Askep Kasus Seminar Sn (New)
-
Upload
putra-rahmat -
Category
Documents
-
view
48 -
download
0
description
Transcript of Askep Kasus Seminar Sn (New)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Program kesehatan anak merupakan salah satu kegiatan dari penyelenggaraan
perlindungan anak di bidang kesehatan, yang dimulai sejak bayi berada di dalam
kandungan, masa bayi, balita, usia sekolah dan remaja. Program tersebut bertujuan
untuk menjamin kelangsungan hidup bayi baru lahir, memelihara dan meningkatkan
kesehatan anak sesuai tumbuh kembangnya, dalam rangka meningkatkan kualitas hidup
anak yang akan menjadi sumber daya pembangunan bangsa di masa mendatang
(Depkes RI. 2010).
Penyakit ginjal pada anak merupakan salah satu dari sepuluh penyakit anak
terbanyak di Indonesia yang dikumpulkan dari tujuh Pusat Pendidikan Dokter Spesialis
Anak memperlihatkan bahwa SN merupakan penyakit yang paling sering dijumpai
(35%) di poliklinik nefrologi (UKK Nefrologi, 2012). Sindrom nefrotik dapat
menyerang siapa saja namun penyakit ini lebih banyak ditemukan pada anak- anak usia
1 sampai 6 tahun atau pada masa pra sekolah, selain itu kecenderungan penyakit ini
menyerang anak laki-laki dua kali lebih besar dibandingkan anak perempuan, di tandai
dengan sekumpulan gejala yang disebabkan oleh adanya injuri pada glomerular yang
terjadi pada anak dengan karakteristik proteinuria masif > 3,5 gr/hr, hipoalbuminia,
edema, dan hiperlipidemia (Suriadi, dkk. 2006).
Menurut WHO tahun 2012, angka kejadian SN di Amerika berkisar 2 – 7 kasus
baru per 100.000 anak per tahun. Anak keturunan Asia Selatan memiliki tingkat
insidens 7,4 per 100.000 anak per tahun. Dan anak ras lain mencapai 1,6 per 100.000
anak pertahun (Mc Kinney et al. 2001). Di Indonesia, insidens SN dilaporkan 6 per
100.000 anak per tahun pada anak berusia kurang dari 14 tahun (Wirya. 2010. Jurnal
1
keperawataan anak), di Sumatera Barat sendiri angka kejadian SN mencapai 20 kasus
terhitung mulai dari tahun 2011 (Israr, Jurnal SARI Periadtrik, vol. 4. 2012).
Angka kejadian sindroma nefrotik ini memang tergolong jarang, namun penyakit
ini perlu diwaspadai terutama pada anak-anak, karena jika tidak segera diatasi akan
menyebabkan komplikasi seperti: thrombosis, infeksi, malnutrisi, hipertensi, peritonitis,
syok, GGA, GGK yang akhirnya nanti dibutuhkan haemodialisis, yang akan
menggangu perkembangan anak lebih lanjut anak (Gunawan, Sindrom Nefrotik Annak.
2010).
Peran perawat dengan kasus Sindrom nefrotik sangat penting karena pada pasien
sindrome nefrotik sering timbul berbagai masalah yang berkaitan dengan pemenuhan
kebutuhan manusia, seperti upaya promotif yang dilakukan sebelum adanya masalah,
atau tahap dimana sasaran praktek baik individu, keluarga maupun masyarakat paham
atau mengetahui tentang suatu tindakan yang meliputi kegiatan penyuluhan kesehatan
tentang SN, program peningkatan gizi, pemeliharaan kesehatan lingkungan, olah raga,
setelah upaya promotif dilakukan, maka selanjutnya adalah upaya preventif atau
pencegahan merupakan tahap dimana supaya penyakit klien SN ini tidak kambuh lagi.
Upaya kuratif merupakan tahapan dimana klien dibawa anggota keluarga atau
masyarakat ke pelayanan kesehatan untuk mendapatkan penanganan. Klien dapat
dibawa pergi ke Puskesmas, Dokter praktek ataupun Rumah Sakit untuk mendapatkan
penatalaksaan kondisi patologis. Upaya kuratif meliputi pemeriksaan maupun rujukan
dari umum ke tempat yang lebih berwenang dalam menyelesaikan masalah, upaya
rehabilitatif yaitu tahap pemulihan, seperti pada pasien SN, maka pasien perlu
melakukan pengaturan pola diit klien, penimbangan berat badan, pembatasan aktivitas
yang berlebiha, rutin minum obat SN, rutin kontrol ulang. Upaya rehabilitatif ini
2
diharapkan dapat mengembalikan ke kondisi sedia kala atau mengembalikan kepada
fungsi maksimal klien (Effendi. 2010. Keperawatan Kesehatan Komuntas).
Berdasarkan data yang didapatkan oleh kelompok dalam 3 bulan terakhir dari
Rekam Medik Ruang Anak di RSUD. Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi angka kejadian
sindroma nefrotik periode Juli sampai September 2015 tercatat ada 9 klien.
Berdasarkan hal tersebut maka kelompok tertarik untuk mengambil kasus seminar
kelompok tentang “ Sindrom Nefrotik ”.
1.2 Tujuan seminar
1.2.1 Tujuan Umum
Mahasiswa memahami dan mampu memberikan asuhan keperawatan pada klien
An. R dengan kasus sindrom nefrotik dengan baik dan benar di Ruang Anak
RSUD Ahcmad Mochtar.
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Mahasiswa memahami dan mampu melakukan pengkajian pada kasus
Sindroma Nefrotik di Ruang Anak RSUD Ahcmad Mochtar.
2. Mahasiswa memahami dan mampu merumuskan dan menegakkan diagnosa
keperawataan pada kasus sindroma nefrotik di Ruang Anak RSUD Ahcmad
Mochtar.
3. Mahasiswa memahami dan mampu menyusun intervensi keperawatan pada
kasus Sindroma Nefrotik di Ruang Anak RSUD Ahcmad Mochtar.
4. Mahasiswa memahami dan mampu melakukan implementasi keperawatan
pada kasus Sindroma Nefrotik di Ruang Anak RSUD Ahcmad Mochtar.
3
5. Mahasiswa memahami dan mampu melakukan evaluasi keperawatan pada
kasus Sindroma Nefrotik di Ruang Anak RSUD Ahcmad Mochtar.
6. Mahasiswa mampu memahami dan membandingkan konsep Sindrom Nefrotik
teoritis dan yang aplikatif.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Dasar Penyakit Sindrom Nefrotik
2.1.1 Defenisi
Sindrom Nefrotik adalah Status klinis yang ditandai dengan peningkatan
permeabilitas membran glomerulus terhadap protein, yang mengakibatkan
kehilangan protein urinaris yang massif (Donna L. Wong, 2004 : 550).
Sindrom nefrotik adalah suatu kumpulan gejala gangguan klinis, meliputi
hal-hal sebagai berikut proteinuria massif > 3,5 gr/hr, hipoalbuminemia, edema,
hiperlipidemia (Arif Muttaqin, 2011).
Sindrom Nefrotik adalah salah satu penyakit ginjal yang sering dijumpai
pada anak, merupakan suatu kumpulan gejala-gejala klinis yang terdiri dari
proteinuria masif, hipoalbuminemia, hiperkholesterolemia serta sembab/edema,
kadang-kadang terdapat hematuria, hipertensi dan penurunan fungsi ginjal
( Ngastiyah, 1997).
2.1.2 Anatomi dan Fisiologi sistem perkemihan
Sistem perkemihan atau sistem urinaria merupakan suatu sistem dimana
terjadinya proses penyaringan darah sehingga darah bebas dari zat-zat yang tidak
dipergunakan oleh tubuh dan menyerap zat-zat yang masih di pergunakan oleh
tubuh. Zat-zat yang tidak dipergunakan oleh tubuh larut dalam air dan
dikeluarkan berupa urin (air kemih).
5
Gambar 1 Susunan Sistem Perkemihan
1. Ginjal
Ginjal terletak dibagian belakang abdomen atas, dibelakang
peritonium, di depan dua kosta terakhir dan tiga otot-otot besar transversus
abdominalis, kuadratus lumborum dan psoas mayor. Ginjal dipertahankan
dalam posisi tersebut oleh bantalan lemak yang tebal., disebelah posterior
dilindungi oleh kosta dan otot-otot yang meliputi kosta, sedangkan
dianterior dilindungi oleh bantaan usus yang tebal, pada orang dewasa
ginjal panjangnya 12-13 cm, lebarnya 6 cm dan beratnya antara 120-150
gram. Ukurannya tidak berbeda menurut bentuk dan ukuran tubuh, 95 %
orang dewasa memiliki jarak antara katup ginjal antara 11-15 cm.
Perbedaan panjang dari kedua ginjal lebih dari 1,5 cm atau perubahan
bentuk merupakan tanda yang penting karena kebanyakan penyakit ginjal
dimanifestasikan dengan perubahan struktur. Permukaan anterior dan
posterior katup atas dan bawah serta pinggir lateral ginjal berbentuk
konveks sedangkan pinggir medialnya berbentuk konkaf karena adanya
hilus, ada beberapa struktur yang masuk atau keluar dari ginjal melalui
hilus antara lain arteri dan vena renalis, saraf dan pembuluh getah bening.
6
Ginjal diliputi oleh suatu kapsula tribosa tipis mengkilat, yang beriktan
longgar dengan jaringan dibawahnya dan dapat dilepaskan dengan mudah
dari permukaan ginjal.
a. Bagian – Bagian Ginjal
Bila sebuah ginjal kita iris memanjang, maka aka tampak bahwa
ginjal terdiri dari tiga bagian, yaitu bagian kulit (korteks), sumsum ginjal
(medula), dan bagian rongga ginjal (pelvis renalis).
1. Kulit Ginjal (Korteks)
Pada kulit ginjal terdapat bagian yang bertugas melaksanakan
penyaringan darah yang disebut nefron, pada tempat penyarinagn
darah ini banyak mengandung kapiler – kapiler darah yang tersusun
bergumpal – gumpal disebut glomerolus, tiap glomerolus dikelilingi
oleh simpai bownman, dan gabungan antara glomerolus dengan
simpai bownman disebut badan malphigi.
Penyaringan darah terjadi pada badan malphigi, yaitu diantara
glomerolus dan simpai bownman. Zat – zat yang terlarut dalam darah
akan masuk kedalam simpai bownman. Dari sini maka zat – zat
7
tersebut akan menuju ke pembuluh yang merupakan lanjutan dari
simpai bownman yang terdapat di dalam sumsum ginjal.
2. Sumsum Ginjal (Medula)
Sumsum ginjal terdiri beberapa badan berbentuk kerucut yang
disebut piramid renal. Dengan dasarnya menghadap korteks dan
puncaknya disebut apeks atau papila renis, mengarah ke bagian dalam
ginjal. Satu piramid dengan jaringan korteks di dalamnya disebut
lobus ginjal. Piramid antara 8 hingga 18 buah tampak bergaris – garis
karena terdiri atas berkas saluran paralel (tubuli dan duktus
koligentes), diantara pyramid terdapat jaringan korteks yang disebut
dengan kolumna renal. Pada bagian ini berkumpul ribuan pembuluh
halus yang merupakan lanjutan dari simpai bownman. Di dalam
pembuluh halus ini terangkut urine yang merupakan hasil
penyaringan darah dalam badan malphigi, setelah mengalami
berbagai proses.
3. Rongga Ginjal (Pelvis Renalis)
Pelvis Renalis adalah ujung ureter yang berpangkal di ginjal,
berbentuk corong lebar. Sabelum berbatasan dengan jaringan ginjal,
pelvis renalis bercabang dua atau tiga disebut kaliks mayor, yang
masing – masing bercabang membentuk beberapa kaliks minor yang
langsung menutupi papila renis dari piramid. Kliks minor ini
menampung urine yang terus kleuar dari papila. Dari Kaliks minor,
urine masuk ke kaliks mayor, ke pelvis renis ke ureter, hingga di
tampung dalam kandung kemih (vesikula urinaria).
8
b. Fungsi Ginjal
1. Mengatur volume air ( cairan ) dalam tubuh, kelebihan air dalam
tubuh akan dieksresikan oleh ginjal sebagai urine (kemih ) yang
encer dalam jumlah besar, kekurangan air (kelebihan keringat )
menyebabkan urine yang di eksresi berkurang dan konsentrasinya
lebih pekat sehingga susunan dan volume cairan tubuh dapat
dipertahankan relative normal.
2. Mengatur keseimbangan osmotic dan mempertahankan
keseimbangan ion yang optimal dalam plasma ( keseimbangan
elektrolit ), bila terjadi pemasukan /pengeluaran yang abnormal ion –
ion akibat pemasukan garam yang berlebihan /penyakit perdarahan
(diare ,muntah) ginjal akan meningkatkan eksresi ion – ion yang
penting ( mis. Na , K , Cl , Ca dan fosfat ).
3. Mengatur keseimbangan asam basa cairan tubuh bergantung pada
apa yang dimakan, campuran makanan menghasilkan urine yang
bersifat agak asam , pH kurang dari 6 ini disebabkan hasil akhir
metabolisme protein, apabila banyak makan sayur – sayuran ,urine
akan bersifat basa, pH urine bervariasi antara 4,8 – 8,2, ginjal
menyekreksi urine sesuai dengan perubahan pH darah.
9
4. Eksresi sisa hasil metabolisme ( ureum , asam urat , kreatinin ) zat –
zat toksik , obat-obatan, hasil metabolisme hemoglobin dan bahan
kimia asing (pestisida ).
5. Fungsi hormonal dan metabolisme, ginjal menyekresi hormone renin
yang mempunyai peranan penting mengatur tekanan darah (system
renin angiotensin aldesteron ) membentuk eritropoiesis mempunyai
peranan penting untuk memproses pembentukan sel darah merah
(eritropoiesis ).
c. Peredaran Darah
Ginjal mendapat darah dari aorta abdominalis yang mempunyai
percabangan arteria renalis, yang berpasangan kiri dan kanan dan
bercabang menjadi arteria interlobaris kemudian menjadi arteri akuata,
arteria interlobularis yang berada di tepi ginjal bercabang menjadi
kapiler membentuk gumpalan yang disebut dengan glomerolus dan
dikelilingi leh alat yang disebut dengan simpai bowman, didalamnya
terjadi penyadangan pertama dan kapilerdarah yang meninggalkan
simpai bowman kemudian menjadi vena renalis masuk ke vena kava
inferior.
d. Persyarafan Ginjal
Ginjal mendapat persyarafan dari fleksus renalis (vasomotor) saraf
ini berfungsi untuk mengatur jumlah darah yang masuk ke dalam ginjal,
saraf inibarjalan bersamaan dengan pembuluh darah yang masuk ke
ginjal. Anak ginjal (kelenjar suprarenal) terdapat di atas ginjal yang
merupakan senuah kelenjar buntu yang menghasilkan 2 (dua) macam
10
hormon yaitu hormone adrenalin dan hormon kortison. Persarafan ginjal
ginjal mendapat persarafan dari fleksus renalis (vasomotor).
e. Suplai darah
1. Arteri renalis percabangan aorta abdomen yang mensuplai masing-
masing ginjal dan masuk ke hilus melalui cabang anterior dan
posterior.
