kimia kontekstual

13
5.11 Protecting Our Drinking Water: Federal Legislation US EPA (Environmental Protection Agency) atau Badan Perlindungan Lingkungan Amerika Serikat adalah sebuah lembaga pemerintah federal Amerika Serikat yang bertugas melindungi kesehatan manusia dan lingkungan dengan merumuskan dan menerapkan peraturan berdasarkan undang-undang yang disahkan oleh Kongres. EPA telah memiliki peraturan untuk air minum lebih dari 90 kontaminan. SDWA (Safe Drinking Water Act) mencakup proses yang harus EPA ikuti untuk mengidentifikasi daftar-daftar kontaminan yang mungkin diperlukan untuk pengaturan air minum nasional di masa depan. MCL (Maximum Contaminant Level) atau Tingkat Pencemaran Maksimum adalah standar yang ditetapkan oleh US EPA untuk kualitas air minum. MCL adalah konsentrasi maksimum zat kimia yang diperbolehkan dalam sistem air minum publik. Selain zat kimia, MCL juga meliputi kekeruhan dan bakteri koliform. Bakteri koliform ini termasuk grup bakteri gram negatif yang berasal dari sistem pencernaan manusia maupun hewan, dan terdapat juga pada tinja. Bakteri ini juga dapat ditularkan melalui air yang tercemar. Kelompok bakteri ini biasa digunakan sebagai indikator untuk menentukan kualitas/mutu dari lingkungan air, tanah, atau makanan. Berdasarkan penelitian, bakteri koliform ini menghasilkan zat etionin yang dapat menyebabkan kanker. Contoh bakteri koliform adalah Esherichia coli dan Entereobacter aerogenes . Keberadaan bakteri di dalam air minum itu menunjukkan tingkat sanitasi rendah. Jadi semakin sedikit kandungan koliform artinya kualitas air semakin baik (Pracoyo, 2006). 1

description

kimia kontekstual

Transcript of kimia kontekstual

Page 1: kimia kontekstual

5.11 Protecting Our Drinking Water: Federal Legislation

US EPA (Environmental Protection Agency) atau Badan Perlindungan Lingkungan

Amerika Serikat adalah sebuah lembaga pemerintah federal Amerika Serikat yang bertugas

melindungi kesehatan manusia dan lingkungan dengan merumuskan dan menerapkan

peraturan berdasarkan undang-undang yang disahkan oleh Kongres. EPA telah memiliki

peraturan untuk air minum lebih dari 90 kontaminan. SDWA (Safe Drinking Water Act)

mencakup proses yang harus EPA ikuti untuk mengidentifikasi daftar-daftar kontaminan

yang mungkin diperlukan untuk pengaturan air minum nasional di masa depan.

MCL (Maximum Contaminant Level) atau Tingkat Pencemaran Maksimum adalah

standar yang ditetapkan oleh US EPA untuk kualitas air minum. MCL adalah konsentrasi

maksimum zat kimia yang diperbolehkan dalam sistem air minum publik. Selain zat kimia,

MCL juga meliputi kekeruhan dan bakteri koliform. Bakteri koliform ini termasuk grup

bakteri gram negatif yang berasal dari sistem pencernaan manusia maupun hewan, dan

terdapat juga pada tinja. Bakteri ini juga dapat ditularkan melalui air yang tercemar.

Kelompok bakteri ini biasa digunakan sebagai indikator untuk menentukan kualitas/mutu dari

lingkungan air, tanah, atau makanan. Berdasarkan penelitian, bakteri koliform ini

menghasilkan zat etionin yang dapat menyebabkan kanker. Contoh bakteri koliform adalah

Esherichia coli dan Entereobacter aerogenes. Keberadaan bakteri di dalam air minum itu

menunjukkan tingkat sanitasi rendah. Jadi semakin sedikit kandungan koliform artinya

kualitas air semakin baik (Pracoyo, 2006).

Untuk menetapkan MCL, hal pertama yang dilakukan EPA adalah menentukan

berapa banyak dari kontaminan yang masuk tanpa adanya efek yang merugikan kesehatan,

sehingga EPA menetapkan MCLG (Maximum Contaminant Level Goal), yaitu tingkat

maksimum kontaminan dalam air minum dimana tidak ada efek buruk yang terjadi pada

kesehatan orang. MCLG hanya mempertimbangkan kesehatan masyarakat bukan batas

deteksi, kadang-kadang ditetapkan pada tingkat dimana sistem air tidak dapat memenuhi

tingkatan tersebut.

Kontaminan mikroba : untuk kontaminan mikroba yang dapat menimbulkan resiko

kesehatan masyarakat, MCLG ditetapkan pada nol karena menelan satu protozoa, virus,

atau bakteri dapat menyebabkan efek kesehatan yang merugikan.

