KONJUNGTIVITIS VERNALIS
-
Upload
aswin-prayogo -
Category
Documents
-
view
604 -
download
14
Embed Size (px)
Transcript of KONJUNGTIVITIS VERNALIS

REFERAT
KONJUNGTIVITIS VERNAL
Disusun oleh :
Aswin Prayogo
1110221004
FK UPN
Narasumber :
Dr. Juniati V P. Sp.M
KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA
RUMAH SAKIT PUSAT ANGKATAN DARAT GATOT SUBROTO
JAKARTA
Periode 23 April 2012 – 26 Mei 2012
1

2

KATA PENGANTAR
Pertama-tama penulis menghaturkan puji dan syukur kepada Allah SWT, atas
berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan referat dengan judul
“KONJUNGTIVITIS VERNAL” dengan baik dan tepat waktu.
Adapun tujuan penulisan referat ini adalah untuk mengetahui secara lebih
mendalam mengenai salah satu penyakit mata, yaitu konjungtivitis vernal. Pada
referat ini akan dibahas berbagai segi mengenai konjungtivitis vernal mulai dari
definisi, etiologi, patogenesis, faktor resiko, epidemiologi, gejala klinis, diagnosis,
penatalaksanaan, komplikasi, prognosis, hingga pencegahan.
Tak lupa penulis mengucapkan terimakasih kepada seluruh dokter pembimbing di
Departemen Mata RSPAD Gatot Soebroto Jakarta, khususnya kepada dr. Juniati
V P, Sp.M selaku pembimbing dalam penulisan referat ini.
Penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu,
penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya apabila terjadi kesalahan dalam
penulisan maupun dalam pembahasan materi. Penulis juga mengharapkan kritik
dan saran yang membangun demi perbaikan di masa yang akan datang.
Akhir kata, penulis berharap agar referat ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.
Jakarta, 7 Mei 2012
Penulis
3

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................... 2
DAFTAR ISI ................................................................................................... 3
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... 4
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 5
I.1 LATAR BELAKANG ................................................................................ 5
I.2 TUJUAN .................................................................................................... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 7
II.1 ANATOMI DAN FISIOLOGI .................................................................. 7
II.2 KONJUNGTIVITIS VERNAL ................................................................. 10
II.2.1 PENDAHULUAN.................................................................................. 10
II.2.2 DEFINISI ............................................................................................... 11
II.2.3 KLASIFIKASI .......................................................................................11
II.2.4 ETIOLOGI ............................................................................................. 13
II.2.5 PATOFISIOLOGI ..................................................................................13
II.2.6 GAMBARAN HISTOPATOLOGIK ..................................................... 14
II.2.7 GEJALA ................................................................................................. 16
II.2.8 DIAGNOSTIK ....................................................................................... 18
II.2.9 PENGOBATAN ..................................................................................... 19
BAB III KESIMPULAN ................................................................................. 22
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 23
4

DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Anatomi Konjungtiva .................................................................... 7
Gambar 2. Konjungtiva dengan Pelebaran A. Ciliaris .................................... 8
Gambar 3. Konjungtivitis Vernal Palpebra dengan Tanda cobble stone ......... 12
Gambar 4. Konjungtivitis Vernal Limbal dengan Tanda Trantas Dot ............ 13
Gambar 5. Histologi Konjungtivitis Vernal Terlihat Banyak Sel Radang Terutama Eosinofil .......................................................................................................................... 16
5

