kedokteran kesehatan

37
BAB I Pendahuluan Dewasa ini Indonesia mengalami masalah kesehatan masyarakat yang sangat kompleks. Pola penyakit yang diderita masyarakat sebagian besar adalah penyakit infeksi menular seperti tuberkulosis paru, Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA), malaria, diare, dan penyakit kulit. Selain itu, Indonesia juga menghadapi emerging diseases seperti demam berdarah dengue, HIV/AIDS, chikungunya, Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS) (Pusat Data dan Informasi, 2006). Masalah HIV/AIDS adalah masalah besar yang mengancam Indonesia dan banyak negara di seluruh dunia (Djoerban dan Djauzi, 2009). HIV/AIDS telah menjadi pandemi yang mengkhawatirkan masyarakat di dunia, karena disamping belum ditemukan obat maupun vaksin untuk pencegahan, penyakit ini juga memiliki “window periode” dan fase asimtomatik yang relatif panjang dalam perjalanan penyakitnya. Hal tersebut diatas menyebabkan pola perkembangannya seperti fenomena gunung es (Pusat Data dan Informasi, 2006). United Nations Programme on HIV/AIDS (UNAIDS), World Health Organization (WHO) yang mengurusi masalah AIDS, memperkirakan jumlah Orang dengan HIV/AIDS (ODHA) di seluruh dunia pada Desember 2004 adalah 35,9 – 44,3

description

kedokteran kesehatan

Transcript of kedokteran kesehatan

Page 1: kedokteran kesehatan

BAB I

Pendahuluan

Dewasa ini Indonesia mengalami masalah kesehatan masyarakat yang

sangat kompleks. Pola penyakit yang diderita masyarakat sebagian besar

adalah penyakit infeksi menular seperti tuberkulosis paru, Infeksi Saluran

Pernapasan Akut (ISPA), malaria, diare, dan penyakit kulit. Selain itu,

Indonesia juga menghadapi emerging diseases seperti demam berdarah dengue,

HIV/AIDS, chikungunya, Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS) (Pusat

Data dan Informasi, 2006).

Masalah HIV/AIDS adalah masalah besar yang mengancam Indonesia

dan banyak negara di seluruh dunia (Djoerban dan Djauzi, 2009). HIV/AIDS

telah menjadi pandemi yang mengkhawatirkan masyarakat di dunia, karena

disamping belum ditemukan obat maupun vaksin untuk pencegahan, penyakit

ini juga memiliki “window periode” dan fase asimtomatik yang relatif panjang

dalam perjalanan penyakitnya. Hal tersebut diatas menyebabkan pola

perkembangannya seperti fenomena gunung es (Pusat Data dan Informasi,

2006). United Nations Programme on HIV/AIDS (UNAIDS), World Health

Organization (WHO) yang mengurusi masalah AIDS, memperkirakan jumlah

Orang dengan HIV/AIDS (ODHA) di seluruh dunia pada Desember 2004

adalah 35,9 – 44,3 juta orang. Saat ini ini tidak ada negara yang terbebas dari

HIV/AIDS (Djoerban dan Djauzi, 2009).

Penularan HIV/AIDS terjadi akibat melalui cairan tubuh yang

mengandung virus HIV yaitu melalui hubungan seksual baik homoseksual

maupun heteroseksual, jarum suntik pada pengguna narkotika, transfusi

komponen darah dan dari ibu yang terinfeksi HIV ke bayi yang dilahirkannya.

Oleh karena itu, kelompok risiko tinggi terhadap HIV/AIDS misalnya

pengguna narkotika, pekerja seks komersil dan pelanggannya serta narapidana.

Infeksi HIV/AIDS saat ini telah mengenai semua golongan masyarakat, baik

kelompok risiko tinggi maupun masyarakat umum. Jika pada awalnya sebagian

besar ODHA berasal dari kelompok homoseksual, kini telah terjadi pergeseran

dimana presentase penularan secara heteroseksual dan pengguna narkotika

Page 2: kedokteran kesehatan

semakin meningkat (Djoerban dan Djauzi, 2009). Pada pasien seropositif HIV,

dengan daya tahan tubuh yang sangat rendah akan mudah terjadi infeksi

oportunistik, seperti Mycobacterium tuberculosis.

Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang

penting di dunia. Laporan WHO tahun 2004 menyatakan bahwa terdapat 8,8

jumlah kasus baru TB pada tahun 2002, dimana 3,9 juta adalah kasus Basil

Tahan Asam (BTA) positif. Indonesia masih menempati urutan ketiga di dunia

untuk jumlah kasus TB setelah India dan China. Setiap tahun terdapat 250.000

kasus baru TB dan sekitar 140.000 kasus kematian akibat TB. Di Indonesia,

TB merupakan pembunuh nomor satu diantara penyakit menular dan

merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit jantung dan (ISPA)

pada seluruh kalangan usia (Wibisono, 2010).

Lingkungan hidup yang sangat padat dan pemukiman di wilayah

perkotaan kemungkinan besar telah mempermudah proses penularan dan

berperan sekali atas peningkatan jumlah kasus TB (Amin dan Bahar, 2009).

Penularan penyakit ini sebagian besar melalui inhalasi basil yang mengandung

droplet nuclei, khususnya yang didapat dari pasien TB paru dengan batuk

berdarah atau berdahak yang mengandung BTA (Amin dan Bahar, 2009). TB

merupakan penyakit menahun, bahkan seumur hidup. Setelah seseorang

terinfeksi Mycobacterium tuberculosis, hamper 90% penderita secara klinis

tidak sakit, hanya didapatkan tes tuberkulin positif, 10% akan sakit. Penderita

yang sakit apabila tanpa pengobatan, setelah 5 tahun, 50% penderita TB paru

akan meninggal, 25% akan sehat dengan pertahanan tubuh yang baik, dan 25%

menjadi kronik dan infeksius (Wibisono, 2010).

Page 3: kedokteran kesehatan

BAB II

Tinjauan Pustaka

A. Definisi Tuberkulosis

Tuberkulosis ( TB ) adalah suatu penyakit infeksi menular yang

disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis (MTB). Kuman batang

aerobik dan tahan asam ini, merupakan organisme patogen maupun

saprofit. Jalan masuk untuk organisme MTB adalah saluran pernafasan,

saluran pencernaan, dan luka terbuka pada kulit. Sebagian besar infeksi TB

menyebar lewat udara, melalui terhirupnya nukleus droplet yang

berisikan organisme basil tuberkel dari seseorang yang terinfeksi (Price dan

Wilson, 2004).

B. Etiologi dan Predisposisi Tuberkulosis

Penyakit TB disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, sejenis

kuman berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4/um dan tebal

0,3-0,6/um. Berdasarkan perbedaan secara epidemiologi, yang tergolong

dalam kuman Mycobacterium tuberculosis complex adalah M. tuberculosae,

Varian Asian, Varian African I, Varian African II, M. bovis. Sebagian

dinding kuman terdiri atas asam lemak (lipid), peptidoglikan, dan

arabinomannan. Kandungan lipid tersebut membuat kuman lebih tahan

terhadap asam (asam alkohol) sehingga disebut bakteri tahan asam, dan

kuman tersebut juga tahan terhadap gangguan kimia dan fisis (Amin dan

Bahar, 2009).

Kuman dapat hidup pada udara kering maupun keadaan dingin (dapat

bertahan bertahun-tahun didalam lemari es), hal tersebut terjadi karena

kuman berada dalam sifat dormant dan dari sifat tersebut kuman dapat

bangkit kembali menjadikan penyakit TB aktif lagi. Di dalam jaringan,

kuman hidup sebagai parasite intraselular yakni dalam sitoplasma makrofag.

Makrofag yang semula memfagisitasi malah kemudian disenanginya karena

kandungan lipid. Selain itu, kuman ini juga bersifat aerob yang berarti

kuman lebih menyenai jaringan yang tinggi kandungan oksigennya.

Page 4: kedokteran kesehatan

Tekanan oksigen pada bagian apikal paru-paru lebih tinggi dari bagian lain,

sehingga bagian apikal ini merupakan tempat predileksi penyakit TB (Amin

dan Bahar, 2009).

Penyakit TB ditularkan melalui udara secara langsung dari penderita

TB kepada orang lain. Dengan demikian, penularan penyakit TB terjadi

melalui hubungan dekat antara penderita dan orang tertular (terinfeksi),

misalnya berada di dalam ruangan tidur atau ruang kerja yang sama.

Penyebar penyakit TB sering tidak tahu bahwa ia menderita TB. Droplet

yang mengandung basil TB yang dihasilkan dari batuk penderita TB dapat

melayang di udara hingga kurang lebih dua jam tergantung kualitas vebtilasi

ruangan hingga akhirnya akan terhirup oleh orang lain yang akan menderita

TB (Djojodibroto, 2009).