Kontaminan zat kimia (karsinogen) : Jika ada bukti bahwa bahan kimia tertentu yang

dapat menyebabkan kanker dan tidak ada dosis yang dianggap aman, MCLG ditetapkan

pada nol. Jika suatu bahan kimia karsinogenik dan dosis yang aman dapat ditentukan,

MCLG diatur pada tingkat di atas nol yang aman.

1

Page 2: kimia kontekstual

Non-Karsinogen (tidak termasuk kontaminan mikroba) : Untuk bahan kimia yang dapat

menimbulkan efek kesehatan non-kanker yang merugikan, MCLG didasarkan pada dosis

referensi. Dosis referensi (RFD) adalah perkiraan jumlah bahan kimia yang seseorang

dapat terkena setiap hari yang tidak diantisipasi untuk menimbulkan efek kesehatan yang

merugikan selama seumur hidup seseorang.

Setelah MCLG ditetapkan, EPA menetapkan standar yang berlaku yaitu MCL

(Maximum Contaminant Level) yang merupakan tingkat maksimum yang diizinkan

kontaminan dalam air yang dikirim ke setiap pengguna dari sistem air publik. MCLG dan

MCL biasanya dinyatakan dalam konsentrasi ppm (milligram per liter air) atau ppb

(mikrogram per liter air). MCLG dan MCL dalam air minum yang ditetapkan oleh EPA dapat

dilihat pada tabel berikut :

Tabel 5.10 MCLGs and MCLs (in ppm) for Drinking Water

Pollutant MCLG MCLCadmium (Cd2+)Chromium (Cr3+ , CrO4

2-)Lead (Pb2+) Mercury (Hg2+)Nitrate (NO3

-)Benzene (C6H6)Trihalomethanes (CHCl3 , etc)

0.0050.100.002

1000

0.0050.10.0150.002

100.0050.080

CWA (Clean Water Act) juga mengontrol polusi terhadap air di permukaan seperti

danau, sungai dan area pesisir pantai. Perbaikan kualitas air di permukaan memiliki dua efek

yang menguntungkan yaitu mengurangi tindakan pembersihan yang diperlukan oleh pasokan

air minum masyarakat dan menghasilkan lingkungan alam yang lebih sehat bagi organisme

akuatik. Selain itu ekosistem perairan yang lebih sehat memiliki banyak manfaat bagi

manusia secara tidak langsung untuk menuju program “Green Chemistry”. Industri juga

berusaha menemukan cara untuk mengkonversi bahan limbahnya menjadi produk yang

bermanfaat, serta merancang proses sehingga tidak menggunakan atau menghasilkan zat yang

menurunkan kualitas air.

5.12 Treatment of Municipal Drinking Water

2

Page 3: kimia kontekstual

Pengolahan air minum terdiri dari 3 unit yaitu unit penampungan awal (intake), unit

pengolahan (water treatment), dan unit penampungan akhir (reservoir). Unit penampungan

awal berfungsi sebagai tempat penampungan air dari sumber airnya. Selanjutnya air melewati

screens yang berfungsi sebagai penyaring awal dari benda-benda besar yang ikut tergenang

dalam air seperti sampah daun, kayu, dan lainnya.

Unit pengolahan terdiri dari 4 tahap yaitu tahap koagulasi, flokulasi, pengendapan,

dan penyaringan. Pada tahap koagulasi (coagulation) air yang berasal dari penampungan

awal diproses dengan menambahkan zat kimia tawas (Al2(SO4)3) dan Ca(OH)2 dengan

menggunakan sistem pengadukan cepat. Air yang kotor atau keruh umumnya karena

mengandung berbagai partikel koloid yang tidak terpengaruh gaya gravitasi sehingga tidak

bisa mengendap dengan sendirinya. Tujuan dari tahap ini adalah untuk menghancurkan

partikel koloid yang menyebabkan air keruh sehingga terbentuk partikel-partikel kecil namun

masih sulit untuk mengendap dengan sendirinya. Tahap flokulasi (flocculation) adalah proses

penyisihan kekeruhan air dengan cara penggumpalan partikel-partikel kecil untuk dijadikan

partikel yang lebih besar (partikel flok) sehingga dapat mengendap dengan sendirinya karena

gravitasi. Di proses flokulasi ini dilakukan dengan cara pengadukan lambat. Selanjutnya pada

tahap pengendapan (sedimentation) partikel-patikel flok tersebut mengendap secara alami di

dasar penampungan karena massa jenisnya lebih besar dari air. Kemudian air dialirkan masuk

ke tahap penyaringan.

Tahap terakhir yaitu penyaringan (filtration). Pada tahap ini air disaring melewati

media penyaring yang disusun dari bahan-bahan biasanya berupa pasir dan kerikil silika.

Proses ini ditujukan untuk menghilangkan bahan-bahan terlarut dan tak terlarut.

