Kasus SN Jezy

download Kasus SN Jezy

of 9

Transcript of Kasus SN Jezy

PORTOFOLIO KASUS SINDROM NEFROTIKNo. ID dan Nama Peserta : dr. Jezy Reisya Pranasari

No. ID dan Nama Wahana : RSUD Hj. Padjonga Dg Ngalle, Takalar

Topik : Syndrome Nefrotik

Tanggal (kasus) : 20 Februari 2015

Presenter : dr. Jezy Reisya Pranasari

Tanggal Presentasi : 06 Mei 2015Pendamping : dr. Vitalis Malik, M.Kes

Tempat Presentasi : RSUD Hj. Padjonga Dg Ngalle, Takalar

Obyektif Presentasi :

( Keilmuan ( Ketrampilan ( Penyegaran ( Tinjauan Pustaka

( Diagnostik ( Manajemen ( Masalah ( Istimewa

( Neonatus( Bayi( Anak( Remaja( Dewasa( Lansia( Bumil

Deskripsi : Seorang Perempuan, 48 tahun, masuk rumah sakit dengan keluhan utama bengkak pada wajah dan kedua tungkai bawah yang dialami sejak 2 hari yang lalu, secara tiba- tiba. Awalnya bengkak pada kedua kelopak mata saat bangun pagi, dialami sejak 1 minggu yang lalu. Batuk (-), sesak (-), R/ sesak saat beraktivitas (-), terbagun tengah malam karena sesak (-). Nyeri ulu hati (+), mual (+), muntah (-). Demam (-), riwayat demam (-).

Bab : lancar, biasa

Bak : lancar, biasa

Riwayat pernah dirawat di RSUD H.Padjonga 3 bulan yang lalu dengan keluhan yang sama.

Tujuan : mengetahui etiologi, diagnosis dan penatalaksanaan yang mungkin pada pasien dengan sindrom nefrotik

Bahan Bahasan :( Tinjauan Pustaka( Riset( Kasus( Audit

Cara Membahas :( Diskusi( Presentasi & Diskusi( E-mail( Pos

Data Pasien :Nama : Ny. BgNo.RM : 175811

Nama Klinik : UGDTelp. : -Terdaftar sejak : 12 November 2014

Data Utama Untuk Bahasan Diskusi :

1. Perempuan, 48 tahun, edema pretibial et dorsum pedis D et S, sejak 2 hari yang lalu, secara tiba- tiba. Diawali dengan edema palpebra saat bangun pagi. Nyeri ulu hati (+), mual (+). Pemeriksaan fisis, BB: 70 kg koreksi : 25% x 70kg = 52,5 kg, TB: 160 cm. TD: 220/150 mmHg, N: 84 x/menit, P: 20 x/menit, S: 36.7 0C. Wajah: puffi face (+), edema palpebra (+)/(+). Thorax dan jantung dalam batas normal. Abdomen dalam batas normal, ascites (-). Ekstremitas: pitting edema pretibial et dorsum pedis +/+.

2. Riwayat pengobatan : pernah dirawat 3 bulan yang lalu dengan keluhan yang sama.

3. Riwayat kesehatan/penyakit : riwayat hipertensi sejak 3 bulan yang lalu, DM (-), Penyakit jantung (-)

4. Riwayat keluarga : tidak ada keluarga yang menderita penyakit yang sama dengan pasien.

5. Riwayat pekerjaan : Wiraswasta

6. Lain-lain : Laboratorium: Darah rutin: WBC: 4,8x103 / ul, RBC: 4,99 x 106 / ul, Hgb: 12,7 g/dl, HCT: 38%, PLT: 323.000 /ul, SGOT 23 mg/dl, SGPT 12 mg/dl, Ureum 42 mg/dl, Creatinin : 2,25 mg/dl, GDS : 142 mg/dl, Kolestrol total: 826 mg/dl, LDL: 444 mg/dl, HDL: 32 mg/dl Trigliserida: 751 mg/dl, albumin : 1,5 g/dl, globulin : 2,1 g/dl, protein total : 3,6 g/dlUrine lengkap: Protein : 2+, Ph: 7,5, Blood: 3+, eritrosit penuh/LBP

