referat konjungtivitis alergi

30
BAB I PENDAHULUAN Konjungtivitis adalah peradangan selaput bening yang menutupi bagian putih mata dan bagian dalam kelopak mata. Peradangan tersebut menyebabkan timbulnya berbagai macam gejala, salah satunya adalah mata merah. Konjungtivitis disebabkan oleh berbagai hal diantaranya disebabkan oleh alergi. 1 Konjungtivitis alergi merupakan bentuk radang konjungtiva akibat reaksi alergi terhadap noninfeksi, dapat berupa reaksi cepat seperti alergi biasanya dan reaksi lambat sesudah beberapa hari kontak seperti pada reaksi terhadap obat, bakteri dan toksik. Di negara-negara maju, 20-30% populasi mempunyai riwayat alergi, dan 50% individual tersebut mengidap konjungtivitis alergi. Konjungtivitis alergi bisa berlangsung dari peradangan ringan seperti konjungtivitis alergi musiman atau bentuk kronik yang berat seperti keratokonjungtivitis alergi. 2,3 Komplikasi sangat jarang ditemukan pada konjungtivitis alergi. Penyulit yang bisa terjadi adalah keratokonus dan tukak kornea. Konjungtivitis alergi jarang menyebabkan kehilangan penglihatan. Prognosis penderita konjungtivitis baik karena sebagian besar kasus dapat sembuh spontan (self- limited disease), namun dapat pula prognosis penyakit ini menjadi 1

Transcript of referat konjungtivitis alergi

Page 1: referat konjungtivitis alergi

BAB I

PENDAHULUAN

Konjungtivitis adalah peradangan selaput bening yang menutupi bagian putih mata

dan bagian dalam kelopak mata. Peradangan tersebut menyebabkan timbulnya berbagai

macam gejala, salah satunya adalah mata merah. Konjungtivitis disebabkan oleh berbagai hal

diantaranya disebabkan oleh alergi.1

Konjungtivitis alergi merupakan bentuk radang konjungtiva akibat reaksi alergi

terhadap noninfeksi, dapat berupa reaksi cepat seperti alergi biasanya dan reaksi lambat

sesudah beberapa hari kontak seperti pada reaksi terhadap obat, bakteri dan toksik. Di negara-

negara maju, 20-30% populasi mempunyai riwayat alergi, dan 50% individual tersebut

mengidap konjungtivitis alergi. Konjungtivitis alergi bisa berlangsung dari peradangan

ringan seperti konjungtivitis alergi musiman atau bentuk kronik yang berat seperti

keratokonjungtivitis alergi.2,3

Komplikasi sangat jarang ditemukan pada konjungtivitis alergi. Penyulit yang bisa

terjadi adalah keratokonus dan tukak kornea. Konjungtivitis alergi jarang menyebabkan

kehilangan penglihatan. Prognosis penderita konjungtivitis baik karena sebagian besar kasus

dapat sembuh spontan (self-limited disease), namun dapat pula prognosis penyakit ini

menjadi buruk bila terjadi komplikasi yang diakibatkan oleh penanganan yang kurang baik.4

Oleh karena itu, penulisan ini akan membahas secara umum tentang konjungtivitis

alergi itu sendiri dan bagaimana penanganan yang baik untuk konjungtivitis tersebut sehingga

tidak terjadi komplikasinya dan mendapatkan prognosis yang baik ke depannya.

1

Page 2: referat konjungtivitis alergi

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi konjungtivitis alergi

Konjungtivitis adalah peradangan pada selaput bening yang menutupi bagian putih

mata dan bagian dalam kelopak mata. Peradangan tersebut menyebabkan timbulnya berbagai

macam gejala, salah satunya adalah mata merah. Penyakit ini bervariasi mulai dari hyperemia

ringan dengan mata berair sampai konjungtivitis berat dengan banyak sekret purulen kental.

Konjungtivitis dapat disebabkan oleh virus, bakteri, alergi, atau kontak dengan benda asing,

misalnya kontak lensa.5

Salah satu bentuk konjungtivitis adalah konjungtivitis alergi. Konjungtivitis alergi

adalah peradangan konjungtiva yang disebabkan oleh reaksi alergi atau hipersensitivitas tipe

humoral ataupun sellular. Konjungtiva sepuluh kali lebih sensitif terhadap alergen

dibandingkan dengan kulit.5

2.2. Anatomi dan fisiologi konjungtiva

Konjungtiva adalah membran mukosa yang transparan dan tipis yang membungkus

permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebralis) dan permukaan anterior

sklera (konjungtiva bulbaris). Konjungtiva bersambungan dengan kulit pada tepi kelopak

(persambungan mukokutan) dan dengan epitel kornea limbus.2

Konjungtiva mengandung kelenjar musin yang dihasilkan oleh sel goblet. Musin

bersifat membasahi bola mata terutama kornea.

Konjungtiva terdiri atas tiga bagian, yaitu :

Konjungtiva tarsal yang menutupi tarsus, konjungtiva tarsal sukar digerakkan dari

tarsus.

Konjungtiva bulbi menutupi sklera dan mudah digerakkan dari sklera di bawahnya.

Konjungtiva fornises atau forniks konjungtiva yang merupakan tempat peralihan

konjungtiva tarsal dengan konjungtiva bulbi.