BAB I. PENDAHULUAN
I.1 LATAR BELAKANG
Konjungtiva merupakan bagian dari mata yang berfungsi sebagai proteksi bagi
mata terhadap benda-benda asing yang masuk. Dimana konjungtiva adalah
mukosa yang melapisi bagian dalam palpebra dan permukaan anterior mata.
Konjungtiva melapisi permukaan sebelah dalam kelopak mulai tepi kelopak
(margo palpebralis), melekat pada sisi dalam tarsus, menuju ke pangkal kelopak
menjadi konjuntiva fornicis yang melekat pada jaringan longgar dan melipat balik
melapisi bola mata hingga tepi kornea.
Konjungtivitis merupakan radang pada konjungtiva atau radang selaput
lendir yang menutupi belakang kelopak dan bola mata. Konjungtivitis dapat
disebabkan oleh berbagai macam penyebab seperti, bakteri, virus, klamidia, alergi
toksik seperti konjungtivitis vernal, dan moluscum contangiosum.
Sedangkan konjungtivitis vernalis dikenal juga sebagai “konjungtivitis musiman”
atau “konjungtivits musim kemarau”, yang merupakan penyakit bilateral yang
jarang yang disebabkan oleh alergi, biasanya berlangsung dalam tahun-tahun
prapubertas dan berlangsung 5-10 tahun. Penyebaran konjungtivitis vernal merata
di dunia, terdapat sekitar 0,1% hingga 0,5% pasien dengan masalah tersebut.
Penyakit ini lebih sering terjadi pada iklim panas.
6

I.2 TUJUAN PENULISAN
Tujuan penyusunan referat ini adalah untuk mengetahui secara umum mengenai
definisi, anatomi fisiologi, klasifikasi, patofisiologi, manifestasi klinis, serta
penatalaksanaan pada konjungtivitis vernal.
7

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
II.1. ANATOMI DAN FISIOLOGI KONJUNGTIVA
Konjungtiva adalah mukosa yang melapisi bagian dalam palpebra dan permukaan
anterior mata. Konjungtiva melapisi permukaan sebelah dalam kelopak mulai tepi
kelopak (margo palpebralis), melekat pada sisi dalam tarsus, menuju ke pangkal
kelopak menjadi konjuntiva fornicis yang melekat pada jaringan longgar dan
melipat balik melapisi bola mata hingga tepi kornea. (1,2)
Konjungtiva dibagi menjadi 3 bagian :
1. Konjungtiva palpebra
2. Konjungtiva forniks
3. Konjungtiva bulbi
Gambar 1. Anatomi Konjungtiva
8

Yang melapisi bagian palpebra disebut konjungtiva palpebra, di forniks disebut
konjuntiva fornicis dan yang di bola mata disebut konjuntiva bulbi.
Secara histologis lapisan konjuntiva dimulai dari epitel konjuntiva yang terdiri
atas epitel superficial mengandung sel goblet yang memproduksi mucin dan epitel
basal, di dekat limbus dan epitel ini mengandung pigmen. Dibawah epitel terdapat
stroma konjuntiva yang terdiri atas lapisan adenoid yang mengandung jaringan
limfoid dan lapisan fibrosa yang mengandung jaringan ikat.
Kelenjar yang ada di konjuntiva terdiri dari kelenjar Krause (ditepi atas tarsus)
yang menyerupai kelenjar air mata. Arteri- arteri konjungtiva berasal dari a.ciliaris
anterior dan a. palpebralis yang keduanya beranastomosis. Yang berasal dari a.
ciliaris anterior berjalan ke depan mengikuti m. rectus menembus sclera dekat
limbus untuk mencapai bagian dalam mata dan cabang- cabang yang mengelilingi
kornea.
Gambar 2. Konjungtiva dengan Pelebaran A. Ciliaris
9

Konjungtiva menerima persyarafan dari percabangan pertama n. trigeminus yang
berakhir sebagai ujung- ujung yang lepas terutama di bagian palpebra. Konjuntiva
mengandung sangat banyak pembuluh limfe.
Konjungtiva dibasahi oleh air mata yang saluran sekresinya bermuara di forniks
atas. Air mata mengalir dipermukaan belakang kelopak mata dan tertahan pada
bangunan lekukan di belakang kelopak mata tertahan di belakang tepi kelopak.
Air mata yang mengalir ke bawah menuju forniks dan mengalir ke tepi nasal
menuju punctum lakrimalis. Dengan demikian konjuntiva dan kornea selalu
basah. Kedudukan konjungtiva mempunyai resiko mudah terkena mikroorganisme
atau benda lain. Air mata akan melarutkan materi infektius atau mendorong debu
keluar. Alat pertahanan ini menyebabkan peradangan menjadi self-limited disease.
Selain air mata, alat pertahanan berupa elemen limfoid, mekanisme eksfoliasi
epitel dan gerakan memompa kantong air mata. Hal ini dapat dilihat pada
kehidupan mikroorganisme patogen untuk saluran genitourinaria yang dapat
tumbuh di daerah hidung tetapi tidak berkembang di daerah mata. (1,2,3)
10

