kelainan pada PARU

35
ABSES PARU

description

abses pada paru merupakan salah satu kelainan pada saluran napas bagian bawah

Transcript of kelainan pada PARU

Page 1: kelainan pada PARU

ABSES PARU

Page 2: kelainan pada PARU

TINJAUAN PUSTAKA

Page 3: kelainan pada PARU

DEFINISIABSES PARU

Infeksi dekstruktif berupa lesi nekrotik pada jaringan paru yang terlokalisir sehingga membentuk kavitas yang berisi nanah (pus) dalam parenkim paru pada satu lobus atau lebih. Kavitas ini berisi material purulen sel radang akibat proses nekrotik parenkim paru oleh proses terinfeksi. Bila diameter kavitas < 2 cm dan jumlahnya banyak (multiple small abscesses) dinamakan necrotizing pneumonia.

Page 4: kelainan pada PARU

FAKTOR PREDISPOSISI

Alkoholik (50%)

Ca Bronkogenik (25%)

Tidak teridentifikasi (23,3%)

Karies gigi (20%)

Epilepsi (6,6%)

Penyalahgunaan obat (3,3%)

Page 5: kelainan pada PARU

INFEKSI BERATGANGGUAN

SISTEM IMUN

ASPIRASI BERULANG

FAKTOR PREDISPOSISI PADA ANAK

Bronkopneumonia

Meningitis

Osteomyelitis

Septicemia

Abses dinding perut

Abses peritonsilar

Endocarditis

Measles

Burns

Prematur

Leukemia

Hepatitis

Malnutrisi

Sindroma nefrotik

Penurunan kesadaran

Disfagia

Penyakit dental

LAIN-LAINFibrosis kistik

Benda asing pada saluran pernapasan

Defisiensi alpha-antitrypsin

Page 6: kelainan pada PARU

ETIOLOGI

Primary

Secondary

Aerob

Anaerob

Aerob

Page 7: kelainan pada PARU

BAKTERI AEROB

Haemophilus influenzae types B, C, F, and nontypable

Streptococcus viridans, pneumoniae

Alpha-hemolytic streptococci

Neisseria sp.

Mycoplasma pneumoniae

Page 8: kelainan pada PARU

BAKTERI ANAEROB

Peptostreptococcus constellatus, intermedius, saccharolyticus

Veillonella sp., alkalenscenens

Bacteroides melaninogenicus, oralis, fragilis, corrodens, distasonis, vulgatus, ruminicola, asaccharolyticus

Fusobacterium necrophorum, nucleatum

Bifidobacterium sp.

Page 9: kelainan pada PARU

PATOGENESIS

Page 10: kelainan pada PARU

GEJALA KLINIS

Peningkatan suhu tubuh, kadang dijumpai dengan suhu ≥ 40 C

Batuk, pada stadium awal non produktif. Bila terjadi hubungan rongga abses dengan bronkus batuknya menjadi meningkat dengan bau busuk yang khas (Foetor ex oroe (40-75%).

Produksi sputum yang meningkat dan Foetor ex oero dijumpai berkisar 40 – 75% penderita abses paru.

Nyeri dada (±50% kasus)

Batuk darah (±25% kasus)

Gejala tambahan lain seperti lelah, penurunan nafsu makan dan berat badan.

Page 11: kelainan pada PARU

PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Leukosit meningkat lebih dari 12.000/mm3 (90% kasus) bahkan pernah dilaporkan peningkatan sampai dengan 32.700/mm3.

Laju endap darah ditemukan meningkat > 58 mm/1 jam. Pada hitung jenis sel darah putih didapatkan pergeseran shit to the left.

Pemeriksaan sputum dengan pengecatan gram tahan asam dan KOH merupakan pemeriksaan awal untuk menentukan pemilihan antibiotik secara tepat.

Pemeriksaan kultur bakteri dan test kepekaan antibiotikan merupakan cara terbaik dalam menegakkan diagnosa klinis dan etiologis.

Page 12: kelainan pada PARU

PEMERIKSAAN RADIOLOGIK

Foto Thoraks

Tomografi Komputer

Ultrasonografi

MRI

Page 13: kelainan pada PARU

FOTO THORAKS

Foto dada PA dan lateral sangat membantu untuk melihat lokasi lesi dan bentuk abses paru. Pada hari-hari pertama penyakit, foto dada hanya menggambarkan gambaran opak dari satu ataupun lebih segmen paru, atau hanya berupa gambaran densitas homogen yang berbentuk bulat. Kemudian akan ditemukan gambaran radiolusen dalam bayangan infiltrat yang padat.

Selanjutnya bila abses tersebut mengalami ruptur sehingga terjadi drainase abses yang tidak sempurna ke dalam bronkus, maka akan tampak kavitas irregular dengan batas cairan dan permukaan udara (air-fluid level) di dalamnya.

Gambaran spesifik ini tampak dengan mudah bila kita melakukan foto dada PA dengan posisi berdiri. Khas pada paru anaerobik kavitasnya singel (soliter) yang biasanya ditemukan pada infeksi paru primer, sedangkan abses paru sekunder (aerobik, nosokomial atau he atogen) lesinya bisa multipel.