C. Patomekanisme Tuberkulosis

1. Patogenesis

Patogenesis dan manifestasi patologi tuberkulosis paru merupakan hasil

respons imun seluler (cell mediated immunity) dan reaksi

hipersensitivitas tipe lambat terhadap kuman tuberkulosis. Perjalanan

infeksi melalui 5 tahap:

a. Tahap 1

Dimulai dari masuknya kuman tuberkulosis ke alveoli. Kuman akan

difagositosis oleh makrofag alveolar dan umumnya dapat

dihancurkan. Bila daya bunuh makrofag rendah, kuman tuberkulosis

akan nerproliferasi dalam sitoplasma dan menyebabkan lisis

makrofag. Pada umumnya pada tahap ini tidak terjadi pertumbuhan

kuman.

b. Tahap 2

Tahap simbiosis, kuman tumbuh secara logaritmik dalam non-

activated macrophage yang gagal mendestruksi kuman tuberkulosis

hingga makrofag hancur dan kuman tuberkulosis difagositosis oleh

makrofag lain yang masuk ke tempat radang karena faktor kemotaksis

komponen komplemen C5a dan monocyte chemoatractant protein

Page 5: kedokteran kesehatan

(MPC-1). Lama kelamaan makin banyak makrofag dan kuman

tuberkulosis yang berkumpul di tempat lesi.

c. Tahap 3

Terjadi nekrosis kaseosa, jumlah kuman tuberkulosis menetap karena

pertumbuhannya dihambat oleh respon imun tubuh terhadap

tuberculin-like antigen. Pada tahap ini delayed type of hypersensitivity

(DTH) merupakan respon imun utama yang mampu menghancurkan

makrofag yang berisi kuman. Respon ini terbentuk 4-8 minggu dari

saat infeksi. Dalam solid caseous center yang terbentuk, kuman

ekstraseluler tidak dapat tumbuh, dikelilingi non-activated

macrophage, dan partly activated macrophage. Pertumbuhan kuman

TB secara logaritmik terhenti, namun respon imun DTH ini

menyebabkan perluasan caseous center dan progresivitas penyakit.

Kuman tuberkulosis masih dapat hidup dalam solid caseous necrosis

tapi tidak dapat berkembang biak karena keadaan anoksia, penurunan

pH, dan adanya inhibitory fatty acid. Pada keadaan dorman ini

metabolisme kuman minimal sehingga tidak sensitif terhadap terapi.

Caseous necrosis ini merupakan reaksi DTH yang berasal dari

limfosit T, khususnya T sitotoksis (Tc), yang melibatkan clotting

factor, sitokin TNF-alfa, antigen reaktif, nitrogen intermediate,

kompleks antigen antibodi, komplemen, dan produk-produk yang

dilepaskan kuman yang mati. Pada reaksi inflamasi, endotel vaskuler

menjadi aktif menghasilkan molekul-molekul adhesi (ICAM-1,

ELAM-1, VCAM-1), MHC kelas I dan II.

d. Tahap 4

Respon imun cell mediated immunity (CMI) memegang peran utama

dimana CMI akan mengaktifkan makrofag sehingga mampu

memfagositosis dan menghancurkan kuman. Activated macrophage

menyelimuti tepi caseous necrosis untuk mencegah terlepasnya

kuman. Pada keadaan dimana CMI lemah, kemampuan makrofag

untuk menghancurkan kuman hilang sehingga kuman dapat

berkembang biak di dalamnya dan selanjutnya caseous necrosis

Page 6: kedokteran kesehatan

semakin meluas. Kuman tuberkulosis yang terlepas akan masuk ke

dalam kelenjar limfe trakheobronkhial dan menyebar ke organ lain.

e. Tahap 5

Terjadi likuifikasi caseous center dimana untuk pertama kalinya

terjadi multiplikasi kuman tuberkulosis ekstraseluler yang dapat

mencapai jumlah besar. Respon imun CMI sering tidak mampu

mengendalikannya. Dengan progresifitas penyakit terjadi perlunakan

caseous necrosis, membentuk kavitas dan erosi dinding bronkus.

Perlunakan ini disebabkan oleh enzim hidrolisis dan respon DTH

terhadap tuberkuloprotein, menyebabkan makrofag tidak dapat hidup

dan merupakan media pertumbuhan yang baik bagi kuman. Kuman

tuberkulosis masuk ke dalam cabang-cabang bronkus, menyebar ke

bagian paru lain dan jaringan sekitarnya (Wibisono, 2011).