II.2. KONJUNGTIVITIS VERNALIS
II.2.1. PENDAHULUAN
Konjungtivitis merupakan radang pada konjungtiva atau radang selaput
lendir yang menutupi belakang kelopak dan bola mata. Konjungtivitis dapat
disebabkan oleh bakteri, virus, klamidia, alergi toksik seperti konjungtivitis
vernal, dan moluscum contangiosum.
Konjungtivitis vernalis dikenal juga sebagai “konjungtivitis musiman” atau “konj
ungtivits musim kemarau”, yang merupakan penyakit bilateral yang jarang yang
disebabkan oleh alergi, biasanya berlangsung dalam tahun-tahun prapubertas dan
berlangsung 5-10 tahun. Penyakit ini lebih banyak terjadi pada anak laki-laki
daripada anak perempuan. Penyakit ini perlu mendapatkan penekanan khusus. Hal
ini karena penyakit ini sering kambuh dan menyerang anak-anak, dengan
demikian memerlukan pengobatan jangka panjang dengan obat yang aman.
Penyebaran konjungtivitis vernal merata di dunia, terdapat sekitar 0,1% hingga
0,5% pasien dengan masalah tersebut. Penyakit ini lebih sering terjadi pada iklim
panas (misalnya di Italia, Yunani, Israel, dan sebagian Amerika Selatan) daripada
iklim dingin (seperti Amerika Serikat, Swedia, Rusia dan Jerman). Penyakit ini
tergolong penyakit pada anak, jarang terjadi pada pasien usia di bawah 3 tahun
atau di atas 25 tahun. Dari 1000 kasus yang tercatat di literatur, 750 kasus terjadi
pada pasien dengan usia 5 hingga 20 tahun.
Umumnya terdapat riwayat keluarga yang bersifat alergi atopik (turunan).
Berdasarkan penelitian didapatkan bahwa 65% penderita konjungtivitis vernal
memiliki satu atau lebih sanak keluarga yang memiliki penyakit turunan
11

(misalnya asma, demam rumput, iritasi kulit turunan atau alergi selaput lendir
hidung permanen). Penyakit-penyakit turunan ini umumnya ditemukan pada
pasien itu sendiri. Kurun waktu konjungtivitis vernal rata-rata berkisar 4 sampai
10 tahun. Semua penelitian tentang penyakit ini melaporkan bahwa biasanya
kondisi akan memburuk pada musim semi dan musim panas di belahan bumi
utara, itulah mengapa dinamakan konjungtivitis ”vernal” (atau musim semi). Di
belahan bumi selatan penyakit ini lebih menyerang pada musim gugur dan musim
dingin. Akan tetapi, banyak pasien mengalami gejala sepanjang tahun, mungkin
disebabkan berbagai sumber alergi yang silih berganti sepanjang tahun. (1,2)
Allergen sulit dilacak, namun pasien konjungtivitis vernalis kadang-kadang
menampakkan manifestasi alergi lainnya yang berhubungan dengan sensitivitas
tepung sari rumput. (4)
II.2.2. DEFINISI
Konjungtivitis vernalis adalah konjungtivitis akibat reaksi hipersensitivitas (tipeI)
yang mengenai kedua mata dan bersifat rekuren. (5)
II.2.3. KLASIFIKASI
Terdapat dua bentuk utama konjungtivitis vernalis (yang dapat berjalan
bersamaan), yaitu:
12