2

Page 3: referat konjungtivitis alergi

Konjungtiva bulbi dan forniks berhubungan dengan sangat longgar dengan

jaringan di bawahnya sehingga bola mata mudah bergerak.1

Gambar 1. Anatomi Konjungtiva

Secara histologis, konjungtiva terdiri atas lapisan :

Lapisan epitel konjungtiva, terdiri dari dua hingga lima lapisan sel epitel silinder

bertingkat, superficial dan basal. Lapisan epitel konjungtiva di dekat limbus, di atas

karankula, dan di dekat persambungan mukokutan pada tepi kelopak mata terdiri

dari sel-sel epitel skuamosa.

Sel-sel epitel supercial, mengandung sel-sel goblet bulat atau oval yang mensekresi

mukus. Mukus mendorong inti sel goblet ke tepi dan diperlukan untuk dispersi

lapisan air mata secara merata diseluruh prekornea. Sel-sel epitel basal berwarna

lebih pekat daripada sel-sel superficial dan di dekat limbus dapat mengandung

pigmen.

Stroma konjungtiva, dibagi menjadi :

Lapisan adenoid (superficial)

Lapisan adenoid mengandung jaringan limfoid dan dibeberapa tempat dapat

mengandung struktur semacam folikel tanpa sentrum germinativum. Lapisan

adenoid tidak berkembang sampai setelah bayi berumur 2 atau 3 bulan. Hal ini

menjelaskan mengapa konjungtivitis inklusi pada neonatus bersifat papiler

bukan folikuler dan mengapa kemudian menjadi folikuler.

3

Page 4: referat konjungtivitis alergi

Lapisan fibrosa (profundus)

Lapisan fibrosa tersusun dari jaringan penyambung yang melekat pada

lempeng tarsus. Hal ini menjelaskan gambaran reksi papiler pada radang

konjungitiva. Lapisan fibrosa tersusun longgar pada bola mata.

Kelenjar air mata asesori (kelenjar Krause dan wolfring), yang struktur dan fungsinya

mirip kelenjar lakrimal, terletak di dalam stroma. Sebagian besar kelenjar krause

berada di forniks atas, dan sedikit ada di forniks bawah. Kelenjar wolfring terletak

ditepi atas tarsus atas.2

2.3. Epidemiologi

Konjungtivitis alergi dijumpai paling sering di daerah dengan alergen musiman yang

tinggi. Keratokonjungtivitis vernal paling sering di daerah tropis dan panas seperti daerah

mediteranian, Timur Tengah, dan Afrika. Keratokonjungtivitis vernal lebih sering dijumpai

pada laki-laki dibandingkan perempuan, terutamanya usia muda (4-20 tahun). Biasanya onset

pada dekade pertama dan menetap selama 2 dekade. Gejala paling jelas dijumpai sebelum

onset pubertas dan kemudian berkurang. Keratokonjungtivitis atopik umumnya lebih banyak

pada dewasa muda.6

2.4. Etiologi

Konjungtivitis alergi dapat disebabkan oleh berbagai hal seperti :1

a. reaksi alergi terhadap debu, serbuk sari, bulu binatang

b. iritasi oleh angin, debu, asap, dan polusi udara

c. pemakaian lensa kontak terutama dalam jangka panjang.

2.5. Patofisiologi konjungtivitis alergi secara umum

Konjungtivitis terjadi karena kerusakan jaringan akibat masuknya benda asing ke dalam

konjunctiva akan memicu suatu kompleks kejadian yang dinamakan respon radang atau

inflamasi. Tanda-tanda terjadinya inflamasi pada umumnya adalah kalor (panas), dolor

(nyeri), rubor (merah), tumor (bengkak) dan fungsiolesa. Masuknya benda asing ke dalam

4

Page 5: referat konjungtivitis alergi

konjungtiva tersebut pertama kali akan di respon oleh tubuh dengan mengeluarkan air mata.

Air mata diproduksi oleh Apartus Lakrimalis, berfungsi melapisi permukaan konjungtiva dan

kornea sebagai Film air mata. Fungsi air mata:

1. Menghaluskan permukaan air kornea

2. Memberi nutrisi pada kornea

3. Anti bakteri

4. Perlindungan mekanik terhadap benda asing

5. Lapisan Akuos (berada di tengah)

Terjadinya suatu peradangan pada konjungtiva juga akan menyebabkan vasokonstriksi

segera pada area setempat, peningkatan aliran darah ke lokasi (vasodilatasi) dalam hal ini

adalah a. ciliaris anterior dan a. palpebralis sehingga mata terlihat menjadi lebih merah,

terjadi penurunan velocity aliran darah ke lokasi radang (leukosit melambat dan menempel di

endotel vaskuler), terjadi peningkatan adhesi endotel pembuluh darah (leukosit dapat terikat

pada endotel pembuluh darah), terjadi peningkatan permeabilitas vaskuler (cairan masuk ke

jaringan), fagosit masuk jaringan (melalui peningkatan marginasi dan ekstravasasi),

pembuluh darah membawa darah membanjiri jaringan kapiler jaringan memerah (RUBOR)

dan memanas (KALOR), peningkatan permeabilitas kapiler, masuknya cairan dan sel dari

kapiler ke jaringan terjadi akumulasi cairan (eksudat) dan bengkak (edema), peningkatan

permeabilitas kapiler, penurunan velocity darah dan peningkatan adhesi, dan migrasi leukosit

(terutama fagosit) dari kapiler ke jaringan.

Inflamasi diawali oleh kompleks interaksi mediator-mediator kimiawi yakni:

1. Histamin

Dilepaskan oleh sel merangsang vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas kapiler.

