CRS SN LILI

download CRS SN LILI

of 43

description

sn

Transcript of CRS SN LILI

BAB IPENDAHULUAN

Sindrom nefrotik (SN) merupakan kumpulan manifestasi klinis yang ditandai dengan hilangnya protein urine secara masif (albuminuria), diikuti dengan hipoproteinemia (hipoalbuminemia) dan akhirnya mengakibatkan edema. Dan hal ini berkaitan dengan timbulnya hiperlipidemia, hiperkolesterolemia dan lipiduria.1SN pada anak dapat terjadi pada semua usia, tetapi lebih banyak terjadi pada usia 1-2 tahun dan 8 tahun.2. Pada anak-anak yang onsetnya dibawah usia 8 tahun, ratio antara anak laki-laki dan perempuan bervariasi dari 2 : 1 hingga 3 : 2. Pada anak yang lebih tua, remaja dan dewasa, prevalensi antara laki-laki dan perempuan kira-kira sama. Data dari International Study of Kidney Disease in Children (ISKDC) menunjukkan bahwa 66% pasien dengan minimal change nephrotic syndrome (MCNS) dan focal segmental glomerulosclerosis (FSGS) adalah laki-laki dan untuk membranoproliferative glomerulonephritis (MPGN) 65 % nya adalah perempuan. 1Di USA, SN merupakan suatu kondisi yang jarang terjadi. Dari seluruh pengalaman praktek, ahli pediatri hanya menemukan 1-3 pasien dengan kondisi seperti ini. Dilaporkan angka kejadian tahunan rata-rata 2-5 per 100.000 anak dibawah usia 16 tahun. Prevalensi kumulatif rata-rata adalah kira-kira 15,5 per 100.000 individu.1 SN bukan merupakan penyakit yang berdiri sendiri, tetapi merupakan suatu petunjuk awal adanya kerusakan pada unit filtrasi darah terkecil (glomerulus) pada ginjal, dimana urine dibentuk.2. Sekitar 20% anak dengan SN dari hasil biopsi ginjalnya menunjukkan adanya skar atau deposit pada glomerulus. Dua macam penyakit yang paling sering mengakibatkan kerusakan pada unit filtrasi adalah Glomerulosklerosis Fokal Segmental (GSFS) dan Glomerulonefritis Membranoproliferatif (GNMP). Seorang anak yang lahir dengan kondisi tersebut akan menyebabkan terjadinya Sindrom nefrotik.2

BAB IILAPORAN KASUS

I. IDENTITAS1. Identitas penderita :Nama penderita: An.NHJenis Kelamin: PerempuanUmur: 11 tahun 9 bulanMRS tanggal: 8 Januari 20152. Identitas orang tua/wali :Ayah:Nama: Tn. JPendidikan: SMPPekerjaan: TaniAlamat: Teluk Ketapang RT 02 Ibu:Nama: Ny. HPendidikan: SDPekerjaan: Ibu Rumah TanggaAlamat: Teluk Ketapang RT 02

II. ANAMNESISAloanamnesa dengan: Orang tua pasien Tanggal: 9 Januari 20141. Keluhan utama : sembab pada wajah 1 minggu yang lalu2. Riwayat penyakit sekarang :Os merupakan rujukan dari RS Muara Bulian dengan wajah sembab sejak seminggu yang lalu, kedua kelopak mata bengkak, os juga menderita tekanan darah tinggi, sakit kepala tidak ada dirasakan, muntah tidak ada. BAK tidak ada keluhan, nyeri saat kencing tidak ada, Air kencing berwarna kuning bening dan tidak pernah berwarna merah. Tidak ada demam, batuk (-), sesak napas (-), pilek (-), penyakit kulit (-), tidak ada mengeluhkan sakit pinggang maupun sakit perut. Makan dan minum seperti biasa. Os mengaku waktu kecil pernah sakit saat buang air kecil, lalu berobat dan tidak ada keluhan lagi.

Riwayat penyakit dahulu :Anak tidak pernah mengalami ini sebelum nya.3. Riwayat kehamilan dan persalinan :Riwayat Antenatal:Ibu rajin memeriksakan kehamilan ke bidan Puskesmas tiap bulan sekali dan mendapatkan suntikan TT sebanyak 2 kali.Riwayat Natal:Masa kehamilan : Aterm Partus : NormalSpontan/tidak spontan: SpontanNilai APGAR: Ibu tidak tahuBerat badan lahir: 2900 gramPanjang badan lahir: Ibu tidak tahuLingkar kepala: Ibu tidak tahuPenolong: BidanTempat: klinikRiwayat Neonatal: Setelah lahir anak langsung menangis, kulit kemerahan, gerak aktif.

4. Riwayat perkembangan :Tengkurap: 3,5 bulanMerangkak: 8 bulanDuduk: 8 bulanBerdiri: 1 tahunBerjalan: 1 tahun 1 bulan

6. Riwayat imunisasiBCG: umur 2 bulanPolio: umur 2 bulan, 4 bulan, 6 bulan.Hepatitis B : Sejak lahir DPT: umur 2 bulan, 3 bulan, 4 bulanCampak: umur 9 bulanKesan : Imunisasi tidak lengkap

7. Makanan :Anak mendapatkan ASI sejak lahir sampai usia 6 bulan. Saat usia 6 bulan anak mulai beralih ke susu formula sampai usia 1 tahun. Pada usia 1,5-2 tahun anak makan nasi tim. Usia 2 tahun sampai sekarang anak makan nasi biasa, dengan frekuensi 3 kali sehari. Anak suka makan daging, ikan dan tidak suka makan sayurSeharusnya : Umur 0-6 bulan : cukup ASI saja Umur 6-8 bulan : lanjutkan menyusui, 2-3 sdm s/d 125 ml, 2-3x makan, 1-2x selingan. ( makanan dibuat dengan disaring. Tekstur makanan kumat dan tidak terlalu encer. umur 9-10 bulan : lanjutkan menyusui, bahan makanan sama dengan orang dewasa. Rasa disesuaikan untuk anak-anak. makanan dibuat dengan ditumbuk. Tekstur makanan agak kasar umur 10-12 bulan: lanjutkan menyusui, bahan makanan sama dengan orang dewasa, namun rasa disesuaikan untuk anak-anak, makanan dibuat dengan cincang kasar > 12 bulan : lanjutkan menyusui, menu dapur umum yang disediakan untuk umum/dewasa. Bahan makanan untuk dewasa dapat juga digunakan untuk membuat makanan bayi dan anak.

8. Riwayat Perkembangan MentalIsap jempol: -Mengompol: +Aktifitas: AktifMembangkang : -Ketakutan: -9. Status GiziRumus Perkiraan BB:Usia 11 tahun : BB 32 Kg, TB 130 cmBB/TB2 (meter) = 32/1,32 = 18

III. PEMERIKSAAN FISIK1.Keadaan umum: Tampak sakit sedangKesadaran: Kompos mentisGCS: 4-5-62. Pengukuran :Tanda vital : Tensi: 130/70 mmHgNadi: 94 x/menitSuhu: 36,5o CRespirasi: 24 x/menitBerat badan: 32 kgTinggi badan : 130 cm Kulit : Warna: KecoklatanSianosis: tidak adaHemangiom: tidak adaTurgor: cepat kembaliKelembaban: cukupPucat: tidak ada3. Kepala :Bentuk: NormochepalRambut :Warna: hitam, ikalTebal/tipis: tebalJarang/tidak (distribusi) : tidak jarangAlopesia: tidak adaMata :Palpebra: edemaAlis & bulu mata: tidak mudah dicabutKonjungtiva: tidak anemisSklera: tidak ikterikProduksi air mata: cukupPupil : Diameter: 3 mm/3 mmSimetris: isokor, normalReflek cahaya : +/+Kornea: jernihTelinga : Bentuk: simetrisSekret: tidak adaSerumen: minimalNyeri: tidak adaHidung :Bentuk: simetrisPernafasan cuping hidung : tidak adaEpistaksis: tidak adaSekret: tidak adaMulut :Bentuk: normalBibir: mukosa bibir basah, sianosis tidak adaGusi: - tidak mudah berdarah - pembengkakan tidak adaLidah : Bentuk: normalPucat/tidak: tidak pucatTremor/tidak: tidak tremorKotor/tidak: tidak kotorWarna: kemerahan Faring :Hiperemi: tidak adaEdema: tidak adaMembran/pseudomembran : (-)Tonsil :Warna: kemerahanPembesaran: tidak adaAbses/tidak: tidak adaMembran/pseudomembran : (-)4. Leher :Vena Jugularis :Pulsasi: tidak terlihatTekanan: tidak meningkatPembesaran kelenjar leher: tidak adaKaku kuduk: tidak adaMasa: tidak adaTortikolis: tidak ada5. Thorak :a. Dinding dada/paru :Inspeksi:Bentuk: simetrisRetraksi: tidak adaDispnea: tidak adaPernafasan: thorakalPalpasi:Fremitus fokal : simetrisPerkusi: sonor/sonorAuskultasi :Suara Napas Dasar : Suara napas vesikuler (+/+)Suara Napas Tambahan : Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)b. Jantung :Inspeksi: Iktus: tidak terlihatPalpasi: Apeks: tidak teraba Thrill: tidak adaPerkusi: Batas kanan: ICS IV LPS dextra Batas kiri: ICS V LMK sinistra Batas atas: ICS II LPS dextraAuskultasi : Frekuensi: 102 x/menit Suara dasar: S1 dan S2 tunggal Bising: tidak ada

