LAPORAN B3 KOMPLIT

26
PRAKTIKUM I PENETAPAN KADAR KROMIUM DALAM SAMPEL LIMBAH CAIR SECARA SPEKTROFOTOMETRI VISIBLE (Tanggal: 15 April 2009) Tujuan : Menentukan kadar limbah Cr 6+ dalam limbah cair dengan menggunakan alat spektrofotometer visibel Menentukan efisiensi pengolahan limbah dengan menggunakan zat pereduksi dan pengendapan menggunakan air kapur Prinsip: Cr dalam limbah cair direduksi dengan NaHSO dengan penambahan larutan NaOH sebagai pensuasana akan berubah menjadi Cr . Cr selanjutnya diendapkan dengan penambahan kapur menjadi Cr(OH) . Endapan ini kemudian disaring dan hasil saringannya ditamabahkan dengan zat pembangkit warna defenil karbazida yang selanjutnya dapat diukur dengan spektrofotometer visibel yang berprinsip pada absorbsi cahaya dan sifat serapannya mengikuti ketentuan Beer-Lambert. Reaksi: Reduksi :Cr + 3e Cr 1

description

laporan yang buat pusing!!!

Transcript of LAPORAN B3 KOMPLIT

Page 1: LAPORAN B3 KOMPLIT

PRAKTIKUM I

PENETAPAN KADAR KROMIUM DALAM SAMPEL LIMBAH CAIR

SECARA SPEKTROFOTOMETRI VISIBLE

(Tanggal: 15 April 2009)

Tujuan :

Menentukan kadar limbah Cr6+ dalam limbah cair dengan menggunakan

alat spektrofotometer visibel

Menentukan efisiensi pengolahan limbah dengan menggunakan zat

pereduksi dan pengendapan menggunakan air kapur

Prinsip:

Cr dalam limbah cair direduksi dengan NaHSO dengan penambahan

larutan NaOH sebagai pensuasana akan berubah menjadi Cr . Cr

selanjutnya diendapkan dengan penambahan kapur menjadi Cr(OH) .

Endapan ini kemudian disaring dan hasil saringannya ditamabahkan

dengan zat pembangkit warna defenil karbazida yang selanjutnya dapat

diukur dengan spektrofotometer visibel yang berprinsip pada absorbsi

cahaya dan sifat serapannya mengikuti ketentuan Beer-Lambert.

Reaksi:

Reduksi :Cr + 3e Cr (kuning ) (hijau) Oksidasi : SO3

2- + H2O SO42- + 2H+ + 2e

2 Cr6+ + 3SO32- + 3H2O 2Cr3+ + 3SO4

2- + 6H+

Cr + 3OH Cr(OH) (s)

(hijau) (putih)

Cara Kerja :

Preparasi Sampel

Dipipet 100 ml limbah cair yang mengandung Cr , lalu dimasukkan ke

dalam gelas piala 250 ml

Ditambahkan NaHSO tetes demi tetes hingga larutan berwarna hijau

Ditambahkan NaoH 4 N sampai pH larutan menjadi 8-9

1

Page 2: LAPORAN B3 KOMPLIT

Ditambahkan air kapur hinggaa terbentuk endapan

Diamkan selama kurang lebih 10 menit agar endapan turun, lalu uji

dengan setetes air kapur, jika sudah tak terbentuk endapan, proses

pengendapan dengan air kapur dihentikan

Disaring endapan ke dalam erlenmeyer

Filtrat hasil saringan diasamkan hingga ph 2 dengan H SO 4 N

Dipipet sebanyak 25 ml, lalu dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml

Ditambahkan difenil karbazida sebanyak 2 ml

Ditera dengan air suling pH 1,5, lalu dihomogenkan

Diukur nilai serapannya dengan spektrofotometer visibel pada panjang

gelombang 540 nm

Catatan:

air suling pH 1,5 dibuat dengan menambahkan asam sulfat ke dalam

sejumlah air suling lalu diukur pHnya dengan indikator universal.

Penambhan asam sulfat dihentikan jika pH sudah mencapai 1,5.

