Konjungtivitis alergi 1

28
KONJUNGTIVITIS ALERGI PEMBIMBING dr. DASRIL, SPM NAMA : ARDIYAN NASUTION NIM : 101001029 KEPANITERAAN KLINIK SENIOR BAGIAN MATA

description

makalah

Transcript of Konjungtivitis alergi 1

Page 1: Konjungtivitis alergi 1

KONJUNGTIVITIS ALERGI

PEMBIMBING

dr. DASRIL, SPM

NAMA : ARDIYAN NASUTION

NIM : 101001029

KEPANITERAAN KLINIK SENIORBAGIAN MATA

RSUD. DJASAMEN SARAGIH PEMATANG SIANTARFAKULTAS KEDOKTERAN UISU

2014

Page 2: Konjungtivitis alergi 1

KATA PENGANTAR

Puji dan rasa syukur yang besar saya ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena

atas rahmat-Nya saya dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Dan terimakasih kepada

dr. Dasril, Sp.M selaku pembimbing saya yang memberi kesempatan bagi saya

menyelesaikan makalah ini guna memenuhi persyaratan penilaian Kepaniteraan Klinik Senior

Bagian Ilmu Penyakit Mata di RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar. Adapun judul

makalah ini “ KONJUNGTIVITIS ALERGI”

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu

baik secara langsung maupun tidak langsung dalam menyelesaikan makalah ini.

Saya selaku penyaji bahan juga menyadari bahwa tugas ini masih jauh dari sempurna,

sehingga dengan senang hati saya akan menerima segala bentuk kritik dan saran yang

membangun. Demikian tulisan ini saya sajikan, Atas kritik dan sarannya saya ucapkan

terimakasih.

Pematangsiantar, 21 Oktober 2014

Penulis,

i

Page 3: Konjungtivitis alergi 1

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................. i

DAFTAR ISI ............................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................... 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................... 2

2.1. Definisi konjungtivitis alergi .................................................................. 2

2.2. Anatomi dan fisiologi konjungtiva ......................................................... 2

2.3. Epidemiologi .......................................................................................... 3

2.4. Etiologi ................................................................................................... 4

2.5. Patofisiologi konjungtivitis alergi secara umum .................................... 4

2.6. Manifestasi klinik dan pemeriksaan penunjang ..................................... 7

2.7. Klasifikasi konjungtivitis alergi ............................................................. 7

2.8. Penatalaksanaan ..................................................................................... 9

2.9. Komplikasi ............................................................................................. 11

2.10. Prognosis ................................................................................................ 11

BAB III PENUTUP ................................................................................................... 12

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 13

ii

Page 4: Konjungtivitis alergi 1

BAB I

PENDAHULUAN

Konjungtivitis adalah peradangan selaput bening yang menutupi bagian putih mata

dan bagian dalam kelopak mata. Peradangan tersebut menyebabkan timbulnya berbagai

macam gejala, salah satunya adalah mata merah. Konjungtivitis disebabkan oleh berbagai hal

diantaranya disebabkan oleh alergi.

Konjungtivitis alergi merupakan bentuk radang konjungtiva akibat reaksi alergi

terhadap noninfeksi, dapat berupa reaksi cepat seperti alergi biasanya dan reaksi lambat

sesudah beberapa hari kontak seperti pada reaksi terhadap obat, bakteri dan toksik. Di negara-

negara maju, 20-30% populasi mempunyai riwayat alergi, dan 50% individual tersebut

mengidap konjungtivitis alergi. Konjungtivitis alergi bisa berlangsung dari peradangan

ringan seperti konjungtivitis alergi musiman atau bentuk kronik yang berat seperti

keratokonjungtivitis alergi.

Komplikasi sangat jarang ditemukan pada konjungtivitis alergi. Penyulit yang bisa

terjadi adalah keratokonus dan tukak kornea. Konjungtivitis alergi jarang menyebabkan

kehilangan penglihatan. Prognosis penderita konjungtivitis baik karena sebagian besar kasus

dapat sembuh spontan (self-limited disease), namun dapat pula prognosis penyakit ini

menjadi buruk bila terjadi komplikasi yang diakibatkan oleh penanganan yang kurang baik.

Oleh karena itu, penulisan ini akan membahas secara umum tentang konjungtivitis

alergi itu sendiri dan bagaimana penanganan yang baik untuk konjungtivitis tersebut sehingga

tidak terjadi komplikasinya dan mendapatkan prognosis yang baik ke depannya.

