Hukum Kedokteran

23
Etika, Disiplin, dan Hukum Kedokteran Aspek Medis Dalam dunia kedokteran, dikenal istilah abortus, yaitu menggugurkan kandungan, yang berarti pengeluaran hasil konsepsi (pertemuan sel telur dan sel sperma) sebelum janin dapat hidup di luar kandungan. World Health Organization (WHO) memberikan definisi bahwa aborsi adalah terhentinya kehidupan buah kehamilan di bawah 28 minggu atau berat janin kurang dari 1000 gram. Secara garis besar, Aborsi dapat kita bagi menjadi: 1. Abortus spontan adalah keadaan di mana gugurnya kandungan seorang wanita yang dapat disebabkan karena adanya kelainan dari mudigah atau fetus maupun adanya penyakit pada ibu. Diperkirakan antara 10-20% dari kehamilan akan berakhir dengan abortus secara spontan, dan secara yuridis tidak membawa implikasi apa-apa. Aborsi Spontan ini masih terdiri dari berbagai macam tahap yakni: a) Abortus Imminens. Abortus tingkat permulaan, terjadi perdarahan per vaginam, sedangkan jalan lahir masih tertutup dan hasil konsepsi masih baik di dalam rahim. Abortus imminens terjadinya pada kehamilan sebelum 20 minggu, dimana hasil konsepsi masih dalam uterus, dan tanpa adanya dilatasi serviks. b) Abortus Inkomplitus. Secara sederhana bisa disebut Aborsi tak lengkap, artinya sudah terjadi pengeluaran hasil konsepsi tetapi tidak komplit.

description

Etika, hukum kedokteran

Transcript of Hukum Kedokteran

Page 1: Hukum Kedokteran

Etika, Disiplin, dan Hukum Kedokteran

Aspek Medis

Dalam dunia kedokteran, dikenal istilah abortus, yaitu menggugurkan kandungan,

yang berarti pengeluaran hasil konsepsi (pertemuan sel telur dan sel sperma) sebelum janin

dapat hidup di luar kandungan. World Health Organization (WHO) memberikan definisi

bahwa aborsi adalah terhentinya kehidupan buah kehamilan di bawah 28 minggu atau berat

janin kurang dari 1000 gram.

Secara garis besar, Aborsi dapat kita bagi menjadi:

1. Abortus spontan adalah keadaan di mana gugurnya kandungan seorang wanita yang

dapat disebabkan karena adanya kelainan dari mudigah atau fetus maupun adanya

penyakit pada ibu. Diperkirakan antara 10-20% dari kehamilan akan berakhir dengan

abortus secara spontan, dan secara yuridis tidak membawa implikasi apa-apa. Aborsi

Spontan ini masih terdiri dari berbagai macam tahap yakni:

a) Abortus Imminens. Abortus tingkat permulaan, terjadi perdarahan per vaginam,

sedangkan jalan lahir masih tertutup dan hasil konsepsi masih baik di dalam

rahim. Abortus imminens terjadinya pada kehamilan sebelum 20 minggu, dimana

hasil konsepsi masih dalam uterus, dan tanpa adanya dilatasi serviks.

b) Abortus Inkomplitus. Secara sederhana bisa disebut Aborsi tak lengkap, artinya

sudah terjadi pengeluaran hasil konsepsi tetapi tidak komplit.

c) Abortus Komplitus. Disebut juga Aborsi lengkap, yakni pengeluaran seluruh hasil

konsepsi dari rahim pada kehamilan kurang dari 20 minggu.

d) Abortus Insipiens. Abortus yang sedang mengancam yang ditandai dengan serviks

yang telah mendatar, sedangkan hasil konsepsi masih berada lengkap di dalam

rahim.

e) Missed Abortion. Abortus yang ditandai dengan embrio atau fetus telah

meninggal dalam kandungan sebelum kehamilan 20 minggu dan hasil konsepsi

seluruhnya masih dalam kandungan.

f) Abortus Habitualis. Abortus yang terjadi sebanyak tiga kali berturut turut atau

lebih.

2. Aborsi Provokatus (sengaja) masih terbagi dua bagian kategori besar yakni :

a) Abortus provocatus medicinalis atau abortus theurapeticus

Yaitu penghentian kehamilan dengan tujuan agar kesehatan si-ibu baik agar

nyawanya dapat diselamatkan. Abortus yang dilakukan atas dasar pengobatan

Page 2: Hukum Kedokteran

(indikasi medis), biasanya baru dikerjakan bila kehamilan mengganggu kesehatan

atau membahayakan nyawa si ibu, misalnya bila si ibu menderita kanker atau

penyakit lain yang akan mendatangkan bahaya maut bila kehamilan tidak dihentikan.

