Konjungtivitis Alergi et causa Konjungtivitis Veranal
-
Upload
septi-tjandra -
Category
Documents
-
view
71 -
download
0
description
Transcript of Konjungtivitis Alergi et causa Konjungtivitis Veranal
Konjungtivitis Alergi et causa Konjungtivitis Veranal
Penyakit infeksi mata perlu mendapat pertolongan segera dan adekuat, agar tidak
mengganggu penglihatan terlalu lama atau tidak berakibat gangguan penglihatan dan
kebutaan.
Konjungtivitis alergi merupakan bentuk radang konjungtiva akibat reaksi alergi
terhadap noninfeksi, dapat berupa reaksi cepat seperti alergi biasanya dan reaksi lambat
sesudah beberapa hari kontak seperti pada reaksi terhadap obat, bakteri dan toksik. Di negara-
negara maju, 20-30% populasi mempunyai riwayat alergi, dan 50% individual tersebut
mengidap konjungtivitis alergi. Konjungtivitis alergi bisa berlangsung dari peradangan
ringan seperti konjungtivitis alergi musiman atau bentuk kronik yang berat seperti
keratokonjungtivitis alergi.2
i. Pendahuluan
Konjungtivitis adalah peradangan pada selaput bening yang menutupi bagian putih mata
dan bagian dalam kelopak mata. Peradangan tersebut menyebabkan timbulnya berbagai
macam gejala, salah satunya adalah mata merah. Penyakit ini bervariasi mulai dari hyperemia
ringan dengan mata berair sampai konjungtivitis berat dengan banyak sekret purulen kental.
Konjungtivitis dapat disebabkan oleh virus, bakteri, alergi, atau kontak dengan benda asing,
misalnya kontak lensa.5
Salah satu bentuk konjungtivitis adalah konjungtivitis alergi. Konjungtivitis alergi adalah
peradangan konjungtiva yang disebabkan oleh reaksi alergi atau hipersensitivitas tipe
humoral ataupun sellular. Konjungtiva sepuluh kali lebih sensitif terhadap alergen
dibandingkan dengan kulit.5
ii. Skenario
Seorang anak laki-laki usia 11 tahun, dibawa oleh kedua orangtuanya kepoli umum
rumah sakit FMC sentul, dengan keluhan utama gatal pada kedua mata terutama sehabis main
bola atau kena panas matahari, adanya riwayat alergi terhadap udara panas dan debu. Pasien
1
menderita batuk pilek, pada pemeriksaan didapatkan tidak adanya penurunan ketajaman
penglihatan dan kedua mata tidak merah, tidak ada kotoran mata
iii. Identifikasi Istilah
Tidak ada istilah yang tidak diketahui
iv. Rumusan Masalah
Seorang anak laki-laki usia 11 tahun dengan keluhan utama gatal pada kedua mata
terutama sehabis main bola atau kena panas matahari.
v. Hipotesis
Pasien tersebut diduga menderita kongjungtivitis alergi yang disebabkan oleh virus.
vi. Analisis Masalah
Anamnesis
Dalam hal riwayat kesehatan, banyak faktor yang perlu ditanyakan, hal-hal yang wajib
ditanyakan saat anamnesis adalah
a. Identitas Pasien
Nama, Umur, Jenis Kelamin, Pekerjaan, Alamat
b. Keluhan Utama
Kapan pertama kali muncul
Keluhan pada salah satu mata atau kedua mata
Sudah berapa lama
Apakah terasa nyeri
Apakah ada gangguan penglihatan
c. Riwayat penyakit sekarang
Apakah ada riwayat alergi
Apakah gangguan menetap atau hilang timbul
Adakah kemungkinan faktor pencetus
2
d. Riwayat penyakit dahulu
Apakah pernah seperti ini sebelumnya?
Sudah dilakukan pengobatan ?
e. Riwayat penyakit Keluarga
Apakah ada keluarga yang mengalami keluhan yang sama?
Pemeriksaan Fisik
Inspeksi
Pemeriksaan struktur mata eksternal dan internal mata meliputi:
Kelopak mata
Pemeriksaan kelopak mata terhadap kemungkinan kelemahan, infeksi, tumor,
edema, atau kelainan. Minta pasien membuka dan menutup matanya. Gerakan harus
lancer dan simetris. Periksa kelopak mata terhadap adanya xantelasma (plak
kekuningan ). Meskipun tidak spesifik untuk hiperkolesterolemia, plak kekuningan ini
biasanya berhubungan dengan kelainan lipid. Perhatikan distribusi dari bulu mata.