2. Cabang anterior dan posterior arteri aenalis membentuk arteri-arteri
interiobaris yang mengalir diantara piramida ginjal.
3. Arteri arkuarta berasal dari arteri interlobaris pada area pertemuan
antara korteks dan medula.
4. Arteri interlobaris merupakan percabangan arteri arkuarta di sudut
kanan dan melewati korteks.
5. Arteriol aferen berasal dari arteri interlobaris yang membentuk
glomerulus.
6. Kapiler peritubular yang mengelilingi tubulus proksimal dan distal
untuk memberi nutrien pada tubulus.
7. Kapiler peritubuler mengalir kedalam vena korteks yang kemudian
membentuk vena interlobaris.
f. Nefron
Unit fungsional ginjal adalah nefron. Pada manusia setiap ginjal
mengandung 1-1,5 juta nefron yang pada dasarnya mempunyai struktur
dan fungsi yang sama. Nefron dibedakan menjadi dua bagian :
a. Nefron kortikalis yaitu nefron yang glomerulinya terletak pada bagian
luar dari korteks dengan lingkungan henle yang pendek dan tetap
11
berada pada korteks atau mengadakan penetrasi hanya sampai ke zona
luar dari medula.
b. Nefron juxtamedullaris yaitu nefron yang glomerulinya terletak pada
bagian dalam dari korteks dekat dengan cortex-medulla dengan
lengkung henle yang panjang dan turun jauh ke dalam zona dalam
dari medula, sebelum berbalik dan kembali ke cortex.
Bagian-bagian nefron :
1. Glomerolus
Suatu jaringan kapiler berbentuk bola yang berasal dari arteriol
afferent yang kemudian bersatu menuju arteriol efferent, Berfungsi
sebagai tempat filtrasi sebagian air dan zat yang terlarut dari darah
yang melewatinya.
2. Kapsula Bowman
Bagian dari tubulus yang melingkupi glomerolus untuk
mengumpulkan cairan yang difiltrasi oleh kapiler glomerolus.
12
Tubulus, terbagi atas beberapa bagian yaitu :
a. Tubulus proksimal
Tubulus proksimal berfungsi mengadakan reabsorbsi bahan-bahan
dari cairan tubuli dan mensekresikan bahan-bahan ke dalam cairan
tubuli.
b. Lengkung Henle
Lengkung henle membentuk lengkungan tajam berbentuk U, terdiri
dari pars descendens yaitu bagian yang menurun terbenam dari
korteks ke medula, dan pars ascendens yaitu bagian yang naik
kembali ke korteks, bagian bawah dari lengkung henle mempunyai
dinding yang sangat tipis sehingga disebut segmen tipis, sedangkan
bagian atas yang lebih tebal disebut segmen tebal. Lengkung henle
berfungsi reabsorbsi bahan-bahan dari cairan tubulus dan sekresi
bahan-bahan ke dalam cairan tubulus, selain itu berperan penting
dalam mekanisme konsentrasi dan dilusi urin.
c. Tubulus distal
Berfungsi dalam reabsorbsi dan sekresi zat-zat tertentu.
d. Duktus pengumpul (duktus kolektifus)
Satu duktus pengumpul mungkin menerima cairan dari delapan
nefron yang berlainan, setiap duktus pengumpul terbenam ke dalam
medula untuk mengosongkan cairan isinya (urin) ke dalam pelvis
ginjal.
Ada 3 hormon utama yang diproduksi oleh ginjal, yaitu :
a. Renin-yaitu hormon yang terkait dengan tekanan darah.
13
b. Erythropoetin-yaitu hormon yang membantu pembuatan sel darah
merah, penderita gagal ginjal biasanya kekurangan sel darah merah
(anemia) yang menyebabkan keletihan serta dapat merusak hati,
sehingga penderita biasanya membutuhkan injeksi erythropoetin.
c. Calcitriol – yaitu hormon yang membantu tubuh menyerap kalsium
pada makanan. Tanpa bantuan hormon tersebut, tubuh akan
mengambil kalsium dari tulang yang mana untuk jangka panjang hal
tersebut dapat menyebabkan penyakit tulang.
2. Ureter
Ureter adalah tabung/saluran yang menghubungkan ginjal dengan
kandung kemih. Ureter merupakan lanjutan pelvis renis, menuju distal &
bermuara pada vesica urinaria, panjangnya 25 – 30 cm, persarafan ureter
oleh plexus hypogastricus inferior T11- L2 melalui neuron simpatis, terdiri
dari dua bagian :
a. Pars abdominalis
b. Pars pelvina
Tiga tempat penyempitan pada ureter :
a. Uretero pelvic junction
b. Tempat penyilangan ureter dengan vassa iliaca sama dengan flexura
marginalis
c. Muara ureter ke dalam vesica urinaria
Terdiri dari 2 saluran pipa masing-masing bersambung dari ginjal ke
kandung kemih (vesika urinaria) panjangnya ± 25 – 30 cm dengan
penampang ± 0,5 cm. Ureter sebagian terletak dalam rongga abdomen dan
sebagian terletak dalam rongga pelvis. Lapisan dinding ureter terdiri dari :
14
a. Dinding luar jaringan ikat (jaringan fibrosa)
b. Lapisan tengah otot polos
c. Lapisan sebelah dalam lapisan mukosa
Lapisan dinding ureter menimbulkan gerakan-gerakan peristaltik tiap
5 menit sekali yang akan mendorong air kemih masuk ke dalam kandung
kemih (vesika urinaria), gerakan peristaltik mendorong urin melalui ureter
yang dieskresikan oleh ginjal dan disemprotkan dalam bentuk pancaran,
melalui osteum uretralis masuk ke dalam kandung kemih, ureter berjalan
hampir vertikal ke bawah sepanjang fasia muskulus psoas dan dilapisi oleh
pedtodinium. Penyempitan ureter terjadi pada tempat ureter terjadi pada
tempat ureter meninggalkan pelvis renalis, pembuluh darah, saraf dan
pembuluh sekitarnya mempunyai saraf sensorik. Ureter pada pria terdapat
di dalam visura seminalis atas dan disilang oleh duktus deferens dan
dikelilingi oleh leksus vesikalis. Selanjutnya ureter berjalan oblique
sepanjang 2 cm di dalam dinding vesika urinarai pada sudut lateral dari
trigonum vesika. Sewaktu menembus vesika urineria, dinding atas dan
dinding bawah ureter akan tertutup dan pada waktu vesika urinaria penuh
akan membentuk katup (valvula) dan mencegah pengambilan urine dan
vesika urinaria.
3. Kandung kemih
15
Persarafan utama kandung kemih ialah nervus pelvikus, yang
berhubungan dengan medulla spinalis melalui pleksus sakralis, terutama
berhubungan dengan medulla spinalis segmen S2 dan S3, berjalan melalui
nervus pelvikus ini adalah serat saraf motoik. Serat sensorik mendeteksi
derajat regangan pada dinding kandung kemih. Tanda-tanda regangan dari
uretra posterior bersifat sangat kuat dan terutama bertanggung jawab untuk
mencetuskan refleks yang menyebabkan kandung kemih.
Saraf motorik yang menjalar dalam nervus pelvikus adalah serat para
simpatis. Serat ini berakhir pada sel ganglion yang terletak dalam dinding
kandung kemih, saraf postganglion pendek kemudian mempersarafi otot
detrusor, selain nervus pelvikus, terdapat dua tipe persarafan lain yang
penting untuk fungsi kandumg kemih. Yang terpenting adalah serat otot
lurik yang berjalan melalui nervus pudendal menuju sfingter eksternus
kandung kemih, yang mempersarafi dan mengontrol otot lurik pada
sfingter, selain itu kandung kemih juga menerima saraf simpatis dari
rangkaian simpatis melalui nervus hipogastrikus, terutama hubungan
dengan segmen L2 medula spinalis. Serat simpatis ini mungkin terutama
merangsang pembuluh darah dan sedikit mempengaruhi kontraksi kandung
kemih, beberapa serat saraf sensorik juga berjalan melalui saraf simpatis
dan mungkin penting dalam menimbulkan sensai rasa penuh dan pada
beberapa keadaan rasa nyeri.
4. Uretra
Merupakan saluran keluar dari urin yang diekskresikan oleh tubuh
melalui ginjal, ureter, vesica urinaria, uretra adalah saluran sempit yang
berpangkal pada kandung kemih yang berfungsi menyalurkan air kemih
16
keluar, pada laki- laki uretra bewrjalan berkelok-kelok melalui tengah-
tengah prostat kemudian menembus lapisan fibrosa yang menembus tulang
pubis ke bagian penis panjangnya ± 20 cm.
Uretra pada laki – laki terdiri dari :
a. Uretra Prostaria
b. Uretra membranosa
c. Uretra kavernosa
Lapisan uretra laki-laki terdiri dari lapisan mukosa (lapisan paling
dalam), dan lapisan submukosa, uretra pada wanita terletak dibelakang
simfisis pubisberjalan miring sedikit kearah atas, panjangnya ± 3-4 cm.
Lapisan uretra pada wanita terdiri dari Tunika muskularis (sebelah luar),
lapisan spongeosa merupakan pleksus dari vena – vena, dan lapisan mukosa
(lapisan sebelah dalam). Muara uretra pada wanita terletak di sebelah atas
vagina (antara klitoris dan vagina) dan uretra di sini hanya sebagai saluran
ekskresi. Urin yang keluar dari kandungan kemih mempunyai komposisi
utama yang sama dengan cairan yang keluar dari duktus koligentes, tidak
ada perubahan yang berarti pada komposisi urin tersebut sejak mengalir
melalui kaliks renalis dan ureter sampai kandung kemih.
Urin mengalir dari duktus koligentes masuk ke kaliks renalis,
meregangkan kaliks renalis dan meningkatkan aktivitas pacemakernya,
yang kemudian mencetuskan kontraksi peristaltik yang menyebar ke pelvis
renalis dan kemudian turun sepanjang ureter dangan demikian mendorong
urin dari pelvis renalis ke arah kandung kemih. Dinding ureter terdiri dari
otot polos dan dipersafari oleh saraf simpatis dan parasimpatis seperti juga
neuron-neuron pada pleksus intramular dan serat-saraf yang meluas
17
diseluruh panjang ureter, seperti hanya otot polos pada organ viscera yang
lain, kontraksi perislaltik pada ureter ditingkatkan oleh perangsangan
parasimpatis dan dihambat oleh perangsangan simpatis.
Ureter memasuki kandung kemih menembus otot detrusor di daerah
trigonum kandung kemih, normalnya ureter berjalan secara oblique
sepanjang beberapa sentimeter menembus kandung kemih. Tonus normal
dari otot detrusor pada dinding kandung kemih cenderung menekan ureter,
dengan demikian mencegah aliran balik urin dari kandung kemih waktu
tekanan di kandung kemih, setiap gelombang peristaltic yang terjadi
sepanjang ureter akan meningkatkan tekanan dalam ureter sehingga bagian
yang menembus kandung kemih membuka dan memberi kesempatan
kandung urin mengalir ke dalam kandung kemih.
Panjang ureter yang menembus kandung kemih kurang dari normal,
sehingga kontraksi kandung kemih tidak selalu menimbulkan penutupan
ureter secara sempurna, akibatnya, sejumlah urin dalam kandung kemih
terdorong kembali ke dalam ureter ini disebut refluks vesikoureteral.
Refluks semacam ini dapat menyebabkan pembesaran ureter dan jika parah
dapat meningkatkan tekanan kaliks renalis dan struktur – struktur dan di
medula renalis, mengakibatkan kerusakan daerah ini.
Perubahan tekanan intravesikular sewaktu kandung kemih terisi
dengan urin.pada saat tidak ada urin di dalam kandung kemih ,tekanan
intravesikuler,sekitar 0, tetapi setela terisi urin sebanyak 30 sampai 50
mililiter,tekanan meningkat menjadi 5 sampai 10 sentimeter air, tambahan
urin sebanyak 200 sampai 300 mililiter hanya sedikit menambah
peningkatan tekanan,nilai tekanan yang konstan ini di sebabkan oleh tonus
18
intrinsic pada dinding kandung kemih sendi.bila urin yang terkumpul di
dalam kandung kemih lebih banyak dari 300 sampai 400 mililiter, akan
menyebabkan peningkatan tekanan secara cepat.
Distensi kandung kemih, oleh air kemih akan merangsang stres
reseptor yang terdapat pada dinding kandung kemih dengan jumlah ± 250
cc sudah cukup untuk merangsang berkemih (proses miksi), akibatnya akan
terjadi reflek kontraksi dinding kandung kemih, dan pada saat yang sama
terjadi relaksasi spinser internus, diikuti oleh relaksasi spinter eksternus,
dan akhirnya terjadi pengosongan kandung kemih.
Rangsangan yang menyebabkan kontraksi kandung kemih dan
relaksasi spinter interus dihantarkan melalui serabut-serabut para simpatis.
Kontraksi sfinger eksternus secara volunter bertujuan untuk mencegah atau
menghentikan miksi. kontrol volunter ini hanya dapat terjadi bila saraf-saraf
yang menangani kandung kemih uretra medula spinalis dan otak masih
utuh, bila terjadi kerusakan pada saraf-saraf tersebut maka akan terjadi
inkontinensia urin (kencing keluar terus-menerus tanpa disadari) dan retensi
urine (kencing tertahan).
Persarafan dan peredaran darah vesika urinaria, diatur oleh torako
lumbar dan kranial dari sistem persarafan otonom. Torako lumbar berfungsi
untuk relaksasi lapisan otot dan kontraksi spinter interna.
Peritonium melapis kandung kemih sampai kira-kira perbatasan ureter
masuk kandung kemih. Peritoneum dapat digerakkan membentuk lapisan
dan menjadi lurus apabila kandung kemih terisi penuh. Pembuluh darah
Arteri vesikalis superior berpangkal dari umbilikalis bagian distal, vena
membentuk anyaman dibawah kandung kemih. Pembuluh limfe berjalan
19
menuju duktus limfatilis sepanjang arteri umbilikalis. Jadi, reflex mikturisi
merupakan sebuah sikus yang lengkap yang terdiri dari :
a. Kenaikan tekanan secara cepat dan progresif
b. Periode tekanan menetap
c. Kembalinya tekanan kandung kemih ke nilai tonus basal.
Perangsangan atau penghambatan berkemih oleh otak, pusat – pusat
ini antara lain:
1. Pusat perangsang dan penghambat kuat dalam batang otak, terutama
terletak di ponds,
2. beberapa pusat yang terletak korteks serebral yang terutama bekerja
penghambat tetapi dapat menjadi perangsang.
Refleks berkemih merupakan dasar penyebab terjadinya berkemih,
tetapi pusat yang lebih tinggi normalnya memegang peranan sebagai
pengendali akhir dari berkemih sebagai berikut :
a. Pusat yang lebih tinggi menjaga secara parsial penghambatan refleks
berkemih kecuali jika peristiwa berkemih dikehendaki.
b. Pusat yang lebih tinggi dapat mecegah berkemih, bahkan jika refleks
berkemih timbul, dengan membuat kontraksi tonik terus menerus pada
sfingter eksternus kandung kemih sampai mendapatkan waktu yang baik
untuk berkemih.
c. Jika tiba waktu berkemih, pusat kortikal dapat merangsang pusat
berkemih sacral untuk membantu untuk mencetuskan refleks berkemih
dan dalam waktu bersamaan menghambat sfingter eksternus kandung
kemih sehingga peristiwa berkemih dapat terjadi.
