Download - konjungtivitis alergi

Transcript
Page 1: konjungtivitis alergi

LAPORAN PENUGASAN BLOK INDRA

KONJUNGTIVITIS ALERGIKA

Disusun Oleh :

Ahmad roykhan 08711130

Andrianto aliong 08711159

M Duski fillo 07711002

Dian Rosmala Dewi 08711188

Kelompok Tutorial : 07

Kasus : B1

Tutor :dr. Fuad Kadafianto

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

YOGYAKARTA

TA 2010/2011

Page 2: konjungtivitis alergi

STATUS PASIEN

A. Anamnesis

I. Identitas pasien

Nama : Tn K

Umur : 35 tahun

Jenis kelamin : laki-laki

Pekerjaan : Petani

Alamat : ngaglik sleman yogjakarta

II. Keluhan Utama

Mata merah

III. Riwayat Penyakit Sekarang

Sejak 2 hari yang lalu pasien mengeluhkan kedua matanya merah

keluhan tersebut disertai denan keluarnya air mata yang banyak (nrocos),

mata bengkak dan sangat gatal, terdapat kotoran tetapi berwarna bening

atau jernih. Menurut pasien walaupun mata merah namun ketajaman mata

masih baik. Pasien sudah berusaha mengobatinya dengan tetes mata yang

dibelinya diwarung tapi belum membaik.

IV. Anamnesis System

Cerebrospinal : pusing (-) demam(-) kejang (-)

Cardiovaskuler : nyeri dada (-) berdebar-debar (-) sesak nafas (-)

Respirasi : sesak nafas (-) batuk (-) pilek (-)

Gastrointestinal : mual (-) muntah (-) BAB frekuensi jumlah dan

warna N

Urogenital : BAK warna jumlah dan warna normal

Page 3: konjungtivitis alergi

Integumentum : gatal (-)

Muskuloskeletal : pegal-pegal (-)

V. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat keluhan yang sama (+) berulang setiap kali masa panen padi

datang.

Riwayat memakai kaca mata (-).

Riwayat penyakit kronis DM (-) HT (-).

Riwayat asma (+).

VI. Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada anggota keluarga pasien yang menserita keluhan yang sama.

Riwayat penyakit kronis DM (-) HT (-).

Riwayat alergi makanan (+) pada ibu.

B. Pemeriksaan Fisik

I. Status generalisata

Keadaan umum : Baik.

Kesadaran : compos mentis.

Vital sign :

TD : 120/80 mmhg Nadi : 80x/menit

Suhu : 37,5 ºC Respirasi : 24x/menit

Kepala : mata ⇨ status lokasi.

Status Generalis : dalam batas normal.

Page 4: konjungtivitis alergi

II. STATUS LOKASI

A. Pemeriksaan Visus

NO PEMERIKSAAN OD OS

1 Vusis jauh 6/6 6/6

2 Proyeksi sinar + +

3 Proyeksi warna + +

B. Pemeriksaan

No Pemeriksaan OD OS

1 Sekitar mata

Supercilia dan cilia Simetris

distribusi

merata

Simetris

distribusi merata

2 Palpebra

Gerakan

Margo sup dan inf

Normal

edema ringan

Normal

edema ringan

3 Bola mata

Gerakan N N

4 Konjungtiva

K pelpebra sup et inf

K forniks

K Bulbi

Hiperemi (+)

Hiperemi (+)

Hiperemi (+)

Hiperemi (+)

Hiperemi (+)

Hiperemi (+)

5 Sklera

Warna Putih Putih

6 Kornea

Kejernihan

Sikatrik

Jernih

Tidak ada

Jernih

Tidak ada

Page 5: konjungtivitis alergi

Arcus senilis

Uji florensi

Ada

Tdl

Ada

Tdl

7 Iris Dbn Dbn

8 Pupil Dbn Dbn

9 Lensa

Kejernihan

Warna

Shadow tes

Jernih

Gelap

(-)

Jernih

Gelap

(-)