Bila mata terbuka, biasanya kelopak mata atas hanya menutupi tepian atas iris. Bila
mata ditutup, kelopak-kelopak mata seharusnya saling menutup sempurna, jarak
antara kelopak mata ata dan bawah disebut fisura palpebra. 2
Konjungtiva
Konjungtiva hendaknya diamati terhadap adanya tanda radang (yaitu melebarnya
pembuluh darah), pigmentasi tidak biasa, nodi, pembengkakan atau pendarahan. Kedua
konjungtiva harus diperiksa. Konjungtiva tarsal dapat dilihat dengan membalikkan
kelopak mata. Minta pasien tetap membuka matanya dan melihat ke bawah. Anda
menahan sejumlah buku mata dari kelopak mata atas. Kelopak mata ituditarik lepas
dari bola mata dan ujung sebuah tangkai aplikator ditekan pada tepian atas lempeng
tarsal. Lempeng tarsal kemudian dengan cepat membalikkan tangkai aplikator,
menggunakannya sebagai titik tumpu. Ibu jari sekarang dapat digunapakn untuk
memegang kelopak mata yang dibalik, tangkai aplikator dapat diangkat. Setelah
inspeksi konjungtiva tarsalis, mintalah pasien untuk melihat ke atas untuk
mengembalikan kelopak mata ke posisi normal.
Konjungtiva normal seharusnya berwarna merah muda. Perhatikan jumlah
pembuluh darah. Normalnya hanya terlihat sedikit pembuluh darah. Mintalah pasien
3
untuk melihat ke atas, dan tariklah kelopak mata bawah ke bawah. Bandingkan
vaskularisasinya.2
Sklera
Inspeksi sclera bertujuan untuk melihat adanya nodul, hyperemia, dan perubahan
warna. Sclera normal seharusnya berwarna putih. Pada individu berkulit galap, sclera
mungkin berwarna sedikit agak seperti lumpur. 2
Kornea
Kornea harus jernih dan tanpa keruhan atau kabut. Cincin keputihan pada
perimeter kornea mungkin adalah arkus senilis. Pada pasien yang berusia di atas 40
tahun, penemuan ini biasanya merupakan fenomena penuaan yang normal. Apabila
ditemukan pada pasien di bawah usia 40 tahun, mungkin menderita
hiperkolesterolemia. Cincin kuning-kehijauan yang abnormal dekat limbus,
kebanyakan ditemukan si superior dan inferior, adalah cincin Kayser-Fliescher. Cincin
ini sangat spesifik dan merupakan tanda yang sangat sensitoif dari penyakit Wilson,
yang merupakan degenerasi hepatolentikular akibat kelainan yang diturunkan dari
metabolisme tembaga. Cincin Kayser- Fleischer disebabkan oleh penimbunan tembaga
pada kornea. 2
Pupil
Kedua pupil ukurannya harus sama (isokor), dan bereaksi terhadap cahaya dan
akomodasi. Pada sekitar 5% individu normal, ukuran pupil tidak sama
(anisokoria).anisokoria mungkin merupakan indikasi dari penyakit neurulogik.
Pembesaran pupil atau midriasis, berhubungan dengan obat-obatan simpatomimetik,
glaucoma, atau obat tetes mata yag menyebabkan dilatasi. Konstriksi pupil, atau
miosis, terlihat dengan obat-obatan parasimpatomimetik, peradangan iris, dan terapi
obat untuk glaucoma. Banyak pengobatan yang dpat menyebabkan anisokoria. Oleh
karena itu sangat penting untuk memastikan apakah pasien menggunakan tetes mata
atau dalam pengobatan.
Abnormalitas pupil seringkali merupakan tanda dari peyakit neurologic. Kondisi
yang dikenal sebagai Pupil Miotonik Adie adalah dilatasi pupil 3-6 mm, yang hanya
sedikit berkontraksi terhadap cahaya dan akomodasi. Pupil ini sering berhubungan
dengan berkurang sampai tidakadnya reflex tendo pada ekstremitas. Lebih sering
4
terjadi pada waita usia 25-45 tahun, dan penyebabnya tidak diketahui. Pupil Argyll
Robertson adalah pupil yang mengecil 1-2 mm, yang bereaksi terhadap akomodasi,
tetapi tidak bereaksi terhadap cahaya. Tampaknya berhubungan dengan neurisifilis.
