Hukum Kesehatan Dan Hukum Kedokteran
-
Upload
oktania-putri-kusnawan -
Category
Documents
-
view
33 -
download
2
Transcript of Hukum Kesehatan Dan Hukum Kedokteran
HUKUM KESEHATAN DAN HUKUM KEDOKTERAN
Hukum adalah peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh suatu
kekuasaan, dalam mengatur pergaulan hidup dalam masyarakat.
Hukum Kesehatan adalah :
Hukum yang berhubungan langsung dengan pemeliharaan kesehatan;
meliputi perangkat hukum perdata, pidana dan tata usaha negara (Van der
Mijn)
Hukum yang secara khusus berisikan perangkat, kaidah maupun keteraturan
sikap tindak yang berkaitan dengan kesehatan (Soerjono Soekanto)
Menurut Perhimpunan Hukum Kesehatan Indonesia (PERHUKI), adalah
semua ketentuan hukum yang berhubungan langsung dengan
pemeliharaan/pelayanan kesehatan dan penerapannya. Hal ini menyangkut
hak dan kewajiban baik dari perorangan dan segenap lapisan masyarakat
sebagai penerima pelayanan kesehatan maupun dari pihak penyelenggara
pelayanan kesehatan dalam segala aspeknya, organisasi, sarana, pedoman
standar pelayanan medik, ilmu pengetahuan kesehatan dan hukum
Hukum kesehatan merupakan seperangkat kaidah yang mengatur seluruh
aspek yang berkaitan denagn upaya dan pemeliharaan di bidang kesehatan.
Bedanya dengan hukum Kedokteran hanya ruang lingkupnya
Ruang lingkup Hukum Kesehatan; semua aspek yang berkaitan dengan
kesehatan (kesehatan badaniah, rohaniah dan sosial)
Hukum Kedokteran adalah :
Ruang lingkup; hanya pada masalah-masalah yang berkaitan dengan profesi
kedokteran
Karena masalah kedokteran juga dalam ruang lingkup kesehatan maka
hukum kedokteran merupakan bagian dari hukum kesehatan
Ruang lingkup dan kedudukan Hukum kesehatan
1. Disiplin ilmu hukum
2. Disiplin ilmu kesehatan
Ruang lingkup :
1. Hukum kesehatan individu : Hukum kedokteran, Hukum keperawatan,
Hukum kefarmasian, Hukum kebidanan.
2. Hukum kesehatan masyarakat : Hukum keamanan pangan, Hukum
Epidemi, Hukum Reproduksi, Hukum Kesling.
1. Undang-Undang Praktik Kedokteran
Memahami kesehatan dan peran Konsil Kedokteran Indonesia (KKI)
dan registrasi
Berbagai upaya hukum yang dilakukan dalam memberikan perlindungan
menyeluruh kepada masyarakat sebagai penerima pelayanan, dokter dan dokter
gigi sebagai pemberi pelayanan telah banyak dilakukan, akan tetapi kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran yang berkembang sangat cepat tidak
seimbang dengan perkembangan hukum.
Perangkat hukum yang mengatur penyelenggaraan praktik kedokteran dan
kedokteran gigi dirasakan belum memadai selama ini masih didominasi oleh
kebutuhan formal dan kepentingan pemerintah, sedangkan porsi profesi masih
kurang.
Oleh karena itu untuk menjembatani kepentingan kedua belah pihak serta
untuk melakukan penelitian terhadap kemampuan objektif seorang dokter dan
dokter gigi dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, diperlukan
pembentukan Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) yang terdiri atas Konsil
Kedokteran dan Konsil Kedokteran Gigi.
Dalam menjalankan fungsinya Konsil Kedokteran Indonesia bertugas
melakukan registrasi terhadap semua dokter dan dokter gigi yang akan
menjalankan praktik kedokteran, mengesahkan standar pendidikan profesi dokter
dan dokter gigi, dan melakukan pembinaan bersama lembaga terkait lainnya
terhadap penyelenggaraan praktik kedokteran.
Dalam rangka memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum,
untuk meningkatkan, mengarahkan dan member landasan hukum serta menata
kembali berbagai perankat hukum yang mengatur penyelengaraan praktek
kedokteran agar dapat berjalan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi maka perlu diatur praktik kedokteran dalam saru undang-undang.
Untuk itu perlu dibentuk undang-undang tentang praktik kedokteran.