1

Page 5: Konjungtivitis alergi 1

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi konjungtivitis alergi

Konjungtivitis adalah peradangan pada selaput bening yang menutupi bagian putih

mata dan bagian dalam kelopak mata. Peradangan tersebut menyebabkan timbulnya berbagai

macam gejala, salah satunya adalah mata merah. Penyakit ini bervariasi mulai dari hyperemia

ringan dengan mata berair sampai konjungtivitis berat dengan banyak sekret purulen kental.

Konjungtivitis dapat disebabkan oleh virus, bakteri, alergi, atau kontak dengan benda asing,

misalnya kontak lensa.5

Salah satu bentuk konjungtivitis adalah konjungtivitis alergi. Konjungtivitis alergi

adalah peradangan konjungtiva yang disebabkan oleh reaksi alergi atau hipersensitivitas tipe

humoral ataupun sellular. Konjungtiva sepuluh kali lebih sensitif terhadap alergen

dibandingkan dengan kulit.

2.2. Anatomi dan fisiologi konjungtiva

Konjungtiva adalah membran mukosa yang transparan dan tipis yang membungkus

permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebralis) dan permukaan anterior

sklera (konjungtiva bulbaris). Konjungtiva bersambungan dengan kulit pada tepi kelopak

(persambungan mukokutan) dan dengan epitel kornea limbus.2

Konjungtiva mengandung kelenjar musin yang dihasilkan oleh sel goblet. Musin

bersifat membasahi bola mata terutama kornea.

Konjungtiva terdiri atas tiga bagian, yaitu :

Konjungtiva tarsal yang menutupi tarsus, konjungtiva tarsal sukar digerakkan dari

tarsus.

Konjungtiva bulbi menutupi sklera dan mudah digerakkan dari sklera di bawahnya.

Konjungtiva fornises atau forniks konjungtiva yang merupakan tempat peralihan

konjungtiva tarsal dengan konjungtiva bulbi.

2

Page 6: Konjungtivitis alergi 1

Konjungtiva bulbi dan forniks berhubungan dengan sangat longgar dengan

jaringan di bawahnya sehingga bola mata mudah bergerak.

Secara histologis, konjungtiva terdiri atas lapisan :

Lapisan epitel konjungtiva, terdiri dari dua hingga lima lapisan sel epitel silinder

bertingkat, superficial dan basal. Lapisan epitel konjungtiva di dekat limbus, di atas

karankula, dan di dekat persambungan mukokutan pada tepi kelopak mata terdiri

dari sel-sel epitel skuamosa.

Sel-sel epitel supercial, mengandung sel-sel goblet bulat atau oval yang mensekresi

mukus. Mukus mendorong inti sel goblet ke tepi dan diperlukan untuk dispersi

lapisan air mata secara merata diseluruh prekornea. Sel-sel epitel basal berwarna

lebih pekat daripada sel-sel superficial dan di dekat limbus dapat mengandung

pigmen.

Stroma konjungtiva, dibagi menjadi :

Lapisan adenoid (superficial)

Lapisan adenoid mengandung jaringan limfoid dan dibeberapa tempat dapat

mengandung struktur semacam folikel tanpa sentrum germinativum. Lapisan

adenoid tidak berkembang sampai setelah bayi berumur 2 atau 3 bulan. Hal ini

menjelaskan mengapa konjungtivitis inklusi pada neonatus bersifat papiler

bukan folikuler dan mengapa kemudian menjadi folikuler.

Lapisan fibrosa (profundus)

Lapisan fibrosa tersusun dari jaringan penyambung yang melekat pada

lempeng tarsus. Hal ini menjelaskan gambaran reksi papiler pada radang

konjungitiva. Lapisan fibrosa tersusun longgar pada bola mata.

Kelenjar air mata asesori (kelenjar Krause dan wolfring), yang struktur dan fungsinya

mirip kelenjar lakrimal, terletak di dalam stroma. Sebagian besar kelenjar krause

berada di forniks atas, dan sedikit ada di forniks bawah. Kelenjar wolfring terletak

ditepi atas tarsus atas.