Sindrom Horner adalah paralisis simpatik dari mata yang disebabkan oleh pemutusan
pada rantai simpatik servikal. 2
Iris
Iris diperiksa untuk warnanya, apakah ada nodul, dan vaskularitas. Normalnya,
pembuluh darah iris tidak dapat terlihat dengan mata telanjang. 2
Kamera oculi anterior
Dengan memberikan sinar secara oblik menembus mata, perkiraan kasar
kedalaman kamera okuli anterior dapat dibuat. Jika terlihat bayangan berbentuk bulan
sabit pada bagian iris yang jauh, kamera okuli anterior mungkin dangkal.
Pendangkalan kamera okuli anterior mungkin akibat penyempitan ruangan antara iris
dan kornea. Adanya kamar yang dangkal membawa seseorang pada kondisi yang
disebut Glaukoma sudut tertutup. Istilah glaucoma merujuk pada kompleks gejala yang
terjadi dalam tingkat penyakit yang berbeda. Penemuan klinis pada semua jenis
glaucoma adalah peningkatan tekanan intraocular. Tekanan ini dapat diukur dengan
tonometer Schiotz. 2
Aparatus lakrimal
Pada umumnya, hanya sedikit yang dapat terlihat pada apparatus lakrimalis,
kecuali pungtum. Jika ada epifora, mungkin ada obstruksi aliran keluar melalui
pungtum. Jika terdapat kelembaban yang berlebihan, periksalah apakah ada sumbatan
duktus nasolakrimalis dengan menekan sakus lakrimalis secara lembut, berlawanan
dengan cincin orbita interna. Jika ada sumbatan, dapat dikeluarkan materi-materi
melalui pungtum. 2
Tajam penglihatan (visus)
Ini biasa dilakukan ketika pasien datang dengan keluhan penglihatan memburam atau
perkiraan mata menjadi minus atau plus. Biasanya pasien akan diminta duduk pada
5
sebuah kursi dan di hadapannya diberikan papan tulisan huruf (papan Snellen)
atau angka sekitar 5atau 6 meter di depan. Pasien akan diminta untuk membaca
tulisan dari atas (terbesar) hingga tulisan terbawah yang bisa dibaca. Masing-masing
tulisan memiliki nilai visus atau ketajaman mata. Misalnya bila pasien bisa membaca
tulisan teratas, maka ketajaman mata adalah 6/60. Pemeriksaan dilanjutkan hingga
tulisan terkecil yang dapat dibaca. Setelah diketahui nilai visus, pasien biasanya
akan diberikan kacamata periksa, dimana lensanya dapat digonta-ganti.
Tujuannya adalah agar mata dengan baik membaca tulisan terbawah dalam
papan Snellen dengan visus 6/6. Ketajaman 6/6 adalah ketajaman terbaik. 2
Gambar 1. Snellen Chart3
Bila visus mata sangat buruk, atau tulisan terbesar pun tak terbaca, biasanya
pemeriksa akan melakukan dengan memperagakan jumlah jari pada 1 meter di hadapan
pasien. Pasien harus menghitung jumlah jarinya. Bila tidak terlihat, maka akan dilakukan
dengan lambaian tangan.Bila bahkan lambaian tak terlihat, maka dilakukan uji dengan cahaya
senter. Bila cahaya pun tak terlihat, maka mata mungkin mengalami kebutaan. 2
Palpasi
Palpasi pada mata dikerjakan dengan tujuan untuk mengetahui tekanan bola mata dan
mengetahui adanya nyeri tekan. Untuk mengukur tekanan bola mata secara lebih teliti
diperlukan alat Tonometri yang memerlukan keahlian khusus.Cara palpasi untuk
mengetahui tekanan bola mata :
Beri tahu pasien untuk duduk.
Anjurkan pasien untuk memejamkan mata.