6. AbdomenInspeksi:Bentuk: cembungPalpasi:Hati: tidak terabaLien: tidak terabaGinjal: tidak terabaMasa: tidak ada Undulasi: (-)Perkusi:Timpani/pekak: timpani, shifting dullness (+)Asites: adaAuskultasi: bising usus (+) normal

7. Ekstremitas :Umum: akral hangat, edema (-), tidak parese8.Susunan saraf: Nervi Craniales I XII normal 9.Genitalia: Perempuan dan tidak ada kelainan

PEMERIKSAAN LABORATORIUM SEDERHANA1. Pemeriksaan Darah Rutin tanggal 27 01 - 2014 JenisPemeriksaanNilaiJenisPemeriksaanNilai

Leukosit (per mm3)12.4MCV(/l)75

Eritrosit (juta/mm3)4.79MCH(pg)27.8

Hemoglobin (gr%)13.3MCHC(g/dl)37.1

Hematoktrit (%)35.9RDW(pl)13.4

Trombosit ( per mm3)445MPV(pl)6.5

2. Pemeriksaan Kimia Darah tanggal 8 Januari 2015Protein total: 8,7 gr/dlAlbumin : 4,6 gr/dlGlobulin: 4,1 gr/dlPemeriksaan Kimia Darah tanggal 11 Januari 2015SGOT: 26SGPT: 13Ureum: 30,3Kreatinin: 0,8Kolesterol : 249

3. Pemeriksaan Urin (Urinalisa) 12 januari 2015 Makroskopik :Warna: Kuning mudaKekeruhan : KeruhMikroskopik :Leukosit : 7 8 / lpbEritrosit : 12 15 / lpbEpitel : 5 6 / lpbpH: 6Kristal : (-)Protein : 1 +Silinder : granular (+)Glukosa : (-) negatif

1. DIAGNOSA KERJA Sindrom nefritik akut e.c ISK

PENATALAKSANAAN1. Terapi cairan Kebutuhan kalori dan cairan Umur 7-12 tahun : 60 cc/kgbb ideal: 60 cc/ 32 kg: 1920 cc/hariMenghitung tetesan cairan infus Tetesan : BB x Kebutuhan Cairan x Jenis infus 24 ( jam ) x 60 ( menit )

Tetesan : 32 x 60 cc x 201440Tetesan : 26 tts/mRinger Latat gtt 26 tts/m

2. Terapi kausatif -Inj Ceftriaxon 1x1 gr ad D5% 100 cc habis dalam 1 jamPo: captopril 2x 0,25 mg 3. Terapi nutrisiDiit tinggi protein rendah garam (TPRG)Syarat : 1) Energi sesuai dengan kecukupan menurut umur dan berat2) Protein tinggi ( 3-4 g/kg bb sehari )3) Lemak cukup4) Natrium dibatasin sesuai dengan beratnya retensi garam 5) Mineral dan vitamin diberikan cukup, kecuali natrium6) Rasa makanan ditingkat dengan menambah bumbu bumbu yang tidak mengadung natrium.

4. Terapi suportifa) Bedrest b) Mengganti kehilangan protein terutama albuminc) Memonitor balance cairan input dan outputd) Mengontrol tekanan darahe) Memonitor hypercalemif) Memonitor hypercholesterolemia

5. Terapi edukasia. Edukasi kepada keluarga pasien agar anaknya memakan putih telur dan ikan gabus dengan sedikit garam karena putih telur, tahu, tempe,ikan gabus tinggi protein dimana pada pasien SN memerlukan diet tinggi protein rendah garam terutama pada kasus ini.b. Cara penggunaan obat prednison pada pengobatan penyakit SN memiliki banyak efek samping.c. Diajarkan cara untuk memantau kebutuhan cairan untuk pasien SN agar input dan output seimbang.d. Jika pasien masih mengalami bengkak yang hebat, dianjurkan untuk minum secukupnya saja.e. Sanitasi dan hygiene lingkungan untuk mencegah terjadinya infeksi sekunder.

FOLLOW UP PASIENTANGGAL SOAP

8-1-2015

9-1-2015

10-1-2015

11-1-2015

12-1-2015

13-1-2015

14-1-2015

15-1- 2015

16-1-2015( orang tua minta pulang atas permintaan sendiri )Wajah sembab,pusing (+)

Demam (-), Wajah masih sembab, urin berwarna kemerahan

Wajah sembab berkurang, BAK sudah kembali jernih lagi

Demam (-), wajah masih sembab

Tidak ada keluhan

Tidak ada keluhan

Demam (-), sembab (-)

Demam (-), sembab (-), tidak ada keluhan lainnya

Wajah sudah tidak sembab lagi, demam (-)TD :120/80Nadi : 88 x/iRR : 22 x/iS : 34,7 0C LP ; 61 cmLk ; 52 cmLila : 21 cmBB : 32 kgTB : 130 cm

TD : 120/70Nadi : 92x/iRR : 22x/iS : 34,8 0CLP : 64 cm

TD : 120/80Nadi : 90 x/iRR : 22 x/iS : 35,1 0CLP : 61,5 cm

TD : 120/80Nadi : 88 x/iRR : 20 x/iS : 36,1 0CLP : 61 cm

TD : 130/90Nadi : 102 x/iRR : 20 x/iS : 36,1 0CLP : 61 cm

TD : 120/80Nadi : 122 x/iRR : 20 x/iS : 35,7 0CLP : 60 cmBB : 28 kg Input : 2250 mlOutput : 3000 ml

TD : 130/80Nadi : 132 x/iRR : 20 x/iS : 36,7 0CLP : 60 cmBB : 28 kg

TD : 110/70Nadi : 130 x/iRR : 20 x/iS : 36,7 0CLP : 60 cmBB : 28 kg

TD : 120/80Nadi : 88 x/iRR : 20 x/iS : 35,7 0CLP : 60 cmBB : 28 kg

Suspek SN

Suspek SN

Suspek SN

Suspek SN

Suspek SN

Suspek SN

SN

SN

SN dengan perbaikan IVFD D5% 10 ttsInj. Ceftriaxone 1x1 gr dalam D 5%Captopril 2x1/4 tablet (6,25 mg )

IVFD D5% 10 ttsCeftriaxone 1x1 gr + D5%Captopril 2x1/2 tablet

IVFD D5% 10 ttsCeftriaxone 1x1 gr + D5%Captopril 2x1/2 tablet

IVFD D5% 10 ttsCeftriaxone 1x1 gr + D5%Captopril 2x1/2 tablet

IVFD D5% 10 ttsCeftriaxone 1x1 gr + D5%Captopril 2x1/2 tablet

IVFD D5% 10 ttsCeftriaxone 1x1 gr + D5%Captopril 2x1/2 tablet

IVFD D5% 10 ttsCeftriaxone 1x1 gr + D5%Captopril 3x6,25mg

IVFD D5% 10 ttsInj.Ceftriaxone 1x1 gr + D5% 100 cc habis dalam 1 jam

IVFD D5% 10 ttsInj.Ceftriaxone 1x1 gr Captopril 3x6,25 mg

PROGNOSISQuo ad vitam:Dubia ad bonamQuo ad functionam:Dubia ad bonamQuo ad sanationam:Dubia ad bonam