10 Tekanan bola mata 17 mmhg 15 mmhg

Page 6: konjungtivitis alergi

PEMBAHASAN

I. DEFINISI , PATOGENESIS, GEJALA DAN TANDA

Definisi

Konjungtivitis lebih dikenal sebagai pink eye, yaitu adanya

inflamasi pada konjungtiva atau peradangan pada konjungtiva, selaput

bening yang menutupi bagian berwarna putih pada mata dan

permukaan bagian dalam kelopak mata. Konjungtivitis terkadang dapat

ditandai dengan mata berwarna sangat merah dan menyebar begitu

cepat dan biasanya menyebabkan mata rusak. (Sidarta, 2010)

Beberapa jenis Konjungtivitis dapat hilang dengan sendiri, tapi ada

juga yang memerlukan pengobata. Pada usia dewasa bisa mendapatkan

konjungtivitis melalui hubungan seksual (misalnya jika cairan semen

yang terinfeksi masuk ke dalam mata). Biasanya konjungtivitis hanya

menyerang satu mata. Dalam waktu 12 sampai 48 jam setelah infeksi

mulai, mata menjadi merah dan nyeri. Jika tidak diobati bisa terbentuk

ulkus kornea, abses, perforasi mata bahkan kebutaan. Untuk mengatasi

konjungtivitis gonokokal bisa diberikan tablet, suntikan maupun tetes

mata yang mengandung antibiotik. Liesegang et al. (2004)

Konjungtivitis Alergika adalah suatu peradangan alergi pada

konjungtiva (selaput yang menutupi kelopak mata bagian dalam dan

permukaan luar mata). Pada sebagian besar penderita, konjungtivitis

alergika merupakan bagian dari sindroma alergi yang lebih luas,

misalnya rinitis alergika musiman. Tetapi konjungtivitis alergika bisa

terjadi pada seseorang yang mengalami kontak langsung dengan zat-

zat di dalam udara, seperti serbuk sari, spora jamur, debu dan bulu

binatang. (Sidarta, 2010)

Page 7: konjungtivitis alergi

PATOGENESIS

Menurut Liesegang et al. (2004), konjungtivitis alergi

menggambarkan suatu respon imun spesifik sekunder pada antigen

yang disebut sebagai alergen, yang menginduksi respon efektor IgE sel

mast secara akut. Ketika respon primer berlangsung, alergen spesifik

sel-sel B disebar ke area tertentu di berbagai lokasi MALT (Mucosal-

Associated Lymphoid Tissue). Di lokasi tersebut, sel B dengan bantuan

sel T mengubah produksi antialergen-IgM menjadi antialergen-IgE.

IgE selanjutnya dilepaskan pada tempat itu dan berikatan dengan

reseptor Fc di permukaan sel mast, sehingga sel mast menjadi

dipersenjatai dengan suatu reseptor alergen spesifik. Pajanan alergen

berikutnya terjadi di tempat yang berbeda dari pajanan awalnya, yang

menyebabkan alergen bisa menembus melewati epitel konjungtiva

superficial menuju daerah subepitel, lalu antigen akan mengikat

spesifik alergen IgE tersebut pada permukaan sel mast. Selanjutnya

dalam 60 menit akan terjadi degranulasi, diawali dengan pelepasan

mediator-mediator yang dapat menyebabkan chemosis dan rasa gatal

di konjungtiva. Pada reaksi fase lambat, yaitu terjadi antara 4-24 jam

berikutnya, ditandai dengan pengerahan sel-sel limfosit, eosinofil dan

neutrofil.

GEJALA

Menurut sidarta (2010), gejala utama dari konjungtivitis alergika

adalah radang (mata merah, sakit, bengkak, panas), gatal, silau

berulang, dan menahun. Namun pada kasus hanya didapatkan gejala

mata merah di kedua mata, disertai keuarnya air mata yang banyak

(nrocos), kotoran mata yang bening atau jernih, mata bengkak dan

sangat gatal. Khasnya pada konjungtivitis alergika terdapat papil

besar pada konjungtiva. Dan pada pewarnaan usapan didapatkan

eusinofil.