Dengan adanya kemajuan di dalam dunia kedokteran, khususnya kemajuan

pengobatan maka kriteria penyakit yang membahayakan atau dapat menyebabkan

kematian si ibu akan selalu mengalami perubahan, hal mana tentunya akan memberi

pengaruh didalam penyidikan khususnya perundang-undangan pada umumnya,

demikian pula dengan definisi sehat menurut WHO dimana selain sehat dalam arti

jasmani/fisik juga termasuk sehat dalam arti kata rohani dan keadaan sosial-ekonomi

dari si ibu. Dengan demikian didalam menghadapi kasus semacam ini penyidik harus

memahami permasalahan, bila perlu penyidik meminta bantuan kepada organisasi

proteksi yang bersangkutan.2

b) Abortus provocatus criminalis

Yaitu tindakan abortus yang tidak mempunyai alasan medis yang dapat

dipertanggungjawabkan atau tanpa mempunyai arti medis yang bermakna. Jelas

tindakan penguguran kandungan di sini semata-mata untuk tujuan yang tidak baik dan

melawan hukum. Tindakan abortus tidak bisa dipertanggungjawabkan secara medis,

dan dilakukan hanya untuk kepentingan si-pelaku, walaupun ada kepentingan juga

dari si-ibu yang malu akan kehamilannya. Kejahatan jenis ini sulit untuk melacaknya

oleh karena kedua belah pihak menginginkan agar abortus dapat terlaksana dengan

baik (crime without victim, walaupun sebenarnya korbannya ada yaitu bayi yang

dikandung).2

Indikasi medis melakukan tindakan abortus :

Abortus yang mengancam (threatened abortion) disertai dengan perdarahan yang terus

menerus, atau jika janin telah meninggal (missed abortion)

Mola Hidatidosa atau hidramnion akut

Kelainan bawaan (trisomi 13,18)

Infeksi uterus akibat tindakan abortus kriminalis

Penyakit keganasan pada saluran jalan lahir, misalnya kanker serviks atau jika dengan

adanya kehamilan akan menghalangi pengobatan untuk penyakit keganasan lainnya

pada tubuh seperti kanker payudara

Prolaps uterus gravid yang tidak bisa diatasi

Telah berulang kali mengalami operasi caesar

Page 3: Hukum Kedokteran

Penyakit-penyakit dari ibu yang sedang mengandung, misalnya penyakit jantung

organik dengan kegagalan jantung, hipertensi, nephritis, tuberkulosis paru aktif,

toksemia gravidarum yang berat

Penyakit-penyakit metabolik, misalnya diabetes yang tidak terkontrol yang disertai

komplikasi vaskuler, hipertiroid, dll

Epilepsi, sklerosis yang luas dan berat

Hiperemesis gravidarum yang berat, dan chorea gravidarum.

Gangguan jiwa, disertai dengan kecenderungan untuk bunuh diri. Pada kasus seperti

ini sebelum melakukan tindakan abortus harus berkonsultasi dengan psikiater. 

Resiko Aborsi

Ada 2 macam resiko kesehatan terhadap wanita yang melakukan aborsi:

A. Resiko kesehatan dan keselamatan fisik

Pada saat melakukan aborsi dan setelah melakukan aborsi ada beberapa resiko yang

akan dihadapi seorang wanita, seperti yang dijelaskan dalam buku “Facts of Life” yang

ditulis oleh Brian Clowes, Phd yaitu:

Kematian mendadak karena pendarahan hebat

Kematian mendadak karena pembiusan yang gagal

Kematian secara lambat akibat infeksi serius disekitar kandungan

Rahim yang sobek (Uterine Perforation)

 Kerusakan leher rahim (Cervical Lacerations) yang akan menyebabkan cacat pada

anak berikutnya

 Kanker payudara (karena ketidakseimbangan hormon estrogen pada wanita)

Kanker indung telur (Ovarian Cancer)

Kanker leher rahim (Cervical Cancer)

Kanker hati (Liver Cancer)

Kelainan pada placenta/ari-ari (Placenta Previa) yang akan menyebabkan cacat pada

anak berikutnya dan pendarahan hebat pada saat kehamilan berikutnya

Menjadi mandul/tidak mampu memiliki keturunan lagi (Ectopic Pregnancy)Infeksi

rongga panggul (Pelvic Inflammatory Disease)

 Infeksi pada lapisan rahim (Endometriosis).2

B. Resiko kesehatan mental

Page 4: Hukum Kedokteran

Proses aborsi bukan saja suatu proses yang memiliki resiko tinggi dari segi kesehatan

dan keselamatan seorang wanita secara fisik, tetapi juga memiliki dampak yang sangat hebat

terhadap keadaan mental seorang wanita.Gejala ini dikenal dalam dunia psikologi

sebagai “Post-Abortion Syndrome” (Sindrom Paska-Aborsi) atau PAS, misalnya depresi,

frustasi, ingin bunuh diri dsb. Para wanita yang melakukan aborsi akan dipenuhi perasaan

bersalah yang tidak hilang selama bertahun-tahun dalam hidupnya.2

Informed Consent

Informed Consent terdiri dari dua kata yaitu “informed” yang berarti telah mendapat

penjelasan atau keterangan (informasi), dan “consent” yang berarti persetujuan atau memberi

izin. Jadi “informed consent” mengandung pengertian suatu persetujuan yang diberikan

setelah mendapat informasi. Dengan demikian informed consent dapat didefinisikan sebagai

persetujuan yang diberikan oleh pasien dan atau keluarganya atas dasar penjelasan mengenai

tindakan medis yang akan dilakukan terhadap dirinya serta resiko yang berkaitan dengannya.3