20
Berkemih di bawah keinginan biasanya tercetus dengan cara berikut :
Pertama, seseorang secara sadar mengkontraksikan otot-otot abdomennya,
yang meningkatkan tekanan dalam kandung kemih dan mengakibatkan urin
ekstra memasuki leher kandung kemih dan uretra posterior di bawah
tekanan, sehingga meregangkan dindingnya.
Pada anak-anak jumlah urin dalam 24 jam lebih kurang dan sesuai
dengan umur :
a. 1-2 hari : 30-60 ml
b. 3-10 hari : 100-300 ml
c. 10 hari-2 bulan : 250-450 ml
d. 2 bulan-1 tahun : 400-500 ml
e. 1-3 tahun : 500-600 ml
f. 3-5 tahun : 600-700 ml
g. 5-8 tahun : 650-800 ml
h. 8-14 tahun : 800-1400 ml
Tahap-tahap Pembentukan Urine :
a. Proses filtrasi
Terjadi di glomerolus, proses ini terjadi karena permukaan aferent
lebih besar dari permukaan aferent maka terjadi penyerapan darah,
sedangkan sebagian yang tersaring adalah bagian cairan darah kecuali
protein, cairan yang tersaring ditampung oleh simpai bowman yang
terdiri dari glukosa, air, sodium, klorida, sulfat, bikarbonat dll,
diteruskan ke seluruh ginjal.
21
b. Proses reabsorpsi
Terjadi penyerapan kembali sebagian besar dari glukosa, sodium,
klorida, fosfat dan beberapa ion karbonat, prosesnya terjadi secara pasif
yang dikenal dengan obligator reabsorpsi terjadi pada tubulus atas.
Sedangkan pada tubulus ginjal bagian bawah terjadi kembali penyerapan
dan sodium dan ion karbonat, bila diperlukan akan diserap kembali
kedalam tubulus bagian bawah, penyerapannya terjadi secara aktif
dikienal dengan reabsorpsi fakultatif dan sisanya dialirkan pada pupila
renalis.
c. Augmentasi (Pengumpulan)
Proses ini terjadi dari sebagian tubulus kontortus distal sampai
tubulus pengumpul. Pada tubulus pengumpul masih terjadi penyerapan
ion Na+, Cl-, dan urea sehingga terbentuklah urine sesungguhnya, dari
tubulus pengumpul, urine yang dibawa ke pelvis renalis lalu di bawa ke
ureter, dari ureter, urine dialirkan menuju vesika urinaria (kandung
kemih) yang merupakan tempat penyimpanan urine sementara, ketika
kandung kemih sudah penuh, urine dikeluarkan dari tubuh melalui
uretra.
Ciri-Ciri Urin Normal :
a. Rata-rata dalam satu hari 1-2 liter, tapi berbeda-beda sesuai dengan
jumlah cairan yang masuk.
b. Warnanya bening oranye tanpa ada endapan.
c. Baunya tajam.
d. Reaksinya sedikit asam terhadap lakmus dengan pH rata-rata
22
2.1.3 Klasifikasi
Whaley dan Wong (1999 : 1385) membagi tipe-tipe Sindrom Nefrotik :
1. Sindrom Nefrotik Lesi Minimal ( MCNS : minimal Change Nephrotic
Syndrome).
Kondisi yang sering menyebabkan sindrom nefrotik pada anak usia
sekolah, anak dengan sindrom nefrotik ini, pada biopsi ginjalnya terlihat
hampir normal bila dilihat dengan mikroskop cahaya.
2. Sindrom Nefrotik Sekunder
Terjadi selama perjalanan penyakit vaskuler seperti lupus eritematosus
sistemik, purpura anafilaktik, glomerulonefritis, infeksi system endokarditis,
bakterialis dan neoplasma limfoproliferatif
3. Sindrom Nefrotik Kongenital
Faktor herediter sindrom nefrotik disebabkan oleh gen resesif
autosomal, bayi yang terkena sindrom nefrotik, usia gestasinya pendek dan
gejala awalnya adalah edema dan proteinuria, penyakit ini resisten terhadap
semua pengobatan dan kematian dapat terjadi pada tahun-yahun pertama
kehidupan bayi jika tidak dilakukan dialysis.
2.1.4 Etiologi
a. Sindroma nefrotik primer yang atau disebut juga Sindroma nefrorik Idiopatik,
yang diduga ada hubungan dengan genetik, imunoligik dan alergi, meliputi :
1. Nefropati lesi minimal (minimal Change Disease)
2. Nefropati membranosa (Membranous Nephropathy)
3. Glomerulo - sklerosis fokal segmental (Focal Segmental
Glomerulosclerosis)
23
4. Glomerulonefritis membrano proliferatif (Membrano Proliferative
Glomerulonephritis)
b. Sindroma nefrotik sekunder yang penyebabnya berasal dari ekstra renal (diluar
ginjal), penyebab SN sekunder adalah sangat banyak, diantaranya ialah :
1. Infeksi yang disebabkan oleh virus hepatitis B (HBV),HIV, infeksi
streptococcal, serta endokardtitis.
2. Neoplasma seperti limfoma, leukemia, serta karsinoma (kanker).
3. Obat-obatan seperti penicillamine, captopril, heroin.
4. Penyakit sistemik, contohnya SLE, amiloidosis, kencing manis (Diabetes),
dll
5. Obesitas dan penyakit-penyakit metabolik serta penyakit-penyakit
multisistem lainnya.
c. Sindrom nefrotik bawaan
Diturunkan sebagai resesif autosomal atau karena reaksi maternofetal.
Resisten terhadap suatu pengobatan, gejala edema pada masa neonatus, pernah
dicoba pencangklokan ginjal pada neonatus tetapi tidak berhasil. Prognosis
buruk biasanya pasien meninggal pada bulan-bulan pertama kehidupannya.
24
2.1.5 Patofisiologi
1. Proteinuria
Proteinuria disebabkan peningkatan permeabilitas kapiler terhadap
protein akibat kerusakan glomerulus ( kebocoran glomerulus) yang ditentukan
oleh besarnya molekul dan muatan listrik, dan hanya sebagian kecil berasal
dari sekresi tubulus (proteinuria tubular). Proteinuria sebagian berasal dari
kebocoran glomerulus (proteinuria glomerular) dahn hanya sebagaian kecil
berasal dari sekresi tubulus (proteinuria tubular). Perubahan integritas
membrane basalis glomerulus menyebabkan peingkatan permeabilitas
glomerulus terhadap perotein plasma dan protein utama yang dieksresikan
dalam urin adalah albumin.
2. Hipoalbuminemia
Hipoalbumin disebabkan oleh hilangnya albumin melalui urin dan
peningkatan katabolisme albumin di ginjal. Sintesis protein di hati biasanya
meningkat ( namun tidak memadai untuk mengganti kehilagan albumin dalam
urin), tetapi mungkin normal menurun, peningkatan permeabilitas glomerulus
menyebabkan albuminuria dan hipoalbumineia. Sebagai akibatnya
hipoalbuminemia menurunkan tekanan onkotik plasma koloid, meyebabkan
peningkatan filtrasi transkapiler cairan keluar tubuh dan menigkatkan edema.
3. Hiperlipidemia
Kolesterol serum, VLDL (very low density lipoprotein), LDL (low
density lipoprotein), trigliserida meningkat sedangkan HDL (high density
lipoprotein) dapat meningkat, normal atau meningkat, hal ini disebabkan
sintesis hipotprotein lipid disintesis oleh penurunan katabolisme di
perifer.Peningkatan albumin serum dan penurunan tekanan onkotik.
25
4. Hiperkoagulabilitas
Keadaan ini disebabkan oleh hilangnya antitrombin (AT) III, protein S,
C, dan plasminogen activating factor dalam urin dan meningkatnya factor V,
VII, VIII, X, trombosit, fibrinogen, peningkatan agregasi trombosit, perubahan
fungsi sel endotel serta menurunnya factor zymogen.
Manifestasi primer sindrom nefrotik adalah hilangnya plasma protein,
terutama albumin, ke dalam urine, meskipun hati mampu meningkatkan
produksi albumin, namun organ ini tidak mampu untuk terus
mempertahankannya jika albumin terus menerus hilang melalui ginjal,
akhirnya terjadi hipoalbuminemia. Hipoalbuminemia disebabkan oleh
hilangnya albumin melalui urin dan peningkatan katabolisme albumin di ginjal
menyebabkan edema. Sintesis protein di hati biasanya meningkat( namun tidak
memadai untuk mengganti kehilangan albumin dalam urin).
Hipotesis menunjukan kehilangan albumin mengakibatkan penurunan
tekanan osmotik dalam saluran darah, mengakibatkan kebocoran cairan dari
dalam darah ke intestitium.sehingga oedema generalisasi akibat cairan yang
berpindah dari sistem vaskuler kedalam ruang ekstra seluler. Penurunan
sirkulasi volume darah mengaktifkan sistem rennin-angiotensin, menyebabkan
retensi natrium dan oedema lebih lanjut. Hilangnyaprotein dalam serum
menstimulasi sintesis lipoprotein dihati dan peningkatan konsentrasi lemak
dalam darah ( hiperlipidemia).
26
Sindrom nefrotik dapat terjadi hampir disetiap penyakit renal intrinsic
atau sistemik yang mempengaruhi glomerulu.Meskipun secara umum,
penyakit ini dianggap menyerang anak-anak namun, sindromnefrotik juga
terjadi pada orang-orang dewasa, termasuk lansia. Penyebab sindromnefrotik
mencakup glomerulonefritis kronis, DM disertai glomerulosklerosis
interkapiler, amiloidosis ginjal, SLE dan thrombosis vena renal. Respons
perubahan patologis pada glomerulus secara fungsional akan memberikan
berbagai masalah keperawatan pada pasien yang mengalami glomerulus
progresif cepat.
Hormon vasopressin (ADH) akan dirembes untuk menstabilkan
kandungan cairan dalam saluran darah seperti sediakala, meskipun demikian,
pengumpulan cairan ini menyebabkan kehilangan cairan yang terus- menerus
ke interstitium karena protein terus-menerus hilang kedalam urin diikuti
dengan kerusakan pada membran basal glomerulus, menyebabkan
penumpukan cairan secara berlebih dalam jaringan dan mengakibatkan edema.
Hilangnya protein dalam serum menstimulasi sintesis lipoprotein di hati dan
peningkatan konsentrasi lemak dalam darah ( hiperlipidemia) hal ini
menyebabkan intake nutrisi berkurang sehingga menyebabkan terjadinya
malnutrisi, menurunnya respon imun karena sel imun tertekan, kemungkinan
disebabkan oleh karena hipoalbuminemia, hyperlipidemia (Brunner &
Suddarth, 2002).
27
2.1.6 Woc Sindrom Nefrotik ( Terlampir)
2.1.7 Manifestasi Klinis
Manifestasi klinik yang biasa timbul pada anak dengan sindrom nefrotik adalah
1. Berat badan meningkat
2. Pembengkakan pada wajah, terutama disekitar mata
3. Edema anasarka
4. Pembengkakan pada labia / skrotum
5. Asites
6. edema pada mukosa usus
7. Diare, nafsu makan menurun, absorbsi usus menurun
8. Volume urine menurun, kadang – kadang berwarna pekat dan berbusa
9. Kulit pucat
10.Sakit kepala, malaise, nyeri abdomen, berat badan meningkat dan keletihan
umumnya terjadi.
2.1.8 Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Keperawatan
Istirahat sampai edema tinggal sedikit, batasi asupan natrium sampai
kurang lebih 1 gram/hari secara praktis dengan menggunakan garam
secukupnya dan menghindar makanan yang diasinkan. Diet protein 2 – 3
gram/kgBB/hari, bila edema tidak berkurang dengan pembatasan garam, dapat
digunakan diuretik, biasanya furosemid 1 mg/kgBB/hari, bergantung pada
beratnya edema dan respon pengobatan, bila edema refrakter, dapat digunakan
hididroklortiazid (25 – 50 mg/hari), selama pengobatan diuretik perlu dipantau
28
kemungkinan hipokalemi, alkalosis metabolik dan kehilangan cairan
intravaskuler berat.
a. Pengaturan Minum
Hal ini dilakukan untuk pengobatan penyakit dasar dan pengobatan
cairan dan elektrolit, yaitu pemberian cairan intravena sampai diuresis
cukup maksimal.
b. Pengendalian hipertensi
Tekanan darah harus dikendalikan dengan obat-obatan golongan
tertentu, tekanan darah data diturunkan tanpa diturunkan fungsi ginjal,
misalnya dengan betabloker, methyldopa, vasodilator, juga mengatur
pemasukan garam.
c. Pengendalian darah
Peningkatan kalium darah dapat mengakibatkan kemaitan mendadak,
ini dapat dihindari dengan hati-hati dalam pemberian obat-obatan dan diit
buah-buahan, hiperkalemia dapat diagnosis dengan pemeriksaan EEG dan
EKG, bila hiperkalemia sudah terjadi maka dilakukan pengurangan intake
kalium, pemberian natrium bicarbonate secara intra vena, pemberian cairan
parental (glukosa), dan pemberian insulin.
d. Penanggulangan anemia
Anemia merupakan keadaan yang sulit ditanggulangi pada gagal
ginjal kronis, usaha pertama dengan mengatasi faktor defisiensi, untuk
anemia normakrom trikositik dapat diberikan supplemen zat besi oral,
tranfusi darah hanya diberikan pada keadaan mendesak misalnya
insufisiensi karena anemia dan payah jantung.
29
e. Penanggulangan Asidosis
Pada umumnya asidosis baru timbul pada tahap lanjut dari nefrotik
sindrom. Sebelum memberikan pengobatan khusus, faktor lain yang harus
diatasi dulu misalnya rehidrasi. Pemberian asam melalui makanan dan obat-
obatan harus dihindari. Pengobatan natrium bikarbonat dapat diberikan
melalui peroral dan parenteral, pada permulaan diberi 100 mg natrium
bicarbonate, diberikan melalui intravena secara perlahan-lahan. Tetapi lain
dengan dilakukan dengan cara hemodialisis dan dialysis peritoneal.
f. Pengobatan dan pencegahan infeksi
Ginjal yang sedemikian rupa lebih mudah mengalami infeksi, hal ini
dapat memperburuk faal ginjal.Obat-obatan antimikroba diberikan bila ada
bakteriuria dengan memperhatikan efek nefrotoksik, tindakan katetrisasi
harus sedapat mungkin dihindari karena dapat mempermudah terjadinya
infeksi.
g. Pengaturan diit dan makanan
Gejala ureum dapat hilang bila protein dapat dibatasi dengan syarat
kebutuhan energi dapat terpenuhi dengan baik, protein yang diberikan
sebaiknya mengandung asam amino yang esensial, diet yang hanya
mengandung 20 gram protein yang dapat menurunkan nitrogen darah,
kalori diberikan sekitar 30 kal/kgBB dapat dikurangi apabila didapati
obesitas.
Untuk mencapai tujuan terapi, maka penatalaksanaan sebagai berikut :
1) Tirah baring
2) Diuretik
3) Adenokortikosteroid, golongan prednison
30
4) Diet MRNTP (makanan rendah natrium tinggi protein) / MBRG (makanan
biasa rendah garam)
5) Terapi cairan, jika klien dirawat dirumah sakit, maka intake dan output
diukur secara cermat dan dicatat, cairan diberikan untuk mengatasi
kehilangan cairan dan BB harian.
