Kematian Batang Otak Komplit

download Kematian Batang Otak Komplit

of 16

Transcript of Kematian Batang Otak Komplit

  • 7/29/2019 Kematian Batang Otak Komplit

    1/16

    KEMATIAN BATANG OTAK

    DEFINISI MATI BATANG OTAK

    Pada panduan Australian and New Zealand Intensive Care Society (ANZICS)

    yang dipublikasikan pada tahun 1993, kematian otak didefinisikan sebagai

    berikut: Istilah kematian otak harus digunakan untuk merujuk pada berhentinya

    semua fungsi otak secara ireversibel. Kematian otak terjadi saat terjadi hilangnya

    kesadaran yang ireversibel, dan hilangnya respon refleks batang otak dan fungsipernapasan pusat secara ireversibel, atau berhentinya aliran darah intrakranial

    secara ireversibel. (Hing-yu, 1994). Menurut kriteria komite ad hoc Harvard

    tahun 1968, kematian otak didefinisikan oleh beberapa hal:

    1. Adanya otak yang tidak berfungsi lagi secara permanen, yang ditentukan

    dengan tidak adanya resepsi dan respon terhadap rangsang, tidak adanya

    pergerakan napas, dan tidak adanya refleks-refleks, yakni respon pupil

    terhadap cahaya terang, pergerakan okuler pada uji penggelengan kepala

    dan uji kalori, refleks berkedip, aktivitas postural (misalnya deserebrasi),

    refleks menelan, menguap, dan bersuara, refleks kornea, refleks faring,

    refleks tendon dalam, dan respon terhadap rangsang plantar.

    2. Data konfirmasi yakni EEG yang iselektris. Kedua tes tersebut dilakukan

    ulang 24 jam setelah tes pertama, tanpa adanya hipotermia (suhu kurang

    dari 32,2O C) atau depresan sistem saraf pusat seperti barbiturat.

    Penentuan tersebut harus dilakukan oleh seorang dokter.(Mernoff,2009)

    Menurut panduan yang digunakan di Amerika, kematian otak didefinisikan

    sebagai hilangnya semua fungsi otak secara ireversibel, termasuk batang otak.

    Tiga temuan penting dalam kematian otak adalah koma, hilangnya refleks batang

    otak, dan apnea (New York State Department of Health, 2005).

    PEMERIKSAAN KLINIS

    Banyak anggota berbagai asosiasi ahli saraf dan ahli bedah saraf telah

    menyusun kebijakan dan panduan praktek untuk menegakkan diagnosis kematian

  • 7/29/2019 Kematian Batang Otak Komplit

    2/16

    otak. Hanya ada sedikit perbedaan yang ada, dan selalu ada penekanan yang

    konsisten pada pengujian apnea dan penilaian fungsi otak sebagai metode plihan

    dalam menegakkan diagnosis kematian otak. Tes konfirmasi yang rutin dengan

    elektroensefalografi tidak lagi menjadi pilihan. Uji elektrofisiologis lain juga tidak

    cukup mendapat validasi dan memiliki kesulitan baik dalam pelaksanaan maupun

    interpretasinya.

    Kebijakan dan panduan praktek tersebut diterapkan secara merata pada dewasa

    dan usia 2 bulan ke atas. Kematian otak pada bayi berusia kurang dari 2 bulan

    didiagnosis dengan pendekatan yang berbeda pada kebanyakan kebijakan dan

    biasanya meliputi uji apnea, uji fungsi otak berulang, elektroensefalografi, dan uji

    perfusi serebral (Lazar et al, 2001).

    Pemeriksaan neurologis klinis tetap menjadi standar untuk penentuan kematian

    otak dan telah diadopsi oleh sebagian besar negara-negara di dunia. Pemeriksaan

    pasien yang diduga telah mengalami kematian otak harus dilakukan dengan teliti.

    Deklarasi tentang kematian otak tidak hanya menuntut dilakukannya tes

    neurologis namun juga identifikasi penyebab koma, keyakinan akan kondisi

    ireversibel, penyingkiran tanda neurologis yang salah ataupun faktor-faktor yang

    dapat menyebabkan kebingungan, interpretasi hasil pencitraan neurologis, dan

    dilakukannya tes laboratorium tambahan yang dianggap perlu (Wijdicks, 2001.

    Walshe,2001).

