Kelompok 7 _ Pleno 1

80
Derita tiada akhir Derita tiada akhir Kelompok 7 Kelompok 7 Jakarta , 25 Nov 2009 Jakarta , 25 Nov 2009

description

imuno

Transcript of Kelompok 7 _ Pleno 1

  • Derita tiada akhirKelompok 7

    Jakarta , 25 Nov 2009

  • Kelompok 7Fasilitator : dr.Wiyarni Pambudi

  • Skenario 1Nita, 20 tahun, datang dengan keluhan sering bersin terutama di pagi hari disertai pilek. Dari Anamnesis didapatkan pilek terus menerus sepanjang hari dan bertambah parah bila musim hujan. Setelah mengkonsumsi makanan laut, kadang kadang badan menjadi gatal dan bentol bentol. Riwayat keluarga didapatkan bahwa ibunya mempunyai penyakit asma. Pemeriksaan fisik didapatkan bahwa ibunya mempunyai penyakit asma. Pemeriksaan fisik didapatkan tanda vital dalam keadaan normal, konka hidung tampak pucat dan membengkak.Apa yang dapat anda pelajari dari kasus ini??

  • NitaSuhu, debuBatuk disertai pilekKeluhanrhinitisPeriksaan fisik : - tanda vital dalam keadaan normalConcha hidung tampak anemis dan oedemaGatal dan bentol - bentolurtikariaRx. Hipersensitivitas 1AlergenRiwayat keluarga : ibu mempunyai penyakit asmaseafood

  • Learning ObjectiveMenjelaskan respon imunSpesifikNon spesifikMenjelaskan reaksi HipersensitivitasTipeEtiologiPatofisiologiManifestasi klinisMenjelaskan prosedur diagnosisAnamnesisPemeriksaan penunjangPemeriksaan fisikDiagnosis bandingMenjelaskan penatalaksanaan

  • Istilah AsingKonka : kerang hidung, tulang pipih yang melengkung kedalam rongga hidung dari dinding lateralAsma : sesak nafas yang datang berupa serangan, ditandai dengan wheezing dan obstruksi jalan nafas.

  • LO 1

  • Pembagian Sistem Imun Sel B -Ig M -Ig G -Ig A - Ig D - Ig EBiokimia - Lizosim -sekr sebaseus -as lambung -laktoferin -as.neuraminikHumoral -komplemen -Interferon -CRPFagosit -mononuklear -PMNSel NK Sel mastBasofil-kulit-selaput lendir-silia-batuk -bersinSel T - Th 1 - Th 2 - Ts/Tr/Th 3 - Tdth - CTL/Tc

  • PERBEDAAN UTAMA SISTEM IMUN NONSPESIFIK & SPESIFIKImunitas Nonspesifik

    Positif :Selalu siapRespons cepatTidak perlu ada pajanan sebelumnya

    Negatif : Dapat berlebihanKekurangan memori

    Imunitas Spesifik

    Negatif :Tidak siap sampai terpajan alergenRespons lambat

    Positif :Respons intensPerlindungan lebih baik pada pajanan berikutnya

  • Imunitas NonspesifikImunitas spesifikPerbedaan Fungsi sistem imun nonspesifik & spesifik

  • Perbedaan sifat2 sistem imun nonspesifik & spesifik

    NONSPESIFIKSPESIFIKRESISTENSITidak berubah oleh infeksiMembaik oleh infeksi berulang (memori)SPESIFITASUmumnya efektif terhadap semua mikrobaSpesifik untuk mikroba yang sudah mensensitasi sebelumnyaSEL YANG PENTINGFagosit,Sel NK,monosit/makrofag,neutrofil,basofil,sel mast,Eosinofil ,dan sel dendritikTh, Tdth, Tc, Ts/Tr/Th3Sel BMOLEKUL YANG PENTINGLisozim,sitokin,Komplemen,Protein fase akut,CRP,Kolektin,Molekul adhesiAntibodi,Sitokin,Mediator,Molekul adhesiWAKTU RESPONSMenit/jamSelalu siapHari (lambat)Tidak siap sampai terpajan alergenPajananTidak perluHarus ada pajanan sebelumnyaDiversitasJumlah reseptor terbatasReseptor sangat bervariasi,jumlahnya banyak,terbentuk oleh rekombinasi genetik dari gen reseptor