2. Penatalaksanaan Medis
Patofisologi Pengobatan
Kerusakan glomerulus ImunosupresifAntikoagulansiaAnti agegrasi trombosit
Kehilangan protein Diet kaya protein hewaniPenurunan tekanan onkotik dan hipoalbuminemia.
Infus salt poor human albumin
Sekresi aldosteron meningkat Diuretic spironolaktonRetensi Na+ dan air Diuretic furosemid atau spironolaktonSembab (resistensi) Drainase
Pengobatan kortikosteroid yang diajukan Internasional Coopertive Study
of Kidney Disease in Children (ISKDC), sebagai berikut :
1. Selama 28 hari prednison diberikan per oral dengan dosis 60 mg/hari luas
permukaan badan (1bp) dengan maksimum 80 mg/hari.
2. Kemudian dilanjutkan dengan prednison per oral selama 28 hari dengan
dosis 40 mg/hari/1bp, setiap 3 hari dalam satu minggu dengan dosis
maksimum 60 mg/hari, bila terdapat respon selama pengobatan, maka
pengobatan ini dilanjutkan secara intermitten selama 4 minggu.
3. Cegah infeksi, antibiotik hanya dapat diberikan bila ada infeksi
4. Pungsi asites maupun hidrotoraks dilakukan bila ada indikasi vital
(Arif Mansjoer,2000).
31
2.1.9 Prognosis
Sebelum era antibiotik, infeksi merupakan salah satu penyebab kematian
tersering pada SN.Pengobatan SN dan komplikasinya saat ini telah menurunkan
morbiditas dan mortalitas yang berhubungan dengan sindrom.Saat ini, prognosis
pasien dengan SN bergantung pada penyebabnya. Remisi sempurna dapat terjadi
dengan atau tanpa pemberian kortikosteroid, hanya sekitar 20 % pasien dengan
glomerulosklerosis fokal mengalami remisi proteinuria, 10 % lainnya membaik
namun tetap proteinuria. Banyak pasien yang mengalami frequent relaps, menjadi
dependen-steroid, atau resisten-steroid. Penyakit ginjal kronik dapat muncul pada
25-30 % pasien dengan glomerulosklerosis fokal segmental dalam 5 tahun dan
30-40 % muncul dalam 10 tahun.
Orang dewasa dengan minimal-change nephropathymemiliki kemungkinan
relaps yang sama dengan anak-anak. Namun, prognosis jangka panjang pada
fungsi ginjal sangat baik, dengan resiko rendah untuk gagal ginjal.2Pemberian
kortikosteroid memberi remisi lengkap pada 67% kasus SN nefropati lesi
minimal, remisi lengkap atau parsialpada 50% SN nefropati membranosa dan
20%-40% pada glomerulosklerosis fokal segmental.Perlu diperhatikan efek
samping pemakaian kortikosteroid jangka lama di antaranya nekrosis aseptik,
katarak, osteoporosis, hipertensi, diabetes mellitus.
Respon yang kurang terhadap steroid dapat menandakan luaran yang
kurang baik. Prognosis dapat bertambah buruk disebabkan (1) peningkatan
insidens gagal ginjal dan komplikasi sekunder dari SN, termasuk episode
trombotik dan infeksi, atau (2) kondisi terkait pengobatan, seperti komplikasi
infeksi dari pemberian imunosupressive. Penderita SN non relaps dan relaps
jarang mempunyai prognosis yang baik, sedangkan penderita relaps sering dan
32
dependen steroid merupakan kasus sulit yang mempunyai risiko besar untuk
memperoleh efek samping steroid. SN resisten steroid mempunyai prognosis
yang paling buruk, pada SN sekunder, prognosis tergantung pada penyakit primer
yang menyertainya, pada nefropati diabetik, besarnya proteinuria berhubungan
langsung tingkat mortalitas, biasanya, ada respon yang baik terhadap blockade
angiotensin, dengan penurunan proteinuria, dan level subnefrotik. Jarang terjadi
remisi nyata, Resiko penyakit kardiovaskular meningkat seiring penurunan fungsi
ginjal, beberapa pasienakan membutuhkan dialisis atau transplantasi ginjal, pada
amiloidosis primer, prognosis tidak baik, bahkan dengan kemoterapi intensif,
pada amiloidosis sekunder, remisi penyebab utama, seperti rheumatoid arthritis,
diikuti dengan remisi amiloidosis dan ini berhubungan dengan SN.
2.1.10 Pemeriksaan Penunjang
1. Uji Urine
a. Albumin
Kualitatif : ++ sampai +++
Kuantitatif : > 50 mg/kgBB/hari (diperiksa menggunakan reagen ESBACH)
Sedimen : oval fat bodies : epitel sel yang mengandung butir-butir lemak,
kadang-kadang dijumpai eritrosit, leukosit, toraks hialin, dan toraks
eritrosit.
b. Uji Darah
Albumin serum – menurun
Kolesterol serum – meningkat
Hemoglobin dan hematokrit – meningkat
Laju endap darah (LED) – meningkat
Elektrolit serum – bervariasi dengan keadaan penyakit perorangan
33
c. Uji Diagnostik
Biopsi ginjal merupakan uji diagnostik yang tidak dilakukan secara rutin.
Dilakukannya pemeriksaan urin dan darah untuk memastikan protrinuria,
proteinemia, hipoalbuminemia, dan hiperlipidemia. Diperikasa fungsi ginjal
dan hematuria. Biasanya ditemukan penurunan kalsium plasma, diagnosis
pasti melalui biopsi ginjal.
2.1.11 Komplikasi
1. Infeksi
2. Malnutrisi
3. Trombosis vaskuler : mungkin akibat gangguan sistem koagulasi sehingga
terjadi peninggian fibrinogen plasma.
4. Gagal ginjal akut
2.2 Askep Teoritis Sindrom Nefrotik
2.2.1 Pengkajian Dasar
1. Identitas Klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku/ bangsa, agama, pekerjaan,
pendidikan, alamat.
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama
Keluhan utama yang sering dikeluhkan adalah adanya bengkak pada
wajah atau kaki.
b. Riwayat kesehatan sekarang
Pada pengkajian riwayat kesehatan sekarang, perawat menanyakan
hal berikut: Kaji berapa lama keluhan adanya perubahan urine output, kaji
34
keluhan bengkak pada wajah dan kaki apakah disertai dengan adanya
keluhan pusing dan cepat lelah, kaji adanya anoreksia pada klien, kaji
adanya keluhan sakit kepala dan malaise
c. Riwayat kesehatan dahulu
Pada pengkajian riwayat kesehatan dahulu, perawat perlu mengkaji
apakah klien pernah menderita penyakit edema, apakah ada riwayat dirawat
dengan penyakit diabetes melitus dan penyakit hipertensi pada masa
sebelumnya. Penting dikaji tentang riwayat pemakaian obat-obatan masa
lalu adanya riwayat alergi terhadap jenis obat dan dokumentasikan.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Adakah anggota keluarga yang lain juga pernah menderita penyakit
yang sama dengan klien.
3. Pemeriksaan fisik
a. Tingkat kesadaran
b. Pemeriksaan tanda-tanda vital
c. BB/TB
d. Head to toe
1. Inspeksi
Pemeriksaan yang dilakukan dengan cara melihat keadaan umum
dan kelainan yang terdapat di seluruh tubuh sehubungan dengan
perjalanan penyakitnya, biasanya kulit pasien ditemukan berwarna pucat
karena anemia dan penimbunan elektrolit pigmen, pruritus yang berat,
oedema perifer, bibir kering dan nafas berbau akibat ureum yang
35
berlebihan pada air liur yang di rubah oleh bakteri mulut (R.P. Sidabutar,
1992).
2. Palpasi
Pemeriksaan dengan perabaan pada heparnya ditemukan
pembesaran hepar (hepatomegali) akibat adanya bendungan pada vena
porta yang menimbulkan rasa tidak enak diperut bagian atas terutama
sesudah makan, nyeri dada, kulit kuning dan kasar, denyut nadi tidak
teratur dan meningkat akibat hipertensi. Pada ektremitas adanya odema
dan terasa dingin (Soeparman, 1996).
3. Perkusi
Pemeriksaan dengan cara mengetuk untuk mengetahui kelainan
organ melalui suara yang terdengar.(Soeparman, 1996).
4. Auskultasi
Pemeriksaan dengan cara mendengar bunyi atau irama jantng
sehingga diketahui adanya efusi pericardial atau gagal jantung akibat
hipertensi dan juga untuk mendengar bunyi ( bising ) peristaltik usus
(Soeparman, 1996).
36
2.2.2 Analisa Data
NoData
Masalah Etiologi
1 Ds :- Keluarga mengatakan anak
nya sembab- Keluarga mengatakan perut
anak nya membesarDo :
- Tampak ada penumpukan cairan di ekstermitas dan periorbital
- Perut tampak asites- Proteinuria - Hipoalbumin- Hiperlipidemia
Kelebihan volume cairan
Akumulasi cairan dalam jaringan dan ruang ketiga
2 Ds : - Keluarga mengatakan tubuh
anaknya sembab- Keluarga mengatakan
anaknya mengeluh gatal pada kelopak mata
Do :- Tampak ada penumpukan
cairan di ekstermitas dan periorbital
- Perut tampak asites- Klien tampak sering
menggosok kelopak matanya
- Hiperlipidemia
Resiko kerusakan integritas kulit
Pembentukan edema
3 Ds : - Keluarga mengatakan
anaknya kurang nafsu makan
- Keluarga mengatakan anaknya merasa cepat kenyang
- Keluarga mengatakan anaknya suka makanan cemilan
Do :- Klien tampak gemuk karena
punumpukan cairan- klien terlihat tidak nafsu
makan, ditandai dengan porsi makanan tidak habis
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Nafsu makan menurun
37
1/4 - bising usus klien hiperaktif- berat badan menurun
10 % - 20 % atau lebih di bawah berat badan ideal.
- Klien mengalami kelemahan otot dan nyeri tekan
- Proteinuria - Hipoalbumi- Hiperlipidemia
4 Ds : - Keluarga mengatakan
kurang mengetahui tentang penyakit anaknya
DO :- Keluarga klien tampak
cemas- Keluarga klien sering
bertanya mengenai kondisi dan penyakit klien
kurang pengetahuan tentang penyakit
Kurang terpapar dengan informasi tentang penyakit sindrom nefrotik
2.2.3 Diagnosa Keperawatan
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan Akumulasi cairan dalam
jaringan dan ruang ketiga
2. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pembentukan edema
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan nafsu makan
menurun
4. Kurang pengetahuan tentang penyakit berhubungan dengan Kurang
terpapar dengan informasi tentang penyakit sindrom nefrotik
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
38
39
2.2.4 Intervensi
NoDx
KeperawatanTujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
1. Kelebihan volume cairan dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan akumulasi cairan dalam jaringan dan ruang ketiga
Tujuan : setelah dilakukantindakan keperawatankepada klien dalam 3x 24jam, diharapkan gejalaakumulasi cairan tidakterjadi dan Anak akanmenerima cairan yang sesuaiKriteria. hasil:
Tidak ada edema Tidak menunjukkan gejala
kelebihan caira
1. Kaji intake dan output cairan2. Gunakan strategi untuk mencegah kelebihan intake dan output
cairan
R : Gunakan botol kecil untuk intake dan output cairan
3. Berikan asupan cairan dengan hati-hati/ teliti4. Timbang berat badan setiap hari5. Kaji perubahan edema :
R : Ukur lingkar lingkar AbdomenR : Memonitor edema di sekitar mata dan daerah edema lainnyaR : Catat adanya pitting jika adaR : Catat warna dan texture dari kulit
6. Berikan kortikosteroid sesuai ketentuan
7. Kolaborasi pemberian diuretik jika di instruksikan
2. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pembentukan edema
Tujuan : setelah dilakukantindakan keperawatankepada klien dalam 3x 24jam, diharapkan kulit klientidak menunjukkan adanyakerusakan integritas: kemerahan atau irritasi.Kriteria. Hasil :
1. Beri perawatan kulit2. Hindari pakaian ketat untuk menghindari area tertekan3. Bersihkan dan beri lotion atau baby oil untuk mencegah kerusakan
kulit4. Topang organ edema seperti skrotum5. Bersihkan kelopak mata yang mengalami edema dengan lap salin
hangat6. Gunakan penghilang tekanan atau matras tempat tidur penurun
40
Integritas kulit klien dapat dipertahankan
tekanan sesuai kebutuhan.
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan nafsu makan berkurang
Tujuan: setelah dilakukantindakan keperawatankepada klien dalam 3x 24jam, diharapkan kebutuhannutrisi tubuh klien dapatterpenuhiKriteria hasil : Klien mengkonsumsi jumlah
makanan bernutrisi secara adekuat
Berat badan klien kembali ideal
1. Beri diet yang bergizi2. Batasi natrium selama edema dan terapi steroid3. Tuliskan bantuan anak, orang tua, dan ahli diet dalam formulasi diet
untuk mendorong nutrisi optimal4. Beri makanan porsi sedikit dan sering5. Beri makananspesial yang disukai anak 6. Beri makanan anak dengan cara yang menarik
4. Kurang pengetahuan tentang penyakit berhubungan dengan kurang terpaparnya dengan informasi mengenai penyakit
Tujuan : setelah dilakukantindakan keperawatankepada klien dalam 3x 24jam, diharapkan keluargamengetahui tentang kondisi,cara perawatan,dankebutuhan klien dengansindrom nefrotik.Kriteria. hasil: Keluarga klien mengetahui
tentang penyakit sindrom
1. Kaji pengetahuan keluarga tentang penyakit klien2. Beri informasi / pendidikan kesehatan tentang sindrom nefrotik
meliputi pengertian, penyebab, tanda gejala, diit pasien ndengan 3. Beri kesempatan pada keluarga untuk menanyakan hala-hal yang
belum jelas4. Evaluasi pemahaman keluarga tentang sindrom nefrotik5. Beri reinforcement positif terhadap respon keluarga
41
nefrotik klien tampak tenang, klien
kooperatif.
42
2.2.5 Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk
mencapai tujuan yang spesifik, tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana
tindakan disusun dan ditujukan pada nursing orders untuk membantu klien
mencapai tujuan yang diharapkan, oleh karena itu rencana tindakan yang spesifik
dilaksanakan untuk memodifikasi factor-faktor yang mempengaruhi maslah
kesehatan klien. Tujuan dari pelaksanaan adalah membantu klien dalam mencapai
tujuan yang telah ditetapkan, yang mencakup peningkatan kesehatan,
pencegahan, penyakit, pemulihan kesehatan.
2.2.6 Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan
yang menandakan seberapa jauh diagnose keperawatan rencana tindakan dan
pelaksanaan sudah berhasil. Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses
keperawatan dimana fokusnya adalah untuk menentukan respon klien terhadap
intervensi yang diberikan, baik respon subjektif maupun objektif menentukan
tujuan-tujuan yang sudah atau belum tercapai serta menentkan tindakan
selanjutnya (Nursalam, 2001).