Page 14: kelainan pada PARU

Posisi Posterior-Anterior (PA) : Terdapat area berbatas tegas transparan di lobus kiri atas (panah putih). Kavitas diisi oleh cairan dan udara (air-fluid level) (panah hitam).

Page 15: kelainan pada PARU

Posisi Lateral : Kavitas terlihat di lobus kiri atas dengan udara dan cairan di dalamnya (panah putih).

Page 16: kelainan pada PARU

TOMOGRAFI KOMPUTER (TK)

TK merupakan scan evaluasi dengan kontras menjadi pilihan untuk tujuan screening dan sebagai alat bantu untuk prosedur aspirasi perkutan dan drainase (percutaneous catheter drainage). TK dapat menunjukkan lesi yang tidak terlihat pada pemeriksaan foto polos dan dapat membantu menentukan lokasi dindingdalam dan luar kavitas abses.

Pemeriksaan ini membantu membedakan abses paru dengan diagnosis banding lainnya. Pada gambaran TK, kavitas terlihat bulat dengan dinding tebal, tidak teratur dengan air-fluid level dan terletak di daerah jaringan paru yang rusak. Tampak bronkus dan pembuluh darah paru berakhir secara mendadak pada dinding abses, tidak tertekan atau berpindah letak. Abses paru juga dapat membentuk sudut lancip dengan dinding dada.

Page 17: kelainan pada PARU

Gambaran CT scan contrast-enhanced axial menunjukkan lesi kavitas yang besar di lobus bawah kiri dengan dinding yang relatif tebal (black arrow). Kavitas memiliki batas dalam yang halus dan air-fluid level (white arrow). Terdapat reaksi inflamasi pada sekitar paru-paru (yellow arrow). Terlihat adanya sudut lancip dengan dinding posterior dada.

Page 18: kelainan pada PARU

ULTRASONOGRAFI (USG)

Pemeriksaan USG jarang dianjurkan pada pasien dengan abses paru. Namun, USG juga dapat mendeteksi abses paru. Tampak lesi hipoechic bulat dengan batas luar. Apabila terdapat kavitas, didapati adanya tambahan tanda hiperechoic yang dihasilkan olehgas-tissue interface.

Page 19: kelainan pada PARU

Terletak dekat dengan dinding thoraks, proses di dalam paru kira-kira sebesar 2,5x2x2 cm (pointed angle between pleura and process) dengan dinding membran. Setelah pengobatan, hanya terdapat sisa gambaran hipoechoic di tempat abses sebelumnya (setelah beberapa minggu).

Page 20: kelainan pada PARU

MRI

MRI berhasil mengidentifikasi penyakit paru secara akurat untuk menentukan lokalisasi penyakit pada lapangan paru. Pada pasien dengan pneumonia dan abses paru, peradangan akut berhubungan dengan peningkatan intensitas sinyal pada T2 bila dibandingkan dengan T1weighted image. Pasien dengan inflamasi pseudotumor menunjukkan peningkatan yang lebih kecil dalam intensitas sinyal pada T2 weighted image daripada yang terlihat di pneumonia akut.

Studi-studi terdahulu menunjukkan bahwa MRI efektif untuk mengidentifikasi penyakit paru pada anak-anak dan dapat meningkatkan kemampuan ahli radiologi untuk membedakan gangguan paru.

Page 21: kelainan pada PARU

Setelah pengobatan: perubahan sudut menunjukkan peningkatan sinyalpada daerah pleura kanan.ini merupakan sisa abses membrane.

Page 22: kelainan pada PARU

DIAGNOSIS BANDING

KARSIMOMA BRONKOGENIK YANG

MENGALAMI KAVITASI

TUBERKULOSIS PARU ATAU INFEKSI JAMUR

EMPIEMA PNEUMOKONIOSIS YANG MENGALAMI KAVITASI

Page 23: kelainan pada PARU

DIAGNOSIS BANDING

KARSIMOMA BRONKOGENIK YANG MENGALAMI KAVITASI• Pada penyakit ini biasanya dinding kavitas tebal dan tidak rata.

Diagnosis pasti dengan pemeriksaan sitologi/patologi.

Page 24: kelainan pada PARU

DIAGNOSIS BANDING

TUBERKULOSIS PARU ATAU INFEKSI JAMUR• Gejala klinisnya hampir sama atau lebih menahun daripada abses paru.

Pada tuberculosis didapatkan BTA dan pada infeksi jamur ditemukan jamur. Pada penyakit aktif, dapat dijumpai gambaran bercak-bercak berawan dan kavitas, sedangkan pada keadaan tidak aktif dapat dijumpai kalsifikasi yang berbentuk garis.

Page 25: kelainan pada PARU

DIAGNOSIS BANDING

EMPIEMA• Pada gambaran TK empiema tampak pemisahan pleura parietal dan viscera

(pleura split) dan kompresi paru.

Page 26: kelainan pada PARU

DIAGNOSIS BANDING

PNEUMOKONIOSIS YANG MENGALAMI KAVITASI• Pekerjaan penderita jelas didaerah berdebu dan didapatkan simple

pneumokoniosis pada penderita.