  • Perbedaan sifat2 sistem imun nonspesifik & spesifik

    NONSPESIFIKSPESIFIKRESPONS MEMORITidak adaMemori menetap,respons lebih cepat/lebih besar pada infeksi serupa berikutnya sehingga perlindungan lebih baik pada pajanan ulangDISKRIMINASI SELF/NONSELFSempurna,tidak ada pola spesifik mikroba pada pejamuSangat baik,adakalanya hasil diskriminasi self/nonself gagal (pada panyakit autoimun)KOMPONEN CAIRAN DARAH/JARINGAN YANG LARUTBanyak peptida antimikrobial dan proteinAntibodiPROTEIN DARAHKomplemen,lain-lainlimfositNONREAKTIF TERHADAP SELFyaya

  • LO 2

  • Reaksi tipe 1

  • Reaksi hipersensitivitas IUrutan kejadian reaksi Tipe I:Fase sensitasiWaktu yang dibutuhkan untuk pembentukan IgE sampai diikat silang oleh reseptor spesifk (Fc-R) pada permukaan sel mast/basofil.Fase aktivasiWaktu yang diperlukan antara pajanan ulang dengan antigen yang spesifik dan sel mast/basofil.Fase efektorWaktu terjadi respons yang kompleks (anafilaksis) sebagai efek mediator mediator yang dilepas sel mast/basofil dengan aktivitas farmakologik.

  • Manifestasi reaksi tipe IReaksi lokalTerbatas pada jaringan atau organ spesifik.Adanya riwayat atopi.IgE dalam jumlah sedikit, segera diikat oleh sel mast/basofil (menetap beberapa minggu).Reaksi alergi yang mengenai kulit, mata, hidung dan saluran napas.Reaksi sistemik anafilaksisTerjadi dalam beberapa menit.Sel mast dan basofil merupakan sel efektor yang melepas berbagai mediator.Dipacu berbagai alergen, makanan, obat, sengatan serangga atau latex, olahraga.

  • Reaksi pseudoalergi atau anafilaktoidMelibatkan penglepasan mediator oleh sel mast yang terjadi tidak melalui IgE. Tidak memerlukan pajanan terdahulu.Dapat ditimbulkan antimikroba, protein, AINS, etilenoksid, taksol, penisilin.

  • Inhalan Ingestian Parenteral Kontaktan Serbuk sari PepohonanRerumputan SemakJamurAlternariaAspergilusArthropodaKecoaTDRProtein hewan KucingBinatang pengeratAnjingPartikel lateksMakananTelurSusuKedelaiKacang-kacanganIkanSeafoodObatPenisilinSefalosporinSulfonamidEritromisin Bisa hewan LebahTawon SemutObat PenisilinSefalosporinProduk darah Tanaman ObatKosmetikPerhiasanLateksBahan kimia

  • Riwayat keluargaResiko lebih tinggi pada ibu dengan atopi.Kehidupan intrauterinIbu merokok pasif atau aktif,pajanan ibu dengan alergen.Faktor perinatalASI tidak adekuatPeningkatan pajanan alergenInfeksi saluran nafas ileh RSVPeningkatan IgE darah tali pusatFaktor lingkunganRumah dengan karpet mebel yang dilapisi kainKasur dan bantal tuaHewan piaraanPajanan asap disel dan rokokPajanan serbuk sari di udaraKeterbatasan aktifitas dalam rumahDiet Antioksidan kurangOmega 3 dan pre dan probiotik kurangPajanan dini dengan makanan alergiHigiene Kondisi rumahImunisasi