S = Respon subjektif
O = Respon objektif
A = Analisa
P = Planning / perencanaan selanjutnya
43
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN An.R DI RUANG RAWAT INAP ANAK
RSUD Dr. ACHMAD MOCHTAR BUKITTINGGI
3.1 Pengkajian
3.1.1 Identitas Data
Nama : An.R
Tempat/ Tanggal lahir : Palembayan, 18-04-2009
Usia : 6 tahun
Agama : Islam
Alamat : Sugai Puar, Palembayan, Agam
Suku : Minang
Nama Ayah : Tn. A
Umur Ayah : 37 Tahun
Pendidikan Ayah : SD
Pekerjaan Ayah : Sopir
Nama Ibu : Ny. I
Umur Ibu : 33 Tahun
Pendidikan Ibu : SMA
Pekerjaan Ibu : Guru PAUD
3.1.2 Keluhan Utama
Keluarga mengatakan klien dibawa ke RS dengan keluhan seluruh tubuh
bengkak/sembab (area wajah khususnya mata, ektremitas, dan perut klien
membesar/membuncit) sejak 1 minggu yang lalu.
44
3.1.3 Riwayat Kesehatan Sekarang
Keluarga mengatakan seluruh tubuh anaknya sembab karena kurang istirahat,
banyak bermain, pola makan tidak teratur (suka makan cemilan), dan tidak rutin
minum obat. Keluarga mengatakan sembab seluruh badan terutama area mata/
kelopak matanya, tangan, kaki, perut tampak membuncit, klien mudah letih, nafsu
makan berkurang. Sembab dimulai sejak seminggu sebelum di bawa ke rumah sakit.
Keluarga menganjurkan anaknya memakan obat hijaunya kembali secara teratur,
tetapi sembabnya tidak berkurang, keluarga mengatakan perut bertambah buncit dan
nafas bertambah sesak. Orang tua membawa klien berobat ke poli Anak RSUD Dr.
Achmad Mochtar Bukittinggi pada tanggal 29 september 2015 dan dokter
mengajurkan An.R dirawat dibangsal anak untuk yang kedua kalinya.
3.1.4 Riwayat Kesehatan Dahulu
a. Penyakit waktu kecil : keluarga mengatakan klien hanya mengalami demam dan
flu biasa saja.
b. Pernah dirawat dirumah sakit : keluarga mengatakan klien sebelumnya pernah
dirawat 1 kali dengan penyakit yang sama dan tanda gejala yang sama dengan
saat ini, pada bulan juli 2015
c. Obat-obatan yang digunakan : Prednison 3 tablet pagi, 2 tablet siang, dan 2
tablet pada malam hari
d. Tindakan/Operasi : keluarga mengatakan klien tidak ada riwayat operasi
e. Alergi : Keluarga mengatakan anak tidak ada memiliki riwayat alergi, baik
dalam segi cuaca, obat-obatan ataupun makanan.
f. Kecelakaan : keluarga mengatakan klien tidak ada mengalami kecelakaan
45
g. Imunisasi : keluarga mengatakan imunisasi klien lengkap dan sesuai dengan
jadwal di imunisasi
Jenis imunisasi
Usia pemberian
2 bulan
Usia pemberian
3 bulan
Usia pemberian
4 bulan
Usia pemberian
9 bulan
BCG Ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada
Hepatitis B Tidak ada HB 1 HB 2 HB 3
DPT Tidak ada DPT 1 DPT 2 DPT 3
POLIO Polio 1 Polio 2 Polio 3 Polio 4
Campak Tidak ada Tidak ada Tidak ada Ada
3.1.5 Genogram
Keterangan
: laki laki
: perempuan
: meninggal dunia
: klien
------- : tinggal serumah dengan klien
Keluarga mengatakan tidak ada anggota keluarga yang mengalami penyakit
yang sama seperti klien dan keluarga mengatakan tidak ada anggota keluarga yang
mempunyai penyakit keturunan seperti DM, Hipertensi, Asma dan lain-lain.
46
3.1.6 Riwayat Kehamilan
a. Prenatal
1. Keluarga mengatakan ibu klien ada memeriksakan kehamilannya setiap bulan
ke bidan desa setempat.
2. keluhan selama hamil yaitu: mual muntah (tidak berlebihan)
3. Riwayat berat badan selama hamil: selama hamil berat badan ibu naik 1
kg/bulan
b. Intranatal
1. Keluarga mengatakan persalinan dilakukan di rumah sendiri
2. Keluarga mengatakan persalinan dilakukan oleh bidan desa setempat
3. Jenis persalinan normal
4. Komplikasi yang dialami ibu saat melahirkan dan setelah melahirkan tidak ada
c. Postnatal
a. Kondisi bayi: baik, BB: 2.900 gr, PB: 50 cm
b. Klien pada setelah lahir tidak ada mengalami gangguan pernafasan dan klien
langsung menangis dengan kuat setelah lahir.
3.1.7 Riwayat Sosial
a. Pengasuh : Klien di asuh oleh kedua orang tua dan nenek
b. Hubungan dengan keluarga : harmonis
c. Hubungan dengan teman : bagus.
d. Pembawaan secara Umum : Klien tampak ceria
e. Lingkungan rumah : Lingkungan rumah cukup ramai karena seluruh
anggota keluarga lengkap
47
3.1.8 Aktifitas sehari hari
No Pola aktifitas Sehat Sakit
1
2
3
3
4
Nutrisi Selera makan Frekuensi Diit
CairanJenis minumanFrekuensi minumCara pemenuhan
Eliminasi BAB Frekuensi Konsistensi Warna KeluhanBAK Frekuensi Konsistensi Warna KeluhanIstirahat /Tidur Jumlah jam tidur Pola tidur Kebiasaan sebelum tidur Tidur siang
Personal hygiene Mandi Gosok gigi
Baik3-4 kali sehari, habis 1 porsiMakanan biasa
Air putih, minuman kemasan8-10 kali (per 1000 cc)Oral
2 kali sehari LembekKuning Tidak ada
5-6 kali sehari ±1.500 ccCairAgak kekuninganTidak ada
6-8 jam sehariTeraturMenonton tvKadang kadang
2 kali sehari1 kali sehari
Baik3 kali sehari, habis 1 porsiMakanan biasa rendah garam
Air putih6-8 kali ± 1.200-1500 ccOral
1 kali sehari LembekKuningTidak ada
8-10 kali sehari ± 2.000 ccCairKuningTidak ada
8-10 jam sehariTeraturMain game/ memutar musikSetiap hari
2 kali sehari1 kali sehari
48
3.1.9 Pemeriksaan Penunjang
a. Hasil Laboratorium
Tanggal 22 September 2015
Kimia klinik :
Albumin : 1,4 g/dl (3.8-5,4)
Cholesterol : 770 mg/dl (201)
Creatinin : 8,16 gm/dl (8,62-10,31)
Calcium : 0,3 mg/dl (0.8-1,3)
Total protein : 3,6 g/dl (6.3-8,4)
Urea : 19 mg/dl (15-43)
Pemeriksaan Darah :
- Hb : 16,9 g/dl n : (P 13 – 16, W 12-14)
- Eritrosit : 6,04 [10ᶺ6/uL] n: (P 4.5-5.5, W 4.0-5.0)
- Hematokrit : 46,9 % n : (P 40-80, W 37-43)
- LED : 98 mm/jam n : (P <10, W <15)
- Leukosit : 217600 uL n : ( 5000-10000 )
Eosonofil : 0,4 % n : ( 1 – 3 )
Basofil : 0,2 % n : ( 0 – 1)
Neutrofil : 91,5 % n : ( 50 – 70 )
Lymphosit : 7,4 % n : ( 20 – 40 )
Monosit : 0,5 % n : ( 2 – 8 )
Tanggal 5 Oktober 2015
Urine :
1) Fisis - warna : kuning muda
49
2) Sedimen - eritrosit : 0-1
- leukosit : 0-1
- epitel : +
3) Kimia Urine
- Protein : +3
- pH : 7,0
- Bj : 1,015
06 Oktober 2015
Kimia klinik :
Albumin : 1,2 g/dl (3.8-5,4)
Total protein : 3,3 g/dl (6.3-8,4)
8 Oktober 2015
Urine :
1) Fisis - warna : kuning muda
- kekeruhan : +
2) Sedimen - eritrosit : 0-1
- leukosit : 0-1
- epitel : +
3) Kimia Urine
- Protein : +4
- pH : 8,0
- Bj : 1,015
50
12 Oktober 2015
Urine
1) Fisis - warna : kuning muda
2) Sedimen - eritrosit : 0-2
- leukosit : 0-1
- epitel : +
3) Kimia Urine
- Protein : +3
- pH : 8,0
- Bj : 1,015
b. Obat obatan
Prednison : 3 tablet pagi, 2 tablet siang, dan 2 tablet pada malam
hari
Inj Ceftriaxone : 1 x 900 mg 09
Inj Lasix : 1 x 20 mg 09
Catopril : 3 x 6 mg 06, 14, 22
Spironolacton : 2 x 15 mg 06, 18
3.1.10 Pemeriksaan fisik
a. Keadaan Umum : Sedang
b. TB/BB : 111cm/19kg
c. Vital Sign
TD : 90/60 mmHg P : 20 x/i
N : 96 x/I S : 36,5ºc
LP : 61 cm BB : 19 Kg
51
d. Kepala
Inspeksi :
- bentuk kepala bulat
- warna rambut hitam
- tidak mudah dicabut
- tidak ada lesi
Palpasi : tidak teraba masa
e. Mata
Inspeksi :
- Mata simetris kiri kanan,
- Skelera tidak ikterik
- Palpebra udema
- Konjungtiva tidak anemis
- Pupil isokor kiri kanan
- Reflek cahaya normal kiri kanan
- Klien tidak menggunakan alat bantu seperti kacamata
f. Telinga
Inspeksi :
- Telinga simetris kiri kanan,
- Tidak ada serumen
- Pendengaran baik
- Tidak ada lesi
Palpasi :
- tidak ada pembengkakan
52
g. Hidung
Inspeksi
- normal kanan kiri
- batang hidung tidak defiasi
- hidung bersih, sekret tidak ada
- penciuman baik
- tidak terlihat adanya lesi
- Tidak ada deformitas pada sektum nasal
h. Mulut
Inspeksi :
- Bentuk normal
- Bibir atas dan bibir bawah simetris
- Mukosa bibir lembab
- Tidak terlihat pembekakan
- Gigi ada yang patah
- Tonsil tidak meradang
Palpasi :
- Tidak teraba masa
i. Leher
Inspeksi :
- Bentuk leher simetris kiri dan kanan
- Tidak ada pembesaran vena jugularis
- Warna leher sama dengan warna kulit lainnya
- Kulit tampak bersih
- Tidak ada pembengkan kelenjer tyroid dan parathyroid
53
Palpasi :
- tidak terdapat bendungan vea jongularis
j. Thorax/Dada
Inspeksi :
- Bentuk dada normacest
- Dinding dada simetris
- Tidak ada pembengkakan
- Tidak menggunakan otot bantuk pernafasan
- Retrasi dinding dada normal
- Frekuensi pernafasan : 20 x/m
- Tidak ada pembesaran otot dada
- Rusuk dan sela insterkostal normal
Palpasi :
- Taktil premitur normal kiri dan kanan
Perkusi :
- Suara ketukan sonor
Asuskultasi :
- Suara nafas vesikuler
- tidak ada wheezing
- tidak ada ronki
k. Jantung :
Inspeksi :
- Dada simetris kiri dan kanan
- Iktus kordis tidak tampak
- Tidak lesi
54
Palpasi :
- Iktus kordis teraba di lineal mid klavikula sinistra V
- Batas kiri kanan teraba
- Batas atas pada ICS 2
- Batas bawah pada ICS 5
- Batas kiri pada ICS 5 mid klavikula sinistra
- Batas kanan pada ICS 4 mid sternalis dexstra
Auskultasi :
- Bunyi jantung reguler
- Irama jantung teratur
- Bj.1 : Lup
- Bj.2 : Dug
- tidak ada suara tambahan
l. Abdomen
Inspeksi :
- Simetris kiri dan kanan
- Terdapat asites
- Masa tidak ada
- Tidak ada bekas operasi
Auskultasi :
- Bising usus normal 12x per menit
Palpasi :
- Tidak ada pembesaran hepar
- Tidak teraba masa
- Tidak ada nyeri tekan
55
Perkusi :
- Saat perkusi bunyi pekak
m. Ekstremitas
Atas :
- Tangan kanan dan kiri simetris
- Kekuatan otot 5555 5555
5555 5555
- Tidak ada nyeri sendi
- Otot tangan seimbang ketika mobilisasi
- CRT < 2 detik
Bawah :
- Kaki kanan dan kaki kiri simetris
- Kekuatan otot 5555 5555
5555 5555
- Tidak ada nyeri sendi
- Otot kaki seimbang ketika mobilisasi
- CRT < 2
n. Integumen
Inspeksi :
- Warna kulit kuning
- Terpasang IV pump tangan sebelah kanan
Palpasi :
- Teraba piting udema derajat 1 (Pengembalian < 3 detik pada
ekstremitas atas)
- Teraba udema anasarka piting edema pada ekstremitas bawah
56
o. Genetalia
Inspeksi :
- 2 skrotum 1 penis
- Skrotum edema
- Anus Positif
57
3.2 Analisa data
No Data Masalah Etiologi
1 DS : Keluarga mengatakan anak nya
sembab. Keluarga mengatakan perut anak nya
buncit.DO- Wajah tampak mounface.- Badan tampak sembab.- Udema anasarka- Lingkar perut : 61cm- Protein (+++)- TD : 90/60 mmHg N : 96x/i
S : 36,5ºc P : 24x/i- TB/BB : 111cm/20kg- Intake : 1150 cc- Output : 2000 cc- IWL : 400 cc- Balance cairan : 1150-(2000+400) = -
1250 cc- Diuresis : 3,3 cc/kgbb/24jam
Kelebihan volume cairan Sindrom Nefrotik
Protein Urine
Hipoalbumia
Tekanan ongkoloti plasma menurun
Hipopolemik
Retensi air natrium
Cairan masuk ke sel berlebihan
Akumulasi cairan didalam tubuh
58
2 DS- Keluarga mengatakan anaknya
sembab sudah 1 minggu yang lalu- Keluarga mengatakan aktivitas masih
dibantuDO- Piting edema derajat 1- Piting edema anasarka - BB 20 kg- Asietes +- Klien tampak terbaring ditempat tidur- Pada tangan kanan terpadang inje
pump- Klien tampak letih dan tidak bertenaga- ADL klien tampak dibantu keluarga- Albumin 1,2
Inteloransi aktivitas Sindrom nefrotik
Protein Urine
Hipoalbumia
Udema anasarka
Peningkatan metabolisme protein
Peningkatan pemecahan cadangan protein di otot dan hati
Kelemahan
3 DS- Keluarga mengatakan tidak
mengontrol jenis makanan yang dikonsumsi anaknya
- Keluarga mengatakan tidak mengetahui penyebab keadaan anaknya seperti ini.
DO- Keluarga klien selalu bertanya
Kurangnya pengetahuan Sindrom nefrotik
Protein Urine
Hipoalbumia
59
mengenai kondisi dan penyakit klien- keluarga tidak mampu menjawab
pertanyaan tentang penyebab, perawatan agar penyakit tidak kambuh.
