Konjungtivitis (Isi)

21
BAB I PENDAHULUAN Konjungtiva merupakan membran mukous transparan yang menutupi permukaan anterior sklera dan bagian posterior kelopak mata, dan berhubungan dengan kulit pada tepi palpebra dan dengan epitel kornea di limbus. Berdasarkan letaknya konjungtiva dibagi menjadi tiga bagian yaitu konjungtiva tarsal, konjungtiva bulbi, dan konjungtiva fornix. Peradangan pada konjungtiva dapat menyebabkan konjungtivitis. Peradangan tersebut menyebabkan timbulnya berbagai macam gejala, salah satunya adalah mata merah. Konjungtivitis dapat disebabkan oleh virus, bakteri, alergi, atau kontak dengan benda asing, misalnya kontak lensa. Pada kesempatan kali ini akan dibicarakan khususnya konjungtivitis yang disebabkan oleh reaksi alergi baik berupa reaksi cepat ataupun lambat. Konjungtivitis alergi biasanya mengenai kedua mata dan memiliki tanda selain mata berwarna merah, mata juga akan terasa gatal yang seringkali dirasakan di hidung. Produksi air mata juga berlebihan sehingga mata sangat berair. 1

description

konjungtivitis

Transcript of Konjungtivitis (Isi)

Page 1: Konjungtivitis (Isi)

BAB I

PENDAHULUAN

Konjungtiva merupakan membran mukous transparan yang menutupi permukaan

anterior sklera dan bagian posterior kelopak mata, dan berhubungan dengan kulit pada

tepi palpebra dan dengan epitel kornea di limbus. Berdasarkan letaknya konjungtiva

dibagi menjadi tiga bagian yaitu konjungtiva tarsal, konjungtiva bulbi, dan

konjungtiva fornix.

Peradangan pada konjungtiva dapat menyebabkan konjungtivitis. Peradangan tersebut

menyebabkan timbulnya berbagai macam gejala, salah satunya adalah mata merah.

Konjungtivitis dapat disebabkan oleh virus, bakteri, alergi, atau kontak dengan benda

asing, misalnya kontak lensa.

Pada kesempatan kali ini akan dibicarakan khususnya konjungtivitis yang disebabkan

oleh reaksi alergi baik berupa reaksi cepat ataupun lambat. Konjungtivitis alergi

biasanya mengenai kedua mata dan memiliki tanda selain mata berwarna merah, mata

juga akan terasa gatal yang seringkali dirasakan di hidung. Produksi air mata juga

berlebihan sehingga mata sangat berair.

1

Page 2: Konjungtivitis (Isi)

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Anatomi dan Fisiologi Konjungtiva

Konjungtiva merupakan membran mukous transparan yang menutupi permukaan

anterior sklera dan bagian posterior kelopak mata, dan berhubungan dengan kulit pada

tepi palpebra dan dengan epitel kornea di limbus.

Konjungtiva terdiri atas:

1. Konjungtiva Palpebralis

Merupakan konjungtiva yang melapisi permukaan posterior kelopak mata dan

melekat erat ke tarsus.

2. Konjungtiva Bulbaris

Merupakan konjungtiva yang menutupi sebagian permukaan anterior bola

mata (menutupi sklera anterior). Konjungtiva bulbar sangt tipis dan mudah

digerakkan, sehingga pembuluh darah dibawahnya dapat dengan mudah

dilihat. Di dalam konjungtiva bulbar terdapat sel goblet yang mensekresi

musin yang berperan dalam memproteksi dan memberi nutrisi kornea.

3. Konjungtiva Fornix

Merupakan konjungtiva yang merupakan peralihan antara konjungtiva tarsal

dengan konjungtiva bulbi.

Konjungtiva berisi banyak pembuluh darah dan dapat dengan mudah

berubah merah saat terjadi inflamasi. Konjungtiva mencegah benda-benda asing

di dalam mata seperti bulu mata atau lensa kontak, agar tidak tergelincir ke belakang

mata. Bersama-sama dengan kelenjar lacrimal yang memproduksi air mata, selaput ini

turut menjaga agar cornea tidak kering.