    Diagnosis kematian otak terutama ditegakkan secara klinis. Tidak ada tes lain

    yang perlu dilakukan apabila pemeriksaan klinis yang menyeluruh, meliputi kedua

    tes refleks batang otak dan satu tes apnea, memberikan hasil yang jelas. Apabila

    tidak ditemukan temuan klinis, atau uji konfirmasi, yang lengkap yang konsisten

    dengan kematian otak, maka diagnosis tersebut tidak dapat ditegakkan (New York

    State Department of Health, 2005).

    Pemeriksaan neurologis untuk menentukan apakah seseorang telah mengalami

    kematian otak atau tidak dapat dilakukan hanya apabila persyaratan berikut

    dipenuhi: penyingkiran kondisi medis yang dapat mengganggu penilaian klinis,

    khususnya gangguan elektrolit, asam basa, atau endokrin; tidak adanya

    hipotermia parah, didefinisikan sebagai suhu tubuh lebih kurang atau sama

  • 7/29/2019 Kematian Batang Otak Komplit

    3/16

    dengan 32oC; dan tidak adanya bukti intoksikasi obat, racun, atau agen penyekat

    neuromuskuler (Wijdicks, 2001).

    Menurut panduan sertifikasi kematian otak yang diterapkan di Hong Kong,

    yang mengacu pada beberapa referensi seperti Medical Royal Colleges in United

    Kingdom dan Austalian and New Zealand Intensive Care Society, sebelum

    mempertimbangkan diagnosis kematian otak, harus diperiksa kondisi-kondisi

    serta kriteria eksklusi. Pertama-tama, harus ditemukan kondisi cedera otak berat

    yang konsisten dengan proses terjadinya kematian otak (yang biasanya

    dikonfirmasi dengan pencitraan otak). Tidak boleh ada keraguan bahwa kondisi

    yang dialami pasien diakibatkan oleh kerusakan struktural otak yang tidak dapat

    diperbaiki. Diagnosis dari kelainan yang dapat menimbulkan kematian otak harus

    ditegakkan dengan jelas. Diagnosis tersebut dapat jelas terlihat beberapa jam

    setelah kejadian intrakranial primer seperti cedera kepala berat, perdarahan

    intrakranial spontan, atau setelah pembedahan otak. Namun, saat kondisi pasien

    disebabkan oleh henti jantung, hipoksia, atau insufisiensi sirkulasi yang berat

    tanpa periode anoksia serebri yang jelas, atau dicurigai mengalami embolisme

    udara atau lemak otak maka penegakan diagnosis akan memakan waktu lebih

    lama.

    Kondisi kedua yang dapat menjadi pertimbangan untuk menegakkan diagnosis

    kematian otak adalah pasien yang apneu dan menggunakan bantuan ventilator.

    Pasien tidak responsif, dan tidak bernafas secara spontan. Obat penyekat

    neuromuskuler atau lainnya harus dieksklusi dari penyebab kondisi tersebut.

    Penyebab koma lain yang harus dieksklusi adalah obat depresan atau racun.

    Riwayat penggunaan obat harus secara hati-hati diperiksa. Periode observasi

    tergantung pada farmakokinetik dari obat yang digunakan, dosis yang digunakan,

    dan fungsi hepar serta ginjal pasien. Apabila diperlukan, tes darah dan urin serta

    level serum dilakukan. Bila ada keraguan tentang adanya efek dari opioid atau

    benzodiazepine, maka obat antagonis yang tepat harus diberikan. Stimulator saraf

    tepi harus digunakan untuk mengkonfirmasi intak tidaknya konduksi

    neuromuskuler apabila pasien menggunakan obat pelemas otot (muscle relaxant).

    Hipotermia primer juga menjadi kriteria eksklusi. Suhu pasien direkomendasikan

  • 7/29/2019 Kematian Batang Otak Komplit

    4/16

    harus di atas 35O C sebelum dilakukan uji diagnostik. Selain itu, harus

    disingkirkan juga kondisi gangguan metabolik dan endokrin, serta hipotensi arteri