  • Faktor resiko atopi pada anak

    Orang tuaResiko atopi Tanpa atopi 10 -25%1 orang tua atopi20-30%2 orang tua atopi(manifestasi organ berbeda)30-40%2 orang atopi (manifestasi organ sama)60-80%

  • Urtikaria

  • UrtikariaDisebut juga haves/nettle rash/biduran/kaligata. Adalah reaksi vaskular di kulit akibat bermacam-macam sebab, biasanya ditandai dengan edema setempat yang cepat timbul dan menghilang perlahan-lahan, berwarna pucat dan kemerahan, meninggi di permukaan kulit, sekitarnya dapat dikelilingi halo.Keluhan subjektif : gatal, rasa tersengat/tertusuk

  • Klasifikasi Urtikaria atas dasar reaksi imunologikBergantung pada Ig E (tipe I)Pada atopiAntigen spesifik (polen, obat, venom)Ikut sertanya komplemenPada reaksi sitotoksik (reaksi tipe II)Pada reaksi kompleks imun (reaksi tipe III)Defisiensi C1 esterase inhibitor (genetik)Reaksi alergi tipe IV (urtikaria kontak)Urtikaria atas dasar non-imunologikLangsung memicu sel mast sehingga terjadi pelepasan mediator (mis:obat golongan opiat dan bahan kontras)Bahan yang menyebabkan perubahan metabolisme asam arakidonat (cth : aspirin, obat anti-inflamasi non-steroid)Trauma Fisik (misalnya ransangan dingin, panas atau panas, bahan kolinergik)Urtikaria yang tidak jelas penyebab dan mekanismenya digolongkan idiopatik

  • PatogenesisSel Mast dan BasofilFaktor Non Imunologik Bahan kimia pelepas mediator (morfin, kodein)Faktor Fisik (panas, dingin, trauma, sinar X, cahaya)Efek kolinergikFaktor Imunologik Reaksi tipe I (Ig E)(makanan, inhalan, obat, infeksi))Reaksi Tipe IV (kontaktan)Reaksi tipe II dan IIIFaktor GenetikPelepasan mediatorVasodilatasiPermeabilitas Kapiler meningkatURTIKARIAFaktor Non Imunologik Bahan kimia pelepas mediator (morfin, kodein)Faktor Imunologik Reaksi tipe I (Ig E)(makanan, inhalan, obat, infeksi))Reaksi Tipe IV (kontaktan)Faktor Non Imunologik Bahan kimia pelepas mediator (morfin, kodein)Faktor Imunologik Reaksi tipe I (Ig E)(makanan, inhalan, obat, infeksi))Sel Mast dan BasofilReaksi Tipe IV (kontaktan)Faktor Non Imunologik Bahan kimia pelepas mediator (morfin, kodein)Faktor Imunologik Reaksi tipe I (Ig E)(makanan, inhalan, obat, infeksi))

  • Gejala Klinis UrtikariaGatalRasa terbakar / tertusukTampak eritema dan edema setempat berbatas tegas, kadang-kadang bagian tengah tampak lebih pucatBila mengenai jaringan yang lebih dalam sampai dermis dan jaringan subkutan , juga beberapa alat dalam seperti saluran cerna dan napas ANGIOEDEMA.Dermografisme berupa edema dan eritema yang linier di kulit yang terkena goresan benda tumpul (+ 30 menit)

  • Rhinitis

  • Rinitis AlergiPenyakit inflamasi yang disebebkan oleh reaksi alergi pada pasien atopi yang sebelumnya sudah tersensitasi dengan alergen yang sama serta dilepaskannya suatu mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan dengan alergen spesifik tersebut

    Menurut WHO : kelainan pada hidung dengan gejalan bersin-bersin,rinore, rasa gatal dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar alergen yang diperantari oleh Ig E

  • Tahap sensitisasiAPC menangkap alergen antigen membentuk fragmen pendek peptida & membentuk kompleks peptida MHC kelas II dipresentasikan pada sel Th. APC melepas sitokin (IL 1) Th berproliferasi menjadi Th1 dan Th2.