Lakukan palpasi pada kedua bola mata. Bila tekanan bola mata meninggi, mata
terasa keras 2
6
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
Pada sekret konjungtiva bulbi dilakukan pemeriksaan sitologik dengan pulasan gram
(mengidentifikasi organisme bakteri) pulasan Giemsa (menetapkan jenis dan morfologi sel)
maka didapat kemungkinan penyebab sekret seperti terdapatnya limfosit-monosit-sel berisi
nucleus sedikit plasma, maka infeksi mungkin disebabkan virus; leukosit, PMN disebabkan
oleh bakteri; eosinofil, basofil oleh alergi. 2,4
Diagnosis
Dari hasil pemeriksaan fisik dan penunjang, diagnosis kerja pada pasien ini adalah
konjungtivitis alergi ODS yang disebabkan oleh konjungtivitis vernal dan sebagai diagnosis
bandingnya adalah konjungtivitis viral (virus) dan kongjungtivitis flikten (bakteri)
Konjungtivitis Alergi
Konjungtivitis adalah peradangan pada selaput bening yang menutupi bagian putih
mata dan bagian dalam kelopak mata. Peradangan tersebut menyebabkan timbulnya berbagai
macam gejala, salah satunya adalah mata merah. Penyakit ini bervariasi mulai dari hyperemia
ringan dengan mata berair sampai konjungtivitis berat dengan banyak sekret purulen kental.
Konjungtivitis dapat disebabkan oleh virus, bakteri, alergi, atau kontak dengan benda asing,
misalnya kontak lensa.5
Salah satu bentuk konjungtivitis adalah konjungtivitis alergi. Konjungtivitis alergi
adalah peradangan konjungtiva yang disebabkan oleh reaksi alergi atau hipersensitivitas tipe
humoral ataupun sellular. Konjungtiva sepuluh kali lebih sensitif terhadap alergen
dibandingkan dengan kulit.
Konjungtivitis Flikten
Konjungtivitis flikten disebabkan oleh karena alergi (hipersensitivitas tipe IV)
terhadap bakteri atau antigen tertentu, seperti tuberkuloprotein pada penyakit tuberkolosis,
infeksi bakteri (stafilokok, pneumokok, streptokok, dan Koch Weeks), virus (herpes
simplek), toksin dari moluskum kontagiosum yang terdapat pada margo palpebra, jamur
(kandida albikan), cacing (askaris, tripanosomiasis), limfogranuloma venereal, leismaniasis,
infeksi parasit dan infeksi di tempat lain dalam tubuh. Konjungtivitis flikten biassanya
dimulai dengan munculnya lesi kecil berdiameter 1-3 mm yang keras, merah, menimbul dan
7
dikelilingi zona hiperemis. Di limbus sering berbentuk segitiga dengan apeks mengarah
kornea.1,2
Kongjungtivitis Viral
Konjungtivitis viral merupakan suatu penyakit umum yang dapat disebabkan oleh
berbagai jenis virus. Keadaan ini berkisar antara penyakit berat yang dapat menimbulkan
cacat, sampai infeksi ringan yang cepat sembuh sendiri.4
Pasien dengan konjungtivitis viral didapat dengan gejala okular saja atau dengan
infeksi saluran napas atas yang menyertai. Konjungtivitis viral sering timbul unilateral, tetapi
sering menimbulkan mata kontralateral setelah pasien menyentuh mata yang tidak sakit tanpa
mencuci tangan terlebih dahulu. Pasien mengeluhkan adanya injeksi konjungtiva, sekret dan
pruritus. Pada pemeriksaan fisik, injeksi sklera, epifora, kemosis, perdarahan subkonjungtiva
dan eritema serta edema kelopak mata juga sering terjadi, tetapi bukan merupakan temuan
yang spesifik.
Manifestasi klinis konjungtivitis viral secara umum, yakni adanya pembengkakan,
hangat, rasa tidak nyaman pada mata yang terinfeksi. Visus mata normal, dapat terjadi
unilateral maupun bilateral. Mungkin infeksi pernapasan sedang berlangsung atau
sebelumnya terpapar dengan penderita mata merah. Konjungtiva mengalami hiperemia difus.
Kelopak mata terlihat bengkak. Terdapat nodul pada preaurikular.
Bentuk konjungtivitis viral dapat berupa:
1. Demam faringokonjungtiva
2. Keratokonjungtivitis epidemik
3. Konjungtivitis herpetik
4. Konjungtivitis hemoragik epidemik akut2,4
Kongjutivitis Vernal
Konjungtivitis akibat reaksi hipersensitivitas (tipe 1) yang mengenai kedua mata dan
bersifat rekurent. Pada mata ditemukan papil besar dengan permukaan rata pada konjungtiva
tarsal, dengan rasa gatal berat, sekret gelatin yang berisi eosinofil atau granula eosinofil, pada
kornea terdapat keratitis, neovaskularisasi, dan tukak indolen. Pada tipe limbal terlihat
8
benjolan didaerah limbus, dengan bercak horner tratas yang berwarna keputihan yang
terdapat di dalam benjolan.