    (Hong Kong Society of Critical Care Medicine, 1998. Walshe,2001). Interpretasi

    dari pindaian computed tomography (CT) adalah penting untuk menentukan

    penyebab kematian otak. Umumnya, pindaian CT menunjukkan massa beserta

    herniasi otak, lesi hemisferik multipel dengan edema, atau edema saja. Kompresi

    arteri dan vena mengakibatkan oedem sitotoksik dan tekanan intrakranial dapat

    meningkat akibat terhalangnya drainase cairan serebrospinal oleh aqusduktus atau

    ruang subarakhnoid. Perubahan ini menyebabkan herniasi berlanjut dan posisi

    otak menurun. Penurunan ini begitu besar sehingga cabang-cabang arteri basilaris

    (yang mendarahi batang otak) teregang dan mengakibatkan perdarahan

    intraparenkimal dan memperparah oedem. Bagaimanapun, temuan pada pindaian

    CT tidak menghilangkan kebutuhan untuk pemeriksaan yang teliti atas faktor-

    faktor lain yang mungkin menyesatkan diagnosis. Sebaliknya, hasil pindaian CT

    dapat menunjukkan hasil normal pada periode awal setelah henti jantung dan paru

    dan pada pasien dengan meningitis atau ensefalitis fulminan. Pemeriksaan cairan

    serebrospinal dapat menunjukkan adanya kondisi dimana terjadi infeksi pada

    sistem saraf pusat. Kriteria klinis untuk kematian otak pada dewasa dan anak

    adalah sebagai berikut: Koma Tidak ada respon motorik, Tidak ada respon pupil

    terhadap cahaya dan pupil berada di posisi tengah dengan dilatasi (4 6 mm),

    Tidak ada refleks korneaTidak ada refleks tersedakTidak ada respon kalorikTidak

    ada batuk sebagai respon terhadap suction trakheaTidak ada refleks menghisap

    dan menutup mulutTidak ada usaha respirasi saat PaCO2 setinggi 60 mmHg atau

    20 mmHg di atas nilai dasar normalInterval antara kedua evaluasi, sesuai usia

    pasien:Lahir hingga 2 bulan, 48 jam>2 bulan hingga 1 tahun, 24 jam>1 tahun

    hingga 2 bulan hingga 1 tahun, 1 tes konfirmasi>1 tahun hingga

  • 7/29/2019 Kematian Batang Otak Komplit

    5/16

    medulla oblongata adalah bagian terakhir dari otak yang berhenti berfungsi.

    Beberapa jam dibutuhkan untuk terjadinya kerusakan batang otak secara

    menyeluruh, dan selama periode tersebut, mungkin masih terdapat fungsi medula.

    Pada kasus yang jarang dimana terdapat fungsi medula oblongata yang tetap ada,

    ditemukan tekanan darah normal, respon batuk setelah suction trakhea, dan

    takhikardia setelah pemberian 1 mg atropine. Kedalaman koma diuji dengan

    penilaian adanya respon motorik terhadap stimulus nyeri yang standar, seperti

    penekanan nervus supraorbita, sendi temporomandibuler, atau bantalan kuku pada

    jari. Pemeriksaan kemudian dilanjutkan dengan ada tidaknya refleks batang otak.

    Bila tidak ada refleks batang otak, pemeriksaa harus menemukan adanya pupil

    yang oval atau bulat pada posisi tengah dengan dilatasi (4 6 mm) tanpa adanya

    respon terhadap cahaya terang. Saat kepala digelengkan dengan cepat, seharusnya

    tidak ada gerakan okulosefalik yang muncul. Bagaimanapun, interpretasi terhadap

    tes tersebut sulit, dan dapat memberi hasil yang membingungkan apabila ada

    cedera spinal. Tidak adanya pergerakan mata saat dirangsang harus dikonfirmasi

    dengan stimulasi kalorik dingin, dimana timpani diirigasi dengan air es setelah

    kepala dimiringkan 30 derajat. Seharusnya tidak ada deviasi tonus ke arah

    stimulus dingin. Adanya bekuan darah atau serumen di kanal telinga mungkin

    menghalangi respon pada orang yang tidak mengalami kematian otak. Pemeriksa

    harus menguji adanya refleks kornea dengan menyentuh ujung kornea dengan

    ujung kapas pembersih untuk menghasilkan stimulus yang adekuat. Respon batuk

    dapat diuji dengan suction bronkhial, karena menggerakkan pipa trakhea maju

    mundur mungkin tidak menghasilkan rangsang yang cukup (Wijdicks, 2001).