    Th2 menghasilkan berbagai sitokin (IL3,IL4,IL5,IL 13), IL 4 dan IL 13 diikat reseptornya di sel limfosit B limfosit B menjadi aktif produksi IgE

    Ig E di sirkulasi darah masuk ke jar. diikat oleh reseptor Ig E di permukaan sel mast / basofil aktif

  • Tahap ProvokasiMukosa yang sudah tersensitisasi terpapar dengan alergen yang sama kedua rantai Ig E mengikat alergen spesifik degranulasi mastosit dan basofil mediator kimia yang terbentuk terlepas (terutama histamin)

  • Histamin merangsang reseptor H1 pada ujung saraf vidianus yang menimbulkan rasa gatal pada hidung dan bersin-bersin

    Histamin menyebabkan kelenjar mukosa dan sel goblet mengalami hipersekresi dan permeabilitas meningkat rinore

    Sel mast juga melepaskan molekul kemotaktik yang menyebabkan akumulasi sel eosinofil dan netrofil di jar. target

  • Reaksi tubuh terhadap alergenRespons PrimerTerjadi proses eliminasi dan fagositosis Ag. Reaksi ini bersifat non-spesifik. Jika Ag tidak berhasil dihilangkan, berlanjut ke respons sekunderRespons SekunderReaksi bersifat spesifik, yang mempunyai 3 kemungkinan ialah sistem imunitas seluler, humoral atau keduanya diaktifkan. Bila Ag masih ada atau terdapat defek sistem imunologik, berlanjut ke respons tertierRespons TertierReaksi imunologik yang terjadi tidak menguntungkan tubuh. Reaksi ini dapat bersifat sementara atau menetap, tergantung dari daya eliminasi Ag oleh tubuh

  • Klasifikasi Rinitis AlergiRinitis Alergi MusimanHanya ada di negara dengan 4 musim. Alergen penyebabnya spesifik, yaitu tepungsari dan spora jamur.

    Rinitis Alergi Sepanjang TahunPenyebab tersering ialah alergen inhalan dan ingestan. Alergen inhalan berasal dari dalam dan luar rumah, sering terjadi pada orang dewasa. Alergen ingesta sering terjadi pada anak-anak.

  • Klasifikasi Rinitis Alergi menurut WHOIntermitenGejala kurang dari 4 hari/minggu atau kurang dari 4 mingguPersistenGejala lebih dari 4hari/minggu dan lebih dari 4 minggu

  • Anamnesis50% penyakit dapat ditegakkan dari anamnesis saja.Gejala rinitis yang khas adalah terdapatnya serangan bersin-bersin berulang (sebagai akibat dikeluarkannya histamin)Gejala lain : keluar ingus (rinore) encer dan banyak, hidung tersumbat, hidung dan mata gatal disertai lakrimasi

  • Reaksi tipe 2

  • Antibodi yang diarahkan pada antigen per-mukaan sel akan mengaktifkan komplemen untuk merusak sel. Antibodi (IgG atau IgM) melekat pada antigen lewat daerah Fab dan bekerja sebagai suatu jembatan ke komplemen lewat daerah Fc. Akibatnya dapat terjadi lisis yang berperantara-komplemen, seperti yang terjadi pada anemia hemolitik, reaksi transfusi ABO,atau penyakit hemolitik Rh.

  • Beberapa obat, misalnya penisilin, fenasetin dan kuinidin,dapat melekat pada protein permukaan di sel darah merah dan memicu pembentukan antibodi. Antibodi autoimun semacam itu (IgG) kemudian dapat bergabung dengan permukaan sel, dan mengakibakan hemolisis.Infeksi tertentu (misalnya Mycoplasma pneumoniae) dapat menginduksi antibodi yang bereaksi silang dengan antigen sel darah merah, mengakibatkan anemia hemolitik.