2. Lekotrin

Dihasilkan dari membran sel meningkatkan kontraksi otot polos mendorong kemotaksis

untuk netrofil.

3. Prostaglandin

Dihasilkan dari membran sel meningkatkan vasodilatasi, permeabilitas vaskuler

mendorong kemotaksis untuk neutrofil.

5

Page 6: referat konjungtivitis alergi

4. Platelet aggregating factors

Menyebabkan agregasi platelet mendorong kemotaksis untuk neutrofil.

5. Kemokin

Dihasilkan oleh sel pengatur lalu lintas lekosit di lokasi inflamasi) beberapa macam

kemokin: IL-8 (interleukin-8), RANTES (regulated upon activation normal T cell

expressed and secreted), MCP (monocyte chemoattractant protein).

6. Sitokin

Dihasilkan oleh sel-sel fagosit di lokasi inflamasi pirogen endogen yang memicu

demam melalui hipotalamus, memicu produksi protein fase akut oleh hati, memicu

peningkatan hematopoiesis oleh sumsum tulang leukositosis beberapa macam

sitokin yaitu: IL-1 (interleukin-1), IL-6 (interleukin-6), TNF-a (tumor necrosis factor

alpha).

7. Mediator lain (dihasilkan akibat proses fagositosis).

Beberapa mediator lain: nitrat oksida, peroksida dan oksigen radikal. Oksigen dan

nitrogen merupakan intermediat yang sangat toksik untuk mikroorganisme.

Biasanya penyakit ini dapat sembuh dengan sendirinya (self limiting disease), hal ini

disebabkan oleh faktor-faktor :

1. Konjungtiva selalu dilapisi oleh tears film yang mengandung zat-zat anti

mikrobial

2. Stroma konjungtiva pada lapisan adenoid mengandung banyak kelenjar

limfoid

3. Epitel konjungtiva terus menerus diganti

4. Temperatur yang relatif rendah karena penguapan air mata, sehingga

perkembangbiakan mikroorganisme terhambat

5. Penggelontoran mikroorganisme oleh aliran air mata

6. Mikroorganisme tertangkap oleh mukous konjungtiva hasil sekresi sel-sel

goblet kemudian akan digelontor oleh aliran air mata

Pada konjungtivitis alergi dapat berupa reaksi hipersensitivitas tipe 1 (tipe cepat) yang

berlaku apabila individu yang sudah tersentisisasi sebelumnya berkontak dengan antigen

yang spesifik. Respon alergi pada mata merupakan suatu rangkaian peristiwa yang

6

Page 7: referat konjungtivitis alergi

dikoordinasi oleh sel mast. Beta chemokins seperti eotaxin dan MIP-alpha diduga memulai

aktifasi sel mast pada permukaan mata. Ketika terdapat suatu alergen, akan terjadi sensitisasi

yang akan mempersiapkan sistem tubuh untuk memproduksi respon antigen spesifik. Sel T

yang berdiferensisasi menjadi sel TH2 akan melepaskan sitokin yang akan merangsang

produksi antigen spesifik imunoglobulin E (IgE). IgE akan berikatan dengan IgE reseptor

pada permukaan sel mast. Kemudian smemicu pelepasan sitokin, prostaglandin dan platelet

activating factor. Sel mast menyebabkan peradangan dan gejala-gejala alergi yang diaktivasi

oleh sel inflamasi. Ketika histamin dilepaskan oleh sel mast. Histamin akan berikatan dengan

reseptor H1 pada ujung saraf dan menyebabkan gejala pada mata berupa gatal. Histamin juga

akan akan berikatan dengan reseptor H1 dan H2 pada pembuluh darah konjungtiva dan

menyebabkan vasodlatasi. Sitokin yang dipicu oleh sel mast seperti chemokin, interleukin IL-

8 terlibat dalam memicu netrofil.Sitokin TH2 seperti IL-5 akan memicu eosinofil dan IL-4,

IL-6,IL-13 yang akan memicu peningkatan sensitivitas.5

2.6. Manifestasi klinik dan pemeriksaan penunjang konjungtivitis alergi secara umum

Gejala utama penyakit alergi ini adalah radang (merah, sakit, bengkak, dan panas),

gatal, silau berulang dan menahun. Tanda karakteristik lainnya adalah terdapatnya papil besar

pada konjungtiva, injeksi konjungtiva, datang bermusim, yang dapat mengganggu

penglihatan. Walaupun penyaki alergi konjungtiva sering sembuh sendiri akan tetapi dapat

memberikan keluhan yang memerlukan pengobatan. Pada pemeriksaan laboratorium

ditemukan sel eosinofil, sel plasma, limfosit, dan basofil yang meningkat. Dapat juga

dilakukan pemeriksaan tes alergi untuk mengetahui penyebab dari alerginya itu sendiri.1,2

2.7. Klasifikasi konjungtivitis alergi

Konjungtivitis alergi merupakan reaksi antibody humoral yang dimediasi oleh IgE

terhadap alergen, biasanya terjadi pada individu dengan riwayat atopi. Semua gejala pada

konjungtiva akibat dari konjungtiva bersifat rentan terhadap benda asing. Terdapat beberapa

jenis konjungtivitis yakni konjungtivitis demam jerami, keratokonjungivitis atopik,

konjungtivitis musiman, vernal konjungtivitis, Giant papilary konjungtivitis dan

konjungtivitis flikten. Konjungtivitis dapat diklasifikasikan berdasarkan waktu terjadinya

7

Page 8: referat konjungtivitis alergi

yakni konjungtivitis yang bersifat akut yakni konjungtivitis alergi musiman dan

konjungtivitis parennial sedangkan konjungtivitis kronis yakni keratokonjungtivitis vernal

dan keratokonjungtivitis atopik.1

a. Konjungtivitis hay fever (konjungtivitis demam jerami/konjungtivitis simpleks)

Konjungtiva adalah permukaan mukosa yang sama dengan mukosa nasal. Oleh

karena itu, allergen yang bisa mencetuskan rhinitis allergi juga dapat menyebabkan

konjuntivitis alergi. Alergen airborne seperti serbuk sari, rumput, bulu hewan dan

lain-lain dapat memprovokasi terjadinya gejala pada serangan akut konjuntivitis

alergi.