Konjungtiva mudah terpapar terhadap berbagai mikroorganisme dan substansi lain

yang merusak. Meskipun demikian, konjungtiva mempunyai sistem pertahanan

sendiri berupa mekanisme pembersihan oleh air mata yang mengandung lisozim,

betasin, Imunoglobulin A, dan Imunoglobulin G yang dapat menghambat

pertumbuhan bakteri.

2

Page 3: Konjungtivitis (Isi)

2.2. Konjungtivitis

2.2.1. Definisi

Konjungtivitis adalah peradangan konjungtiva yang ditandai dengan dilatasi vaskular,

infiltrasi selular, dan eksudasi yang dapat disebabkan bakteri, virus, jamur, parasit, zat

toksik, alergi, dan trauma.

2.2.2. Klasifikasi

Konjungtivitis dapat dibagi menjadi

1.Konjungtivitis karena agen infeksi

a. Konjungtivitis Bakteri

b. Konjungtivitis Viral

i. Konjungtivitis Folikular Viral Akut

a) Demam Faringokonjungtival

b) Keratokonjungtivitis Epidemika

c) Konjungtivitis virus Herpes Simpleks

d) Konjungtivitis Penyakit Newcastle

e) Konjungtivitis Hemoragika Akut

ii. Konjungtivitis Viral Kronik

a) Blefarokonjungtivitis Molluscum Contagiosum

b) Blefarokonjungtivitis Varicella zoster

c) Keratokonjungtivitis Campak

c. Konjungtivitis Klamidia

i. Trakoma

ii. Konjungtivitis Inklusi

iii. Konjungtiviti akibat Limfogranuloma venerum

d. Konjungtivitis Rickettsia

e. Konjungtivitis Jamur

f. Konjungtivitis Parasit

i. Thelazia californiensis

ii. Loa loa

iii. Ascaris lumbricoides

iv. Trichinella spiralis

3

Page 4: Konjungtivitis (Isi)

v. Schistosoma haematobium

vi. Taenia solium

vii. Pthirus pubis

viii. Oftalmomyasis

2.Konjungtivitis Imunologik (Alergika)

a. Reaksi Hipersensitivitas Humoral Segera

i. Konjungtivitis “Hay Fever”

ii. Keratokonjungtivitis Vernal

iii. Keratokonjungtivitis atopik

b. Reaksi Hipersensitivitas Tipe Lambat

i. Fliktenulosis

ii. Konjungtivitis ringan Sekunder akibat blefaritis kontak

iii. Konjungtivitis Papilar Raksasa

1. Konjungtivitis Akibat Penyakit Autoimun

2. Konjungtivitis Kimia atau Iritatif

3. Konjungtivitis yang Penyebabnya tidak Diketahui

4. Konjungtivitis yang Berhubungan dengan Penyakit Sistemik

5. Konjungtivitis pada Dakriosistitis atau Kanalikulitis

2.2.3. Tanda dan Gejala

Secara umum gejala konjungtivitis dapat berupa:

Sensasi benda asing berupa sensasi tergores atau terbakar yang disebabkan

edema dan hipertrofi papila

Sensasi penuh di sekeliling mata

Gatal

Fotofobia

Nyeri jika kornea ikut terkena

Tanda Konjungtivitis dapat berupa:

Hiperemia adalah kemerahan yang paling jelas terlihat pada forniks dan makin

berkurang ke arah limbus. Pada konjungtivitis bakteria konjungtiva cenderung

berwarna merah terang, sedangkan pada konjungtivitis alergi berwarna putih

susu. Jika tidak ditemukan infiltrat diperkirakan terjadi akibat penyebab fisik

4

Page 5: Konjungtivitis (Isi)

Mata berair (epifora) disebabkan adanya sensasi benda asing, terbakar,

tergores ataupun karena rasa gatal. Jika produksi air mata berkurang

mencerminkan terjadinya keratokonjungtivitis sika.