Pembuatan Deret Standar

Untuk membuat larutan standar induk Cr 1OO ppm, ditimbamg K Cr O

sebanyak 0,0153 gram

Dilarutkan ke dalam labu takar 100 ml sampai tanda tera dengan air suling

Untuk membuat deret standar, larutan ini dipipet sebanyak 25 ml,

dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml, ditera dengan air suling, lalu

dihomogenkan

Dipipet sebanyak 0,5 ml untuk membuat standar 0,1 ppm ke dalam labu

takar 50 ml, 1 ml untuk standar 0,2 ppm, 2 ml untuk standar 0,4 ppm, 3 ml

untuk standar 0,6 ppm, 4 ml untuk standar 0,8 ppm, dan 5 ml untuk

standar 1 ppm. Dibuat pula blanko

Data Pegamatan :

Konsentrasi Absorbansi

2

Page 3: LAPORAN B3 KOMPLIT

0,00 0,000

0,10 0,038

0,20 0,079

0,40 0,147

0,60 0,217

0,80 0,296

1,00 0,353

Sampel 0,006

Perhitungan :

Slope kalkulator : 0,35

Slope kurva : Y4-Y3 = 0,217-0,147 = 0,35 X4-X3 0,60-0,40

Ppm Cr6+ = abs/slope X volume X fp Volume contoh

= 0,006/0,35 mg/L X 100mL X 10 -3 L/mL X 100/25 100 mL X 10-3 L/mL

= 0,07 ppm ( b/v )

Efisiensi pengolahan

= Inlet-outlet X 100%Inlet

= ( 100-0,07 )ppm X 100%100 ppm

= 99,93 %

Pembahasan :

Seiring dengan perkembangan aktivitas industri, tidak sedikit pada

pengusaha menggunkan bahan berbahaya dan beracun (B3) dalam proses

industrinya, seperti kromium yang digunakan dalam industri elektroplating dan

penyamakan kulit karena dapat menghasilkan tekstur yang lebih halus.

Namun sangat disayangkan, limbah yang benyak mengandung kromium

ini langsung dibuang ke lingkungan tanpa diolah terlebih dahulu sehingga banyak

terjadi kasus pencemaran logam berbahaya.

3

Page 4: LAPORAN B3 KOMPLIT

Elektroplating adalah pelapisan logam dengan cara mengendapkan logam

pelapis pada logam atau plastik yang dilakukan secara elektrolitik. Logam-logam

yang paling umum digunakan adalah tembaga, krom, nikel dan seng yang

dilarutkan bersama sianida, asam, alkali dan fosfat. Keberadaan industri

elektroplating didaerah tujuan wisata seperti Yogyakarta, diperlukan guna

menunjang industri pariwisata terutama dalam hal pengadaan barang-barang

kerajinan/souvenir yang dibuat dari bahan logam. Untuk menjaga kenyamanan

dan kesehatan lingkungan, perlu dicermati cara pembuangan limbah cairnya

karena limbah cair industri electroplating mempunyai potensi untuk mencemari

lingkungan, terutama pencemaran logam berat.

Dalam praktikum ini, kami mencoba mengolah limbah cair yang

mengandung kromium dengan cara mereduksi kromium 6+ menjadi kromium 3+

dengan zat pereduksi (yang kami gunakan adalah NaHSO3) dan dilanjutkan

dengan teknik pengendapan menggunakan air kapur.

Dilakukan penyaringan untuk memisahkan filtrat dari endapan. Filtrat ini

kemudian diuji kadar kromnya dengan spektrofotometri visible. Endapan yang

dihsilkan tentu masih mengandung kromium. Namun dapat ditangani lebih lanjut

dengan proses solidifikasi dan uji TCLP untuk menguburnya di dalam lanfill.

Hasil yang diperoleh dari praktikum menunjukkan bahwa pengelolaan

limbah cair dengan cara reduksi dengan zat pereduksi dan pengendapan dengan

menggunakan larutan kapur mampu menurunkan kadar parameter pencemar.