BAB IIITINJAUAN PUSTAKA

ANATOMI GINJAL Ginjal merupakan organ pada tubuh manusia yang menjalankan banyak fungsi untuk homeostasis, yang terutama adalah sebagai organ ekskresi dan pengatur keseimbangan cairan dan asam basa dalam tubuh. Terdapat sepasang ginjal pada manusia, masing-masing di sisi kiri dan kanan (lateral) tulang vertebra dan terletak retroperitoneal (di belakang peritoneum). Selain itu sepasang ginjal tersebut dilengkapi juga dengan sepasang ureter, sebuah vesika urinaria (buli-buli/kandung kemih) dan uretra yang membawa urine ke lingkungan luar tubuh.3,4GinjalGinjal merupakan organ yang berbentuk seperti kacang, terdapat sepasang (masing-masing satu di sebelah kanan dan kiri vertebra) dan posisinya retroperitoneal. Ginjal kanan terletak sedikit lebih rendah (kurang lebih 1 cm) dibanding ginjal kiri karena disebabkan adanya hati yang mendesak ginjal sebelah kanan. Kutub atas ginjal kiri adalah tepi atas iga 11 (vertebra T12), sedangkan kutub atas ginjal kanan adalah tepi bawah iga 11 atau iga 12. Adapun kutub bawah ginjal kiri adalah processus transversus vertebra L2 (kira-kira 5 cm dari krista iliaka) sedangkan kutub bawah ginjal kanan adalah pertengahan vertebra L3. Dari batas-batas tersebut dapat terlihat bahwa ginjal kanan posisinya lebih rendah dibandingkan ginjal kiri. Secara umum, ginjal terdiri dari beberapa bagian: Korteks: bagian ginjal di mana di dalamnya terdapat/terdiri dari korpus renalis/Malpighi (glomerulus dan kapsul Bowman), tubulus kontortus proksimal dan tubulus kontortus distalis. Medula: terdiri dari 9-14 pyramid. Di dalamnya terdiri dari tubulus rektus, lengkung Henle dan tubulus pengumpul (ductus collectivus). Columna renalis: bagian korteks di antara pyramid ginjal Processus renalis: bagian pyramid/medula yang menonjol ke arah korteks Hilus renalis: suatu bagian di mana pembuluh darah, serabut saraf atau duktus memasuki/meninggalkan ginjal. Papilla renalis: bagian yang menghubungkan antara duktus pengumpul dan calix minor. Calix minor: percabangan dari calix major. Calix major: percabangan dari pelvis renalis. Pelvis renalis: disebut juga piala ginjal, yaitu bagian yang menghubungkan antara calix major dan ureter. Ureter: saluran yang membawa urine menuju vesica urinaria.Gambar 2.2 Fisiologi GinjalUnit fungsional ginjal disebut nefron. Nefron terdiri dari korpus renalis/Malpighi (yaitu glomerulus dan kapsul Bowman), tubulus kontortus proksimal, lengkung Henle dan tubulus kontortus distal yang bermuara pada tubulus kolektivus. Di sekeliling tubulus ginjal tersebut terdapat pembuluh darah kapiler,yaitu arteriol yang membawa darah dari dan menuju glomerulus serta kapiler peritubulus (yang memperdarahi jaringan ginjal). Berdasarkan letakya nefron dapat dibagi menjadi: (1) nefron kortikal, yaitu nefron di mana korpus renalisnya terletak di korteks yang relatif jauh dari medula serta hanya sedikit saja bagian lengkung Henle yang terbenam pada medula, dan (2) nefron juxta medula, yaitu nefron di mana korpus renalisnya terletak di tepi medula, memiliki lengkung Henle yang terbenam jauh ke dalam medula dan pembuluh-pembuluh darah panjang dan lurus yang disebut sebagai vasa rekta.5Ginjal diperdarahi oleh arteri dan vena renalis. A. renalis merupakan percabangan dari aorta abdominal, sedangkan v.renalis akan bermuara pada vena cava inferior. Setelah memasuki ginjal melalui hilus, a.renalis akan bercabang menjadi arteri sublobarisa. arcuata a.interlobaris yang akan memperdarahi segmen-segmen tertentu pada ginjal, yaitu segmen superior, anterior-superior, anterior-inferior, inferior serta posterior.Ginjal memiliki persarafan simpatis dan parasimpatis. Untuk persarafan simpatis ginjal melalui segmen T10-L1 atau L2, melalui n.splanchnicus major, n.splanchnicus imus dan n.lumbalis. Saraf ini berperan untuk vasomotorik dan aferen viseral. Sedangkan persarafan simpatis melalui n.vagus.4,5Fisiologi ginjal Ginjal ikut mengatur keseimbangan biokimia tubuh manusia dengan cara mengatur keseimbangan air, mengatur konsentrasi garam dalam darah, mengatur asam basa darah, pengaturan ekskresi bahan buangan dan kelebihan garam dan memproduksi hormon yaitu :3,5,61. Prostaglandin yang berfungsi untuk pengaturan garam dan air serta mempengaruhi tekanan vaskuler.2. Eritropoietin yang berfungsi untuk merangsang produksi sel darah merah.3. 1,25 dihidroksikolekalsiferol yang berfungsi memperkuat absorpsi kalsium dari usus dan reabsorbsi fosfat oleh tubulus renalis.4. Renin yang berfungsi bekerja pada jalur angiotensin untuk meningkatkan tekanan vaskuler dan produksi aldosteron.

Tiga tahap pembentukan urine:1)Filtrasi glomerularPembentukan kemih dimulai dengan filtrasi plasma pada glomerulus, seperti kapiler tubuh lainnya, kapiler glomerulus secara relatif bersifat impermeabel terhadap protein plasma yang besar dan cukup permeabel terhadap air dan larutan yang lebih kecil seperti elektrolit, asam amino, glukosa, dan sisa nitrogen. Aliran darah ginjal (RBF = Renal Blood Flow) adalah sekitar 25% dari curah jantung atau sekitar 1200 ml/menit. Sekitar seperlima dari plasma atau sekitar 125 ml/menit dialirkan melalui glomerulus ke kapsul Bowman. Ini dikenal dengan laju filtrasi glomerulus (GFR = Glomerular Filtration Rate). Gerakan masuk ke kapsula bowmans disebut filtrat. Tekanan filtrasi berasal dari perbedaan tekanan yang terdapat antara kapiler glomerulus dan kapsula bowmans, tekanan hidrostatik darah dalam kapiler glomerulus mempermudah filtrasi dan kekuatan ini dilawan oleh tekanan hidrostatik filtrat dalam kapsula bowmans serta tekanan osmotik koloid darah. Filtrasi glomerulus tidak hanya dipengaruhi oleh tekanan-tekanan koloid diatas namun juga oleh permeabilitas dinding kapiler.2) ReabsorpsiZat-zat yang difilltrasi ginjal dibagi dalam 3 bagian yaitu : non elektrolit, elektrolit dan air. Setelah filtrasi langkah kedua adalah reabsorpsi selektif zat-zat tersebut kembali lagi zat-zat yang sudah difiltrasi.3)SekresiSekresi tubular melibatkan transfor aktif molekul-molekul dari aliran darah melalui tubulus kedalam filtrat. Banyak substansi yang disekresi tidak terjadi secara alamiah dalam tubuh (misalnya penisilin). Substansi yang secara alamiah terjadi dalam tubuh termasuk asam urat dan kalium serta ion-ion hidrogen.Pada tubulus distalis, transfor aktif natrium sistem carier yang juga telibat dalam sekresi hidrogen dan ion-ion kalium tubular. Dalam hubungan ini, tiap kali carier membawa natrium keluar dari cairan tubular, cariernya bisa hidrogen atau ion kalium kedalam cairan tubular perjalanannya kembali jadi, untuk setiap ion natrium yang diabsorpsi, hidrogen atau kalium harus disekresi dan sebaliknya. Pilihan kation yang akan disekresi tergantung pada konsentrasi cairan ekstratubular (CES) dari ion-ion ini (hidrogen dan kalium). Pengetahuan tentang pertukaran kation dalam tubulus distalis ini membantu kita memahami beberapa hubungan yang dimiliki elektrolit dengan lainnya. Sebagai contoh, kita dapat mengerti mengapa bloker aldosteron dapat menyebabkan hiperkalemia atau mengapa pada awalnya dapat terjadi penurunan kalium plasma ketika asidosis berat dikoreksi secara theurapeutik.