Daftar Pustaka :1. Mansjoer arif, dkk. Kapita Selekta Kedokteran Edis 3. Jakarta: Media Aesclapius Fakultas Kedokteran UI. 2001.Hlm 527-528

2. Price Sylvia Anderson, RN, PhD. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6. Mosby: Elsevier Science. 2002.3. Prodjosudjadi Wiguno, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam edisi 4. Jakarta: Pusat Penerbitan Departmen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran UI. 2006.

Hasil Pembelajaran :

1. Etiologi yang mungkin pada pasien dengan sindrom nefrotik

2. Diagnosis Sindrom nefrotik

3. Membedakan sindrom nefrotik dengan penyakit lainnya.

4. Pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk kasus sindrom nefrotik

5. Konsultasi yang diperlukan untuk kasus sindrom nefrotik

Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio1. Subyektif Pasien MRS dengan keluhan bengkak pada wajah dan tungkai bawah. Awalnya 1 minggu yang lalu hanya pada kelopak mata jika bangun tidur. Keluhan ini sudah pernah dialami 3 bulan yang lalu dan di rawat di RSUD H. Padjonga dg Ngalle. Keluhan bengkak tidak disertai dengan sesak nafas bila beraktivitas. Penderita juga masih dapat tidur dengan satu bantal. Pasien juga mengeluh nyeri ulu hati dan mual.

2. Obyektif Keadaan umum: Sakit sedang, gizi cukup, composmentis

BB: 70 kg, BB koreksi: 52,5 kg, TB : 160 cm.

Tanda-tanda vital: Tekanan Darah: 220/150 mmHg, Nadi: 90 x/menit, Pernapasan: 20 x/menit, Suhu: 36.9 0C

Pemeriksaan fisis: Wajah: puffi face (+), edema palpebra (+)/(+). Thorax dan jantung dalam batas normal. Abdomen dalam batas normal, ascites (-). Ekstremitas: pitting edema pretibial et dorsum pedis +/+.Laboratorium :

Darah rutin: WBC: 4,8x103 / ul, RBC: 4,99 x 106 / ul, Hgb: 12,7 g/dl, HCT: 38%, PLT: 323.000 /ul, SGOT 23 mg/dl, SGPT 12 mg/dl, Ureum 42 mg/dl, Creatinin : 2,25 mg/dl, GDS : 142 mg/dl, Kolestrol total: 826 mg/dl, LDL: 444 mg/dl, HDL: 32 mg/dl Trigliserida: 751 mg/dl, albumin : 1,5 g/dl, globulin : 2,1 g/dl, protein total : 3,6 g/dl

Urine lengkap: Protein : 2+, Ph: 7,5, Blood: 3+, eritrosit penuh/LPB

3. Assessment (penalaran klinis) Pasien masuk rumah sakit dengan keluhan utama bengkak pada wajah dan tungkai bawah. Edema merupakan keluhan penderita Sindrom nefrotik datang ke rumah sakit. Edema timbul terutama pagi hari dan hilang pada siang hari, karena pada malam hari sewaktu tidur akan terjadi dilatasi pembuluh darah perifer disertai dengan curah jantung yang meningkat. Hal ini akan menyebabkan ekstravasasi cairan interstisial meningkat. Setelah beberapa minggu atau bulan, edema akan menetap. Lokasi edema biasanya mengenai kelopak mata karena merupakan jaringan yang longgar, kemudian menyebar ke tungkai perut dan generalisata.