Kesimpulan :

Dari hasil praktikum kelompok 4 diperoleh kadar limbah Cr6+ yang masih

bersisa setelah pengolahan adalah 0,07 ppm dan hasil efisiensi pengolahan adalah

99,93 % sehingga pengolahan limbah dengan teknik ini sangat baik.

Daftar Pustaka:

http://www.litbang.depkes.go.id/risbinkes/Buku%20laporan%20penelitian%201997-2006/4-penelitian_pengolahan_limbah_cair%20industri.html

PRAKTIKUM II

PENGOLAHAN LIMBAH SIANIDA

(Tanggal :22 April 2009)

4

Page 5: LAPORAN B3 KOMPLIT

Tujuan :

Menetapkan kadar CN- dalam limbah cair

Menentukan efisiensi limbah CN- setelah pengolahan

Prinsip :

Limbah CN- direduksi oleh KMnO4 dalam suasana basa (NaOH) yang

kemudian didestilasi selama 10 menit,kemudian hasil destilasi dititrasi

dengan AgNO3 0,02 N yang telah distandardisasi sampai larutan menjadi

keruh.mgrek CN setara dengan mgrek AgNO3

Reaksi :

Reduksi : MnO4- + 2H2O + 3e MnO2 + 4 OH-

Oksidasi : CN- + 2OH- CNO- + H2O + 2e

3CN- + 2MnO4- + H2O 3CNO- + 2MnO2 + 2OH-

Cara kerja :

Pengolahan limbah cair ( CN )

100 mL limbah CN dipipet dan dimasukkan kedalam gelas piala 500 mL

Kedalam limbah CN tadi dimasukkan 1 mL NaOH 6N

Tambahkan 0,4g KMnO4 dan 0.024g terusi ( CuSO4.5H2O ) atau dapat

pula menggunakan 0,5g kaporit

Aduk dan diamkan selama 1 jam

Setelah 1 jam saring larutan dan destilasi 10 mL filtrat dengan larutan

penampungnya adalah NaOH selama 10 menit

Setelah 10 menit tambahkan 8 mL NH4OH 6N dan 2 mL KI 20%

Titrasi dengan AgNO3 0,02 N yang telah distandardisasi sampai larutan

menjadi keruh

Standardisasi AgNO3

Timbang 116 mgram NaCl kemudian larutkan dalam labu takar 100 mL

5

Page 6: LAPORAN B3 KOMPLIT

Pipet 10 mL larutan kemudian titrasi dengan AgNO3 0,02 N dengan

indikator K2CrO4 sampai larutan membentuk endapan berwarna merah.

Lakukan secara duplo

Data pengamatan :

Bobot kertas kosong : 0,2043 gram

Bobot kertas + NaCl : 0,3217 gram

Bobot kertas kosong setelah : 0,2051 gram

Volume AgNo3 standardisasi

Volume 1 : 13,25 mL

Volume 2 : 13,23 mL

Volume rata-rata : 13,24 mL

Volume AgNO3 penetapan : 2,157 mL

Kadar limbah CN awal : 100 ppm

Perhitungan :

NAgNO3 = Bobot NaCl (mgram)

BENaClXVolAgNO3Xfp

= 0,1160gramX10 3 mgram/gram

58,5mg/mgrekX13,24mLX100/10

= 0,0151 mgrek/mL

Ppm limbah CN tersisa

= NAgNO3 X Volume AgNO3 X BE CN

Volume limbah (L)

= 0,0151 mgrek/mLX2,157mLX 26 mg/mgrek

100mL X 10-3 L/mL

= 8,468 ppm

Efisiensi pengolahan = Inlet-Outlet X 100%

Inlet

6

Page 7: LAPORAN B3 KOMPLIT

= (100-8,468)ppmX100%

100 ppm

= 91,50 %

Pembahasan :