Page 7: kedokteran kesehatan

Skema:

Kuman tuberkulosis

Masuk alveoli

Imun << Imun >>

Berproliferasi dalam Difagositosis oleh

sitoplasma makrofag alveoli

Kuman tumbuh dalam makrofag yang

gagal mendestruksi kuman

Lisis makrofag

Difagositosis oleh makrofag lain

Makrofag dan kuman berkumpul di tempat lesi

Nekrosis kaseosa

Jumlah kuman tidak bertambah, namun masih hidup

Respon imun DTH (Delayed Type of Hypersensitivity)

Perluasan pusat kaseosa dan progresifitas penyakit

Reaksi inflamasi

Endotel vaskuler aktif menghasilkan molekul-molekul adhesi, MHC kelas I dan II

Page 8: kedokteran kesehatan

Presentasi antigen pada sel T sitotoksik

Respon imun CMI (Cell Mediated Immunity)

Mengaktifkan makrofag

CMI << CMI >>

Kuman berkembang biak di dalamnya Memfagositosis

dan menghancurkan

Dihancurkan oleh respon imun DTH kuman

Nekrosis kaseosa meluas Kuman tuberkulosis

terlepas

Likuifikasi pusat kaseosa

Masuk ke dalam kelenjar limfe

Kuman dapat bereplikasi

Respon imun CMI tidak dapat mengendalikan Menyebar ke organ lain

Progresifitas penyakit

Perlunakkan nekrosis kaseosa, membentuk kavitas dan erosi dinding bronkus

Makrofag tidak dapat hidup dan menjadi media pertumbuhan yang baik

Kuman masuk ke dalam cabang-cabang bronkus, menyebar ke jaringan paru lain

dan jaringan sekitarnya.

Kuman tuberkulosis yang terlepas

Page 9: kedokteran kesehatan

2. Patofisiologi Tuberkulosis

a. Batuk Berdarah

Setiap proses yang terjadi pada paru akan mengakibatkan

hipervaskularisasi dari cabang-cabang arteri bronkialis yang berperanan

untuk memberikan nutrisi pada jaringan paru bila terjadi kegagalan arteri

pulmonalis dalam melaksanakan fungsinya untuk pertukaran gas.

Terdapatnya aneurisma Rasmussen pada kaverna tuberkulosis yang

merupakan asal dari perdarahan pada hemoptoe masih diragukan. Teori

terjadinya perdarahan akibat pecahnya aneurisma dari Ramussen ini telah

lama dianut, akan tetapi beberapa laporan autopsi membuktikan bahwa

terdapatnya hipervaskularisasi bronkus yang merupakan percabangan

dari arteri bronkialis lebih banyak merupakan asal dari perdarahan pada

hemoptoe (Rab, 2006).

Page 10: kedokteran kesehatan

b. Berkeringat malam hari

Malam meningkatkan BMR

(Pemecahan glikogen, glukagon)

Terutama saat tidur

Mempengaruhi : cirdacian cycle

Keluarnya mediator-mediator inflamasi seperti TNF α yang

berlabihan dikarenakan ada infeksi bakteri akan menyebabkan

hipotalamus meningkatkan set point suhu tubuh sesaat, terjadilah demam.

Untuk mempertahankan panas supaya tidak keluar terjadi vasokonstriksi

PD, tubuh menahan panas dengan cara menggigil untuk menghasilkan

panas tambahan. Gigil berhenti, set point suhu tubuh kembali normal,

kemudian terjadi vasodilatasi. Hilangnya panas ke lingkungan

dikeluarkan melalui keringat (Dinarello and Bunn, 1997).

c. Nyeri dada

Netrofil di pleura kallikrein

melakukan

kininogen kompleks Klinin

permeabilitas ↑ sistem merangsang reseptor kemotaksis

kapiler komplemen nyeri di pleura parietal

Ket : adalah energi yg dibutuhkan fungsi fisiologi normal saat istirahat

SUHU SUBFEBRIS

Apabila keadaan ini terus menrus selama infeksi maka mengakibatkan BB turun

Sekresi keringat (night sweet)

Page 11: kedokteran kesehatan

Mekanisme pembersihan tidak efektif

Penggunaan otot abdomen

Reaksi Radang

Inhalasi droplet

Bakteri ke alveolus

Sekret >>>

Reflek batuk

Nafsu makan ↓

kenyang

↑hormon leptin Mual, muntah

Reflek dagai

darah Dahak

N. Splanicus pleksus brachialis, N. Interkostalis

N. Interkostalis

d. Nafsu makan

NYERI DADA

Page 12: kedokteran kesehatan

e. Berat Badan Menurun

M. tubercusosis

Inhalasi droplet

Bakteri mencapai alveolus

Basil berdistribusi (bakterimia)