SINDROMA NEFROTIK

DEFINISI Sindrom nefrotik dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan klinis yang terdiri dari proteinuria berat, hipoalbuminemia, edema generalisata dan hiperlipidemia.7

EPIDEMIOLOGIPada anak-anak (< 16 tahun) paling sering ditemukan nefropati lesi minimal (75%-85%) dengan umur rata-rata 2,5 tahun, 80% < 6 tahun saat diagnosis dibuat dan laki-laki dua kali lebih banyak daripada wanita. SN dapat menyerang semua umur tetapi terutama menyerang anak-anak yang berusia antara 2-6 tahun. Anak laki-laki lebih banyak menderita dibandingkan anak perempuan dengan rasio 3:2. Pada anak-anak kira-kira 90% disebabkan oleh panyakit Glomerulus primer dan 10% adalah sekunder disebabkan oleh penyakit sistemik seperti nefritis Henoch-Schonlein, Lupus Eritematous Sistemik, amyloidosis dan sebagainya.Insidensi sindrom nefrotik pada anak-anak di Amerika Serikat diperkirakan 2.0 hingga 2.7 kasus baru per 100.000 anak-anak dibawah 18 tahun. Insisdensi sindrom nefrotik idiopatik 6 kali lebih besar pada anak-anak Asia dari pada Eropa. Di Jakarta Indonesia, Wira Wirya melaporkan 6 kasus baru per 100.000 anakanak di bawah 14 tahun, membuat ini menjadi penyakit relative paling umum pada pediatric.Sepertiga penderita SN tidak akan mengalami kambuh setelah remisi pertama, namun duapertiga penderita SN akan mengalami kambuh. Angka kekambuhan pada sindrom nefrotik kira-kira 70% dengan proteinuria dan edema berulang.

KLASIFIKASISindrom nefrotik secara klinis dibagi menjadi 2 kelompok:A. Sindrom Nefrotik PrimerDikatakan sindrom nefrotik primer oleh karena sindrom nefrotik ini secara primer terjadi akibat kelainan pada glomerulus itu sendiri tanpa ada penyebab lain. Sehingga dikatakan idiopatik namun diduga berhubungan dengan genetic maupun imunologi alergi. Golongan ini paling sering dijumpai pada anak. Termasuk dalam sindrom nefrotik primer adalah sindrom nefrotik kongenital, yaitu salah satu jenis sindrom nefrotik yang ditemukan sejak anak itu lahir atau usia di bawah 1 tahun.1. Sindrom Nefrotik BawaanDiturunkan sebagai resesif autosomal atau karena reaksi maternofetal. Gejalanya adalah edema pada masa neonatus. Sindrom nefrotik jenis ini resisten terhadap semua pengobatan. Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah pencangkokan ginjal pada masa neonatus namun jarang atau bahkan tidak berhasil. Prognosis buruk dan biasanya penderita meninggal dalam bulan-bulan pertama kehidupannya.2. Sindrom Nefrotik Idiopatik, dibagi kedalam 4 golongan yang dibuat berdasarkan histopatologinya, yaitu : Kelainan minimal1. Glomerolus tampak normal (mikroskop biasa) atau tampak foot processus sel epitel berpadu (mikroskop elektron)2. Dengan imonufluoresensi tidak ada IgG atau imunoglobulin beta-IC pada dinding kapiler glomerolus3. Lebih banyak terdapat pada anak4. Prognosis baik Nefropati membranosa1. Glomerolus menunjukan penebalan dinding kapiler yang tersebar tanpa proliferasi sel2. Prognosis kurang baik Glomerulonefritis proliferative1. Eksudatif difusTerdapat prolifarasi sel mesangial dan infiltrasi polimorfonukleus dan terjadi pembengkakan sitoplasma endotel yang menyebabkan kapiler tersumbat.2. Penebalan batang lobular (lobular stalk thickening)Terdapat proliferasi sel mesangial yang tersebar dan penebalan batang lobular.3. Dengan bulan sabit (crescent)Prolifersi sel mesangial dan proliferasi sel epitel sampai kapsular dan viseral.4. Glomelurosklerosis membranoproliferatifProliferasi sel mesangial dan penempatan fibrin yang menyerupai membrana basalis de mesengium. Titer imunoglobulin beta-IC atau beta-IA rendah. Glomelurosklerosis Fokal Segmental Sklerosis glomelorus dan atrofi tubulus Prognosis burukB. Sindrom Nefrotik Sekundertimbul sebagai akibat dari suatu penyakit sistemik atau sebagai akibat dari berbagai sebab yang nyata seperti misalnya efek samping obat. Penyebab yang sering dijumpai disebabkan oleh: Penyakit metabolik atau kongenital: diabetes mellitus, amiloidosis, sindrom Alport, miksedema. Infeksi : hepatitis B, malaria, schistosomiasis, lepra, sifilis, streptokokus, AIDS. Toksin dan alergen: logam berat (Hg), penisillamin, probenesid, racun serangga, bisa ular. Penyakit sistemik bermediasi imunologik: lupus eritematosus sistemik, purpura Henoch-Schnlein, sarkoidosis. Neoplasma : tumor paru, penyakit Hodgkin, tumor gastrointestinal.

PATOGENESISProteinuriaIndikator utama pada SN adalah adanya proteinuria masif yaitu lebih dari 3,5 gram per 1,73 m2 luas permukaan badan perhari atau 25 x nilai normal (pada orang normal protein dalam urine + 150 mg/hari).(10) Proteinuria ini sebagian besar berasal dari kebocoran glomerulus (proteinuria glomerulus) dan hanya sebagian kecil berasal dari sekresi tubulus (proteinuria tubular). Pada dasarnya proteinuria masif ini mengakibatkan dua hal :Pertama : jumlah serum protein yang difiltrasi glomerulus meningkat sehingga serum protein tersebut masuk ke dalam lumen tubulus.Kedua : kapasitas faal tubulus ginjal menurun untuk mereabsorbsi serum protein yang telah difiltrasi glomerulus. PERMEABILITAS GLOMERULUS MENINGKAT

Kebocoran PBH melalui urin kenaikan filtrasi LIPIDURIA(protein-bound hormon) plasma protein

penurunan plasma T-4 HIPERKOLESTEROLEMIA

Kenaikan reabsorbsi ALBUMINURIAkenaikan sintesis proteinPlasma proteindalam sel hepar

Katabolisme albumin HIPOPROTEINEMIAPenurunan volumeDalam sel tubulus intravaskular

MalnutrisiKenaikan volume cairaninterstitial

Kehilangan protein melaluiUsus (enteropati)

Kerusakan sel tubulus

AMINOASIDURIA SEMBAB

Mekanisme atau patogenesis proteinuria masif sangat kompleks, dan tergantung dari banyak faktor. Albumin merupakan serum protein yang mempunyai berat molekul kecil dan jumlahnya banyak sehingga mudah keluar bila terdapat kerusakan membran basalis ginjal. Keadaan demikian sering ditemukan pada pasien dengan kerusakan minimal.8Sebagian besar penderita SN pada usia muda dengan proteinuria selektif biasanya mempunyai lesi histopatologik minimal atau minimal change lesion dan memperlihatkan respon baik terhadap kortikosteroid.7

HipoproteinemiaPlasma mengandung banyak macam protein dan sebagian besar mengisi ruangan ekstravaskular. Plasma atau serum protein terutama terdiri dari albumin karena itu istilah hipoproteinemia identik dengan hipoalbuminemia.Hipoproteinemia dapat terjadi akibat kehilangan protein melalui urin (proteinuria), katabolisme albumin meningkat, intake protein berkurang karena penderita anoreksia atau bertambahnya pemakaian asam amino.7

