kedokteran hebat.doc

16
A. Tuli Sensori (SNHL) Tuli sensorineural adalah tuli yang terjadi karena adanya gangguan pada telinga dalam atau pada jalur saraf dari telinga dalam ke otak. Tuli sensorineural merupakan masalah bagi jutaan orang. Kehilangan pendengaran ini dibagi dalam beberapa derajat, yaitu ringan, sedang,dan berat.Tuli ini dapat mengenai segala usia dengan etiologi yang berbeda- beda.Sekitar 50% kasus merupakan faktor genetik dan 50 % lagi didapat (acquired). (Adam, 2012) Tuli sensorineural dibagi dalam tuli sensorineural koklea dan retrokoklea. Tuli sensorineural koklea disebabkan oleh kelainan kongenital, labirintitis (oleh bakteri/virus), intoksikasi obat, selain itu juga dapat disebabkan oleh tuli mendadak, trauma kapitis, trauma akustik dan pajanan bising.Sedangkan tuli sensorineural retrokoklea disebabkan oleh neuroma akustik, tumor sudut pons serebelum, mieloma multipel, cedera otak, perdarahan otak dan kelainan otak lainnya. (Mulyarjo, 2008) Jumlah orang Amerika dengan gangguan pendengaran memiliki angkakejadian dua kali lipat selama 30 tahun

description

ini merupakan bentuk dari sebuah upload asal untuk dapat documen di scribid maaf ya

Transcript of kedokteran hebat.doc

A. Tuli Sensori (SNHL)

Tuli sensorineural adalah tuli yang terjadi karena adanya gangguan pada telinga dalam atau pada jalur saraf dari telinga dalam ke otak. Tuli sensorineural merupakan masalah bagi jutaan orang. Kehilangan pendengaran ini dibagi dalam beberapa derajat, yaitu ringan, sedang,dan berat.Tuli ini dapat mengenai segala usia dengan etiologi yang berbeda-beda.Sekitar 50% kasus merupakan faktor genetik dan 50 % lagi didapat (acquired). (Adam, 2012)Tuli sensorineural dibagi dalam tuli sensorineural koklea dan retrokoklea. Tuli sensorineural koklea disebabkan oleh kelainan kongenital, labirintitis (oleh bakteri/virus), intoksikasi obat, selain itu juga dapat disebabkan oleh tuli mendadak, trauma kapitis, trauma akustik dan pajanan bising.Sedangkan tuli sensorineural retrokoklea disebabkan oleh neuroma akustik, tumor sudut pons serebelum, mieloma multipel, cedera otak, perdarahan otak dan kelainan otak lainnya. (Mulyarjo, 2008)Jumlah orang Amerika dengan gangguan pendengaran memiliki angkakejadian dua kali lipat selama 30 tahun terakhir. Berdasarkan data yang diperoleh dari surveifederal, didapatkanprevalensi untuk individu yang berusiatiga tahun atau lebih yangmengalami gangguan pendengaran berkisar 13,2 juta (1971), 14,2 juta (1977), 20,3 juta(1991), dan 24,2 juta (1993). Seorang peneliti independen memperkirakan bahwa 28,6 juta orang Amerika memiliki gangguan pendengaran pada tahun 2000. Gangguan pendengaran sensorineural mendadak ditemukan hanya 10-15% dari jumlah pasien. Insidensi tahunangangguan pendengaran sensorineural diperkirakanadalah 5 sampai 20 kasus per 100.000 orang. Paparan dengan kebisingan telah lama dikenal sebagai faktor risiko untuk gangguan pendengaran Lebih dari 30 juta orang Amerika yang terkena tingkat suara berbahaya secara teratur.Tuli sensorineural koklea disebabkan oleh aplasia (congenital), labirinitis (oleh bakteri/virus), intoksikasi obat streptomisin, kanamisin, garamisin, neomisin, kina, asetosal atau alkohol. Selain itu, tuli sensorineural juga dapat disebabkan oleh tuli mendadak (sudden deafness), trauma kapitis, trauma akustik, dan pajanan bising. Dan tuli sensorineural retrokoklea disebabkan oleh neuroma akustik, tumor sudut pons serebelum, mieloma multipel, cedera otak, perdarahan otak, dan sebagainya.Perjalanan penyakit dari tuli sensorineural disebabkan oleh beberapa hal sesuai dengan etiologi yang sudah disebutkan diatas. Pada tuli sensorineural (perseptif) kelainan terdapat pada koklea (telinga dalam), nervus VIII atau di pusat pendengaran. Sel rambut dapat dirusak oleh tekanan udara akibat terpapar oleh suara yang terlalu keras untuk jangka waktu yang lama dan iskemia. Kandungan glikogen yang tinggi membuat sel rambut dapat bertahan terhadap iskemia melalui glikolisis anaerob.

