digunakan. 2. Salep mata sering digunakan pada konjungtiva atas dan bawah untuk blefaritis. Salep ini juga digunakan pada kantung konjungtiva untuk kondisi lain. Khususnya yang membutuhkan kerja obat yang lebih lama. Biasanya lebih efektif dibanding obat tetes mata, namun tidak efisien dalam penggunaannya. 3. Lotion mata, sedian ini biasanya larutan untuk irigasi kantung konjungtiva. Obat-obat ini bekerja secara mekanis membilas keluar iritan atau benda asing sebagai tindakan pertolongan pertama. Biasanya diberikan larutan natrium klorida steril 0,9%. Pada

keadaan darurat disimpan). B. JENIS OBAT

cukup diberi air kran segar (bukan air yang

Untuk penatalaksanaan konjungtivitis alergi dapat diberikan obat-obat seperti kortikosteroid, antiinflamasi non-steroid (AINS), vasokonstriktor, antihistamin, dan stabilisator sel mast. Bartlett et al. (2008) 1. Golongan antihistamin Menurut sidarta (2010), golongan antihistamin serta penghambat sel mast merupakan pilihan untuk terapi konjungtivitis alergi. Antihistamin generasi lama selalu menimbulkan efek samping sedasi/mengantuk, seperti: klorfeniramin maleat (CTM), dimenhidrinat, triprolidin, dan prometasin. Antihistamin generasi baru sebagian besar tidak menimbulkan rasa ngantuk, seperti: astemisol, loratadin, terfenadin, dan cetrisin. Antihistamin biasanya diberi per oral namun juga bisa diberikan dalam bentuk tetes mata, yang biasanya dikombinasikan dengan vasokonstriktor untuk mengurangi kemerahan. Tetapi menurut vaughan Antihistamin per-oral sedikit manfaatnya. 2. Golongan penghambat sel mast Sedangkan penghambat sel mast yang biasanya diberikan adalah Sodium kromolin 4% dengan dosis 1 tetes 4-6 kali sehari terbukti bermanfaat memiliki efek profilaktis pada konjungtivitis alergika. Sodium kromolin ini juga bermanfaat karena kemampuannya sebaga pengganti steroid bila pasien sudah dapat dikontrol. Ini juga berarti dapat membantu mengurangi kebutuhan akan pemakaian steroid. Sodium kromolin berperan sebagai stabilisator sel mast, mencegah terlepasnya beberapa mediator yang dihasilkan pada reaksi alergi tipe I, namun tidak mampu menghambat pengikatan IgE terhadap sel maupun interaksi sel IgE dengan antigen spesifik. Titik tangkapnya,

diduga sodium kromolin memblok kanal kalsium pada membrane sel serta menghambat pelepasan histamine dari sel mast dengan cara mengatur fosforilasi. Biasanya digunakan sebagai pencegahan jika penderita akan mengadakan kontak dengan suatu alergen. Umumnya 1-2 minggu penyakitnya membaik secara simtomatis.

3. Golongan Kortikosteroid topical Menurut departemen kesehatan republik indonesia derektorat jendral pengawasan obat dan makanan. a. Indikasi

Indikasi pemberian kortikosteroid topical adalah penyakit radang segmen depan bola mata. Beberapa antara lainnya adalah konjungtivitis alergika, uveitis, episkleritis, skleritis , fliktenulosis, keratitis pungtata superfisial, konjungtivitis vernal. b. Penggunaan dosis

Kortikosteroid dan derivat-derivat tertentu, kerja antiradangnya beraneka ragam. Potensi relatif prednisolon terhadap hidrokortison adalah 4 kali. Sedangkan terhadap deksametason dan betametason 25 kali. Efek sampingnya tidak berkurang dengan tingginya potensi obat meskipun dosis pengobatan lebih rendah. Lama pengobatan berbeda jika jenis lesinya berbeda, dan bisa berlangsung beberapa hari atau beberapa bulan. Pengobatan radang mata berat yang pertama-tama diberikan adalah tetes mata setiap 1 atau 2 jam pada