  • Pada demam rematik, antibodi terhadap streptokok kelompok A bereaksi silang dengan jaringan jantung.Pada sindroma Goodpasture, antibodi ter-hadap membran dasar ginjal dan paru-paru mengakibatkan kerusakan berat ter-hadap selaput melalui aktivitas lekosit yang ditarik oleh komplemen.

  • Reaksi hipersensitivitas IIIKompleks imun mengendap di dinding pembuluh darah.Antigen dalam sirkulasi dan IgM atau IgG3 (IgA) diendapkan di membran basal vaskuler dan membran basal ginjal menimbulkan rx inflamasi lokal dan luas.Menimbulkan agregasi trombosit, aktivasi makrofag, perubahan permeabilitas vaskular, aktivasi sel mast, produksi dan penglepasan mediator inflamasi dan bahan kemotaktik serta influks neutrofil.Kompleks imun mengendap di jaringan.Ukuran kompleks imun yang kecil dan permeabilitas vaskuler yang meningkat (karena histamin yang dilepas oleh sel mast).Bentuk reaksi

  • Reaksi tipe 3

  • Reaksi hipersensitivitas IIIBentuk reaksiReaksi lokal atau Fenom ArthusReaksi sistemik serum sicknessTerjadi sesudah pemberian pengobatan terhadap penyakit infeksi kronis.

  • Reaksi tipe 4

  • Reaksi hipersensitivitas IV

  • Hipersensitivitas berperantara sel merupakan fungsi limfosit T, bukan fungsi antibodi.Hipersensitivitas ini dapat dipindahkan oleh sel T yang terlibat secara imunologik tetapi tidak oleh serum.Respons ini lambat artinya, dimulai beberapa jam (atau hari) setelah kontak dengan antigen dan sering berlangsung selama beberapa hari.

  • Dibagi menjadi 2 :Delayed type hypersensitivity (DTH)T cell mediated cytolysis

  • Pada DTH, CD4 + Th 1 melepas sitokin (IFN gamma) yang mengaktifkan makrofag dan menginduksi inflamasi.Pada DTH, kerusakan jaringan disebabkan oleh produk makrofag yang diaktifkan seperti enzim hidrolitik, oksigen reaktif intermediet, oksida nitrat dan sitokin proinflamasi.

  • Dalam T cell mediated cytolysis, kerusakan terjadi melalui CD8 + / CTL yang langsung membunuh sel sasaran.Penyakit hipersensitivitas selular diduga merupakan sebab autoimunitas.Oleh karena itu, penyakit yang ditimbulkan oleh hipersensitivitas selular cenderung terbatas pada beberapa organ dan biasanya tidak sistemik.

  • Manifestasi klinikDermatitis kontak (penyakit CD4+)Terjadi akibat kontak dengan bahan yang tidak berbahaya (formaldehid, nikel, cat rambut)Hipersensitivitas tuberkulinAlergi bakterial spesifik terhadap produk filtrat biakan M. tuberkulosis yang bila disuntikkan ke kulit.Yang berperan sel limfosit CD4+ T.Reaksi Jones MoteReaksi hipersensitivitas terhadap antigen protein yang berhubungan dengan infiltrasi basofil.Lemah dan nampak beberapa hari stelah terpajan dengan protein dalam jumlah kecil.

  • Manifestasi klinikT Cell Mediated Cytolysis (penyakit CD8+)Pada beberapa penyakit, kerusakan terjadi melalui sel CD8+ / CTL / Tc yang langsung membunuh sel jaringan.Penyakit yang ditimbulkan cenderung akibat autoimunitas yang dapat menimbulkan kerusakan.

  • LO 3

  • AnamnesisWhen did you first begin experiencing symptoms?What did the welts look like when they first started?Have your symptoms changed over time?What, if anything, appears to worsen your symptoms?What medications are you taking?Memliki riwayat alergi?