Dalam memberikan pelayanan kesehatan, petugas medis harus terlebih dahulu

memberikan informed consent  kepada pasien. Informed consent berasal dari hak legal dan

etis individu untuk memutuskan apa yang akan dilakukan terhadap tubuhnya, dan kewajiban

etik dokter dan tenaga kesehatan lainnya untuk meyakinkan individu yang bersangkutan

untuk membuat keputusan tentang pelayanan kesehatan terhadap diri mereka sendiri.3

Dalam peraturan pemerintah Republik Indonesia nomor 32 tahun 1996 tentang

Tenaga Kesehatan pasal 22 ayat 1 disebutkan bagi tenaga kesehatan jenis tertentu dalam

melaksanakan tugas profesinya berkewajiban untuk diantaranya adalah kewajiban untuk

menghormati hak pasien, memberikan informasi yang berkaitan dengan kondisi dan tindakan

yang akan dilakukan, dan kewajiban untuk meminta persetujuan terhadap tindakan yang akan

dilakukan.3

Ruang Lingkup Informed Consent

Ruang lingkup dan materi informasi yang diberikan tergantung pada pengetahuan

medis pasien saat itu. Jika memungkinkan, pasien juga diberitahu mengenai tanggung jawab

orang lain yang berperan serta dalam pengobatan pasien.4

Pasien memiliki hak atas informasi tentang kecurigaan dokter akan adanya penyakit

tertentu walaupun hasil pemeriksaan yang telah  dilakukan inkonklusif. Hak-hak pasien

dalam pemberian inform consent adalah: 4

Hak atas informasi

Page 5: Hukum Kedokteran

Informasi yang diberikan meliputi diagnosis penyakit yang diderita, tindakan medik

apa yang hendak dilakukan, kemungkinan penyulit sebagai akibat tindakan tersebut

dan tindakan untuk mengatasinya, alternatif terapi lainnya, prognosanya, perkiraan

biaya pengobatan.

Hak atas persetujuan (Consent)

Consent merupakan suatu tindakan atau aksi beralasan yg diberikan tanpa paksaan

oleh seseorang yang memiliki pengetahuan cukup tentang keputusan yang ia

berikan ,dimana orang tersebut secara hukum mampu memberikan consent.

Kriteria consent yang syah yaitu tertulis, ditandatangani oleh klien atau orang yang

betanggung jawab, hanya ada salah satu prosedur yang tepat dilakukan, memenuhi

beberapa elemen penting, penjelasan tentang kondisi, prosedur dan konsekuensinya.

Dalam Pasal 45 UU No. 29 Tahun 2009 tentang Persetujuan Tindakan Medik

dinyatakan bahwa dokter harus menyampaikan informasi atau penjelasan kepada pasien atau

keluarga diminta atau tidak diminta, jadi informasi harus disampaikan.

Secara garis besar dalam melakukan tindakan medis pada pasien, dokter harus menjelaskan

beberapa hal, yaitu :4

a. Diagnosis

b. Tentang tujuan dan prospek keberhasilan tindakan medis yang ada dilakukan (purhate

of medical procedure)

c. Tentang tata cara tindakan medis yang akan dilakukan (consenpleated medical

procedure)

d. Tentang risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi

e. Tentang alternatif tindakan medis lain yang tersedia dan risiko-risikonya (alternative

medical procedure and risk)

f. Tentang prognosis penyakit, bila tindakan dilakukan

Sebaiknya, diberikan juga penjelasan yang berkaitan dengan pembiayaan. Penjelasan

seharusnya diberikan oleh dokter yang akan melakukan tindakan medis itu sendiri, bukan

oleh orang lain, misalnya perawat. Penjelasan diberikan dengan bahasa dan kata-kata yang

dapat dipahami oleh pasien sesuai dengan tingkat pendidikan dan kematangannya, serta

situasi emosionalnya. Dokter harus berusaha mengecek apakah penjelasannya memang

dipahami dan diterima pasien. Jika belum, dokter harus mengulangi lagi uraiannya sampai

pasien memahami benar. Dokter tidak boleh berusaha mempengaruhi atau mengarahkan

pasien untuk menerima dan menyetujui tindakan medis yang sebenarnya diinginkan dokter.5