2.3. Epidemiologi

Konjungtivitis alergi dijumpai paling sering di daerah dengan alergen musiman yang

tinggi. Keratokonjungtivitis vernal paling sering di daerah tropis dan panas seperti daerah

3

Page 7: Konjungtivitis alergi 1

mediteranian, Timur Tengah, dan Afrika. Keratokonjungtivitis vernal lebih sering dijumpai

pada laki-laki dibandingkan perempuan, terutamanya usia muda (4-20 tahun). Biasanya onset

pada dekade pertama dan menetap selama 2 dekade. Gejala paling jelas dijumpai sebelum

onset pubertas dan kemudian berkurang. Keratokonjungtivitis atopik umumnya lebih banyak

pada dewasa muda.

2.4. Etiologi

Konjungtivitis alergi dapat disebabkan oleh berbagai hal seperti :

a. reaksi alergi terhadap debu, serbuk sari, bulu binatang

b. iritasi oleh angin, debu, asap, dan polusi udara

c. pemakaian lensa kontak terutama dalam jangka panjang.

2.5. Patofisiologi konjungtivitis alergi secara umum

Konjungtivitis terjadi karena kerusakan jaringan akibat masuknya benda asing ke dalam

konjunctiva akan memicu suatu kompleks kejadian yang dinamakan respon radang atau

inflamasi. Tanda-tanda terjadinya inflamasi pada umumnya adalah kalor (panas), dolor

(nyeri), rubor (merah), tumor (bengkak) dan fungsiolesa. Masuknya benda asing ke dalam

konjungtiva tersebut pertama kali akan di respon oleh tubuh dengan mengeluarkan air mata.

Air mata diproduksi oleh Apartus Lakrimalis, berfungsi melapisi permukaan konjungtiva dan

kornea sebagai Film air mata. Fungsi air mata:

1. Menghaluskan permukaan air kornea

2. Memberi nutrisi pada kornea

3. Anti bakteri

4. Perlindungan mekanik terhadap benda asing

5. Lapisan Akuos (berada di tengah)

Terjadinya suatu peradangan pada konjungtiva juga akan menyebabkan vasokonstriksi

segera pada area setempat, peningkatan aliran darah ke lokasi (vasodilatasi) dalam hal ini

adalah a. ciliaris anterior dan a. palpebralis sehingga mata terlihat menjadi lebih merah,

terjadi penurunan velocity aliran darah ke lokasi radang (leukosit melambat dan menempel di 4

Page 8: Konjungtivitis alergi 1

endotel vaskuler), terjadi peningkatan adhesi endotel pembuluh darah (leukosit dapat terikat

pada endotel pembuluh darah), terjadi peningkatan permeabilitas vaskuler (cairan masuk ke

jaringan), fagosit masuk jaringan (melalui peningkatan marginasi dan ekstravasasi),

pembuluh darah membawa darah membanjiri jaringan kapiler jaringan memerah (RUBOR)

dan memanas (KALOR), peningkatan permeabilitas kapiler, masuknya cairan dan sel dari

kapiler ke jaringan terjadi akumulasi cairan (eksudat) dan bengkak (edema), peningkatan

permeabilitas kapiler, penurunan velocity darah dan peningkatan adhesi, dan migrasi leukosit

(terutama fagosit) dari kapiler ke jaringan.

Inflamasi diawali oleh kompleks interaksi mediator-mediator kimiawi yakni:

1. Histamin

Dilepaskan oleh sel merangsang vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas kapiler.

2. Lekotrin

Dihasilkan dari membran sel meningkatkan kontraksi otot polos mendorong kemotaksis

untuk netrofil.

3. Prostaglandin

Dihasilkan dari membran sel meningkatkan vasodilatasi, permeabilitas vaskuler

mendorong kemotaksis untuk neutrofil.

4. Platelet aggregating factors

Menyebabkan agregasi platelet mendorong kemotaksis untuk neutrofil.

5. Kemokin

Dihasilkan oleh sel pengatur lalu lintas lekosit di lokasi inflamasi) beberapa macam

kemokin: IL-8 (interleukin-8), RANTES (regulated upon activation normal T cell

expressed and secreted), MCP (monocyte chemoattractant protein).

6. Sitokin

Dihasilkan oleh sel-sel fagosit di lokasi inflamasi pirogen endogen yang memicu

demam melalui hipotalamus, memicu produksi protein fase akut oleh hati, memicu

peningkatan hematopoiesis oleh sumsum tulang leukositosis beberapa macam

sitokin yaitu: IL-1 (interleukin-1), IL-6 (interleukin-6), TNF-a (tumor necrosis factor

alpha).