Eksudasi berlapis dan amorf biasanya merupakan ciri konjungtivitis bakteri

akut, sedangkan pada konjungtivitis alergi eksudat berserabut, sedangkan pada

sebagian besar konjungtivitis biasanya ditemukan banyak kotoran mata saat

bangun tidur, yang dapat menyebabkan perlengketan jika disebabkan oleh

bakteri atau klamidia.

Pseudoptosis adalah terkulainya palpebra superior yang biasa terjadi pada

konjungtivitis berat

Hipertrofi papilar terjadi karena konjungtiva terikat pada tarsus atau limbus

Kemosis atau edema konjungtiva merupakan tanda khas konjungtivitis alergi.

Biasanya menunjukkan adanya peradangan yang berat, baik di dalam maupun

diluar.

Folikel merupakan bangunan khas sebagai benjolan kecil pada konjuntiva

palpebra atau fornicis.

Pseudomembran dan membran. Merupakan hasil proses koagulasi protein di

permukaan konjuntiva. Pada pseudomembran koagulum hanya menempel di

permukaan, sedang sekret membran koagulumnya menembus keseluruh tebal

epitel. Pengelupasan membran akan menimbulkan perdarahan hebat, sedang

pada pseudomembran tidak menimbulkan perdarahan

Konjungtivitis Ligneosa adalah bentuk istimewa konjungtivitis membranosa

rekuren.

Granuloma yang merupkan ukuran besar folikel dan selalu mengenai stroma

Fliktenula berupa penumpulan limfosit pada pembuluh darah. Bangunan khas

berbentuk benjolan seperti gunung. Dilereng terlihat hiperemi dipuncak

menguning pucat. Ini merupakan manifestasi alergi bakteri.

Limfadenopati preaurikular

2.2.4. Patofisiologi

Mikroorganisme (virus, bakteri, jamur), bahan alergen, iritasi menyebabkan kelopak

mata terinfeksi sehingga kelopak mata tidak dapat menutup dan membuka sempurna,

karena mata menjadi kering sehingga terjadi iritasi menyebabkan konjungtivitis.

5

Page 6: Konjungtivitis (Isi)

Pelebaran pembuluh darah disebabkan karena adanya peradangan ditandai dengan

konjungtiva dan sclera yang merah, edema, rasa nyeri, dan adanya sekret.

Akibat jangka panjang dari konjungtivitis yang dapat bersifat kronis yaitu

mikroorganisme, bahan allergen, dan iritatif dapat menginfeksi kelenjar air mata

sehingga fungsi sekresi juga terganggu menyebabkan hipersekresi, sehingga pada

konjungtivitis ditemukan lakrimasi, apabila pengeluaran cairan berlebihan akan

meningkatkan tekanan intra okuler yang lama kelamaan menyebabkan saluran air

mata atau kanal schlemm tersumbat. Aliran air mata yang terganggu akan

menyebabkan iskemia syaraf optik dan terjadi ulkus kornea yang dapat menyebabkan

kebutaan. Kelainan lapang pandang yang disebabkan kurangnya aliran air mata

sehingga pandangan menjadi kabur dan rasa pusing.

2.2.5. Pencegahan

1. Konjungtivitis mudah menular, karena itu sebelum dan sesudah membersihkan

atau mengoleskan obat, penderita harus mencuci tangannya bersih-bersih.

2. Usahakan untuk tidak menyentuh mata yang sehat sesudah menangani mata

yang sakit.

3. Jangan menggunakan handuk atau lap bersama-sama dengan penghuni rumah

lainnya.

4. Gunakan lensa kontak sesuai dengan petunjuk dari dokter dan pabrik

pembuatnya.