Sianida adalah senyawa yang termasuk B-3 (Bahan Berbahaya dan

Beracun), sehingga pada pemakaiannya sebagai pelarut proses pengambilan

logam emas, konsentrasinya dibatasi sampai 1500 ppm . Dari proses pengolahan

bijih secara sianidasi akan ditimbulkan limbah cair yang dikenal sebagai tailling

effluent yang mengandung sianida sehingga harus diolah agar tidak berbahaya

bagi lingkungan. Iklim global yang cenderung naik temperaturnya,

mengakibatkan kesulitan mendapatkan sumber mata air baru untuk kehidupan

masyarakat dan industri. Sehubungan dengan program peningkatan kapasitas

produksi industri pertambangan emas Pongkor yang tentu akan meningkatkan

jumlah limbah tailing effluent yang harus diolah, maka dibutuhkan tambahan

pasokan air atau meningkatkan kapasitas tailing dam untuk mengolah limbahnya.

Kendala tersebut dapat diatasi dengan cara mengurangi semaksimal mungkin

kandungan/kadar sianida dalam limbah. Oleh karenanya, maka diperlukan

penelitian yang bertujuan untuk mengurangi kandungan/ kadar sianida dalam

limbah.

Sesuai baku mutu air limbah kategori II (Kep. Men. LH No.

51/Men.LH/10/1995) keberadaan sianida dalam limbah cair dibatasi tidak boleh

melebihi konsentrasi 0,5 ppm. Untuk memenuhi baku mutu tersebut, PT. Aneka

Tambang, Tbk sebagai pengelola industri pertambangan emas pongkor melakukan

pengolahan limbah tailling effluent nya dengan proses penguraian secara alamiah.

Proses reduksi kandungan sianidanya terjadi karena adanya proses biodegradasi

oleh mikroorganisme dan biota air. Berkaitan dengan banyaknya limbah yang

ditimbulkan maka untuk mengolahnya diperlukan fasilitas penampungan yang

besar, sehingga dibangunlah sebuah tailing dam yang berkapasitas besar, terbuka

sehingga memungkinkan kehidupan mikroorganisme dan biota air.Kemudian

untuk menjaga supaya proses penguraian berjalan optimal, konsentrasi sianida

(tailling dam input) diatur dengan cara pengenceran sehingga konsentrasinya

7

Page 8: LAPORAN B3 KOMPLIT

turun dari ± 500 ppm menjadi ± 125 ppm. Proses penguraian alamiah

(biodegradasi) yang terjadi di tailling dam dirancang mampu menurunkan

kandungan sianida hingga konsentrasinya (over flow) ± 10 ppm. Kemudian untuk

memenuhi nilai baku mutu di atas, limbah keluaran tailling dam dioksidasi

dengan H2O2 sehingga konsentrasinya turun dari ± 10 ppm menjadi < 0,1 ppm

yang selanjutnya dapat didispersikan ke aliran Sungai Cikaniki.

Karena praktikum ini tidak memungkinkan untuk menggunakan proses

penguraian alamiah maka digunakan pereaksi yang dapat mereduksi sianida

sehingga kadar sianida dalam limbah bisa turun.berdasarkan hasil

praktikum,kadar sianida yang awalnya 100 ppm bisa diturunkan sampai 8,5 ppm

dengan menggunakan pereduksi KmnO4 dan terusi.

Kesimpulan :

Besarnya efisiensi pengolahan adalah 91,50 %.ini merupakan efisiensi

yang sangat baik,sehingga limbah telah terolah secara baik oleh sistem

pengolahan yang diberlakukan.

Daftar pustaka :

Hanida.2008.http://hanidainfo.blogspot.com/2008/11/pengkajian-distruksi-

sianida-oleh.html.Bogor

PRAKTIKUM III

8

Page 9: LAPORAN B3 KOMPLIT

PENETAPAN KROMIUM DALAM LUMPUR IPAL AKA SECARA

SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM (AAS)

(Tanggal : 29 April 2009)

Tujuan :

Menentukan kadar limbah Cr6+ dalam lumpur IPAL AKA dengan

menggunakan AAS

Menentukan efisiensi pengolahan limbah CN dengan AAS

Prinsip :

Limbah padat (lumpur) B3 didekstruksi dengan HNO3 pekat hingga

menjadi larutan yang jernih,larutan yang mengandung limbah Cr6+ ini ditetapkan

kadarnya dengan menggunakan metode AAS.Metode AAS berprinsip pada

absorbsi cahaya dan sifat serapannya mengikuti ketentuan hukum Beer-Lambert.