  • Pemeriksaan FisikKulit : seluruh kulit harus diperhatikan apakah ada peradangan kronik seperti ekskoriasi, bekas garukan terutama daerah pipi dan lipatan-lipatan kulit daerah fleksor.

    Mata : diperiksa terhadap hiperemia, edema, sekret mata yang berlebihan, dan katarak yang sering dihubungkan oleh penyakit atopi ataupun kortikosteroid.

    Telinga : telinga tengah dapat menjadi penyulit rinitis alergi.

  • Hidung : pada pemeriksaan hidung di bidang alergi ada beberapa tanda yang sudah baku :Alergik salute pasien menggunakan telapak tangan, menggosok hidungnya ke atas untuk menghilangkan rasa gatal dan melonggarkan sumbatan.Allergic crease garis melintang akibat lipatan kulit ujung hidungAllergic shiners daerah di bawak palpebra inferior menjadi gelap dan bengkakAllergic facies terdiri dari pernafasan mulut, alergik sinus dan kelainan gigiMulut dan orofaring : pada rinitis alergik sering terlihat mukosa orofaring kemerahan, edema, atau kedua2nya. Palatum yang cekung ke dalam, dagu yang kecil, serta tulang maksila yang menonjol, kadang2 disebabkan oleh penyakit alergi yang kronik

  • Dada : Diperiksa secara inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi, baik terhadap organ maupun jantung. Pada waktu serangan asma kelainan dapat berupa hiperinflasi, penggunaan oyo-otot membantu pernafasan wheezing.

    Periksa tekanan darah karena tekanan sistolik yang rendah (90-110 mmHg) dapat dijumpai pada penyakit alergi.

  • Pemeriksaan LaboratoriumJumlah leukosit dan hitung jenis selPada penyakit alergi, jumlah leukosit normal kecuali jika disertai penyakit infeksi. Eosinofilia sering dijumpai tapi tidak spesifik sehingga dapat dikatakan eosinofilia tidak identik dengan alergi. Pada penyakit alergi, eosinofilia berkisar antara 5-15% tetapi pada pasien dengan pengobatan kortikosteroid dapat timbul eosinopenia.Sel eosinofil pada sekret konjungtiva, hidung dan sputumSemasa peridoe simtomatik, sel eosinofil banyak dalam sekret, tapi jika ada infeksi sel neutrofil yang dominan

  • Serum Ig E total Meningkatnya serum Ig E total alergi (60-80% pasien). Penignkatan Ig E total dapat dijumpai pada beberapa penyakit lain. Oleh karena itu, pemeriksaan ini sudah mulai ditinggalkan kecuali pada : Ramalan pada anak dimana ortu menderita penyakit alergi Ramalan alergi pada anak dengan bronkiolitis Membedakan asma dengan rinitis alergik dan non-alergik Membedakan dermatitis atopik dengan dermatitis lainnyaIg E spesifik Mengukur Ig E terhadap alergen tertentu. Dapt diperiksa secara in vitro dengan cara ELISA. Keuntungannya resiko pada pasien tidak ada, hasilnya kuantitaif, tidak dipengaruhi obat / keadaan kulit dan alergen lebih stabil. Kerugiannya mahal, jasil tidak segera dapat dibaca, dapat terjadi positif palsu atau negatif palsu

  • Test KulitTest tusuk atau prick test Kulit dibersihkan dengan alkohol ditunggu sampai kering tetesan alergen berbaris dengan jarak 2 cm di atas kulit (jarum disposible ukuran 26 ditusuk dangkal) pembacaan dilakukan setelah 20 menit ukur diameter urtikaria yang timbul. Larutan yang digunakan : cocca dan laru. Histamin 0,1% (sebagai pembanding)

    Cara penilaian : hasil yang negatif bila hasil tes sama dengan kontrol ; positif berdasarkan bentol atau eritema