Merangsang IL-1

Zat endogenpirogen

Prostaglandin

Berdistribusi ke hipotalamus

Menggeser set point anterior dari titik normal

Respon menggigil

Peningkatan suhu tubuh

Inefektif termoregulator

Peningkatan metabolisme tubuh pada penderita TB

Pemecahan cadangan makanan

Kebutuhan sel meningkat, nutrisi kurang dari tubuh

Page 13: kedokteran kesehatan

f. Suhu subfebris

BASIL TB

Hematogen

fagosit

pelepasan pirogen endogen ( mediator kimia)

keluarkan prostaglandin

meningkatkan set point di hipothalamus

Suhu tubuh diregulasi oleh suatu inti dalam hipotalamus anterior

yang berfungsi sebagai termostat yang mengendalikan keseimbangan

antara produksi dan kehilangan panas. Demam berkembang bila

termostat digeser ke set yang lebih tinggi. Untuk tubuh mencapai suatu

suhu lebih tinggi kehilangan panas melalui kulit dikurangi dengan

vasokonstriksi, sehingga dalam waktu singkat, sewaktu suhu meningkat,

kulit secara paradoks menjadi dingin. Saat pergeseran ini, secara klinis

terlihat sebagai gemetar, yang artinya suhu lingkungan mendadak

diterjemahkan sebagai dingin. IL-1, IL-6 dan TNF adalah mediator-

mediator penting dari reaksi ini. Sitokin-sitokin ini dihasilkan oleh

leukosit dan jenis sel lain dalam respon terhadap organisme infeksi atau

reaksi-reaksi imunologis dan toksik, yang dilepaskan dalam sirkulasi. IL-

1 dan IL-6 mempunyai efek yang sama dalam menghasilkan reaksi fase

akut, keduanya menghasilkan demam melalui interaksi dengan reseptor-

SUHU SUBFEBRIS

BB turun

Page 14: kedokteran kesehatan

reseptor vaskuler dalam pusat termoregulator dari hipotalamus dengan

aksi langsung dari sitokin atau lebih cenderung melalui induksi produksi

prostaglandin lokal (PGE), informasi ini kemudian ditransmisi dari

hipotalamus anterior ke posterior ke pusat vasomotor, menyebabkan

stimulasi saraf simpatis, vasokonstriksi pembuluh-pembuluh kulit,

mengurangi perspirasi dan timbul panas demam. Pirogen endogen yang

diketahui mencakup TNF, IL-1 dan IL-6. Mereka dilepaskan oleh

monosit/makrofag dan sel-sel inang yang lain dalam respons terhadap

mikroba dan stimulasi pirogen lain. Aspirin melawan demam dangan

melalui inhibisi siklooksigenasi dalam hipotalamus. TNF juga

menstimulasi pusat hipotalamus secara langsung.

g. Suara ronkhi basah halus

Nekrotik

jaringan membentuk pengejuan akibat O2

rendah, pH turun dan nutrisi yang

berkurang.

imun tidak adekuat

tidak sukses mengontrol infeksi

liquefaksi dan dinding fibrous kehilangan struktur-struktur

fibrous lepas

Necrotic Semiliqiud + Mukus

Suara tambahan berupa Ronki Basah

Page 15: kedokteran kesehatan

Crackles (bunyi gemereletak) halus atau ronki basah halus,

disebabkan oleh terbukanya alveoli yang tertutup waktu ekspirasi

sebelumnya secara tiba-tiba, mungkin disebabkan tekanan antara jalan

nafas yang terbuka dengan yang menutup dengan cepat menjadi sama

sehingga jalan nafas perifer mendadak terbuka. Bunyi ini terjadi saat

inspirasi, yang dapat terjadi saat jalan nafas perifer mendadak terbuka

pada waktu daerah-daerah kolaps (atelektasis) terinflasi. Bising ini terjadi

pada kelainan paru restriktif dan atau menunjukkan berkurangnya

volume paru, seperti pada pneumonia, bronkitis, atau atelektasis. Bising

ini juga dapat terdengar pada bronkiolitis dan asma bronkiale. Ronki

basah halus yang terdengar pada daerah basal paru menunjukkan adanya

edema paru. Pada pneumonia lebih spesifik bila bunyi gemereletak ini

didapatkan pada akhir inspirasi (atau yang disebut krepitasi).

h. Suara amforik

Didapatkan bila terdapat kavitas besar yang letaknya perifer dan

berhubungan terbuka dengan bronkus, terdengar seperti tiupan dalam

botol kosong.