Perbedaan konjungtivitis alergi sesonal dan perennial adalah waktu timbulnya

gejala. Gejala pada individu dengan konjungtivitis alergi seasonal timbul pada waktu

tertentu seperti pada musim bunga di mana serbuk sari merupakan allergen utama.

Pada musim panas, allergen yang dominan adalah rumput dan pada musim dingin

tidak ada gejala karena menurunnya tranmisi allergen airborne. Sedangkan individu

dengan konjungtivitis alergi perennial akan menunjukkan gejala sepanjang tahun.

Alergen utama yang berperan adalah debu rumah, asap rokok, dan bulu hewan.

Gambaran patologi pada konjunktivitis hay fever berupa:

1) respon vascular di mana terjadi vasodilatasi dan meningkatnya permeabilitas

pembuluh darah yang menyebabkan terjadinya eksudasi.

2) respon seluler berupa infiltrasi konjungtiva dan eksudasi eosinofil, sel plasma

dan mediator lain.

3) respon konjungtiva berupa pembengkakan konjungtiva, diikuti dengan

meningkatnya pembentukan jaringan ikat.5

b. Konjungtivitis vernal

Konjungtivitis vernal adalah peradangan konjungtiva bilateral dan berulang

(recurrence) yang khas, dan merupakan suatu reaksi alergi. Penyakit ini juga

dikenal sebagai “konjungtivitis musiman” atau “konjungtivitis musim kemarau”.

Sering terdapat pada musim panas di negeri dengan empat musim, atau sepanjang

tahun di negeri tropis (panas).1,2

8

Page 9: referat konjungtivitis alergi

Etiologi dan Predisposisi

Konjungtivitis vernal terjadi akibat reaksi hipersensitivitas tipe I yang

mengenai kedua mata, sering terjadi pada orang dengan riwayat keluarga yang kuat

alergi.1,2,7

Mengenai pasien usia muda 3-25 tahun dan kedua jenis kelamin sama.

Biasanya pada laki-laki mulai pada usia dibawah 10 tahun. Penderita konjungtivitis

vernal sering menunjukkan gejala-gejala alergi terhadap tepung sari rumput-

rumputan.1

Reaksi hipersentsitivitas memiliki 4 tipe reaksi seperti berikut:

Tipe I : Reaksi Anafilaksi

Di sini antigen atau alergen bebas akan bereaksi dengan antibodi, dalam hal

ini IgE yang terikat pada sel mast atau sel basofil dengan akibat terlepasnya

histamin. Keadaan ini menimbulkan reaksi tipe cepat.

Tipe II : reaksi sitotoksik

Di sini antigen terikat pada sel sasaran. Antibodi dalam hal ini IgE dan IgM

dengan adanya komplemen akan diberikan dengan antigen, sehingga dapat

mengakibatkan hancurnya sel tersebut. Reaksi ini merupakan reaksi yang cepat

menurut Smolin (1986), reaksi allografi dan ulkus Mooren merupakan reaksi jenis

ini.

Tipe III : reaksi imun kompleks

Di sini antibodi berikatan dengan antigen dan komplemen membentuk

kompleks imun. Keadaan ini menimbulkan neurotrophichemotactic factor yang dapat

menyebabkan terjadinya peradangan atau kerusakan lokal. Pada umumnya terjadi

pada pembuluh darah kecil. Pengejawantahannya di kornea dapat berupa keratitis

herpes simpleks, keratitis karena bakteri.(stafilokok, pseudomonas) dan jamur. Reaksi

demikian juga terjadi pada keratitis Herpes simpleks.

Tipe IV : Reaksi tipe lambat

Pada reaksi hipersensitivitas tipe I, II dan III yang berperan adalah antibodi

(imunitas humoral), sedangkan pada tipe IV yang berperan adalah limfosit T atau

dikenal sebagai imunitas seluler. Limfosit T peka (sensitized T lymphocyte) bereaksi

dengan antigen, dan menyebabkan terlepasnya mediator (limfokin) yang jumpai pada

9

Page 10: referat konjungtivitis alergi

reaksi penolakan pasca keratoplasti, keraton- jungtivitis flikten, keratitis Herpes

simpleks dan keratitis diskiformis.