    Setelah tampak bahwa refleks batang otak tidak ada, apnea harus diuji. Oksigenasi

    difusi apnea adalah prosedur yang dilakukan untuk mempertahankan oksigenasi

    saat pengujian. Batas stimulasi maksimal pusat pernapasan di medula oblongata

    (yang dapat mengalami gangguan fungsi akibat cedera) telah diatur di Amerika

    Serikat pada tekanan parsial karbon dioksida setinggi 60 mmHg atau lebih tinggi

    20 mmHg daripada nilai dasar normal. Pelepasan ventilator akan memungkinkan

    tekanan parsial karbon dioksida untuk meningkat di atas 60 mmHg dan pH turun

    di bawah 7,28 dalam waktu 8 hingga 10 menit. Pada pasien yang menggunakan

  • 7/29/2019 Kematian Batang Otak Komplit

    6/16

  • 7/29/2019 Kematian Batang Otak Komplit

    7/16

    pasien mungkin masih menunjukkan beberapa aktivitas spinal refleks yang

    mungkin dapat menyesatkan pengamat umum atau klinisi yang tidak

    berpengalaman. Aktivitas refleks spinal yang teramati dapat berkisar dari kedutan

    yang pelan hingga Tanda Lazarus yang lebih kompleks. Tetap adanya refleks-

    refleks ini tetap sejalan dengan kematian otak seperti dikonfirmasi oleh uji

    elektroensefalografi atau absennya aliran darah otak.

    Terdapat perbedaan tipis pada berbagai panduan berkaitan dengan penilaian

    respon pupil terhadap cahaya dan derajat dilatasi, namun tidak ada dasar ilmiah

    untuk perbedaan-perbedaan tersebut yang diidentifikasi dengan jelas. Kebanyakan

    panduan tidak mencantumkan refleks okulosefalik atau dolls eye. Walaupun

    demikian, Pallis dan Harley merekomendasikan inklusi respon dolls eye

    walaupun tidak dituntut oleh hukum United Kingdom untuk penentuan kematian

    otak.

    Penentuan apnea persisten dituntut oleh semua panduan walaupun akhir dari

    evaluasi tersebut tidak konsisten. Pada negara-negara yang tidak terlalu maju

    secara teknis, apnea yang ditentukan oleh pemutusan ventilator mungkin cukup.

    Bagaimanapun, kebanyakan panduan pada negara-negara barat membutuhkan

    dokumentasi dari batas apnea dengan analisis gas darah arteri, sementara di

    United Kingdom batas PaCO2 50 mmHg dibutuhkan. Kebanyakan panduan

    Amerika Utara merekomendasikan batas apnea PaCO2 60 mmHg. Beberapa

    panduan juga membutuhkan dokumentasi pH asam

  • 7/29/2019 Kematian Batang Otak Komplit

    8/16

    pada kondisi klinis yang lain. Waktu interval cenderung menurun dibandingkan

    dengan panduan paling awal yang dikeluarkan oleh komite ad hoc Harvard

    Medical School. Beberapa panduan seperti yang dikembangkan oleh Australiand

    and New Zealand Intensive Care Society (ANZICS) memandatkan harus ada dua

    dokter yang menentukan kematian otak bila akan dilakukan transplantasi organ,

    sementara lainnya tidak. Lebih seringnya, seorang dokter dapat melakukan kedua

    pemeriksaan klinis. Tidak ada bukti ilmiah yang mendukung posisi tersebut dalam

    literatur.

    Panduan yang sesuai usia Hanya sedikit dasar ilmiah untuk pnduan yang

    spesifik sesuai usia. Walaupun demikian, hampir semua panduan menyebutkan

    bahwa protokol harus disesuaikan bila mengevaluasi neonatus dan bayi.

    Kebanyakan badan setuju bahwa kritria klinis dewasa dapat diterapkan pada anak

    dengan usia di atas 52 minggu. Bagaimanapun, pemeriksaan klinis sendiri

    umumnya tidak cukup untuk anak berusia di bawah satu tahun. American

    Academy of Pediatrics Task Force on Brain Death in Children merekomendasikan

    waktu interval antar pemeriksaan yang disesuaikan dengan usia pasien. Faktor-

    faktor yang menyesatkan Telah dikeahui bahwa hipotermia, yang didefinisikan

    sebagai suhu inti tubuh

  • 7/29/2019 Kematian Batang Otak Komplit

    9/16

    merekomendasikan penilaian aliran darah otak keseluruhan atau

    elektroensefalografi. Dua tes diagnosis yang dapat mengidentifikasi henti sirkulasi

    serebral secara menyeluruh adalah angografi serebral dan angiografi radionuklida

    Tc-99m heksamethilpropilen-amin oksim (Tc-HMPAO) (Baron et al, 2006).