jam-jam tidak tidur. Jika responnya bagus dosisnya dikurangi sedikit demi sedikit dan di hentikan segera mungkin. Namun pemberian kortikosteroid ini perlu diperhatikan karena dapat meningkatkan aktivitas virus herpes simpleks yang menyebabkan ulkus dendritik, pada keratitis herpes simpleks dapat menyebabkan perforasi kornea. Efeksamping lainnya adalah tumbuhnya jamur secara berlebihan. Kortikosteroid ini juga memperburuk kondisi yang dapat berakhir hilangnya penglihatan. Penggunaan jangka lama dapat menyebabkan glaukoma steroid sehingga pemberian kortikosteroid ini harus dibawah pengawasan dokter. Sebagian daftar kortikosteroid topikal untuk penggunaan oftamlologis adalah : %. Deksametason sodium fosfat, larutan 0,1 %. Medrison larutan 1%. Fluorometolon larutan 1%. Hidrokortison asetat, larutan 2,5 %. Prednisolon asetat larutan 0,125% dan 1 %. Prednisolon sodium fosfat, larutan 0,125 % dan 1

4. Golongan obat anti inflamasi Radang pada mata dapat terjadi akibat reaksi jaringan tubuh terhadap adanya antigen dari dunia luar yang tidak selalu disertai dengan infeksi. Biasanya pada radang akan timbul dilatasi kapilar, bengkak dan rasa sakit, dikenal beberapa jenis anti radang : a. Obat anti inflamasi non steroid

Obat ini diberikan pada kelainan mata akibat terbentuknya bahan histamine yang memberikan keluhan gatal, merah berair. Obat dapat berupa naftazolin (vasokonstriktor simpatis) ataupun antazolin (antihistamin yang tidak iritatif). Efek NSAID berasal dari pembentukan prostaglandin, enzim pertama pada jalur sintesis prostaglandin adalah enzim siklooksigenase. Enzim ini mengubah asam arakhidonat menjadi senyawa antara yang tidak stabil yaitu PGG2 dan PGH2. Pada saat ini didapatkan 2 bentuk dan siklooksigenase yaitu siklooksigenase-1 (COX-1)

siklooksigenase-2 (COX-2). Enzim siklooksigenase-1 (COX-1) bisanya terdapat di seluruh sel dan jaringan normal dan secara konstitutif di lambung, sedangkan siklooksigenase-2 (COX-2) secara konstitutif di daerah tertentu di ginjal dan otak sedangkan COX-2 tdk terdapat di lambung. b. antiinflamasi steroid Efeknya dalam peradangan adalah: Mengurangkan permeabilitas pembuluh darah. Mengurangkan gejala radang. Mengurangi pembentukan jaringan parut.

Efek sampingnya : Menurunkan daya reaksi jaringan. Mengaktifkan proliferasi bakteri. Steroid menyembunyikan gejala penyakit lain. Memberikan penyulit lain sperti katarak dan

glokoma.

mata. virus.

Mengakibatkan midriasis pupil dan ptosisi kelopak

Mengaktifkan infeksi herpes simpleks dan infeksi

Menambah berat radang akibat infeksi bakteri. Menambah kemungkinan infeksi jamur .

Efek samping obat pada mata dan sistemik Menurut vaughan (2010), Obat-obat yang digunakan baik sistemik maupun topikal memberikan efek di mata yang merugikan dan kadangkadang preparat mata topikal menyebabkan efek sistemik jika bahanbahan kandungannya yang aktif terlalu banyak terserap. Efek samping pengawetnya juga diperhitungkan. Cara untuk mengurangi efek samping sistemik yaitu prinsipnya yaitu mencegah agar jangan sampai dosisnya berlebihan. Yang biasa diresepkan oleh dokter adalah kadar terendah yang masih memberikan efek terapuetik yang baik. Hanya diperlukan pengobatan dengan 1 tetes volume setiap kali karena mata dapat menahan kurang dari 1 tetes. Metode pemberian obat secara topikal adalah sebagai berikut: 1. Pasien menodongkan kepalanya ke belakang ke arah langitlangit. Kemudian kelopak mata bawah dipegang dibawah pangkal bulu mata kemudian dengan lembut kelopak mata bawah ditarik menjauhi bola mata. 2. Teteskan obat mata 1 tetes ke dalam forniks inferior yang terdekat dengan daerah yang terkena, jangan sampai menyentuh bulu mata dan kelopak mata untuk mencegah pencemaran. 3. pasien disuruh melihat ke bawah dan pada saat itu dengan hati-hati kelopak mata bawah di tarik ke atas agar bisa menempel pada kelopak mata atas.