Page 8: konjungtivitis alergi

CARA MENDIAGNOSIS DARI DIAGNOSIS BANDING

Diagnosis banding dari konjungtivitis alergi adalah konjungtivitis

virus dan bakteri. Cara membedakannya yaitu dari gejala masing-

masing. Pada konjungtivits virus terdapat gejala berupa : demam,

dengan sengkret yang hampir sama dengan alergi, air mata mengucur

banyak, gatal yang minimal, biasanya menyerang traktus respiratory.

Pada pewarnaan usapan banyak ditemukan monosit dan limposit.

Sedangkan pada konjungtivitis bakteri terdapat gejala seperti:

sekretnya purulen, air mata sedang, gatalnya sedikit, tidak terdapat

sakit tenggorokan (tidak menyerang traktus respiratory), pewarnaan

usapan didapatkan bakteri PMN. (Sidarta, 2010)

II. RESUME ANAMNESIS

a. Analisis RPS

Os mengeluhkan mata kedua mata yang merah dan berair atau

mengeluarkan banyak air mata bengkak dan sangat gatal, terdapat

kotoran yang berwarna jernih namun ketajaman penglihatan masih

baik, Os juga mengatakan kalau sudah membelikan obat tetes mata

namun belum membaik.

i. Mata merah

Dalam ilmu penyakit mata, Sidarta (2010) dijelaskan bahwa

mata merah seperti yang dikeluhkan pasien dapat timbul akibat

terjadinya perubahan pada bola mata yang sebelumnya berwarna

putih. Mata merah tersebut dapat diakibatkan oleh pelebaran

pembuluh darah konjungtiva dan bila terjadi pelebaran pembuluh

darah konjungtiva atau episklera atau perdarahan antara konjungtiva

dan sklera maka akan terlihat warna merah.

Page 9: konjungtivitis alergi

Mata merah akibat melebarnya pembuluh darah konjungtiva ini

biasanya terjadi akibat peradangan akut pada mata, pelebaran ini

sendiri lebih dikenal dengan sebutan injeksi konjungtiva yaitu

peradangan arteri konjungtiva posterior, peradangan tersebut dapat

terjadi akibat pengaruh mekanik dari alergi atau infeksi bakteri,

virus dan jamur. (Sidarta, 2010)

Pada penjelasan lebih lanjut oleh Sidarta (2010) selain injeksi

konjungtiva mata merah juga bisa disebabkan oleh injeksi siliar

dimana terjadi pelebaran pembuluh darah perikornea atau pada arteri

siliar anterior akan tetapi pelebaran pembuluh darah ini memiliki

sifat warna yang lebih ungu dibanding dengan pelebaran yang

terjadi pada arteri konjungtiva dan tidak ikut serta bila ada

pergerakan dari konjungtiva karena pembuluh ini melekat erat pada

jaringan perikornea.

ii. Lakrimasi

Lakrimasi adalah keluarnya air mata yang sangat banyak atau

nrocos, air mata sendiri diproduksi oleh glandula lakrimalis yang

akan dialirkan menuju ke mata melalui beberapa tahapan dari

pungtum lakrimal, canaliculi lakrimal, saccus lakrimal dan duktus

nasolakrimal, apabila terjadi sebuah infeksi yang mengenai mata

maka akan terjadi peningkatan ekskresi dari air mata sehingga

terjadi lakrimasi. (Sidarta, 2010)

iii. Pembengkakan palpebra

Pembengkakan palpebra atau mata yang dirasa membengkak

oleh pasien merupakan akibat dari peradangan yang terjadi sehingga

menyebabkannya menjadi edem, kelopak mata atau palpebra

mempunyai fungsi melindungi boal mata serta mengeluarkan sekresi

kelenjarnya yang membentuk film air mata di depan kornea

Page 10: konjungtivitis alergi

palpebra juga merupakan alat penutup mata yang berguna untuk

melindungi bola mata terhadap trauma. (Sidarta, 2010)