Dalam UU ini diatur:
1. Asas dan tujuan penyelenggaraan praktek kedokteran yang menjadi
landasan yang didasarkan pada nilai ilmiah serta manfaat, keadilan,
kemanusiaan, keseimbangan serta perlindungan dan keselamatan pasien.
2. Pembentukan konsil kedokteran Indonesia
3. Registrasi dokter dan dokter gigi
4. penyusunan, pemetapan dan pengesahan standar pendidikan profesi dokter
dan doktergigi
5. Penyelenggaraan praktek kedokteran Indonesia.
6. Pembentukan majelis kehormatan disiplin kedokteran Indonesia
7. Pembinaan dan pengawasan praktek kedokteran.
8. Pengaturan ketentuan pidana.
HAM dalam UU Kesehatan
Pengakuan pada pasien untuk menentukan nasibnya sendiri (the rights of
self determination) yang diwujudkan dalam bentuk informed consent
Pasien berhak menentukan apakah ia akan menerima atau menolak
tindakan medik
Imunisasi tidak disebut apakah wajib atau sukarela
Hakekat dan Fungsi Hukum Kesehatan
Hakekat Hukum Kesehatan
• Adalah penerapan Hukm Perdata, Hukum Pidana dan Hukum
Administrasi Negara.
Fungsi Hukum Kesehatan
o Ketertiban masyarakat
o Selesaikan sengketa di masyarakat
o Social engineering
Sumber Hukum Kesehatan
A. PerUU, adalah peraturan tertulis yg dikeluarkan oleh lembaga yang
berwenang
B. Yurisprudensi yaitu berupa putusan pengadilan yang sudah mempunyai
kekuatan hak yang tetap
C. Konvensi/Kebiasaan sbg peraturan perilaku yang tidak tertulis
D. Doktrin/ajaran ilmu pengetahuan yg berupa teori, konsep, norma yang
dapat ditemukan dalam kepustakaan
Perundang-undangan di bidang kesehatan
1. UU No.23/92 tentang Kesehatan yang saat ini sedang direvisi
2. UU No. 29/2004 tentang Praktik Kedokteran (catatan: Putusan MK No.
4/PUU- V/2007 ttg Pengujian UUPK thd UUD’45)
3. Berbagai Peraturan Pelaksana Bidang Kesehatan
Peraturan Pelaksanaan PerUU Kesehatan
1. Permenkes 1419/2005 ttg Praktik Dr yg diubah dg No. 512/2007.
2. Kepmenkes 1239/2001 ttg Registrasi Praktik Perawat
3. KepMenKes No. 900/VII/2002 ( 11 BAB,47 pasal ) : Registrasi dan
praktik Bidan
4. Permenkes 269/08 ttg Rekam Medik.
5. Permenkes 290/08 ttg Informed Consent
6. Permenkes 159b/III/1998 ttg Rumah Sakit
7. KepMenKes No. 496/IV/2005 ttg Pedoman Audit Medik RS
2. Informed consent
Dalam aspek hukum kesehatan, hubungan dokter dengan pasien terjalin
dalam ikatan transaksi atau kontrak terapeutik. Masing-masing pihak yaitu yang
memberi pelayanan (medical providers) dan yang menerima pelayanan ( medical
receivers) mempunyai hak dan kewajiban yang harus dihormati. Dalam ikatan
demikianlah masalah persetujuan tindakan medik (informed consent) ini timbul.
2.1 Pengertian inform consent
Informed artinya telah diberitahukan telah disampaikan atau telah
diinformasikan. Consent artinya persetujuan yang diberikan kepada seseorang
untuk berbuat sesuatu. Maka informed consent adalah persetujuan yang diberikan
pasien kepada dokter setelah diberi penjelasan.
Yang dimaksud informed atau memberi penjelasan disini adalah semua
keadaaan yang berhubungan dengan penyakit pasien dan tindakan medik apa yang
akan dilakukan dokter serta hal-hal lain yang perlu dijelaskan dokter atas
pertanyaaan pasien atau keluarga.
Dalam Permenkes no.589 tahun 1989 dijelasakan bahwa yang dimaksud
dengan informed concent adalah persetujuam yang diberikan pasien atau keluarga
atas dasar penjelasan mengenai tindakan medic yang akan dilakukan terhadap
pasien tersebut. Dalam pengertian demikian, informed concent bisa dilihat dari
dua sudut yaitu dari pengertian umum dan khusus.