1. Bentuk palpebra terutama mengenai konjungtiva tarsal superior.
Terdapat pertumbuhan papil yang besar ( Cobble Stone ) yang diliputi sekr
et yang mukoid. Konjungtiva tarsal bawah hiperemi dan edem, dengan
kelainan kornea lebih berat dari tipe limbal. Secara klinik, papil besar
ini tampak sebagai tonjolan bersegi banyak dengan permukaan yang rata
dan dengan kapiler ditengahnya.
Gambar 3. Konjungtivitis Vernal Palpebra dengan Tanda cobble stone
2. Bentuk Limbal hipertrofi papil pada limbus superior yang dapat
membentuk jaringan hiperplastik gelatin, dengan Trantas dot yang
merupakan degenarasi epitel kornea atau eosinofil di bagian epitel
limbus kornea, terbentuknya pannus, dengan sedikit eosinofil. (2,4)
13

Gambar 4. Konjungtivitis Vernal Limbal dengan Tanda Trantas Dot
II.2.4. ETIOLOGI
Konjungtivitis vernal terjadi akibat alergi dan cenderung kambuh pada
musim panas. Konjungtivitis vernal sering terjadi pada anak-anak, biasanya
dimulai sebelum masa pubertas dan berhenti sebelum usia 20. (2)
II.2.5. PATOFISIOLOGI
Perubahan struktur konjungtiva erat kaitannya dengan timbulnya radang
insterstitial yang banyak didominasi oleh reaksi hipersensitivitas tipe I dan IV.
Pada konjungtiva akan dijumpai hiperemia dan vasodilatasi difus, yang dengan
cepat akan diikuti dengan hiperplasia akibat proliferasi jaringan yang
menghasilkan pembentukan jaringan ikat yang tidak terkendali. Kondisi ini akan
diikuti oleh hyalinisasi dan menimbulkan deposit pada konjungtiva sehingga
14

terbentuklah gambaran cobblestone. Jaringan ikat yang berlebihan ini akan
memberikan warna putih susu kebiruan sehingga konjungtiva
tampak buram dan tidak berkilau. Proliferasi yang spesifik padakonjungtiva tarsal,
oleh von Graefe disebut pavement like granulations. Hipertrofi papil pada
konjungtiva tarsal tidak jarang mengakibatkan ptosis mekanik dan dalam kasus
yang berat akan disertai keratitis serta erosi epitel kornea.
Limbus konjungtiva juga memperlihatkan perubahan akibat vasodilatasi dan
hipertropi yang menghasilkan lesi fokal. Pada tingkat yang berat, kekeruhan pada
limbus sering menimbulkan gambaran distrofi dan menimbulkan gangguan dalam
kualitas maupun kuantitas stem cells limbus. Kondisi yang terakhir ini mungkin
berkaitan dengan konjungtivalisasi pada penderita keratokonjungtivitis dan dikem
udian hari berisiko timbulnya pterigium pada usia muda.
Di samping itu, jugaterdapat kista-kista kecil yang dengan cepat akan mengalami
degenerasi. (1,2,4)
II.2.6. GAMBARAN HISTOPATOLOGIK
Tahap awal konjungtivitis vernalis ditandai oleh fase prehipertrofi. Dalam kaitan
ini, akan tampak pembentukan neovaskularisasi dan pembentukan papil yang
ditutup oleh satu lapis sel epitel dengan degenerasi mukoid dalam kripta di antara
papil serta pseudomembran milky white. Pembentukan papil ini berhubungan
dengan infiltrasi stroma oleh sel-sel PMN, eosinofil, basofil, dan sel mast.Hasil
penelitian histopatologik terhadap 675 konjungtivitis vernalis mata yang
dilakukan oleh Wang dan Yang menunjukkan infiltrasi limfosit dan sel plasma
pada konjungtiva. Prolifertasi limfosit akan membentuk beberapa nodul limfoid.
15