Reaksi

Langkah kerja :

Alat dan Bahan

Beker glass 400 mL

Hot plate

Pipet volumetri 10 mL

Labu takar 100 mL

Batang pengaduk, kertas saring, pipet tetes, dan corong kaca

Erlenmeyer

Sampel lumpur IPAL yang telah ditiriskan

HNO3 pekat

Air suling

Cara Kerja:

ditimbang sebanyak 5-10 gram lumpur IPAL yang telah ditiriskan dan

dimasukkan kedalam beaker glass 400 mL

Ditambahkan HNO3 pekat (di ruang asam) sebanyak 10 mL sambil

dipanaskan di hot plate dan diaduk-aduk sampai larutan menjadi jernih.

9

Page 10: LAPORAN B3 KOMPLIT

Larutan jernih dinginkan dibawah air kran

Larutan jernih di masukkan ke dalam labu takar 100 mL secara kuantitatif,

kemudian tera dengan air suling

Larutan disaring dengan menggunakan kertas saring

Filtrat dipipet sebanyak 10 mL ke dalam labu takar 100 mL

Ditera dengan air suling

Larutan diukur dengan menggunakan AAS

Data pengamatan :

Bobot lumpur kering : 1,0576 gram

Data hasil pengukuran menggunakan AAS :

Standar Konsentrasi Absorbansi

Blanko 0,000 ppm 0,000

1 1,000 ppm 0,039

2 3,000 ppm 0,099

3 5,000 ppm 0,160

Sampel kel 4 0,990 ppm 0,033

Perhitungan :

Kadar Cr6+ (b/b) = abs/slope X Volume X fp X 100%

Massa contoh

= 0,990 mg/L X 0,1 L X 100/10 X 100%

1,0576 g X 103 mg/g

= 0,09 % (b/b)

Pembahasan :

Limbah Cr6+ merupakan salah satu limbah yang tergolong dalam limbah

B3. Limbah B3 harus ditangani dengan perlakuan khusus mengingat bahaya dan

resiko yang mungkin ditimbulkan apabila limbah ini menyebar ke lingkungan.

Hal tersebut termasuk proses pengemasan, penyimpanan, dan pengangkutannya.

Pengemasan limbah B3 dilakukan sesuai dengan karakteristik limbah yang

10

Page 11: LAPORAN B3 KOMPLIT

bersangkutan. Namun secara umum dapat dikatakan bahwa kemasan limbah B3

harus memiliki kondisi yang baik, bebas dari karat dan kebocoran, serta harus

dibuat dari bahan yang tidak bereaksi dengan limbah yang disimpan di dalamnya.

Untuk limbah yang mudah meledak, kemasan harus dibuat rangkap di

mana kemasan bagian dalam harus dapat menahan agar zat tidak bergerak dan

mampu menahan kenaikan tekanan dari dalam atau dari luar kemasan. Limbah

yang bersifat self-reactive dan peroksida organik juga memiliki persyaratan

khusus dalam pengemasannya. Pembantalan kemasan limbah jenis tersebut harus

dibuat dari bahan yang tidak mudah terbakar dan tidak mengalami penguraian

(dekomposisi) saat berhubungan dengan limbah. Jumlah yang dikemas pun

terbatas sebesar maksimum 50 kg per kemasan sedangkan limbah yang memiliki

aktivitas rendah biasanyadapat dikemas hingga 400 kg per kemasan.