    TES DIAGNOSIS MATI BATANG OTAK

    Tiga temuan utama dalam kematian otak adalah koma atau tidak adanya respon,

    absennya refleks batang otak, dan apnea. Pemeriksaan klinis dari batang otak

    meliputi tes refleks batang otak, penentuan kemampuan pasien untuk bernapas

    secara spontan, dan evaluasi respon motor terhadap nyeri.

    1. Koma atau tidak adanya respon. Pengujian respon motor dari ekstremitas diuji

    dengan stimulasi nyeri penekanan daerah supraorbita dan dasar kuku. Yang harus

    diperhatikan dalam pengujian ini adalah kemungkinan adanya respon motorik

    (Lazarus sign) yan dapat terjadi secara spontan selama tes apnea, seringkali

    pada kondisi hipoksia atau episode hipotensi, dan berasal dari spinal. Agen

    penyekat neuromuskuler juga dapat menghasilkan kelemahan motorik yang cukup

    lama.

    2. Absennya refleks batang otak:

    A. Pupil

    Pengujian terhadap refleks pupil dilakukan dengan menguji respon terhadap

    cahaya yang terang. Kematian otak akan menunjukkan pupil yang berbentuk

    bulat, oval, ataupun ireguler. Kebanyakan pupil pada pasien yang mengalami

    kematian otak akan berada pada ukuran 4 hingga 6 mm, namun ukuran dapat

    bervariasi dari 4 hingga 9 mm. Pupil yang mengalami dilatasi menggambarkan

    kematian otak, karena jalut servikal simpatis yang berhubungan dengan serat otot

    dilator yang tersusun radial masih dapat tetap utuh. Yang harus diperhatikan

    dalam pengujian ini adalah bahwa banyak obat dapat mempengaruhi ukuran pupil.

    Pada dosis konvensional, atropin yang diberikan secara intravena tidak

    memberikan pengaruh apa-apa terhadap respon pupil. Karena tidak ada reseptor

    nikotinik di iris, obat penyekat neuromuskuler tidak mempengaruhi ukuran pupil.

    Pemberian obat topikal di mata dan trauma kornea atau bulbus okuli dapat

    menyebabkan abnormalitas ukuran pupil dan menyebabkannya menjadi non

  • 7/29/2019 Kematian Batang Otak Komplit

    10/16

    reaktif. Abnormalitas anatomis yang telah ada sebelumnya pada iris ataupun efek

    dari operasi harus dieksklusi.

    B. Pergerakan okuler

    Gerakan okuler akan absen setelah dilakukan gerakan memutar kepala da tes

    kalorik dengan air es. Pengujian ini hanya dilakkan setelah dipastikan tidak ada

    fraktur atau instabilitas dari servikal atau pada pasien dengan cedera kepala.

    Vertebra servikal harus diperiksa dengan pencitraan untuk menunjukkan tidak

    adanya fraktur atau instabilitas potensial. Refleks okulosefalik yang dirangsang

    dengan menggerakkan kepala secara cepat dan tegas dari posisi tengah ke posisi

    90 derajat kiri dan kanan, pada orang normal akan menghasilkan deviasi mata ke

    arah berlawanan dengan gerakan kepala. Pergerakan mata vertikal juga diuji

    dengan melakukan fleksi leher. Pada kematian otak, tidak akan ditemukan adanya

    pembukaan kelopak mata dan pergerakan mata vertikal dan horizontal.

    Uji kalori dilakukan dengan kepala yang dielevasikan 30 derajat selama irigasi

    dari tympanum di tiap sisi telinga dengan 50 ml air es. Irigasi tympanum

    dilakukan paling baik dengan menggunakan kateter suction kecil di kanal

    auditorik eksternal dan menghubungkannya dengan siring 50 ml yang diisi dengan

    air es. Deviasi tonus dari mata yang muncul akibat rangsang kalorik dingin tidak

    akan muncul pada kematian otak. Investigator harus mengamati hingga 1 menit

    setelah pemberian stimulus, dan waktu antara pemberian rangsang pada tiap sisi

    harus minimal 5 menit.

    Yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan ini adalah adanya obat yang dapat

    mengurangi atau menghilangkan respon kalorik, yakni sedatif, aminoglikosida,

    antidepresan trisiklik, antikolinergik, obat antiepilepsi, dan agen kemoterapi.

    Setelah cedera kepala atau trauma fasial, edema kelopak mata atau kemosis

    konjungtiva dapat menghambat pergerakan bola mata. Bekuan darah atau serumen

    dapat juga mengurangi respon kalorik, dan uji dilakukan ulang setelah

    pemeriksaan inspeksi langsung tympanum. Fraktur basal dari tulang petrosus

    dapat menghilangkan respon kalorik secara unilateral dan dapat diidentifikasi

    dengan prosesus mastoideus yang ekimoses.