HiperlipidemiaHiperlipidemia muncul akibat penurunan tekanan onkotik, disertai pula oleh penurunan aktivitas degradasi lemak karena hilangnya -glikoprotein sebagai perangsang lipase. Apabila kadar albumin serum kembali normal, baik secara spontan ataupun dengan pemberian infus albumin, maka umumnya kadar lipid kembali normal. Pada status nefrosis, hampir semua kadar lemak (kolesterol, trigliserid) dan lipoprotein serum meningkat. Peningkatan kadar kolesterol disebabkan meningkatnya LDL (low density lipoprotein), lipoprotein utama pengangkut kolesterol. Kadar trigliserid yang tinggi dikaitkan dengan peningkatan VLDL ( very low density lipoprotein). Mekanisme hiperlipidemia pada SN dihubungkan dengan peningkatan sintesis lipid dan lipoprotein hati, dan menurunnya katabolisme. Tingginya kadar LDL pada SN disebabkan peningkatan sintesis hati tanpa gangguan katabolisme. Peningkatan sintesis hati dan gangguan konversi VLDL dan IDL menjadi LDL menyebabkan kadar VLDL tinggi pada SN. Menurunnya aktivitas enzim LPL ( lipoprotein lipase ) diduga merupakan penyebab berkurangnya katabolisme VLDL pada SN. Peningkatan sintesis lipoprotein hati terjadi akibat tekanan onkotik plasma atau viskositas yang menurun. Sedangkan kadar HDL turun diduga akibat berkurangnya aktivitas enzim LCAT ( lecithin cholesterol acyltransferase ) yang berfungsi sebagai katalisasi pembentukan HDL. Enzim ini juga berperan mengangkut kolesterol dari sirkulasi menuju hati untuk katabolisme. Penurunan aktivitas LCAT diduga terkait dengan hipoalbuminemia yang terjadi pada SN.7Sembab atau edemaKlinis sembab atau edema menunjukkan adanya penimbunan cairan dalam ruang interstitial di seluruh tubuh. Sembab atau edema sering merupakan keluhan pertama dan satu-satunya dari pasien-pasien SN. Mekanisme sembab seperti terlihat pada skema dapat melalui sistem kapiler dan rena

PATOGENESIS (MEKANISME) SEMBAB PADA SINDROM NEFROTIKSINDROM NEFROTIK

PROTEINURIA MASIF

HIPOALBUMINEMIA

TEKANAN ONKOTIK KAPILER

Volume darah efektif

Aktivasi simpatetikRenin angiotensinCirculating catecholaminHumoral

Tahanan vaskular ginjal Aktivasi aldosteronDesakan starling & tekananKapiler peritubular Reabsorbsi Na+ pada tubulusLFGNATRIURESIS VCES

SEMBAB

MANIFESTASI KLINIKGejala awal dari sindroma nefrotik meliputi; menurunnya nafsu makan, malaise, bengkak pada kelopak mata dan seluruh tubuh, nyeri perut, atropy dan urin berbusa. Abdomen mungkin membesar karena adanya akumulasi cairan di intraperitoneal (Asites), dan sesak napas dapat terjadi karena adanya cairan pada rongga pleura (efusi pleura) ataupun akibat tekanan abdominal yang meningkat akibat asites. Gejala lain yang mungkin terjadi adalah bengkak pada kaki, scrotum ataupun labia mayor. Pada keadaan asites berat dapat terjadi hernia umbilikasis dan prolaps ani.Defisiensi zat gizi dapat terjadi karena hilangnya nutrien dalam urin serta anoreksia, dapat terjadi gagal tumbuh serta hilangnya kalsium tulang. Diare sering dialami oleh pasien dalam keadaan edema, keadaan ini rupanya bukan berkaitang dengan adanya infeksi, namun diduga penyebabnya adalah edema di mukosa usus. Hepatomegali dapat di temukan, hal ini dikaitkan dengan sinteis protein yang meningkat atau edema, atau keduanya. Kadang terdapat nyeri perut kuadran kanan atas akibat hepatomegali dan edema dinding perutPada anak dengan sindroma nefrotik dapat terjadi gangguan fungsi psikososial yang merupakan akibat stress nonspesifik terhadap anak yang sedang berkembang.Empat gejala klinis yang paling utama dari pasien Sindroma nefrotik adalah sebagai berikut:1. ProteinuriaProteinuria merupakan gejala utama sindrom nefrotik, proteinuria yang terjadi lebih berat dibandingkan proteinuria pada penyakit ginjal yang lain. Jumlah protein dalam urin dapat mencapi 40mg/jam/ m2 luas permukaan tubuh (1gr/ m2/hari) atau 2-3,5gram/ 24 jam. Proteinuria yang terjadi disebabkan perubahan selektifitas terhadap protein dan perubahan pada filter glomerulus. 2. HipoalbuminemiaJumlah albumin dalam badan ditentukan oleh masukan dari sintesis hepar dan pengeluaran akibat degradasi metabolik, eksresi renal dan gastrointestinal. Pada anak dengan SN terdapat hubungan terbalik antara laju eksresi protein urin dan derajat hipoalbuminemia. Sintesis protein di hati biasanya meningkat (namun tidak memadai untuk mengganti kehilangan albumin dalam urin), tetapi mungkin normal atau menurun.3. Hiperlipidemi Kolesterol serum, very low density lipoprotein (VLDL), low density lipoprotein (LDL), trigliserida meningkat sedangkan high density lipoprotein (HDL) dapat meningkat, normal atau menurun. Hal ini disebabkan peningkatan sintesis lipid di hepar dan penurunan katabolisme di perifer (penurunan pengeluaran lipoprotein, VLDL, kilomikron dan intermediate density lipoprotein dari darah). Peningkatan sintesis lipoprotein lipid distimulasi oleh penurunan albumin serum dan penurunan tekanan onkotik.Pada Sindroma nefrotik hampir semua kadar lemak (kolesterol, trigliserid meningkat. Paling tidak ada dua faktor yamg mungkin berperan yakni: (1) hipoproteinemia merangsang sintesis protein menyeluruh dalam hati termasuk lipoprotein. (2) katabolisme lemak menurun karena penurunan kadar lipoprotein lipase plasma, sistem enzim utama yang mengambil lemak dari plasma.4. Sembab atau edemaAda 2 teori mengenai patofisiologi edema pada sindrom nefrotik; teori underfilled dan teori overfille. Pada teori underfill di jelaskan pembentukan edema terjadi karena menurunnya albumin (hipoalbuninemia), akibat kehilangan protein melalui urin. Hipoalbuminemia menyebabkan penurunan tekanan onkotik plasma, yang memungkinkan transudasi cairan dari ruang inervaskular keruangan intersisial. Penurunan volume intravakular menyebabkan penurunan tekanan perfusi ginjal, sehingga terjadi pengaktifan sistem renin-angiotensin-aldosteron, yang merangasang reabsorbsi natrium ditubulus distal. Penurunan volume intravaskular juga merangsang pelepasan hormon antideuritik yang mempertinggi penyerapan air dalam duktus kolektivus. Karena tekanan onkotik kurang maka cairan dan natrium yang telah direabsorbsi masuk kembali ke ruang intersisial sehingga memperberat edema. Sedangkan pada teori overfill dijelaskan retensi natrium dan air diakibatkan karena mekanisme intra renal primer dan tidak bergantung pada stimulasi sistemik perifer. Serta adanya agen dalam sirkulasi yang meningkatkan permeabilitas kapiler diseluruh tubuh serta ginjal. Retensi natrium primer akibat defek intra renal ini menyebabkan ekspansi cairan plasma dan cairan ekstraseluler. Edema yang terjadi diakibatkan overfilling cairan ke dalam ruang interstisial. Gambar 2.3 Penderita Sindroma Nefrotik

Dengan teori underfill dapat diduga terjadi kenaikan renin plasma dan aldosteron sekunder terhadap adanya hipovolemia, tetapi hal tersebut tidak terdapat pada semua penderita Sindroma nefrotik. Sehingga teori overfill dapat di pakai untuk menerangkan terjadinya edema pada sindrom nefrotik dengan volume plama yang tinggi dan kadar renin, aldosteron menurun terhadap hipovolemia.

DIAGNOSISSindrom nefrotik ditegakkan berdasarkan 4 gejala klinik yang khas, yaitu :1. Proteinuria masif atau proteinuria nefrotikdimana dalam urin terdapat protein 40 mg/m2 lpb/jam atau > 50 mg/kgBB/ 24 jam, atau rasio albumin/ kreatinin pada urin sewaktu >2 mg/mg, atau dipstik 2+. Proteinuria pada sindrom nefrotik kelainan minimal relatif selektif, yang terbentuk terutama oleh albumin.2. HipoalbuminemiaAlbumin serum < 2,5 g/dl. Harga normal kadar albumin plasma pada anak dengan gizi baik berkisar antara 3.6-4.4 g/dl. Pada sindrom nefrotik retensi cairan dan sembab baru akan terlihat apabila kadar albumin plasma turun dibawah 2.5-3.0 g/dl, bahkan sering dijumpai kadar albumin plasma yang jauh dibawah kadar tersebut.3. Oedem4. HiperlipidemiaPasien sindrom nefrotik idiopatik mengalami hiperkolesterolemia (kolesterol serum lebih dari 200 mg/dl).