iv. Gatal

Rasa gatal yang dikeluhkan pada pasien adalah efek dari proses

reaksi hipersensitivitas yang terjadi dimana terjadi pelepasan

mediator berupa histamin oleh sel mast yang Selanjutnya dalam 60

menit akan terjadi degranulasi, diawali dengan pelepasan mediator-

mediator yang dapat menyebabkan chemosis dan rasa gatal di

konjungtiva. (Sidarta, 2010)

v. Sekret yang jernih

Sekret atau belek mata dalam penjelasan Sidarta (2010)

merupakan produk kelenjar yang pada konjungtiva bulbi

dikeluarkan oleh sel goblet, sekret ini bisa dibedakan menurut

sifatnya dan peradangan yang mendasarinya :

Apabila berupa air jernih maka kemungkinan disebabkan

infeksi virus atau alergi.

Apabila purulen kemungkinan oleh infeksi bakteri atau

klamidia.

b. Analisis RPD

Pada riwayat penyakit dahulu tidak ditemukan penyakit kronis

yang mendahului akan tetapi Os adalah seorang penderita asma

berulang setiap kali musim panen padi datang. Asma yang berulang

dengan datangnya musim panen padi ini menunjukkan bahwa pasien

adalah seorang yang mempunyai reaksi hipersensitivitas tipe cepat

terhadap antigen yang diikat oleh IgE pada permukaan sel mast yang

Page 11: konjungtivitis alergi

menginduksi pelepasan mediator vasoaktif berupa histamin yang

bermanifestasi anafilaksis sistemik dan lokal seperti asma,

sebagaimana dijelaskan Bratawijaya (2006) sekitar 50% - 70 % dari

populasi membentuk IgE terhadap antigen yang masuk tubuh melalui

mukosa seperti selaput lendir hidung paru dan konjungtiva Pajanan

alergen berikutnya terjadi di tempat yang berbeda dari pajanan

awalnya, yang menyebabkan alergen bisa menembus melewati epitel

konjungtiva superficial menuju daerah subepitel, lalu antigen akan

mengikat spesifik alergen IgE tersebut pada permukaan sel mast.

Selanjutnya dalam 60 menit akan terjadi degranulasi, diawali dengan

pelepasan mediator-mediator yang dapat menyebabkan chemosis dan

rasa gatal di konjungtiva. Pada reaksi fase lambat, yaitu terjadi antara

4-24 jam berikutnya, ditandai dengan pengerahan sel-sel limfosit,

eosinofil dan neutrofil sehingga terjadilah peradangan.

c. Analisis RPK

Pada riwayat penyakit keluarga juga tidak ditemukan adanya

keluarga yang pernah mengalami penyakit kronis akan tetapi ibu Os

adalah penderita alergi makanan.

d. Analisis kebiasaan dan lingkungan

Pada kasus ini tidak ada riwayat kebiasaan dari pola hidup dan

lingkungan yang bermakna yang membantu mendiagnosis penyakit

yang diderita Os saat ini.

e. Analisis pemeriksaan

Pada pemeriksaan fisik baik dari satatus generalis maupun dari

pemeriksaan mata didapatkan bahwa :

Keadaan umum yang baik, kesadaran yang compos mentis dan

vital sign yang dalam batas normal kecuali respirasi yang sedikit

meningkat.

Page 12: konjungtivitis alergi

Sedangkan pada pemeriksaan mata didapatkan bahwa visus mata

baik dan tajam dan hal positif yang didapatkan sebagai pembantu

penegakan diagnosis yaitu hiperemis pada konjungtiva mulai dari

konjungtiva superior et inferior, konjungtiva forniks dan konjungtiva

bulbi, serta adanya edema ringan pada palpebra.