Pada pemeriksaan fisis di dapatkan tekanan darah meningkat melebihi batas normal, puffy face, edema palpebra +/+, edema pretibial +/+. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan proteinuri, hipoalbuminemi, dan hiperkolesterolemia, hematuria dan penurunan fungsi ginjal.Sindrom nefrotik (SN) merupakan salah satu manifestasi klinik glomerulonefritis yang ditandai dengan proteinuria masif ( 3 3,5 g/hari atau rasio protein kreatinin pada urin sewaktu > 300-350 mg/mmol), hipoalbuminemia ( 10 mmol/L), dan manifestasi klinis edema periferal. Pada proses awal atau SN ringan untuk menegakkan diagnosis tidak semua gejala tersebut harus ditemukan.SN dapat terjadi pada semua usia, dengan perbandingan pria dan wanita 1:1 pada orang dewasa. SN terbagi menjadi SN primer yang tidak diketahui kausanya dan SN sekunder yang dapat disebabkan oleh infeksi, penyakit sistemik, metabolik, obat-obatan, dan lain-lain.Sindrom nefrotik dapat disebabkan oleh glomerulonefritis primer dan sekunder akibat infeksi, keganasan, penyakit jaringan penghubung (connective tissue disease), obat atau toksin, dan akibat penyakit sistemik.Klasifikasi dan penyebab sindrom nefrotik didasarkan pada penyebab primer (gangguan glomerular karena umur), dan sekunder (penyebab sindrome nefrotik).Protenuria masif merupakan kelainan utama pada sindrom nefrotik. Apabila ekskresi protein 40 mg/jam/m2 luas permukaan badan disebut dengan protenuria berat. Hal ini digunakan untuk membedakan dengan protenuria pada pasien bukan sindrom nefrotik. Pada syndrom nefrotik terjadi peningkatan permeabilitas kapiler-kapiler glomeluri, disertai dengan peningkatan filtrasi protein plasma dan akhirnya terjadi proteinuri. Abnormalitas sistemik yang paling berkaitan langsung dengan proteinuria adalah hipoalbuminemia. Salah satu manifestasi pada pasien sindrom nefrotik terjadi hipoalbuminemia apabila kadar albumin kurang dari 2,5 g/dL. Pada keadaan normal, produksi albumin di hati adalah 12-14 g/hari (130-200 mg/kg) dan jumlah yang diproduksi sama dengan jumlah yang dikatabolisme. Katabolisme secara dominan terjadi pada ekstrarenal, sedangkan 10% di katabolisme pada tubulus proksimal ginjal setelah resorpsi albumin yang telah difiltrasi. Pada pasien sindrom nefrotik, hipoalbuminemia merupakan manifestasi dari hilangnya protein dalam urin yang berlebihan dan peningkatan katabolisme albumin. Hilangnya albumin melalui urin merupakan konstributor yang penting pada kejadian hipoalbuminemia.