2.1.1 Pengertian Umum
Informed concent adalah persetujuan yang diperoleh dokter sebelum
melakukan pemeriksaan, pengobatan dan tindakan medik apapun yang akan
dilakukan.
2.1.2 Pengertian Khusus
Informed concent merupakan persetujuan atau izin tertulis dari pasien atau
keluarga pada tindakan operatif atau tindakan invasif lain yang beresiko.
2.2 Bentuk informed concent :
o Tersirat atau dianggap telah diberikan (implied consent)
Keadaan normal
Keadaan darurat
o Dinyatakan (expressed consent)
Lisan
Tulisan
Implied consent adalah persetujuan yang diberikan pasien secara tersirat,
tanpa pernyataan tegas. Isyarat persetujuan ini ditangkap dari sikap dan tindakan
pasien. Umumnya tindakan dokter disini adalah yang biasa dilakukan atau yang
sudah diketahui umum. Misalnya pengambilan darah untuk pemeriksaan
laboratorium, melakukan suntikan pada pasien, melakukan penjahitan luka.
Presumed consent artinya bila pasien dalam keadaan sadar, dianggap akan
menyetujui tindakan yang akan dilakukan oleh dokter.
Expressed consent adalah persetujuan yang dinyatakan secara lisan atau
tulisan, bila yang akan dilakukan lebih dari prosedur pemeriksaan dan tindakan
yang biasa. Dalam keadaan demikian sebaiknya kepada pasien disampaikan
terlebih dahulu tindakan apa yang akan dilakukan supaya tidak sampai terjadi
salah pengertian. Misalnya pemeriksaan dalam rectal tauche vagina, mencabut
kuku dan tindakan lain yang melebihi prosedur dan pemeriksaan umum.
Namun bila tindakan yang akan dilakukan mengandung resiko seperti
tindakan pembedahan atau prosedur pemeriksaan dan pengobatan yang invasif
sebaiknya didapatkan informed concent secara tertulis.
2.3 Komunikasi, Informasi dan Persetujuan
Hubungan antara dokter-pasien dlm pelayanan kesehatan, adalah
hubungan antar manusia yg terjadi karena adanya komunikasi (communicare).
Dlm komunikasi ada pesan & tujuan bersama, sehingga ada saling pengertian
antara para pihak dlm suatu kegiatan. Komunikasi dokter-Pasien dlm pelayanan
kesehatan dijalin agar pasien mendapat info tentang penyakit yg dideritanya &
serta alternatif bentuk terapi yg ditawarkan dokter padanya. Jika pasien setuju
maka pasien akan berikan persetujuan atas tawaran dokter tersebut, inilah yg
disebut Informed Consent.
2.3.1 Kriteria Komunikasi :
1. Kecakapan dokter
2. Sikap dokter
3. Pengetahuan Dokter sebagai komunikator
4. Sistem sosial budaya
2.3.2 Hubungan Komunikasi dan Informasi
Bahwa tidak semua komunikasi ditujukan untuk memberi informasi &
membentuk pengertian, bahkan komunikasi kadang dipakai untuk
mempengaruhi orang lain
Komunikasi dr-pasien hrs didsrkan pd sikap saling percaya
Kepercayaan masing-masing pihak akan membentuk komunikasi yg saling
menguntungkan untuk menentukan tindakan lebih lanjut, yaitu saling
berikan informasi.
2.4 Ruang lingkup informed consent
Bagian yang terpenting dalam pembicaraan mengenai informed consent
mengenai informasi atau penjelasan yang perlu disampaikan kepada pasien atau
keluarga. Masalahnya adalah, informasi mengenai apa (what), yang perlu
disampaikan, kapan disampaikan (when), siapa yang harus menyampaikan (who),
dan informasi yang mana (which) yang perlu disampaikan.
Dalam Permenkes No 585 tahun 1989 tentang informed concent
dinyatakan bahwa dokter harus menyampaikan informasi atau penjelasan kepada
pasien atau keluarga diminta atau tidak diminta, jadi informasi harus
disampaikan. Mengenai apa (what) yang harus disampaikan, tentulah segala
sesuatu yang berkaitan dengan penyakit pasien. Ini mencakup bentuk, tujuan,
resiko, manfaat dari terapi yang akan dilaksanakan dan alternatif terapi.
Penyampaian informasi haruslah secara lisan. Penyampaian formulir untuk
ditandatangani pasien atau keluraga tanpa penjelasan dan pembahasan secara lisan
dengan pasien atau keluarga tidak memenuhi persyaratan.