Page 6: Hukum Kedokteran

Pada hakikatnya Informed Consent adalah suatu proses komunikasi antara dokter dan

pasien tentang kesepakatan tindakan medis yang akan dilakukan dokter terhadap pasien (ada

kegiatan penjelasan rinci oleh dokter), sehingga kesepakatan lisan pun sesungguhnya sudah

cukup. Penandatanganan formulir Informed Consent secara tertulis hanya merupakan

pengukuhan atas apa yang telah disepakati sebelumnya.Tujuan penjelasan yang lengkap

adalah agar pasien menentukan sendiri keputusannya sesuai dengan pilihan dia sendiri

(informed decision). Karena itu, pasien juga berhak untuk menolak tindakan medis yang

dianjurkan. Pasien juga berhak untuk meminta pendapat dokter lain (second opinion), dan

dokter yang merawatnya. 5

Yang berhak memberikan persetujuan atau menyatakan menolak tindakan medis pada

dasarnya, pasien sendiri jika ia dewasa dan sadar sepenuhnya. Namun, menurut Penjelasan

Pasal 45 UU Nomor 29 Tahun 2004 tersebut di atas, apabila pasien sendiri berada di bawah

pengampuan, persetujuan atau penolakan tindakan medis dapat diberikan oleh keluarga

terdekat, antara lain suami/isteri, ayah/ibu kandung, anak-anak kandung atau saudara-saudara

kandung. Dalam keadaan gawat darurat, untuk menyelamatkan jiwa pasien tidak diperlukan

persetujuan. Namun, setelah pasien sadar atau dalam kondisi yang sudah memungkinkan,

segera diberikan penjelasan dan dibuat persetujuan. 5

Pasal 4 PerMenKes No.290 tahun 2008 tentang persetujuan tindakan :6

1. Dalam keadaan gawat darurat, untuk menyelamatkan jiwa pasien dan/atau mencegah

kecacatan tidak diperlukan persetujuan tindakan kedokteran.

2. Keputusan untuk melakukan tindakan kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) diputuskan oleh dokter atau dokter gigi dan dicatat di dalam rekam medik.

3. Dalam hal dilakukannya tindakan kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (1),

dokter atau dokter gigi wajib memberikan penjelasan sesegera mungkin kepada pasien

setelah pasien sadar atau kepada keluarga terdekat.

Informed consent dapat diberikan secara tertulis, secara lisan, atau secara isyarat.

Dalam bahasa aslinya, yang terakhir ini dinamakan implied consent. Untuk tindakan medis

dengan risiko tinggi (misalnya pembedahan atau tindakan invasive lainnya), persetujuan

harus secara tertulis, ditandatangani oleh pasien sendiri atau orang lain yang berhak dan

sebaiknya juga saksi dari pihak keluarga. 5

Bentuk Informed Consent7

1. Implied Constructive Consent (Keadaan Biasa)

Page 7: Hukum Kedokteran

Tindakan yang biasa dilakukan, telah diketahui, telah dimengerti oleh masyarakat

umum, sehingga tidak perlu lagi dibuat tertulis. Misalnya pengambilan darah untuk

laboratorium, suntikan, atau hecting luka terbuka. 7

2. Implied Emergency Consent (Keadaan Gawat Darurat)

Bila pasien dalam kondiri gawat darurat sedangkan dokter perlu melakukan tindakan

segera untuk menyelematkan nyawa pasien sementara pasien dan keluarganya tidak

bisa membuat persetujuan segera. Seperti kasus sesak nafas, henti nafas, henti

jantung.7

3. Expressed Consent (Bisa Lisan/Tertulis Bersifat Khusus)

Persetujuan yang dinyatakan baik lisan ataupun tertulis, bila yang akan dilakukan

melebihi prosedur pemeriksaan atau tindakan biasa. Misalnya pemeriksaan vaginal,

pencabutan kuku, tindakan pembedahan/operasi, ataupun pengobatan/tindakan

invasive. 7

Dalam keadaan gawat darurat Informed consent tetap merupakan hal yang paling

penting walaupun prioritasnya diakui paling bawah.Dokter juga tidak mempunyai banyak

waktu untuk menunggu kedatangan keluarga pasien. Kalaupun keluarga pasien telah hadir

dan kemudian tidak menyetujui tindakan dokter, maka berdasarkan doctrine of necessity,

dokter tetap harus melakukan tindakan medik. Hal ini dijabarkan dalam PerMenKes Nomor

585/PerMenKes/Per/IX/1989 tentang Persetujuan Tindakan Medik, bahwa dalam keadaan

emergency tidak diperlukan Informed consent.2

Ketiadaan informed consent dapat menyebabkan tindakan malpraktek dokter,

khususnya bila terjadi kerugian atau intervensi terhadap tubuh pasiennya. Hukum yang umum

diberbagai Negara menyatakan bahwa akibat dari ketiadaan informed consent setara dengan

kelalaian/keteledoran. Akan tetapi, dalam beberapa hal, ketiadaan informed consent tersebut

setara dengan perbuatan kesengajaan, sehingga derajat kesalahan dokter pelaku tindakan

tersebut lebih tinggi. Tindakan malpraktek dokter yang dianggap setara dengan kesengajaan

adalah sebagai berikut : 2

1. Pasien sebelumnya menyatakan tidak setuju terhadap tindakan dokter, tetapi dokter

tetap melakukan tindakan tersebut.