D. Klasifikasi TB Paru

Klasifikasi TB Paru berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis,

yaitu:

1. TB paru BTA positif

a. Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA

positif.

b. 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada

menunjukkan gambaran TB.

c. 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB

positif.

d. 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen

dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif

dan tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.

Page 16: kedokteran kesehatan

2. TB paru BTA negatif

Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif.

Kriteria diagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi:

a. Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negative

b. Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran TB.

c. Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.

d. Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan.

Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya, dibagi menjadi:

1. Baru

Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah

pernah minum kurang dari 1 bulan

2. Kambuh (Relaps)

Adalah pasien TB yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan TB

dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, didiagnosis

kembali dengan BTA positif (apusan atau kultur).

3. Pengobatan setelah putus berobat (Default)

Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih

dengan BTA positif.

1. Gagal (Failure)

Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau

kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama

pengobatan.

2. Pindahan (Transfer In)

Adalah pasien yang dipindahkan dari sarana pelayanan kesehatan yang

memiliki register TB lain untuk melanjutkan pengobatannya.

3. Lain-lain:

Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam

kelompok ini termasuk Kasus Kronik, yaitu pasien dengan hasil

pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai pengobatan ulangan.

4. TB paru BTA negatif dan TB ekstra paru, dapat juga mengalami

kambuh, gagal, default maupun menjadi kasus kronik. Meskipun sangat

Page 17: kedokteran kesehatan

jarang, harus dibuktikan secara patologik, bakteriologik (biakan),

radiologik, dan pertimbangan medis spesialistik. (Permenkes RI, 2009)

E. Penegakkan Diagnosis

1. Anamnesa

Pada saat anamnesis ditemukan keluhan-keluhan berupa:

a. Gejala Respiratorik

1) Batuk lebih dari 2 minggu

2) Batuk darah

3) Sesak nafas

4) Nyeri dada

b. Gejala Sistemik

1) Demam

2) Malaise

3) Keringat malam

4) Anoreksia

5) Berat badan menurun

2. Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik kelainan yang dijumpai tergantung dari organ

yang terlibat. Pada tuberculosis paru, kelainan tergantung luass kelainan

struktur paru. Pada awal perkembangan penyakit, umumnya sulit

menemukan kelainan. Kelainan paru pada umumnya terletak di daerah

lobus superior terutama daerah apeks dan segmen posterior (S1 dan S2),

serta daerah apeks lobus inferior (S6). Pada pemeriksaan jasmani juga

dapat ditemukan suara nafas bronkial, amforik, nafas lemah, ronki basah,

tanda-tanda kenaikan paru, diafragma dan mediastinum. Pada pleuritis

tuberkulosa, kelainan pemeriksaan fisik tergantung dari banyaknya cairan

di rongga pleura. Pada perkusi ditemukan pekak, pada auskultasi suara

nafas yang melemah sampai tidak terdengar pada sisi yang terdapat

cairan. Pada limfadenitis tuberkulosa, terlihat pembesaran kelenjar getah

bening, tersering daerah leher, terkadang di ketiak.

3. Pemeriksaan bakteriologik

Page 18: kedokteran kesehatan

Pemeriksaan bakeriologik merupakan salah satu hal yang penting dalam

penegakan diagnosis tuberculosis. Bahan untuk pemeriksaan ini dapat

menggunakan dahak, cairan pleura,dan bilasan bronkus. Cara

pengambilandahakdilakukan 3 kali (SPS) :

a. Sewaktu

b. Pagi

c. Sewaktu

4. Pemeriksaan Radiologis

Pemeriksaan yang standar adalah foto thorax PA. Pemeriksaan lain atas

indikasi antara lain foto lateral, CT-Scan.

Gambaran radiologic yang dicurigaisebagailesi TB aktif :

a. Bayangan berawan atau nodular di segmen apical dan posterior lobus

atas paru dan segmen superior lobus bawah.

b. Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak

berawan atau nodular.

c. Bayangan bercak millier.

d. Efusi pleura unilateral atau bilateral.

Gambaranradiologik yang dicurigaisebagailesi tuberculosis yang inaktif :

a. Fibrotik

b. Kalsifikasi

c. Penebalan pleura

5. Pemeriksaan Lain

a. Analisis cairan pleura

Interpretasi hasil analisis yang mendukung diagnosis tuberculosis

adalah uji Rivalta positif dan kesan cairan eksudat serta pada cairan

pleura terdapat sel limfosit dominan dan glukosa darah.

b. Pemeriksaan histopatologi jaringan

Bahan jaringan pada pemeriksaan ini diambil melalui biopsi.Biopsi

bisa dilakukan dengan jarum halus pada kelenjar getah bening,

melalui pleura dengan torakoskopi, biopsy jaringan paru dengan

bronkoskopi, dan transthorakal biopsi.