- Keluarga tampak cemas menceritakan kondisi anak
Udema anasarka
Penurunan fungsi tubuh
Prognosis penyakit memburuk
Kurang terpapar informasi
Kurang pengetahuan
60
3.2 Diagnosa keperawatan
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kegagalan akumulasi cairan dalam
jaringan dan ruang ketiga.
2. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan
3. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi.
61
3.3 IntervensiNO
DIAGNOSA KEPERAWATAN
TUJUAN DAN KRITERIA HASIL INTERVENSI
1. Kelebihan volume cairan b.d kegagalan akumulasi cairan dalam jaringan dan ruang ketiga.
Tujuan :Elektrolit dan base balancekriteria hasil :
Terbebas dari odema Bunyi nafas bersih, tidak ada dyspnea Terbebas dari distensi vena jongularis
1. Monitor tanda tanda vital2. Monitor intake output3. Kaji masukan intake yang relative terhadap output
secara adekuat4. Timbang berat badan tiap hari5. Kaji perubahan oedem, ukur lingkar abdomen dan
oedem sekitar mata6. Kolaborasi Berikan diit rendah garam7. kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat
2. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan
Tujuan:diharapkan anak dapat melakukan aktivitas sesuai dengan kemampuan dan mendapatkan istirahat dan tidur yang adekuatKriteria Hasil :- Toleransi aktivitas - semakin membaik- Aktivitas pasien mulai aktif- Edema berkurang/hilang- Kekuatan otot meningkat
1. Pertahankan tirah baring awal bila terjadi edema hebat2. Rencanakan dan berikan
aktivitas tenang3. Instruksikan istirahat bila anak mulai merasa lelah4. Berikan periode istirahat
tanpa gangguan
3. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kurang terpaparnya informasi
Tujuan : 1. Keluarga mampu mengidentifikasi penyakit2. Keluarga mengetahui keadaan pasien
Kriteria hasil :1. Keluarga mengetahui penyebab penyakit2. Keluarga mengetahui apa saja yang
menyebabkan timbulnya kembali penyakit.
1. kaji tingkat pengetahuan keluarga tentang penyakit anaknya.
2. Berikan raiforcemen kepada keluarga3. Jelaskan tentang penyakit pasien4. Kaji peningkatan pengetahuan keluarga5. Libatkan keluarga dalam semua tindakan perawtan
pasien6. Ajarkan keluarga membuat daftar kegiatan dan daftar diit
62
3.4 Implementasi
Tanggal No dx Implementasi Paraf05-10-2015 1. Memonitoring tanda-tanda vital
2. Mengukur tekanan darah dan suhu tubuhR : TD: 90/60 mmHg S :36,5 ºC
3. Menghitung denyut nadi dan pernafasan R : N : 96 x/i P: 24 x/i
4. Menimbang berat badan setiap hariR : BB : 20 kg
5. Mengukur lingkar perutR : LP : 61 cm
6. Memonitoring balance cairan4. Menghitung intake, output, IWL, BC,dan diuresis
R : Intake : 1150 cc output : 2000 cc IWL : 400 ccBalance cairan : 1150-(2000+400) = -1250 ccDiuresis:3,3 cc/kgbb/24jam
8.Mengobservasi keluhan oedema dan asitesR : Oedema pada tungkai (+) asites (+)
9.Menganjurkan keluarga untuk menyediakan minuman klien dalam botol, dan menggunakan botol juga untuk tempat menampung urin klien yang jumlah takarannya dapat dihitung dengan mudah.R : keluarga memberikan klien minum dan menampung urin klien menggunakan botol aqua.
10.Kolaborasi dengan ahli gizi mengenai diit klien R : diit rendah garam / Diit nefrotik 1500 kkal/protein 40 gr
11.Kolaborasi dengan dokter pemberian terapi R : Prednison : 3 tablet pagi, 2 tablet siang, dan 2 tablet pada malam hari
Inj Ceftriaxone : 1 x 900 mg (09) Inj Lasix : 1 x 20 mg (09) Catopril : 3 x 6 mg (06, 14, 22) Spironolacton: 2 x 15 mg (06,18)
63
2. Mempertahankan tirah baring awal bila terjadi edema hebat
R : posisi klien telentang, miring kiri/kanan
2.Merencanakan dan berikan aktivitas tenang
R : klien mendengarkan musik/ bermain game di hp/ psnya
3.Menginstruksikan istirahat klien bila mulai merasa lelah (bedrest)
R : klien ada tidur di siang hari setelah beraktivitas
4.Berikan periode istirahat tanpa gangguan dengan menganjurkan keluarga memberikan suasana tenang saat klien istirahat
R : keluarga mampu menciptakan suasana tenang dan nyaman ketika klien istirahat
3. .Menghindari harapan kosong kepada keluargaR : keluarga tidak diberikan harapan yang tidak pasti mengenai kesembuhan klien.
2.Menyediakan informasi bagi keluarga tentang kemajuan pasien dengan cara yang tepatR : keluarga mengetahui mengenai perkembangan klien
3.Menggambarkan tanda dan gejala penyakit bagi keluargaR : keluarga mengetahui tanda dan gejala penyakit
4.Mengkaji tingkat pengetahuan keluargaR : keluarga kurang mengetahui cara perawatan klien dirumah
5.Memberikan penjelasan tentang penyakit dan kondisi sekarangR : keluarga mengetahui kondisi penyakit klien
06-10-2015 1. 1. Memonitoring tanda-tanda vital2. Mengukur tekanan darah dan suhu tubuh
R : TD: 80/60 mmHg S :36,5 ºC 3.Menghitung denyut nadi dan pernafasan
R : N : 98 x/i P: 21 x/i4.Menimbang berat badan setiap hari
R : BB : 19,5 kg5.Mengukur lingkar perut
R : LP : 57 cm
64
6.Memonitoring balance cairan7.Menghitung intake, output, IWL, BC,dan diuresis
R : Intake : 2.400 cc output : 1.450 cc IWL : 390 ccBalance cairan : 2.400-(1.450+400) = -440 ccDiuresis:3,1 cc/kgbb/24jam
8.Mengobservasi keluhan oedema dan asitesR : Oedema pada tungkai (+) asites (+)
9.Menganjurkan keluarga untuk menyediakan minuman klien dalam botol, dan menggunakan botol juga untuk tempat menampung urin klien yang jumlah takarannya dapat dihitung dengan mudah.R : keluarga memberikan klien minum dan menampung urin klien menggunakan botol aqua.
10.Kolaborasi dengan ahli gizi mengenai diit klien R : diit rendah garam / Diit nefrotik 1500 kkal/protein 40 gr
11.Kolaborasi dengan dokter pemberian terapi R : Prednison : 3 tablet pagi, 2 tablet siang, dan 2 tablet pada malam hariInj Ceftriaxone : 1 x 900 mg (09)Inj Lasix : 1 x 20 mg (09)Catopril : 3 x 6 mg (06, 14, 22)Spironolacton: 2 x 15 mg (06,18)
2. 1. Mempertahankan tirah baring awal bila terjadi edema hebat
R : posisi klien telentang, miring kiri/kanan
2. Merencanakan dan berikan aktivitas tenangR : klien mendengarkan musik/ bermain game di hp/ psnya
3. Mengintruksikan istirahat klien bila mulai merasa lelah (bedrest)R : klien ada tidur di siang hari setelah beraktivitas
4. Menginstruksikan istirahat klien bila mulai merasa lelah (bedrest)
5. Berikan periode istirahat tanpa gangguan dengan menganjurkan keluarga memberikan suasana tenang saat klien istirahat
R : keluarga mampu menciptakan suasana tenang dan nyaman ketika klien istirahat
65
3. 1.Menghindari harapan kosong kepada keluargaR : keluarga tidak diberikan harapan yang tidak pasti mengenai kesembuhan klien.
2.Menyediakan informasi bagi keluarga tentang kemajuan pasien dengan cara yang tepatR : keluarga mengetahui mengenai perkembangan klien
3.Menggambarkan tanda dan gejala penyakit bagi keluargaR : keluarga mengetahui tanda dan gejala penyakit
4.Mengkaji tingkat pengetahuan keluargaR : keluarga kurang mengetahui cara perawatan klien dirumah
5.Memberikan penjelasan tentang penyakit dan kondisi sekarangR : keluarga mengetahui kondisi penyakit klien
07-10-2015 1. 1.Memonitoring tanda-tanda vital2.Mengukur tekanan darah dan suhu tubuh
R : TD: 90/60 mmHg S :36,5 ºC 3.Menghitung denyut nadi dan pernafasan
R : N : 96 x/i P: 24 x/i4. Menimbang berat badan setiap hari
R : BB : 20 kg5. Mengukur lingkar perut
R : LP : 61 cm6. Memonitoring tanda-tanda vital
Mengukur tekanan darah dan suhu tubuhR : TD: 90/60 mmHg S :36,5 ºC Menghitung denyut nadi dan pernafasan R : N : 96 x/i P: 24 x/iMenimbang berat badan setiap hariR : BB : 20 kgMengukur lingkar perutR : LP : 61 cm
7. Memonitoring balance cairan
66
8. Menghitung intake, output, IWL, BC,dan diuresisR : Intake : 1150 cc output : 2000 cc
IWL : 400 ccBalance cairan : 1150-(2000+400) = -1250 ccDiuresis:3,3 cc/kgbb/24jam
9.Mengobservasi keluhan oedema dan asitesR : Oedema pada tungkai (+) asites (+)
10Menganjurkan keluarga untuk menyediakan minuman klien dalam botol, dan menggunakan botol juga untuk tempat menampung urin klien yang jumlah takarannya dapat dihitung dengan mudah.R : keluarga memberikan klien minum dan menampung urin klien menggunakan botol aqua.
11Kolaborasi dengan ahli gizi mengenai diit klien R : diit rendah garam / Diit nefrotik 1500 kkal/protein 40 gr
12.Kolaborasi dengan dokter pemberian terapi R : Prednison : 3 tablet pagi, 2 tablet siang, dan 2 tablet pada malam hariInj Ceftriaxone : 1 x 900 mg (09)Inj Lasix : 1 x 20 mg (09)Catopril : 3 x 6 mg (06, 14, 22)Spironolacton: 2 x 15 mg (06,18)
2. Mempertahankan tirah baring awal bila terjadi edema hebat
R : posisi klien telentang, miring kiri/kanan
2.Merencanakan dan berikan aktivitas tenang
R : klien mendengarkan musik/ bermain game di hp/ psnya
3.Menginstruksikan istirahat klien bila mulai merasa lelah (bedrest)
R : klien ada tidur di siang hari setelah beraktivitas
4.Berikan periode istirahat tanpa gangguan dengan menganjurkan keluarga memberikan suasana
tenang saat klien istirahat
67
R : keluarga mampu menciptakan suasana tenang dan nyaman ketika klien istirahat3. 1. Menghindari harapan kosong kepada keluarga
R : keluarga tidak diberikan harapan yang tidak pasti mengenai kesembuhan klien.2.Menyediakan informasi bagi keluarga tentang kemajuan pasien dengan cara yang tepat
R : keluarga mengetahui mengenai perkembangan klien3.Menggambarkan tanda dan gejala penyakit bagi keluarga
R : keluarga mengetahui tanda dan gejala penyakit4.Mengkaji tingkat pengetahuan keluarga
R : keluarga kurang mengetahui cara perawatan klien dirumah5.Memberikan penjelasan tentang penyakit dan kondisi sekarangR : keluarga mengetahui kondisi penyakit klien
68
3.5 Evaluasi
TanggalNo DX
Evaluasi Paraf
05-10-
2015
1. S :- keluarga mengatakan masih sembab- keluarga mengatakan perut masih buncit
O :- Wajah tampak mounface.- Badan tampak sembab.- Tampak Udema anasarka- Lingkar perut : 61cm- Protein (+++)- TB/BB : 111cm/20kg- Intake : 1150 cc- Output : 2000 cc- IWL : 400 cc- Balance cairan : 1150-(2000+400) = -1250 cc- Diuresis:3,3 cc/kgbb/24jamTD : 90/60 mmHg N : 96 x/iS : 36,5 ºc , P : 24 x/i
A : Masalah belum teratasi P : intervensi dilanjutkan
2. S : - Keluarga mengatakan anaknya sembab sudah 1
minggu yang lalu- Keluarga mengatakan aktivitas masih dibantu
O : - Tampak Piting edema anasarka - BB 20 kg- Asietes +- Klien tampak terbaring ditempat tidur- Tampak pada tangan kanan terpasang injek pump- Klien tampak letih dan tidak bertenaga- ADL klien tampak dibantu keluarga- Albumin 1,2 g/dl
A : masalah belum teratasiP : Intervensi dilanjutkan
3. S : - Keluarga mengatakan tidak mengontrol jenis makanan
yang dikonsumsi anaknya- Keluarga mengatakan tidak mengetahui penyebab
keadaan anaknya seperti ini.O :
- Keluarga klien selalu bertanya mengenai kondisi dan penyakit klien
- keluarga tidak mampu menjawab pertanyaan tentang penyebab, perawatan agar penyakit tidak kambuh.
69
- Keluarga tampak cemas menceritakan kondisi anakA : Masalah belum teratasiP : intervensi dilanjutkan
06-10-
2015
1. S : - keluarga mengatakan masih sembab- keluarga mengatakan perut masih buncit
O :- Wajah tampak mounface.- Badan tampak sembab.- Tampak Udema anasarka- Lingkar perut : 61cm- Protein (+++)- TB/BB : 111cm/19,5 kg- Intake : 2400 cc- Output : 1450 cc- IWL : 390 cc- Balance cairan : 2400-(1450+400) = -440 cc- Diuresis:3,1 cc/kgbb/24jamTD : 80/60 mmHg N : 98 x/i S : 36,5 ºc P : 21 x/i
A : Masalah belum teratasi P : intervensi dilanjutkan
2. S : - Keluarga mengatakan anaknya sembab sudah 1
minggu yang lalu- Keluarga mengatakan aktivitas masih dibantu
O : - Tampak Piting edema anasarka - BB 19,5 kg- Asietes +- Klien tampak terbaring ditempat tidur- Tampak pada tangan kanan terpasang injek pump- Klien tampak letih dan tidak bertenaga- ADL klien tampak dibantu keluarga- Albumin 1,2 g/dl
A : masalah belum teratasiP : Intervensi dilanjutkan
3. S : - Keluarga mengatakan tidak mengontrol jenis makanan
yang dikonsumsi anaknya- Keluarga mengatakan tidak mengetahui penyebab
keadaan anaknya seperti ini.O :
- Keluarga klien selalu bertanya mengenai kondisi dan penyakit klien
- keluarga tidak mampu menjawab pertanyaan tentang penyebab, perawatan agar penyakit tidak kambuh.