Manifestasi Klinis

Gejala yang mendasar adalah rasa gatal, manifestasi lain yang menyertai

meliputi mata berair, sensitif pada cahaya, rasa pedih terbakar, dan perasaan seolah

ada benda asing yang masuk. Penyakit ini cukup menyusahkan, muncul berulang,

dan sangat membebani aktivitas penderita sehingga menyebabkan ia tidak dapat

beraktivitas normal.1,2,7

Terdapat dua bentuk klinik, yaitu :

Bentuk palpebra, terutama mengenai konjungtiva tarsal superior. Terdapat

pertumbuhan papil yang besar (cobble stone) yang diliputi sekret yang

mukoid. Konjungtiva tarsal bawah hiperemi dan edema, dengan kelainan

kornea lebih berat dibanding bentuk limbal. Secara klinik papil besar ini

tampak sebagai tonjolan bersegi banyak (polygonal) dengan permukaan

yang rata dan dengan kapiler ditengahnya.1,2

Gambar 2. Konjungtivitis vernal bentuk palpebral

Bentuk limbal, hipertrofi papil pada limbus superior yang dapat

membentuk jaringan hiperplastik gelatin (nodul mukoid), dengan Trantas

dot yang merupakan degenerasi epitel kornea atau eosinofil di bagian epitel

limbus kornea, terbentuknya pannus, dengan sedikit eosinofil.1,2

10

Page 11: referat konjungtivitis alergi

Gambar 3. Konjungtivitis vernal bentuk limbal

Patofisiologi

Pada bentuk palpebral, perubahan struktur konjungtiva erat kaitannya

dengan timbulnya radang insterstitial yang banyak didominasi oleh reaksi

hipersensitivitas tipe I. Pada konjungtiva akan dijumpai hiperemia dan vasodilatasi

difus, yang dengan cepat akan diikuti dengan hiperplasi akibat proliferasi jaringan

yang menghasilkan pembentukan jaringan ikat yang tidak terkendali. Kondisi ini

akan diikuti oleh hyalinisasi dan menimbulkan deposit pada konjungtiva sehingga

terbentuklah gambaran cobbles tone. Jaringan ikat yang berlebihan ini akan

memberikan warna putih susu kebiruan sehingga konjungtiva tampak buram dan

tidak berkilau. Proliferasi yang spesifik pada konjungtiva tarsal, oleh von Graefe

disebut pavement like granulations. Hipertrofi papil pada konjungtiva tarsal tidak

jarang mengakibatkan ptosis mekanik dan dalam kasus yang berat akan disertai

keratitis serta erosi epitel kornea.

Pada bentuk limbal terdapat perubahan yang sama, yaitu:

perkembangbiakan jaringan ikat, peningkatan jumlah kolagen, dan infiltrasi sel

plasma, limfosit, eosinofil dan basofil ke dalam stroma. Limbus konjungtiva juga

memperlihatkan perubahan akibat vasodilatasi dan hipertropi yang menghasilkan

lesi fokal. Penggunaan jaringan yang dilapisi plastik yang ditampilkan melalui

mikroskopi cahaya dan elektron dapat memungkinkan beberapa observasi

tambahan. Basofil sebagai ciri tetap dari penyakit ini, tampak dalam jaringan epitel

sebagaimana juga pada substansi propria. Walaupun sebagian besar sel merupakan

komponen normal dari substansi propia, namun tidak terdapat jaringan epitel

konjungtiva normal.

11

Page 12: referat konjungtivitis alergi

Walaupun karakteristik klinis dan patologi konjungtivitis vernal telah

digambarkan secara luas, namun patogenesis spesifik masih belum dikenali.2,5

Gambaran Histopatologik

Tahap awal konjungtivitis vernalis ditandai oleh fase prehipertrofi. Dalam

kaitan ini, akan tampak pembentukan neovaskularisasi dan pembentukan papil yang

ditutup oleh satu lapis sel epitel dengan degenerasi mukoid dalam kripta di antara

papil serta pseudomembran milky white. Pembentukan papil ini berhubungan dengan

infiltrasi stroma oleh sel-sel PMN, eosinofil, basofil, dan sel mast.Hasil penelitian

histopatologik terhadap 675 konjungtivitis vernalis mata yang dilakukan oleh Wang

dan Yang menunjukkan infiltrasi limfosit dan sel plasma pada konjungtiva.

Prolifertasi limfosit akan membentuk beberapa nodul limfoid. Sementara itu, beberapa

granula eosinofilik dilepaskan dari sel eosinofil, menghasilkan bahan sitotoksik yang

berperan dalam kekambuhan konjungtivitis.

Dalam penelitian tersebut juga ditemukan adanya reaksi hipersensitivitas. Tidak

hanya di konjungtiva bulbi dan tarsal, tetapi juga di fornix, serta pada beberapa kasus

melibatkan reaksi radang pada iris dan badan siliar. Fase vaskular dan selular dini

akan segera diikuti dengan deposisi kolagen, hialuronidase, peningkatan vaskularisasi

yang lebih mencolok, serta reduksi sel radang secara keseluruhan.

Deposisi kolagen dan substansi dasar maupun seluler mengakibatkan terbentuknya

deposit stone yang terlihat secara nyata pada pemeriksaanklinis. Hiperplasia jaringan

ikat meluas ke atas membentuk giant papil bertangkai dengan dasar perlekatan yang

luas. Kolagen maupun pembuluh darah akan mengalami hialinisasi. Epiteliumnya

berproliferasi menjadi 5–10 lapis sel epitel yang edematous dan tidak beraturan.

Seiring dengan bertambah besarnya papil, lapisan epitel akan mengalami atrofi di

apeks sampai hanya tinggal satu lapis sel yang kemudian akan mengalami

keratinisasi.1,2,5

Pada limbus juga terjadi transformasi patologik yang sama berupa pertumbuhan

epitel yang hebat meluas, bahkan dapat terbentuk 30-40 lapis sel (acanthosis).