2. Jika dokter dengan sengaja melakukan tindakan misleading tentang risiko dan akibat

dari tindakan medis yang diambilnya.

3. Jika dokter dengan sengaja menyembunyikan risiko dan akibat dari tindakan medis

yang diambilnya.

Page 8: Hukum Kedokteran

4. Informed consent diberikan terhadap prosedur medis yang berbeda secara substansial

dengan yang dilakukan oleh dokter.

Hak dan Kewajiban Dokter dan Pasien

Berbicara mengenai hak-hak pasien dalam pelayanan kesehatan, secara umum

hak pasien tersebut dapat dirinci sebagai berikut:4

1. Hak pasien atas perawatan

2. Hak untuk menolak cara perawatan tertentu

3. Hak untuk memilih tenaga kesehatan dan rumah sakit yang akan merawat pasien

4. Hak Informasi

5. Hak untuk menolak perawatan tanpa izin

6. Hak atas rasa aman

7. Hak atas pembatasan terhadap pengaturan kebebasan perawatan

8. Hak untuk mengakhiri perjanjian perawatan

9. Hak atas twenty-for-a-day-visitor-rights.

10. Hak pasien menggugat atau menuntut

11. Hak pasien mengenai bantuan hukum

12. Hak pasien untuk menasihatkan mengenai percobaan oleh tenaga kesehatan atau

ahlinya.

Bersamaan dengan hak tersebut pasien juga mempunyai kewajiban, baik kewajiban

secara moral maupun secara yuridis. Secara moral pasien berkewajiban memelihara

kesehatannya dan menjalankan aturan-aturan perawatan sesuai dengan nasihat dokter yang

merawatnya. Beberapa kewajiban pasien yang harus dipenuhinya dalam pelayanan kesehatan

adalah sebagai berikut:4

1. Kewajiban memberikan informasi medis

2. Kewajiban melaksanakan nasihat dokter atau tenaga kesehatan

3. Kewajiban memenuhi aturan-aturan pada kesehatan

4. Kewajiban untuk berterus terang apabila timbul masalah dalam hubungannya dengan

dokter atau tenaga kesehatan

5. Kewajiban memberikan imbalan jasa

6. Menyimpan rahasia pribadi dokter yang diketahuinya.7

Page 9: Hukum Kedokteran

Berdasarkan pada perjanjian terapeutik yang menimbulkan hak dan kewajiban bagi

para pihak, dokter juga mempunyai hak dan kewajiban sebagai pengemban profesi. Hak-hak

dokter sebagai pengemban profesi dapat dirumuskan sebagai berikut:4

1. Hak memperoleh informasi yang selengkap-lengkapnya dan sejujur-jujurnya dari

pasien yang akan digunakannya bagi kepentingan diagnosis maupun terapeutik.

2. Hak atas imbalan jasa atau honorarium terhadap pelayanan yang diberikannya kepada

pasien.

3. Hak atas itikad baik dari pasien atau keluarganya dalam melaksanakan transaksi

terapeutik

4. Hak membela diri terhadap tuntutan atau gugatan pasien atas pelayanan kesehatan

yang diberikannya.

5. Hak untuk memperoleh persetujuan tindakan medic dari pasien atau keluarganya.

Disamping hak-hak tersebut, dokter juga mempunyai kewajiban yang harus dilaksanakan

yaitu sebagai berikut:

1. kewajiban untuk memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi, yaitu

dengan cara melakukan tindakan medis dalam suatu kasus yang konkret menurut

ukuran tertentu yang didasarkan pada ilmu medis dan pengalaman.

2. Kewajiban untuk menghormati hak-hak pasien, antara lain rahasia atas kesehatan

pasien bahkan setelah pasien meninggal dunia.

3. Kewajiban untuk memberikan informasi pada pasien dan/atau keluarganya tentang

tindakan medis yang dilakukannya dan risiko yang mungkin terjadi akibat tindakan

medis tersebut.

4. Kewajiban merujuk pasien untuk berobat ke dokter lain yang mempunyai

keahlian/kemampuan yang lebih baik

5. Kewajiban untuk memberikan pertolongan dalam keadaan darurat sebagai tugas

perikemanusiaan.