  • 7/29/2019 Kematian Batang Otak Komplit

    11/16

    C. Sensasi fasial dan respon motor fasial

    Refleks kornea harus diuji dengan swab tenggorok. Refleks kornea dan refleks

    rahang harus absen. Wajah yang mengernyit saat diberikan rangsang nyeri dapat

    diuji dengan memberikan tekanan dalam dengan obyek tumpul pada dasar kuku,

    tekanan pada daerah supraorbita, atau tekanan yang dalam pada kedua kondilus

    setinggi sendi temporomandibuler.

    Yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan ini adalah adanya trauma fasial yang

    berat sehingga dapat mengganggu interpretasi refleks batang otak.

    D. Refleks faring dan trakhea

    Respon tersedak, yang diuji dengan merangsang faring posterior dengan

    laringoskop, harus absen. Tidak adanya refleks batuk pada suction bronkhial juga

    harus tampak.

    Dalam pemeriksaan ini, harus diperhatikan bahwa pada apsien yang diintubasi

    secara oral, respon tersedak mungkin sulit untuk diamati.

    3. Apnea

    Pada uji apnea, harus diperhatikan beberapa kondisi sebelum dilakukannya

    pengujian. Perubahan yang penting pada tanda vital (misalnya hipotensi yang

    mencolok, aritmia kardia berat) yang ditemukan pada pemeriksaan apnea dapat

    berkaitan dengan kurangnya pengamatan terhadap kondisi-kondisi yan dilakukan

    sebelum pengujian, walaupun perubahan tersebut dapat terjadi secara spontan

    karena asidosis yang meningkat. Sehingga, persyaratan-persyaratan berikut ini

    harus diperhatikan: (1) suhu inti lebih dari atau sama dengan 36,5O C (4,5O C

    lebih tinggi dari suhu yang menjadi persyaratan diagnosis klinis kematian otak

    yakni 32O C), (2) tekanan darah sistolik yang lebih tinggi atau sama dengan 90

    mm Hg, (3) euvolemia (atau lebih baim apabila balans cairan positif selama 6 jam

    sebelumnya), (4) eukapnea (atau apabila PCO2 arteri lebih dari atau sama dengan

    40 mm Hg), dan (5) normoksemia (atau apabila PO2 arteri lebih dari atau sama

    dengan 200 mm Hg). Oksimeter pulsa dihubungkan pada pasien.

    Pengujian dilakukan dengan tahap-tahap berikut:

    Memutus hubungan dengan ventilator

  • 7/29/2019 Kematian Batang Otak Komplit

    12/16

    Memberikan O2 100% 6 l/menit. Pilihannya adalah dengan menempatkan kanul

    setinggi karina.

    Amati dengan seksama pergerakan respirasi. Respirasi didefinisikan dengan

    pergerakan abdomen atau dada yang menghasilkan volume tidal yang adekuat.

    Bila ada, respirasi dianggap ada pada uji apnea ini. Saat terjadi gerakan yang

    mirip dengan respirasi, maka harus diamati hingga akhir uji apnea, dmana

    oksigenasi berada pada level yang lebih rendah. Saat hasilnya meragukan,

    spirometer dapat dihubungkan dengan pasien untuk memastikan bahwa tidak ada

    volume tidal.

    Ukur PO2, PCO2, dan pH arteri setelah kira-kira 8 menit dan hubungkan

    kembali dengan ventilator.

    Bila gerakan respirasi tidak ada dan PCO2 arteri sama dengan atau lebih dari 60

    mm Hg (pilihan lain adalah PCO2 yang meningkat 20 mm Hg dari PCO2 normal

    dasar), maka tes apnea dinyatakan positif (sehingga mendukung diagnosis klinis

    kematian otak).

    Bila teramati adanya gerakan respirasi, maka tes apnea dinyatakan negatif

    (sehingga tidak mendukung diagnosis klinis kematian otak), dan tes harus diulang.