Limbah B3 yang diproduksi dari sebuah unit produksi dalam sebuah

pabrik harus disimpan dengan perlakuan khusus sebelum akhirnya diolah di unit

pengolahan limbah. Penyimpanan harus dilakukan dengan sistem blok dan tiap

blok terdiri atas 2×2 kemasan. Limbah-limbah harus diletakkan dan harus

dihindari adanya kontak antara limbah yang tidak kompatibel. Bangunan

penyimpan limbah harus dibuat dengan lantai kedap air, tidak bergelombang, dan

melandai ke arah bak penampung dengan kemiringan maksimal 1%. Bangunan

juga harus memiliki ventilasi yang baik, terlindung dari masuknya air hujan,

dibuat tanpa plafon,dan dilengkapi dengan sistem penangkal petir. Limbah yang

bersifatreaktif atau korosif memerlukan bangunan penyimpan yang memiliki

konstruksi dinding yang mudah dilepas untuk memudahkan keadaan darurat dan

dibuat dari bahan konstruksi yang tahan api dan korosi. Mengenai pengangkutan

limbah B3, Pemerintah Indonesia belum memiliki peraturan pengangkutan limbah

B3 hingga tahun 2002. Namun, kita dapat merujuk peraturan pengangkutan yang

diterapkan di Amerika Serikat. Peraturan tersebut terkait dengan hal pemberian

label, analisa karakter limbah, pengemasan khusus, dan sebagainya. Persyaratan

yang harus dipenuhi kemasan di antaranya ialah apabila terjadi kecelakaan dalam

kondisi pengangkutan yang normal, tidak terjadi kebocoran limbah ke lingkungan

dalam jumlah yang berarti.

11

Page 12: LAPORAN B3 KOMPLIT

Dalam praktikum ini, kadar Cr6+ ditetapkan dengan menggunakan

AAS,contoh berasal dari lumpur IPAL yang didekstruksi oleh asam nitrat

( HNO3) yang kemudian filtrat dari dekstruksi ini ditetapkan atau diukur dengan

menggunakan AAS.

Kesimpulan :

Berdasarkan praktikum kelompok 4 (empat),kadar Cr6+ dalam limbah

lumpur B3 adalah 0,09% b/b.kadar ini adalah kadar yang sangat besar,sehingga

Lumpur IPAL tersebut harus diolah terlebih dahulu sebelum dibuang ke

lingkungan.

Daftar Pustaka:

http://www.litbang.depkes.go.id/risbinkes/Buku%20laporan%20penelitian%201997-2006/4-penelitian_pengolahan_limbah_cair%20industri.htm

PRAKTIKUM IV

SOLIDIFIKASI LIMBAH PADAT B3 (PRIMARY SLUDGE)

12

Page 13: LAPORAN B3 KOMPLIT

(Tanggal Praktikum : 20 mei 2009)

Tujuan

mengurangi toksisitas limbah padat sehingga memenuhi standar untuk

dilakukan proses disposal

mengubah watak fisik dan kimiawi limbah B3 dengan cara

penambahan senyawa pengikat B3 agar pergerakan senyawa B3 ini

terhambat atau terbatasi atau menurunkan laju migrasi bahan

berbahaya dari limbah padat (lumpur)untuk mengurangi toksisitas

membentuk massa monolit dengan struktur yang kekar

Prinsip

Pemadatan bahan berbahaya (B3) dengan menambahkan aditif sehingga

bahan berbahaya tersebut terserap ke dalam bahan padat yang pada

akhirnya dapat mengurangi tingkat toksisitas atau menghilangkannya

sama sekali pada limbah lumpur tersebut.

Cara Kerja:

Lumpur dari bak penampungan awal pada IPAL Laboraturium AKA

diambil, ditiriskan/dikeringkan sampai airnya tidak menetes lagi (cukup

kering) dengan menggunakan kain peniris (lap)

Lumpur yang sudah cukup kering ini ditambah dengan bahan aditif berupa

semen dan pasir dengan perbandingan secara berturut-turut pasir, semen,

dan lumpur adalah 5:3:1

Campuran ini diaduk hingga merata lalu dibasahi dengan air sampai

kira-kira ideal untuk dicetak

Campuran ini kemudian dicetak pada cetakan balok dari kayu dan

dibiarkan hingga setengah kering atau dapat dilepas dari cetakan tanpa

retak/rusak

Padatan semi kering tersebut dilepas dari cetakan kemudian

dikeringkan/ dijemur sampai memadat menjadi seperti batako

Batako ini selanjutnya dipreparasi untuk dilakukan uji TCLP untuk

mengetahui tingkat toksisitasnya sebelum dilakukan proses disposal

Hasil Pengamatan

13

Page 14: LAPORAN B3 KOMPLIT

Hasil solidifikasi yang kami lakukan menghasilkan padatan berupa

batako sebanyak 3 buah yang merupakan campuran lumpur, pasir, dan semen

yang siap untuk diuji secara TCLP untuk mengetahui penurunan tingkat

toksisitasnya.