Aspek Etika

Dokter sebagai tenaga professional bertanggung jawab dalam setiap tindakan medis

yang dilakukan terhadap pasaien. Dalam menjalankan tugas profesionalnya didasarkan pada

niat baik yaitu berupaya dengan sungguh-sungguh berdasarkan pengetahuannya yang

dilandasi dengan sumpah dokter, kode etik kedokteran dan standar profesinya untuk

menyembuhkan atau menolong pasien.Peraturan yang mengatur tanggung jawab etis dari

Page 10: Hukum Kedokteran

seorang dokter adalah Kode Etik Kedokteran Indonesia dan Lafal Sumpah Dokter. Kode etik

adalah pedoman perilaku. Kode Etik Kedokteran Indonesia dikeluarkan dengan Surat

Keputusan Menteri Kesehatan no. 434 / Men.Kes/SK/X/1983.8

Kode Etik Kedokteran Indonesia disusun dengan mempertimbangkan International

Code of Medical Ethics dengan landasan idiil Pancasila dan landasan strukturil Undang-

undang Dasar 1945. Kode Etik Kedokteran Indonesia ini mengatur hubungan antar manusia

yang mencakup kewajiban umum seorang dokter, hubungan dokter dengan pasiennya,

kewajiban dokter terhadap sejawatnya dan kewajiban dokter terhadap diri sendiri.54

Pelanggaran terhadap butir-butir Kode Etik Kedokteran Indonesia ada yang merupakan

pelanggaran etik semata-mata dan ada pula yang merupakan pelanggaran etik dan sekaligus

pelanggaran hukum. Pelanggaran etik tidak selalu berarti pelanggaran hukum, begitu juga

sebaliknya. Pada kasus abortus provokatus kode etik yang dilanggar berupa KODEKI Bab II

butir 7d yang berbunyi “Seorang dokter harus senantiasa mengingat akan kewajiban

melindungi hidup makhluk insani”.8

Contoh pelanggaran etik murni antara lain menarik imbalan yang tidak wajar atau

menarik imbalan jasa dari keluarga sejawat dokter dan dokter gigi, mengambil alih pasien

tanpa persetujuan sejawatnya, memuji diri sendiri di depan pasien, tidak pernah mengikuti

pendidikan kedokteran yang berkesinambungan, dokter mengabaikan kesehatannya sendiri.

Contoh pelanggaran etikolegal adalah pelayanan dokter di bawah standar, menerbitkan surat

keterangan palsu, membuka rahasia jabatan atau pekerjaan dokter, abortus provokatus.8

Kaidah Dasar Bioetik

Kaidah Dasar Bioetik adalah studi interdisipliner tentang masalah yang ditimbulkan

oleh perkembangan di bidang biologi dan ilmu kedokteran, pada skala mikro maupun makro,

termasuk dampaknya terhadap masyarakat luas serta sistem nilainya, kini dan masa

mendatang. Didalam bioetik dibahas juga membahas masalah kesehatan, faktor budaya yang

berperan dalam lingkup kesehatan masyarakat, hak pasien, moralitas penyembuhan

tradisional, dan lain-lain.9

a. Beneficence :Prinsip etika berbuat baik menyangkut kewajiban membantu orang lain, dilakukan

dengan mengupayakan manfaat maksimal dengan kerugian minimal.9

b. Non-Maleficence :Prinsip etik tidak melakukan sesuatu yang membahayakan orang lain. Jika orang tidak

dapat melakukan hal-hal yang bermanfaat, setidak-tidaknya jangan merugikan orang lain.9

Page 11: Hukum Kedokteran

c. Autonomy :Prinsip etik berdasarkan manusia yang menalar pilihan pribadinya harus diperlakukan

dengan menghormati kemampuannya untuk mengambil keputusan sendiri.9

d. Justice :Prinsip etik berdasarkan asumsi hak asasi manusia yang meliputi konsep adil dan

merata. Dimana keadilan dapat dideskripsikan sebagai bekerja di dalam satu kumpulan

hukum moral, menghormati pandangan dan hak orang lain, atau pemerataan dalam

penyebaran sumber. Setiap orang harus diperlakukan sama dalam memperoleh haknya.

Prinsip ini menyangkut keadilan distributif yang mempersyaratkan pembagian yang

seimbang dalam hal beban dan manfaat yang dimana memperhatikan distribusi usia dan

gender, status ekonomi, budaya, dan etnik.9

Beneficence dan non-malficence, bila dilaksanakan dengan benar sudah

menggambarkan kompetensi klinik, sedangkan autonomy dan justice adalah gambaran niat,

sikap dan perilaku dokter dalam menyampaikan kompetensi klinik tersebut secara

manusiawi, yang merupakan ciri kompetensi etik. Autonomy atau hak penentuan nasib sendiri

diaplikasikan dalam praktik kedokteran sebagai persetujuan atas dasar informasi atau dikenal

dengan istilah informed consent untuk setiap tindakan, baik yang bersifat diagnostik maupun