    Bila selama tes apnea tekanan darah sistolik menjadi 90 mm Hg, oksimeter

    pulsa menunjukkan desaturasi, dan terjadi aritmia kardia, segera ambil sampel

    darah, hubungkan dengan ventilator, dan lakukan analisa gas darah arteri. Tes

    apnea memberikan hasil positif, apabila PCO2 arteri lebih dari atau sama dengan

    60 mm Hg atau meningkat 20 mm Hg dari PCO2 normal dasar. Bila PCO2 kurang

    dari 60 mm Hg, atau peningkatannya kurang dari 20 mm Hg, hasilnya tidak dapat

    dipastikan. Pada kondisi ini, dimana terdapat instabilitas kardiovaskuler

    bersamaan dengan ketidak jelasan batasan atas PCO2 dimana terjadi stimulasi

    maksimal terhadap pusat pernafasan, maka tergantung pada dokter untuk

    memutuskan apakah diperlukan tes konfirmasi untuk memastikan diagnosis klinis

    kematian otak.

    Bila tidak ada pergerakan respirasi, PCO2 kurang dari 60 mm Hg, dan tidak ada

    aritmia kardia atau hipotensi signifikan, tes dapat diulang dengan apnea selama 10

    menit. (Wijdicks, 1994. Wijdicks, 2001. Beterhealt,2000. Eduardo,2009)

  • 7/29/2019 Kematian Batang Otak Komplit

    13/16

    Tes tambahan untuk konfirmasi kematian otak harus memenuhi kriteria berikut:

    1. Tidak boleh ada positif palsu, sehingga saat tes mengkonfirmasi adanya

    kematian otak, maka tidak boleh ada pasien yang sembuh atau memiliki potensi

    untuk sembuh.

    2. Tes harus dapat berdiri sendiri dalam menegakkan apakah kematian otak benar-

    benar terjadi atau tidak.

    3. Tes tidak boleh dipengaruhi faktor yang dapat menyesatkan seperti efek obat

    atau gangguan metabolik.

    4. Tes harus distandarisasi dalam hal teknologi, teknik, dan klasifikasi hasilnya.

    5. Tes harus dapat diperoleh secara umum, aman, dan dengan mudah dilakukan.

    Tes tidak boleh terbatas pada beberapa pusa penelitian saja; idealnya ia harus

    dapat diterapkan pada semua Intensive Care Unit (ICU) dan teknik harus dapat

    diandalkan dan mudah dipelajari.Tes-tes tambahan yang ada saat ini terutama

    meliputi tes elektrofisiologi (elektroensefalografi, potensial pacuan

    somatosensorik dan potensial pacuan pendengaran batang otak, dan respon pacuan

    motorik), tes aliran darah otak (angiografi serebri empat vasa, tes kedokteran

    nuklir aliran darah otak, Doppler transkranial, MRI, angiografi resonansi

    magnetik, dan pemeriksaan CT), dan pemeriksaan lainnya seperti pemeriksaan

    metabolisme, pemeriksaan oksigen vena jugularis, dan tes atropin.

    Saat dilakukan secara kontinyu, pemantauan elektroensefalografi dapat

    menunjukkan supresi tegangan secara umum, yang dapat menunjukkan pada

    klinisi adanya kematian otak. Namun, EEG telalu anatomis, dan terbatas secara

    fisilogis. EEG merekam aktivitas hanya dari lapisan korteks yan berada tepat di

    bawah kulit kepala dan tidak merekam dari struktur sbkorteks, seperti batang otak

    atau thalamus, dan hanya memberikan cakupan yang terbatas dari permukaan

    cembung otak besar. Lebih jauh lagi, tidak semua frekuensi EEG tertangkap

    sehingga dapat memberikan hasil datar atau isoelektrik saat ada neuron yang

    masih hidup di batang otak atau tempat lain.

    Hanya ada sedikit penelitian yang menguji validitas dari EEG dalam kaitannya

    dengan kematian otak. EEG juga memiliki kelemahan, dimana dapat terjadi

    gangguan dari faktor-faktor yang dapat menyesatkan, seperti terjadinya gambaran

  • 7/29/2019 Kematian Batang Otak Komplit

    14/16

    yang datar atau isoelektris saat terjadi overdosis barbiturat atau anestesi yang

    dalam, dimana keduanya merupakan kondisi yang reversibel. Sehingga, pada tes

    EEG dapat terjadi positif palsu maupun negatif palsu, membuat EEG menjadi

    suatu tes yang jauh dari ideal untuk penentuan kematian otak.