Seperti pembahasan mata merah di atas yang dikemukakan oleh

Sidarta (2010) bahwa hiperemis disebabkan karena adanya pelbaran

pembuluh darah konjungtiva akibat adanya peradangan sehingga

dengan diapatkannya tanda positif ini pada pemeriksaan mata akan

mengarahkan diagnosis pada kasus ini ke arah konjungtivitis

III. PEMBAHASAN PEMERIKSAAN PENUJANG TERKAIT

KASUS

Diagnosis konjungtivitis ditegakkan berdasarkan pemeriksaan

klinis dan pemeriksaan penunjang. Pada pemeriksaan klinis didapatkan

adanya hiperemi konjunguiva, sekret atau getah mata edema

konjungtiva.

Pada pemeriksaan laboratorium dapat dilakukan dengan mengorek

konjungtiva Superficial untuk mendapatkan bahan/material yang

menyebabkan mata merah dan setelah itu bahan tersebut dibuat dalam

bentuk sediaan yang dicat dengan pengecatan Gram atau Giemsa

sehingga pada pemeriksaan mikroskop diharapakan dapat dijumpai

sel-sel radang polimorfonuklear, sel-sel mononuklear, atau dapat juga

ditemukan bakteri atau jamur penyebab konjungtivitis sehingga dapat

diidentifikasikan dari pengecatan ini. Pada konjungtivitis yang

disebabkan oleh alergi, pada pengecatan Giemsa akan didapatkan sel-

sel eosinophil. (Emedicine, 2010)

IV. PEMBAHASAN TERAPI TERKAIT KASUS

A. FARMAKOLOGI

Page 13: konjungtivitis alergi

Pada kasus pasien Tn.K ini mempunyai keluhan mata merah di kedua

matanya yang diertai air mata yang banyak, mata bengkak dan sangat

gatal. Serta terdapat kotoran tetapi berwarna bening atau jernih. Namun

ketajaman mata masih baik Dari manifestasi yang telah dikemukakan di

atas bahwa pasien Tn. K ini menderita konjungtivitis alergika. Menurut

departemen kesehatan republik indonesia derektorat jendral pengawasan

obat dan makanan, terdapat bermacam- macam bentuk sediaan obat mata

yang digunakan untuk mata yaitu :

1. Obat tetes mata. Bila digunakan dalam bentuk tetes mata, obat

akan masuk kedalam bola mata mungkin melalui kornea. Tetapi

efek sistemik yang umumnya tidak diharapkan, dapat pula timbul

dari penyerapan ke dalam sirkulasi melalui pembuluh darah

konjungtiva atau malalui mukosa nasal setelah kelebihan obat

mengalir melalui saluran air mata. Biasanya pengggunaan obat

tetes mata di perlukan untuk tingkat efisiensi penggunaan

pemakaiannya yang praktis digunakan.

2. Salep mata sering digunakan pada konjungtiva atas dan bawah

untuk blefaritis. Salep ini juga digunakan pada kantung

konjungtiva untuk kondisi lain. Khususnya yang membutuhkan

kerja obat yang lebih lama. Biasanya lebih efektif dibanding obat

tetes mata, namun tidak efisien dalam penggunaannya.

3. Lotion mata, sedian ini biasanya larutan untuk irigasi kantung

konjungtiva. Obat-obat ini bekerja secara mekanis membilas keluar

iritan atau benda asing sebagai tindakan pertolongan pertama.

Biasanya diberikan larutan natrium klorida steril 0,9%. Pada

keadaan darurat cukup diberi air kran segar (bukan air yang

disimpan).

B. JENIS OBAT

Page 14: konjungtivitis alergi

Untuk penatalaksanaan konjungtivitis alergi dapat diberikan obat-obat

seperti kortikosteroid, antiinflamasi non-steroid (AINS), vasokonstriktor,

antihistamin, dan stabilisator sel mast. Bartlett et al. (2008)

1. Golongan antihistamin

Menurut sidarta (2010), golongan antihistamin serta penghambat

sel mast merupakan pilihan untuk terapi konjungtivitis alergi.

Antihistamin generasi lama selalu menimbulkan efek samping

sedasi/mengantuk, seperti: klorfeniramin maleat (CTM),

dimenhidrinat, triprolidin, dan prometasin. Antihistamin generasi baru

sebagian besar tidak menimbulkan rasa ngantuk, seperti: astemisol,

loratadin, terfenadin, dan cetrisin. Antihistamin biasanya diberi per

oral namun juga bisa diberikan dalam bentuk tetes mata, yang biasanya

dikombinasikan dengan vasokonstriktor untuk mengurangi kemerahan.