Horner-Trantas dot’s yang terdapat di daerah ini sebagian besar terdiri atas eosinofil,

debris selular yang terdeskuamasi, namun masih ada sel PMN dan limfosit.

12

Page 13: referat konjungtivitis alergi

Gambar 4. Histologi Konjungtivitis Vernal Terlihat Banyak Sel Radang Terutama

Eosinofil

Pemeriksaan Penunjang

Pada eksudat konjungtiva yang dipulas dengan Giemsa terdapat banyak

eosinofil dan granula eosinofilik bebas. Pada pemeriksaan darah ditemukan

eosinofilia dan peningkatan kadar serum IgE.

Pada konjungtivitis vernal, terdapat sebagian besar sel yang secara rutin

tampak dalam jaringan epitel. Pengawetan yang lebih baik adalah menggunakan

glutaraldehyde, lapisan plastik, dan ditampilkan pada media sehingga dapat

memungkinkan untuk menghitung jumlah sel ukuran 1 berdasarkan jenis dan

lokasinya. Jumlah rata-rata sel per kubik milimeter tidak melampaui jumlah

normal. Diperkirakan bahwa peradangan sel secara maksimum seringkali berada

dalam kondisi konjungtiva normal. Jadi, untuk mengakomodasi lebih banyak sel

dalam proses peradangan konjungtivitis vernal, maka jaringan akan membesar

dengan cara peningkatan jumlah kolagen dan pembuluh darah.

Jaringan tarsal atas yang abnormal ditemukan dari empat pasien

konjungtivitis vernal yang terkontaminasi dengan zat imun, yaitu: dua dari empat

pasien mengandung spesimen IgA-, IgG-, dan IgE- secara berlebih yang akhirnya

membentuk sel plasma. Sel-sel tersebut tidak ditemukan pada konjungtiva normal

dari dua pasien lainnya.

13

Page 14: referat konjungtivitis alergi

Kandungan IgE pada air mata yang diambil dari sampel serum 11 pasien

konjungtivitis vernal dan 10 subjek kontrol telah menemukan bahwa terdapat

korelasi yang signifikan antara air mata dengan level kandungan serum pada kedua

mata. Kandungan IgE pada air mata diperkirakan muncul dari serum kedua mata,

kandungan IgE dalam serum (1031ng/ml) dan pada air mata (130ng/ml) dari pasien

konjungtivitis vernal melebihi kandungan IgE dalam serum (201ng/ml) dan pada

air mata (61ng/ml) dari orang normal. Butiran antibodi IgE secara spesifik

ditemukan pada air mata lebih banyak daripada butiran antibodi pada serum. Selain

itu, terdapat 18 dari 30 pasien yang memiliki level antibodi IgG yang signifikan

yang menjadi butiran pada air matanya. Orang normal tidak memiliki jenis antibodi

ini pada air matanya maupun serumnya. Hasil pengamatan ini menyimpulkan

bahwa baik IgE- dan IgG- akan menjadi perantara mekanisme imun yang terlibat

dalam patogenesis konjungtivitis vernal, dimana sistesis lokal antibodi terjadi pada

jaringan permukaan mata. Kondisi ini ditemukan negatif pada orang-orang yang

memiliki alergi udara, tetapi pada penderita konjungtivitis vernal lebih banyak

berhubungan dengan antibodi IgG dan mekanisme lainnya daripada antibodi IgE.

Kandungan histamin pada air mata dari sembilan pasien konjungtivitis

vernal (38ng/ml) secara signifikan lebih tinggi daripada kandungan histamin air

mata pada 13 orang normal (10ng/ml, P<0.05). Hal ini sejalan dengan pengamatan

menggunakan mikroskopi elektron yang diperkirakan menemukan tujuh kali lipat

lebih banyak sel mastosit dalam substantia propia daripada dengan pengamatan

yang menggunakan mikroskopi cahaya. Sejumlah besar sel mastosit ini terdapat

pada air mata dengan level histamin yang lebih tinggi.

Kikisan konjungtiva pada daerah-daerah yang terinfeksi menunjukkan

adanya banyak eosinofil dan butiran eosinofilik. Ditemukan lebih dari dua eosinofil

tiap pembesaran 25x dengan sifat khas penyakit (pathognomonic) konjungtivitis

vernal. Tidak ditemukan adanya akumulasi eosinofil pada daerah permukaan lain

pada level ini.5,7

c. Konjungtivitis atopi

Konjungtivitis atopi sering diderita oleh pasien dermatitis atopi. Tanda dan gejalanya

berupa sensasi terbakar, kotoran mata berlendir, merah dan fotofobia. Terdapat papil

14

Page 15: referat konjungtivitis alergi

halus tetapi papil raksasa tidak ditemukan seperti pada konjungtivitis vernal. Kerokan

konjungtiva menampakan eosinofil meski tidak sebanyak terlihat pada

keratokonjungtivitis vernal.1

d. Giant papilary konjungtivitis

Giant papilary konjungtivitis dengan tanda dan gejala mirip dengan konjungtivitis

vernal dapat timbul pada pasien yang menggunakan mata buatan dari plastik atau

lensa kontak terutama jika memakainya melewati waktunya. Konjungtivitis Giant

Papillarry diperantarai reaksi imun yang mengenai konjungtiva tarsalis superior.