Mengenai kapan (when) disampaikan, tergantung pada pada waktu yang
tersedia setelah dokter memutuskan atau melakukan tindakan invasive dimaksud.
Pasien atau keluarga pasien harus diberi waktu yang cukup untuk menentukan
keputusannya. Yang menyampaikan (who) informasi, tergantung dari jenis
tindakan yang akan dilakukan. Dalam Permenkes dijelaskan dalam tindakan
bedah dan tindakan invasif lainnya harus diberikan oleh dokter yang akan
melakukan tindakan. Penyampaian informasi ini memerlukan kebijaksanaan dari
dokter yang akan melakukan tindakan tersebut atau petugas yang ditunjuk untuk
itu dan disesuaikan dengan tingkat pendidikan dan kondisi pasien. Mengenai
informasi yang mana (which) yang harus disampaikan dalam Permenkes
dijelaskan haruslah selengkap-lengkapnya, kecuali dokter menilai informasi
tersebut dapat merugikan kepentingan kesehatan pasien atau pasien menolak
diberiakn informasi.
2.5 Persetujuan
Inti dari persetujuan adalah persetujuan haruslah didapat sesudah pasien
mendapat informasi yang adekuat. Yang harus diperhatikan adalah bahwa yang
berhak memberikan persetujuan adalah pasien yang sudah dewasa (diatas 21
tahun atau sudah menikah) dan dalam keadaan sehat mental.
Dalam banyak informed concent yang ada selama ini, penandatanganan
persetujuan ini lebih sering dilakukan oleh keluarga pasien. Hal ini mungkin
berkaitan dengan kesangsian terhadap kesiapan mental pasien, sehingga beban
demikian diambil alih oleh keluarga pasien.
Untuk pasien dibawah umur 21 tahun dan pasien penderita gangguan jiwa
yang menandatangani adalah orangtua/wali/keluarga terdekat. Untuk pasien dalam
keadaan tidak sadar, atau pingsan serta tidak didampingi oleh keluarga terdekat
dan secara medik berada dalam keadaan gawat darurat yang memerlukan tindakan
medik segera, maka tindak diperlukan persetujuan dari siapapun (pasal 11 bab IV
PERMENKES no 585).
Terdapat 5 syarat yang harus dipenuhi untuk sahnya informed concent
yaitu :
1. Diberikan secara bebas
2. Diberikan oleh orang yang sanggup membuat perjanjian
3. Telah dijelaskan bentuk tindakan yang akan dilakukan sehingga pasien
dapat memahami tindakan itu perlu dilakukan.
4. Mengenai sesuatu hal yang khas
5. Tindakan itu juga dilakukan pada situasi yang sama
2.6 Penolakan
Tidak selamanya pasien atau keluarga setuju dengan tindakan medik yang
akan dilakukan dokter. Dalam situasi demikian, kalangan dokter maupun kalangan
kesehatan lainnya harus memahami bahwa pasien atau keluaraga mempunyai hak
untuk menolak usul tindakan yang akan dilakukan. Ini disebut sebagai informed
refusal.
Bila dokter gagal dalam meyakinkan pasien pada alternatif tindakan yang
diperlukan, maka untuk keamanan dikemudian hari, sebaiknya dokter atau rumah
sakit meminta pasien atau keluarga menandatangani surat penolakan terhadap
anjuran tindakan medik yang diperlukan.
2.7 Kedudukan Hukum Informed consent
- Informed Concent merupakan “ surat pernyatan” bahwa pasien telah
diberitahu hal-ihwal penyakit & pengobatan yang akan diberikan, kerugian
& keuntungan serta alternatifnya termasuk penjelasan tentang biaya.
- Jadi sifatnya perbuatan sepihak (meski didahului proses komunikasi 2
pihak) maka ada yang mendefinisikan sebagai “ijin” atau permisi.
- Perlu Komunikasi – Informasi, dalam hal menghasilkan persetujuan /
kesepakatan.
- Dalam Hubungan Hukum ada perbuatan masing-masing pihak & ada
perbuatan dua belah pihak.
- Atas dasar hal tersebut maka perlu Informed Consent dalam pelayanan
kesehatan.
2.8 Hakikat informed consent
1. Merupakan sarana legimitasi bagi dokter untuk melakukan intervensi
medik yang mengandung resiko serta akibat yang tidak menyenangkan
2. Merupakan pernyataan sepihak; maka yang menyatakan secara tertulis
(written consent) hanya yg bersangkutan saja yg seharusnya
menandatangani.