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan antara lain:5. Urinalisis dan bila perlu biakan urin.6. Protein urin kuantitatif, dapat berupa urine 24 jam atau rasio protein/kreatinin pada urin pertama pagi hari7. Pemeriksaan daraha. Darah tepi (hemoglobin, leukosit, hitung jenis, trombosit, hematokrit,LED)b. Kadar albumin dan kolestrol plasmac. Kadar ureum, kreatinin, serta klirens kratinin dengan cara klasik atau dengan rumus Schwatzd. Titer ASO dan kadar komplemen C3 bila terdapat hematuria mikroskopis persistent.e. Bila curiga SLE, pemeriksaan dilengkapi dengan pemeriksaan kadar komplemen C4, ANA (anti nuclear antibody) dan anti-dsDNA.

PENATALAKSANAANBatasan

Remisi

Kambuh(Relaps)

Kambuh tidak sering

Kambuh sering

Responsif-steroid

Dependen-steroid

Resisten-steroid

Responder lambat

Nonresponder awal

Nonresponder lambatProteinuria negatif atau seangin, atau proteinuria < 4 mg/m2/jam selama 3 hari berturut-turut.

Proteinuria2 + atau proteinuria > 40 mg/m2/jam selama 3 hari berturut-turut, dimana sebelumnya pernah mengalami remisi.

Kambuh < 2 kali dalam masa 6 bulan, atau < 4 kali dalam periode 12 bulan.

Kambuh2 kali dalam 6 bulan pertama setelah respons awal, atau4 kali kambuh pada setiap periode 12 bulan.

Remisi tercapai hanya dengan terapi steroid saja.

Terjadi 2 kali kambuh berturut-turut selama masa tapering terapi steroid, atau dalam waktu 14 hari setelah terapi steroid dihentikan.

Gagal mencapai remisi meskipun telah diberikan terapi prednison 60 mg/m2/hari selama 4 minggu.

Remisi terjadi setelah 4 minggu terapi prednison 60 mg/m2/hari tanpa tambahan terapi lain.

Resisten-steroid sejak terapi awal.

Resisten-steroid terjadi pada pasien yang sebelumnya responsif-steroid.

TATALAKSANA AWAL Anak dengan manifestasi klinis SN pertama kali, sebaiknya dirawat di rumah sakit dengan tujuan untuk mempercepat pemeriksaan dan evaluasi pengaturan diit, penanggulangan edema, memulai pengobatan steroid, dan edukasi orang tua.Sebelum pengobatan steroid dimulai, dilakukan pemeriksaan pemeriksaan berikut:1) Pengukuran berat badan dan tinggi badan2) Pengukuran tekanan darah2. 3) Pemeriksaan fisis untuk mencari tanda atau gejala penyakit sistemik, seperti lupus eritematosus sistemik, purpura Henoch-Schonlein.4) Mencari fokus infeksi di gigi-geligi, telinga, ataupun kecacingan setiap infeksi perlu dieradikasi lebih dahulu sebelum terapi steroid dimulai.5) Melakukan uji Mantoux. Bila hasilnya positif diberikan profilaksis INH selama 6 bulan bersama steroid, dan bila ditemukan tuberkulosis diberikan obat antituberkulosis (OAT).Perawatan di rumah sakit pada SN relaps hanya dilakukan bila terdapat edema anasarka yang berat atau disertai komplikasi muntah, infeksi berat, gagal ginjal, atau syok. Tirah baring tidak perlu dipaksakan dan aktivitas fisik disesuaikan dengan kemampuan pasien. Bila edema tidak berat, anak boleh sekolah.

DIET Pemberian diet tinggi protein tidak diperlukan bahkan sekarang dianggap kontra indikasi karena akan menambah beban glomerulus untuk mengeluarkan sisa metabolisme protein (hiperfiltrasi) dan menyebabkan terjadinya sklerosis glomerrulus. Jadi cukup diberikan diet protein normal sesuai dengan RDA (recommended daily allowances) yaitu 1,5-2 g/kgBB/hari denagn kalori yang adekuat. Diet rendah protein akan menyebabkan malnutrisi energi protein (MEP) dan hambatan pertumbuhan anak. Lemak dapat diberikan dengan jumlah yang tidak melebihi 30% jumlah total kalori keseluruhan, lebih di anjurkan memberikan karbonhidrat kompleks dari pada gula sederhana. Restriksi garam dan cairan tidak diperlukan pada sebagian besar kasus sindrom nefrotik sensitif steroid. Diet rendah garam (1-2 g/hari, atau 2 mmol/kg/hari) plus menghindar camilan asin, dianjurkan selama anak mengalami edema atau hipertensis.

DIURETIKRestriksi cairan dianjurkan selama ada edema berat. Biasanya diberikan loop diuretic seperti furosemid 1-3 mg/kgbb/hari, bila perlu dikombinasikan dengan spironolakton (antagonis aldosteron, diuretik hemat kalium) 2-4 mg/kgbb/hari. Sebelum pemberian diuretik, perlu disingkirkan kemungkinan hipovolemia. Pada pemakaian diuretik lebih dari 1-2 minggu perlu dilakukan pemantauan elektrolit kalium dan natrium darah.

Bila pemberian diuretik tidak berhasil mengurangi edema (edema refrakter), biasanya disebabkan oleh hipovolemia atau hipoalbuminemia berat (kadar albumin 1 g/dl), dapat diberikan infus albumin 20-25% dengan dosis 1 g/kgBB selama 4 jam untuk menarik cairan dari jaringan interstitial, dan diakhiri dengan pemberian furosemid intravena 1-2 mg/kgBB. Bila pasien tidak mampu dari segi beaya, dapat diberikan plasma sebanyak 20 ml/kgBB/hari secara pelan-pelan 10 tetes/menit untuk mencegah terjadinya komplikasi dekompensasi jantung. Bila di perlukan, albumin atau plasma dapat diberikan selang-sehari untuk memberikan kesempatan pergeseran cairan dan mencegah overload cairan. Pemberian plasma berpotensi menyebabkan penularan infeksi hepatitis, HIV, dan lain lain. Bila asites sedemikian berat sehingga mengganggu pernafasan dapat dilakukan fungsi asites berulang.

IMUNISASIPasien SN yang sedang mendapat pengobatan kortikosteroid >2 mg/kgbb/ hari atau total >20 mg/hari, selama lebih dari 14 hari, merupakan pasien imunokompromais. Pasien SN dalam keadaan ini dan dalam 6 minggu setelah obat dihentikan hanya boleh diberikan vaksin virus mati, seperti IPV (inactivated polio vaccine). Setelah penghentian prednison selama 6 minggu dapat diberikan vaksin virus hidup, seperti polio oral, campak, MMR, varisela. Semua anak dengan SN sangat dianjurkan untuk mendapat imunisasi terhadap infeksi pneumokokus dan varisela.

PENGOBATAN DENGAN KORTIKOSTEROIDPengobatan inisialSesuai dengan anjuran ISKDC (international study on kidney diseases in children), pengobatan inisial prednison dimulai dengan dosis penuh (full dose) 2 mg/kg/hari atau 60 mg/m2LPB/hari (maksimal 80 mg/hari) dibagi 3 dosis, untuk menginduksi remisi. Dosis prednison dihitung sesuai dengan berat badan ideal (berat badan terhadap tinggi badan). Prenison dosis penuh inisial diberikan selama 4 minggu. Setelah pemberian steroid 2 minggu pertama, remisi telah terjadi pada 80% kasus, dan remisi mencapai 94% setelah pengobatan steroid