Konjungtivitis ini mungkin merupakan reaksi hipersensitivitas tipe lambat kaya

basofil dan mungkin dimediasi oleh IgE. Keluhan berupa mata gatal dan berair. Pada

pemeriksaan fisik ditemukan hipertrofi papil. Pada awal penyakit, papilnya kecil

(sekitar 0,3 mm diameter). Bila iritasi terus berlangsung, papil kecil akan menjadi

besar ( giant) yaitu sekitar 1 mm diameter.1

e. Konjungtivitis flikten

Konjungtivitis flikten disebabkan oleh karena alergi (hipersensitivitas tipe IV)

terhadap bakteri atau antigen tertentu, seperti tuberkuloprotein pada penyakit

tuberkolosis, infeksi bakteri (stafilokok, pneumokok, streptokok, dan Koch Weeks),

virus (herpes simplek), toksin dari moluskum kontagiosum yang terdapat pada margo

palpebra, jamur (kandida albikan), cacing (askaris, tripanosomiasis), limfogranuloma

venereal, leismaniasis, infeksi parasit dan infeksi di tempat lain dalam tubuh.

Konjungtivitis flikten biassanya dimulai dengan munculnya lesi kecil berdiameter 1-3

mm yang keras, merah, menimbul dan dikelilingi zona hiperemis. Di limbus sering

berbentuk segitiga dengan apeks mengarah kornea.1,2

2.8. Penatalaksanaan

Penanganan dari konjungtivitis alergi adalah berdasar pada identifikasi antigen spesifik

dan eliminasi dari pathogen spesifik. Pengobatan suportif seperti lubrikan dan kompres

dingin dapat membantu meredakan gejala yang dirasakan oleh pasien. Obat-obatan yang

15

Page 16: referat konjungtivitis alergi

menurunkan respon imun juga digunakan pada kasus konjungtivitis alergi untuk menurunkan

respon imun tubuh dan meredakan gejala inflamasi.

Obat –obat berikut ini berguna dalam mengobati konjungtivitis alergi:

Steroid topikal. Kortikosteroid menghambat proses inflamasi (misalnya, edema, dilatasi

kapiler, dan proliferasi fibroblast). Obat tersebut juga membatasi migrasi makrofag dan

neutrofil untuk daerah meradang serta memblokir aktivitas fosfolipase A2 dan selanjutnya

induksi asam arakidonat cascade. Obat ini digunakan dalam pengobatan penyakit mata akut

alergi, steroid efektif dalam mengurangi gejala alergi akut, namun, penggunaannya harus

dibatasi karena potensi efek samping dengan biala lama digunakan. Penggunaan

kortikosteroid topikal jangka panjang dapat menyebabkan komplikasi: katarak subkapsular

posterior dan peningkatan tekanan intraokular (TIO).

Vasokonstriktor topikal / antihistamin. Agen ini menyebabkan penyempitan pembuluh

darah, menurunkan permeabilitas pembuluh darah, dan mengurangi mata gatal-gatal dengan

memblokir histamin H1 receptors

Antihistamin topikal. Anithistamines kompetitif terikat dengan reseptor histamin dan dapat

mengurangi gatal dan vasodilatasi. Levocabastine hidroklorida 0,05%, sebuah H1 selektif

topikal antagonis reseptor histamin, efektif dalam mengurangi tanda-tanda dan gejala alergi

lain conjunctivitis. H1 selektif antagonis, azelastine hidroklorida 0,05%, efektif dalam

mengurangi gejala yang terkait dengan alergi, difumarate 0,05%, suatu antagonis H1 selektif,

mungkin lebih efektif dibandingkan levocabastine dalam mengurangi chemosis, kelopak

mata bengkak,dan tanda-tanda dan gejala yang berhubungan dengan konjungtivitis alergi

musiman pada pasien dewasa dan anak.

Non-steroid anti-inflamasi nonsteroid (OAINS) topikal.Obat ini menghambat aktivitas

siklooksigenase, salah satu yang bertanggung jawab untuk konversi asam arakidonat ke

enzim prostaglandins. Ketorolac trometamin 0,5% dan diklofenak natrium 0,1% efektif

dalam mengurangi tanda-tanda dan gejala berhubungan dengan konjungtivitis alergi,

meskipun Makanan dan Drug Administration (FDA) telah menyetujui hanya ketorolac untuk

pengobatan konjungtivitis alergi.

Stabilisator sel mast topikal. Agen ini menghambat degranulasi sel mast, sehingga

membatasi pelepasan inflamasi mediator, termasuk histamin, neutrofil dan eosinofil faktor

chemotactic, dan platelet-activating factor.

16

Page 17: referat konjungtivitis alergi

Imunosupresan. Siklosporin A adalah agen imunosupresan sistemik ampuh digunakan untuk

mengobati berbagai immunemediated kondisi. Sistemik diberikan siklosporin A dapat

menjadi pengobatan yang efektif untuk pasien dengan keratokconjugtiviits atopik yang berat.