Edema pada sindrom nefrotik disebabkan oleh menurunnya tekanan onkotik intravaskuler dan menyebabkan cairan merembes ke ruang interstisial. Adanya peningkatan permeabilitas kapiler glomerulus menyebabkan albumin keluar sehingga terjadi albuminuria dan hipoalbuminemia. Sebagaimana diketahui bahwa salah satu fungsi vital dari albumin adalah sebagai penentu tekanan onkotik. Maka kondisi hipoalbuminemia ini menyebabkan tekanan onkotik koloid plasma intravaskular menurun. Sebagai akibatnya, cairan transudat melewati dinding kapiler dari ruang intravaskular ke ruang interstisial kemudian timbul edema.Hampir semua kadar lemak (kolesterol, trigliserid) dan lipoprotein serum meningkat pada sindrom nefrosis. Hal ini dapat dijelaskan dengan penjelasan antara lain yaitu adanya kondisi hipoproteinemia yang merangsang sintesis protein menyeluruh dalam hati, termasuk lipoprotein. Selain itu katabolisme lemak menurun karena terdapat penurunan kadar lipoprotein lipase plasma, sistem enzim utama yang mengambil lemak dari plasma.Diagnose SN dibuat berdasarkan gambaran klinis dan pemeriksaan laboratorium berupa proteinuria massif >3,5 g/1,73 m2 luas permukaan tubuh/hari), hipoalbuminemia 2g/g, ini mengarahkan pada kadar protein urin per hari sebanyak 3g.Albumin serum- kualitatif: ++ sampai ++++- kuantitatif :> 50 mg/kgBB/hari (diperiksa dengan memakai reagen ESBACH)Pemeriksaan serologis untuk infeksi dan kelainan imunologisUSG renalTerdapat tanda-tanda glomerulonefritis kronik.Biopsi ginjalBiopsi ginjal diindikasikan pada anak dengan SN congenital, onset usia> 8 tahun, resisten steroid, dependen steroid atau frequent relaps, serta terdapat manifestasi nefritik signifikan.Pada SN dewasa yang tidak diketahui asalnya, biopsy mungkin diperlukan untuk diagnosis.Penegakan diagnosis patologi penting dilakukan karena masing-masing tipe memiliki pengobatan dan prognosis yang berbeda. Penting untuk membedakan minimal-change disease pada dewasa dengan glomerulosklerosisfokal, karena minimal-change disease memiliki respon yang lebih baik terhadap steroid.Darah:Pada pemeriksaan kimia darah dijumpai:- Protein total menurun (N: 6,2-8,1 gm/100ml)- Albumin menurun (N:4-5,8 gm/100ml)- 1 globulin normal (N: 0,1-0,3 gm/100ml)- 2 globulin meninggi (N: 0,4-1 gm/100ml)- globulin normal (N: 0,5-0,9 gm/100ml)- globulin normal (N: 0,3-1 gm/100ml)- rasio albumin/globulin 3 g/dl, kolesterol serum < 300 mg/dl, diuresis lancar dan edema hilang. Remisi parsial jika proteinuria2,5 g/dl, kolesterol serum 2 kali dalam periode 6 bulan pertama setelah respons awal atau > 4 kali dalam periode 12 bulan. Sindrom nefrotik dependen steroid bila dua relaps terjadi berturut-turut pada saat dosis steroid diturunkan atau dalam waktu 14 hari setelah pengobatan dihentikan.

Pengobatan SN relaps sering atau dependen steroid dapat diberikan dengan steroid jangka panjang, yaitu setelah remisi dengan prednison dosis penuh dilanjutkan dengan steroid alternating dengan dosis yang diturunkan bertahap sampai dosis terkecil yang tidak menimbulkan relaps yaitu antara 0,1-0,5 mg/kg secara alternating. Dosis ini disebut sebagai dosis treshold, diberikan minimal selama 3-6 bulan, kemudian dicoba untuk dihentikan.

Pengobatan lain adalah menggunakan terapi nonsteroid yaitu:Siklofosfamid, Klorambusil, Siklosporin A, Levamisol, obat imunosupresif lain, dan ACE inhibitor.Obat-obat ini utamanya digunakan untuk pasien-pasien yang non-responsif terhadap steroid2. Terapi Supportif Dietetik

Jenis diet yang direkomendasikan ialah diet seimbang dengan protein dan kalori yang adekuat. Kebutuhan protein anak ialah 1,5-2 g/kg, namun anak-anak dengan proteinuria persisten yang seringkali mudah mengalami malnutrisi diberikan protein 2-2,25 g/kg per hari. Maksimum 30% kalori berasal dari lemak.Karbohidrat diberikan dalam bentuk kompleks seperti zat tepung dan maltodekstrin.Restriksi garam tidak perlu dilakukan pada SNSS, namun perlu dilakukan pada SN dengan edema yang nyata.

ProteinuriaACE inhibitor diindikasikan untuk menurunkan tekanan darah sistemik dan glomerular serta proteinuria. Obat ini mungkin memicu hiperkalemia pada pasien dengan insufisiensi ginjal moderat sampai berat.Restriksi protein tidak lagi direkomendasikan karena tidak memberikan progres yang baik.