Tetapi menurut vaughan Antihistamin per-oral sedikit manfaatnya.

2. Golongan penghambat sel mast

Sedangkan penghambat sel mast yang biasanya diberikan adalah

Sodium kromolin 4% dengan dosis 1 tetes 4-6 kali sehari terbukti

bermanfaat memiliki efek profilaktis pada konjungtivitis alergika.

Sodium kromolin ini juga bermanfaat karena kemampuannya sebaga

pengganti steroid bila pasien sudah dapat dikontrol. Ini juga berarti

dapat membantu mengurangi kebutuhan akan pemakaian steroid.

Sodium kromolin berperan sebagai stabilisator sel mast, mencegah

terlepasnya beberapa mediator yang dihasilkan pada reaksi alergi tipe

I, namun tidak mampu menghambat pengikatan IgE terhadap sel

maupun interaksi sel IgE dengan antigen spesifik. Titik tangkapnya,

diduga sodium kromolin memblok kanal kalsium pada membrane sel

serta menghambat pelepasan histamine dari sel mast dengan cara

mengatur fosforilasi. Biasanya digunakan sebagai pencegahan jika

Page 15: konjungtivitis alergi

penderita akan mengadakan kontak dengan suatu alergen. Umumnya

1-2 minggu penyakitnya membaik secara simtomatis.

3. Golongan Kortikosteroid topical

Menurut departemen kesehatan republik indonesia derektorat

jendral pengawasan obat dan makanan.

a. Indikasi

Indikasi pemberian kortikosteroid topical adalah penyakit radang

segmen depan bola mata. Beberapa antara lainnya adalah

konjungtivitis alergika, uveitis, episkleritis, skleritis , fliktenulosis,

keratitis pungtata superfisial, konjungtivitis vernal.

b. Penggunaan dosis

Kortikosteroid dan derivat-derivat tertentu, kerja antiradangnya

beraneka ragam. Potensi relatif prednisolon terhadap hidrokortison

adalah 4 kali. Sedangkan terhadap deksametason dan betametason

25 kali. Efek sampingnya tidak berkurang dengan tingginya potensi

obat meskipun dosis pengobatan lebih rendah. Lama pengobatan

berbeda jika jenis lesinya berbeda, dan bisa berlangsung beberapa

hari atau beberapa bulan. Pengobatan radang mata berat yang

pertama-tama diberikan adalah tetes mata setiap 1 atau 2 jam pada

jam-jam tidak tidur. Jika responnya bagus dosisnya dikurangi sedikit

demi sedikit dan di hentikan segera mungkin.

Page 16: konjungtivitis alergi

Namun pemberian kortikosteroid ini perlu diperhatikan karena

dapat meningkatkan aktivitas virus herpes simpleks yang

menyebabkan ulkus dendritik, pada keratitis herpes simpleks dapat

menyebabkan perforasi kornea. Efeksamping lainnya adalah

tumbuhnya jamur secara berlebihan. Kortikosteroid ini juga

memperburuk kondisi yang dapat berakhir hilangnya penglihatan.

Penggunaan jangka lama dapat menyebabkan glaukoma steroid

sehingga pemberian kortikosteroid ini harus dibawah pengawasan

dokter. Sebagian daftar kortikosteroid topikal untuk penggunaan

oftamlologis adalah :

Hidrokortison asetat, larutan 2,5 %.

Prednisolon asetat larutan 0,125% dan 1 %.

Prednisolon sodium fosfat, larutan 0,125 % dan 1

%.

Deksametason sodium fosfat, larutan 0,1 %.

Medrison larutan 1%.

Fluorometolon larutan 1%.