Pembahasan

Pengolahan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3), adalah

proses untuk mengubah jenis, jumlah dan karakteristik limbah B3 menjadi tidak

berbahaya dan/atau tidak beracun dan/atau immobilisasi limbah B3 sebelum

ditimbun dan/atau memungkinkan agar limbah B3 dimanfaatkan kembali (daur

ulang). Proses pengolahan limbah B3 dapat dilakukan secara pengolahan fisika

dan kimia, stabilisasi/solidifikasi, dan insenerasi. Proses pengolahan secara fisika

dan kimia bertujuan untuk mengurangi daya racun limbah b3 dan/atau

menghilangkan sifat/karakteristik limbah B3 dari berbahaya menjadi tidak

berbahaya.

Proses pengolahan secara stabilisasi/solidifikasi bertujuan untuk

mengubah watak fisik dan kimiawi limbah B3 dengan cara penambahan

senyawa pengikat B3 agar pergerakan senyawa B3 ini terhambat atau terbatasi

dan membentuk massa monolit dengan struktur yang kekar. Timbunan limbah B3

yang sudah tidak dapat diolah atau dimanfaatkan lagi harus ditimbun pada lokasi

penimbunan (landfill) yang memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan.

Solidifikasi didefinisikan sebagai proses pemadatan suatu bahan

berbahaya dengan penambahan aditif. Proses solidifikasi ini seringkali terkait

dengan proses stabilisasi sehingga sering dianggap mempunyai arti yang sama.

Stabilisasi dapat didefinisikan sebagai proses pencapuran limbah dengan bahan

tambahan (aditif) dengan tujuan menurunkan laju migrasi bahan pencemar dari

limbah serta untuk mengurangi toksisitas limbah tersebut.

Proses solidifikasi/stabilisasi berdasarkan mekanismenya dapat dibagi

menjadi 6 golongan, yaitu:

1. Macroencapsulation, yaitu proses dimana bahan berbahaya dalam limbah

dibungkus dalam matriks struktur yang besar

14

Page 15: LAPORAN B3 KOMPLIT

2. Microencapsulation, yaitu proses yang mirip macroencapsulation tetapi

bahan pencemar terbungkus secara fisik dalam struktur kristal pada tingkat

mikroskopik

3. Precipitation

4. Adsorpsi, yaitu proses di mana bahan pencemar diikat secara elektrokimia

pada bahan pemadat melalui mekanisme adsorpsi.

5. Absorbsi, yaitu proses solidifikasi bahan pencemar dengan

menyerapkannya ke bahan padat

6. Detoxification, yaitu proses mengubah suatu senyawa beracun menjadi

senyawa lain yang tingkat toksisitasnya lebih rendah atau bahkan hilang

sama sekali

Teknologi solidikasi/stabilisasi umumnya menggunakan semen, kapur

(CaOH2), dan bahan termoplastik. Metoda yang diterapkan di lapangan ialah

metoda in-drum mixing, in-situ mixing, dan plant mixing. Peraturan mengenai

solidifikasi/stabilitasi diatur oleh BAPEDAL berdasarkan

Kep-03/BAPEDAL/09/1995 dan Kep-04/BAPEDAL/09/1995.

Kesimpulan

Hasil solidifikasi limbah padat (lumpur) berupa padatan seperti batako

yang merupakan campuran antara lumpur, semen, dan pasir dengan perbandingan

1:3:5 yang diharapkan bahan berbahaya pada lumpur tersebut dapat terserap pada

proses pemadatan campuran sehingga tingkat toksisitas bahan menurun yang

dapat diketahui melalui uji TCLP.