Page 27: kelainan pada PARU

TATALAKSANA

Antibiotik

Drainase

Reseksi pembedahan

Page 28: kelainan pada PARU

PILIHAN ANTIBIOTIKClindamycin 600 mg IV/8 jam diikuti dengan 150-300 mg PO qid (terapi standar untuk infeksi paru anaerob)

Beta-lactamase inhibitor (beberapa bakteri anaerob mempoduki beta-lactamase seperti Bacteroides sp.)

Metronidazole

Ampicillin plus sulbactam mempunyai toleransi yang bagus dan efektif layaknya clindamycin dengan atau tanpa cephalosporin pada pengobatan pneumonia aspirasi dan absesparu

Vancomycin 15 mg/kg IV/12 jam (dipertimbangkan untuk diberikan pada pasien yang dirawat di rumah sakit dalam waktu lama dan pada kasus MRSA)

Page 29: kelainan pada PARU

KOMPLIKASI

Membentuk kavitas yang persisten

Empiema

Destruksi dinding bronkus

Hemoptisis

Bronkiektasis sakuler lokal

Page 30: kelainan pada PARU

PROGNOSISPada penderita dengan beberapa faktor predisposisi mempunyai prognosa yang lebih jelek dibandingkan dengan penderita dengan satu faktor predisposisi. Sekitar 80-90% penderita sembuh dengan pengobatan antibiotik. Beberapa faktor yang memperbesar angka mortalitas pada Abses paru sebagai berikut:• Anemia dan Hipo Albuminemia• Abses yang besar (φ > 5-6 cm) (hisberg juga)• Lesi obstruksi• Bakteri aerob, seperti S. aureus, K. pneumoniae dan P. aeruginosa• Immune Compromised• Usia tuag• Gangguan intelegensia• Pengobatan yang terlambat

Page 31: kelainan pada PARU

LAPORAN KASUS

Page 32: kelainan pada PARU

KASUSPasien A., seorang pria berusia 56 tahun, dirawat di rumah sakit dengan demam, sesak napas, batuk dengan bercak darah dan berat badan mengalami penurunan. Dari riwayat bedah diketahui pernah menjalani reseksi bedah karsinoma sel skuamosa pT2N0M0 di tonsil kiri setahun sebelumnya. Pasien merokok 20 batang sehari.

CT scan dada menunjukkan proses kavitasi di lobus kanan bawah dengan ipsilateral limfadenopati mediastinum. Pasien didiagnosis dengan abses paru primer dengan reaktif limfadenopati mediastinum atau abses paru sekunder karena kanker paru-paru.

Pasien kemudian diterapi dengan amoxicilline/asam klavulanat dan ciprofloxacin. Karena kecurigaan adanya keganasan pemeriksaan tambahan menggunakan 18-fludeoxyglucose-positron tomografi emisi dikombinasikan dengan diagnostik computed tomography (PET-18FDG-CT) menunjukkan 18FDG serapan di lobus kanan bawah dan kelenjar getah bening mediastinum (4R, 4L, 7, 8, 3, 2R, 1).

Page 33: kelainan pada PARU

KASUSEdema bronkial dengan penyempitan bronkus intermedius dan sejumlah besar sekresi purulen terlihat pada bronkoskopi. Pada pemeriksaan sitologi, atipikal dan inflamasi sel terlihat, tidak cukup bukti untuk diagnosis keganasan. Kultur bakteri negatif. Karena sel-sel atipikal dalam spesimen sitologi biopsi CT-dipandu adalah dilakukan proses di lobus kanan bawah. Histologik Pemeriksaan menunjukkan sel-sel inflamasi yang kompatibel dengan peradangan aktif, tidak terlihat adanya sel ganas. Terapi antibiotik dilanjutkan selama lebih dari dua bulan tanpa jelas klinis dan perbaikan radiologi.

Meskipun semua investigasi untuk keganasan negative, masih dicurigai adanya suatu proses keganasan pada pasien ini. Pasien dibahas dalam pertemuan onkologi multidisiplin kami dan kemudian diputuskan untuk dilakukan mediastinoscopy dengan kelenjar getah bening sampel diikuti dengan reseksi lobus kanan bawah jika metastasis kelenjar getah bening tidak ditemukan. Tak satu pun dari sampel getah bening menunjukkan keganasan. Pada torakotomi, baik lobektomi atau bahkan pneumonectomy tidak mungkin dilakukan karena terjadi perlengketan massif paru-paru dengan dinding dada dan tulang belakang.

Page 34: kelainan pada PARU

KASUSAkhirnya bronkoskopi tambahan menunjukkan mukosa patologis dari bronkus intermedius. Biopsi mengungkapkan skuamosa karsinoma sel. Tiga setengah bulan setelahnya pasien didiagnosa dengan kanker paru-paru, cT4N0MO, tahap IIIa. Karena pengobatan inoperability dengan bersamaan kemo-radioterapi direncanakan.

Page 35: kelainan pada PARU

T.E.R.I.M.A.K.A.S.I.H