Namun untuk meningkatkan kualitas air diperlukan proses tambahan, seperti: 

a. Proses Pertukaran Ion (Ion Exchange)

Proses pertukaran ion bertujuan untuk menghilangkan zat pencemar anorganik yang tidak

dapat dihilangkan oleh proses filtrasi atau sedimentasi.  Proses pertukaran ion juga

digunakan untuk menghilangkan arsenik, kromium, fluorida, nitrat, radium, dan uranium.

b. Proses Penyerapan (Absorption)

Proses ini bertujuan untuk menyerap/menghilangkan zar pencemar organik, senyawa

penyebab rasa, bau dan warna. Biasanya dengan membubuhkan bubuk karbon aktif.

c. Proses Disinfeksi (Disinfection)

Proses ini menambahkan bahan kimia klorin yang bertujuan untuk membunuh bakteri

atau mikroorganisme berbahaya yang terkandung di dalam air tersebut.

3

Page 4: kimia kontekstual

Setelah melalui semua proses pengolahan, air langsung masuk ke unit penampungan

akhir dan sudah siap untuk didistribusikan ke masyarakat. Skema secara keseluruhan proses

pengolahan air minum kota sebagai berikut:

5.15 International Needs for Safe Drinking Water

Kebutuhan internasional akan air minum bersih sangatlah penting, namun untuk

daerah kering seperti Timur Tengah, air tawar sangat langka. Walaupun air laut sudah

tersedia disana, namun tingginya konsentrasi garam membuatnya tidak layak untuk

dikonsumsi, sehingga diperlukan suatu proses penyisihan kandungan garam dan pengotor

lainnya yang secara alami terdapat pada air laut. Proses tersebut dinamakan desalinasi. Proses

produksi air bersih dengan metode desalinasi dilakukan melalui beberapa tahapan, meliputi:

pengambilan air laut, pengolahan awal air laut, proses pemisahan garam, dan pengolahan

akhir.

Pengambilan Air Laut

Tahapan paling awal dalam proses desalinasi adalah pengambilan air laut sebagai

bahan baku proses. Metode yang umum dilakukan adalah dengan pemasangan pipa ke arah

laut hingga jarak beberapa kilometer dari pantai. Hal ini dilakukan untuk memperoleh air laut

dengan kualitas baik yang terhindar dari pergerakan sedimen permukaan yang umumnya

terjadi pada laut kedalaman dangkal. Laju alir pengambilan air laut dilakukan secara lambat

untuk mencegah masuknya biota laut ke dalam pipa.

4

Intake pipe Screens Coagulation Flocculation

SedimentationFiltrationIon ExchangeAbsorption

Disinfection Storage

Page 5: kimia kontekstual

Gambar 1. Metode Pengambilan Air Laut Dengan Pipa

Metode diatas menjadi pilihan utama karena kemudahan pemasangan sistem. Namun,

dalam hal kinerja, teknik tersebut sangat sensitif dengan perubahan kondisi air laut yang

terjadi seiring dengan perubahan musim dan iklim. Pencegahan biota laut untuk masuk ke

dalam sistem juga tidak seefektif yang diharapkan.

Metode alternatif selain dengan pipa adalah dengan memanfaatkan kondisi geologi

lokal pantai untuk menyaring air laut dengan sistem sumur (beach wells). Dengan metode ini,

air laut diekstraksi dari lapisan bawah permukaan (subsurface) pantai. Selain itu, teknologi

yang sedang dikembangkan adalah tipe gallery dengan struktur menyerupai penyaringan

pasir yang dipasang di permukaan bawah laut (seabed) untuk mendapatkan bahan baku

dengan kualitas tinggi.

Gambar 2. Pengambilan Air Laut Dengan Beach Well

5

Page 6: kimia kontekstual

Gambar 3. Pengambilan Air Laut Dengan Gallery

Pengolahan Awal

Pengolahan awal bertujuan untuk mengkondisikan bahan baku, dalam hal kandungan

pengotor, agar ramah bagi proses utama desalinasi. Pengotor yang biasa terkandung dalam air

laut mencakup makromolekul (pasir dan biota laut termasuk ikan, alga dll.) dan

mikromolekul (unsur penyebab sedimentasi, kristalisasi dan fouling). Teknik yang dilakukan

pada umumnya mencakup koagulasi-flokulasi-sedimentasi (coagulation-flocculation-

sedimentation), membrane tekanan rendah (low pressure membrane), penyaringan dengan

media (media filter) dan catridge filter. 