Daftar pustaka

http://www.dbriptek.ristek.go.id/cgi/penjaga.cgi?

tampildetil&publikasi&1119945831&619&&&

suhapri, Mido dan Sukiman, Maman. 2008. Penuntun Praktikum Pengolahan

Limbah Padat dan B3.

http://digilibampl.net/detail/detail.php?

kode=420&row=&tp=pustaka&ktg=tesis&kd_link=

15

Page 16: LAPORAN B3 KOMPLIT

PRAKTIKUM V

PENGUJIAN TOCSISITY LEACHING PROCEDURE (TCLP)

PADA LIMBAH PADAT B3

(17 Juni 2009)

Tujuan

Merefleksikan bagaimana limbah padat B3 dapat mengurai /melarut

kembali ke lingkungan

Memastikan limbah B3 yang telah disolidifikasi siap dimasukkan dalam

landfiil

Prinsip

Limbah padat B3 diekstrak dengan larutan pengekstrak,hal ini akan

menunjukan jumlah zat yang melarut jika limbah tersebut ditimbun (landfill) ke

dalam tanah,kemudian larutan diagitasi selama 18 jam dan kecepatan 30 rpm

kemudian filtratnya diukur dengan menggunakan AAS.

Reaksi

6CH3COO- + 3Cr6+ + 2 H2O [Cr(OH)2CH3COO)6]++ 2H+

[Cr(OH)2CH3COO)6]+ + 14H2O 3Cr(OH)2CH3 COO

+ 3CH3COOH + H+

Cara kerja

50 gram contoh dilarutkan dalam 900 ml larutan ekstrak (asam asetat

glacial) di dalam botol ekstraktor

Ekstrak larutan selama 18 jam dengan kecepatan 30 rpm

Setelah 18 jam Larutan disaring

Analisis kandungan krom ekstrak TCLP (filtrat) dengan menggunakan

AAS

Bandingkan hasil pengukuran dengan baku mutu TCLP

Hasil Pengamatan :

16

Page 17: LAPORAN B3 KOMPLIT

Standar Konsentrasi Absorbansi

Blanko

Std 1

Std 2

Std 3

Sample kel.4

0,000

1 ppm

3 ppm

5 ppm

0,054 ppm

0,001

0,033

0,085

0,162

0,002

Perhitungan kadar Cr dalam limbah padat B3 Berdasarkan grafik :

Slope kalkulator : 0,0322

Slope kurva= Absorbance = Y3-Y1 = 0,162-0,033 = 0,0322 konsentrasi X3-X1 5,00-1,00Konsentrasi contoh = absorbansi = 0,002 = 0,06 mg/L slope 0,0322

Pembahasan :

TCLP (Toksisity Leaching Prosedur merupakan uji toksisitas suatu

padatan B3 hasil solidifikasi untuk menentukan apakah padatan tersebut telah

memnuhi persyaratan untuk dikubur dalam landfiil atau belum.

Uji ini delakukan untuk mencegah terjadinya penyerapan atau penyebaran

limbah B3 yang telah dikubur ke lingkungan atau tanah diluar area landfiil.

Pada uji ini, limbah diekstrak dengan larutan pengekstrak tertentu sesuai

dengan pH limbah. Dalam praktikum ini, pH limbah yang kami hasilkan adalah

basa sehingga larutan pengektrak yang kami gunakan adalah adam asetat glasial

yang telah dicampur dengan aquades bebas CO2.

Kesimpulan

Hasil pengukuran kdar krom dalam uji TCLP ini sebesar 0,06 mg/L

kurang dari baku mutu krom(0,25 mg/L) ,mak kadar krom pada sampel limbah

tidak melebihi baku mutu lingkungan ,maka jika limbah ditimbun akan aman bagi

lingkunagan.

Daftar Pustaka

Vogel,Buku Teks Analisis anorganik kualitatif makro dan semimikro,PT . Kalman

Media Pusaka,JAKARTA,1990

17