3. Merupakan dokumen walau tidak pakai materai tetap syah, untuk
peradilan (hakim) harus “pemateraian kemudian (nazejelling)” di kantor
pos setempat.
2.9 Fungsi informed consent
- Sebagai bentuk penghormatan terhadap harkat & martabat pasien selaku
manusia
- Promo terhadap hak untuk menentukan nasib sendiri
- Untuk mendorong dokter/dokter gigi melakukan kehati-hatian dalam
mengobati pasien
- Menghindari penipuan & misleading dari dokter
- Mendorong diambilnya keputusan yg lebih rasional
- Mendorong keterlibatan publik dalam masalah pelayanan kesehatan
(Pengawas)
- Sebagai suatu proses edukasi masyarakat dalam bidang pelayanan
kesehatan
2.10 Manfaat Informed consent
Bagi Pasien :
1. Mendapatkan pelayanan kesehatan yg lebih adekuat
2. Perlindungan hukum preventif
3. Implementasi hak atas diri sendiri
4. Pasien dapat memilih dan memutuskan dengan benar apa yang akan
dilakukan terhadap dirinya
Bagi dokter :
1. Sebagai legalitas untuk dapat melakukan tindakan medik
2. Sebagai perlindungan Hukum preventif
3. Untuk dapat bertindak lebih hati-hati
Bagi sarana pelayanan kesehatan :
1. Sebagai bagian dari dokumen rekam medis
2. Sebagai bukti administratif & bukti yuridis
3. Sarana yang terkait dengan akreditasi (bagi RS)
3. Malpraktek medik dan pencegahan
3.1 Pengertian Malpraktek
Malpraktek medik adalah kelalaian seorang dokter untuk mempergunakan
tingkat keterampilan dan ilmu pengetahuan yg lazim di pergunakan dalam
mengobati pasien atau orang yang terluka menurut ukuran dilingkungan yang
sama.
Yang dimaksud dengan kelalaian disini adalah sikap kurang hati-hati,
yaitu tidak melakukan apa yang seseorang dengan sikap hati-hati melakukannya
dengan wajar, atau sebaliknya melakukan apa yang seseorang dengan sikap hati-
hati tidak akan melakukannya dalam situasi tersebut.
Kelalaian bukanlah suatu pelanggaran hukum atau kejahatan, jika
kelalaian itu tidak sampai membawa kerugian atau cedera kepada orang lain dan
orang itu dapat menerimanya. Ini berdasarkan prinsip hukum “De minimis
noncurat lex” yang berarti hukum tidak mencampuri hal-hal yang dianggap
sepele. Tetapi jika kelalaian itu mengakibatkan kerugian materi, mencelakakan
bahkan merenggut nyawa orang lain maka diklasifikasikan sebagai kelalaian berat
(culpalata).
Tolak ukur culpalata adalah:
1. Bertentangan dengan hukum
2. Akibatnya dapat dibayangkan
3. Akibatnya dapat dihindarkan
4. Perbuatan dapat dipersalahkan
Jadi malpraktek medik merupakan kelalaian yang berat dan pelayanan
kedokteran dibawah standar.
Dokter dikatakan melakukan malpraktek jika:
1. Dokter kurang menguasai iptek kedokteran yang sudah berlaku umum
dikalangan profesi kedokteran
2. Memberikan pelayanan kedokteran dibawah standar profesi (tidak legeartis)
3. Melakukan kelalaian yang berat atau memberikan pelayanan dengan tidak
hati-hati
4. Melakukan tindakan medik yang bertentangan dengan hukum.
Jika dokter hanya melakukan tindakan yang bertentangan dengan etik
kedokteran, maka ia hanya telah melakukan malpraktek etik. Untuk dapat
menuntut penggantian kerugian karena kelalaian, maka penggugat harus dapat
membuktikan adanya 4 unsur berikut:
1. Adanya suatu kewajiban bagi dokter terhadap pasien
2. Dokter telah melanggar standar pelayanan medik yang lazim dipergunakan
3. Penggugat telah menderita kerugian yang dapat dimintakan ganti ruginya
4. Secara faktual kerugian itu disebabkan oleh tindakan dibawah standar
Contoh kasus:
Seorang dokter umum melakukan pembedahan benjolan pada leher
seorang wanita yang kemudian timbul komplikasi perdarahan. Dokter
menghentikan tindakannya sedangkan benjolan tersebut belum diangkat
seluruhnya. Padahal dikota tempat dokter ini bekerja ada dokter spesialis bedah.