Sel rambut juga dapat dirusak oleh obat-obatan, seperti antibiotik aminoglikosida dan agen kemoterapeutik cisplatin, yang melalui stria vaskularis akan terakumulasi di endolimfe. Hal ini yang menyebabkan tuli telinga dalam yang nantinya mempengaruhi konduksi udara dan tulang. Ambang pendengaran dan perpindahan komponen aktif membran basilar akan terpengaruh sehingga kemampuan untuk membedakan berbagai nada frekuensi yang tinggi menjadi terganggu. Akhirnya, depolarisasi sel rambut dalam tidak adekuat dapat menghasilkan sensasi suara yang tidak biasa dan mengganggu (tinnitus subyektif). Hal ini bias juga disebabkan oleh eksitasi neuron yang tidak adekuat pada jaras pendengaran atau korteks auditorik. (Mulyarjo, 2008)Kekakuan membran basilar mengganggu mikromekanik yang akan berperan dalam ketulian pada usia lanjut. Tuli telinga dalam juga disebabkan oleh sekresi endolimfe yang abnormal. Jadi, loop diuretics pada dosisi tinggi tidak hanya menghambat kotranspor Na+ -K+ -2Cl- ginjal, tetapi juga di pendengaran. Kelainan genetik pada kanak K+ di lumen juga diketahui menyebabkan hal tersebut. Kanal K+ terdiri atas dua subunit (IsK/KvLQT1) yang juga diekspresikan pada organ lain, berperan dalam proses repolarisasi. Defek KvLQT1 atau IsK tidak hanya mengakibatkan ketulian, tetapi juga perlambatan repolarisasi miokardium.

Ganggguan penyerapan endolimfe juga dapat menyebabkan tuli di mana ruang endolimfe menjadi menonjol keluar sehingga mengganggu hubungan antara sel rambut dan membran tektorial (edema endolimfe). Akhirnya, peningkatan permeabilitas antara ruang endolimfe dan perilimfe yang berperan dalam penyakit Meniere yang ditandai dengan serangan tuli dan vertigo.Gangguan pendengaran mungkin timbul secara bertahap atau tiba-tiba. Gangguan pendengaran mungkin sangat ringan, mengakibatkan kesulitan kecil dalam berkomunikasi atau berat seperti ketulian. Kehilangan pendengaran secara cepat dapat memberikan petunjuk untuk penyebabnya. Jika gangguan pendengaran terjadi secara mendadak, mungkin disebabkan oleh trauma atau adanya gangguan dari sirkulasi darah. Sebuah onset yang tejadi secara bertahap bisa dapat disebabkan oleh penuaan atau tumor.

Gejala seperti tinitus (telinga berdenging) atau vertigo (berputar sensasi), mungkin menunjukkan adanya masalah dengan saraf di telinga atau otak. Gangguan pendengaran dapat terjadi unilateral atau bilateral. Kehilangan pendengaran unilateral yang paling sering dikaitkan dengan penyebab konduktif, trauma, dan neuromas akustik. Nyeri di telinga dikaitkan dengan infeksi telinga, trauma, dan obstruksi pada kanal. Infeksi telinga juga dapat menyebabkan demam. (Adam, 2012)Beberapa penyakit yang dapat dijadikan sebagai diagnosis banding tulisensorineural,antara lain barotrauma, serebrovaskular hiperlipidemia, efek akibat terapi radiasi, traumakepala, lupus eritematosus, campak, multiple sclerosis, penyakit gondok, neoplasma kanal telinga, neuroma, otitis externa, otitis media dengan pembentukan kolesteatoma, ototoxicity ,poliartritis, gagal ginjal, dan sipilis. (Mulyarjo, 2008)Tuli sensorineural tidak dapat diperbaiki dengan terapi medis atau bedah tetapi dapat distabilkan. Tuli sensorineural umumnya diperlakukan dengan menyediakan alat bantu dengar (amplifikasi) khusus. Volume suara akan ditingkatkan melalui amplifikasi, tetapi suara akan tetap teredam. Saat ini, alat bantu digital yang di program sudah tersedia, dimana dapat diatur untuk menghadapi keadaan yang sulit untuk mendengarkan.

Tuli sensorineural yang disebabkan oleh penyakit metabolik tertentu (diabetes, hipotiroidisme, hiperlipidemia, dan gagal ginjal) atau gangguan autoimun (poliartritis dan lupus eritematosus) dapat diberikan pengobatan medis sesuai penyakit yang mendasarinya. Beberapa individu dengan tuli sensorineural yang berat, dapat dipertimbangkan untuk melakukan implantasi bedah perangkat elektronik di belakang telinga yang disebut implan koklea yang secara langsung merangsang saraf pendengaran.