Page 19: kedokteran kesehatan

c. Uji tuberkulin

Uji tuberkulin yang positif menunjukan adanya infeksi tuberculosis.

Uji ini akan mempunyai makna bila didapatkan konversibula. Pada

malnutrisi dan infeksi HIV, uji tuberkulin dapat memberikan hasil

negatif (PDPI, 2002).

F. Penatalaksanaan

Prinsip pengobatan

1. Tahap Intensif

Diberikan tiap hari dengan pengawasan yang sangat ketat untuk

mencegah adanya kekebalan obat

2. Tahap lanjutan

Diberikan setiap 3x/minggu untuk membunuh kuman agar tidak

kambuh

Berdasarkan penggunaanya OAT dibedakan menjadi dua :

1. Obat primer : INH (isoniazid), Rifampisin, Etambutol, Streptomisin,

Pirazinamid. Memperlihatkan efektifitas yang tinggi dengan toksisitas

yang masih dapat ditolerir, sebagian besar penderita dapat disembuhkan

dengan obat-obat ini.

2. Obat sekunder : Exionamid, Paraaminosalisilat, Sikloserin, Amikasin,

Kapreomisin dan Kanamisin.

Dosis Obat :

Page 20: kedokteran kesehatan

Regimen OAT menurut WHO :

1. Kategori 1 : 2HRZE/4H3R3

Selama 2 bulan minum obat INH, rifampisin, pirazinamid, dan

etambutol setiap hari (tahap intensif), dan 4 bulan selanjutnya minum

obat INH dan rifampisin tiga kali dalam seminggu (tahap lanjutan).

Diberikan kepada:

a. Penderita baru TBC paru BTA positif.

b. Penderita TBC ekstra paru (TBC di luar paru-paru) berat.

2. Kategori 2 : HRZE/5H3R3E3

Diberikan kepada:

a. Penderita kambuh.

b. Penderita gagal terapi.

c. Penderita dengan pengobatan setelah lalai minum obat.

3. Kategori 3 : 2HRZ/4H3R3

Diberikan kepada penderita BTA (+) dan rontgen paru mendukung

aktif.

Pengobatan TBC pada anak :

Adapun dosis untuk pengobatan TBC jangka pendek selama 6 atau 9 bulan,

yaitu:

1. 2HR/7H2R2 : INH+Rifampisin setiap hari selama 2 bulan pertama,

kemudian INH +Rifampisin setiap hari atau 2 kali seminggu selama 7

bulan (ditambahkan Etambutol bila diduga ada resistensi terhadap

INH).

2. 2HRZ/4H2R2 : INH+Rifampisin+Pirazinamid: setiap hari selama 2

bulan pertama, kemudian INH+Rifampisin setiap hari atau 2 kali

seminggu selama 4 bulan (ditambahkan Etambutol bila diduga ada

resistensi terhadap INH). Pengobatan TBC pada anak-anak jika INH

dan rifampisin diberikan bersamaan, dosis maksimal perhari INH 10

mg/kgbb dan rifampisin 15 mg/kgbb.

3. Dosis anak INH dan rifampisin yang diberikan untuk kasus:

a. TB tidak berat

Page 21: kedokteran kesehatan

INH : 5 mg/kgbb/hari, Rifampisin : 10 mg/kgbb/hari

b. TB berat (milier dan meningitis TBC)

INH : 10 mg/kgbb/hari, Rifampisin : 15 mg/kgbb/hari, prednison :

1-2 mg/kgbb/hari (maks. 60 mg).

Pengobatan TB pada HIV :

Tatalaksanan pengobatan TB pada pasien dengan infeksi HIV/AIDS adalah

sama seperti pasien TB lainnya. Obat TB pada pasien HIV/AIDS sama

efektifnya dengan pasien TB yang tidak disertai HIV/AIDS. Prinsip

pengobatan pasien TB-HIV adalah dengan mendahulukan pengobatan TB.