  • Test tempel atau patch testBahan antara lain : benzocain 5%, nickel sulphate 2,5%, dll.Cara : bahan yang akan dites ditaruh pada kertas saring di atas lembaran impermeabel tempel pada kulit dengan plester (bisa di punggung) ditunggu 48 jam plester di lepas, tunggu 0,5 1 jam (untuk menghilangkan adanya faktor tekanan pada kulit)Capa penilaian : negatif jika tidak ada reaksi ; positf 1 bila ada eritema ; positif 2 jika ada eritema dan papula; positif 3 ada eritema, papula dan vesikula

  • Test Provokasi memberikan alergen secara langsung pada pasien sehingga timbul gejala. Test HidungAlergen diberikan pada mukosa hidung dengan disemprotkan atau dihisap alergen yang kering melalui satu lubang hidung, lubang lain ditutup.Positif bila dalam beberapa menit bersin-bersin, pilek, hidung tersumbat dan batuk. Mukosa hidung juga tampak bengkak.Tes Provokasi BronkialTes kegiatan jasmani dapat menimbulkan serangan asmaTes Inhalasi antigen disemprotkan larutan antigen dalam jumlah tetap pada setiap semprotanTes inhalasi histamin dan metakolin untuk menentukan reaktivitas saluran napas (90% reaksi kuat terhadap test ini)

  • AnafilaksisReaksi alergi akut yang mengenai beberapa organ secara simultan.Ana = balik, phylaxis = perlindungan.Merupakan respon imun yang harusnya melindungi malah merusak jaringan.Terjadi akibat pengeluaran mediator mastosit jaringan / basofil darah perifer yang mengakibatkan vasodilatasi umum pembuluh darah dan peningkatan permeabilitas terjadi kebocoran cairan ke jaringan vol darah hipoksemia & disfungsi ventrikel.Reaksi terjadi akibat pajanan ulang alergen yang sama yang dimediasi oleh IgE spesifik melekat pada dinding mastosit dan basofil.

  • Gejala Klinis AnafilaksisBisa ringan berat atau langsung berat.Keluhan yang sering dijumpai :Rasa takutPerih dalam mulutGatal pada mata dan kulitPanas dan kesemutanSesakSerakMuallemasSakit perut

  • Reaksi AnafilaktoidAdalah reaksi sistemik umum yang melibatkan penglepasan mediator oleh sel mast yang terjadi tidak melalui IgE.Secara klinis reaksi ini menyerupai reaksi Tipe 1 seperti syok, urtikaria, bronkospasme, anafilaksis, pruritus, tetapi tidak berdasarkan atas reaksi imun.Manifestasi klinisnya sering serupa sehingga sulit dibedakan satu dari lainnya.Reaksi ini juga tidak memerlukan pajanan terlebih dahulu untuk menimbulkan sensitasi.Etiologi:antimikroba, protein, kontras dengan yodium, protein, penisilin, dll.

  • Pemicu Reaksi Anafilaksis / Anafilaktoid

  • Perbedaan Anafilaksis dan anafilaktoid

  • LO 4

  • PenatalaksanaanPencegahanEdukasiMedika mentosaImmunoterapy

    * Untuk anafilaksis perlu dilakukan ABC

  • PencegahanAnamnesis telitiPenggunaan ABUji kulit dan konjungtivaBuku ajar alergi-immunologi anak

  • PENATALAKSANAANanafilaksisPelaksanaan intubasi dan trakeostomiPemberian oksigenPemasangan turniketPemberian cairan intravenaPemberian vasopresor (bila cairan iv tidak dapat mengontrol TD)Pemberian adrenalinPemberian difenhidraminPemberian aminofilin (bila bronkospasm menetap)Pemberian kortikosteroidPengobatan suportif (untuk memperbaiki fungsi vital)