2.2.6. Komplikasi

Komplikasi konjungtivitis yang tidak tertangani antara lain:

1. Glaukoma

2. Katarak

3. Abalasi retina

4. Jaringan parut yang tebal pada kornea biasa terjadi pada konjungtivitis

membranasea dan pseudomembranasea

5. Pembentukan sikatriks pada konjungtivitis vernal

6. Ulcus kornea pada konjungtivitis purulenta

6

Page 7: Konjungtivitis (Isi)

2.3. Konjungtivitis Imunologik (Alergik)

Bentuk konjungtivitis akibat reaksi alergi dapat berupa reaksi cepat maupun lambat.

Gejala utama dapat berupa adanya tanda-tanda radang, gatal, silau berulang dan

menahun. Sedangkan karakteristik lainnya dapat berupa papil besar, dan datangnya

bermusim. Pada pemeriksaan laboratorium dapat ditemukan sel eosinofil, sel plasma,

limfosit, dan basofil.

2.3.1. Reaksi Hipersensitivitas Humoral Segera

2.3.1.1. Konjungtivitis “Hay Fever”

2.3.1.1.1. Definisi

Hay fever adalah suatu alergi terhadap serbuk sari, rumput, ataupun bulu hewan yang

terdapat di dalam udara. Hay fever sendiri dapat menimbulkan beberapa gejala yang

diantaranya dapat berupa konjungtivitis.

2.3.1.1.2. Tanda dan Gejala

Mata terasa gatal, berair, merah, terdapat sedikit kotoran mata jika pasien mengucek

mata dan kemosis berat yang menyebabkan pasien mengeluhkan kesan mata seakan-

akan tenggelam dalam jaringan sekitarnya.

Pada pemeriksaan laboratorium sulit ditemukan eosinofil dalam kerokan konjungtiva

2.3.1.1.3. Terapi

Pengobatan dilakukan dengan meneteskan vasokonstriktor antihistamin topikal.

Kompres dingin membantu mengatasi gatal-gatal dan antihistamin hanya sedikit

manfaatnya. Respon langsung terhadap pengobatan cukup baik, namun sering

kambuh kecuali antigen dihilangkan.

2.3.1.2 Keratokonjungtivitis Vernal

2.3.1.2.1. Definisi

Merupakan penyakit alergi bilateral yang disebabkan reaksi hipersensitivitas tipe I

dan bersifat rekuren. Penyakit ini disebut juga sebagai “konjungtivitis musim

kemarau” sehingga lebih sering di daerah beriklim panas.

7

Page 8: Konjungtivitis (Isi)

2.3.1.2.2. Tanda dan gejala

Pasien mengeluh sangat gatal dan kotoran mata berserat-serat. Pada pemeriksaan

dapat ditemukan pseudomembran fibrinosa, dan terdapat pembengkakan papillae

yang mencolok pada limbus. Selain itu pada kornea dapat terlihat psudogerontoxon,

ataupun adanya bintik-bintik Tranta atau bintik-bintik putih. Mikropannus sering

tampak pada keratokonjungtivitis vernal palpebra dan limbus.

Konjungtiva tampak putih seperti susu, pada konjungtiva tarsalis inferior terdapat

banyak papilla halus, konjungtiva palpebra superior sering memiliki papilla raksasa

mirip batu kali (cobblestone) berbentuk polygonal, dengan atap rata, dan mengandung

berkas kapiler.

Pada eksudat konjungtiva yang dipulas dengan Giemsa terdapat banyak eosinofil dan

granula eosinofilik bebas.

2.3.1.2.3. Klasifikasi

Ada dua tipe konjugtivitis vernalis

Bentuk Palpebra

Pada tipe palpebral ini konjungtivitis terutama mengenai konjungtiva fornix

superior, terdapat pertumbuhan papil yang besar atau cobble stone yang

diliputi secret yang mukoid. Konjungtiva bawah hiperemi dan edema dengan

kelainan kornea lebih berat dibanding bentuk limbal. Secara klinik, papil besar

ini tampak sebagai tonjolan bersegi banyak dengan permukaan uang rata dan

dengan kapiler di tengahnya.