Edema

Diuretik hanya diberikan pada edema yang nyata, dan tidak dapat diberikan SN yang disertai dengan diare, muntah atau hipovolemia, karena pemberian diuretik dapat memperburuk gejala tersebut.Pada edema sedang atau edema persisten, dapat diberikan furosemid dengan dosis 1-3 mg/kg per hari.Pemberian spironolakton dapat ditambahkan bila pemberian furosemid telah lebih dari 1 minggu lamanya, dengan dosis 1-2 mg/kg per hari.Bila edema menetap dengan pemberian diuretik, dapat diberikan kombinasi diuretik dengan infus albumin.Pemberian infus albumin diikuti dengan pemberian furosemid 1-2 mg/kg intravena.Albumin biasanya diberikan selang sehari untuk menjamin pergeseran cairan ke dalam vaskuler dan untuk mencegah kelebihan cairan (overload).Penderita yang mendapat infus albumin harus dimonitor terhadap gangguan napas dan gagal jantung.

Hipertensi

Hipertensi pada SN dapat ditemukan sejak awal pada 10-15% kasus, atau terjadi sebagai akibat efek samping steroid.Pengobatan hipertensi pada SN dengan golongan inhibitor enzim angiotensin konvertase, calcium channel blockers, atau beta adrenergic blockers. HipovolemiaKomplikasi hipovolemia dapat terjadi sebagai akibat pemakaian diuretik yang tidak terkontrol, terutama pada kasus yang disertai dengan sepsis, diare, dan muntah. Gejala dan tanda hipovolemia ialah hipotensi, takikardia, akral dingin dan perfusi buruk, peningkatan kadar urea dan asam urat dalam plasma. Pada beberapa anak memberi keluhan nyeri abdomen.Hipovalemia diterapi dengan pemberian cairan fisiologis dan plasma sebanyak 15-20 ml/kg dengan cepat, atau albumin 1 g/kg berat badan.

Tromboemboli

Risiko untuk mengalami tromboemboli disebabkan oleh karena keadaan hiperkoagulabilitas. Selain disebabkan oleh penurunan volume intravaskular, keadaan hiperkoagulabilitas ini dikarenakan juga oleh peningkatan faktor pembekuan darah antara lain faktor V, VII, VIII, X serta fibrinogen, dan dikarenakan oleh penurunan konsentrasi antitrombin III yang keluar melalui urin. Risiko terjadinya tromboemboli akan meningkat pada kadar albumin plasma < 2 g/dL, kadar fibrinogen > 6 g/dL, atau kadar antitrombin III < 70%. Pada SN dengan risiko tinggi, pencegahan komplikasi tromboemboli dapat dilakukan dengan pemberian asetosal dosis rendah dan dipiridamol. Heparin hanya diberikan bila telah terhadi tromboemboli, dengan dosis 50 U/kg intravena dan dilanjutkan dengan 100 U/kg tiap 4 jam secara intravena. Hiperlipidemia

Hiperlipidemia pada SN meliputi peningkatan kolesterol, trigliserida, fosfolipid dan asam lemak. Kolesterol hampir selalu ditemukan meningkat, namun kadar trigliserida, fosfolipid tidak selalu meningkat. Peningkatan kadar kolesterol berbanding terbalik dengan kadar albumin serum dan derajat proteinuria. Keadaan hiperlipidemia ini disebabkan oleh karena penurunan tekanan onkotik plasma sebagai akibat dari proteinuria merangsang hepar untuk melakukan sintesis lipid dan lipoprotein, di samping itu katabolisme lipid pada SN juga menurun. Hiperlipidemia pada SNSS biasanya bersifat sementara, kadar lipid kembali normal pada keadaan remisi, sehingga pada keadaan ini cukup dengan pengurangan diit lemak. Pengaruh hiperlipidemia terhadap morbiditas dan mortalitas akibat kelainan kardiovaskuler pada anak penderita SN masih belum jelas.Manfaat pemberian obat-obat penurun lipid seperti kolesteramin, derivat asam fibrat atau inhibitor HMG-CoA reduktase (statin) masih diperdebatkan.