Konjungtivitis vernalis dikenal juga sebagai “catarrh musim semi” dan
“konjungtivitis musiman” atau “konjungtivits musim kemarau”, adalah penyakit bilateral
yang jarang yang disebabkan oleh alergi, biasanya berlangsung dalam tahun- tahun
prapubertas dan berlangsung 5-10 tahun. Penyakit ini lebih banyak terjadi pada anak laki-laki
daripada anak perempuan. Penyakit ini perlu mendapatkan penekanan khusus. Hal ini karena
penyakit ini sering kambuh dan menyerang anak-anak, dengan demikian, memerlukan
pengobatan jangka panjang dengan obat yang aman. 2,3
Allergen sulit dilacak, namun pasien konjuntivitis vernalis kadang-kadang
menampakkan manifestasi alergi lainnya yang berhubungan dengan sensitivitas tepung sari
rumput. Penyakit ini lebih jarang di daerah beriklim sedang daripada daerah dingin. 2
Etiologi
Konjungtivitis alergi dapat disebabkan oleh berbagai hal seperti :1
a. reaksi alergi terhadap debu, serbuk sari, bulu binatang, sinar matahari
b. iritasi oleh angin, debu, asap, dan polusi udara
c. pemakaian lensa kontak terutama dalam jangka panjang.
d. Dapat juga di sebabkan oleh adenovirus, herpes simpleks, herpes zooster, klamidia,
Epidemiologi
Konjungtivitis alergi dijumpai paling sering di daerah dengan alergen musiman yang
tinggi. Keratokonjungtivitis vernal paling sering di daerah tropis dan panas seperti daerah
mediteranian, Timur Tengah, dan Afrika. Keratokonjungtivitis vernal lebih sering dijumpai
pada laki-laki dibandingkan perempuan, terutamanya usia muda (4-20 tahun). Biasanya onset
pada dekade pertama dan menetap selama 2 dekade. Gejala paling jelas dijumpai sebelum
onset pubertas dan kemudian berkurang. Keratokonjungtivitis atopik umumnya lebih banyak
pada dewasa muda.6
Patofisiologi
9
Perubahan struktur konjungtiva erat kaitannya dengan timbulnya radang insterstitial yang
banyak didominasi oleh reaksi hipersensitivitas tipe I dan IV. Pada konjungtiva akan dijumpai
hiperemia dan vasodilatasi difus, yang dengan cepat akan diikuti dengan hiperplasi akibat proliferasi
jaringan yang menghasilkan pembentukan jaringan ikat yang tidak terkendali. Kondisi ini akan diikuti
oleh hyalinisasi dan menimbulkan deposit pada konjungtiva sehingga terbentuklah gambaran cobbles
tone. Jaringan ikat yang berlebihan ini akan memberikan warna putih susu kebiruan sehingga
konjungtiva tampak buram dan tidak berkilau. Proliferasi yang spesifik pada konjungtiva tarsal, oleh
von Graefe disebut pavement like granulations. Hipertrofi papil pada konjungtiva tarsal tidak jarang
mengakibatkan ptosis mekanik dan dalam kasus yang berat akan disertai keratitis serta erosi epitel
kornea.
Limbus konjungtiva juga memperlihatkan perubahan akibat vasodilatasi dan hipertropi yang
menghasilkan lesi fokal. Pada tingkat yang berat, kekeruhan pada limbus sering menimbulkan
gambaran distrofi dan menimbulkan gangguan dalam kualitas maupun kuantitas stem cells limbus.
Kondisi yang terakhir ini mungkin berkaitan dengan konjungtivalisasi pada penderita
keratokonjungtivitis dan di kemudian hari berisiko timbulnya pterigium pada usia muda. Di samping
itu, juga terdapat kista-kista kecil yang dengan cepat akan mengalami degenerasi. 3
Manifestasi Klinis
Gejala yang mendasar adalah rasa gatal, manifestasi lain yang menyertai meliputi
mata berair, sensitif pada cahaya, rasa pedih terbakar, dan perasaan seolah ada benda asing
yang masuk. Penyakit ini cukup menyusahkan, muncul berulang, dan sangat membebani
aktivitas penderita sehingga menyebabkan ia tidak dapat beraktivitas normal.Terdapat dua
bentuk klinik, yaitu :1,2,7
Bentuk palpebra, terutama mengenai konjungtiva tarsal superior. Terdapat
pertumbuhan papil yang besar (cobble stone) yang diliputi sekret yang mukoid.