- Keluarga tampak cemas menceritakan kondisi anakA : Masalah belum teratasiP : intervensi dilanjutkan
70
07-10-
2015
1. S : - keluarga mengatakan masih sembab- keluarga mengatakan perut masih buncit
O :- Wajah tampak mounface.- Badan tampak sembab.- Tampak Udema anasarka- Lingkar perut : 61cm- Protein (+++)- TB/BB : 111cm/19kg- Intake : 2.560 cc- Output : 2.650 cc- IWL : 380cc- Balance cairan : 2.560-(2.650+400) = -470 cc- Diuresis:5,8cc/kgbb/24jam
TD : 10/60 mmHg N : 70 x/iS : 36 ºc ,P : 24 x/i
A : Masalah belum teratasi P : intervensi dilanjutkan
2. S : - Keluarga mengatakan anaknya sembab sudah 1
minggu yang lalu- Keluarga mengatakan aktivitas masih dibantu
O : - Tampak Piting edema anasarka - BB 19 kg- Asietes +- Klien tampak terbaring ditempat tidur- Tampak pada tangan kanan terpasang injek pump- Klien tampak letih dan tidak bertenaga- ADL klien tampak dibantu keluarga- Albumin 1,2 g/dl
A : masalah belum teratasiP : Intervensi dilanjutkan
3. S : - Keluarga mengatakan tidak mengontrol jenis
makanan yang dikonsumsi anaknya- Keluarga mengatakan tidak mengetahui penyebab
keadaan anaknya seperti ini.O :
- Keluarga klien selalu bertanya mengenai kondisi dan penyakit klien
- keluarga tidak mampu menjawab pertanyaan tentang penyebab, perawatan agar penyakit tidak kambuh.
- Keluarga tampak cemas menceritakan kondisi anakA : Masalah belum teratasiP : intervensi dilanjutkan
71
BAB IV
PEMBAHASAN
Berdasarkan asuhan keperawatan yang telah dilakukan pada An. R tanggal 05 Oktober
2015, di ruang rawat inap anak RSUD Achmad Mochtar Bukittinggi, maka dapat diketahui
hal-hal sebagai berikut:
4.1 Pengkajian
Berdasarkan hasil pengkajian yang telah dilakukan pada tanggal 05 Oktober 2015
pada An.R, dengan keluhan seluruh tubuh sembab khususnya daerah mata, ektremitas,
dan perut asites sejak 1 minggu yang lalu, hasil pemeriksaan laboratorium urin (protein
+ 3, cholesterol 770, lipid 7,4 %). Tidak ditemukan perbedaan yang spesifik antara
teoritis dengan pengkajian kasus yang didapatkan. Secara teoritis pada klien sindrom
nefrotik mengalami gejala gangguan klinis, meliputi: proteinuria massif > 0,05 gr/hr,
hipoalbuminemia, hiperlipidemia dan edema. Dapat disimpulkan bahwa semua
manifestasi klinis yang ada di teoritis juga kelompok temukan dalam kasus An.R.
4.2 Diagnosa keperawatan
Secara teoritis diagnosa keperawatan yang dapat muncul dengan klien sindrom
nefrotik adalah sebagai berikut:
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan Akumulasi cairan dalam jaringan
dan ruang ketiga
2. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pembentukan edema
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan nafsu makan menurun
4. Kurang pengetahuan tentang penyakit berhubungan dengan Kurang terpapar
dengan informasi tentang penyakit sindrom nefrotik
72
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
Setelah dilakukan pengkajian, diperoleh 3 diagnosa keperawatan yaitu :
1. Kelebihan volume cairan b.d kegagalan akumulasi cairan dalam jaringan dan
ruang ketiga.
2. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan
3. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi.
4.3 Intervensi
Dalam penyusunan intervensi keperawatan, kelompok menggunakan rencana
keperawatan yang telah disusun oleh NANDA, NIC, NOC dan kolaborasi dengan
Dongoes, dalam hal ini setiap rencana keperawatan dikembangkan berdasarkan teori
yang dapat diterima secara logis dan sesuai dengan kondisi klien.
73
Intervensi Teoritis
No Dx Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
1. Kelebihan volume cairan dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan akumulasi cairan dalam jaringan dan ruang ketiga
Tujuan: setelah dilakukan
tindakan keperawatan
kepada klien dalam 3x 24
jam, diharapkan gejala
akumulasi cairan tidak
terjadi dan Anak akan
menerima cairan yang
sesuai
Kriteria hasil :
Tidak ada edema Tidak
menunjukkan gejala kelebihan cairan
1. Kaji intake dan output cairan2. Gunakan strategi untuk
mencegah kelebihan intake dan output cairan
3. Berikan asupan cairan dengan hati-hati/ teliti
4. Timbang berat badan setiap hari
5. Kaji perubahan edema : Ukur lingkar lingkar
abdomen Memonitor edema di
sekitar mata dan daerah edema lainnya
Catat adanya pitting jika ada
Catat warna dan texture dari kulit
6. Berikan kortikosteroid sesuai ketentuan.
7. Kolaborasi pemberian diuretik jika di instruksikan
2. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pembentukan edema
Tujuan : setelah dilakukan
tindakan keperawatan
kepada klien dalam 3x 24
jam, diharapkan kulit
klien tidak menunjukkan
adanya kerusakan
integritas : kemerahan
atau iritasi.
Kriteria hasil: Integritas kulit klien
dapat dipertahankan
1. Beri perawatan kulit2. Hindari pakaian ketat untuk
menghindari area tertekan3. Bersihkan dan beri lotion atau
baby oil untuk mencegah kerusakan kulit
4. Topang organ edema seperti skrotum
5. Bersihkan kelopak mata yang mengalami edema dengan lap salin hangat
6. Gunakan penghilang tekanan atau matras tempat tidur penurun tekanan sesuai kebutuhan.
74
3 Nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
berhubungan
dengan nafsu
makan berkurang
Tujuan : Setelahdilakukan tindakankeperawatan kepada kliendalam 3x 24 jam,diharapkan kebutuhannutrisi tubuh klien dapatterpenuhiKriteria hasil : Klien mengkonsumsi
jumlah makanan bernutrisi secara adekuat
Berat badan klien kembali ideal
1. Beri diet yang bergizi2. Batasi natrium selama edema
dan terapi steroid3. Tuliskan bantuan anak, orang
tua, dan ahli diet dalam formulasi diet untuk mendorong nutrisi optimal
4. Beri makanan porsi sedikit dan sering
5. Beri makanan spesial yang disukai anak
6. Beri makanan anak dengan cara yang menarik
4 Kurang pengetahuan tentang penyakit berhubungan dengan kurang terpaparnya dengan informasi mengenai penyakit
Tujuan: Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
kepada klien dalam 3x 24
jam, diharapkan keluarga
mengetahui tentang
kondisi, cara
perawatan,dan
kebutuhanklien dengan
sindrom nefrotik.
Kriteria hasil:
Keluarga klien mengetahui tentang penyakit sindrom nefrotik
Klien tampak tenang, klien kooperatif.
1. Kaji pengetahuan keluarga tentang penyakit klien
2. Beri informasi / pendidikan kesehatan tentang sindrom nefrotik meliputi pengertian, penyebab, tanda gejala, diit pasien
3. Beri kesempatan pada keluarga untuk menanyakan hala-hal yang belum jelas
4. Evaluasi pemahaman keluarga tentang sindrom nefrotik
5. Beri reinforcement positif terhadap respon keluarga
75
Intervensi Kasus
NO DIAGNOSA
KEPERAWATAN
TUJUAN DAN
KRITERIA HASIL
INTERVENSI
1
2
3
Kelebihan volume cairan b.d kegagalan akumulasi cairan dalam jaringan dan ruang ketiga.
Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan
Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kurang terpaparnya informasi
Tujuan :Elektrolit dan base balancekriteria hasil :
Terbebas dari odema efusi
Bunyi nafas bersih, tidak ada dyspnea
Terbebas dari distensi vena jongularis
Tujuan:diharapkan anak dapat melakukan aktivitas sesuai dengan kemampuan dan mendapatkan istirahat dan tidur yang adekuatKriteria Hasil :- Toleransi aktivitas - semakin membaik- Aktivitas pasien mulai aktif- Edema berkurang/hilang- Kekuatan otot meningkat
Tujuan : Keluarga mampu
mengidentifikasi penyakit
Keluarga mengetahui keadaan pasien
Kriteria hasil : Keluarga
mengetahui
a. Monitor tanda tanda vitalb. Monitor intake outputc. Kaji masukan intake yang
relative terhadap output secara adekuat
d. Timbang berat badan tiap hari
e. Kaji perubahan oedem, ukur lingkar abdomen dan oedem sekitar mata
f. Kolaborasi Berikan diit rendah garam
g. kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat
1. Pertahankan tirah baring awal bila terjadi edema hebat
2. Rencanakan dan berikan
aktivitas tenang
3. Instruksikan istirahat bila anak mulai merasa lelah
4. Berikan periode istirahat
tanpa gangguan
1. kaji tingkat pengetahuan keluarga tentang penyakit anaknya.
2. Berikan raiforcemen kepada keluarga
3. Jelaskan tentang penyakit pasien
4. Kaji peningkatan pengetahuan keluarga
5. Libatkan keluarga dalam
76
penyebab penyakit Keluarga
mengetahui apa saja yang menyebabkan timbulnya kembali penyakit.
semua tindakan perawtan pasien
6. Ajarkan keluarga membuat daftar kegiatan dan daftar diit pasien
77
4.4 Implementasi
Implementasi keperawatan yang dilakukan sesuai dengan intervensi asuhan
keperawatan yang telah disusun dan disesuaikan dengan kondisi An.R oleh kelompok.
Tanggal No DX Implementasi Paraf
05-10-2015 1 1. Memonitoring tanda-tanda vital
2. Mengukur tekanan darah dan suhu tubuh
R : TD: 90/60 mmHg S :36,5 ºC
3. Menghitung denyut nadi dan pernafasan
R : N : 96 x/i P: 24 x/i
4. Menimbang berat badan setiap hari
R : BB : 20 kg
Mengukur lingkar perut
R : LP : 61 cm
4. Memonitoring balance cairan
5. Menghitung intake, output, IWL, BC,dan diuresis
R : Intake : 1150 cc output : 2000 cc
IWL : 400 cc
Balance cairan : 1150-(2000+400) = -1250 cc
Diuresis:3,3 cc/kgbb/24jam
6. Mengobservasi keluhan oedema dan asites
R : Oedema pada tungkai (+) asites (+)
7. Menganjurkan keluarga untuk menyediakan
minuman klien dalam botol, dan menggunakan
botol juga untuk tempat menampung urin klien
yang jumlah takarannya dapat dihitung dengan
78
2
mudah.
R : keluarga memberikan klien minum dan
menampung urin klien menggunakan botol aqua.
8. Kolaborasi dengan ahli gizi mengenai diit klien
R : diit rendah garam / Diit nefrotik 1500
kkal/protein 40 gr
9. Kolaborasi dengan dokter pemberian terapi
R : Prednison : 3 tablet pagi, 2 tablet siang, dan 2
tablet pada malam hari
Inj Ceftriaxone : 1 x 900 mg (09)
Inj Lasix : 1 x 20 mg (09)
Catopril : 3 x 6 mg (06, 14, 22)
Spironolacton: 2 x 15 mg (06,18)
1. Mempertahankan tirah baring awal bila terjadi
edema hebat
R : posisi klien telentang, miring kiri/kanan
4) Merencanakan dan berikan aktivitas tenang
R : klien mendengarkan musik/ bermain game di
hp/ psnya
5) Menginstruksikan istirahat klien bila mulai merasa
lelah (bedrest)
R : klien ada tidur di siang hari setelah
beraktivitas
6) Berikan periode istirahat tanpa gangguan dengan
menganjurkan keluarga memberikan suasana
tenang saat klien istirahat
R : keluarga mampu menciptakan suasana tenang
79
3
dan nyaman ketika klien istirahat
1.Menghindari harapan kosong kepada keluarga
R : keluarga tidak diberikan harapan yang tidak
pasti mengenai kesembuhan klien.
2.Menyediakan informasi bagi keluarga tentang
kemajuan pasien dengan cara yang tepat
R : keluarga mengetahui mengenai perkembangan
klien
3.Menggambarkan tanda dan gejala penyakit bagi
keluarga
R : keluarga mengetahui tanda dan gejala penyakit
4.Mengkaji tingkat pengetahuan keluarga
R : keluarga kurang mengetahui cara perawatan
klien dirumah
5.Memberikan penjelasan tentang penyakit dan
kondisi sekarang
R : keluarga mengetahui kondisi penyakit klien
Tanggal No DX Implementasi Paraf
80
06-10-2015 1 1. Memonitoring tanda-tanda vital
2. Mengukur tekanan darah dan suhu tubuh
R : TD: 80/60 mmHg S :36,5 ºC
3.Menghitung denyut nadi dan pernafasan
R : N : 98 x/i P: 21 x/i
4.Menimbang berat badan setiap hari
R : BB : 19,5 kg
5.Mengukur lingkar perut
R : LP : 57 cm
6.Memonitoring balance cairan
7.Menghitung intake, output, IWL, BC,dan diuresis
R : Intake : 2.400 cc output : 1.450 cc
IWL : 390 cc
Balance cairan : 2.400-(1.450+400) = -440 cc
Diuresis:3,1 cc/kgbb/24jam
8.Mengobservasi keluhan oedema dan asites
R : Oedema pada tungkai (+) asites (+)
9.Menganjurkan keluarga untuk menyediakan
minuman klien dalam botol, dan menggunakan
botol juga untuk tempat menampung urin klien
yang jumlah takarannya dapat dihitung dengan
mudah.
R : keluarga memberikan klien minum dan
menampung urin klien menggunakan botol aqua.
81
2
10.Kolaborasi dengan ahli gizi mengenai diit klien
R : diit rendah garam / Diit nefrotik 1500
kkal/protein 40 gr
11.Kolaborasi dengan dokter pemberian terapi
R : Prednison : 3 tablet pagi, 2 tablet siang, dan
2 tablet pada malam hari
Inj Ceftriaxone : 1 x 900 mg (09)
Inj Lasix : 1 x 20 mg (09)
Catopril : 3 x 6 mg (06, 14, 22)
Spironolacton: 2 x 15 mg (06,18)
1. Mempertahankan tirah baring awal bila terjadi
edema hebat
R : posisi klien telentang, miring kiri/kanan
2. Merencanakan dan berikan aktivitas tenang
R : klien mendengarkan musik/ bermain game di
hp/ psnya
3. Mengintruksikan istirahat klien bila mulai
merasa lelah (bedrest)
R : klien ada tidur di siang hari setelah
beraktivitas
4. Menginstruksikan istirahat klien bila mulai
merasa lelah (bedrest)
5. Berikan periode istirahat tanpa gangguan dengan
menganjurkan keluarga memberikan suasana
tenang saat klien istirahat
R : keluarga mampu menciptakan suasana
tenang dan nyaman ketika klien istirahat
82
3 1.Menghindari harapan kosong kepada keluarga
R : keluarga tidak diberikan harapan yang tidak
pasti mengenai kesembuhan klien.