Pasien dengan gangguan pendengaran sensorineural yang berat mungkin dapat mendengar suara setelah melakukan implantasi koklea. Jika tinitus disebabkan oleh tumor akustik, otosklerosis, atau kondisi tekanan telinga meningkat dalam hidrolik (sindromMeniere), operasi untuk mengangkat lesiatau menyamakan tekanan dapat dilakukan. Tinitus berkurang atau sembuh sekitar 50% dari kasus yang berat setelah menjalani operasi.

B. Tuli KonduksiPenyebab dari tuli konduksi, misalnya Penyakit telinga luar, terdiri dari Atresia liang telinga, Sumbatan oleh serumen, Otitis eksterna sirkumskripta Dan Osteoma liang telinga Sedangkan pada Penyakit telinga tengah, terdiri dari Sumbatan tuba eustachius, Otitis media, Otosklerosis, Timpanosklerosis, Hemotimpanum, Dislokasi tulang pendengaran (Mansjoer A.2010).

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Maharjan dkk tahun 2009 di Teaching Hospital, Sinamangal, Nepal dengan penelitian yang berjudul Observation of hearing loss in patients with chronic suppurative otitis media tubotympanic type didapatkan hasil, bahwa terdapat hubungan yang signifikant antara otitis media supuratif dengan terjadinya tuli konduksi, ini terlihat dari hasil penelitian, bahwa sebanyak 119 telinga dari 100 pasien mengalami perforasi membran tympani, dengan 72 telinga yang mengalami perforasi MT yang luas yang terbagi pada 4 quadran menunjukkan tuli konduksi berat, 45 telinga mengalami tuli konduksi sedang, 22 telinga mengalami tuli konduksi sedang ringan, dan 2 telinga mengalami tuli konduksi ringan. Sedangkan pada pasien dengan perforai kecil pada 1 quadran menujukkan sedikit penurunan pendengaran.

Dari penelitian ini pula di dapatkan hasil bahwa perforasi dibagian posterior yang paling banyak menyebabkan tuli konduksi. Hal tersebut menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara luasnya perforasi MT dengan terjadinya tuli konduksi.

Gambar x.x

Tuli konduksi terjadi bila ada sesuatu bendungan yang menghalangi proses hantaran gelombang suara, bendungan ini bisa bermacam-macam seperti serumen, infeksi, kerusakan membran timpani maupun kerusakan tulang pendengaran (Soepardi.2010).

Gejala yang utama adalah adanya penurunan pendengaran dimana Penurunan pendengaran tersebut dapat disertai dengan gejala-gejala lain sesuai dengan penyebab tuli konduksi itu sendiri seperti rasa gatal, nyeri, buntu, tinitus, othorea, dll.

Dari pemeriksaan didapatkan tanda-tanda adanya kelainan pada telinga luar dan tengah seperti serumen pada MAE, furunkel, atresia liang telinga,perforasi membran timpani dll (Antonelli.2013).

Diagnosis Tuli konduksi dapat ditegakkan melalui, Anamnesa, pemeriksaan fisik, tes suara bisik, tes pendengaran dengan garputala, tes pendengaran dengan audiometri.

Caranya ialah dengan membisikkan kata-kata yang dikenal penderita dimana kata-kata itu mengandung huruf lunak dan huruf desis. Lalu diukur berapa meter jarak penderita dengan pembisiknya sewaktu penderita dapat mengulangi kata-kata yang dibisikan dengan benar.

Pada orang normal dapat mendengar 80% dari kata-kata yang dibisikkan pada jarak 6 s/d 10 meter. Apabila kurang dari 5 - 6 meter berarti ada kekurangan pendengaran. Apabila penderita tak dapat mendengarkan kata-kata dengan huruf lunak, berarti tuli konduksi. Sebaliknya bila tak dapat mendengar kata-kata dengan huruf desis berarti tuli persepsi (Patrick J.2012).

Tes Pendengaran kualitatif dengan garpu tala. Salah satunya adalah Tes Rinne untuk membandingkan hantaran melalui dan hantaran melaui tulang pada telinga yang diperiksa. Caranya yaitu penala digetarkan, tangkainya diletakkan di prosesus mastoid, setelah tidak terdengar penala dipegang di depan telinga kira-kira 2 cm. Bila masih terdengar disebut rinne positif, bila tidak terdengar disebut rinne negatif. Hasil tes Rinne pada penderita tuli konduksi adalah Negatif .