Sementara itu, beberapa granula eosinofilik dilepaskan dari sel eosinofil,
menghasilkan bahan sitotoksik yang berperan dalam kekambuhan konjungtivitis.
Dalam penelitian tersebut juga ditemukan adanya reaksi hipersensitivitas. Tidak
hanya di konjungtiva bulbi dan tarsal, tetapi juga di fornix, serta pada beberapa
kasus melibatkan reaksi radang pada iris dan badan siliar. Fase vaskular dan
selular dini akan segera diikuti dengan deposisi kolagen, hialuronidase,
peningkatan vaskularisasi yang lebih mencolok, serta reduksi sel radang secara
keseluruhan. Deposisi kolagen dan substansi dasar maupun seluler mengakibatkan
terbentuknya deposit stone yang terlihat secara nyata pada pemeriksaanklinis.
Hiperplasia jaringan ikat meluas ke atas membentuk giant papil bertangkai
dengan dasar perlekatan yang luas. Kolagen maupun pembuluh darah akan
mengalami hialinisasi. Epiteliumnya berproliferasi menjadi 5–10 lapis sel epitel
yang edematous dan tidak beraturan. Seiring dengan bertambah besarnya papil,
lapisan epitel akan mengalami atrofi di apeks sampai hanya tinggal satu lapis sel
yang kemudian akan mengalami keratinisasi. (6,7)
Pada limbus juga terjadi transformasi patologik yang sama berupa pertumbuhan
epitel yang hebat meluas, bahkan dapat terbentuk 30-40 lapis sel (acanthosis).
Horner-Trantas dot’s yang terdapat di daerah ini sebagian besar terdiri atas
eosinofil, debris selular yang terdeskuamasi, namun masih ada sel PMN dan
limfosit. (6,7)
16

Gambar 5. Histologi Konjungtivitis Vernal Terlihat Banyak Sel Radang Terutama
Eosinofil
II.2.7. GEJALA
Pasien umumnya mengeluh tentang gatal yang sangat dan bertahi mata berserat,
terutama bila berada dilapangan terbuka yang panas terik. Biasanya
terdapat riwayat keluarga alergi. Konjungtiva tampak putih seperti susu, dan
terdapat banyak papilla halus di konjungtiva tarsalis inferior.
Konjungtiva palpebra superior sering memiliki papilla raksasa mirip batu kali.
Setiap papil raksasa berbentuk poligonal, dengan atap rata, dan mengandung
berkas kapiler. Mungkin terdapat tahi mata berserabut dan pseudomembran
fibrinosa (tanda Maxwell-Lyons). Pada beberapa kasus, terutama pada orang
negro turunan Afrika, lesi paling mencolok terdapat di limbus, yaitu
pembengkakan gelatinosa (papillae). Sebuah pseudogerontoxon (arcus) sering
terlihat pada kornea dekat papilla limbus. Bintik-bintik Tranta adalah bintik-bintik
putih yang terlihat di limbus pada beberapa pasien dengan konjungtivitis vernalis
17

selama fase aktif dari penyakit ini. Sering tampak mikropannus pada
konjungtivitis vernal palpebra dan limbus, namun pannus besar jarang dijumpai.
Biasanya tidak timbul parut pada konjungtiva kecuali jika pasien telah menjalani
krioterapi, pengangkatan papilla, iradiasi, atau prosedur lain yang dapat merusak
konjungtiva. (1,2)
Gambaran klinis konjungtivitis vernal:
Keluhan utama: gatal
Pasien pada umumnya mengeluh tentang gatal yang sangat. Keluhan gatal
ini menurun pada musim dingin.
Ptosis
Terjadi ptosis bilateral, kadang-kadang yang satu lebih ringan
dibandingkan yang lain. Ptosis terjadi karena infiltrasi cairan ke dalam sel-
sel konjungtiva palpebra dan infiltrasi sel-sel limfosit plasma, eosinofil,
juga adanyadegenarasi hyalin pada stroma konjungtiva.
Getah mata
Keluhan gatal umumnya disertai dengan bertahi mata yang berserat-
serat.Konsistensi getah mata/tahi mata elastis ( bila ditarik molor).
Kelainan pada palpebra
Terutama mengenai konjungtiva palpebra superior. Konjungtiva tarsalis
pucat, putih keabu-abuan disertai papil-papil yang besar (papil raksasa).
Inilah yang disebut “cobble stone appearance”. Susunan papil ini rapat
dari samping tampak menonjol. Seringkali dikacaukan dengan trakoma.
Di permukaannya kadang-kadang seperti ada lapisan susu, terdiri dari
sekret yang mukoid. Papil ini permukaannya rata dengan
18