Dalam kasus ini dokter umum tersebut melanggar KODEKI Bab I pasal 2 dan 11,
KUHP pasal 360.
KODEKI Bab I pasal 2:
Seorang dokter harus senantiasa melakukan profesinya menurut ukuran
tertinggi.
KODEKI Bab I pasal 11
Dalam hal tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan
maka ia wajib merujuk penderita kepada dokter lain yang mempunyai keahlian
dalam penyakit tersebut.
KUHP pasal 360
Barang siapa karena kesalahannya menyebabkan orang lain mendapat luka
berat atau luka sedemikian, sehingga berakibat penyakit atau halangan sementara
untuk menjalankan jabatan atau pekerjaannya, dihukum dengan hukuman penjara
selama-lamanya 5 tahun.
3.2 Penanganan Malpraktek
Dalam etik sebenarnya tidak ada batas-batas yang jelas antara boleh atau
tidak, oleh karena itu kadang kala sulit memberikan sanksi-sanksinya.
Di negara-negara maju terdapat suatu Dewan Medis (Medical Council)
yang bertugas melakukan pembinaan etik profesi dan menanggulangi
pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan terhadap etik kedokteran. Di negara kita
IDI telah mempunyai Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK), baik di
tingkat pusat maupun di tingkat cabang. Karena fungsi MKEK ini belum
memuaskan, maka pada tahun 1982 Departemen Kesehatan membentuk Panitia
Pertimbangan dan Pembinaan Etik Kedokteran (P3EK) yang terdapat di pusat dan
di tingkat provinsi.
Tugas P3EK ialah menangani kasus-kasus malpraktek etik yang tidak
dapat ditanggulangi oleh MKEK, dan memberi pertimbangan serta usul-usul
kepada pejabat yang berwenang.
3.3 Upaya Pencegahan Malpraktek
1. Dokter harus menyadari akan hak setiap pasien, ia berhak untuk mengetahui
penyakit apa yang dideritanya, prosedur diagnostik apa yang perlu dilakukan,
metode mana yang akan dipakai untuk pengobatan penyakitnya serta
bagaiman prognosanya.
2. Di dalam melakukan pemeriksaan terhadap pasien, haruslah sesuai dengan
standar yang telah disepakati oleh organisasi profesi dan fakultas dimana ia
dididik menjadi dokter; mulai dari anmnesa yang baik, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan laboratorium, terapi yang diberikan dan jangan lupa REKAM
MEDIS ( MEDICAL RECORD)
3. Dalam setiap akan melakukan tindakan yang mengandung resiko, misalnya
operasi atau prosedur diagnostik perlu dibuat suatu formulir persetujuan atas
tindakan tersebut serta resiko yang dapat terjadi.
4. Jika terjadi peristiwa, segera menghubungi organisasi profesi (IDI), oleh
karena di dalam organisasi tersebut terdapat badan yang khusus menangani
masalah yang berkaitan atau yang diduga malpraktek. Adapun badan tersebut
adalah MKEK( Majelis Kehormatan Etika Kedokteran) dan BPA (Badan
Pembelaan Anggota).
Pasal-pasal dalam KUHP yang berkaitan dengan penyimpangan dalam praktek
kedokteran :
1. Dalam Bab XIV : Kejahatan terhadap kesusilaan,
Pasal 229 KUHP, dapat merupakan penyulit bagi dokter yang menjalankan
program keluarga berencana.
2. Dalam Bab XV : Meninggalkan orang yang perlu ditolong,
Pasal 304 KUHP, dapat merupakan penyulit bagi dokter atau rumah sakit,
yang menolak pasien.
3. Dalam bab XIX : Kejahatan terhadap nyawa,
Pasal 344 KUHP, dapat dikaitkan dengan masalah euthanasia
Pasa 349 KUHP, memuat ancaman hukuman bagi dokteryang melakukan
pengguguran kandungan
4. Dalam bab xxi : menyebabkan mati atau luka-luka karena kealpaan,
Pasal 361 KUHP, memuat ancaman hukuman bagi dokter yang melakukan
kejahatan sesuai dengan pasal 359 KUHP dan pasal 360 KUHP
(menyebabkan mati atau luka-luka).
DAFTAR PUSTAKA
1.