7. Mediator lain (dihasilkan akibat proses fagositosis).

Beberapa mediator lain: nitrat oksida, peroksida dan oksigen radikal. Oksigen dan

nitrogen merupakan intermediat yang sangat toksik untuk mikroorganisme.

5

Page 9: Konjungtivitis alergi 1

Biasanya penyakit ini dapat sembuh dengan sendirinya (self limiting disease), hal ini

disebabkan oleh faktor-faktor :

1. Konjungtiva selalu dilapisi oleh tears film yang mengandung zat-zat anti

mikrobial

2. Stroma konjungtiva pada lapisan adenoid mengandung banyak kelenjar

limfoid

3. Epitel konjungtiva terus menerus diganti

4. Temperatur yang relatif rendah karena penguapan air mata, sehingga

perkembangbiakan mikroorganisme terhambat

5. Penggelontoran mikroorganisme oleh aliran air mata

6. Mikroorganisme tertangkap oleh mukous konjungtiva hasil sekresi sel-sel

goblet kemudian akan digelontor oleh aliran air mata

Pada konjungtivitis alergi dapat berupa reaksi hipersensitivitas tipe 1 (tipe cepat) yang

berlaku apabila individu yang sudah tersentisisasi sebelumnya berkontak dengan antigen

yang spesifik. Respon alergi pada mata merupakan suatu rangkaian peristiwa yang

dikoordinasi oleh sel mast. Beta chemokins seperti eotaxin dan MIP-alpha diduga memulai

aktifasi sel mast pada permukaan mata. Ketika terdapat suatu alergen, akan terjadi sensitisasi

yang akan mempersiapkan sistem tubuh untuk memproduksi respon antigen spesifik. Sel T

yang berdiferensisasi menjadi sel TH2 akan melepaskan sitokin yang akan merangsang

produksi antigen spesifik imunoglobulin E (IgE). IgE akan berikatan dengan IgE reseptor

pada permukaan sel mast. Kemudian smemicu pelepasan sitokin, prostaglandin dan platelet

activating factor. Sel mast menyebabkan peradangan dan gejala-gejala alergi yang diaktivasi

oleh sel inflamasi. Ketika histamin dilepaskan oleh sel mast. Histamin akan berikatan dengan

reseptor H1 pada ujung saraf dan menyebabkan gejala pada mata berupa gatal. Histamin juga

akan akan berikatan dengan reseptor H1 dan H2 pada pembuluh darah konjungtiva dan

menyebabkan vasodlatasi. Sitokin yang dipicu oleh sel mast seperti chemokin, interleukin IL-

8 terlibat dalam memicu netrofil.Sitokin TH2 seperti IL-5 akan memicu eosinofil dan IL-4,

IL-6,IL-13 yang akan memicu peningkatan sensitivitas.5

6

Page 10: Konjungtivitis alergi 1

2.6. Manifestasi klinik dan pemeriksaan penunjang konjungtivitis alergi secara umum

Gejala utama penyakit alergi ini adalah radang (merah, sakit, bengkak, dan panas),

gatal, silau berulang dan menahun. Tanda karakteristik lainnya adalah terdapatnya papil besar

pada konjungtiva, injeksi konjungtiva, datang bermusim, yang dapat mengganggu

penglihatan. Walaupun penyaki alergi konjungtiva sering sembuh sendiri akan tetapi dapat

memberikan keluhan yang memerlukan pengobatan. Pada pemeriksaan laboratorium

ditemukan sel eosinofil, sel plasma, limfosit, dan basofil yang meningkat. Dapat juga

dilakukan pemeriksaan tes alergi untuk mengetahui penyebab dari alerginya itu sendiri.1,2

2.7. Klasifikasi konjungtivitis alergi

Konjungtivitis alergi merupakan reaksi antibody humoral yang dimediasi oleh IgE

terhadap alergen, biasanya terjadi pada individu dengan riwayat atopi. Semua gejala pada

konjungtiva akibat dari konjungtiva bersifat rentan terhadap benda asing. Terdapat beberapa

jenis konjungtivitis yakni konjungtivitis demam jerami, keratokonjungivitis atopik,

konjungtivitis musiman, vernal konjungtivitis, Giant papilary konjungtivitis dan

konjungtivitis flikten. Konjungtivitis dapat diklasifikasikan berdasarkan waktu terjadinya

yakni konjungtivitis yang bersifat akut yakni konjungtivitis alergi musiman dan

konjungtivitis parennial sedangkan konjungtivitis kronis yakni keratokonjungtivitis vernal

dan keratokonjungtivitis atopik.