Bentuk Limbal

Hipertrofi pada limbus superior yang dapat membentuk jaringan hiperplastik

gelatine. Dengan trantas dot yang merupakan degenerasi epitel kornea atau

eosinofil di bagian epitel limbus kornea, terbentuknya panus dengan sedikit

eosinofil

2.3.1.2.3. Terapi

8

Page 9: Konjungtivitis (Isi)

Penyakit ini sembuh sendiri tetapi medikasi yang dipakai terhadap gejala hanya

memberi hasil jangka pendek, berbahaya jika dipakai untuk jangka panjang. Steroid

topikal dan sistemik yang mengurangi rasa gatal hanya sedikit mempengaruhi

penyakit ini, dan efek sampingnya dapat sangat merugikan.

Vasokonstriktor, kompres dingin dan kompres es ada manfaatnya, dan tidur di tempat

ber AC sangat menyamankan pasien. Agaknya yang paling baik adalah pindah ke

tempat beriklim sejuk dan lembab. Pasien yang melakukan ini sangat tertolong

bahkan dapat sembuh total.

2.3.1.3. Konjungtivitis Atopik

2.3.1.3.1. Tanda dan gejala

Pasien mengeluhkan adanya sensasi terbakar, kotoran mata berlendir, mata merah,

bengkak dan fotofobia. Konjungtiva tampak putih seperti susu. Terdapat papilla halus

yang lebih sering terdapat di tarsus inferior. Tanda-tanda kornea yang berat muncul

pada perjalanan lanjut penyakit setelah eksaserbasi konjungtivitis terjadi berulangkali.

Timbul keratitis perifer superficial yang diikuti dengan vaskularisasi. Pada kasus

berat, seluruh kornea tampak kabur dan bervaskularisasi.

Kebanyakan pasien pernah menderita dermatitis atopic sejak bayi. Parut pada lipatan-

lipatan fleksura lipat siku dan pergelangan tangan dan lutut sering ditemukan. Seperti

dermatitisnya, keratokonjungtivitis atopic berlangsung berlarut-larut dan sering

mengalami eksaserbasi dan remisi. Penyakit ini cenderung kurang aktif bila pasien

telah berusia 50 tahun.

Pada kerokan konjungtiva menampakkan eosinofil, meski tidak sebanyak yang

terlihat sebanyak pada keratokonjungtivitis vernal.

2.3.1.3.2. Terapi

Terapi dengan penstabil sel mast topikal jangka panjang adalah hal terpenting, selain

itu perlu juga diberikan antihistaminoral. Obat-obat anti inflamasi non-steroid yang

lebih baru, seperti ketorolac dan iodoxamid, ternyata dapat mengatasi gejala pada

pasien-pasien ini. Pada kasus berat, plasmaferesis merupakan terapi tambahan. Pada

kasus lanjut dengan komplikasi kornea berat, mungkin diperlukan transplantasi

kornea untuk mengembalikan ketajaman penglihatannya.

2.3.1.4. Konjungtivitis Akibat Steven Johnson Sindrome

9

Page 10: Konjungtivitis (Isi)

Steven Johnson Sindrome merupakan suatu kumpulan gejala klinis erupsi

mukokutaneus yang ditandai oleh trias kelainan pada kulit vesikobulosa, mukosa

orifisium serta mata yang disertai gejala umum yamg berat.

Steven Johnson Sindrome disebabkan oleh reaksi alergi pada pemakaian obat tertentu,

mata palsu ataupun lensa buatan.

Konjungtivitis pada Steven Johnson Sindrome merupakan konjungtivitis yang

disebabkan karena proses alergi akibat reaksi terhadap non infeksi yang dapat berupa

reaksi cepat seperti alergi dan reaksi lambat pada reaksi terhadap obat, bakteri

ataupun bahan toksik lainnya.