teraupetik. Pasal 2 Peraturan Menteri Kesehatan No.585/Men.Kes/Per/IX/1989 menyatakan

bahwa semua tindakan medis yang akan dilakukan terhadap pasien harus mendapat

persetujuan. Persetujuan dimaksud diberikan setelah pasien mendapat informasi yang adekuat

tentang perlunya tindakan medis yang akan dilakukan serta risiko yang dapat

ditimbulkannya.1

Aspek Hukum

Di dalam praktek kedokteran terdapat aspek etik dan aspek hukum yang sangat luas,

yang sering tumpang-tindih pada suatu issue tertentu. Aspek etik seringkali tidak dapat

dipisahkan dari aspek hukumnya, oleh karena banyaknya norma etik yang telah diangkat

menjadi norma hukum, atau sebaliknya norma hukum yang mengandung nilai-nilai

etika.Selama ini profesi menganggap bahwa memenuhi standar profesi adalah bagian dari

sikap etis dan sikap profesional. Dengan demikian pelanggaran standar profesi dapat dinilai

sebagai pelanggaran etik dan juga sekaligus pelanggaran hukum.10

Kemungkinan terjadinya peningkatan ketidakpuasan pasien terhadap layanan dokter

atau rumah sakit atau tenaga kesehatan lainnya dapat terjadi sebagai akibat dari semakin

tinggi pendidikan rata-rata masyarakat sehingga membuat mereka lebih tahu tentang haknya

Page 12: Hukum Kedokteran

dan lebih asertif, semakin tingginya harapan masyarakat kepada layanan kedokteran sebagai

hasil dari luasnya arus informasi, komersialisasi dan tingginya biaya layanan kedokteran dan

kesehatan sehingga masyarakat semakin tidak toleran terhadap layanan yang tidak sempurna,

dan provokasi oleh ahli hukum dan oleh tenaga kesehatan sendiri.Praktek kedokteran

berpegang kepada prinsip-prinsip moral kedokteran, prinsip-prinsip moral yang dijadikan

arahan dalam membuat keputusan dan bertindak, arahan dalam menilai baik-buruknya atau

benar-salahnya suatu keputusan atau tindakan medis dilihat dari segi moral. Akan tetapi

banyak sekali kelalaian dalam standar profesional yang berlaku umum atau sebuah proses

dimana terjadi kesalahan dalam prosedur dalam penanganan seorang pasien yang dilakukan

dokter, kesalahan ini dapat berupa kesalahan diagnosa, kesalahan pemberian terapi, maupun

kesalahan dalam hal penanganan pasien dokter, serta pelanggaran atas tugas yang

menyebabkan seseorang menderita kerugian, akan tetapi bukan hanya dirugikan secara

materil, namun yang lebih utama adalah kerugian pada kejiwaan dan mental pasien serta

keluarganya. Hal ini dilakukan oleh seorang profesional ataupun bawahannya, agen atas

nama klien atau pasien yang menyebabkan kerugian bagi klien atau pasien. Hal seperti ini

kita sebut sebagai Malpraktik.10

Abortus buatan legal hanya dilakukan sebagai suatu tindakan terapeutik

yangkeputusanya disetujui secara tertulis oleh 2 orang dokter yang dipilih berkatkompetensi

profesional mereka dan prosedur operasionalnya dilakukan olehseorang dokter yang

kompeten diinstalasi yang diakui suatu otoritas yang sah,dengan syarat tindakan tersebut

disetujui oleh ibu hamil bersangkutan, suami, ataukeluarga (Deklarasi Oslo 1970). Aborsi yang

ilegal atau tanpa indikasi medis adalah salah satu contoh dari pelanggaran sumpah dan kode

etik kedokteran di Indonesia. Hal ini juga tertulis dalam lafal sumpah dokter yang berbunyi

“Saya akan menghormati setiap hidup insani mulai saat pembuahan”. Banyak negara yang

tidak mengizinkan aborsi ilegal, seperti Indonesia, karena aborsi ilegal adalah tindakan

penghentian kehamilan sebelum janin dapat hidup di luar kandungan (sebelum usia 20

minggu kehamilan), bukan semata untuk menyelamatkan jiwa ibu hamil dalam keadaan

darurat tapi juga bisa karena sang ibu tidak menghendaki kehamilan itu.10

Saat ini aborsi masih merupakan masalah kontroversial di masyarakat Indonesia.

Namun terlepas dari kontorversi tersebut, aborsi diindikasikan merupakan masalah kesehatan

masyarakat karena memberikan dampak pada kesakitan dan kematian ibu. Sebagaimana

diketahui penyebab utama kematian ibu hamil dan melahirkan adalah perdarahan, infeksi dan

eklampsia.Adapun para penyebab dari kejadian aborsi ini antara lain adalah:3

Page 13: Hukum Kedokteran

1. Faktor ekonomi, di mana dari pihak pasangan suami isteri yang sudah tidak mau

menambah anak lagi karena kesulitan biaya hidup, namun tidak memasang

kontrasepsi, atau dapat juga karena kontrasepsi yang gagal.