    Saat diperlukan konfirmasi untuk penentuan kematian otak, tes aliran darah ke

    otak dianggap lebih tepat. Tes yang menunjukkan absennya aliran darah ke otak

    umumnya diterima sebagai penegakan kematian otak yang memiliki kepastian,

    karena konsep bahwa apabila otak tidak mendapatkan suplai darah selama periode

    waktu tertentu akan mati sudah diyakini secara luas. Tentunya kondisi hipotermia

    dan hipotensi transien yang reversibel harus disingkirkan. Kematian otak dapat

    disertai dengan baik edema jaringan ataupun efek massa yang menyebabkan

    tekanan intrakranial menjadi sama atau lebih dari tekanan darah sistolik dan

    tekanan darah arteri rata-rata. Konsekuensinya, darah tidak memasuki

    kompartemen intrakranial, atau hanya memasuki selama sistol, mengakibatkan

    tidak terjadinya perfusi ke jaringan otak, sehingga menyebabkan kematian sel

    neuron dan glia otak, tes aliran darah otak memberikan metode yang dapat

    diterima dan dapat berdiri sendiri dalam menegakkan kematian otak. Tes tersebut

    tidak disesatkan oleh obat, gangguan metabolik, atau hipotermia. Syarat

    sebelumnya adalah bahwa tekanan darah sistemik harus adekuat, dimana pasien

    tidak dalam kondisi syok. Tes aliran darah otak meliputi angiografi empat vasa

    (karotis dan vertebral), TCD, MRI, dan MRA, angiografi CT, dan tes kedokteran

    nuklir. Tes yang lebih akurat untuk perfusi lebih dipilih, yakni angiografi dan CT

    emisi foton tunggal (SPECT), dibandingkan dengan pencitraan sirkulasi otak dua

    dimensi.

    Tes perfusi jarang memberikan hasil negatif palsu, dimana ditemukan perfusi

    struktur arteri atau vena pada pasien yang telah dikonfirmasi mengalami kematian

    otak secara patologis dan klinis. Ini terutama terjadi pada kondisi dimana tekanan

    intrakranial menurun akibat mekanisme dekompresi, seperti kraniektomi

    dekompresif, fraktur tengkorak, pintasan ventrikuler atau anak dengan tengkorak

    yang masih rapuh. Negatif palsu tersebut jarang terjadi. Harus diingat bahwa

    adanya aliran darah tidak serta merta mengeksklusi kemungkinan kematian otak.

  • 7/29/2019 Kematian Batang Otak Komplit

    15/16

    Harus diingat bahwa dalam melakukan tes konfirmasi kematian otak, negatif

    palsu tidak lebih bermasalah daripada positif palsu, karena lebih berbahaya

    apabila seseorang secara keliru dinyatakan mengalami kematian otak daripada bila

    seseorang dinyatakan tidak mati otak padahal sesungguhnya telah terjadi kematian

    otak.

    Tes yang menjadi standar emas tes konfirmasi kematian otak adalah angiografi

    serebral empat vasa. Tes ini invasive dan harus dilakukan dengan memndahkan

    pasien ke departemen radiologi. Absennya pengisian darah intrakranial dari arteri

    karotis interna atau vertebra harus didahului oleh tekanan intrakranial yang

    melebihi tekanan darah arteri rata-rata.

    Selain tes konfirmasi, tidak ada tes lain yan dapat dipertimbangkan secara serius.

    Tes atropin misalnya, hanya memberikan penilaian dari fungsi medulla yang

    terbatas. Atropin adalah obat antikolinergik yang akan menghilangkan tonus

    vagus yang tersisa, seperti dibuktikan dengan peningkatan denyut jantung. Pada

    kematian otak, tes atropin akan menyebabkan peningkatan denyut jantung

  • 7/29/2019 Kematian Batang Otak Komplit

    16/16

    Kematian otak kebanyakan diakibatkan oleh cedera kepala berat dan perdarahan

    intrakranial.

    Kriteria untuk kematian otak sendiri berevolusi seiring waktu. Kematian otak

    didefinisikan sebagai hilangnya semua fungsi otak secara ireversibel, termasuk

    batang otak. Tiga temuan penting dalam kematian otak adalah koma, hilangnya

    refleks batang otak, dan apnea. Pada pasien, harus diperiksa kondisi-kondisi serta

    kriteria eksklusi. Harus ditemukan kondisi cedera otak berat yang konsisten

    dengan proses terjadinya kematian otak, tidak bernafas secara spontan, dan hasil

    yang negatif pada pemeriksaan refleks-refleks batang otak. Saat ini masih banyak

    kontroversi berkaitan dengan penentuan kematian otak, karena masih kurangnya

    literatur atau panduan yang berbasis bukti.