kapiler di tengahnya. Kadang-kadang konjungtiva palpebra menjadi
hiperemi, bila terkena infeksi sekunder.
Horner Trantas dots
Gambaran seperti renda pada limbus, dimana konjungtiva bulbi menebal,
berwarna putih susu, kemerah-merahan, seperti lilin. Merupakan
penumpukan eosinofil dan merupakan hal yang patognomosis pada
konjungtivitis vernal yang berlangsung selama fase aktif.
Kelainan di kornea
Dapat berupa pungtat epithelial keratopati. Keratitis epithelial difus khas
ini sering dijumpai. Kadang-kadang didapatkan ulkus kornea
yang berbentuk bulat lonjong vertikal pada superfisial sentral atau para
sentral, yang dapat diikuti dengan pembentukan jaringan sikatrik yang
ringan. Kadang juga didapatkan panus, yang tidak menutupi seluruh
permukaan kornea, sering berupa mikropanus, namun
panus besar jarang dijumpai. Penyakit ini mungkin juga disertai
keratokonus. Kelainan di kornea ini tidak membutuhkan pengobatan
khusus, karena tidak tidak satu pun lesi kornea ini berespon baik terhadap
terapi standar.
II.2.8. DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan mata.
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan berupa kerokan konjungtiva
untuk mempelajari gambaran sitologi. Hasil pemeriksaan menunjukkan banyak
19

eosinofil dan granula-granula bebas eosinofilik. Di samping itu, terdapat
basofil dan granula basofilik bebas. (6)
II.2.9. PENGOBATAN
Karena konjungtivitis vernalis adalah penyakit yang sembuh sendiri, perlu diingat
bahwa medikasi yang dipakai terhadap gejala hanya memberi hasil jangka pendek,
berbahaya jika dipakai jangka panjang. (1,2)
Pilihan perawatan konjungtivitis vernalis berdasarkan luasnya gejala yang muncul
dan durasinya, yaitu:
1. Tindakan Umum
Dalam hal ini mencakup tindakan-tindakan konsultatif yang membantu
mengurangi keluhan pasien berdasarkan informasi hasil anamnesis.
Beberapatindakan tersebut antara lain:
o Menghindari tindakan menggosok-gosok mata dengan tangan
atau jari tangan, karena telah terbukti dapat merangsang
pembebasan mekanis dari mediator-
mediator sel mast. Di samping itu, juga untuk mencegah super
infeksi yang pada akhirnya berpotensi ikut menunjang terjadinya
glaukoma sekunder dan katarak.
o Pemakaian mesin pendingin ruangan berfilter;
o Menghindari daerah berangin kencang yang biasanya juga
membawa serbuk sari;
20

o Menggunakan kaca mata berpenutup total untuk mengurangi
kontak dengan alergen di udara terbuka. Pemakaian lensa kontak
justru harus dihindari karena lensa kontak akan membantu retensi
allergen;
o Kompres dingin di daerah mata;
o Pengganti air mata (artifisial). Selain bermanfaat untuk cuci mata
juga berfungsi protektif karena membantu menghalau allergen;
o Memindahkan pasien ke daerah beriklim dingin yang sering
juga disebutsebagai climato-therapy.
2. Terapi topikal
o Untuk menghilangkan sekresi mucus, dapat digunakan irigasi
saline steril dan mukolitik seperti asetil sistein 10%-
20% tetes mata. Dosisnya tergantung pada kuantitas
eksudat serta beratnya gejala. Dalam hal ini,larutan 10% lebih
dapat ditoleransi daripada larutan 20%. Larutan alkalinseperti 1-
2% sodium karbonat monohidrat dapat membantu melarutkan atau
mengencerkan musin, sekalipun tidak efektif sepenuhnya.
o Antihistamin
o NSAID (Non-Steroid Anti-Inflamasi Drugs)
o Untuk konjungtivitis vernalis yang berat, bisa diberikan steroid
topikal prednisolone fosfat 1%, 6-8 kali sehari
selama satu minggu. Kemudian dilanjutkan dengan reduksi dosis
sampai ke dosis terendah yang dibutuhkan oleh pasien tersebut.
21