Pengobatan bersifat simptomatik dengan menggunakan kortikosteroid sistemik dan

infus cairan antibiotik. Pembersihan lokal berupa pembersihan sekret, midriatika,

steroid topikal, dan mencegah terjadinya simblefaron (perlengketan konjungtiva).

2.3.2. Reaksi Hipersensitivitas Tipe Lambat

2.3.2.1. Fliktenulosis

2.3.2.1.1. Definisi

Merupakan respon hipersensitivitas lambat terhadap protein mikroba, termasuk

protein dari basil tuberkel, Staphylococcus spp, Candida albicans, Coccidioides

immitis, Haemophilus aegyptus, dan Chlamydia trachomatis serotype L1, L2, dan L3.

2.3.2.1.2. Patogenesis

Mekanisme pasti terbentuknya flikten masih belum diketahui dengan jelas, namun

dengan ditemukannya limfosit, histiosit dan sel plasma, serta diketemukannya

luekosit PMN pada lesi nekrotik dapat disimpulkan bahwa flikten merupakan hasil

dari reaksi hipersensitivitas tipe lambat terhadap protein tuberkulin, Staphylococcuc

aureus, Coccidioides immitis, Chlamydia,acne rosacea, beberapa jenis parasit

interstisial dan fungus Candida albicans.

2.3.2.1.2. Tanda dan Gejala

Fliktenula konjungtiva mulai berupa lesi kecil yang keras, merah, menimbul, dan

dikelilingi zona hiperemia. Di limbus sering berbentuk segitiga, dengan apeks

mengarah ke kornea. Di sini terbentuk pusat putih kelabu, yang segera menjadi ulkus

dan mereda dalam 10-12 hari. Biasa terjadi di limbus, namun ada juga yang di kornea,

10

Page 11: Konjungtivitis (Isi)

bulbus, dan sangat jarang di tarsus. Gejala biasanya hanya berupa iritasi dan air mata,

namun pada fliktenula kornea dan limbus umumnya disertai fotofobia hebat.

Fliktenula konjungtiva umumnya tidak meninggalkan parut, namun pada fliktenula

kornea dapat berkembang menjadi infiltrat kelabu amorf dan selalu meninggalkan

parut.

2.3.2.1.3. Terapi

Fliktenulosis yang diinduksi oleh tuberkuloprotein dan protein dari infeksi sistemik

lain berespon secara dramatis terhadap kortikosteroid topical. Terjadi pengurangan

sebagian besar gejala dalam 24 jam dan lesi hilang dalam 24 jam berikutnya.

Antibiotika topical hendaknya ditambahkan untuk blefarikonjungtivitis stafilokokus

aktif. Pengobatan hendaknya ditujukan terhadap penyakit penyebab, dan steroid bila

efektif, hendaknya hanya dipakai untuk mengatasi gejala akut dan parut kornea yang

menetap. Parut kornea berat mungkin memerlukan tranplantasi.

2.3.2.2. Konjungtivitis Ringan Sekunder Akibat Blefaritis Kontak

Blefaritis kontak yang disebabkan oleh atropin, neomycin, antibiotika spectrum luas,

dan medikasi topical lain sering diikuti oleh konjungtivitis infiltrate ringan yang

menimbukan hyperemia, hipertropi papiler ringan, sekret mukoid ringan, dan sedikit

iritasi. Pemeriksaan dengan giemsa sering hanya menampakkan sedikit sel epitel yang

berdegenerasi, sedikit sel polimorfonuklear dan mononuclear tanpa eosinofil.

Pengobatan diarahkan pada penemuan agen penyebab dan menghilangkannya.

Blefaritis kontak cepat membaik dengan kortikosteroid topical dengan pemakaian

yang harus dibatasi. Penggunaan steroid jangka panjang pada palpebra dapat

menimbulkan glaucoma steroid dan atrofi kulit dengan telangiektasis yang

memperburuk penampilan.