a. Konjungtivitis hay fever (konjungtivitis demam jerami/konjungtivitis simpleks)

Konjungtiva adalah permukaan mukosa yang sama dengan mukosa nasal. Oleh

karena itu, allergen yang bisa mencetuskan rhinitis allergi juga dapat menyebabkan

konjuntivitis alergi. Alergen airborne seperti serbuk sari, rumput, bulu hewan dan

lain-lain dapat memprovokasi terjadinya gejala pada serangan akut konjuntivitis

alergi.

b. Konjungtivitis vernal

Konjungtivitis vernal adalah peradangan konjungtiva bilateral dan berulang

(recurrence) yang khas, dan merupakan suatu reaksi alergi. Penyakit ini juga

dikenal sebagai “konjungtivitis musiman” atau “konjungtivitis musim kemarau”.

7

Page 11: Konjungtivitis alergi 1

Sering terdapat pada musim panas di negeri dengan empat musim, atau sepanjang

tahun di negeri tropis (panas).

c. Konjungtivitis atopi

Konjungtivitis atopi sering diderita oleh pasien dermatitis atopi. Tanda dan gejalanya

berupa sensasi terbakar, kotoran mata berlendir, merah dan fotofobia. Terdapat papil

halus tetapi papil raksasa tidak ditemukan seperti pada konjungtivitis vernal. Kerokan

konjungtiva menampakan eosinofil meski tidak sebanyak terlihat pada

keratokonjungtivitis vernal.

d. Giant papilary konjungtivitis

Giant papilary konjungtivitis dengan tanda dan gejala mirip dengan konjungtivitis

vernal dapat timbul pada pasien yang menggunakan mata buatan dari plastik atau

lensa kontak terutama jika memakainya melewati waktunya. Konjungtivitis Giant

Papillarry diperantarai reaksi imun yang mengenai konjungtiva tarsalis superior.

Konjungtivitis ini mungkin merupakan reaksi hipersensitivitas tipe lambat kaya

basofil dan mungkin dimediasi oleh IgE. Keluhan berupa mata gatal dan berair. Pada

pemeriksaan fisik ditemukan hipertrofi papil. Pada awal penyakit, papilnya kecil

(sekitar 0,3 mm diameter). Bila iritasi terus berlangsung, papil kecil akan menjadi

besar ( giant) yaitu sekitar 1 mm diameter.1

e. Konjungtivitis flikten

Konjungtivitis flikten disebabkan oleh karena alergi (hipersensitivitas tipe IV)

terhadap bakteri atau antigen tertentu, seperti tuberkuloprotein pada penyakit

tuberkolosis, infeksi bakteri (stafilokok, pneumokok, streptokok, dan Koch Weeks),

virus (herpes simplek), toksin dari moluskum kontagiosum yang terdapat pada margo

palpebra, jamur (kandida albikan), cacing (askaris, tripanosomiasis), limfogranuloma

venereal, leismaniasis, infeksi parasit dan infeksi di tempat lain dalam tubuh.

Konjungtivitis flikten biassanya dimulai dengan munculnya lesi kecil berdiameter 1-3

mm yang keras, merah, menimbul dan dikelilingi zona hiperemis. Di limbus sering

berbentuk segitiga dengan apeks mengarah kornea.

8

Page 12: Konjungtivitis alergi 1

2.8. Penatalaksanaan

Penanganan dari konjungtivitis alergi adalah berdasar pada identifikasi antigen spesifik

dan eliminasi dari pathogen spesifik. Pengobatan suportif seperti lubrikan dan kompres

dingin dapat membantu meredakan gejala yang dirasakan oleh pasien. Obat-obatan yang

menurunkan respon imun juga digunakan pada kasus konjungtivitis alergi untuk menurunkan

respon imun tubuh dan meredakan gejala inflamasi.

Obat –obat berikut ini berguna dalam mengobati konjungtivitis alergi:

Steroid topikal. Kortikosteroid menghambat proses inflamasi (misalnya, edema, dilatasi

kapiler, dan proliferasi fibroblast). Obat tersebut juga membatasi migrasi makrofag dan

neutrofil untuk daerah meradang serta memblokir aktivitas fosfolipase A2 dan selanjutnya

induksi asam arakidonat cascade. Obat ini digunakan dalam pengobatan penyakit mata akut

alergi, steroid efektif dalam mengurangi gejala alergi akut, namun, penggunaannya harus

dibatasi karena potensi efek samping dengan biala lama digunakan. Penggunaan

kortikosteroid topikal jangka panjang dapat menyebabkan komplikasi: katarak subkapsular

posterior dan peningkatan tekanan intraokular (TIO).