Konjungtiva tarsal bawah hiperemi dan edema, dengan kelainan kornea lebih berat
dibanding bentuk limbal. Secara klinik papil besar ini tampak sebagai tonjolan bersegi
banyak (polygonal) dengan permukaan yang rata dan dengan kapiler ditengahnya.1,2
10
Gambar 2. Konjungtivitis vernal bentuk palpebral
Bentuk limbal, hipertrofi papil pada limbus superior yang dapat membentuk jaringan
hiperplastik gelatin (nodul mukoid), dengan Trantas dot yang merupakan degenerasi
epitel kornea atau eosinofil di bagian epitel limbus kornea, terbentuknya pannus,
dengan sedikit eosinofil.1,2
Gambar 3. Konjungtivitis vernal bentuk limbal
Komplikasi
Penyakit radang mata yang tidak segera ditangani/diobati bisa menyebabkan kerusakan
pada mata/gangguan pada mata dan menimbulkan komplikasi. Beberapa komplikasi dari
konjungtivitis yang tidak tertangani diantaranya:
Glaucoma
Katarak
Aablasi retina
Pembentukan jaringan sikratik yang dapat mengganggu penglihatan
Pentalaksanaan
11
Karena konjungtivitis vernalis adalah penyakit yang sembuh sendiri, perlu diingat bahwa
medikasi yang dipakai terhadap gejala hanya memberi hasil jangka pendek, berbahaya jika dipakai
jangka panjang. 2
Opsi perawatan konjungtivitis vernalis berdasarkan luasnya symptom yang muncul dan durasinya.
Opsi perawatan konjungtivitis vernalis yaitu :
1. Tindakan Umum
Dalam hal ini mencakup tindakan-tindakan konsultatif yang membantu mengurangi keluhan
pasien berdasarkan informasi hasil anamnesis. Beberapa tindakan tersebut antara lain:
- Menghindari tindakan menggosok-gosok mata dengan tangan atau jari tangan, karena telah
terbukti dapat merangsang pembebasan mekanis dari mediator-mediator sel mast. Di samping
itu, juga untuk mencegah superinfeksi yang pada akhirnya berpotensi ikut menunjang
terjadinya glaukoma sekunder dan katarak.
- Pemakaian mesin pendingin ruangan berfilter.
- Menghindari daerah berangin kencang yang biasanya juga membawa serbuksari.
- Menggunakan kaca mata berpenutup total untuk mengurangi kontak dengan alergen di udara
terbuka. Pemakaian lensa kontak justru harus dihindari karena lensa kontak akan membantu
retensi allergen.
- Kompres dingin di daerah mata.
- Pengganti air mata (artifisial). Selain bermanfaat untuk cuci mata juga berfungsi protektif
karena membantu menghalau allergen.
- Memindahkan pasien ke daerah beriklim dingin yang sering juga disebut sebagai climato-
therapy.
2. Terapi topikal
- Untuk menghilangkan sekresi mucus, dapat digunakan irigasi saline steril dan mukolitik
seperti asetil sistein 10%–20% tetes mata. Dosisnya tergantung pada kuantitas eksudat serta
beratnya gejala. Dalam hal ini, larutan 10% lebih dapat ditoleransi daripada larutan 20%.
Larutan alkalin seperti 1-2% sodium karbonat monohidrat dapat membantu melarutkan atau
mengencerkan musin, sekalipun tidak efektif sepenuhnya.
- Dekongestan.
- Antihistamin
- NSAID (Non-Steroid Anti-Inflamasi Drugs)
- Untuk konjungtivitis vernalis yang berat, bisa diberikan steroid topikal prednisolone fosfat 1%,
6-8 kali sehari selama satu minggu. Kemudian dilanjutkan dengan reduksi dosis sampai ke
12
dosis terendah yang dibutuhkan oleh pasien tersebut. Bila sudah terdapat ulkus kornea maka
kombinasi antibiotik steroid terbukti sangat efektif.