Bila sudah terdapat ulkus kornea maka kombinasi antibiotik steroid
terbukti sangat efektif.
o Antibiotik broad-spectrum.
3. Terapi Sistemik
o Pada kasus yang lebih parah, bisa juga digunakan steroid sistemik
seperti prednisolone asetat, prednisolone fosfat, atau
deksamethason fosfat 2–3 tablet 4 kali sehari selama 1–2 minggu.
Satu hal yang perlu diingat dalam
kaitan dengan pemakaian preparat steroid adalah
“gunakan dosis serendah mungkin dan sesingkat mungkin”.
o Antihistamin, baik lokal maupun sistemik, dapat dipertimbangkan
sebagai pilihan lain, karena kemampuannya untuk mengurangi rasa
gatal yang dialami pasien. Apabila dikombinasi dengan
vasokonstriktor, dapat memberikan kontrol yang memadai
pada kasus yang ringan atau memungkinkan reduksi dosis.
4. Tindakan Bedah
Berbagai terapi pembedahan, krioterapi, dan diatermi pada papil raksasa
konjungtiva tarsal kini sudah ditinggalkan mengingat banyaknya efek
samping dan terbukti tidak efektif, karena dalam waktu dekat akan tumbuh
lagi.
22

BAB III. KESIMPULAN
Konjungtivitis vernalis adalah konjungtivitis akibat reaksi hipersensitivitas (tipeI)
yang mengenai kedua mata dan bersifat rekuren. Konjungtivitis vernal terjadi
akibatalergi dan cenderung kambuh pada musim panas. Konjungtivitis vernal
sering terjadi pada anak-anak, biasanya dimulai sebelum masa pubertas dan
berhenti sebelum usia20.Gejala yang spesifik berupa rasa gatal yang hebat, sekret
mukus yang kentaldan lengket, serta hipertropi papil konjungtiva. Tanda yang
spesifik adalah Trantas dots dan coble stone. Terdapat dua bentuk dari
konjungtivitis vernalis yaitu bentuk palbebradan bentuk limbal. Konjungtivitis
vernalis pada umumnya tidak mengancam penglihatan, namun
dapat menimbulkan rasa tidak enak. Penyakit ini biasanya sembuh sendiri tanpadi
obati. Namun tetap dibutuhkan perawatan agar tidak terjadi komplikasi dan
menurunkan tingkat ketidaknyamanan dari pasien. Perawatan yang dapat
diberikanmenghindari menggosok-gosok mata, kompres dingin di daerah mata,
memakai pengganti air mata, memakai obat tetes seperti asetil sistein,
antihistamin, NSAID, steroid, stabilisator sel mast,
dll; obat oral (seperti antihistamin dan steroid), dan pembedahan. (1,2,6)
23

24

DAFTAR PUSTAKA
1. Vaughan & Asbury. Oftalmologi Umum, Edisi 14, Jakarta: Widya
Medika,2000.Hal268, 274-287.
2. Ilyas Sidharta, Ilmu Penyakit Mata, Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, Edisi ke tiga, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 2006. Hal 179-188.
3. A.K. Khurana. Comprehenship Opthalmology 4th Edition dalam Chapter
12-New Age International 2007. P 288-96.
4. Wijana Nana S,D, Ilmu Penyakit Mata, Cetakan ke 6, Abdi Tegal.Jakarta
1993.Hall 332-342.
5. Dorland, W.A Newman. 2002. Kamus Kedokteran Dorland Edisi 29.
Jakarta : EGC
6. Medicastore. Konjungtivitis Vernalis. Diunduh dari
http://www.medicastore.com/penyakit/865/Keratokonjungtivitis_Vernalis.
ht ml . (Diakses 4 Mei 2012)
7. PubMed Central Journal list. Vernal Keratoconjunctivitis. Diunduh dari
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1705659/. (Diakses 4 Mei
2012)
25