2.Menyediakan informasi bagi keluarga tentang
kemajuan pasien dengan cara yang tepat
R : keluarga mengetahui mengenai
perkembangan klien
3.Menggambarkan tanda dan gejala penyakit bagi
keluarga
R : keluarga mengetahui tanda dan gejala
penyakit
4.Mengkaji tingkat pengetahuan keluarga
R : keluarga kurang mengetahui cara perawatan
klien dirumah
5.Memberikan penjelasan tentang penyakit dan
kondisi sekarang
R : keluarga mengetahui kondisi penyakit klien
Tanggal No DX Implementasi Paraf
83
07-10-2015 1 1.Memonitoring tanda-tanda vital
2.Mengukur tekanan darah dan suhu tubuh
R : TD: 90/60 mmHg S :36,5 ºC
3.Menghitung denyut nadi dan pernafasan
R : N : 96 x/i P: 24 x/i
4. Menimbang berat badan setiap hari
R : BB : 20 kg
5. Mengukur lingkar perut
R : LP : 61 cm
6.Memonitoring balance cairan
7.Menghitung intake, output, IWL, BC,dan diuresis
R : Intake : 1150 cc output : 2000 cc
IWL : 400 cc
Balance cairan : 1150-(2000+400) = -1250 cc
Diuresis:3,3 cc/kgbb/24jam
8.Mengobservasi keluhan oedema dan asites
R : Oedema pada tungkai (+) asites (+)
9.Menganjurkan keluarga untuk menyediakan
minuman klien dalam botol, dan menggunakan
botol juga untuk tempat menampung urin klien
yang jumlah takarannya dapat dihitung dengan
mudah.
R : keluarga memberikan klien minum dan
menampung urin klien menggunakan botol aqua.
84
2
10.Kolaborasi dengan ahli gizi mengenai diit klien
R : diit rendah garam / Diit nefrotik 1500
kkal/protein 40 gr
11.Kolaborasi dengan dokter pemberian terapi
R : Prednison : 3 tablet pagi, 2 tablet siang, dan 2
tablet pada malam hari
Inj Ceftriaxone : 1 x 900 mg (09)
Inj Lasix : 1 x 20 mg (09)
Catopril : 3 x 6 mg (06, 14, 22)
Spironolacton: 2 x 15 mg (06,18)
1.Mempertahankan tirah baring awal bila terjadi
edema hebat
R : posisi klien telentang, miring kiri/kanan
2.Merencanakan dan berikan aktivitas tenang
R : klien mendengarkan musik/ bermain game di
hp/ psnya
3.Menginstruksikan istirahat klien bila mulai merasa
lelah (bedrest)
R : klien ada tidur di siang hari setelah
beraktivitas
4.Berikan periode istirahat tanpa gangguan dengan
menganjurkan keluarga memberikan suasana
tenang saat klien istirahat
R : keluarga mampu menciptakan suasana tenang
dan nyaman ketika klien istirahat
85
3 1.Menghindari harapan kosong kepada keluarga
R : keluarga tidak diberikan harapan yang tidak
pasti mengenai kesembuhan klien.
2.Menyediakan informasi bagi keluarga tentang
kemajuan pasien dengan cara yang tepat
R : keluarga mengetahui mengenai perkembangan
klien
3.Menggambarkan tanda dan gejala penyakit bagi
keluarga
R : keluarga mengetahui tanda dan gejala penyakit
4.Mengkaji tingkat pengetahuan keluarga
R : keluarga kurang mengetahui cara perawatan
klien dirumah
5.Memberikan penjelasan tentang penyakit dan
kondisi sekarang
R : keluarga mengetahui kondisi penyakit klien
86
4.5 Evaluasi
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 hari pada An.R dengan kasus
sindrom nefrotik, hari pertama sampai hari ketiga, kondisi An.R sudah memperlihatkan
adanya perbaikan namun belum terlalu signifikan. An.R masih ada edema di area
periorbital, ekstremitas, dan perut klien masih asites.
Tanggal No DX Evaluasi Paraf
05-10-2015 1 S :
-keluarga mengatakan masih sembab
-keluarga mengatakan perut masih buncit
O :
- Wajah tampak mounface.
- Badan tampak sembab.
- Tampak Udema anasarka
- Lingkar perut : 61cm
- Protein (+++)
- TB/BB : 111cm/20kg- Intake : 1150 cc
- Output : 2000 cc
- IWL : 400 cc
- Balance cairan : 1150-(2000+400) = -1250 cc
- Diuresis:3,3 cc/kgbb/24jam
TD : 90/60 mmHg N : 96 x/i
S : 36,5 ºc , P : 24 x/i
A : Masalah belum teratasi
P : intervensi dilanjutkan
87
2
3
S :
-Keluarga mengatakan anaknya sembab sudah 1
minggu yang lalu
-Keluarga mengatakan aktivitas masih dibantu
O :
- Tampak Piting edema anasarka
-BB 20 kg
-Asietes +
-Klien tampak terbaring ditempat tidur
-Tampak pada tangan kanan terpasang injek pump
-Klien tampak letih dan tidak bertenaga
-ADL klien tampak dibantu keluarga
-Albumin 1,2 g/dl
A : masalah belum teratasi
P : Intervensi dilanjutkan
S :
-Keluarga mengatakan tidak mengontrol jenis makanan yang dikonsumsi anaknya
-Keluarga mengatakan tidak mengetahui penyebab keadaan anaknya seperti ini.
O :
-Keluarga klien selalu bertanya mengenai kondisi dan penyakit klien
-keluarga tidak mampu menjawab pertanyaan tentang penyebab, perawatan agar penyakit tidak kambuh.
-Keluarga tampak cemas menceritakan kondisi anak
A : Masalah belum teratasi
88
P : intervensi dilanjutkan
Tanggal No DX Evaluasi Paraf
06-10-2015 1
2
S :
- keluarga mengatakan masih sembab
- keluarga mengatakan perut masih buncit
O :
- Wajah tampak mounface.
- Badan tampak sembab.
- Tampak Udema anasarka
- Lingkar perut : 61cm
- Protein (+++)
- TB/BB : 111cm/19,5 kg- Intake : 2400 cc
- Output : 1450 cc
- IWL : 390 cc
- Balance cairan : 2400-(1450+400) = -440 cc
- Diuresis:3,1 cc/kgbb/24jam
TD : 80/60 mmHg N : 98 x/i
S : 36,5 ºc P : 21 x/i
A : Masalah belum teratasi
P : intervensi dilanjutkan
S :
-Keluarga mengatakan anaknya sembab sudah 1
minggu yang lalu
-Keluarga mengatakan aktivitas masih dibantu
O :
89
3
- Tampak Piting edema anasarka
-BB 19,5 kg
-Asietes +
-Klien tampak terbaring ditempat tidur
-Tampak pada tangan kanan terpasang injek pump
-Klien tampak letih dan tidak bertenaga
-ADL klien tampak dibantu keluarga
-Albumin 1,2 g/dl
A : masalah belum teratasi
P : Intervensi dilanjutkan
S :
-Keluarga mengatakan tidak mengontrol jenis makanan yang dikonsumsi anaknya
-Keluarga mengatakan tidak mengetahui penyebab keadaan anaknya seperti ini.
O :
-Keluarga klien selalu bertanya mengenai kondisi dan penyakit klien
-keluarga tidak mampu menjawab pertanyaan tentang penyebab, perawatan agar penyakit tidak kambuh.
-Keluarga tampak cemas menceritakan kondisi anak
A : Masalah belum teratasi
P : intervensi dilanjutkan
90
Tanggal No DX Evaluasi Paraf
07-10-2015 1
2
S :
- keluarga mengatakan masih sembab
- keluarga mengatakan perut masih buncit
O :
- Wajah tampak mounface.
- Badan tampak sembab.
- Tampak Udema anasarka
- Lingkar perut : 61cm
- Protein (+++)
- TB/BB : 111cm/19kg- Intake : 2.560 cc
- Output : 2.650 cc
- IWL : 380cc
- Balance cairan : 2.560-(2.650+400) = -470 cc
- Diuresis:5,8cc/kgbb/24jam
TD : 10/60 mmHg
N : 70 x/i
S : 36 ºc ,
P : 24 x/i
A : Masalah belum teratasi
P : intervensi dilanjutkan
S :
-Keluarga mengatakan anaknya sembab sudah 1
minggu yang lalu
-Keluarga mengatakan aktivitas masih dibantu
O :
91
3
- Tampak Piting edema anasarka
-BB 19 kg
-Asietes +
-Klien tampak terbaring ditempat tidur
-Tampak pada tangan kanan terpasang injek pump
-Klien tampak letih dan tidak bertenaga
-ADL klien tampak dibantu keluarga
-Albumin 1,2 g/dl
A : masalah belum teratasi
P : Intervensi dilanjutkan
S :
-Keluarga mengatakan tidak mengontrol jenis makanan yang dikonsumsi anaknya
-Keluarga mengatakan tidak mengetahui penyebab keadaan anaknya seperti ini.
O :
-Keluarga klien selalu bertanya mengenai kondisi dan penyakit klien
-keluarga tidak mampu menjawab pertanyaan tentang penyebab, perawatan agar penyakit tidak kambuh.
-Keluarga tampak cemas menceritakan kondisi anak
A : Masalah belum teratasi
P : intervensi dilanjutkan
BAB V
PENUTUP
92
5.1 Kesimpulan
Program kesehatan anak merupakan salah satu kegiatan dari penyelenggaraan
perlindungan anak di bidang kesehatan, yang dimulai sejak bayi berada di dalam
kandungan, masa bayi, balita, usia sekolah dan remaja. Program tersebut bertujuan untuk
menjamin kelangsungan hidup bayi baru lahir, memelihara dan meningkatkan kesehatan
anak sesuai tumbuh kembangnya, dalam rangka meningkatkan kualitas hidup anak yang
akan menjadi sumber daya pembangunan bangsa di masa mendatang (Depkes RI. 2010).
Penyakit ginjal pada anak merupakan salah satu dari sepuluh penyakit anak
terbanyak di Indonesia yang dikumpulkan dari tujuh Pusat Pendidikan Dokter Spesialis
Anak memperlihatkan bahwa SN merupakan penyakit yang paling sering dijumpai
(35%) di poliklinik nefrologi (UKK Nefrologi, 2012). Sindrom nefrotik dapat menyerang
siapa saja namun penyakit ini lebih banyak ditemukan pada anak- anak usia 1 sampai 6
tahun atau pada masa pra sekolah, selain itu kecenderungan penyakit ini menyerang anak
laki-laki dua kali lebih besar dibandingkan anak perempuan, di tandai dengan
sekumpulan gejala yang disebabkan oleh adanya injuri pada glomerular yang terjadi pada
anak dengan karakteristik proteinuria masif > 3,5 gr/hr, hipoalbuminia, edema, dan
hiperlipidemia (Suriadi, dkk. 2006)
Berdasarkan asuhan keperawatan yang telah dilakukan pada An.R denga kasus sindrom
nefrotik pada tanggal 05 -07 Oktober 2015, di ruang rawat inap anak RSUD Achmad
Mochtar Bukittinggi, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Klien dengan sindrom nefrotik pada anak-anak mengalami keluhan seperti: edema/
sembab pada area mata/ periorbital, ekstremitas, serta asites. Pada pemeriksaan
93
laboratorium (urin dan darah) ditemukan proteinuria > 0,05 gr/kg BB/hari,
hipoalbuminemia < 30 g/l, dan hiperlipidemia.
2. Sesuai dengan teori diagnosa keperawatan pada klien sindrom nefrotik
a. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan Akumulasi cairan dalam
jaringan dan ruang ketiga
b. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pembentukan edema
c. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan nafsu makan
menurun
d. Kurang pengetahuan tentang penyakit berhubungan dengan Kurang
terpapar dengan informasi tentang penyakit sindrom nefrotik
e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
3. Setelah dilakukan pengkajian, diperoleh 3 diagnosa keperawatan yaitu:
a. Kelebihan volume cairan b.d kegagalan akumulasi cairan dalam jaringan dan
ruang ketiga.
b. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan
c. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi.
4. Untuk mengatasi masalah keperawatan yang muncul tersebut, maka disusunlah
rencana asuhan keperawatan sesuai dengan teoritis dan kasus yang ditemukan
pada An.R dengan kasus sindrom nefrotik di ruang rawat inap anak RSUD
Achmad Mochtar Bukittinggi.
5. Implementasi keperawatan yang dilakukan sesuai dengan intervensi asuhan
keperawatan yang telah disusun dan disesuaikan dengan kondisi An.R. dengan
kasus sindrom nefrotik di ruang rawat inap anak RSUD Achmad Mochtar
Bukittinggi.
94
6. Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 hari pada An.R. dengan kasus
sindrom nefrotik di ruang rawat inap anak RSUD Achmad Mochtar Bukittinggi.
Hari pertama sampai hari ketiga, kondisi An.R sudah memperlihatkan ada
perbaikan namun belum terlalu signifikan, seperti masih ada edema di area
periorbital, ekstremitas, dan perut klien masih asites (namun sudah mulai
berangsur menyusut/berkurang) dan gatal-gatal pada area matapun mulai
berkurang.
5.2 Saran
Setelah selesainya dilakukan asuhan keperawatan pada An.R. dengan kasus sindrom
nefrotik di ruang rawat inap anak RSUD Achmad Mochtar Bukittinggi, diharapkan dapat
memberikan masukan terutama pada:
5.2.1 Kelompok mahasiswa/i
Sebagai bahan untuk mengasah kemampuannya, dan menerapkannya dalam
pemberian asuhan keperawatan yang profesional, terutama dalam bidang
keperawatan anak “sindrom nefrotik” kedepannya.
5.2.2 Instansi pendidikan
Sebagai bahan masukan kepada STIKes Perintis Padang, agar dapat
dimanfaatkan sebagai bahan ajar untuk perbandingan dalam memberikan
konsep asuhan keperawatan secara teori dan praktek kedepannya.
5.2.3 Ruang rawat inap anak RSUD Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi
Sebagai bahan acuan kepada tenaga kesehatan RSUD Achmad Mochtar
Bukittinggi, terutama ruang rawat inap dalam memberikan pelayanan yang lebih
95
baik dan menghasilkan pelayanan yang memuaskan pada klien, serta
memperliatkan perkembangan klien yang lebhi baik lagi kedepannya.
96
97
DAFTAR PUSTAKA
Arif Mansjoer, dkk, (2000). Kapita Selekta Kedokteran, Edisi III, Jilid 2. Penerbit Media
Aesculapius FKUI, Jakarta.
Arif Muntaqin, dkk, (2011). Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan, Penerbit:
Salemba Medika, Jakarta.
Brunner dan Suddarth, S. (2002) Medical Sugical Nursing, Edisi ke-8.
Depkes RI. (2012) Pedoman Pengobatan Dasar Di Puskesmas, Jakarta, Depkes RI.
Donna L, Wong. 2004. Pedoman Klinis Keperawatan Anak, alih bahasa: Monica Ester.
Jakarta: EGC.
Doenges, Marlyn E, (1999) Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan
Dan Pendokumentasian Keperawatan, Alih Bahasa, I Made Kariasa Ni Made
Sumarwati, Edisi ke-3, Jakarta, EGC.
Junadi, P. (1982) Kapita Selekta Kedokteran, Edisi ke-2, FKUI, Jakarta.
Price, A.S dan Wilson, M.L (1988) Patofisiologi, Edisi ke-4, PT, EGC, Penerbit Buku
Kedokteran, Jakarta.
Soeparman, dan Waspadji, S. (1996) Ilmu Penyakit Dalam, Penerbit FKUI, Jakarta
Syylvia A. Price dan Lorraine M. Wilson, (1995) Patofisiologi, Edisi IV, Buku 1, Penerbit
EGC, Jakarta.
Syaifuddin.2011.Anatomi Fisiologi Kurikulum Berbasis Kompetensi untuk Keperawatan dan
Kebidanan Edisi 4.Jakarta: EGC
Sloane Ethel.2003.Anatomi dan Fisiologi.Jakarta.EGC.