    Buku ajar alergi-immunologi anak

  • Penatalaksanaan Anafilaksis A : AirwayMemastikan jalan napas

    B : BreathingMengatur jalan napas dengan alat bantu bila diperlukan

    C : circulationMenghentikan semua pendarahan, membuat TD menjadi stabil

    D : Disability limitation

    E : Exposure and environmental control

  • Penatalaksanaan UrtikariaPengobatan dengan antihistamin sangat bermanfaat. Antihistamin menghambat histamin pada reseptor-reseptornya. Berdasarkan reseptor yang dihambat, Antihistamin terbagi atas 2 kelompok : antagonis reseptor H1 (antihistamin 1, AH1) dan reseptor H2.Secara klinis dasar pengobatan dipercayakan pada efek antagonis terhadap histamin pada reseptor H1. Pada umumnya efek histamin akan terlihat dalam waktu 15-30 menit setelah pemakaian oral, dan mencapai puncak pada 1-2jam, sedangkan lama bekerjanya bervariasi 3-6 jam. Tapi ada histamin yang kerjanya lama seperti meklizin dan klemastin.Obat2 antihistamin 1 benadryl, marezine, atarax, phenergen, dll.Obat2 antihistamin 2 cimetidine

  • Penatalaksanaan RhinitisMenghindari kontak dengan alergenMedikamentosaAntihistamin : antagonis histamin H1 (bekerja inhibitor kompetitif pada resptor H1 sel target)Kortikosteroid topikal digunakan untuk mengurangi jumlah sel mast pada mukosa hidung, mencegah pengeluaran protein sitotoksik dari eosinofil epitel hidung tidak hiperresponsif terhadap rangsangan alergenSodium kromoglikat menghambat pelepasan mediatorAntikolinergik topikal atasi rinoreAnti leukotrien dan anti Ig E

  • OperatifKonkotomi parsial bila konka inferior hipertrofi beratImunoterapiDilakukan pada alergi inhalan dengan gejala yang berat dan pengobatan cara lain tidak memberikan hasil yang memuaskan. Tujuan : membentuk Ig G blocking antibody dan penurunan Ig E

  • KesimpulanPada kasus mungkin terjadi hipersensitivitas tipe 1 (anafilaktik)Gejala-gejala yang terlihat pada kasus mungkin merupakan akibat pelepasan mediator-mediator yang menimbulkan peningkatan permeabilitas vaskular, kontraksi otot polos, vasodilatasi.

  • SaranHindari agen-agen yang memungkinkan terjadinya reaksi hipersensitifitas.Sebelum dokter melakukan pengobatan, sebaiknya melakukan anamnesa, dan bila tidak diketahui ada tidaknya alergi sebaiknya melakukan tes pengujian Prick test and Patch Test.Apabila setelah terpapar alergen timbul reaksi anafilaktik maka lakukan tindakan penatalaksanaan yang cepat dan tepat

  • Daftar pustakaBaratawidjaja KG, Rengganis I. imunologi dasar. In: Ilmu penyakit dalam. 3rd ed. Jakarta: balai penerbit FKUI. 2001. p.3-14Tanjung A. prosedur diagnostik penyakit alergi. In: Ilmu penyakit dalam. 3rd ed. Jakarta: balai penerbit FKUI. 2001. p.17-8Sacher RA, Mcpherson RA. Imunologi. In: tinjauan klinis hasil pemeriksaan laboratorium. 11th ed. Jakarta: EGC. 2004.Aisah S. Urtikaria. In: Ilmu Prnyakit Kulit dan Kelamin. 5th ed. Jakarta:Balai Penerbit FKUI. 2007. pp.169-175.Baratawidjaja KG. Reaksi Hipersensitivitas. In: Imunologi Dasar. 8th ed. Jakarta:FKUI. 2009. pp.379-381.Mahmoudi M. urticaria and angioedema. In: Allergy and Asthma: Practical Diagnosis and Management. USA:Mc Graw Hill. 2008.

    ***Singkatan liat buku hal 28****