Gambar 4. Rangkaian Proses Pengolahan Awal

Proses pengolahan awal menjadi kunci penting lancarnya proses desalinasi karena

menentukan stabilitas dan kinerja proses dengan semakin tingginya kualitas air umpan. Dari

segi ekonomi, proses pengolahan awal terhitung hampir mencapai 30% dari keseluruhan

biaya proses. Penghematan biaya dalam proses pengolahan awal sangat mungkin dilakukan

dengan aplikasi alternatif pengambilan air laut seperti yang dijelaskan sebelumnya. Dengan

bahan baku yang kualitasnya lebih baik, saat proses pengolahan awal akan lebih ringan

sehingga mengurangi konsumsi bahan kimia, proses serta mengurangi jumlah peralatan

6

Page 7: kimia kontekstual

proses dan pada akhirnya  menurunan biaya operasional serta meningkatkan performa dan

stabilitas proses.

Proses Inti

Pada tahapan ini, bahan baku yang telah mengalami pengolahan awal akan mengalami

proses penyisihan garam sehingga menghasilkan air bersih. Berdasarkan teknik pemisahan

garamnya, proses desalinasi dikategorikan menjadi dua: berbasis panas dan berbasis

membran.

a. Destilasi (Proses berbasis panas)

Pada proses berbasis panas, bahan baku dikondisikan mendidih pada tekanan rendah

sehingga menghasilkan uap air pada temperatur rendah. Pada proses ini, hanya air saja yang

mengalami penguapan, sehingga setelah pengumpulan dan pengkondensasian uap, akan

dihasilkan air bersih tanpa garam dan pengotor. Multistage flash distillation dan multi effect

distillation adalah contoh teknologi desalinasi dengan berbasis panas.

Gambar 5. Skema Pemisahan Air Laut Berbasis Panas

b. Osmosis Balik (Proses berbasis membran)

Berbeda halnya pada proses diatas yang menggunakan energi panas untuk pemisahan

garam dari air laut, teknologi membran menggunakan energi tekanan. Membran adalah istilah

umum untuk saringan tipis yang memfasilitasi pemisahan secara selektif – hanya bahan-

bahan tertentu yang dapat dilewatkan dan ditahan oleh membran ini. Tipe membran yang

digunakan sangat bergantung pada aplikasi. Khusus untuk desalinasi, digunakan reverse

osmosis (RO) membran dengan karakter tak berpori yang mampu melakukan pemisahaan

pada level ion, termasuk garam dengan komposisi utama ion natrium dan klorida.

7

Page 8: kimia kontekstual

Gambar 6. proses pemisahan dengan berbagai tipe membran

Penyaringan dengan membran RO dilakukan dengan cara menekan bahan baku air

laut pada permukaan membran sehingga melewatkan air murni pada sisi produk, sementara

menahan kandungan garam dan pengotor lainnya ke aliran buangan. Produk air yang

dihasilkan sangat murni dengan konsentrasi ion yang sangat rendah.

Pengolahan Akhir

Kondisi air murni dengan konsentrasi ion rendah dalam produk desalinasi perlu

disesuaikan agar nyaman saat dikonsumsi dan tidak merusak pipa distribusi. Untuk konsumsi,

air murni tidak berasa, perlu adanya penambahan mineral supaya rasanya sesuai dengan

kualitas air minum. Kandungan ion yang minimal dapat memicu proses korosi pada pipa

distribusi karena kecenderungan pengikatan ion-ion metal pipa agar keseimbangan kimia air

tercapai. Pada tahapan akhir penambahan mineral dilakukan pada aliran produk sehingga

dihasilkan produk air bersih dengan kualitas air minum.

Proses desalinasi air laut hingga saat ini terus berkembang di seluruh dunia untuk

memenuhi kebutuhan air bersih dan mengentaskan permasalahan krisis air. Kegiatan

penelitian sangat intensif dilakukan dan menyeluruh pada setiap tahapan proses untuk

menjadikan proses ini lebih ramah lingkungan, hemat energi dan murah. Proses ini juga

cocok untuk diimplementasikan di Indonesia yang merupakan negara maritim dengan garis

pantai yang panjang. Studi mengenai energi yang berujung pada kelayakan ekonomi perlu di

lakukan lebih lanjut pada implementasi proses ini.

8

Page 9: kimia kontekstual

DAFTAR PUSTAKA

http://www.intechopen.com/books/water-treatment

http://www.roplant.org/contents.asp?Depth1=5&Depth2=2

http://www.scwd2desal.org/Page-EIR_Docs.php

Pracoyo, NE. 2006. Penelitian Bakteriologi Air Minum Isi Ulang di Daerah Jabotabek 2003-

Maret 2004. Cermin Kedokteran. http://www.kalbefarma.com/cdk. Diakses pada

tanggal 30 Oktober 2015

Rachman, Rinaldi Medali. 2013. DESALINASI AIR LAUT: dari air garam menjadi air bersih

layak minum. http://ppmijeddah.wordpress.com/2013/02/24/desalinasi-air-laut-dari-

air-garam-menjadi-air-bersih-layak-minum/. Diakses pada tanggal 30 Oktober 2015.

9