2. Faktor penyakit herediter, di mana ternyata pada ibu hamil yang sudah melakukan

pemeriksaan kehamilan mendapatkan kenyataan bahwa bayi yang dikandungnya cacat

secara fisik.

3. Faktor psikologis, di mana pada para perempuan korban pemerkosaan yang hamil

harus menanggung akibatnya. Dapat juga menimpa para perempuan korban hasil

hubungan saudara sedarah (incest), atau anak-anak perempuan oleh ayah kandung,

ayah tiri ataupun anggota keluarga dalam lingkup rumah tangganya.

4. Faktor usia, di mana para pasangan muda-mudi yang masih muda yang masih

belum dewasa & matang secara psikologis karena pihak perempuannya terlanjur

hamil, harus membangun suatu keluarga yang prematur.

5. Faktor penyakit ibu, di mana dalam perjalanan kehamilan ternyata berkembang

menjadi pencetus, seperti penyakit pre-eklampsia atau eklampsia yang mengancam

nyawa ibu.

6. Faktor lainnya, seperti para pekerja seks komersial, ‘perempuan simpanan’,

pasangan yang belum menikah dengan kehidupan seks bebas atau pasangan yang

salah satu/keduanya sudah bersuami/beristri (perselingkuhan) yang terlanjur hamil.1

Abortus buatan legal, yaitu abortus buatan yang sesuai dengan ketentuan-ketentuan

sebagaimana diatur dalam pasal 15 UU No.23 Tahun 1992 tentangkesehatan, yakni harus

memenuhi hal sebagai berikut :

(1) Tindakan medis dalam bentuk pengguguran kandungan dengan alasan apapun,

dilarang karena bertentangan dengan norma hukum, norma agama, norma kesusilaan

dan norma kesopanan. Namun dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk

menyelamatkan jiwa ibu atau janin yang dikandungnya dapat diambil tindakan medis

tertentu.

(2) a. Indikasi medis adalah suatu kondisi yang benar-benar mengharuskan diambil

tindakan medis tertentu sebab tanpa tindakan medis tertentu itu,ibu hamil dan

janinnya terancam bahaya maut

b. Tenaga kesehatan yang dapat melakukan tindakan medis tertentu adalah tenaga

yang memiliki keahlian dan wewenang untuk melakukannya yaitu seorang dokter ahli

kandungan seorang dokter ahli kebidanan dan penyakit kandungan.

Page 14: Hukum Kedokteran

c. Hak utama untuk memberikan persetujuan ada ibu hamil yang bersangkutan kecuali

dalam keadaan tidak sadar atau tidak dapat memberikan persetujuannya ,dapat

diminta dari semua atau keluarganya.

d. Sarana kesehatan tertentu adalah sarana kesehatan yang memiliki tenaga dan

peralatan yang memadai untuk tindakan tersebut dan ditunjuk oleh pemerintah.

(3) Dalam Peraturan Pemerintah sebagai pelaksanan dari pasal ini dijabarkan antara lain

mengenal keadaan darurat dalam menyelamatkan jiwa ibu hamil atau janinnya,tenaga

kesehatan mempunyai keahlian dan wewenang bentuk persetujuan, sarana kesehatan

yang ditunjuk.

Ada 3 aturan aborsi di Indonesia yang berlaku hingga saat ini yaitu :

1. Undang-Undang RI No. 1 Tahun 1946 tentang Kitab Undang-undang Hukum

Pidana (KUHP) yang menjelaskan dengan alasan apapun, aborsi adalah

tindakan melanggar hukum.  Sampai saat ini masih diterapkan.

2. Undang-Undang RI No. 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi

Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan.

3. Undang-undang RI No. 23 Tahun 1992 tentang kesehatan yang menuliskan

dalam kondisi tertentu, bisa dilakukan tindakan medis tertentu (aborsi).

Ketentuan Hukumnya dalam KUHP Bab XIX Pasal 346 s/d 350 dinyatakan sebagai berikut:2

Pasal 346 : “Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau

menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun”.

Pasal 347 :

(1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita

tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.

(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut,diancam dengan pidana penjara

paling lama lima belas tahun.

Pasal 348 :

(1) Barang siapa dengan sengaja menggunakan atau mematikan kandungan seorang wanita

dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan.

(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut,diancam dengan pidana penjara

paling lama tujuh tahun.

Pasal 349 : “Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan

berdasarkan pasal 346, ataupun membantu melakukan salah satu kejahatan dalam pasal 347

Page 15: Hukum Kedokteran

dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah dengan sepertiga dan

dapat dicabut hak untuk menjalankan pencaharian dalam mana kejahatan dilakukan”.