4. Golongan obat anti inflamasi

Radang pada mata dapat terjadi akibat reaksi jaringan tubuh

terhadap adanya antigen dari dunia luar yang tidak selalu disertai

dengan infeksi. Biasanya pada radang akan timbul dilatasi kapilar,

bengkak dan rasa sakit, dikenal beberapa jenis anti radang :

a. Obat anti inflamasi non steroid

Obat ini diberikan pada kelainan mata akibat terbentuknya

bahan histamine yang memberikan keluhan gatal, merah berair.

Obat dapat berupa naftazolin (vasokonstriktor simpatis) ataupun

Page 17: konjungtivitis alergi

antazolin (antihistamin yang tidak iritatif). Efek NSAID berasal

dari pembentukan prostaglandin, enzim pertama pada jalur sintesis

prostaglandin adalah enzim siklooksigenase. Enzim ini mengubah

asam arakhidonat menjadi senyawa antara yang tidak stabil yaitu

PGG2 dan PGH2. Pada saat ini didapatkan 2 bentuk

siklooksigenase yaitu siklooksigenase-1 (COX-1) dan

siklooksigenase-2 (COX-2). Enzim siklooksigenase-1 (COX-1)

bisanya terdapat di seluruh sel dan jaringan normal dan secara

konstitutif di lambung, sedangkan siklooksigenase-2 (COX-2)

secara konstitutif di daerah tertentu di ginjal dan otak sedangkan

COX-2 tdk terdapat di lambung.

b. antiinflamasi steroid

Efeknya dalam peradangan adalah:

Mengurangkan permeabilitas pembuluh darah.

Mengurangkan gejala radang.

Mengurangi pembentukan jaringan parut.

Efek sampingnya :

Menurunkan daya reaksi jaringan.

Mengaktifkan proliferasi bakteri.

Steroid menyembunyikan gejala penyakit lain.

Memberikan penyulit lain sperti katarak dan glokoma.

Mengakibatkan midriasis pupil dan ptosisi kelopak mata.

Mengaktifkan infeksi herpes simpleks dan infeksi virus.

Menambah berat radang akibat infeksi bakteri.

Page 18: konjungtivitis alergi

Menambah kemungkinan infeksi jamur .

Efek samping obat pada mata dan sistemik

Menurut vaughan (2010), Obat-obat yang digunakan baik sistemik

maupun topikal memberikan efek di mata yang merugikan dan kadang-

kadang preparat mata topikal menyebabkan efek sistemik jika bahan-

bahan kandungannya yang aktif terlalu banyak terserap. Efek samping

pengawetnya juga diperhitungkan. Cara untuk mengurangi efek samping

sistemik yaitu prinsipnya yaitu mencegah agar jangan sampai dosisnya

berlebihan. Yang biasa diresepkan oleh dokter adalah kadar terendah yang

masih memberikan efek terapuetik yang baik. Hanya diperlukan

pengobatan dengan 1 tetes volume setiap kali karena mata dapat menahan

kurang dari 1 tetes. Metode pemberian obat secara topikal adalah sebagai

berikut:

1. Pasien menodongkan kepalanya ke belakang ke arah langit-langit.

Kemudian kelopak mata bawah dipegang dibawah pangkal bulu

mata kemudian dengan lembut kelopak mata bawah ditarik

menjauhi bola mata.

2. Teteskan obat mata 1 tetes ke dalam forniks inferior yang terdekat

dengan daerah yang terkena, jangan sampai menyentuh bulu mata

dan kelopak mata untuk mencegah pencemaran.

3. pasien disuruh melihat ke bawah dan pada saat itu dengan hati-hati

kelopak mata bawah di tarik ke atas agar bisa menempel pada

kelopak mata atas.

4. kelopak mata dibiarkan tertutup 3 menit atau lebih agar tidak

mengedop. Karena jika mengedip obat akan terpompa kehidung

yang akan meningkatkan penyerapan sistemik. Pasien di suruh

menyumbat sistem aliran lakrimalnya dengan cara menekan sudut

dalam kelopak mata keras-keras dengan mata keadaan tertutup.