Vasokonstriktor topikal / antihistamin. Agen ini menyebabkan penyempitan pembuluh

darah, menurunkan permeabilitas pembuluh darah, dan mengurangi mata gatal-gatal dengan

memblokir histamin H1 receptors

Antihistamin topikal. Anithistamines kompetitif terikat dengan reseptor histamin dan dapat

mengurangi gatal dan vasodilatasi. Levocabastine hidroklorida 0,05%, sebuah H1 selektif

topikal antagonis reseptor histamin, efektif dalam mengurangi tanda-tanda dan gejala alergi

lain conjunctivitis. H1 selektif antagonis, azelastine hidroklorida 0,05%, efektif dalam

mengurangi gejala yang terkait dengan alergi, difumarate 0,05%, suatu antagonis H1 selektif,

mungkin lebih efektif dibandingkan levocabastine dalam mengurangi chemosis, kelopak

mata bengkak,dan tanda-tanda dan gejala yang berhubungan dengan konjungtivitis alergi

musiman pada pasien dewasa dan anak.

Non-steroid anti-inflamasi nonsteroid (OAINS) topikal.Obat ini menghambat aktivitas

siklooksigenase, salah satu yang bertanggung jawab untuk konversi asam arakidonat ke

enzim prostaglandins. Ketorolac trometamin 0,5% dan diklofenak natrium 0,1% efektif

dalam mengurangi tanda-tanda dan gejala berhubungan dengan konjungtivitis alergi,

meskipun Makanan dan Drug Administration (FDA) telah menyetujui hanya ketorolac untuk

pengobatan konjungtivitis alergi.

9

Page 13: Konjungtivitis alergi 1

Stabilisator sel mast topikal. Agen ini menghambat degranulasi sel mast, sehingga

membatasi pelepasan inflamasi mediator, termasuk histamin, neutrofil dan eosinofil faktor

chemotactic, dan platelet-activating factor.

Imunosupresan. Siklosporin A adalah agen imunosupresan sistemik ampuh digunakan untuk

mengobati berbagai immunemediated kondisi. Sistemik diberikan siklosporin A dapat

menjadi pengobatan yang efektif untuk pasien dengan keratokconjugtiviits atopik yang berat.

Antihistamin sistemik. Agen ini berguna dalam kasus-kasus tertentu respon alergi dengan

edema, dermatitis, rinitis, atau sinusitis. Mereka harus digunakan dengan hati-hati karena

penenang yang dan efek antikolinergik dari beberapa antihistamin generasi pertama obat-

obatan. Pasien harus memperingatkan efek samping potensial. Antihistamin baru yang jauh

lebih kecil kemungkinannya untuk menyebabkan sedasi, tetapi penggunaannya dapat

mengakibatkan kekeringan okular meningkat permukaan.3,4,6

Penanganan khusus untuk konjungtivitis vernal berupa :

a. Terapi lokalis

- Steroid topical – penggunaannya efektif pada keratokonjungtivitis vernal, tetapi harus

hati-hati kerana dapat menyebabkan glaucoma. Pemberian steroid dimulai dengan

pemakaian sering (setiap 4 jam) selama 2 hari dan dilanjutkan dengan terapi

maintainance 3-4 kali sehari selama 2 minggu. Steroid yang sering dipakai adalah

fluorometholon, medrysone, betamethasone, dan dexamethasone. Fluorometholon dan

medrysone adalah paling aman antara semua steroid tersebut.1,2,7

- Mast cell stabilizer seperti sodium cromoglycate 2%

- Antihistamin topical

- Acetyl cysteine 0,5%

- Siklosporin topical 1%

b. Terapi sistemik;

- Anti histamine oral untuk mengurangi gatal

- Steroid oral untuk kasus berat dan non responsive

c. Terapi lain dan pencegahan

- Apabila terdapat papil yang besar, dapat diberikan injeksi steroid supratarsal atau

dieksisi. Eksisi sering dianjurkan untuk papil yang sangat besar.