Antihistamin sistemik. Agen ini berguna dalam kasus-kasus tertentu respon alergi dengan

edema, dermatitis, rinitis, atau sinusitis. Mereka harus digunakan dengan hati-hati karena

penenang yang dan efek antikolinergik dari beberapa antihistamin generasi pertama obat-

obatan. Pasien harus memperingatkan efek samping potensial. Antihistamin baru yang jauh

lebih kecil kemungkinannya untuk menyebabkan sedasi, tetapi penggunaannya dapat

mengakibatkan kekeringan okular meningkat permukaan.3,4,6

Penanganan khusus untuk konjungtivitis vernal berupa :

a. Terapi lokalis

- Steroid topical – penggunaannya efektif pada keratokonjungtivitis vernal, tetapi harus

hati-hati kerana dapat menyebabkan glaucoma. Pemberian steroid dimulai dengan

pemakaian sering (setiap 4 jam) selama 2 hari dan dilanjutkan dengan terapi

maintainance 3-4 kali sehari selama 2 minggu. Steroid yang sering dipakai adalah

fluorometholon, medrysone, betamethasone, dan dexamethasone. Fluorometholon dan

medrysone adalah paling aman antara semua steroid tersebut.1,2,7

- Mast cell stabilizer seperti sodium cromoglycate 2%

- Antihistamin topical

- Acetyl cysteine 0,5%

- Siklosporin topical 1%

b. Terapi sistemik;

- Anti histamine oral untuk mengurangi gatal

- Steroid oral untuk kasus berat dan non responsive

c. Terapi lain dan pencegahan

- Apabila terdapat papil yang besar, dapat diberikan injeksi steroid supratarsal atau

dieksisi. Eksisi sering dianjurkan untuk papil yang sangat besar.

- Menghindari tindakan menggosok-gosok mata dengan tangan atau jari tangan, karena

telah terbukti dapat merangsang pembebasan mekanis dari mediator -

mediator sel mast. Di samping itu, juga untuk mencegah super infeksi yang pada

akhirnya berpotensi ikut menunjang terjadinya glaukoma sekunder dan katarak.

17

Page 18: referat konjungtivitis alergi

- Menghindari daerah berangin kencang yang biasanya juga  membawa serbuk sari dan

hindari penyebab dari alergi itu sendiri.

- Kaca mata gelap untuk fotofobia dan untuk mengurangi kontak dengan

alergen di udara terbuka. Pemakaian lensa kontak justru harus dihindari karena lensa

kontak akan membantu retensi allergen.

- Kompres dingin dapat meringankan gejala.

- Pengganti air mata (artifisial). Selain bermanfaat untuk cuci mata juga berfungsi

protektif karena membantu menghalau allergen.

- Pasien dianjurkan pindah ke daerah yang lebih dingin yang sering juga disebut

sebagai climato-therapy.

2.9. Komplikasi

Komplikasi pada penyakit ini yang paling sering adalah ulkus pada kornea dan infeksi

sekunder. Sedangkan, komplikasi konjungtivitis vernal adalah pembentukan jaringan sikratik

dapat mengganggu penglihatan.8

2.10. Prognosis

Prognosis penderita konjungtivitis baik karena sebagian besar kasus dapat sembuh

spontan (self-limited disease), namun komplikasi juga dapat terjadi apabila tidak ditangani

dengan baik.2,6

18

Page 19: referat konjungtivitis alergi

BAB III

PENUTUP

Konjungtiva merupakan membran yang tipis dan transparan yang melapisi bagian

anterior dari bola mata (konjungtiva bulbi), serta melapisi bagian posterior dari palpebra

(konjungtiva palpebrae). Oleh karena letaknya yang paling luar itulah sehingga konjungtiva

sering terpapar terhadap banyak mikroorganisme dan faktor lingkungan lain yang

mengganggu. Salah satu penyakit konjungtiva yang paling sering adalah konjungtivitis.

Konjungtivitis adalah peradangan selaput bening yang menutupi bagian putih mata dan

bagian dalam kelopak mata. Adapun, salah satu penyebab dari konjungtivitis adalah alergi.

Konjungtivitis alergi itu sendiri juga dibagi dalam klasifikasi dan salah satunya termasuk

konjungtivitis vernal.

Penanganan yang diberikan berupa steroid dan antihistamin topikal serta yang sistemik.

Biasanya konjungtivitis alergi dapat sembuh sendiri, namun bila terlalu berat perlu diberi

pengobatan secara benar. Jika penanganan tidak baik, maka akan timbul suatu komplikasi.

Oleh karena itu, perlu pencegahan sebelum terjadi konjungtivitis alergi berupa hindari dari

penyebab alergen tersebut.

19

Page 20: referat konjungtivitis alergi

DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas S. Mata merah dengan penglihatan normal. Ilyas S, editor. Dalam: Ilmu Penyakit

Mata Edisi ke-3. Jakarta: FKUI; 2009. h116-46.

2. Vaughan, Daniel G., Asbury Taylor, Riordan Eva-Paul. Ofthalmologi Umum. Edisi 14.

Jakarta: Widya Medika ; 2000. h. 5-6, 115

3. Scott, IU. Alergy Conjunctivitis. 2011. Diunduh dari

http://emedicine.medscape.com/article/1191370-overview#showall. 25 November 2012.

4. Greg M., Peter M. Classifying and Managing Allergic Conjunctivitis. Medicine Today.

Volume 8, Number 11. November 2011.

5. Khurana AK. Diseases of the conjunctiva. Dalam : Khurana AK, editor. Comprehensive

Ophtalmology. Ed. 4. New Delhi: New Age ; 2010. h. 51-88.

6. Ventocillia M, Roy H. Allergic Conjunctivitis. 2012. Diunduh dari

http://emedicine.medscape.com/article/1191467-overview#a0104. 25 November 2012.

7. Medicastore. Konjungtivitis Vernalis. 2012.  Diunduh dari

http://www.medicastore.com/penyakit/865/Keratokonjungtivitis_Vernalis.ht ml . 25

November 2012.

8. Konjungtivitis. 2010. Diunduh dari

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31458/4/Chapter%20II.pdf. 25

November 2012.

20