2.3.2.3. Konjungtivitis Papilar Raksasa

Biasa ditemukan pada pasien pengguna lensa kontak atau mata buatan yang terbuat

dari plastik. Dari pemeriksaan laboratorium akan tampak adanya basofil ataupun IgE

humoral.

2.3.2.3.1. Tanda dan Gejala

11

Page 12: Konjungtivitis (Isi)

Gejala yang biasa ditemukan dapat berupa rasa seperti ada benda asing, merah, dan

gatal. Sedangkan yang menjadi tanda dapat berupa peningkatan produksi mukus,

mikropapil pada konjungtifa fornix superior, dan ditemukannya makropapil dengan

scar pada kasus lanjut

2.3.2.3.2. Therapi

Penanganan pada konjungtivitis papilar raksasa pada dasarnya hanya dengan

menggaanti mata buatan dengan yang terbuat dari kaca, ataupun mengganti lensa

kontak dengan kacamata. Namun dapat pula diberikan mast cell stabillator ataupun

steroid topikal juka diperlukan

BAB III

12

Page 13: Konjungtivitis (Isi)

KESIMPULAN

Konjungtivitis adalah suatu peradangan konjungtiva yang dapat disebabkan berbagai

faktor mulai dari mikroorganisme sampai adanya reaksi autoimun.

Gejala konjungtivitis dapat berupa mata merah, sensasi benda asing, gatal. Fotofobia,

sampai terasa nyeri jika kornea ikut terkena. Pada kasus tertentu dapat juga ditemukan

hiperemia, epifora, eksudasi berlapis dan amorf , pseudoptosis, hipertrofi papilar,

kemosis, folikel, pseudomembran, membran, Konjungtivitis Ligneosa, granuloma,

fliktenula, dan limfadenopati preaurikular. Biasanya konjungtivitis tidak

menyebabkan penurunan tajam pengelihatan, namun jika kelainan mengenai kornea

dapat terjadi penurunan tajam pengelihatan.

Konjungtivitis yang disebabkan alergi dapat digolongkan berdasarkan reaksi dari

alergi itu sendiri. Pada reaksi cepat terdapat konjungtivitis yang disebabkan hay fever,

konjungtivitis vernal, konjungtivitis atopik, konjungtivitis papilar raksasa, serta

konjungtivitis yang disebabkan Steven Johnson Sindrom. Sedangkan pada reaksi tipe

lambat terdapat Fliktenulosis, dan konjungtivitis akibat blefaritis.

Pengobatan secara umum pada konjungtivitis alergi khususnya adalah menghindari

faktor pencetus penyakit, serta memberikan astringen, sodium kromolin, steroid

topikal dosis rendah yang selanjutnya disusul dengan kompres dingin untuk

menghilangkan edema.

DAFTAR PUSTAKA

13

Page 14: Konjungtivitis (Isi)

Pendit, Brahm U. 2009. Oftalmologi Umum Vaughan & Asbury Edisi 17.

Diterjemahkan dari David A. Albiani et al. 2008.Vaughan & Asbury’s General

Ophthalmology 17th edition. Jakarta: EGC. Halaman 5-6, 97-124.

Ilyas, Sidarta. 2004. Ilmu Penyakit Mata edisi ketiga. Jakarta: Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia. Halaman 2-3, 121-122, 133-136

http://id.wikipedia.org/wiki/Konjungtivitis

http://harnawatiaj.wordpress.com/2008/03/09/konjugtivitis/

http://medicastore.com/penyakit/781/Rinitis_Alergika_Musiman.html

http://www.scribd.com/doc/22654876/MaKaLaH-KonJungTiVitiS

http://medicastore.com/apotik_online/obat_mata/obat_mata_lain.htm

http://www.scribd.com/doc/16796718/Referat-Steven-Johnson

http://www.scribd.com/doc/58742653/Konjungtivitis-Alergi-Kuliah-Mhsw-Dr-BM

14