- Menghindari tindakan menggosok-gosok mata dengan tangan atau jari tangan, karena

telah terbukti dapat merangsang pembebasan mekanis dari mediator -

10

Page 14: Konjungtivitis alergi 1

mediator sel mast. Di samping itu, juga untuk mencegah super infeksi yang pada

akhirnya berpotensi ikut menunjang terjadinya glaukoma sekunder dan katarak.

- Menghindari daerah berangin kencang yang biasanya juga  membawa serbuk sari dan

hindari penyebab dari alergi itu sendiri.

- Kaca mata gelap untuk fotofobia dan untuk mengurangi kontak dengan

alergen di udara terbuka. Pemakaian lensa kontak justru harus dihindari karena lensa

kontak akan membantu retensi allergen.

- Kompres dingin dapat meringankan gejala.

- Pengganti air mata (artifisial). Selain bermanfaat untuk cuci mata juga berfungsi

protektif karena membantu menghalau allergen.

- Pasien dianjurkan pindah ke daerah yang lebih dingin yang sering juga disebut

sebagai climato-therapy.

2.9. Komplikasi

Komplikasi pada penyakit ini yang paling sering adalah ulkus pada kornea dan infeksi

sekunder. Sedangkan, komplikasi konjungtivitis vernal adalah pembentukan jaringan sikratik

dapat mengganggu penglihatan.

2.10. Prognosis

Prognosis penderita konjungtivitis baik karena sebagian besar kasus dapat sembuh

spontan (self-limited disease), namun komplikasi juga dapat terjadi apabila tidak ditangani

dengan baik.

11

Page 15: Konjungtivitis alergi 1

BAB III

PENUTUP

Konjungtiva merupakan membran yang tipis dan transparan yang melapisi bagian

anterior dari bola mata (konjungtiva bulbi), serta melapisi bagian posterior dari palpebra

(konjungtiva palpebrae). Oleh karena letaknya yang paling luar itulah sehingga konjungtiva

sering terpapar terhadap banyak mikroorganisme dan faktor lingkungan lain yang

mengganggu. Salah satu penyakit konjungtiva yang paling sering adalah konjungtivitis.

Konjungtivitis adalah peradangan selaput bening yang menutupi bagian putih mata dan

bagian dalam kelopak mata. Adapun, salah satu penyebab dari konjungtivitis adalah alergi.

Konjungtivitis alergi itu sendiri juga dibagi dalam klasifikasi dan salah satunya termasuk

konjungtivitis vernal.

Penanganan yang diberikan berupa steroid dan antihistamin topikal serta yang sistemik.

Biasanya konjungtivitis alergi dapat sembuh sendiri, namun bila terlalu berat perlu diberi

pengobatan secara benar. Jika penanganan tidak baik, maka akan timbul suatu komplikasi.

Oleh karena itu, perlu pencegahan sebelum terjadi konjungtivitis alergi berupa hindari dari

penyebab alergen tersebut.

12

Page 16: Konjungtivitis alergi 1

DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas S. Mata merah dengan penglihatan normal. Ilyas S, editor. Dalam: Ilmu Penyakit

Mata Edisi ke-3. Jakarta: FKUI; 2009. h116-46.

2. Vaughan, Daniel G., Asbury Taylor, Riordan Eva-Paul. Ofthalmologi Umum. Edisi 14.

Jakarta: Widya Medika ; 2000. h. 5-6, 115

3. Scott, IU. Alergy Conjunctivitis. 2011. Diunduh dari

http://emedicine.medscape.com/article/1191370-overview#showall. 25 November 2012.

4. Greg M., Peter M. Classifying and Managing Allergic Conjunctivitis. Medicine Today.

Volume 8, Number 11. November 2011.

5. Khurana AK. Diseases of the conjunctiva. Dalam : Khurana AK, editor. Comprehensive

Ophtalmology. Ed. 4. New Delhi: New Age ; 2010. h. 51-88.

6. Ventocillia M, Roy H. Allergic Conjunctivitis. 2012. Diunduh dari

http://emedicine.medscape.com/article/1191467-overview#a0104. 25 November 2012.

7. Medicastore. Konjungtivitis Vernalis. 2012.  Diunduh dari

http://www.medicastore.com/penyakit/865/Keratokonjungtivitis_Vernalis.ht ml . 25

November 2012.

8. Konjungtivitis. 2010. Diunduh dari

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31458/4/Chapter%20II.pdf. 25

November 2012.

13