Ada juga Tes Weber untuk membandingkan hantaran tulang telinga kiri dengan telinga kanan. Caranya adalah Penala digetarkan dan tangkai penala diletakkan di garis tengah kepala, apabila bunyi penala lebih terdengar keras pada salah satu telinga disebut lateralisasi ke telinga tersebut. Bila tidak dapat dibedakan ke arah telinga mana bunyi terdengar lebih keras disebut tidak ada lateralisasi. Hasil tes Weber pada penderita tuli konduksi adalah lateralisasi ke telinga yang sakit (Mulyarjo.2008).

Selain itu Tes Schwabach untuk membandingkan hantaran tulang orang yang diperiksa dengan pemeriksa yang pendengarannya normal. Penala digetarkan, tangkai penala diletakkan pada prosesus mastoideus sampai tidak terdengar bunyi. Kemudian tangkai penala dipindah ke prosesus mastoideus pemeriksa.

Bila pemeriksa masih mendengar disebut schwabach memendek, bila pemeriksa tidak dapat mendengar, pemeriksaan diulang dengan meletakkan penala pada prosesus mastoideus pemeriksa dulu, bila pasien masih dapat mendengar bunyi disebut schwabach memanjang dan bila pasien dan pemeriksa sama-sama mendengarnya disebut schwabach sama. Hasil tes Schwabach pada penderita tuli konduksi adalah memanjang (Soepardi.2012)

Penatalaksanaan dan terapi utama tuli konduksi adalah dengan mengatasi kelainan atau penyakit yang menyebabkan tuli konduksi tersebut, jika penyebabnya berupa Atresia liang telinga maka harus dilakukan Operasi rekonstruksi untuk memperbaiki fungsi pendengaran dan untuk kosmetik juga.

Jika Serumen, dilakukan dengan membersihkan serumen di liang telinga bisa dengan pengait, suction, atau dengan irigasi.

Jika Otitis Eksterna Sirkumsripta yang dilakukan adalah Incisi dinding furunkel yang ebal, aspirasi abcess, antibiotika, analgetika (Soepardi.2001). Osteoma liang telinga dilakukan Pengangkatan Tumor (Pracy R.2009). Sumbatan Tuba Eustachius dilakukan pengobatan terutama bertujuan untuk membuka kembali tuba sehingga tekanan negatif di telinga hilang yaitu dengan pemberian tetes hidung efedrin hcl. Antibiotika diberikan bila penyebabnya kuman (Mulyarjo.2008).

Otitis Media diberikan pengobatan sesuai dengan macam-macam otitis media dan stadiumnya, pengobatan bertujuan menyembuhkan peradangan yang terjadi pada telinga tengah (Patrick J.2012). Pada Otitis media supuratif kronis dimana penderita tetap tuli walaupun sudah menjalani operasi rekonstruksi telinga maka pasien bisa memakai alat bantu dengar.

Otosklerosis, pengobatan penyakit ini adalah operasi stapedektomi atau stapedotomi dimana stapes diganti dengan bahan protesis, bila tidak dapat dioperasi dapat digunakan alat bantu dengar untuk sementara membantu pendengaran pasien (Mulyarjo.2008). Timpanosklerosis, dilakukan timpanolasti. Hemotimpanum, kita konservatif dengan absorpsi darah dan antibiotika (Mansjoer A.2010).Soepardi, EA dan Iskandar, N. Gangguan Pendengaran dan Kelainan telinga ; Kelainan telinga luar. Dalam : Buku Ajar Ilmu Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher Edisi ke 5. Jakarta. Balai Penerbit FKUI. 2010. hal: 17, 44-48.Pracy R, Siegler J, Stell PM, Penyakit Telinga Luar ; Ketulian pada Orang Dewasa. Dalam : Pelajaran Ringkas Telinga Hidung dan Tenggorok. Jakarta. PT Gramedia. 2009. Hal : 22, 42-45.Mansjoer A. dkk. Gangguan Pendengaran. Dalam : Kapita Selekta Kedokteran Edisi ke 3. Jakarta. Media Aesculapius FK UI. 2010. Hal : 85-87.

Adam, Boies, Higler. Audiometri nada murni. Dalam : BOIES Buku Ajar penyakit THT edisi 6. Jakarta. EGC. 2012. Hal : 55-56. Mulyarjo, dkk. Hematotimpanum. Dalam : Pedoman Pelayanan Medik Poliklinik THT Diagnosis Terapi dan Tindakan Praktis Edisi ke 2. Surabaya. SMF penyakit THT RSUD dr. Soetomo. 2008. Hal : 9