B. NON – FARMAKOLOGI

Page 19: konjungtivitis alergi

Satu-satunya terapi tanpa obat untuk alergi adalah menghindari

pencetus alergi. Penderita dan keluarganya diberikan pendidikan untuk

mampu mengenali pemicu alergi karena sifatnya sangat individual dan

alergi sangat sulit disembuhkan, hanya mampu dijaga agar tidak muncul.

Pengenalan pemicu ini sangat penting dalam penanganan reaksi

anafilaksis khususnya karena dengan menghindari pemicu, kematian

dapat terhindarkan.

Edukasi :

1. Obat tetes mata dalam wadah pakai ulang untuk penggunaan

dirumah tidak boleh digunakan lebih lama dari 4 minggu setelah

dibuka.

Cara pemakaian tetes mata yang benar menurut pedoman penulisan

resep WHO yaitu ;

Cuci tangan.

Jangan menyentuh lubang penetes.

Tengadahkan kepala, tarik kelopak mata ke bawah agar

terbentuk cekungan.

Dekatkan alat penetes sedekat mungkin kecekungan mata

tanpa menyentuh mata dan menyentuh tutupnya.

Teteskan obat sebanyak yang dianjurkan dalam cekungan.

Pejamkan kira-kira 2 menit.

Bersihkan cairan yang kelebihan dengan tissue.

Jika menggunakan lebih dari 1 obat tetes mata tunggu

sedikitnya 5 menitsebelum meneteskan obat mata

selanjutnya.

Page 20: konjungtivitis alergi

Obat tetes mata mungkin menimbulkan rasa terbakar, tetapi

hal ini hanya akan berlangsung beberapa menit, jika terasa

lebih lama kunjungi dokter atau apoteker.

2. Menghindarkan penyebab pencetus penyakit.

3. Kompes dingin untuk menghilangkan edemnya.

V. PEMBAHASAN PROGNOSIS DAN KOMPLIKASINYA

a. PROGNOSIS

Mata kita sangat rentan dan dapat terkena berbagai penyakit dengan

berbagai kondisi, beberapa diantaranya bisa bersifat primer sedang yang

lain bersifat sekunder yang mana akibat dari kelainan pada sistem organ

tubuh kita. Kebanyakan kondisi tersebut dapat dicegah bila terdeteksi

lebih awal dan dapat dikontrol sehingga penglihatan dapat dipertahankan.

Bila hal tersebut dapat segera diatasi, konjungtivitis ini tidak akan

membahayakan. Namun bila penyakit radang mata ini tidak segera

ditangani/diobati bisa menyebabkan kerusakan pada mata/gangguan dan

menimbulkan komplikasi.

Pada konjungtivitis alergi, prognosis pasien masih

menguntungkan. Kondisi ini umumnya akan segera hilang tetapi mungkin

terulang kembali. (Emedicine, 2010)

b. KOMPLIKASI

Komplikasi pada konjungtivitis alergi sangat jarang terjadi. Namun

penyakit radang mata yang tidak segera ditangani/diobati bisa

menyebabkan kerusakan pada mata/gangguan pada mata dan

menimbulkan komplikasi berupa ulkus kornea atau keratoconus.

(Emedicine, 2010)

Page 21: konjungtivitis alergi

DAFTAR PUSTAKA

Baratawijaja, K.G., 2006. Imunulogi Dasar. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.

Bartlett J.D., Fiscella R.G., Bennett E., Ophthalmic drug facts. Facts and

Comparisons : St.Louis, Missouri, 2008: 57-84.

Ilyas, S., 2010. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.

Liesegang T.J., Deutsch T.A., Grand M.G., Basic and clinical science course,

Intraocular inflammation and uveitis Section 9 : The Foundation of the

American Academy of Ophthalmology. San Francisco, 2004: 72.

Majmudar, P.A., 2010. allergic conjunctivitis, Emedicine.

http://emedicine.medscape.com/article/1191467-overview

Vaughan, D.G., Asbury, T., 2010. General Ophthalmology (17th ed.). Brahm, U.

2008 (Alih Bahasa), EGC, Jakarta.