4. Plan :

Diagnosis:

Pasien ini didiagnosis dengan Sindrom Nefrotik. Dari anamnesa didapatkan pasien masuk dengan keluhan bengkak pada wajah dan tungkai bawah. Tidak disertai sesak pada saat beraktivitas, penderita dapat tidur satu bantal dan tidak sering terbangun tiba-tiba saat tidur karena sesak. Pemeriksaan fisis : TD : 220/150 mmHg, puffi face (+), edema preorbital +/+, edema pretibial +/+ Pemeriksaan lab: albumin : Protein urin : 2+, albumin 1,5 g/dl Kolestrol total: 826 mg/dlSindrom nefrotik adalah Penyakit tersebut ditandai dengan sindrom klinik yang terdiri dari beberapa gejala yaitu

1. proteinuria masif (>40 mg/m2 LPB/jam atau rasio protein/kreatinin pada urin sewaktu >2 mg/mg atau dipstick 2+)2. hipoalbuminemia 2,5 g/dL3. edema4. hiperkolesterolemia.Dengan ini mengarah pada sindrom nefrotik.Pengobatan:

Penanganan Awal pada pasien ini:

Diet Rendah Garam Rendah Protein IVFD NaCL 0,9% 16 tetes/menit. Injeksi Ranitidin 1 Amp/12jam/iv Furosemide tablet 1-0-0 Carpiaton 25 mg 2-2-2 Metiprednisolon 8 mg 3x1 tablet Pemeriksaan Lab : Darah Rutin, SGOT, SGPT, Ureum, Creatinin, Kolesterol total, HDL, LDL, TG, albumin, globulin, protein total, GDS, Urin Lengkap.Penatalaksanaan

Diet rendah garam, untuk mencegah terjadinya retensi natrium dan cairan yang berlebih sehingga mengurangi terjadinya edema atau penimbunan cairan lainnya dalam ruang intestinal Pembatasan protein 0,8-1,0 g/kgbb/hari, dimaksudkan untuk mengurangi proteinuri IVFD NaCl 0,9% dengan kecepatan 20 ml/jam untuk mencegah kekurangan elektrolit. Pada pasien ini diberikan Ranitidine 1 amp/12jam/iv untuk mengatasi keluhan pasien yaitu nyeri ulu hati dan mual. Pemberian furosemide untuk mengurangi edema. Pemberian carpiaton untuk menurunkan edema pada sindrom nefrotik sekaligus menurunkan tekanan darah. Diberikan metilprednisolon dengan dosis 1 mg/kgbb/hari merupakan terapi khusus untuk sindrom nefrotik.

Ambil sampel untuk pemeriksaan darah: pemeriksaan darah perifer lengkap dan trombosit, kimia darah (glukosa, SGOT, SGPT, protein total, albumin, globulin, asam urat, profil lipid). Tegakkan diagnosis berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisis.Pendidikan:

Kita menjelaskan prognosis dari pasien, serta komplikasi yang mungkin terjadi.

Konsultasi:

konsultasi dengan spesialis penyakit dalam untuk penanganan lebih lanjut.

Rujukan:

Diperlukan jika terjadi komplikasi serius yang harusnya ditangani di rumah sakit dengan sarana dan prasarana yang lebih memadai.

KegiatanPeriodeHasil yang di Harapkan

PenangananSaat masukTekanan Darah turun, Edema berkurang.

NasihatSelama perawatanPasien mendapatkan edukasi tentang kolesistitis akut dan penanganannya

TAKALAR, 06 MEI 2015

Peserta,

Pembimbing,

(dr. Jezy Reisya Pranasari )

(dr. Vitalis Malik, M.Kes)