Pengobatan ARV(antiretroviral) dimulai berdasarkan stadium klinis HIV

sesuai dengan standar WHO. Penggunaan suntikan Streptomisin harus

memperhatikan Prinsip prinsip Universal Precaution (Kewaspadaan

Keamanan Universal) Pengobatan pasien TB-HIV sebaiknya diberikan

secara terintegrasi dalam satu sarana pelayanan kesehatan untuk menjaga

kepatuhan pengobatan secara teratur. Pasien TB yang berisiko tinggi

terhadap infeksi HIV perlu dirujuk ke pelayanan VCT (Voluntary

Counceling and Testing = Konsul sukarela dengan test HIV).

Page 22: kedokteran kesehatan
Page 23: kedokteran kesehatan
Page 24: kedokteran kesehatan

G. Komplikasi :

1. Hemoptisis

2. Pneumotoraks

3. Bronkiektasis

4. Fibrosis

5. Pleuritis

6. Efusi pleura

7. TB ekstra paru

H. Prognosis

1. Advitam : ad bonam

Prognosis ad bonam pada keadaan kondisi yang tidak berat dan bukan

pada kondisi yang menyebabkan kematian. Prognosis akan menjadi

admalam apabila pada pemeriksaan lebih lanjut, pasien didapatkan

terdiagnosis HIV.

2. Adsanationam : dubia admalam

Kemungkinan terjadinya infeksi TB berulang cukup tinggi. Bisa

disebabkan pengobatan yang tidak tuntas dan bisa membuat kuman TB

menjadi resisten.

3. Adfungsionam : dubia ad malam

Penyakit TB paru biasanya meninggalkan kalsifikasi dan jaringan

fibrosis pada jaringan parenkim paru yang telah terinfeksi. Jaringan

yang sudah terkalsifikasi dan berubah menjadi jaringan fibrosis bersifat

irreversbible sehingga tidak akan sepenuhnya kembali berfungsi normal

(Hasan, 2010).

Resiko kematian HIV 2 kali lebih tinggi dibandingkan dengan TB tanpa

HIV dan tergantung nilai CD4. Prognosis tergantung derajat imunosupresi.

Page 25: kedokteran kesehatan

BAB III

KESIMPULAN

1. Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang

disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis (MTB).

2. Mycobacterium tuberculosis berbentuk batang aerobik dan tahan asam,

merupakan organisme patogen maupun saprofit. Jalan masuk untuk

organisme MTB adalah saluran pernafasan, saluran pencernaan, dan luka

terbuka pada kulit. Sebagian besar infeksi TB menyebar lewat udara,

melalui terhirupnya nukleus droplet yang berisikan organisme basil

tuberkel dari seseorang yang terinfeksi.

3. Pada pasien dengan HIV/AIDS, sistem imunnya tersupresi karena virus.

Resiko kematian HIV 2 kali lebih tinggi dibandingkan dengan TB tanpa

HIV dan tergantung nilai CD4. Prognosis tergantung derajat

imunosupresi.

Page 26: kedokteran kesehatan

DAFTAR PUSTAKA

Alsagaff, Hood. 2009. Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya : Airlangga

University Press. pp. 301-5

Amin, Z., Bahar, A. 2009. Tuberkulosis Paru: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.

Jakarta: Interna Publishing

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2005. Pedoman Nasional

Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta : Depkes RI

Djoerban, Z., Djauzi, S. 2009. HIV/AIDS di Indonesia: Buku Ajar Ilmu Penyakit

Dalam. Jakarta: Interna Publishing

Djojodibroto, R. D. 2009. Respirologi (Respiratory Medicine). Jakarta: EGC

Hasan, Helmia. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya: Airlangga

University.

Iseman MD. 2006. Mycobacterial Diseases of the Lungs, In : Hanley ME, Welsh

CH, editors. Current Diagnosis & Treatment in Pulmonary Medicine,

International edition. Denver: The McGraw-Hill Companies. 301-369

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Tuberkulosis: Pedoman Diagnosis dan

Penatalaksanaan di Indonesia. Available

at :http://www.klikpdpi.com/konsensus/tb/tb.pdf

Price. A,Wilson. L. 2004. M. Tuberkulosis Paru. Dalam: Patofisiologi

Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, bab 4, Edisi VI. Jakarta: EGC

Pusat Data dan Informasi Departemen Kesehatan RI. 2006. Situasi HIV/AIDS di

Indonesia Tahun 1987-2006. Jakarta: Departemen Kesehatan RI

Wibisono, J., Winariani., Hariadi, S. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru.

Surabaya: Departemen Ilmu Penyakit Paru FK UNAIR-RSUD Dr.

Soetomo.

World Health Organisation. 2009. Global Tuberculosis Control – Epidemiology,

Strategy, Financing. Geneva : WHO

.