Gambar 2.4 Pengobatan inisial dengan kortikosteroidKeterangan: Prednison dosis penuh (full dose) 60 mg/m2LPB/hari (2 mg/kgBB/hari) dibagi 3 dosis diberikan setiap hari selama 4 minggu, dilanjutkan dengan prednison 40 mg/m2LPB/hari (2/3 dosis penuh), dapat diberikan secara intermitent (3 hari berturut-turut dalam 1 minggu) atau alternating (selang sehari), selama 4 minggu.Bila remisi terjadi dalam 4 minggu pertama, maka prednison intermitent/alternating 40 mg/m2LPB/hari diberikan selama 4 minggu. Bila remisi tidak terjadi pada 4 minggu pertama, maka pasien tersebut didiagnosis sebagai sindrom netritik resisten steroid 4 minggu. Bila terjadi remisi pada 4 minggu pertama, maka pemberian steroid dilanjutkan dengan 4 minggu kedua dengan dosis 40 mg/m2LPB/hari (2/3 dosis awal) secara alternating (selang sehari), 1 kali sehari setelah makan pagi. Bila setelah 4 minggu pengobatan steroid dosis penuh tidak terjadi remisi, pasien dinyatakan sebagai resistan steroid.Berbagai kelompok pakar menganjurkan bahwa dengan pemberian prednison dosis penuh selama 6 minggu dilajutkan dengan dosis alternating selama 6 minggu, akan memperpanjangan remisi dibandingkan dengan dosis standar 8 minggu. Pada pengamatan 12 bulan pasca terapi, kejadian relaps menurun menjadi 36,2% vs 81% (dosis standar) (APNkons).Pada penelitian di jakarta didapatkan kesan adanya penurunan jumlah relaps pada kelompok yang mendapat steroid lebih lama, tetapi karena jumlah kasus yang diteladi sedikit, perbedaan ini tidak dapat dinilai secara statistik,15sedangkan penelitian di Surabaya menemukan perbedaan kejadian relaps yang tidak bermakna.Sebuah meta-analisis dari penelitian randomized controlled trials menunjukkan bahwa anak-anak dengan sindrom nefroik sebaiknya diterapi paling tidak selama 3 bulan.

Pengobatan relapsRelaps sering didahului oleh infeksi saluran papas atas, yang harus dideteksi dan diobati secara benar. Pengobatan relaps terdiri dari prednison dosis penuh sampai remisi (maksimal 4 minggu kemudian dilanjutkan dengan prednisone intermitten/alternating 40 mg/m2LPB/ hari selama 4 minggu. Bila sampai pengobatan dosis penuh selama 4 minggu tidak juga terjadi remisi maka pasien didiagnosis sebagai sindrom nefrotiok resisten steroid dap harus diberikan terapi imunosupresif lain.Prednison yang diberikan setup hari dapat diberikan secara dosis tunggal atau terbagi; sedangkan dosis alternating diberikan secara dosis tunggal pada pagi hari. Pernanjangan terapi relaps lebih dari 5-6 minggu tidak diperlukan pada pasien dengan kambuh tidak sering.

Gambar 2.5 Pengobatan sindrom nefrotik relapsKeterangan:Prednison dosis penuh setup hari sampai remisi (maksimal 4 minggu) kemudian dilanjutkan dengan prednison intermittent/alternating 40 mg/m2LPB/hari selama 4 minggu.Bila sampai pengobatan dosis penuh selama 4 minggu tidak juga terjadi remisi, maka pasien di diagnosis sebagai SN resisten steroid dap harus di berikan terapi imunosupresif lain.

Pengobatan sindrom nefrotik relaps Bering atau dependen steroidSaat ini ada 4 opsi pengobatan sindrom nefrotik relaps Bering dan dependen steroid, yaitu:1. Pemberian steroid jangka panjang 2. Pemberian levamisol3. Pengobatan dengan sitostatik4. Pengobatan dengan siklosporinDisamping pengobatan tersebut diatas tidak boleh dilupakan untuk mencari fokus infeksi seperti misalnya tuberkulosis, infeksi gigi, atau kecacingan.Faktor risiko terjadinya relaps sering adalah:a. Onset penyakit pada umur kurang dari 3 tahun b. Relaps terjadi pada 6 bulan pertama c. Remisi lambat pada episode awal1. Steroid jangka panjangBerbagai penelitian menunjukkan bahwa pemberian steroid jangka panjang dapat dicoba lebih dahulu sebelum pemberian siklofosfamid (CPA), mengingat efek samping steroid yang lebih kecil. Jadi bila telah dinyatakan sebagai sindrom nefrotik relaps sering/dependen steroid, setelah mencapai remisi dengan prednison dosis penuh, diteruskan dengan steroid alternating dengan dosis yang diturunkan perlahan/bertahap 0,2 mg/kgBB sampai dosis terkecil yang tidak menimbulkan relaps yaitu antara 0,1-0,5 mg/kgBB alternating. Dosis ini disebut dosis threshold dan dapat diteruskan selama 6-12 bulan, kemudian dicoba dihentikan (Gambar 3). Umumnya anak usia sekolah dapat mentolerir prednison 0,5 mg/ kgBB dan anak usia pra sekolah sampai 1 mg/kgBB secara alternating.Bila terjadi rel~pspada dosis prednison rumatan > 0,5 mg/kgBB alternating, tetapi 11 < 1,0 mg/kgBB alternating tanpa efek samping yang berat, dapat dicoba dikombinasikan dengan levailusol dosis 2,5 mg/kgBB, selang sehari, selama 4-12 bulan, atau langsung diberikan CPA. Dibecikaii CPA dengan dosis 2-3 mg/kgBB/hari, dosis tunggal, selama 8-12 minggu.

2. LevamisofLevamisol adalah obat dengan efek imunomodulasi sel T. Pemakaian levamisol pada sindrom nefrotik masih terbatas karena efeknya masih diragukan. Di Jakarta, penelitian pemberian levamisol pernah dilakukan, tetapi hasilnya kurang memuaskan. Efek samping levamisol antara lain mual, muntah, dan neutropenia reversibel.Oleh karena itu pada saat ini pemberian levamisol belum dapat direkomendasikan secara umum, keputusan diserahkan kepada dokter spesialis anak atau dokter spesialis anak konsultan yang mengobati pasien. Levamisol diberikan dengan dosis 2,5 mg/kgBB dosis tunggal selang sehari, selama 4-12 bulan.

Gambar 2.6 Diagram pengobatan sindrom nefrotik relaps frekuen atau dependen steroid

Keterangan:1) Langsung diberi CPA (+ prednisonAD.)2) Sesudah prednison jangka panjang , dilanjutkan dengan CPA3) Sesudah prednison jangka panjang dan levamisol, dilanjutkan dengan CPA

3. SitostatikaObat sitostatika yang Bering dipakai pada pengobatan sindrom nefrotik anak adalah siklofosfamid (CPA) dosis 2-3 mg/kgBB selama 8 minggu. Sitostatika dapat mengurangi relaps sampai lebih dari 500, yaitu 67-93% pada tahun pertama, dan 36-66% selama 5 tahun. APN melaporkan pemberian CPA selama 12 minggu dapat mempertahankan remisi lebih lama daripada pemberian CPA selama 8 minggu, yaitu 67% dibandingkan 30%(16kons), tetapi hal ini tidak dapat dikonfirmasi oleh peneliti lain.

Gambar2.7 Pengobatan sindrom nefrotik relaps frekuenKeterangan : Prednison dosis penuh setup hari sampai remisi (maksimal 4 minggu) kemudian dilanjutkan dengan prednison intermittent/alternating 40 mg/m2LPB/hari dan imunosupresan/sitostatik oral (siklofosfamid 2-3 mg/kgBB/hari) dosis tunggal selama 8 minggu. Pemberian CPA dalam mempertahankan remisi lebih baik pada sindrom nefrotik relaps sering (70%) daripada SN dependen steroid (30%). Efek samping sitostatika antara lain depresi sumsum tulang, alopesia, sistitis hemoragik, azospermia, dan dalam jangka panjang dapat menyebabkan keganasan. Oleh karena itu perlu pemantauan pemeriksaan darah tepi seperti kadar hemoglobin, leukosit, trombosit, 1-2 kali seminggu. Bila jumlah leukosit kurang dari 3.000/uL, kadar hemoglobin kurang dari 8 g/dL, atau jumlah trombosit kurang dari 100.000/uL, sitostatika dihentikan sernentara, dan diteruskan kembali bila jumlah leukosit lebih dari 5.000/uL, hemoglobin lebih dari 8 g/dL, dan trombosit lebih dari 100.000/uL. Efek toksisitas pada gonad terjadi bila dosis total kumulatif mencapai > 200-300 mg/kgBB. Pemberian CPA oral selama 3 bulan mempunyai dosis total 180 mg/kgBB, dan dosis ini aman bagi anak. CPA dapat diberikan secara oral atau puls, baik pada SN relaps sering atau dependen steroid, dengan skerna pengobatan seperti tampak pada Gambar 4 dan Gambar 5.