- Antihistamin
- Antibakteri
- Siklosporin
- Stabilisator sel mast seperti Sodium kromolin 4% dan Lodoksamid 0,l%.
3. Terapi Sistemik
- Pada kasus yang lebih parah, bisa juga digunakan steroid sistemik seperti prednisolone asetat,
prednisolone fosfat, atau deksamethason fosfat 2–3 tablet 4 kali sehari selama 1–2 minggu.
Satu hal yang perlu diingat dalam kaitan dengan pemakaian preparat steroid adalah “gunakan
dosis serendah mungkin dan sesingkat mungkin”.
- Antihistamin, baik lokal maupun sistemik, dapat dipertimbangkan sebagai pilihan lain, karena
kemampuannya untuk mengurangi rasa gatal yang dialami pasien. Apabila dikombinasi
dengan vasokonstriktor, dapat memberikan kontrol yang memadai pada kasus yang ringan atau
memungkinkan reduksi dosis
4. Tindakan Bedah
Berbagai terapi pembedahan, krioterapi, dan diatermi pada papil raksasa konjungtiva tarsal
kini sudah ditinggalkan mengingat banyaknya efek samping dan terbukti tidak efektif, karena
dalam waktu dekat akan tumbuh lagi. 3, 6
Prognosis
Prognosis penderita konjungtivitis alergi et causa vernal adalah dubia ad bonam,
namun komplikasi juga dapat terjadi apabila tidak ditangani dengan baik.
vii. Kesimpulan
Konjungtivitis vernalis adalah konjungtivitis akibat reaksi hipersensitivitas (tipe I) yang
mengenai kedua mata dan bersifat rekuren. Konjungtivitis vernal terjadi akibat alergi dan cenderung
13
kambuh pada musim panas. Konjungtivitis vernal sering terjadi pada anak-anak, biasanya dimulai
sebelum masa pubertas dan berhenti sebelum usia 20.
Gejala yang spesifik berupa rasa gatal yang hebat, sekret mukus yang kental dan lengket,
serta hipertropi papil konjungtiva. Tanda yang spesifik adalah Trantas dots dan coble stone. Terdapat
dua bentuk dari konjungtivitis vernalis yaitu bentuk palbebra dan bentuk limbal.
Konjungtivitis vernalis pada umumnya tidak mengancam penglihatan, namun dapat
menimbulkan rasa tidak enak. Penyakit ini biasanya sembuh sendiri tanpa diobati. Namun tetap
dibutuhkan perawatan agar tidak terjadi komplikasi dan menurunkan tingkat ketidaknyamanan dari
pasien. Perawatan yang dapat diberikan menghindari menggosok-gosok mata, kompres dingin di
daerah mata, memakai pengganti air mata, memakai obat tetes seperti asetil sistein, antihistamin,
NSAID steroid, stabilisator sel mast, obat oral (seperti antihistamin dan steroid), dan pembedahan.
Daftar Pustaka
1. Ilyas S. Mata merah dengan penglihatan normal. Ilyas S, editor. Dalam: Ilmu Penyakit
Mata Edisi ke-3. Jakarta: FKUI; 2009. h116-46.
2. Vaughan, Daniel G., Asbury Taylor, Riordan Eva-Paul. Ofthalmologi Umum. Edisi 14.
Jakarta: Widya Medika ; 2000. h. 5-6, 115
3. James, Brus, dkk. Lecture Notes Oftalmologi. Erlangga. Jakarta. 2005
4. Scott, IU. Alergy Conjunctivitis. 2011. Diunduh dari
http://emedicine.medscape.com/article/1191370-overview#showall. 20 maret 2014.
14
5. Khurana AK. Diseases of the conjunctiva. Dalam : Khurana AK, editor. Comprehensive
Ophtalmology. Ed. 4. New Delhi: New Age ; 2010. h. 51-88.
6. Ventocillia M, Roy H. Allergic Conjunctivitis. 2012. Diunduh dari
http://emedicine.medscape.com/article/1191467-overview#a0104. 20 maret 2014.
7. Medicastore. Konjungtivitis Vernalis. 2012. Diunduh dari
http://www.medicastore.com/penyakit/865/Keratokonjungtivitis_Vernalis.ht ml . 20 maret
2014.
8. Konjungtivitis. 2010. Diunduh dari
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31458/4/Chapter%20II.pdf. 20 maret
2014
15