4.

kelopak mata dibiarkan tertutup 3 menit atau lebih agar

tidak mengedop. Karena jika mengedip obat akan terpompa kehidung yang akan meningkatkan penyerapan sistemik. Pasien di suruh menyumbat sistem aliran lakrimalnya dengan cara menekan sudut dalam kelopak mata keras-keras dengan mata keadaan tertutup. B. NON FARMAKOLOGI Satu-satunya terapi tanpa obat untuk alergi adalah menghindari pencetus alergi. Penderita dan keluarganya diberikan pendidikan untuk mampu mengenali pemicu alergi karena sifatnya sangat individual dan alergi sangat sulit disembuhkan, hanya mampu dijaga agar tidak muncul. Pengenalan pemicu ini sangat penting dalam penanganan reaksi anafilaksis khususnya karena dengan menghindari pemicu, kematian dapat terhindarkan.

Edukasi : 1. Obat tetes mata dalam wadah pakai ulang untuk penggunaan dirumah tidak boleh digunakan lebih lama dari 4 minggu setelah dibuka. Cara pemakaian tetes mata yang benar menurut pedoman penulisan resep WHO yaitu ; Cuci tangan. Jangan menyentuh lubang penetes. Tengadahkan kepala, tarik kelopak mata ke bawah Dekatkan alat penetes sedekat mungkin kecekungan

agar terbentuk cekungan. mata tanpa menyentuh mata dan menyentuh tutupnya.

Teteskan obat sebanyak yang dianjurkan dalam Pejamkan kira-kira 2 menit. Bersihkan cairan yang kelebihan dengan tissue. Jika menggunakan lebih dari 1 obat tetes mata

cekungan.

tunggu sedikitnya 5 menitsebelum meneteskan obat mata selanjutnya. Obat tetes mata mungkin menimbulkan rasa terbakar, tetapi hal ini hanya akan berlangsung beberapa menit, jika terasa lebih lama kunjungi dokter atau apoteker. 2. 3. Menghindarkan penyebab pencetus penyakit. Kompes dingin untuk menghilangkan edemnya.

V. PEMBAHASAN PROGNOSIS DAN KOMPLIKASINYA a. PROGNOSIS

Mata kita sangat rentan dan dapat terkena berbagai penyakit dengan berbagai kondisi, beberapa diantaranya bisa bersifat primer sedang yang lain bersifat sekunder yang mana akibat dari kelainan pada sistem organ tubuh kita. Kebanyakan kondisi tersebut dapat dicegah bila terdeteksi lebih awal dan dapat dikontrol sehingga penglihatan dapat dipertahankan. Bila hal tersebut dapat segera diatasi, konjungtivitis ini tidak akan membahayakan. Namun bila penyakit radang mata ini tidak segera ditangani/diobati bisa menyebabkan kerusakan pada mata/gangguan dan menimbulkan komplikasi. Pada konjungtivitis alergi, prognosis pasien masih

menguntungkan. Kondisi ini umumnya akan segera hilang tetapi mungkin terulang kembali. (Emedicine, 2010) b. KOMPLIKASI

Komplikasi pada konjungtivitis alergi sangat jarang terjadi. Namun penyakit radang mata yang tidak segera ditangani/diobati bisa menyebabkan kerusakan pada mata/gangguan pada mata dan menimbulkan komplikasi berupa ulkus kornea atau keratoconus. (Emedicine, 2010)

DAFTAR PUSTAKA

Baratawijaja, K.G., 2006. Imunulogi Dasar. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. Bartlett J.D., Fiscella R.G., Bennett E., Ophthalmic drug facts. Facts and Comparisons : St.Louis, Missouri, 2008: 57-84. Ilyas, S., 2010. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. Liesegang T.J., Deutsch T.A., Grand M.G., Basic and clinical science course, Intraocular inflammation and uveitis Section 9 : The Foundation of the American Academy of Ophthalmology. San Francisco, 2004: 72. Majmudar, P.A., 2010. allergic conjunctivitis, Emedicine. http://emedicine.medscape.com/article/1191467-overview Vaughan, D.G., Asbury, T., 2010. General Ophthalmology (17th ed.). Brahm, U. 2008 (Alih Bahasa), EGC, Jakarta.