4. Siklosporin (CyA)Pada SN idiopatik yang tidak responsif dengan pengobatan steroid atau sitostatik dianjurkan untuk pemberian siklosporin (suatu inhibitor calcineurin) dengan dosis 5-6 mg/kgBB/hari untuk mempertahankan kadar dalam darah (whole blood trough level) sebesar 50-150 ng/ml(Gambar 3). Pada SN relaps sering/dependen steroid, CyA dapat menimbulkan dan mempertahankan remisi, sehingga pemberian steroid dapat dikurangi atau dihentikan, tetapi bila CyA dihentikan, biasanya akan relaps kembali (dependen siklosporin). Efek samping dan pemantauan pemberian CyA dapat dilihat pad SN resister steroid.

Gambar 2.8 Pengobatan sindrom nefrotik dependen steroidKeterangan : Prednison dosis penuh setup hari sampai temisi (maksimal 4 minggu), kemudian dilanjutkan dengan siklofosfamid puts dengan dosis 500-750 mg/m2LPB diberikan melalui infus satu kali sebulan selama 6 bulan berturut-turut dan prednison intermttent/ alternating 40 mg/m2LPB/hari selama 12 minggu. Kemudian prednison ditapering-off dengan dosis 1 mg/kgBB/hari selama 1 bulan, dilanjutkan dengan 0,5 mg/kgBB/hari selama 1 bulan (lama tapering off 2 bulan).atau Prednison dosis penuh setup hari sampai remisi (maksimal 4 minggu), kemudian dilanjulkan dengan siklofosfamid oral 2-3 mg/kgBB/hari dosis tunggal selama 12 minggu dan prednison alternating 40 mg/m2LPB/hari selama 12 minggu. Kemudian prednison difapering-off dengan dosis 1 mg/kgBB/hari selama 1 bulan, dilanjutkan dengan 0,5 mg/kgBB/hari selama 1 bulan (lama tapering off 2 bulan).Pengobatan sindrom nefrotik resisten steroidPengobatan SN resisten steroid (SNRS) sampai sekarang belum memuaskan. Kebanyakan publikasi dalatn literatur tidak dengan subyek kontrol. Sebelum pengobatan dimulai, pada pasien SNRS sebaiknya dilakukan biopsi ginjal untuk melihat gambaran patologi anatomi ginjal, karena gambaran patologi anatorni tersebut mempengaruhi prognosis. Pengobatan dengan CPA memberikan hash lebih baik pada SNKM dibanding GSFS. Demikian pula hasil pengobatan pada SNRS nonresponder kasep lebih baik daripada SNRS sejak awal (initial non reponder).

Gambar 2.9 Pengobatan sindrom nefrotik resisten steroid.Keterangan : Sitostatik oral: siklofosfamid 2-3 mg/kgBB/hari dosis tunggal selama 3-6 bulan Prednison dosis 40 mg/met-PB/hari alternating selama pemberian siklofosfamid oral. Kemudian prednison ditapering-off dengan dosis 1 mg/kgBB/hari selama 1 bulan, diianjutkan dengan 0,5 mg/kgBB/hari selama 1 bulan (lama tapering off 2 bulan). atau Siklofosfamid puls dengan dosis 500-750 mg/m2LPB diberikan melalui infus satu kali sebulan selama 6 bulan, dapat diianjutkan tergantung keadaan pasien. Prednison alternating dosis 40 mg/m2LPB/hari selama pemberian siklofosfamid puss (6 bulan). Kemudian prednison ditapering-off dengan dosis 1 mg/kgBB/hari selama 1 bulan, dilanjuft. dengan 0,5 mg/kgBB/hari selama 1 bulan (lama tapering off 2 bulan).1. Siklofosfamid (CPA)Pemberian CPA oral pada SNRS dilaporkan dapat menimbulkan remisi pada 20% pasien. Bila terjadi relaps kembali setelah pemberian CPA, meskipun sebelumnya merupakan SN resisten steroid, dapat dicoba lagi pengobatan relaps dengan prednison, karma SN yang resisten steroid dapat menjadi sensitif lagi. Tetapi bila terjadi resisten atau dependen steroid kembali, dapat diberikan siklosporin, bila pasien mampu. Skema pemberian CPA oral dan puls dapat dilihat pada Gambar 6.CPA puls dilaporkan memberikan hasil yang lebih baik daripada CPA oral tetapi jumlah kasus yang dilaporkan hanya sedikit. Yang jelas dosis kumulatif pada pemberian CPA puts lebih kecil daripada CPA oral, dan efek sampingnya lebih sedikit, tetapi karma harga CPA puls lebih mahal maka pemakaiannya di Indonesia masih selektif.

2. Siklosporin (CyA)Pada SN resisten steroid, CyA dilaporkan dapat menimbulkan remisi total sebanyak 20% pada 60 pasien dan remisi parsial pada 13%. Efek samping CyA antara lain hipertensi, hiperkalemia, hipertrikosis, hipertrofi ginggiva, dan juga bersifat nefrotoksik yaitu menimbulkan lesi tubulointerstisial. Oleh karena itu pada pemakaian CyA perlu pemantauan terhadap: a. Kadar CyA dalam serum dipertahankan antara 100-200 ug/mL b. Kadar kreatinin darah berkalac. Biopsi ginjal berkala setiap 2 tahunPenggunaan CyA pada SN resisten steroid telah banyak dilaporkan dalam literatur, tetapi karena harga obat ini mahal maka pemakaian CyA jarang atau sangat selektif.

3. Metil-prednisolon pulsMendoza dkk (1990) melaporkan pengobatan SNRS dengan metil-prednisolon puls selama 82 minggu bersamaan dengan prednison oral dan siklofosfamid atau klorambusil 8-12 minggu. Pada pengamatan selama 6 tahun, 21 dari 32 pasien (66%) tetap menunjukkan remisi total dan gagal ginjal terminal hanya ditemukan pada 5% dibandingkan 40% pada kontrol, tetapi hash ini tidak dapat dikonfirmasi oleh laporan penelitian lainnya. Di samping itu efek samping metil-prednisolon puls juga banyak, sehingga pengobatan dengan cara ini agak sukar untuk direkomendasikan di Indonesia.

4. Obat imunosupresif lainObat imunosupresif lain yang dipakai pada SNRS adalah vinkristin, takrolimus, dan mikofenolat mofetil. Karena laporan dalam literatur masih sporadik dan tidak dilakukan dengan studi kontrol, maka obat ini belum direkomendasi secara luas di Indonesia.

Pemberian non imunosupresif untuk mengurangi proteinuriaPada pasien SN yang telah resisten terhadap obat kortikosteroid, sitostatik, dan siklosporin (atau tidak marnpu membeli obat ini), dapat diberikan diuretik (bila ada edema) dikombinasikan dengan inhibitor ACE (angiotensin converting enzyme) untuk mengurangi proteinuria. Jenis obat ini yang biasa dipakai adalah kaptopril 0.3 mg/kgBB, 3 kali sehari, atau enalapril 0.5 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis. Tujuan pemberian inhibitor ACE juga untuk menghambat terjadinya gagal ginjal terminal (renoprotektif), dapat dikombinasi dengan golongan anti reseptor bloker (ARB) misalnya losaktan 0.75 mg/kgBB dosis tunggal.

KOMPLIKASI1. InfeksiAnak-anak dengan NS berada pada risiko yang lebih tinggi terkena infeksi, sebagian karena penyakit itu sendiri dan sebagian karena terapi imunosupresif. Mereka memiliki kecenderungan yang kuat untuk infeksi pneumokokus. Beberapa ahli mengusulkan bahwa anak-anak dengan NS diberikan profilaksis penisilin selama relaps dari penyakit ini.Penting untuk diingat bahwa bakteri gram negatifmenyebabkan proporsi yang signifikan dari infeksi pada anak-anakdengan NS, dan sampai organisme telah diidentifikasi dalam pasien tertentu, antibiotika spektrum luas harus ditentukan. Pasien pada obat-obatan imunosupresif, jika terkena infeksi varicella, sebaiknya menerima imunoglobulin zoster dalam waktu 72 jam. Pasien dengan varicellaharus ditangani dengan infus asiklovir.

2. HipovolemiaShock dan hipovolemia umumnya terjadi pada perkembangan edema. Kehilangan cairan selama diare, muntah, sepsis dan terapi diuretik secara gegabahmemicu terjadinya hipovolemia. Tanda-tanda klinis dan gejala termasuk kram pusat perut parah dengan atau tanpa muntah, penurunan output urine, kaki dingin, tekanan darah rendah atau hipertensi reaktif. Laboratorium temuan natrium urin rendah (